BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA - Koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)Kabupaten Karo dalam Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung

KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

  Koordinasi merupakan suatu tindakan untuk mengintegrasikan unit-unit pelaksana kegiatan guna mencapai tujuan organisasi. Dalam hal penanggulangan bencana terdapat beberapa unit-unit organisasi atau stakeholders yang saling berintegrasi/berkoordinasi, saling terkait satu organisasi dengan yang lainnya dalammelaksanakan unsur-unsur kegiatan pada manajemen bencana guna mencapai efektivitas penanggulangan bencana.

  II.1. Koordinasi

  II.1.1. Pengertian Koordinasi

  Fayol (dalam Arsyad, 2002) menjelaskan bahwa koordinasi adalah suatu usaha untuk mengharmoniskan dalam rangkaian struktur yang ada. Fayol (dalam Moekijat : 1989) juga menambahkan bahwa koordinasi merupakan suatu unsur manajemen yang diartikan sebagai penggabungan usaha dan peraturan semua kegiatan perusahaan agar sesuai dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan.

  Adapun Brech (dalam Hasibuan, 2011) memberikan pengertian koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok kepada masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu sendiri. ada kesesuaian antara peraturan dan tindakan serta kerja sama antar anggota yang pada akhirnya menimbulkan keharmonisan kerja sehingga tidak adanya pekerjaan yang tumpang tindih dan semua usaha atau kegiatan yang dilaksanakan berjalan sesuai dengan peraturan yang ditetapkan.

  Hasibuan (2011) menyatakan bahwa koordinasi adalah kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen dan pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi. Koordinasi mengimplikasikan bahwa elemen-elemen sebuah organisasi saling berhubungan dan mereka menunjukkan keterkaitan sedemikian rupa, sehingga semua orang melaksanakan tindakan-tindakan tepat, pada waktu tepat dalam rangka upaya mencapai tujuan-tujuan.

  Dari beberapa pengertian koordinasi di atas dapat disimpulkan bahwa koordinasi adalah kerjasama antar bagian atau sektor yang menciptakan keharmonisan kerja dalam melaksanakan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan bersama yang sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.

II.1.2. Jenis-Jenis Koordinasi

  Menurut Sugandha (1991), jenis-jenis koordinasi menurut lingkupnya terdiri dari koordinasi intern yaitu koordinasi antar pejabat atau antar unit di dalam suatu organisasi dan koordinasi ekstern yaitu koordinasi antar pejabat dari berbagai organisasi atau antar organisasi. Umumnya organisasi memiliki tipe koordinasi yang dipilih dan disesuaikan dengan kebutuhan atau kondisi-kondisi tercapai dengan baik.

  Adapun menurut Hasibuan (2011) jenis-jenis koordinasi dibagi menjadi dua bagian besar yaitu koordinasi vertikal dan koordinasi horizontal. Makna dari kedua jenis koordinasi ini yaitu sebagai berikut : a.

  Koordinasi Vertikal Koordinasi vertikal adalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit, kesatuan-kesatuan kerja yang ada di bawah wewenang dan tanggung jawabnya. Tegasnya, atasan mengkoordinasikan semua aparat yang ada di bawah tanggung jawabnya secara langsung. Koordinasi vertikal ini secara relatif mudah dilakukan, karena atasan dapat memberikan sanksi kepada aparat yang sulit diatur.

  b.

  Koordinasi Horizontal Koordinasi horizontal adalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan- kegiatan dalam tingkat organisasi (aparat) yang setingkat. Koordinasi horizontal ini dibagi atas interdisciplinary dan interrelated.

  Interdisciplinary adalah suatu koordinasi dalam rangka mengarahkan, menyatukan tindakan-tindakan, mewujudkan, dan menciptakan disiplin antara unit yang satu dengan unit yang lain secara intern maupun secara ekstern pada unit-unit yang sama tugasnya.

  Interrelated adalah koordinasi antarbadan (instansi); unit-unit yang

  fungsinya berbeda, tetapi instansi yang satu dengan yang lain saling bergantung setaraf. Koordinasi horizontal ini relatif sulit dilakukan karena koordinator tidak dapat memberikan sanksi kepada pejabat yang sulit diatur sebab kedudukannya yang setingkat.

  Selanjutnya Sugandha (1991) dua jenis koordinasi yang lain yaitu koordinasi diagonal dan koordinasi fungsional. Kordinasi diagonal yaitu koordinasi antara pejabat atau unit yang berbeda fungsi dan tingkatan hierarkinya sedangkan koordinasi fungsional adalah koordinasi antar pejabat, antar unit atau antar organisasi yang didasarkan atas kesamaan fungsi atau karena koordinatornya mempunyai fungsi tertentu.

  Berdasarkan uraian tersebut di atas tampak bahwa terdapat beberapa jenis koordinasi dalam suatu organisasi yang ditinjau dari lingkupnya meliputi koordinasi intern dan ekstern. Sedangkan koordinasi ditinjau dari arahnya meliputi koordinasi vertikal, koordinasi horizontal, koordinasi diagonal dan koordinasi fungsional.

II.1.3. Prinsip-Prinsip Koordinasi

  Sugandha (1991) menyatakan ada beberapa prinsip yang perlu diterapkan dalam menciptakan koordinasi antara lain adanya kesepakatan dan kesatuan pengertian mengenai sasaran yang harus dicapai sebagai arah kegiatan bersama, adanya kesepakatan mengenai kegiatan atau tindakan yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak, termasuk target dan jadwalnya, setelah itu adanya kataatan yang telah diterapkan.

  Kemudian adanya saling tukar informasi dari semua pihak yang bekerja sama mengenai kegiatan dan hasilnya pada suatu saat tertentu, termasuk masalah- masalah yang dihadapi masing-masing, didukung dengan adanya koordinator yang dapat memimpin dan menggerakkan serta memonitor kerjasama tersebut, serta memimpin pemecahan masalah bersama, dan adanya informasi dari berbagai pihak yang mengalir kepada koordinator sehingga koordinator dapat memonitor seluruh pelaksanaan kerjasama dan mengerti masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh semua pihak, serta dilengkapi denagn adanya saling hormati terhadap wewenang fungsional masing-masing pihak sehingga tercipta semangat untk saling bantu.

  Dengan demikian dapat dipahami bahwa prinsip-prinsip koordinasi adalah suatu usaha dalam menyatukan informasi yang disertai dengan kepatuhan terhadap pemimpin dan peraturan.

II.1.4. Mekanisme dan Proses Koordinasi

  Mekanisme koordinasi yaitu adanya kesadaran dan kesediaan sukarela dari semua anggota organisasi atau pemimpin-pemimpin organisasi untuk kerjasama antarinstansi, adanya komunikasi yang efektif, tujuan kerjasamanya, dan peranan dari tiap pihak yang terlibat, harus dapat menciptakan organisasinya sendiri sedemikian rupa sehingga menjadi suatu organisasi yang mampu memipin organisasi-organisasi lainnya, meminta ketaatan, kesetiaan, dan displin kerja tiap pihak yang terlibat, terciptanya koordinasi di dalam suatu organnisasi akan sistem, dan pemimpin akan bertindak sebagai fasilitator dan tenaga pendorong (Sugandha, 1991).

  Siagian (1991)berpendapat mengenai cara-cara yang dapat dilakukan dalam mengkoordinasi, yaitu dengan melakukan briefing staf untuk memberitahukan kebijaksanaan pimpinan organisasi kepada staf yang dalam waktu sesingkat mungkin harus diketahui dan mendapat perumusan. Setelah itu diadakan rapat staf untuk mengadakan pengecekan terhadap kegiatan yang telah dan sedang dilakukan oleh staf serta mengadakan integrasi daripada pkok-pokok hasil pekerjaan staf. Lalu mengumpulkan laporan-laporan mengenai pelaksanaan keputusan pimpinan organisasi. Selanjutnya mengadakan kunjungan serta inspeksi mengenai pelaksanaan keputusan pimpinan organisasi serta memberikan petunjuk-petunjuk sesuai dengan pedoman atau ketentuan yang telah ditetapkan oleh pimpinan organisasi.

  Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa mekanisme dan proses koordinasi bertujuan untuk menjaga keharmonisan komunikasi dan hubungan antara pimpinan dan bawahannya pada kegiatan koordinasi.

II.1.5. Hambatan Koordinasi Dalam pelaksanaan koordinasi sering mengalami beberapa hambatan.

  Menurut Handayaningrat (1986), hambatan-hambatan tersebut adalah : a.

  Hambatan-hambatan dalam koordinasi vertikal (struktural) disebabkan perumusan tugas, wewenang dan tanggung jawab tiap-tiap satuan kerja (unit) yang kurang jelas. Di samping itu adanya hubungan dan tata kerja yang kurang dipahami oleh pihak-pihak yang bersangkutan dan kadang-kadang timbul keragu-raguan di antara yang mengkoordinasi dan yang dikoordinasi ada hubungan dalam susunan organisasi yang bersifat hierarki.

  b.

  Hambatan-hambatan dalam koordinasi fungsional Hambatan-hambatan yang timbul pada koordinasi fungsional, baik yang horizontal maupun diagonal, disebabkan karena antara yang mengkoordinasikan keduanya tidak terdapat hubungan hierarki (garis komando).

  Menurut Sugandha (1991) hambatan-hambatan yang terjadi dalam koordinasi akan menimbulkan beberapa kesalahan yang sering dilakukan seseorang dalam melakukan usaha pengkoordinasian, yaitu kesalahan anggapan orang mengenai organisasinya sendiri, kesalahan anggapan orang mengenai instansi induknya, kesalahan pandangan mengenai arti koordinasi sendiri, dan kesalahan pandangan mengenai kedudukan departemennya di pusat.

II.2.1. Penanggulangan

   Penanggulangan dapat diartikan sebagai manajemen. Terry (2003)

  mengatakan bahwa manajemen adalah suatu proses khusus yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya. Senada dengan pendapat Terry, Fuad, dkk (2006) berpendapat bahwa manajemen merupakan suatu proses yang melibatkan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan. Dan pengendalian yang dilakukan untuk mencapai sasaran perusahaan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.

  Pengertian di atas menjelaskan bahwa dalam manajemen terdapat aktivitas-aktivitas khusus berupa perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan.

  Gibson (1994) mengatakan bahwa manajemen dapat didefinisikan sebagai suatu proses, yakni sebagai suatu rangkaian tindakan, kegiatan, atau operasi yang mengarah kepada beberapa sasaran tertentu. Sedangkan Miftah Thoha (1995) yang berpendapat bahwa manajemen merupakan jenis pemikiran yang khusus dari kepemimpinan di dalam usahanya mencapai tujuan organisasi.

  Sedangkan dalam UNISDR (United Nations International Strategy

  

Disaster Reduction ) lebih memahami manajemen sebagai suatu proses yang

  sistematis dengan menggunakan sumber daya yang ada sesuai peraturan administratif, lembaga dan ketrampilan serta kapasitas operasional untuk diakses tanggal 27 Maret 2015) Pengertian manajemen menurut para ahli dan UNISDR diatas terlihat memiliki persamaan yaitu suatu proses yang dilaksanakan dengan tahapan dan perencanaan sesuai dengan peraturan guna mencapai tujuan.

II.2.2. Bencana

  Menurut Purnomo dan Sugiantoro (2010), pemahaman tentang istilah bencana dari beberapa orang, meskipun beragam, namun pada ending-nya atau pada akhirnya, semuanya mengindikasikan sebagai peristiwa buruk yang merugikan kehidupan manusia.

  Dalam Undang-undang No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 1 ayat (1), bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

  Bencana itu dibagi menjadi tiga jenis menurut Undang-Undang No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yaitu

  1. Bencana alam adalah bencana yang disebabkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

  Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.

  3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.

  Dalam UNISDR dikatakan bencana merupakan sebuah gangguan serius terhadap berfungsinya sebuah komunitas atau masyarakat yang mengakibatkan kerugian dan dampak yang meluas terhadap manusia, materi, ekonomi dan lingkungan, yang melampaui kemampuan komunitas atau masyarakat yang terkena dampak tersebut untuk mengatasinya dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri. akses tanggal 27 Maret 2015)

  Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa bencana adalah suatu peristiwa yang terjadi secara sengaja dan tidak sengaja yang pada akhirnya memberikan dampak yang merugikan dalam segala aspek kehidupan manusia.

II.2.3. Penanggulangan Bencana

  Penanggulangan bencana atau manajemen bencana menurut Agus Rahmat (2010) merupakan seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana, pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana yang kemudian dikennal sebagai siklus manajemen bencana. Menurut beliau, tujuan manusia, memberi informasi masyarakat dan pihak berwenang mengenai resiko, dan mengurangi kerusakan infrastruktur utama, harta benda dan kehilangan sumber ekonomis.

  Sedangkan dalam UNISDR menyatakan bahwa manajemen bencana atau manajemen resiko bencana merupakan suatu proses sistematis dalam mengunakan peraturan administratif, lembaga dan ketrampilan serta kapasitas operasional untuk melaksanakan strategi-strategi, kebijakan-kebijakan dan kapasitas bertahan yang lebih baik untuk mengurangi dampak merugikan yang ditimbulkan ancaman bahaya dan kemungkinan bencana. Manajemen bencana tersebut dilaksanakan melalui aktivitas-aktivitas dan langkah-langkah untuk pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaaakses tanggal 27 Maret 2015)

  Dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-undang No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dijelaskan bahwa asas-asas penanggulangan bencana, yaitu kemanusiaan, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintah, keseimbangan, keselarasan dan keserasian, ketertiban dan kepastian hukum, kebersamaan, kelestarian lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi.

  Tujuan dari penanggulangan bencana adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana, menyelaraskan peraturan perundang- undangan yang sudah ada, menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh, menghargai budaya lokal, membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta, mendorong perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Undang- undang No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 4).

  Penanggulangan bencana harus memiliki prinsip seperti cepat dan tepat, prioritas, koordinasi dan keterpaduan, berdaya guna dan berhasil guna, transparansi dan akuuntabilitas, kemitraan, pemberdayaan, dan nondiskriminatif sehingga tujuan dari penanggulangan bencana dapat tercapai.

  Ada beberapa upaya dalam menanggulangi bencana seperti yang tertulis dalam Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yaitu: 1.

  Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.

  (Pasal 1 ayat (6))

  2. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. (Pasal 1 ayat (7))

  3. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. (Pasal 1 ayat (8))

  4. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. (Pasal 1 ayat (9)) dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, pelindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. (Pasal 1 ayat (10))

  6. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.

  (Pasal 1 ayat (11))

  7. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana. (Pasal 1 ayat (12))

II.3. Definisi Konsep

  Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatianilmu sosial. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpretasi ganda dari variabel yang diteliti (Singarimbun, 1995). masing konsep yang akan diteliti, maka penulis mengemukakan definisi konsep dari penelitian, yaitu :

  1. Koordinasi adalah kerjasama antar bagian atau sektor yang menciptakan keharmonisan kerja dalam melaksanakan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan bersama yang sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.

  2. Penanggulangan bencana adalah suatu proses sistematis dalam mengunakan peraturan administratif, lembaga dan segala sumber daya yang ada untuk melaksanakan strategi-strategi pada pra bencana, saat bencana dan pasca bencana dengan cepat dan tepat sehingga dapat memberikan perlindungan bagi seluruh masyarakat.

  3. Koordinasi dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung adalah bagaimana kerjasama antar unit bagian, lembaga internal dan lembaga eksternal serta masyarakat dalam menciptakan keharmonisan kerja dalam menanggulangi bencana erupsi Gunung Sinabung.

Dokumen yang terkait

BAB II AJB BUMIPUTERA 1912 KANTOR WILAYAH MEDAN A. Sejarah Ringkas - Sistem Informasi Akuntansi Pengajuan Klaim Meninggal pada AJB Bumiputera 1912 Kantor Wilayah Medan

0 0 17

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Steganografi - Analisis dan Perancangan Pengujian Nilai MSE (Mean Squared Error) pada Proses Penyisipan Label Citra dengan Menggunakan Metode Modified Least Significant Bit (MLSB)

0 0 17

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN - Usulan Penilaian Kompetensi Karyawan Dengan Menggunakan Metode Topsis Di Pt. Mutifa Pharmaceuticals Industry

0 0 21

5.Allianze University College Of Medical Sciences (AUCMS), Pulau Pinang Riwayat Organisasi : 1.Persatuan Mahasiswa USU (PM USU) 2.Pertubuhan Kebangsaan Pelajar-Pelajar Malaysia Indonesia – Cawangan Medan (PKPMI-CM) - Tingkat Pengetahuan Anak-Anak Sekolah

0 3 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengetahuan - Tingkat Pengetahuan Anak-Anak Sekolah Dasar Tentang Manfaat Konsumsi Sayur-Mayur Di Sekolah Dasar Shafiyyatul Amaliyyah Medan

0 0 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Cara Kerja Turbin(Turbin Uap) - Study Sistem Preventive Maintenance Pada Turbin Uap Dengan Kapasitas 700 Kw Putaran Turbin 1500 Rpm Di Pks Pt.Perkebunan Nusantara I

0 1 30

BAB 2 LANDASAN TEORI - Analisis Perbandingan Algoritma Thresholding dengan Region Merging dalam Segmentasi Citra

0 0 17

ANALISIS PERBANDINGAN ALGORITMA THRESHOLDING DENGAN REGION MERGING DALAM SEGMENTASI CITRA SKRIPSI NURUL FARADHILLA 081401087

0 0 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang - Pengetahuan Sikap dan Tindakan Wanita terhadap Kanker Payudara di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2012

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ayam - Pemeriksaan Kandungan Timbal dan Kadmium pada Hati Ayam Buras dan Hati Ayam Ras Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 3 20