BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1.1 Pengertian APBD - Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan teori

2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

2.1.1.1 Pengertian APBD

  Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk provinsi maupun kabupaten dan kota.

  Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah.

  Menurut Halim (2004 : 15) tentang Anggaran Pendapatan dan belanja Daerah (APBD) yaitu :

  “Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) adalah suatu anggaran Daerah yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut : rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci; adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya- biaya sehubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan; jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka; periode anggaran, yaitu biasanya 1 (satu) tahun”.

  Menurut UU No. 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat 14, ” Anggaran pendapatan dan belanja daerah yang selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.”

  Menurut Bastian (2006 : 189) APBD merupakan “pertanggungjawaban rencana kerja Pemda dalam bentuk satuan uang untuk kurun waktu satu tahunan dan berorientasi pada tujuan kesejahteraan publik.”

  APBD harus memuat sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja, standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan, serta bagian pendapatan APBD yang digunakan untuk membiayai belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan dan belanja modal/investasi.

  Unsur-Unsur APBD menurut Halim (2004 : 15-16) adalah sebagai berikut 1. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci.

  2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan.

  3. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka.

  .

  4. Periode anggaran yang biasanya 1 (satu) tahun

2.1.1.2 Struktur APBD

  Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah. Adapun bentuk dan susunan APBD yang didasarkan pada Permendagri 13/ 2006 pasal 22 ayat (1) terdiri atas 3 bagian, yaitu : “pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah.”

  Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (1) dikelompokkan atas pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain- lain pendapatan daerah yang sah. Belanja menurut kelompok belanja terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan pembiayaan mencakup sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA), pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan kembali pemberian pinjaman, dan penerimaan piutang daerah. Pengeluaran pembiayaan mencakup pembentukan dana cadangan, penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah, pembayaran pokok utang, dan pemberian pinjaman daerah. (Permendagri 13/ 2006) Menurut halim (2004) terkait dengan struktur Anggaran Pendapatan dan

  Belanja Modal yaitu : “Pendapatan dibagi menjadi 3 kategori yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Belanja digolongkan menjadi 4 yakni belanja aparatur daerah, belanja pelayanan publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, dan belanja tak tersangka. Belanja aparatur daerah diklasifikasi menjadi 3 kategori yaitu belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal/ pembangunan. Belanja pelayanan publik dikelompokkan menjadi 3 yakni belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal. Pembiayaan dikelompokkan menurut sumber-sumber pembiayaan yaitu : sumber penerimaan daerah dan sumber pengeluaran daerah. Sumber pembiayaan berupa penerimaan daerah adalah : sisa lebih anggaran tahun lalu, penerimaan pinjaman dan obligasi, hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan dan transfer dari dana cadangan. Sumber pembiayaan berupa pengeluaran daerah terdiri atas : pembayaran utang pokok yang telah jatuh tempo, penyertaan modal, transfer ke dana cadangan, dan sisa lebih anggaran tahun sekarang”.

2.1.1.3 Fungsi APBD

  Fungsi APBD pada dasarnya sama dengan fungsi APBN. Fungsi APBD terdiri dari:

  1. Fungsi otoritasi bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk merealisasi pendapatan dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa dianggarkan dalam APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk dilaksanakan.

  2. Fungsi perencanaan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

  3. Fungsi pengawasan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemerintah daerah.

  4. Fungsi alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian daerah.

5. Fungsi distribusi memiliki makna bahwa kebijakan-kebijakan dalam penganggaran daerah harus memperlihatkan rasa keadilan dan kepatuhan.

  6. Fungsi stabilitas memiliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.

2.1.2 Pertumbuhan Ekonomi

  Menurut Boediono (dalam Tarigan, 2006 : 46), “Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita”. Menurut Arsyad (2005 : 7) “pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan PDB/PNB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah pertumbuhan struktur ekonomi terjadi atau tidak”.

  Perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila tingkat kegiatan ekonomi meningkat dari satu periode ke periode berikutnya, berarti jumlah barang dan jasa yang dihasilkan bertumbuh besar pada tahun berikutnya yang berarti bahwa produktivitas dari fakta-fakta yang dimasukkan dalam produksi yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi meningkat.

  Pertumbuhan Ekonomi sering diukur dengan menggunakan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDRB). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.

  Penyajian angka-angka dalam PDRB dibedakan menjadi dua, yaitu PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah dari barang dan jasa dihitung dengan menggunakan harga yang berlaku pada tahun berjalan setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan memakai harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar. PDRB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk menilai pergeseran dan struktur ekonomi, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.

  Untuk menghitung angka-angka PDRB ada tiga pendekatan umum yang dapat digunakan, yaitu:

  1. Pendekatan Produksi, PDRB jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai oleh berbagai unit produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).

  2. Pendekatan Pendapatan, PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tetentu (biasanya satu tahun). Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan, semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi).

  3. Pendekatan Pengeluaran, PDRB adalah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari: (1) pengeluaran konsumsi rumahtangga dan lembaga swasta nirlaba, (2) konsumsi pemerintah, (3) pembentukan modal tetap domestik bruto, (4) perubahan stok dan (5) ekspor neto, (ekspor neto merupakan ekspor dikurangi impor).

2.1.3 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

  Menurut Halim (2004 : 67) tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu : “Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu : pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah.” Sebagaimana disebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah merupakan penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, maka diharapkan tiap-tiap pemerintah daerah dapat membangun infrastruktur ekonomi yang baik di daerahnya masing-masing, guna meningkatkan pendapatannya.

  Menurut UU No. 33 Tahun 2004, “Pendapatan Asli Daerah selanjutnya disebutkan PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” PAD bertujuan untuk memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Sumber-sumber penerimaan daerah yang dimasukkan dalam pos Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri: Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, serta Lain-lain PAD yang sah.

  Klasifikasi PAD berdasarkan Permendagri 13/2006 adalah sebagai berikut : pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/ BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusaahaan milik pemerintah/ BUMN, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/ atau pengadaan barang dan/ atau jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari pengembalian, fasilitas sosial dan fasilitas umum, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendapatan dari angsuran / cicilan penjualan. Kewenangan pemerintah daerah dalam pelaksanaan kebijakannya sebagai daerah otonomi sangat dipengaruhi oleh kemampuan daerah tersebut dalam menghasilkan pendapatan daerah. Semakin besar pendapatan asli daerah yang diterima, maka akan semakin besar pula kewenangan pemerintah daerah tersebut dalam melaksnakan kebijakannya. Upaya meningkatka kemampuan penerimaan daerah, khususnya penerimaan dari pendapatan asli daerah harus diarahkan pada usaha yang terus menerus dan berlanjut agar pendapatan asli daerah tersebut terus meningkat, sehingga pada akhirnya diharapkan akan dapat memperkecil ketergantungan terhadap sumber penerimaan dari pemerintah diatasnya (pemerintah pusat).

2.1.4 Dana Alokasi Umum (DAU)

  Menurut Pemendagri 13 Tahun 2006, “Kelompok pendapatan dana perimbangan dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas: dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus.”

  Menurut UU No. 34 Tahun 2004, “Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.”

  Menurut Halim (2004 : 141), “Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.”

  DAU dialokasikan dengan tujuan pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk, tingkat pendapatan masyarakat di daerah, sehingga perbedaan antara daerah yang maju dengan daerah yang belum berkembang dapat diperkecil. Pada dasarnya, dengan diberlakukannya otonomi daerah diharapkan ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat tentang keuangan daerah diharapkan semakin kecil (sumbangan DAU kecil), atau dengan kata lain sumber pendapatan daerah bisa bersumber pada daerah sendiri (sumbangan PAD besar).

2.1.5 Belanja Modal

  Menurut Halim (2004 : 73), “Belanja Modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada Kelompok Belanja Administrasi Umum.”

  Berdasarkan Peraturan Menteri dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 53 ayat (1) : “Belanja modal sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 huruf c digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya”.

  Syaiful (2006) menjelaskan bahwa belanja modal dapat dikategorikan dalam 5 kategori utama :

1. Belanja Modal Tanah

  Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan, pembelian, pembebasan penyelesaian untuk balik nama dan sewa, pengosongan, pengurungan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.

  2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.

  3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran/ biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

  4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian/ peningkatan pembangunan/ pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

5. Belanja Modal Fisik Lainnya

  Belanja Modal Perjalanan Pengadaan Tanah Belanja Modal Gedung dan Bangunan

  Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Gedung dan Bangunan

  Bangunan 4)

  3) Belanja Modal Sewa Peralatan Gedung dan

  Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor Pengelola Teknis Gedung dan Bangunan

  Bangunan 2)

  1) Belanja Modal Bahan Baku Gedung dan

  Belanja Modal Fisik Lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian/ peningkatan pembangunan/ pembuatan serta perawatan terhadap Fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan kedalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang- barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.

  Berikut ini adalah tabel komponen biaya yang termasuk dalam belanja modal :

  Tanah 5)

  4) Belanja Modal Pengurugan dan Pematangan

  3) Belanja Modal Pembuatan Sertifikat Tanah

  2) Belanja Modal Pembayaran Honor Tim Tanah

  Belanja Modal Tanah 1) Belanja Modal Pembebasan Tanah

  Jenis Belanja Modal Komponen Biaya yang Dimungkinkan di dalam Belanja Modal

Tabel 2.1 Jenis Belanja Modal dan Komponen-Komponennya

  Belanja Modal Biaya Pengukuran Tanah 6)

  5) Belanja Modal Perizinan Gedung dan Bangunan

  Belanja Modal Pengosongan dan Pembongkaran Bangunan Lama,Irigasi dan Jaringan

  8) Belanja Modal Bahan Baku Irigasi dan Jaringan

  9) Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor

  Pengelola Teknis Irigasi dan Jaringan 10)

  Belanja Modal Sewa Peralatan Irigasi dan Jaringan

  11) Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan

  Irigasi dan Jaringan 12)

  Belanja Modal Perizinan Irigasi dan Jaringan 13)

  14) Belanja Modal Perjalanan Irigasi dan Jaringan

  Belanja Modal Pengosongan dan Pembongkaran Bangunan Lama, Jalan dan Jembatan

  Belanja Modal Fisik Lainnya

  1) Belanja Modal Bahan Baku Fisik Lainnya

  2) Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan

  Pengelola Teknis Fisik Lainnya 3)

  Belanja Modal Sewa Peralatan Fisik Lainnya 4)

  Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Fisik Lainnya

  5) Belanja Modal Perizinan Fisik Lainnya

  7) Belanja Modal Perjalanan Jalan dan Jembatan

  Belanja Modal Perizinan Jalan dan Jembatan 6)

  6) Belanja Modal Pengosongan dan Pembongkaran

  4) Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan

  Bangunan Lama Gedung dan Bangunan 7)

  Belanja Modal Honor Perjalanan Gedung dan Bangunan

  Belanja Modal Peralatan dan Mesin

  1) Belanja Modal Bahan Baku Peralatan dan Mesin

  2) Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor

  Pengelola Teknis Peralatan dan Mesin 3)

  Belanja Modal Sewa Peralatan, Peralatan dan Mesin

  Peralatan dan Mesin 5)

  Jalan dan Jembatan 5)

  Belanja Modal Perizinan Peralatan dan Mesin 6)

  Belanja Modal Pemasangan Peralatan dan Mesin 7)

  Belanja Modal Perjalanan Peralatan dan Mesin Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan

  1) Belanja Modal Bahan Baku Jalan dan Jembatan

  2) Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor

  Pengelola Tekhnis Jalan dan Jembatan 3)

  Belanja Modal Sewa Peralatan Jalan dan Jembatan

  4) Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan

  6) Belanja Modal Jasa Konsultan Fisik Lainnya

  2.2 Penelitian Terdahulu Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu Nama dan Tahun Variabel Penelitian Hasil Penelitian

  Anggara (2012)

  Belanja Modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/investaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya

  Terdapat pengaruh yang signifikan antara PDRB, Pendapatan Asli Daerah, DAU terhadap Belanja Modal

  Variabel dependen: belanja modal Variabel independen: pertumbuhan ekonomi, PAD, DAU

  Megawati (2013)

  Terdapat pengaruh yang signifikan antara Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal

  Variabel Dependen: belanja modal Variabel Independen: PAD dan DAU

  Secara parsial maupun secara simultan DAU, PAD dan pendapatan lain-lain yang dianggap sah berpengaruh signifikan positif terhadap belanja daerah

  Halim dan Abdullah (2004)

  Variabel dependen: Belanja Pemerintahan daerah Variabel independen: Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pendapatan lain-lain yang dianggap sah

  Siagian (2008)

  Belanja Pembangunan memberikan dampak postif dan signifikan terhadap PAD maupun pertumbuhan ekonomi

  Hadi (2006) Variabel Dependen: PDRB dan PAD Variabel Independen: Belanja Pembangunan

  Secara parsial dan simultan DAU dan PAD berpengaruh signifikan positif terhadap belanja daerah

  Variabel Dependen: Belanja Pemda Variabel Independen: Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Hasil Daerah

2.3 Kerangka Konseptual

  adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset.

  Belanja Modal pada umumnya dialokasikan untuk perolehan aset tetap yang dapat digunakan sebagai sarana pembangunan daerah. Dengan berkembang pesatnya pembangunan diharapkan terjadi peningkatan kemandirian daerah dalam membiayai kegiatannya terutama dalam hal keuangan. Untuk dapat mengetahui terjadinya peningkatan kemandirian daerah, pendapatan asli daerah bisa dijadikan sebagai tolak ukurnya karena PAD ini sendiri merupakan komponen yang penting yang merencanakan bagaimana sebuah daerah dapat mendanai sendiri kegiatannya melalui komponen pendapatan yang murni dihasilkan melalui daerah.

  Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik dan merupakan output pengalokasian sumberdaya.

  Keterbatasan sumber daya adalah pangkal masalah utama dalam pengalokasian anggaran daerah. Hal ini dapat diatasi dengan menciptakan manajemen pelayanan publik yang terencana dengan baik.

  Pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD untuk menambah aset tetap. Alokasi belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk kualitas pelayanan publik. Besarnya belanja modal yang dialokasikan pemerintah daerah dalam APBD tentu sangat dipengaruhi oleh posisi keuangan pada daerah tersebut. Posisi keuangan suatu daerah dapat dilihat dari besarnya Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) pada daerah tersebut.

  Untuk menyederhanakan alur pemikiran tersebut, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

  Variabel Independen Variabel Dependen

  Pertumbuhan Ekonomi (X1)

  Belanja Modal Pendapatan Asli

  (Y) Daerah (X2)

  Dana Alokasi Umum

  (X3) Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan kerangka konseptual diatas, maka penulis membuat hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh signifikan secara simultan dan parsial terhadap pengalokasian anggaran belanja modal pada pemerintahan kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Kedudukan Nasabah Koperasi Simpan Pinjam Dalam Pailitnya Koperasi Simpan Pinjam

0 0 22

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Telekomunikasi Seluler Global System for Mobile Communication (GSM) - Analisis Link Budget Pada Pembangunan Bts Rooftop Cemara Iv Sistem Telekomunikasi Seluler Berbasis Gsm Studi Kasus PT. Telkomsel

0 0 29

BAB II LANDASAN TEORI - Gambaran Self-efficacy pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang Berasal dari Papua

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN - Gambaran Self-efficacy pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang Berasal dari Papua

0 0 14

1. Data Subjek - Karakteristik Psikometri Subtes Rechenaufgaben (RA) Versi Revisi pada Intelligenz Struktur Test (IST

0 1 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Revisi Tes - Karakteristik Psikometri Subtes Rechenaufgaben (RA) Versi Revisi pada Intelligenz Struktur Test (IST

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah - Karakteristik Psikometri Subtes Rechenaufgaben (RA) Versi Revisi pada Intelligenz Struktur Test (IST

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Stakeholders - Pengaruh Pergantian Manajemen, Biaya Audit, Reputasi Audit, Opini Audit dan Kesulitan Keuangan terhadap Pergantian Auditor secara sukarela (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Pergantian Manajemen, Biaya Audit, Reputasi Audit, Opini Audit dan Kesulitan Keuangan terhadap Pergantian Auditor secara sukarela (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI tahun 2012-2

0 0 10

ABSTRAK Pengaruh Pergantian Manajemen, Biaya Audit, Reputasi Audit, Opini Audit dan Kesulitan Keuangan terhadap Pergantian Auditor secara sukarela (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI tahun 2012-2013)

0 0 14