BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Perilaku Ibu Nifas Tentang Pelaksanaan Pijat Oksitosin Dalam Meningkatkan Produksi ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor

  2.1. Perilaku Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan.Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Manusia sebagai salah satu makhluk hidup mempunyai bentangan kegiatan yang sangat luas, sepanjang kegiatan yang dilakukannya, yaitu antara lain: berjalan, berbicara, bekerja, menulis, membaca, berfikir dan seterusnya. Secara singkat, aktivitas manusia tersebut dikelmpokkan menjadi dua yakni: a) Aktivitas-aktivitas yang dapat diamati oleh orang lain misalnya: berjalan, bernyanyi, tertawa, dn sebagainya, b) Aktivitas yang tidak dapat diamati orang lain (dari luar) misalnya: berfikir, berfantasi, bersikap, dan sebagainya (Notoadmodjo, 2010).

  Dalam perkembangan selanjutnya, berdasarkan pembagian domain oleh bloom ini, dan untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangkan menjadi tiga tingkat ranah perilaku yaitu: pengetahuan, sikap, dan tindakan.

  2.1.1. Pengetahuan Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek memalui indera yang dimilikinya, (mata, hidung, telinga, dan sebagainya).Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.Sebagian besar

  6 pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata).

  Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.Sebagian besar diperoleh melalui mata dan telinga (Maulana, 2009).

  2.1.1.1. Tingkatan Pengetahuan Notoatmodjo (2010) pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan yaitu:

  1. Tahu (know) Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

  2. Memahami (comprehension) Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

  3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.

  4. Analisis (analysis) Analisa adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masaalah atau objek yang diketahui.Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.

  5. Sintesis (syntesis) Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

  6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.

  2.1.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan Ada dua faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan pertama faktor internal terdiri dari umur, pendidikan, pengalaman dan pekerjaan.Kedua faktor eksternal terdiri dari informasi, lingkungan dan sosial budaya (Setiawati dan Dermawan, 2008).

  2.1.2. Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup suatu stimulus atau objek.Manifestasi sikap tidak dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan

  (Maulana, 2009).

  Sikap adalah penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang terhadap stimulus atau objek (dalam hal ini adalah masalah kesehatan, termasuk penyakit). Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut (Notoatmodjo, 2007).

  Canpbell (1950 dalam Notoatmodjo, 2010) mendefinisikn sangat sederhana, yakni: “An individual’s attitude is syndrome of response consistency

  with regard to object.” Jadi jelas, di sini dikatakan bahwa sikap itu suatu

  sindroma atau kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain.

  2.1.2.1. Tingkatan Sikap Tingkatan sikap berdasarkan intensitasnya menurut(Notoatmodjo, 2010) adalah sebagai berikut:

  1. Menerima (receiving)diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek).

  2. Menanggapi (responding) diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

  3. Menghargai (valuing) diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti, membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespon.

  4. Bertanggung jawab (responsible) Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya resiko lain.

  2.1.2.2. Komponen Sikap Menurut Allport (1954 dalam Notoatmodjo, 2010) sikap itu terdiri dari 3

  (tiga) komponen, yaitu: (1) Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek.Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapatan atau pemikiran seseorang terhadap objek. (2) Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek. Artinya, bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek. (3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

  Artinya, sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau perilaku terbuka (tindakan).

  Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2010).

  2.3.1. Tindakan Maulana (2009) menyatakansuatu sikap tidak secara otomatis terwujud dalam suatu tindakan (over behaviour) untuk mewujudkan sikap menjadi perbuatan nyata, diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan dukungan (support).

  2.1.3.1. Tingkatan Tindakan Tindakan memiliki beberapa tingkatan menurut (Maulana, 2009):

  1. Persepsi (perception) mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktik tingkat pertama.

  2. Respon terpimpin (guided response) hal ini berarti dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar.

  3. Mekanisme (mecanism) mekanisme berarti dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau telah merupakan kebiasaan.

  4. Adopsi (adoption) adalah suatu praktik atau tindakan yang telah berkembang dengan baik.

  2.2. Nifas Masa nifas (puerperium) adalah waktu penyembuhan dan perubahan, waktu kembali pada keadaan tidak hamil, serta penyesuaian terhadap hadirnya anggota keluarga baru (Mitayani, 2009).

  2.2.1. Tujuan Masa Nifas Tujuan masa nifas menurut Mitayani (2009) yaitu: 1) Immediate

  postpartum, adalah masa 24 jam nifas. 2) Early postpartum, adalahmasa pada

  minggu pertama nifas. 3) Late postpartum, adalah masa pada minggu kedua sampai dengan minggu keenam nifas.

  2.2.2. Tahapan Masa Nifas Masa nifas dibagi menjadi 3 (tiga) tahap, yaitu: (a) Puerperium dini merupakan masa kepulihan, yang dalam hal ini ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama islam, dianggap bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari. (b) Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan menyeluruh alat- alat genitalia, yang lamanya sekitar 6-8 minggu. (c) Remote puerperium merupakan masa yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat berlangsung selama berminggu-minggu, bulanan, bahkan tahunan (Maryunani, 2009).

  2.3. Fisiologi laktasi Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI diproduksi sampai proses bayi menghisap dan menelan ASI. Frekuensi penyusuan bayi kepada ibunya sangat berpengaruh pada produksi dan pengeluaran ASI. Isapan bayi akan merangsang susunan saraf disekitarnya dan meneruskan rangsangan ini ke otak, yakni hipofisis anterior sehingga prolaktin disekresi dan dilanjutkan hingga ke hipofisis posterior sehingga sekresi oksitosin meningkat yang menyebabkan otot-otot polos payudara berkontraksi dan pengeluaran ASI dipercepat (Bobak, 2005). Paritas juga mempengaruhi produksi dan pengeluaran ASI, semakin sering melahirkan maka pengalaman yang dimiliki ibu mengenai bayi akan semakin baik sehingga segera setelah bayi lahir akan segera menyusui bayinya, sebaliknya ibu yang baru pertama kali menyusui memerlukan waktu untuk bayi dan proses menyusui itu sendiri (Manuaba, 2007).

  2.3.1. Menyusui Menurut Astutik (2014) menyusui merupakan suatu cara yang tidak ada duanya dalam memberikan makanan yang ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi yang sehat. Selain itu, mempunyai status biologis serta kejiwaan yang unik terhadap kesehatan ibu dan bayi.Zat-zat anti infeksi yang terkandung dalam ASI membantu melindung bayi terhadap penyakit.Akan tetapi, menyusui tidak selamanya dapat berjalan dengan normal. Tidak sedikit ibu akan mengeluh seperti adanya pembengkakan payudara akibat penumpukan ASI karena pengeluaran yang tidak lancar atau pengisapan oleh bayi.

  Yohana dkk (2011) Keluarnya hormon oksitosin menstimulasi turunnya susu(milk ejection/let down reflek). Oksitosin menstimulasi otot disekitar payudara untuk memeras ASI keluar.Para ibu mendeskripsikan sensasi pengeluarann ASI dengan berbeda-beda.Beberapa ibu ada yang merasakan geli di payudara dan ada juga yang merasakan sedikit sakit, tetapi ada juga yang tidak merasakan apa-apa. Reflek pengeluaran asi tidak selalu konsisten, khususnya pada masa-masa awal setelah melahirkan. Tetapi reflek ini bisa juga distimulasi dengan hanya memikirkan tentang bayi, atau mendengar suara bayi, sehingga terjadi pengeluaran ASI.

  Reflek pengeluaran ASI ini penting dalam menjaga kestabilan produksi ASI saat menyusui, tetapi dapat terhalangi apabila ibu stres, oleh karena itu sebaiknya ibu tidak mengalami stres.Pengeluaran ASI kurang baik juga akibat dari puting lecet dan terpisah dari bayi.Apabila ibu kesulitan dalam menyusui akibat kurangnya produksi ASI ibu dapat dibantu dengan pijat oksitosin, penghangatan payudara dengan mandi air hangat atau menyusui dalam situasi yang tenang (Yohana, 2011).

  2.4. Air Susu Ibu (ASI) Air Susu Ibu (ASI) merupakan bahan makanan pertama dan tunggal yang paling baik, paling sesuai dan paling sempurna bagi bayi, terutama pada saat-saat permulaan kehidupan.Kecukupan jumlah serta kualitas ASI yang harus diberikan sangat menentukan perkembangan dan pertumbuhan bayi, agar tetap dalam keadaan sehat.Kecukupan jumlah maupun kualitas ASI, sangat dipengaruhi oleh keadaan gizi ibunya sewaktu hamil hingga menyusui.Karena selama kehamilan dan periode menyusui ibu tidak boleh menderita kekurangan gizi (Yohana, 2011).

  Menurut World Health Organization (WHO), ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa tambahan cairan lain baik susu formula, air putih, air jeruk, atau makanan tambahan lain sebelum mencapai usia enam bulan.

  ASI ekslusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim (Roesli, 2000).

  2.4.1. Mekanisme Produksi ASI Yohana (2011) Ketika bayi menyusu, payudara mengirimkan rangsangan ke otak.Otak kemudian bereaksi mengeluarkan hormon prolaktin yang masuk kedalam aliran darah menuju kembali ke payudara. Hormon prolaktin merangsang sel-sel bekerja memproduksi susu. Pada saat bayi menyusu sebagian hormon prolaktin berada dalam darah selama kurang lebih 30 menit, setelah proses menyusui. Hormon prolaktin bekerja untuk produksi susu berikutnya. Selain hormon prolaktin otak juga mengeluarkan hormon oksitosin yang diproduksi lebih cepat, dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan ibu.Jadi ketika ibu mendengar suara bayi meskipun mungkin bukan bayinya, sentuhan bayi dan ketika ibu memikirkan betapa sayangnya kepada bayi, ASI dapat menetes keluar.

  2.4.2. Hal-hal yang mempengaruhi produksi ASI Astutik (2014) mengatakan pada ibu yang normal dapat menghasilkan ASI kira-kira 550-1000ml setiap hari, jumlah ASI dapat dipengaruhi oleh faktor:

  1. Makanan: Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh makanan yang dimakan ibu, apabila makanan ibu secara teratur dan cukup mengandung gizi yang diperlukan akan mempengaruhi produksi ASI, kelenjar pembuat ASI tidak dapat bekerja dengan sempurna tanpa makanan yang cukup. Untuk membentuk produksi ASI yang baik, makanan ibu harus memenuhi jumlah kalori, protein, lemak, dan vitamin serta mineral yang cukup. Selain itu ibu dianjurkan minum lebih banyak kurang lebih 8-12 gelas/hari. Adapun bahan makanan yang dibatasi untuk ibu menyusui: (a) Makanan yang merangsang, seperti: cabe, merica, jahe, kopi, alkohol. (b) Yang membuat kembung, seperti: ubi, singkong, kol, sawi dan daun bawang. (c) Bahan makanan yang banyak mengandung gula dan lemak.

  2. Ketenangan jiwa dan pikiran: Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan, ibu yang selalu dalam keadaan tertekan, sedih, kurang percaya diri dan berbagai bentuk ketegangan emosional akan menurunkan volume ASI bahkan tidak akan terjadi produksi ASI.

  Untuk memproduksi ASI yang baik harus dalam keadaan tenang.

  3. Penggunaan alat kontrasepsi: Pada ibu yang menyusui bayinya penggunaan alat kontrasepsi hendaknya diperhatikan karena pemakaian kontrasepsi yang tidak tepat dapat mempengaruhi produksi ASI.

  4. Perawatan payudara: Dengan merangsang buah dada akan mempengaruhi hipofisis untuk mengeluarkan hormon progesteron dan estrogen lebih banyak lagi serta hormon oksitosin.

  5. Anatomis buah dada: Bila jumlah lobus dalam buah dada berkurang, lobulus pun berkurang. Dengan demikian produksi ASI juga berkurang karena sel-sel acini yang menghisap zat-zat makan dari pembuluh darah akan berkurang.

  6. Fisiologi: Terbentuknya ASI dipengaruhi hormon prolaktin yang merupakan hormon laktogenik yang menentukan dalam hal pengadaan dan mempertahankan sekresi air susu.

  7. Faktor istirahat: Bila kurang istirahat akan mengalami kelemahan dalam menjalankan fungsinya dengan demikian pembentukan dan pengeluaran ASI berkurang.

  8. Faktor isapan anak: Bila ibu menyusui anak segera jarang dan berlangsung sebentar maka hisapan anak berkurang dengan demikian pengeluaran ASI berkurang.

  9. Faktor obat-obatan: Diperkirakan obat-obat yang mengandung hormon mempengaruhi hormon prolaktin dan oksitosin yang berfungsi dalam pembentukan dan pengeluaran ASI. Apabila hormon- hormon ini terganggu dengan sendirinya akan mempengaruhi pembentukan dan pengeluaran ASI.

  2.5. Pijat Oksitosin Pijat Oksitosin merupakan pemijatan tulang belakang pada costa ke 5-6 sampai ke scapula yang akan mempercepat kerja saraf parasimpatis merangsang hipofise posterior untuk mengeluarkan oksitosin (Biancuzzo, 2003 dalam Faizatul,

  )

  2014 Pijat oksitosin dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau refleks let down. Pijat oksitosin ini dilakukan dengan cara memijat pada daerah pungung sepanjang kedua sisi tulang belakang, sehingga diharapkan dengan dilakukannya pemijatan tulang belakang ini, ibu akan merasa rileks dan kelelahan setelah melahirkan akan segera hilang. Jika ibu rileks dan tidak kelelahan dapat membantu pengeluaran hormon oksitosin (Mardiyaningsih, 2010).

  2.5.1. Manfaat dari pijat oksitosin Menurut Depkes RI (2007, dalam Mardiyaningsih, 2010) mamfaat pijat oksitosin yaitu: (1) mengurangi bengkak, (2) mengurangi sumbatan ASI, (3) merangsang pelepasan hormon oksitosin, (4) mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit.

  Pijat oksitosin ini bisa dilakukan segera setelah ibu melahirkan bayinya dengan durasi 2-3 menit, frekwensi pemberian pijatan 2 kali sehari. Pijatan ini tidak harus dilakukan langsung oleh petugas kesehatan tetapi dapat dilakukan oleh suami atau anggota keluarga yang lain.