BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Reaksi Transesterifikasi Degummed Palm Oil(DPO) untuk Menghasilkan Biodiesel Sawit Menggunakan Lipozyme TL IM sebagai Biokatalis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 CRUDE PALM OIL (CPO)

  Minyak sawit berasal dari ekstraksi buah tanaman kelapa sawit. Buah kelapa sawit terdiri dari 80% bagian perikarp (epikarp dan mesokarp) dan 20% biji (endokarp dan endosperm). Dari kelapa sawit, dapat diperoleh dua jenis minyak yang berbeda sifatnya, yaitu minyak dari inti (endosperm) sawit disebut dengan minyak inti sawit dan minyak dari sabut (mesokarp) sawit disebut minyak sawit. Perbedaan antara minyak sawit dan minyak inti sawit adalah adanya pigmen karotenoid pada minyak sawit sehingga berwarna kuning merah. Komposisi karotenoid yang terdeteksi pada minyak sawit terdiri dari α-, β-, γ-, karoten dan xantofil, sedangkan minyak inti sawit tidak mengandung karotenoid [13].

Tabel 2.1 Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit [13]

  Karakteristik Persyaratan Mutu Warna Jingga kemerahan

  Kadar air Maksimal 0,5% Asam lemak bebas (sebagai asam palmitat) Maksimal 5

  Kadar 500-700 ppm β-karoten

  Kadar tokoferol 700-1000 ppm Minyak inti sawit mengandung berbagai komponen asam lemak. Komposisi trigliserida yang mendominasi minyak inti sawit adalah trilaurin, yaitu trigliserida dengan tiga asam laurat sebagai ester asam lemaknya. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam laurat yang tinggi dan kisaran titik leleh yang sempit, sedangkan minyak sawit mentah hanya memiliki sedikit kandungan asam laurat dan kisaran titik leleh yang luas. Minyak sawit mengandung asam lemak jenuh asam palmitat (C16) sekitar (40-46%), kandungan asam lemak tidak jenuh yaitu asam oleat (C 18:1) sekitar (39-45%) dan asam linoleat (7-11%), sedangkan pada minyak inti sawit didominasi oleh asam laurat (46-52 %), asam miristat (14-17%), dan asam

  Kandungan asam lemak dalam kedua jenis minyak tersebut oleat (13-19%) [14]. dapat dilihat pada tabel 2.2. Komposisi asam lemak minyak sawit dan minyak inti sawit

  Tabel 2.2 [14]

  Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit (5) Minyak Inti Sawit (%)

  • 3 – 4 Asam kaprilat
  • 3 – 7 Asam kaproat Asam la
  • 46 – 52 Asam miristat 1,1 - 2,5 14 – 17

  Asam palmitat 40 - 46 6,5 – 9 Asam stearat 3,6 - 4,7 1 - 2,5

  Asam oleat 39 - 45 13 – 19 Asam linoleat 7 - 11 0,5 – 2

  Crude Palm Oil (CPO) saat ini merupakan komoditi primadona dan menjadi

komoditi andalan ekspor Indonesia, hal ini dapat dilihat dari produksi dan ekspor

CPO nasional yang terus meningkat. Tidak hanya di Indonesia, ternyata pada tingkat

dunia market share CPO dari tahun ke tahun terus meningkat dan sejak tahun 2004

CPO telah menempati urutan pertama sebagai pemasok utama minyak nabati dunia.

  

Pasokan CPO dunia tersebut didominasi oleh dua negara yaitu Indonesia dan

Malaysia.Namun hingga saat ini harga pasar CPO dunia masih dikendalikan di Eropa

khususnya pasar Roterdam sebagai tolok ukurnya.Hal ini disebabkan karena harga

CPO lebih sensitive terhadap perubahan permintaan dan harga minyak kedelai

sebagai pesaing utama [15].

  Dalam rangka menjaga ketersediaan CPO (Crude Palm Oil) di Jawa diperlukan suatuperencanaan yang dapat melayani pengangkutan CPO (Crude

  

Palm Oil) dari daerah penghasilmenuju Jawa. Oleh karena itu maka bagaimana

  agar konsumsi CPO (Crude Palm Oil) dalam negeri dapat digunakan dengan Optimal . Mengingat banyaknya alternatif dalam prosespengangkutan CPO

  

(Crude Palm Oil) , maka diperlukan suatu metode atau cara (baik dalam bentuk

  analisis maupun perhitungan-perhitungan terkait) dalam penentuan jenis dan moda transportasi serta perencanaan armada dalam pengangkutan CPO (Crude

  Palm Oil) yang paling optimum [16].

Gambar 2.1 Produksi CPO di Indonesia [16]

  Bahan baku pembuatan biodiesel adalah minyak kelapa sawit (CPO). Untuk mengetahui seberapa besar potensi minyak kelapa sawit (CPO) yang dapat digunakan pada tahun yang akan datang, digunakan perhitungan dengan cara memproyeksikan jumlah produksi TBS kelapa sawit sampai tahun 2015 dengan menggunakan rumus proyeksi, yang kemudian akan dicari jumlah minyak kelapa sawit (CPO) dengan mengalikan jumlah produksi TBS dengan persentase sebesar 24 – 25% sesuai dengan data dari Dinas Perkebunan Provinsi Riau [17].

Tabel 2.3 Produksi Minyak Kelapa Sawit (CPO) di Provinsi Riau (ton) [17]

2.2 PROSES DEGUMMING PADA CPO

  Proses pemurnian minyak nabati pada umumnya terdiri dari 4 tahap, yaitu:

  a) proses pemisahan gum (degumming), b) proses pemisahan asam lemak bebas (netralisasi) dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga terbentuk sabun, c) proses pemucatan (bleaching) yang merupakan proses penghilangan komponen warna coklat seperti karotenoid & tokoferol, dan

  d) proses penghilangan bau (deodorisasi) yang merupakan proses penghilangan asam lemak bebas dan komponen penyebab bau tidak sedap seperti peroksida, keton dan senyawa hasil oksidasi lemak lainnya [18].

  Degumming adalah proses pemisahan gum, yaitu proses pemisahan getah atau lendir yang terdiri dari fosfolipid, protein, residu, karbohidrat, air dan resin.

  Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk proses pemisahan gum antara lain adalah pemanasan, penambahan asam (H

  3 PO 4 , H

  2 SO 4 dan HCl) atau basa

  (NaOH), pemisahan gum dengan cara hidrasi dan pemisahan gum dengan menggunakan garam seperti natrium khlorida dan natrium fosfat.

  Degumming biasanya dilakukan dengan cara dehidrasi gum agar bahan

  nontrigliserida tersebut lebih mudah terpisah dari minyak, kemudian disusul dengan proses pemisahan yang dapat dilakukan dengan cara sentrifusi. Sedangkan fosfatida dipisahkan dengan cara menyalurkan uap panas ke dalam CPO sehingga terpisah dari minyak, sedangkan fosfatida yang tidak larut air dapat dipisahkan dengan penambahan asam fosfat. Asam fosfat ini dapat menginisiasi terbentuknya gumpalan sehingga mempermudah pengendapan kotoran, selain itu penggunaannya dapat menurunkan bilangan peroksida minyak yang telah dipucatkan dan dapat meningkatkan kestabilan warna, akan tetapi semakin tinggi kadar asam fosfat yang digunakan maka bilangan peroksida dari minyak yang telah dipucatkan akan semakin meningkat. Degumming yang menggunakan uap panas disamping asam fosfat disebut sebagai wet degumming, sedangkan bila dilakukan tanpa menggunakan air dinamakan dry degumming [19].

2.3 BIODIESEL

2.3.1 Pengertian Biodiesel

  Biodiesel merupakan nama yang diberikan untuk bahan bakar yang

terdiri dari monoalkil ester yang dapat terbakar dengan bersih. Biodisel sebagai

bahan alternatif, mulai diteliti sebagai akibat semakin sadarnya manusia akan

pencemaran yang ditimbulkan bahan bakar konvensional (bahan bakar fosil)

serta persediaan minyak bumi yang terus menipis. Sebagai bahan bakar yang

dapat diperbaharui, biodisel mempunyai keuntungan antara lain karena mudah

digunakan (memerlukan hanya sedikit atau bahkan tidak memerlukan

samasekali modifikasi dari mesin diesel yang telah ada), dapat diurai alam

secara alamiah, dan dapat diproduksi secara domestik dari hasil pertanian.

  Dibandingkan dengan minyak solar, biodisel dapat menghasilkan jumlah

power, dan torsi yang sama dengan minyak solar dalam jumlah yang sama. Hal

ini dikarenakan umumnya biodisel mempunyai nilai setana yang lebih tinggi

dari minyak solar. Selain itu, biodiesel juga mempunyai efek pelumasan yang

lebih baik daripada minyak solar. Biodiesel juga sesuai dengan komponen

mesin disel emisi gas buang yang dihasilkan ternyata juga lebih baik dalam

beberapa hal bila dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar fosil [20].

  Biodiesel merupakan mono alkil ester dari asam lemak rantai panjang bebas yang telah menjadi semakin menarik di seluruh dunia, karena diperoleh dari sumber daya terbarukan, dikombinasikan dengan kinerja tinggi dan manfaat lingkungan. Dalam beberapa kali, karena kegiatan manusia dan teknologi, dunia telah menghadapi banyak tantangan seperti pemanasan global. Tantangan-tantangan ini telah menyebabkan untuk mencari bahan bakar alternatif yang telah mendapatkan signifikan perhatian dalam beberapa kali.

  Biodiesel berasal dari trigliserida minyak nabati dan lemak hewan telah menunjukkan potensi sebagai pengganti bahan bakar diesel berbasis minyak bumi. Bahan bakar biodiesel berasal dari tanaman, memiliki keuntungan lebih dalam emisi pembakaran, seperti rendah emisi CO, partikulat, SOx terbakar hidrokarbon selama proses, dan sifat sebanding dengan bahan bakar berbasis minyak bumi. Biodiesel bersifat terbarukan,

  

biodegradable dan tidak mengandung sulfur, hidrokarbon aromatik, logam

  dan residu minyak mentah karena seluruhnya terbuat dari minyak nabati atau lemak hewan.Emisi siklus hidup keseluruhan CO dari 100% biodiesel

  2

  adalah 78,45% lebih rendah daripetrodiesel. Biodiesel memiliki titik nyala

  o

  yang relatif tinggi (sekitar 150

  C) yang membuatnya lebih stabil dan aman untuk transportasi dibandingkan minyak solar [21] . Berikut ini merupakan persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI tahun 2006 dapat disajikan pada tabel 2.4:

Tabel 2.4 Persyaratan Kualitas Biodiesel [22]

  Parameter dan Satuannya Batas Nilai

  3 Massa jenis pada 40 °C, kg/m 850 – 890

  2 Viskositas kinematik pada 40 °C, mm /s (cSt) 2,3 – 6,0

  Angka setana Min. 51 Titik nyala (mangkok tertutup), °C Min. 100 Titik kabut, °C Maks. 18 Kororsi bilah tambaga, (3 jam, 50 °C) Maks. No 3 Residu karbon, % berat Maks. 0,05

  (maks. 0,03) Dalam contoh asli

  • Dalam 10% ampas distilasi
  • Air dan sedimen % volume Maks. 0,05 Temperatur distilasi 90%, °C Maks. 360 Abu tersulfatkan, % berat Maks. 0,02 Belerang, ppm-b (mg/kg) Maks. 100 Fosfor, ppm-b (mg/kg) Maks. 10

  Angka asam, mg-KOH/g Maks. 0,8 Gliserol bebas, % berat Maks. 0,02 Gliserol total, % berat Maks. 0,24 Kadar ester alkil, % berat Min. 96,5 Angka iodium, g-12/(100 g) Maks. 115 Uji Halphen Negatif

2.3.2 Proses Pembuatan Biodiesel

  a. Secara Kimiawi Transesterifikasi secara kimia menggunakan proses katalis alkali cukup sukses dalam mengkonversi trigleserida ke minyak biodiesel (metil ester). Meskipun reaksi transesterifikasi dengan katalis alkali menghasilkan tingkat konversi yang tinggi dan waktu reaksi yang cepat namun reaksi tersebut mempunyai kekurangan yakni energi besar (intensive), gliserin sulit dipulihkan (recovery), katalis dibuang dan perlu pengolahan, asam lemak bebas dan air bercampur dengan reaksi [23].

  Secara umum produksi biodieselyang sekarang ini menggunakan proses transesterifikasi trigliserida. Transesterifikasi disebut juga alkoholis atau metanolis yaitu proses penggantian alkohol ester (gliserol) dengan alkohol lain. Alkoholis lemak umumnya menggunakan alkohol rantai pendek dengan katalis kimia (asam atau basa) atau biokatalis (enzimatik). Penggunaan katalis kimia dalam proses produksi biodiesel memiliki beberapa kelemahan, yaitu (1) memerlukan kemurnian bahan baku yang tinggi (kadar asam lemak bebas kurang dari 2%), (2) dapat menimbulkan limbah cair dan biaya pemurnian produk yang tinggi dan (3) penggunaan katalis kimia dapat mengakibatkan sulitnya dilakukan proses pemisahan katalis setelah proses.

  Kelemahan dari katalis kimia ini, dapat diperkecil dengan penggunaan katalis enzim khususnya lipase. Katalis enzim memiliki beberapa kelebihan antara lain : (1) bersifat spesifik sehingga pembuatan produk samping dapat dihindari, (2) temperatur dan tekanan rendah untuk rendah untuk proses reaksi sehingga akan berpengaruh untuk pengurangan biaya produksi terutama utilitas, (3) katalis enzim lebih ramah lingkungan dan (4) proses pemisahan gliserol dapat dilakukan tanpa perlu dilakukan proses pemurnian [1].

  b. Secara Enzimatis Proses transesterifikasi dengan enzim cenderung mempunyai kelebihan dalam peningkatan kuantitas dan kualitas hasil konversi minyak nabati menjadi minyak biofuel/biodiesel. Keuntungan aplikasi katalis enzim lipase dibandingkan dengan katalis alkali dalam peningkatan kuantitas dan kualitas konversi minyak nabati ke biodiesel meliputi temperatur kerja lebih

  o o

  rendah (30 C – 40

  C), tanpa busa, hasil konversi (metil ester) tinggi, bersifat murni (mudah/tanpa pemurnian), gliserol mudah dipulihkan

  (recovery) dan tidak terpengaruh kandungan air. Namun proses transesterifikasi secara enzimatik masih terfokus pada kajian ekonomis sehubungan pengadaan enzim lipase yang masih relatif mahal. Produksi enzimlipase secara mandiri/ asli (indigenous) menjadi faktor penting untuk mendukung proses transesterifikasi secara enzimatik. Beberapa enzim lipase indigenous telah dibuat dan diaplikasikan untuk proses hidrolisis, esterifikasi dan tranesterifikasi secara enzimatik meliputi enzim ekstrak kecambah biji wijen, dedak padi, bromelin, protease, ragi tempe [23].

2.4 ENZIM LIPASE SEBAGAI BIOKATALIS

2.4.1 Pengertian Lipase

  Lipase merupakan enzim yang dapat diproduksi oleh beberapa mikroorganisme diantaranya yaitu bakteri dan jamur. Meningkatnya ketertarikan terhadap lipase karena enzim ini dapat digunakan sebagai katalis dalam hidrolisis untuk mensintesis ester asam lemak. Aktifasi lipase terjadi di permukaan air-lemak, yang merupakan karakteristik struktural yang unik dari kelas enzim ini. Lipase menjadi unit olgopeptida heliks yang melindungi active site sehingga disebut pada interaksi dengan permukaan hidrofobik seperti droplet lemak, memungkinkan pergerakan seperti dalam jalan untuk membuka active site untuk substrat [24].

  Lipase merupakan kelompok enzim yang berfungsi sebagai biokatalis hidrolisis lemak. Lipase banyak digunakan untuk konversi triasilgliserol (TAG) menjadi diasilgliserol (DAG). Penggunaan lipase penting untuk produksi minyak sehat (healthy oil). Indonesia dengan keanekaragaman hayati tinggi berpeluang besar mengembangkan produksi lipase dari mikroba lokal, salah satunya adalah kapang.

  Indonesia dengan keanekaragaman hayatinya berpeluang besar untuk mengembangkan produksi lipase dari mikroba lokal. Eksplorasi mikroba lipolitik lokal telah banyak dilakukan, namun hingga saat ini lipase komersial belum terdapat di pasaran. Kondisi kultur optimum untuk mikroba sumber belum ditemukan, sehingga penggunaan isolat alami sebagai sumber lipase memiliki daya hasil yang relatif rendah. Kapang merupakan mikroba yang 80% kebutuhan substratnya dipenuhi oleh makromolekul yang memiliki rantai karbon. Beberapa jenis kapang diketahui tumbuh pada habitat yang mengandung minyak, misalnya tandan kelapa sawit. Beberapa kapang penghasil lipase antara lain adalah

  

Aspergillus niger , Mucor miehei, Monilia sitophila, Rhizopus delemar, dan

R. javanicus [25].

2.4.2 Penggunaan Enzim Lipase sebagai Biokatalis

  a. Lipase Bebas Lipase merupakan enzim yang memiliki peran yang penting dalam bioteknologi modern. Banyak industri yang telah mengaplikasikan penggunaan enzim sebagai biokatalis. Lipase terkenal memiliki aktivitas yang tinggi dalam reaksi hidrolisis dan dalam kimia sintesis. Lipase dapat berperan sebagai biokatalis untuk reaksi reaksi hidrolisis, esterifikasi, alkoholisis, asidolisis and aminolisis. Candida dan Rhizopus yang merupakan organisme yang paling sering dipakai sebagai sumber sintesis penghasil lipase [2].

  Penggunaan enzim sebagai biokatalis telah memegang peranan yang sangat penting pada industri kimia dan farmasi. Salah satu biokatalis yang potensial digunakan pada berbagai industri detergen, pangan, tekstil, pulp, kertas dan farmasi adalah lipase.Beberapa tahun terakhir ini, lipase banyak digunakan sebagai biokatalis untuk reaksi hidrolisis atau sintesis minyak dan lemak. Alasan utamanya adalah proses yang digunakan lebih efisien dengan selektivitas yang tinggi, kualitas yang dihasilkan lebih baik, serta ramah terhadap lingkungan [3].

  b.

  Amobilisasi Lipase Sebagai biokatalis enzim lipase hanya dapat dilakukan dalam satu kali reaksi. Salah satu cara untuk mengatasi kelemahan ini adalah dengan dilakukannya teknik immobilisasi pada enzim yang akan digunakan. Immobilisasi enzim bertujuan untuk meningkatkan stabilitas dan produktivitas enzim tersebut sehingga lipase dapat digunakan kembali [3].

  Amobilisasi lipase secara luas digunakan untuk aplikasi industri terutama untuk sintesis biodiesel. Banyak studi tentang metode amobilisasi lipase yang telah dilakukan, diantaranya yaitu adsorpsi dalam support padat dan entrapment dalam matriks polimer support. Tetapi metode adsorpsi dan

  

entrapment memiliki beberapa kekurangan, diantaranya yaitu enzim amobil

  mudah dipengaruhi oleh kondisi lingkungan karena interaksi antara enzim dengan support sangat lemah sehingga enzim mudah lepas. Pada metode

  

entrapment , preparasi yang dilakukan agar enzim menempel pada matriks

  polimer sangat sulit dan aktifitas enzimnya cenderung rendah.Sehingga alternatif yang digunakan untuk amobilisasi enzim yaitu dengan menggunakan metode kovalen. Metode ikatan kovalen ini memiliki beberapa keuntungan yaitu ikatan antara enzim dan support stabil sehingga enzim tidak mudah lepas ke dalam larutan dan substrat dapat dengan mudah berinteraksi karena enzim berada pada permukaan support [3].

2.4.3 Lipozyme sebagai Biokatalis

  Lipozyme adalah produk yang dihasilkan secara biologis, sangat efisien pada lemak organik. Hal ini dapat digunakan pada semua permukaan. Lipozyme adalah produk yang sangat aman bagi pengguna [26].

  Reaksi transesterifikasi dikatalisasi oleh lipase amobil di bawah suhu tinggi cenderung mengekspos Lipozyme TL IM dengan risiko perubahan konformasi [27]. Tingkat denaturasi ireversibel untuk Lipozyme TL IM ketika berada di bawah perlakuan panas yang berbeda dipelajari untuk menentukan waktu paruh serta kekuatan tahan panas. Inaktivasi termal Lipozyme TL IM mungkin karena efek interaksi yang bertentangan antara molekul pelarut dengan "membran-lipase" sistem yang reversibel menghasilkan perubahan konformasi pada struktur aktif lipase. Dalam transesterifikasi enzimatik dengan berbagai jenis alkohol asil seperti metanol, 1-propanol, 2-propanol, katalis kegiatan Lipozyme TL IM sebagian besar disebarkan pada 40 ° C [28, 29]. Dengan demikian, Lipozyme TL IM paling mendukung untuk menghasilkan FAME pada 40 ° C terlepas dari sumber minyak dan aseptor asil [30].

2.5 MEKANISME KERJA ENZIM

  Mekanisme kerja enzim terdiri dari tahap-tahap yang ditunjukkan pada

gambar 2.2 :Gambar 2.2. Mekanisme Produksi Enzimatik FAME [31] Mekanisme alkoholisis katalis esterase terdiri dari langkah-langkah berikut seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2: (a)

  Penambahan nukleofilik untuk membentuk enzim-substrat yang kompleks, di mana Nukleofil adalah oksigen dalam kelompok O-H pada enzim. (b)

  Proton ditransfer dari asam konjugat dari amina ke atom oksigen alkil substrat, dan bagian gliserol terbentuk. Jika triasilgliserida yang merupakan substrat awal, maka yang akan terbentuk adalah diasilgliserida, sedangkan jika diasilgliserida adalah substrat, maka akan membentuk monoasilgliserida dan sebagainya. (c)

  Atom oksigen dari molekul metanol ditambahkan ke atom karbon dari CO dari asil enzim menengah untuk membentuk enzim-alkohol kompleks yang terasilasi. (d)

  Atom oksigen enzim kompleks tersebut tereliminasi dan proton ditransfer dari asam konjugat dari amina, menghasilkan metil ester asam lemak, yaitu, biodiesel. Langkah-langkah ini merupakan mekanisme Ping-Pong Bi Bi, yang sependapat dengan sebagian besar studi kinetik sebelumnya pada reaksi esterifikasi katalis lipase asam lemak rantai panjang [31].

  Mekanisme Ping Pong Bi-Bi

  Gambaran tentang kinetika enzim sederhana terdiri dari satu langkah reaksi. Namun, sebagian besar reaksi enzimatik lebih rumit, seperti halnya reaksi dalam produksi biodiesel. Reaksi-reaksi ini meliputi pengikatan substrat kedua untuk enzim serta beberapa langkah dalam mekanisme. Hal ini disebut sebagai mekanisme ping pong bi-bi dan digambarkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Mekanisme ping pong bi-bi [32]Gambar 2.3 menjelaskan reaksi transfer kelompok di mana satu atau lebih produk yang dibebaskan sebelum semua substrat ditambahkan di mana E=enzim, A=substrat pertama, P=produk pertama, F=enzim yang stabil, B=substrat kedua, Q=produk kedua [32].

  Dalam jenis reaksi, satu atau lebih produk dibebaskan sebelum semua substrat terikat. Sekelompok fungsional substrat pertama A terikat ke enzim untuk menghasilkan produk pertama P dan enzim kompleks yang stabil terikat erat dengan kelompok fungsional. Pada tahap kedua reaksi, kelompok fungsional dipindahkan dari enzim oleh kedua substrat B untuk menghasilkan produk kedua Q sehingga melepaskan bentuk asli dari enzim [32].

2.6 POTENSI EKONOMI

  Indonesia merupakan salah satu produsen CPO terbesar di dunia dengan kapasitas produksi terakhir tahun 2014 sebesar 28 juta ton. Produksi CPO di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. CPO memiliki potensi yang cukup besar untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Karena memiliki potensi yang cukup besar, CPO diharapkan dapat menjadi sumber bahan baku utama untuk pembuatan biodiesel guna mencukupi kebutuhan bahan bakar dalam negeri yang semakin tinggi. Adapun peluang untuk mengembangkan potensi biodiesel sendiri di Indonesia cukup besar terutama untuk substitusi minyak solar mengingat saat ini penggunaan minyak solar mencapai sekitar 40% dari total penggunaan BBM untuk sektor transportasi. Sementara penggunaan solar pada industri dan PLTD adalah sebesar 74% dari total penggunaan BBM pada kedua sektor tersebut.

  Untuk itu, perlu dilakukan kajian potensi ekonomi biodiesel dari CPO. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara sederhana. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan dalam produksi dan harga jual biodiesel. Dalam hal ini, harga biodiesel mengacu pada harga komersial CPO dan biodiesel. Harga CPO = Rp 7500/ liter [33] Harga Biodiesel = Rp 8400/ liter [33]

  Dapat dilihat bahwa, harga jual CPO sebagai bahan baku hampir sama dengan harga jual biodiesel sebagai produk dimana biaya produksi belum termasuk dalam perhitungan. Tentu hal ini tidak membawa nilai ekonomis dalam pembuatan biodiesel dari CPO. Namun, adanya kebijakan dari pemerintah mengenai penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar yaitu pemberlakuan Peraturan Menteri ESDM Nomor 25/2013 sejak Agustus 2013 dimana memberikan dampak yang signifikan terhadap konsumsi biodiesel dalam negeri.

  Kementerian ESDM mengungkapkan bahwa konsumsi biodiesel dalam negeri meningkat hingga 101%. Pada Agustus 2013 lalu, konsumsi nabati (fatty acid

  

methyl ester/ FAME) yang dicampurkan ke dalam solar sehingga menjadi

  biodiesel, masih 57.871 kiloliter. Sementara itu, bulan Oktober 2013 ini konsumsi telah mencapai 116.261 kiloliter.Mulai September 2013, perusahaan di sektor transportasi, industri, komersial, dan pembangkit listrik diwajibkan memakai FAME (fatty acid methyl ester) minimal 10% dalam campuran solar. Hal ini sesuai yang tercantum dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 25/2013 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain. Biodiesel yang digunakan dalam campuran solar juga diwajibkan merupakan produk lokal, bukan produk impor.

  Dengan adanya kebijakan pemerintah yang ditetapkan oleh peraturan menteri ESDM, penetapan harga jual biodiesel sendiri bisa fleksibel mengikuti harga bahan baku serta biaya produksi saat ini yang ditutupi dengan subsidi, sehingga produksi biodiesel menggunakan bahan baku CPO dapat tetap menguntungkan dan berpotensi untuk menjadi industri yang berkembang ke depannya menjadikan Indonesia sebagai penghasil terbesar biodiesel dan pelaku ekspor biodiesel di dunia.

Dokumen yang terkait

2.1 Pemasaran 2.1.1 Defenisi Pemasaran - Pengaruh Diferensiasi Produk Teh Botol Sosro Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen di Swalayan Diamond Medan

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Diferensiasi Produk Teh Botol Sosro Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen di Swalayan Diamond Medan

0 0 9

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Sinar-X - Analisis Pengukuran Linieritas Keluaran Pada Pesawat Sinar-X Radiografi Umum Di RSUD Langsa

0 1 17

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Matriks 2.1.1 Definisi - Analisis Heteroskedastisitas Pada Regresi Linier Berganda Dan Cara Mengatasinya

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Malaria - Kondisi Fisik Rumah Dan Lingkungan Sekitar Penderita Malaria di Desa Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiran Kabupaten Batu Bara Tahun 2012

0 0 33

Implementasi SMS Gateway untuk Informasi Absensi Siswa dan Pengajar (Studi Kasus: Absensi Siswa dan Pengajar di SD Swasta Adhyaksa Medan)

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Tanjung 2.1.1 Morfologi Tumbuhan Tanjung - Uji Sitotoksik Ekstrak Etanol Kulit Batang Tanjung (Mimusopsi cortex) Terhadap Sel T47D

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Struktur Modal - Pengujian Peckingorder Theory Dalam Pembentukan Struktur Modal Pada Perusahaan Consumer Goods Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2013

0 0 16

EVALUASI TUJUAN AUTOMASI PERPUSTAKAAN PADA KANTOR KEARSIPAN PERPUSTAKAAN DAN DOKUMENTASI KABUPATEN KARO SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Studi untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Dalam bidang studi Ilmu Perpust

0 0 13

Reaksi Transesterifikasi Degummed Palm Oil(DPO) untuk Menghasilkan Biodiesel Sawit Menggunakan Lipozyme TL IM sebagai Biokatalis

0 1 6