Gambaran Pemberian ASI oleh Ibu dan Manajemen Laktasi di PTPN IV Kebun Bah Butong Kabupaten Simalungun

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. ASI (Air Susu Ibu) 1.1. Pengertian ASI Air Susu Ibu adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan

  garam-garam organik yang disekresikan oleh kedua belah kelenjar payudara ibu yang berguna untuk makanan utama bagi bayi (Roesli, 2000). Menurut Perinasia (2004) ASI merupakan makanan yang mudah didapat, selalu tersedia, siap diminum tanpa ada persiapan khusus dan memiliki termperatur yang sesuai dengan bayi.

  Air susu ibu adalah minuman alamiah untuk semua bayi selama usiabulan-bulan pertama yang selalu tersedia tanpa memerlukan persiapan apa- apa. Air susu ibu merupakan susu yang paling cocok dari semua susu untuk bayi manusia karena ia secara unik disesuaikan untuk kebutuhan bayi (Behrman et al, 1999).

1.2. Stadium ASI

  Berdasarkan waktu produksinya, ASI dibedakan menjadi 3 bagian yaitu: kolostrum, air susu transisi/peralihan dan air susu matang (mature). Kolostrum adalah ASI yang keluar dari hari ke-1 sampai sampai hari ke-4 yang kaya zat anti infeksi dan berprotein tinggi. Kolostrum seringkali berwarna kuning atau dapat pula berwarna jernih dan terkadang lebih menyerupai darah sebab mengandung sel hidup berupa sel darah putih yang dapat membunuh kuman penyakit.

  Kolostrum mengandung lebih banyak protein dibanding dengan ASI matang. Kadar karbohidrat dan lemak kolostrum lebih rendah dibanding dengan ASI

  8 matang dan mengandung zat anti infeksi 10-17 kali lebih banyak dibanding ASI matang.

  ASI peralihan/transisi merupakan ASI yang keluar setelah kolostrum sampai sebelum menjadi matang, kira kira di hari ke-4/ke-7 sampai hari ke- 10/ke-14. Komposisi protein semakin rendah, sedangkan karbohidrat dan lemak semakin tinggi. Jumlah volume ASI pun semakin meningkat. Oleh karena itu, ibu perlu meningkatkan kandungan protein dalam makanannya.

  ASI matang/mature adalah ASI yang keluar setelah hari ke-10/ke-14 dan seterusnya. Komposisi ASI ini sudah relatif konstan. ASI matur akan terus berubah sesuai dengan perkembangan bayi sampai berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan bayi boleh dikenalkan dengan makanan lain selain ASI (Roesli, 2000).

1.3. Unsur Nutrisi ASI

  ASI mengandung lebih dari 200 unsur pokok antara lain zat hidrat arang, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormon, enzim, zat kekebalan dan sel darah putih. Semua terdapat secara seimbang dan proporsional satu dengan yang lainnya (Roesli, 2000).

   Zat Hidrat Arang Zat hidrat arang dalam ASI berbentuk laktosa yang jumlahnya akan berubah-ubah setiap hari menurut kebutuhan tumbuh-kembang bayi. Laktosa berfungsi sebagai sumber kalori untuk pembentukan serabut otak, juga berperan untuk pertumbuhan tulang, proses pertumbuhan gigi dan perkembangan tulang bayi.

   Lemak Jenis lemak yang terdapat di ASI berbentuk Omega 3 dan Omega 6 yang berperan dalam perkembangan otak bayi. Kolesterol juga menjadi bagian lemak yang penting yang terdapat dalam ASI. Kolesterol bermanfaat untuk meningkatkan pertumbuhan otak bayi.

   Protein Protein ASI merupakan bahan baku dalam pertumbuhan dan perkembangan bayi. Protein ASI terdiri atas protein whey dan protein kasein. Protein whey merupakan protein yang sangat halus, lembut dan mudah dicerna, sedangkan protein kasein adalah sebaliknya. Perbandingan protein whey dan protein kasein dalam ASI adalah 60:40, sedangkan dalam air susu sapi 20:80. Itu artinya hanya 1/3-nya protein ASI pada ASS yang dapat diserap oleh sistem pencernaan bayi dan harus membuang dua kali lebih banyak protein yang sukar diresorpsi dan harus dikeluarkan dari sistem pencernaan yang tentunya akan menimbulkan gangguan metabolisme.

   Mineral Zat besi dan kalsium dalam ASI merupakan mineral kadarnya relatif rendah dibanding dengan air susu sapi. Walaupun kadarnya rendah tapi dapat diserap sepenuhnya dalam usus bayi, berbeda dengan air susu sapi yang sebagian besar harus dibuang melalui sistem urinaria bayi yang akan memperberat kerja usus bayi sehingga mengganggu keseimbangan dalam usus bayi.

   Vitamin ASI mengandung vitamin yang lengkap kecuali vitamin K, karena bayi baru lahir ususnya belum mampu membentuk vitamin K. Oleh karena itu perlu tambahan vitamin K secara oral (Purwanti, 2004).

2. ASI Eksklusif 2.1.

  Pengertian ASI Eksklusif Yang dimaksud dengan ASI Eksklusif adalah adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh dan tambahan makanan padat lainnya. Pemberian ASI Eksklusif dianjurkan dalam jangka waktu setidaknya 4 bulan, bila mungkin 6 bulan. UNICEF bersama World Health Assemby (WHA) dan banyak negara menetapkan waktu pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan. Pemberian makanan padat/tambahan terlalu dinimempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan bayi, bahkan memberi dampak negatif bagi kesehatannya (Roesli, 2000). Untuk mengajak ibu agar mempertahankan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, WHO dan UNICEF merekomendasikan beberapa cara yaitu, 1) pemberian ASI segera dalam satu jam pertama kehidupan bayi; 2) bayi hanya diberi ASI tanpa makanan atau minuman tambahan, bahkan air; 3) menyusui bayi sesering yang diinginkan bayi (on

  demand) pada siang dan malam hari; 4) jangan menggunakan dot, botol dan kompeng (WHO, 2015).

2.2. Manfaat ASI Eksklusif

  Banyak manfaat pemberian ASI yang dapat dirasakan baik bagi bayi, ibu, keluarga maupun negara. ASI merupakan sumber gizi yang ideal dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan bayi. Dengan tatalaksana yang benar, ASI akan cukup menjadi makanan tunggal bayi dalam memenuhi pertumbuhan bayi normal sampai umur 6 bulan. ASI juga meningkatkan daya tahan tubuh bayi karena mengandung zat kekebalan sehingga akan lebih jarang terserang penyakit yang sering muncul pada bayi seperti diare dan pneumonia. Selain itu, kandungan yang terdapat dalam ASI juga dapat meningkatkan kecerdasan bayi. Nutrien tersebut diperlukan dalam pertumbuhan otak, yaitu taurin (sejenis zat putih telur yang hanya terdapat dalam ASI) serta laktosa (hidrat arang utama dalam ASI dan hanya sedikit terdapat dalam air susu sapi. Bayi yang sehat tentu akan lebih berkembang kepandaiannya dibanding bayi yang sering sakit (Roesli, 2000).ASI juga memiliki manfaat jangka panjang bagi anak, remaja dan orang dewasa yang disusui saat bayi sedikit terhindar dari resiko obesitas dan resiko mengalami DM tipe 2 lebih rendah serta cenderung memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi (WHO, 2014)

  Bagi ibu proses menyusui biasanya akan memberikan kepuasan dan kesenangan tersendiri serta akan membentuk ikatan batin yang baik dan sempurna antara ibu dan bayi. Selain itu, dengan adanya kegiatan menyusui ini akan mengurangi kejadian karsinoma mamae, mempercepat terjadinya involusi uterus serta dapat bertindak sebagai metode KB dalam waktu relatif 3 sampai 4 bulan (Roesli, 2008). Selain itu, menyusui ternyata dapat mengembalikan berat badan ibu ke berat badan sebelum hamil dengan lebih cepat, karena menyusui memerlukan energi maka tubuh akan mengambilnya dari lemak yang tertimbun selama hamil (Roesli, 2000).

  ASI membawa keuntungan bagi keluarga bayi karena lebih hemat. Keluarga tidak perlu menghabiskan uang untuk membeli susu formula,perlengkapan susu dan persiapan pembuatan susu formula.Pemberian ASI juga menghemat waktu keluarga karena tidak perlu repot mempersiapkan botol susu atau air panas untuk membuat susu formula.

  Selain kepada ibu dan keluarga, ASI juga bermanfaat bagi negara. Dengan pemberian ASI oleh ibu, negara dapat melakukan penghematan devisa untuk pembelian susu formula, perlengkapan menyusui serta biaya menyiapkan susu.Selain itu juga akan memberi penghematan biaya rumah sakit, obat-obatan dan sarana kesehatan, karena dengan pemberian ASI, bayi akan lebih jarang terserang penyakit. Hal yang paling penting adalah menciptakan generasi penerus bangsa yang tangguh dan berkualitas.

  Air Susu Ibu dapat mengurangi bertambahnya sampah dan polusi di dunia. Dengan hanya memberi ASI, manusia tidak memerlukan kaleng susu, kertas pembungkus, botol plastik karton dan lain-lain ASI juga dapat mengurangi polusi udara, karena untuk membuatnya tidak diperlukan pabrik yang mengeluarkan asap dan membangun pabrik susu (Roesli, 2000).

3. Laktasi 3.1.

  Pengertian Laktasi Laktasi adalah suatu proses produksi, sekresi, dan pengeluaran ASI yang membutuhkan calon ibu yang siap secara psikologi dan fisik, kemudian bayi yang telah cukup sehat untuk menyusu, serta produksi ASI yang telah disesuaikan dengan kebutuhan bayi. Laktasi adalah bagian terpadu dari proses reproduksi yang memberikan makanan bayi secara ideal dan alamiah serta merupakan dasar biologi dan psikologi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan (Nugroho, 2011).

  Laktasi adalah suatu seni yang harus di pelajari kembali tanpa diperlukan alat-alat khusus dan biaya yang mahal, yang diperlukan adalah kesabaran, waktu, pengetahuan tentang menyusui dan dukungan dari berbagai pihak khususnya suami (Roesli, 2005).

3.2. Fisiologi Laktasi

  Pemberian ASI bergantung pada empat macam proses, yaitu 1)proses pengembangan jaringan penghasil ASI pada payudara; 2)proses yang memicu produksi ASI setelah lahir; 3)proses untuk mempertahankan produksi ASI; 4)proses sekresi ASI (reflek let down). Semua proses ini dikendalikan oleh beberapa jenis hormon (Farrer, 1999).

  Proses perkembangan jaringan penghasil ASI pada payudara dicapai selama kehamilan dengan rangsangan pada jaringan kelenjar serta saluran payudara oleh hormon-hormon plasenta, yaitu hormon progesteron, hormon estrogen dan hormon prolaktin. Selama kehamilan, hormon prolaktin meningkat tetapi ASI belum keluar karena masih dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi. Setelah plasenta dikeluarkan kadar estrogen dan progesteron akan menurun, sehingga pengaruh prolaktin lebih dominandan mulai saat inilah terjadi sekresi ASI. Dengan menyusukan lebih dini, akan terjadi perangsangan puting susu yang membuat hipofisis membentuk prolaktin lebih banyak sehingga sekresi ASI makin lancar sehingga dapat mempertahankan produksi ASI lebih lama. Rangsangan puting susu ternyata tidak hanya sampai ke kelenjar hipofisis anterior tetapi juga mempengaruhi kelenjar hipofisis posterior yang mengeluarkan hormon oksitosin. Hormon oksitosin ini akan berpengaruh pada proses sekresi ASI yang memacu kontraksi otot polos yang ada di dinding alveolus dan dinding saluran, sehingga ASI dipompa keluar.Makin sering menyusui, pengosongan alveolus dan saluran akan makin baik sehingga kemungkinan terjadinya bendungan susu kecil dan menyusui akan makin lancar. Saluran ASI yang mengalami bendungan akan mengganggu penyusuan dan juga dapat berakibat mudah terkena infeksi. Hormon oksitosin ini juga akan memacu kontaksi otot rahim sehingga involusi rahim makin cepat dan membaik. Tanda-tanda yang biasa dirasakan ibu adalah perut ibu terasa pulas yang sangat pada hari pertama menyusui (Perinasia, 2004).

4. Manajemen Laktasi 4.1.

  Pengertian Segala tatalaksana yang dilakukan untuk menunjang keberhasilan keberhasilan menyusui sehingga bayi dapat menyusu dengan baik dan benar disebut Manajemen Laktasi. Tujuan dari manajemen laktasi adalah untuk meningkatkan pelaksanaan ASI Eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan (Depkes RI, 2005)

  Manajemen laktasi merupakan segala daya upaya yang dilakukan untuk membantu ibu mencapai keberhasilan dalam menyusui bayinya. Usaha ini dilakukan terhadap ibu dalam 3 tahap,yaitu pada masa kehamilan, sewaktu ibu dalam persalinan sampai keluar rumah sakitdan pada masa menyusui selanjutnya sampai anak berumur 2 tahun (Perinasia, 2007).

  Pemberian ASI merupakan tindakan penyediaan makanan ideal pada bayi yang tiada bandingannya untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi dan bagian penting dari proses reproduksi yang melibatkan kesehatan ibu (UNICEF, 2014). WHO dan UNICEF (1992 dalam Wong, 2008) menganjurkan 10 Langkah Keberhasilan Pemberian ASI sebagai panduan bagi fasilitas maternitas di dunia.

  Langkah tersebut adalah sebagai berikut. 1) sarana Pelayanan Kesehatan (SPK) mempunyai kebijakan Peningkatan Pemberian ASI (PP-ASI) tertulis yang secara rutin dikomunikasikan kepada semua petugas, 2) melakukan pelatihan pada petugas dalam hal pengetahuan dan keterampilan, 3) menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan penatalaksanaannya dimulai sejak masa kehamilan, masa bayi lahir sampai umur 2 tahun termasuk cara mengatasi kesulitan menyusui, 4) membantu ibu menyusui bayinya selama 30 menit setelah melahirkan, 5) membantu ibu mengetahui cara menyusui yang benar dan cara mempertahankan menyusui meskipun ibu dipisah dari bayi atas indikasi medis, 6) tidak memberikan makan dan minum apa pun selain ASI kepada bayi baru lahir, 7) melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi 24 jam, 8) membantu ibu menyusui semau bayi, tanpa membatasi lama dan frekuensi menyusui, 9) tidak memberikan dot atau kompeng terhadap bayi yang diberikan ASI dan 10) mengupayakan terbentuknya Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) dan merujuk ibu pada kelompok tersebut ketika pulang bersalin.

4.2. Periode Manajemen Laktasi 4.2.1.

  Masa Kehamilan Hal yang perlu diperhatikan ibu dalam manejemen laktasi sebelum kelahiran adalah, 1) ibu mencari informasi tentang keunggulan ASI, manfaat menyusui bagi ibu dan bayi, serta dampak negatif pemberian susu formula; 2) ibu memeriksakan kesehatan tubuh pada saat kehamilan, kondisi puting payudara dan memantau kenaikan berat badan saat hamil; 3) ibu melakukan perawatan payudara sejak kehamilan berumur 6 bulan hingga ibu siap untuk menyusui, ini bermaksud agar ibu mampu memproduksi dan memberikan ASI yang mencukupi kebutuhan bayi; 4) ibu senantiasa mencari informasi tentang gisi dan makanan tambahan sejak kehamilan trimester ke-2 makanan tambahan saat hamil sebanyak 1 1/3 kali dari makanan yang dikonsumsi sebelum hamil (Prasetyono, 2009).

  1) Persiapan Psikologis

  Persiapan psikologis ibu untuk menyusui pada saat kehamilan sangat berarti karena keputusan atau sikap ibu yang positif harus sudah ada pada saat kehamilan atau bahkan jauh sebelum itu. Sikap ibu terhadap pemberian ASI dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain adat, kebiasaan, kepercayaan tentang menyusuui, pengalaman menyusui pada kelahiran anak sebelumnya, kebiasaan menyusui dalam keluarga dan kerabat, pengetahuan ibu dan keluarga serta sikap ibu terhadap kehamilannya.

  Banyak ibu mempunyai masalah yang kadang-kadang tidak dapat diutarakan atau bahkan diselesaikan oleh tenaga kesehatan. Oleh karena itu, seorang petugas kesehatan harus dapat membuat ibu tertarik dan simpati kepadanya serta membantu ibu mencari seorang yang dekat atau berperan dalam kehidupan ibu, yaitu suami atau anggota keluarga. Langkah-langkah yang harus diambil dalam mempersiapkan ibu secara kejiwaan untuk menyusui adalah, 1) mendorong ibu untuk percaya dan yakin bahwa ia dapat dengan sukses menyusui bayinya, jelaskan pada ibu bahwa persalinan dan menyusui adalah proses alamiiah yang hampir semua ibu berhasil melakukannya dan bila ibu mengalami kesulitan petugas kesehata akan menolong ibu dengan senang hati; 2) meyakinkan ibu akan keuntungan ASI dan kerugian susu formula; 3) memecahkan masalah yang timbul pada ibu yang mempunyai pengalaman menyusui sebelumnya; 4) mengikutsertakan suami dan keluarga yang berperan dalam keluarga, pesankan kepada keluarga bahwa ibu perlu istirahat yang cukup sehingga perlu adanya pembagian tugas dalam keluarga; 5) beri kesempatan setiap saat kepada ibu untuk bertanya dan perlihatkan perhatian dan kemauan dalam membantu ibu sehingga ibu tidak ragu dan takut untuk bertanya tentang masalah yang dihadapinya (Soetjiningsih, 1997).

  2) Pemeriksaan Payudara

  Pada masa kehamilan, payudara ibu perlu diperiksa untuk mengetahui keadaan payudara. Pemeriksaan payudara biasanya dilakukan oleh petugas kesehatan, dan dilaksanakan pada kunjungan pertama ibu saat pemeriksaan kehamilan. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara (Perinasia, 2004) : A.

  Inspeksi a.

  Payudara (ukuran dan bentuk, kontur atau permukaan dan warna kulit) b.

  Areola (ukuran, bentuk, permukaan dan warna) c. Puting susu (ukuran , bentuk, permukaan dan warna) B. Palpasi a.

  Konsistensi (dari waktu ke waktu berbeda karena pengaruh hormonal) b.

  Massa (letak dan ciri-ciri massa yang teraba harus dievaluasi dengan baik) c.

  Puting susu (memeriksa kelenturan puting susu, bila mudah ditarik berarti lentur, jika tertarik sedikit berarti kurang lentur dan bila masuk ke dalam berarti puting susu terbenam)

  Jika dari inspeksi dan palpasi ditemukan kelainan pada payudara maka sebaiknya segera ditangani dan dikonsultasikan pada dokter ahli. Jika dari pemeriksaan puting susu didapatkan puting susu terbenam, maka puting susu dapat diperbaiki dengan gerakan Hoffman dengan cara: 1) letakkan kedua telunjuk berlawanan disamping puting; 2) tarik kedua telunjuk menjauh puting; 3) ulangi gerakan beberapa kali dengan telunjuk dipindah berputar sekeliling payudara (Soetjiningsih, 1997).

4.2.2. Periode segera setelah lahir

  Pemberian ASI atau menyusui hendaknya dilakukan segera setelah bayi baru lahir atau 30 menit setelah kelahiran atau biasa disebut dengan Inisiasi menyusu dini. Bayi biasanya diam, mereka terjaga dan siap untuk memulai pengalaman baru seperti belajar menyusu (Newman & Pitman, 2008).

  Secara umum, Inisiasi menyusu dini adalah kegiatan membiarkan bayi berusaha menyusu sendiri dengan meletakkan bayi di atas dada ibunya dan bayi mencari sendiri puting ibunya untuk segera menyusu. Inisiasi menyusu dini adalah proses alami mengembalikan bayi untuk menyusu, yaitu dengan memberi kesempatan pada bayi untuk mencari dan mengisap ASI sendiri dari satu jam pertama pada awal kehidupannya (Roesli, 2008).

  Langkah-langkah yang dianjurkan dalam melakukan inisiasi menyusu dini adalah berikut (Roesli, 2008) : 1) dianjurkan kepada suami dan keluarga untuk tetap mendampingi ibu saat persalinan; 2) kepada ibu disarankan untuk mengurangi atau bahkan tiddak menggunakan obat kimiawi saat persalinan. Dapat diganti dengan cara non-kimiawi, misalnya pijat, aromaterapis atau hypnobirthing; 3) biarkan ibu menentukan cara melahirkan yang diinginkan.

  Misalnya melahirkan normal, di dalam air, ceaser atau yang lainnya; 4) begitu lahir, bayi diletakkan diperut ibu; 5) keringkan seluruh tubuh bayi termasuk kepala secepat mungkin kecuali kedua tangan tanpa membersihkan vernix (zat lemak putih) yang melekat di tubuh bayi karena zat tersebut memberi nyaman kulit bayi; 6) tali pusat dipotong lalu diikat; 7)Tanpa dibedong, bayi langsung ditengkurupkan di dada atau di perut ibu agar terjadi kontak kulit antara ibu dengan bayi. Ibu dan bayi kemudian diselimuti secara bersama-sama. Jika perlu, beri topi pada bayi; 8) bayi dibiarkan di dada ibu sampai bayi mendapatkan puting ibu dan menyusu sampai selesai. Biasanya ini mengambil waktu selama satu jam, namun jika bayi belum menemukan puting dalam waktu satu jam, biarkan bayi tetap bersentuhan kulit dengan ibunya. Ibu dapat memberikan rangsangan dengan sentuhan lembut, tapi tidak memaksakan bayi ke puting susu; 9) dianjurkan kepada ayah untuk membantu ibu mengenali tanda-tanda atau perilaku bayi sebelum menyusu, karena dukungan dari ayah akan dapat meningkatkan rasa percaya diri kepada ibu; 10) setelah satu jam atau menyusu awal selesai, kemudian bayi dapat dipisahkan untuk ditimbang, diukur dan dicap. Boleh dilanjutkan dengan prosedur invasif, misalnya suntukan vitamin K dan tetesan mata bayi.

4.2.3. Masa Pasca persalinan

  Seorang ibu dengan bayi pertamanya mungkin akan mengalami berbagai masalah hanya karena tidak mengetahui cara yang sebenarnya sederhana. Terlebih pada minggu pertama setelah persalinan seorang ibu lebih peka dalam emosi. Untuk itu seorang ibu butuh seseorang yang dapat membimbingnya dalam merawat bayi termasuk dalam menyusui. Seorang tenaga kesehatan yang berkecimpung dalam bidang laktasi, seharusnya mengetahui walaupun menyusui merupakan proses alamiah namun untuk mencapai keberhasilan menyusui diperlukan teknik-teknik menyusui yang benar (Soetjiningsih, 1997).

  1) Rawat gabung

  Rawat gabung adalah suatu sistem perawatan ibu dan bayi bersama-sama atau pada tempat yang berdekatan sehingga memungkinkan sewaktu-waktu setiap saat ibu dapat menyusui bayinya. Rawat gabung dapat bersifat temporer dan kontinu. Pelaksanaan rawat gabung hendaknya merupakan akhir dari kegiatan yang telah dimulai dari perawatan prenatal di poliklinik sampai kamar bersalin dan kemudian di ruangan rawat gabung. Hal ini dimaksudkan untuk mempersiapkan ibu agar sudah mulai melakukan adaptasi, mengerti dan akhirnya tidak canggung menerima konsep rawat gabung (Soetjiningsih, 1997).

  Bayi dan ibu dapat segera mengikuti program rawat gabung dengan memenuhi beberapa syarat, yaitu (Perinasia, 2004) :Lahir spontan, baik presentase kepala maupun bokong; Cukup bulan, umur kehamilan lebih dari 37 minggu dan berat lahir lebih 2500 gram; Bayi tidak mengalami asfiksia; Tidak ada gejala sesak nafas, sianosis, infeksi atau kelainan kongenital berat.

  Rawat gabung tidak dapat dilakukan bila (Perinasia, 2004): bayi sangat prematur, atau berat lahir kurang dari 2000 gram; bayi sakit, misalnya asfiksia berat, sepsis, sesak dan sianosis; bayi dengan cacat bawaan berat; ibu sakit, misalnya infeksi seperti demam tifoid, KP terbuka atau hipertensi.

  Sebagai suatu cara, orang bisa melihat keuntungan dan kerugian yang dapat terjadi pada sistem rawat gabung terutama di ruangan masal. Beberapa keuntungan dari rawat gabung adalah agar ibu dapat menyusui bayi sedini mungkin, kapan saja dan dimana saja saat bayi menunjukkan tanda-tanda lapar; ibu dapat melihat dan memahami cara perawatan bayi secara benar yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, serta mempunyai keterampilan merawat bayi setelah ibu pulang kerumahnya; dapat melibatkan suami/keluarga secara aktif untuk membantu ibu dalam menyusui dan merawat bayinya (Kristiyansari, 2009).

  Dibandingkan dengan keuntungannya, maka kerugiannya sangat kecil dan kalau ada kesungguhan dalam menanganinya akan dapat diatasi. Beberapa kerugian rawat gabung terutama di ruangan masal adalah ibu kurang dapat istirahat, terganggu oleh bayi sendiri atau bayi lain yang menangis; ibu-ibu yang sakit atau kurang tahu kebersihan; ada hambatan teknis serta hambatan fasilitas (Soetjingsih, 1997).

  2) Cara menyusui yang baik dan benar

  Langkah-langkah menyusui yang benar adalah berikut, sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan pada puting dan di sekitar areola.

  Cara ini untuk menjaga kelembaban puting dan sebagai desinfektan. Kemudian bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara. Ibu boleh duduk atau berbaring dengan santai, bila duduk lebih baik menggunakan kursi yang rendah, kemudian bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada lengkung siku ibu, satu tangan bayi dietakkan di belakang badan ibu dan yang satu di depan, perut bayi menempel pada badan ibu, kepala bayi menghadap payudara, telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus. Selanjutnya payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari lain menopang bawah, jangan menekan puting susu atau areola saja. Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut dengan cara : menyentuh pipi dengan puting susu dan menyentuh sisi mulut bayi. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dan puting serta areola dimasukkan ke mulut bayi; usahakan sebagian besar areola dapat masuk ke mulut bayi sehingga puting susu berada di bawah langit-langit dan lidah bayi menekan ASI keluar, setelah bayi mulai mengisap. Payudara tidak perlu disangga atau dipegang lagi.Setelah menyusui pada satu payudara sampai terasa kosong, sebaiknya diganti dengan payudara yang satunya, dengan cara jari kelingking ibu dimasukkan ke mulut bayi melalui sudut mulut atau dagu bayi ditekan ke bawah.Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada puting susu dan sekitar areola, biarkan kering dengan sendirinya.Jangan lupa menyendawakan bayi, tujuan agar mengeluarkan udara dari lambung supaya bayi tidak muntah setelah menyusui. Caranya bayi digendong tegak dengan bersandar pada bahu ibu kemudian punggung ditepuk perlahan atau bayi tidur tengkurap di pangkuan ibu, kemudian punggung ditepuk perlahan (Soetjiningsih, 1997).

  3) Perawatan Payudara selama menyusui

  Perawatan payudara setelah melahirkan bertujuan untuk memelihara kebersihan payudara agar terhindar dari infeksi dan meningkatkan produksi ASI dengan merangsang kelenjar air susu melalui pemijatan. Selain itu, perawatan ini juga berguna untuk mencegah bendungan ASI/pembengkakan payudara, persiapan psikis ibu menyusui serta melenturkan dan menguatkan puting. Kita juga dapat mengetahui secara dini kelainan puting susu serta dapat melakukan usaha untuk mengatasinya.

  Indikasi perawatan payudara ini dilakukan pada payudara yang tidak mengalami kelainan dan yang mengalami kelainan seperti bengkak, lecet dan puting inverted. Terdapat beberapa cara dalam melakukan perawatan payudara pada ibu menyusui, salah satunya adalah pemijatan payudara yang dapat dilakukan 2 kali sehari sejak hari kedua pasca persalinan. Caranya adalah sebagai berikut; sokong payudara kiri dengan tangan kiri, lakukan gerakan kecil dengan 2 atau 3 jari tangan kanan mulai dari pangkal ke daerah puting susu dengan gerakan spiral. Selanjutnya buat gerakan memutar sambil menekan dari pangkal payudara ke puting susu di seluruh bagian payudara. Lakukan juga ke payudara kanan.

  Gerakan selanjutnya letakkan kedua telapak tangan di antara dua payudara. Urut dari tengah ke atas sambil mengangkat kedua payudara dan lepaskan keduanya perlahan. Lakukan gerakan ini sebanyak 30 kali. Coba juga dengan posisi tangan paralel. Sangga payudara dengan satu tangan, sedangkan tangan lain mengurut payudara dengan sisi kelingking dari arah pangkal payudara ke arah puting susu. Lakukan gerakan sebanyak 30 kali. Setelah itu, letakkan satu tangan di sebelah atas dan satu lagi disebelah bawah payudara. Luncurkan kedua tangan secara bersamaan ke arah puting susu dengan memutar kedua tangan. Ulangi gerakan sampai semua bagian payudara terkena urutan(Kristiyansari, 2009).

5. Waktu dan Frekuensi pemberian ASI

  Pemberian ASI pada bayi sebaiknya tanpa jadwal dan sesuai dengan kebutuhan bayi. Pada awalnya bayi akan menyusu dengan jadwal yang tidak teratur, namun dengan berjalannya waktu, bayi akan mulai terbiasa membuat waktunya sendiri dan akan mempunyai pola tertentu setelah 1-2 minggu kemudian. Bila menyusukan bayi tidak dilakukan sesuka bayi, maka bayi harus mendapat ASI setiap 2 sampai 3 jam sekali karena susu ibu mudah dicerna .

  Bayi yang sehat akan mampu mengosongkan satu payudara dalam waktu 5-7 menit dan ASI dalam lambung akan kosong dalam waktu 2 jam. Bayi setidaknya dapat menyusu 10-12 kali dalam 24 jam, dan dapat berkemih 6 kali dalam 24 jam. Dengan demikian bayi akan tampak puas dan berat badannya akan bertambah.

  Kegiatan menyusu malam juga sangat berguna bagi ibu yang bekerja. Hormon prolaktin sebagai pendukung produksi ASI bekerja sangat baik pada malam hari. Hal ini dapat memacu produksi ASI dan mendukung keberhasilan penundaan kehamilan(Wong, 2008).

  6. Lama bayi menyusu Pemberian ASI hendaknya dilakukan seketika setelah bayi dilahirkan setengah jam pertama. Pada masa ini bayi sangat aktif dan mengisap puting payudara sekuat mungkin. Pengisapan dini dapat mempercepat produksi ASI dan mempererat produksi hubungan psikologis antara bayi baru lahir dengan ibu.

  Selain itu pemberian ASI dini akan memicu keberhasilan pemberian ASI Ekslusif. Para ahli berpendapat bahwa manfaat ASI akan meningkat bila bayi hanya diberi ASI tanpa makanan tambahan selama 6 bulan (Roesli, 2008)

  WHO dan UNICEF (1990) juga berpendapat serupa bahwa pemberian ASI dianjurkan diberikan dalam jangka waktu 4-6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan, sudah bisa dikenalkan dengan makanan pengganti ASI, namun pemberian ASI masih tetap dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau bahkan lebih dari 2 tahun.

  7. Upaya Memperbanyak Pengeluaran ASI Ada banyak sebab mengapa menyusui yang dilakukan ibu tidak berjalan dengan sempurna, antara lain kekurangan dukungan, kelemahan bayi dan kegagalan untuk memulai siklus lapar yang alamiah. Bila laktasi sudah berjalan dengan baik, ibu akan mampu memproduksi lebih banyak ASI dari kebutuhan bayi. Beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan ASI antara lain, rangsangan pada otot payudara, keteraturan isapan bayi dan kesehatan ibu. Otot payudara terdiri dari otot-otot polos. Rangsangan pada otot ini akan membuat otot berkontraksi lebih kuat, kontraksi ini akan memperbanyak pengeluaran ASI.

  Rangsangan payudara dapat dilakukan dengan massage atau mengurut payudara.

  Selain mengurut payudara, isapan bayi pada payudara juga dapat membuat otot payudara berkontraksi lebih kuat dan merangsang susunan saraf yang disekitarnya serta meneruskan rangsangan tersebut ke otak. Otak akan memerintahkan kelenjar hipofisis untuk mengeluarkan hormon pituitarin lebih banyak sehingga hormon estrogen dan progesteron akan tetap dengan kadar rendah. Banyaknya pengeluaran hormon pituitarin akan membuat kontraksi otot polos payudara dan otot polos uterus lebih kuat. Kontraksi otot polos payudara yang kuat akan mempercepat pengeluaran ASI, sedangkan kontraksi otot polos uterus dapat mempercepat involusi.

  Yang ketiga adalah kesehatan ibu. Kesehatan ibu sangat berpengaruh dalam produksi ASI. Bila ibu tidak sehat dan asupan makanannya berkurang, maka darah yang membawa nutrien ke payudara juga akan berkurang, sehingga produksi ASI juga akan mengalami penurunan (Manuaba, 2007).

8. Manajemen Laktasi pada Ibu Bekerja

  Salah satu alasan ibu menghentikan pemberian ASI Eksklusif adalah ibu harus kembali bekerja. Bekerja dan tetap memberikan ASI pada bayi merupakan tantangan besar karena perlu proses adaptasi antara ibu dan bayi. Apabila ibu memiliki komitmen untuk tetap menyusui bayinya, bekerja bukanlah alasan untuk menghentikan pemberian ASI Eksklusif

  Secara idealnya, setiap tempat kerja yang mempekerjakan perempuan hendaknya memiliki “tempat penitipan bayi/anak”, sehingga ibu dapat membawa bayinya ke tempat kerja dan dapat menyusui setiap beberapa jam. Namun, bila tidak memungkinkan hal lain yang bisa dilakukan ibu adalah dengan memberikan ASI perah/pompa pada bayi saat ibu bekerja. Oleh karena itu perlu kebijakan dari perusahaan untuk memfasilitasi ibu dengan memberikan ruangan khusus tempat ibu memerah ASI-nya (Roesli, 2000). WHO (2014) juga setuju dan sudah membuat kebijakan yang ditujukan kepada perusahaan yang mempekerjakan wanita dalam perusahaannya, agar kepada wanita yang dipekerjakan diberi waktu untuk cuti hamil, pengaturan kerja paruh waktu, diberi fasilitas ruangan tempat penitipan anak agar ibu dapt menyusui bayinya serta fasilitas ruangan tempat ibu memerah ASI dan menyimpan ASI

  Jika perusahaan juga tidak menyediakan ruangan khusus untuk ibu memerah ASI, berarti ibu harus memerah ASI-nya sebelum berangkat kerja.

  Semua ibu dapat belajar memerah ASI. Memerah ASI dapat dilakukan dengan tangan dan pompa ASI (Roesli, 2000).

8.1. Pengeluaran ASI

  Pengeluaran ASI secara alamiah dapat melegakan bayi dan mengosongkan payudara ibu. Apabila ASI berlebihan sampai keluar memancar, maka ASI harus dikeluarkan sebelum menyusui, jika tidak akan menyebabkan bayi tersedak dan enggan menyusu. Selain itu, pengeluaran ASI sebelum menyusui juga mempunyai manfaat lain, antaranya, 1) untuk memberi ASI pada bayi yang berat lahir rendah atau bayi sakit yang lemah sehingga tidak dapat minum langsung pada ibu. ASI dapat diberikan melalui sonde, pipet atau sendok; 2)menghilangkan bendungan ASI, sehingga payudara tetap nyaman dan kelenturan puting susu tetap terjaga; 3)menghilangkan tetesan/rembesan, karena memerah ASI dapat mengurangi tekanan pada payudara (Roesli, 2000).

  Tindakan pengeluaran ASI dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (Soetjiningsih, 1997) : A.

  Pengeluaran ASI dengan tangan; cara ini lazim digunakan karena praktis dan tidak membutuhkan sarana. Langkah-langkahnya adalah: 1) tangan dicuci sampai bersih, 2) menyediakan cangkir/gelas bertutup yang sudah dibersihkan dengan air mendidih, 3) payudara dikompres dengan handuk yang hangat dan di massage dengan kedua telapak tangan dari pangkal ke areola payudara, 4)

  

massage daerah areola bagian atas dengan ibu jari, dan sisi lain dengan jari

  telunjuk, kemudian daerah areola ditekan ke arah dada, 5) peras daerah areola payudara dengan ibu jari dan jari telunjuk, hindari penekanan puting karena akan menyebabkan nyeri atau lecet, 6) ulangi tindakan tekan-peras-lepas sampai ASI keluar, 7) ulangi semua gerakan pada semua sisi sekitar areola payudara untuk memastikan bayi ASI sudah diperas dari semua segmen payudara.

  B.

  Pengeluaran ASI menggunakan pompa; Indikasi pengeluaran ASI menggunakan pompa bila payudara bengkak/terbendung dan puting susu nyeri serta ASI benar-benar penuh, namun pada payudara yang lunak akan sedikit sulit. Langkah-langkahnya adalah berikut :1) tekan bola karet yang terdapat pada pompa untuk mengeluarkan udara, 2) ujung leher tabung diletakkan pada payudara dengan puting tepat ditengah dan tabung benar-benar melekat pada kulit ibu, 3) bola karet dilepas agar areola dan puting payudara tertarik ke dalam, 4) tekan dan lepas karet bola beberapa kali, hingga ASI keluar dan terkumpul pada lekukan penampung sisi tabung, 5) setelah selesai atau akan dipakai, cuci terlebih dahulu alat dengan air mendidih.

8.2. Penyimpanan ASI

  ASI yang sudah dikeluarkan dapat disimpan dengan aman dan dapat digunakan dikemudian hari saat ayah atau pengganti ibu yang memberi makan bayinya. (Soetjiningsih, 1997).ASI yang sudah didinginkan dan akan dipakai tidak boleh direbus, karena akan menurunkan kualitas kekebalannya, cukup didiamkan dalam beberapa saat pada suhu kamar agar tidak terlalu dingin. Quan, et al (1992 dalam Wong, et al.,2008) menjelaskan bahwa mencairkan ASI beku dengan

  microwave suhu tinggi (72-98

  C) akan menyebabkan zat anti-infeksi ASI tidak berfungsi lagi.

Tabel 2.1 Daya Simpan ASI Perah

  ASI Suhu Ruangan Lemari Es/Kulkas Freezer ASI yang baru saja diperas (ASI Segar)

  Kolostrum : 12- 24 jam dalam suhu <25 C Asi matang : 4-6 jam pada suhu

  25 C 3-8 hari dengan suhu 0-

  4 C Simpan di bagian paling belakang kulkas-paling dingin dan tidak terpengaruh dengan suhu luar

  2 minggu dalam freezer 1 pintu 3-4 bulan dalam freezer 2 pintu 6-12 bulan pada freezer khusus yang sangat dingin (-18

  C) ASI perah beku- dicairkan dalam lemari es dan belum dihangatkan

  Tidak lebih dari 4 jam Dapat disimpan sampai

dengan 24 jam

  Jangan masukkan kembali ke dalam freezer ASI perah yang sudah dicairkan dengan air hangat

  Langsung diminum sekaligus Dapat disimpan selama

  4 jam Jangan masukkan kembali ke dalam freezer ASI perah yang sudah diminum

Dibuang Dibuang Dibuang

  Sumber : Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (2010)

8.3. Pemberian ASI Perah

  Untuk memberikan ASI perah kepada bayi, gunakan ASI perah secara berurutan dari jam ASI paling awal. Jika ASI sudah membeku, maka cairkan ASI terlebih dahulu. ASI cukup didiamkan dalam beberapa saat pada suhu kamar dan dihangatkan dengan mengaliri air hangat atau direndam di dalam air hangat, dan tidak boleh dipanaskan/direbus dengan menggunakan microwave suhu tinggi.

  Pemberian ASI perah dapat menggunakan sendok, sedotan dan cangkir kecil. Hindarkan penggunaan dot karena akan menimbulkan resiko bayi bingung puting(Depkes, 2007).

  Saat memberikan ASI perah, usahakan ibu/pengasuh dalam posisi duduk dengan nyaman, peganglah bayi tegak lurus/setengah tegak dipangkuan Ibu/pengasuh, peganglah sendok dan sentuhkan ke ujung bibir bayi. Untuk bayi yang telah bisa minum ASI dengan menggunakan sendok, dapat diganti dengan menggunakan gelas berukuran kecil, bayi akan mengisap/menjilat ASI, tumpahkan sedikit demi sedikit ke mulut bayi, jangan menuang ASI ke mulut bayi, setelah bayi mendapat cukup ASI, pegang bayi dalam posisi tegak untuk disendawakan (Roesli, 2005).

9. Masalah yang sering muncul selama Laktasi 9.1.

  Masalah pada bayi a. Bayi Menangis

  Menangis untuk bayi adalah cara berkomunikasi dengan orang-orang disekitarnya. Karena itu bila bayi sering menangis perlu dicari penyebabnya dan sebaiknya tidak selalu kurang ASI. b.

  Bayi Bingung Puting Bingung puting (Nipple Confusion) adalah suatu keadaan yang terjadi karena bayi mendapat susu formula dalam botol berganti-ganti dengan menyusu pada ibu.

  c.

  Bayi premature dan bayi kecil (berat badan lahir rendah) Bayi kecil, premature atau dengan berat badan lahir rendah mempunyai masalah menyusui karena reflek menghisapnya masih relatif lemah. Oleh karenanya bayi kecil justru harus cepat dan lebih sering dilatih menyusu. Berikan sesering mungkin walau waktu menyusunya pendek-pendek.

  d.

  Bayi kuning (ikterik) Kuning dini terjadi pada bayi usia 2-10 hari. Bayi kuning lebih sering terjadi dan lebih sering kasusnya pada bayi-bayi yang tidak mendapat ASI cukup. Warna kuning disebabkan kadar bilirubin yang tinggi dalam darah (hiperbilirubinemia), yang dapat terlihat pada kulit dan sklera (putih mala). Untuk mencegah agar warna kuning tidak lebih berat, bayi membutuhkan lebih banyak menyusui, sehingga harus dilakukan menyusui dini dan susui bayi sesering mungkin tanpa dibatasi.

  e.

  Bayi kembar Ibu perlu diyakinkan bahwa alam sudah menyiapkan air susu bagi semua makhluk menyusui termasuk manusia, sesuai kebutuhan pola pertumbuhan msing-masing. Oleh karena itu, semua ibu tanpa kecuali sebenarnya sanggup menyusui bayi kembarnya. f.

  Bayi sakit Sebagian kecil dari bayi yang sakit, dengan khusus tidak diperbolehkan mendapatkan makanan peroral, tetapi apabila sudah diperbolehkan maka ASI harus terus diberikan. Bahkan penyakit-penyakit tertentu justru harus diperbanyak yaitu minimal 12 kali dalam 24 jam. Misalnya pada diare, pnumonia, TBC dan lain-lain. Bila bayi sudah menghisap, maka ASI peras dapat diberikan dengan cangkir atau dengan pipa nosogastrik.

  g.

  Bayi sumbing (dari celah palatum atau langit-langit) Pendapat bahwa bayi sumbing tidak dapat menyusu adalah tidak benar.

  Bila sumbing pallatum molle (langit-langit lunak) ataupun bila termasuk

  pallatumdurum (langit-langit keras), bayi dengan posisi tertentu masih dapat menyusu tanpa kesulitan.

  h.

  Bayi yang memerlukan perawatan Bila bayi sakit dan memerlukan perawatan padahal bayi masih menyusu pada ibunya, sebaiknya bila ada fasilitas ibu ikut dirawat agar pemberian ASI tetap dapat dilanjutkan, seandainya hal ini tidak memungkinkan maka ibu dianjurkan memerah ASI setiap 3 jam dan disimpan dalam lemari es untuk kemudian sehari sekali diantar ke rumah sakit didalam termos es (Kristiyansari, 2009).

9.2. Masalah Pada Ibu a.

  Masalah Menyusui Masa Antenatal (Perinasia, 2004) Pada masa antenatal, masalah yang sering muncul adalah: kurang informasi/salah informasi, dan puting susu terbenam atau puting susu datar. Banyak ibu yang merasa bahwa susu formula itu sama baiknya atau malah lebih baik dari ASI sehingga cepat menambah susu formula bila merasa ASI kurang. Ini biasanya disebabkan petugas kesehatan tidak memberikan informasi saat pemeriksaan kehamilan atau saat memulangkan bayi. Informasi yang perlu disampaikan kepada ibu hamil antara lain meliputi: fisiologi laktasi, keuntungan pemberian ASI, keuntungan rawat gabung, cara menyusui yang baik dan benar, kerugian pemberian susu formula dan menunda pemberian makanan lainnya sampai bayi berusia 6 bulan.

  Puting susu yang datar atau terbenam saat kehamilan sebenarnya tidak menjadi masalah, karena ibu masih tetap bisa menyusui bayinya. Yang paling efisien untuk memperbaiki keadaan ini adalah dengan isapan langsung yang kuat dari bayi. Jadi ibu tidak perlu melakukan apa-apa, tinggal tunggu saja sampai bayi lahir dan lakukan skin to skin kontak serta biarkan bayi mengisap sedini mungkin pasca melahirkan.

  b.

  Masalah Menyusui Pasca Persalinan Pada masa ini, masalah yang sering muncul antara lain : puting susu lecet, payudara bengkak, saluran susu tersumbat dan masitis atau abses. i.

  Puting susu lecet Puting susu yang lecet biasanya akan membuat ibu menghentikan menyusui karena putingnya sakit. Pada keadaan demikian, yang perlu dilakukan adalah berikut: ibu dapat memberikan ASInya pada keadaan luka yang tidak begitu sakit, puting susu dapat diolesi dengan ASI akhir, jangan sekali-kali memberikan obat seperti krim, salep dan lainnya, puting susu yang sakit dapat diistirahatkan untuk sementara waktu kurang lebih 1x24 jam dan akan sembuh sendiri dalam waktu 2x24 jam, selama puting susu diistirahatkan, sebaiknya dikeluarkan dengan tangan dan tidak dianjurkan dengan alat pompa, payudara dapat dicuci sekali sehari dan tidak dibenarkan menggunakan sabun. ii.

  Payudara Bengkak Payudara yang bengkak biasanya ditandai dengan payudara udem, sakit, puting kencang kulit mengkilat walau tidak merah dan bila diperiksa ASI tidak keluar. Badan bisa deman setelah 24 jam. Pembengkakan ini sering terjadi karena peningkatan produksi ASI, terlambat menyusu dini, perlekatan kurang baik, ASI kurang sering dikeluarkan atau mungkin ada pembatasan waktu menyusui. Jadi hal yang perlu dilakukan adalah melakukan menyusui dini, perlekatan yang baik dan menyusui “on demand”. Bayi harus lebih sering disusui. Apabila bayi tidak dapat menyusu sebaiknya ASI dikeluarkan dahulu agar mengurangi ketegangan. iii.

  Masitis atau Abses Payudara Masitis adalah peradangan pada payudara. Payudara menjadi merah, bengkak kadangkala ada rasa nyeri dan panas serta suhu tubuh meningkat.

  Kejadian ini terjadi pada masa nifas 1-3 minggu setelah persalinan diakibatkan oleh sumbatan saluran susu yang berlanjut karena pengisapan kurang efektif. Bisa juga disebabkan karena tekanan baju/BH atau karena kebiasaan menekan payudara dengan jari. Tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan kompres hangat/panas dengan pemijatan, rangsangan oksitosin dengan stimulasi puting serta pijat leher-panggung, pemberian antibiotik, istirahat total dan pemberian obat penghilang nyeri. c.

  Masalah menyusui Masa Pasca Persalinan Lanjut Yang termasuk masalah dalam masa pasca persalinan lanjut adalah sindrom ASI kurang serta ibu bekerja. Sindrom ASI kurang nyatanya sering tidak benar-benar kurang. Kita harus dapat menemukan tanda-tanda ASI kurang antaranya, bayi tidak puas setiap setelah menyusui, sering sekali menyusu, bayi sering menangis atau bayi menolak menyusu, tinja bayi keras kering atau berwarna hijau serta payudara tidak membesar selama kehamilan.

  Tanda lain bahwa ASI benar-benar kurang adalah BB bayi dalam waktu 2 minggu belum kembali, BB bayi meningkat kurang dari rata-rata 500 gram per bulan, serta ngompol rata-rata kurang dari 6 kali dalam 24 jam, serta cairan urin pekat, bau dan warna kuning. Cara mengatasinya disesuaikan dengan faktor penyebabnya, seperti faktor teknik menyusui, faktor psikologis, faktor fisik ibu atau faktor kondisi bayi.

Dokumen yang terkait

Kesiapan Ibu Pramenopause dalam Menghadapi Menopause di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan

1 3 14

Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Ketersediaan Sarana Kerja terhadap Kinerja Tenaga Sanitarian dalam Memberikan Pelayanan Hygiene Sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh.

0 0 26

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kinerja 2.1.1 Pengertian Kinerja - Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Ketersediaan Sarana Kerja terhadap Kinerja Tenaga Sanitarian dalam Memberikan Pelayanan Hygiene Sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh.

0 0 31

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang - Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Ketersediaan Sarana Kerja terhadap Kinerja Tenaga Sanitarian dalam Memberikan Pelayanan Hygiene Sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh.

0 0 10

Perbandingan Kualitas Tidur pada Pasien Diabetes Melitus Laki-laki dan Perempuan di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

0 0 28

Perbandingan Kualitas Tidur pada Pasien Diabetes Melitus Laki-laki dan Perempuan di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

0 0 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Tidur - Perbandingan Kualitas Tidur pada Pasien Diabetes Melitus Laki-laki dan Perempuan di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

0 2 35

BAB 1 PENDAHULUAN 1.Latar Belakang - Perbandingan Kualitas Tidur pada Pasien Diabetes Melitus Laki-laki dan Perempuan di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

0 0 9

Perbandingan Kualitas Tidur pada Pasien Diabetes Melitus Laki-laki dan Perempuan di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

0 0 11

Gambaran Pemberian ASI oleh Ibu dan Manajemen Laktasi di PTPN IV Kebun Bah Butong Kabupaten Simalungun

0 0 28