BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Evaluasi Kinerja Penyaluran Air Di Daerah Irigasi Batang Gadis Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Hidrologi Siklus hidrologi merupakan rangkaian proses berpindahnya air permukaan bumi dari suatu tempat ke tempat lainnya hingga kembali ke tempat asalnya. Air naik ke udara dari permukaan laut atau dari daratan melalui evaporasi. Air di

  atmosfer dalam bentuk uap air atau awan bergerak dalam massa yang besar di atas benua dan dipanaskan oleh radiasi tanah. Panas membuat uap air lebih naik lagi sehingga cukup tinggi dan dingin untuk terjadi kondensasi. Uap air berubah jadi embun dan seterusnya jadi hujan atau salju. Curahan (precipitation) turun ke bawah, ke daratan atau langsung ke laut. Air yang tiba di daratan kemudian mengalir di atas permukaan sebagai sungai, terus kembali ke laut.

  Sebagian dari air hujan yang turun dari awan menguap sebelum tiba di permukaan bumi, sebagian lagi jatuh di atas daun tumbuh-tumbuhan (intercception) dan menguap dari permukaan daun-daun. Air yang tiba di tanah dapat mengalir terus ke laut, namun ada juga yang meresap dulu ke dalam tanah (infiltration) dan sampai ke lapisan batuan sebagai air tanah. Sebagian dari air tanah dihisap oleh tumbuh-tumbuhan melalui daun-daunan lalu menguapkan airnya ke udara (transpiration). Air yang mengalir di atas permukaan menuju sungai kemungkinan tertahan di kolam, selokan, dan sebagainya (surface

  ), ada juga yang sementara tersimpan di danau, tetapi kemudian

  detention

  menguap atau sebaliknya, sebagian air mengalir di atas permukaan tanah melalui dasar danau dan bergabung di dalam tanah sebagai air tanah yang pada akhirnya ke luar sebagai mata air. Siklus hidrologi dibedakan ke dalam tiga jenis yaitu:

  1. Siklus Pendek : Air laut menguap kemudian melalui proses kondensasi berubah menjadi butir-butir air yang halus atau awan dan selanjutnya hujan langsung jatuh ke laut dan akan kembali berulang.

  2. Siklus Sedang : Air laut menguap lalu dibawa oleh angin menuju daratan dan melalui proses kondensasi berubah menjadi awan lalu jatuh sebagai hujan di daratan dan selanjutnya meresap ke dalam tanah lalu kembali ke laut melalui sungai-sungai atau saluran-saluran air.

  3. Siklus Panjang : Air laut menguap, setelah menjadi awan melalui proses kondensasi, lalu terbawa oleh angin ke tempat yang lebih tinggi di daratan dan terjadilah hujan salju atau es di pegunungan-pegunungan yang tinggi. Bongkah-bongkah es mengendap di puncak gunung dan karena gaya beratnya meluncur ke tempat yang lebih rendah, mencair terbentuk gletser lalu mengalir melalui sungai-sungai kembali ke laut.

2.2. Daerah Aliran Sungai

  Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan suatu kesatuan dengan sungai dan anak

  • – anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas didarat merupakan pemisah topografi dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktifitas daratan.

  Air pada DAS merupakan aliran air yang mengalami siklus hidrologi permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang tidak pernah berhenti tersebut, air tersebut akan tertahan sementara di fungsi hulu, tengah dan hilir yaitu: (KP Irigasi 01, 2010) 1.

  Bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelolah untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air, dan curah hujan.

  2. Bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelolah untuk memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengolahan sungai, waduk, dan danau.

  3. Bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelolah untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengolahan air limbah.

  Bentuk daerah aliran sungai terbagi atas tiga jenis, yaitu: (Suripin, 2005) 1. Daerah aliran sungai (DAS) dengan pola bulu burung, di daerah aliran sungai ini selain terdapat sungai utama, tidak jauh dari sungai utama tersebut, di sebelah kirinya dan kanan terdapat pola-pola sungai kecil atau anak-anak sungai.

  2. Daerah aliran sungai (DAS) dengan pola radial atau melebar, di daerah aliran sungai ini pun terdapat sungai utama (besar dengan beberapa anak sungainya), hanya anak-anak sungainya melingkar dan akan bertemu pada satu titik daerah.

  3. Daerah aliran sungai (DAS) dengan pola paralel atau sejajar, daerah aliran sungai ini memiliki 2 jalur daerah aliran, yang memang paralel, yang di bagian hilir keduanya bersatu membentuk sungai besar.

2.3.Jaringan Irigasi

  Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan untuk pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan penggunaannya.

  Secara hirarki jaringan irigasi dibagi menjadi jaringan utama dan jaringan tersier. Jaringan utama meliputi bangunan, saluran primer dan saluran sekunder.Sedangkan jaringan tersier terdiri dari bangunan dan saluran yang berada dalam petak tersier. Suatu kesatuan wilayah yang mendapatkan air dari suatu jarigan irigasi disebut dengan daerah irigasi.

2.3.1. Klasifikasi Jaringan Irigasi

  Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran, serta kelengkapan fasilitas, 1.

  Jaringan irigasi sederhana.

  2. Jaringan irigasi semi teknis.

  3. Jaringan irigasi teknis.

  Klasifikasi Jaringan Irigasi dapat dilihat pada tabel 2.1

  Tabel 2. 1. Klasifikasi Jaringan Irigasi Klasifikasi Jaringan Irigasi

  Teknis Semi Teknis Sederhana Bangunan Utama Bangunan Bangunan Permanen Bangunan

  Permanen atau semi Permanen Sementara Kemampuan Baik Sedang Tidak mampu dalam mengukur mengatur/mengukur dan mengatur debit Jaringan saluran Saluran Saluran pemberi dan Saluran pemberi dan pemberi dan pembuang tidak pembuang menjadi pembuang sepenuhnya terpisah satu terpisah

  Petak tersier Dikembangk Belumdikembangkan Belum ada jaringan an dentitas bangunan terpisah yang sepenuhnya tersier jarang dikembangkan

  Efisiensi secara 50-60% 40-50% <40% keseluruhan Ukuran Tak ada <2000 hektar <500 hektar batasan

  Sumber :Standar Perencanaan Irigasi KP-01

2.3.1.1. Jaringan Irigasi Sederhana

  Jaringan irigasi sederhana biasanya diusahakan secara mandiri oleh suatu mengukur dan mengatur masih sangat terbatas. Ketersediaan air biasanya melimpah dan mempunyai kemiringan yang sedang sampai curam, sehingga mudah untuk mengalirkan dan membagi air. Jaringan irigasi sederhana mudah diorganisasikan karena menyangkutpemakai air dari latar belakang sosial yang sama namun jaringan ini masih memiliki beberapa kelemahan antara lain:

  1. Terjadi pemborosan air karena banyak air yang terbuang.

  2. Air yang terbuang tidak selalu mencapai lahan di sebelah bawah yang lebih subur.

  3. Bangunan penyadap bersifat sementara, sehingga tidak mampu bertahan lama. Ilustrasi jaringan irigasi sederhana dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Skematis Contoh Jaringan Irigasi Sederhana

2.3.1.2. Jaringan Irigasi Semi Teknis

  Jaringan irigasi semi teknis memiliki bangunan sadap yang permanen atau bangunan pengambil dan pengukur. Jaringan saluran sudah terdapat beberapa bangunan permanen, namun sistem pembagiannya belum sepenuhnya mampu mengatur dan mengukur. Karena belum mampu mengatur dan mengukur dengan baik, sistem pengorganisasian biasanya lebih rumit. Ilustrasi jaringan irigasi semi teknis sebagai bentuk pengembangan dari jaringan irigasi sederhana dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Skematis Contoh Jaringan Irigasi Semi Teknis

2.3.1.3 Jaringan Irigasi Teknis Jaringan irigasi teknis mempunyai bangunan sadap yang permanen.

  itu terdapat pemisahan antara saluran pemberi dan pembuang. Pengaturan dan pengukuran dilakukan dari bangunan penyadap sampai ke petak tersier.

  Untuk memudahkan sistem pelayanan irigasi kepada lahan pertanian, disusun suatu organisasi petak yang terdiri dari petak primer, petak sekunder, petak tersier, petak kuarter dan petak sawah sebagai satuan terkecil. Gambar 2.3. memberikan ilustrasi jaringan irigasi teknis sebagai pengembangan dari jaringan irigasi semi teknis.

Gambar 2.3. Skematis Contoh Jaringan Irigasi Teknis

  2.3.2. Petak Tersier

  Petak tersier terdiri dari beberapa petak kuarter masing-masing seluas perneliharaan di petak tersier menjadi tanggung jawab para petani yang mempunyai lahan di petak yang bersangkutan dibawah bimbing pemerintah. Petak tersier sebaiknya mempunyai batas--batas yang jelas, misalnya jalan, parit, batas desa dan batas-batas lainnya. Ukuran petak tersier berpengaruh terhadap efisiensi pemberian air. Beberapa faktor lainnya yang berpengaruh dalam penentuan luas petak tersier antara lain jumlah petani, topografi dan jenis tanaman. Apabila kondisi topografi memungkinkan, petak tersier sebaiknya berbentuk bujur sangkar atau segi empat. Hal ini akan memudahkan dalam pengaturan tata letak dan pembagian air yang efisien.

  Petak tersier sebaiknya berbatasan langsung dengan saluran sekunder atau saluran primer. Sedapat mungkin dihindari petak tersier yang terletak tidak secara langsung di sepanjang jaringan saluran irigasi utama, karena akan memerlukan saluran muka tersier yang mebatasi petak-petak tersier lainnya.

  2.3.3. Petak Sekunder

  Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder. Batas-batas petak sekunder pada urnumnya berupa tanda topografi yang jelas misalnya saluran drainase. Luas petak sukunder dapat berbeda-beda tergantung pada kondisi topografi daerah yang bersangkutan.

  Saluran sekunder pada umumnya terletak pada punggung mengairi daerah di sisi kanan dan kiri saluran tersebut sampai saluran drainase yang tinggi yang mengairi lereng lereng medan yang lebih rendah.

2.3.4. Petak Primer

  Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil langsung airdari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil air langsung dari bangunan penyadap. Daerah di sepanjang saluran primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan cara menyadap air dari saluran sekunder. Apabila saluran primer melewati sepanjang garis tinggi daerah saluran primer yang berdekatan harus dilayani langsung dari saluran primer.

2.4. Bangunan irigasi

  Keberadaan bangunan ingasi diperlukan untuk menunjang pengambilan dan pengaturan air irigasi Beberapa jenis bangunan irigasi yang sering dijumpai dalam praktek irigasi antara lain:(KP Irigasi 01, 2010) 1.

  Bangunan utama 2. Bangunan pembawa 3. Bangunan bagi dan sadap 4. Bangunan pengatur muka air 5. Bangunan pernbuangdan penguras

2.4.1. Bangunan Utama

  Bangunan utama dimaksudkan sebagai penyadap dari suatu sumber air airnya, bangunan utama dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu:(KP Irigasi 01, 2010) 1.

  Bendung 2. Pengambilan bebas 3. Pengambilan dari waduk 4. Stasiun pompa.

2.4.1.1. Bendung

  Bendung adalah adalah bangunan air dengan kelengkapannya yang dibangun melintang dengan sungai yang sengaja dibuat dengan maksud untuk meninggikan elevasi muka air sungai. Apabila muka air di bendung mencapai elevasi tertentu yang dibutuhkan, maka air sungai dapat disadap dan dialirkan secara gravitasi ke tempat-ternpat yang mernerlukannya. Terdapat beberapa jenis bendung, diantaranya adalah:(KP Irigasi 01, 2010)

1. Bendung tetap (weir) 2.

  Bendung gerak (barrage) 3. Bendung karet (inflamble weir).

  Pada bangunan bendung biasanya dilengkapi dengan bangunan pengelak, peredam energi, bangunan pengambilan, bangunan pembilas , kantong lumpur dan tanggul banjir.

  2.4.1.2. Pengambilan Bebas

  Pengambilan bebas adalah bangunan yang dibuat ditepi sungai menyadap bendung adalah pada bangunan pengambilan bebas tidak dilakukan pengaturan tinggi muka air di sungai. Untuk dapat mengalirkan air secara, gravitasi muka air di sungai harus lebih tinggi dari daerah irigasi yang dilayani.

  2.4.1.3. Pengambilan dari Waduk

  Salah satu fungsi waduk adalah menampung air pada saat terjadi kelebihan air dan mengalirkannya pada saat diperlukan. Dilihat dari kegunaannya, waduk dapat bersifat multi guna. Pada urnumnya waduk dibangun memiliki banyak kegunaan seperti untuk irigasi, pernbangkit listrik, peredam banjir, pariwisata, dan perikanan. Apabila salah satu kegunaan waduk untuk irigasi, maka pada bangunan outlet dilengkapi dengan bangunan sadap untuk irigasi. Alokasi pemberian air sebagai fungsi luas daerah irigasi yang dilayani serta karakteristik waduk.

  2.4.1.4. Stasiun Pompa

  Bangunan pengambilan air dengan pompa menjadi pilihan apabila upaya- upaya penyadapan air secara gravitasi tidak memungkinkan untuk dilakukan, baik dari segi teknik maupun ekonomis. Salah satu karakteristik pengambilan irigasi dengan pompa adalah investasi awal yang tidak begitu besar namun biaya operasi dan eksploitasi yang sangat besar.

2.4.2. Bangunan Pembawa

  Bangunan pernbawa mempunyai fungsi mernbawa/mengalirkan air dari saluran sekunder, saluran tersier dan saluran kwarter. Termasuk dalam bangunan pernbawa adalah talang, gorong-gorong, siphon, tedunan dan got miring. Saluran primer biasanya dinamakan sesuai dengan daerah irigasi yang dilayaninya.

  Sedangkan saluran sekunder sering dinamakan sesuai dengan nama desa yang terletak pada petak sekunder tersebut.Berikut ini penjelasan berbagai saluran yang ada dalam suatu sistern irigasi yaitu: (KP Irigasi 01, 2010) 1.

  Saluran primer membawa air dari bangunan sadap menuju saluran sekunder dan ke petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada bangunan bagi yang terakhir.

  2. Saluran sekunder membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran primer menuju petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan sadap terakhir.

  3. Saluran tersier membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran sekunder menuju petak-petak kuarter yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan boks tersier terkahir.

  4. Saluran kuarter mernbawa air dari bangunan yang menyadap dari boks tersier menuju petak-petak sawah yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan boks kuarter terkahir.

2.4.3. Bangunan Bagi dan Sadap

  Bangunan bagi merupakan bangunan yang terletak pada saluran primer, yang bersangkutan. Khusus untuk saluran tersier dan kuarter bangunan bagi ini masing masing disebut boks tersier dan boks kuarter. Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder menuju saluran tersier penerima. Dalam rangka penghematan bangunan bagi dan sadap dapat digabung menjadi satu rangkaian bangunan.Bangunan bagi pada saluran-saluran besar pada umumnya mempunyai 3 (tiga) bagian utama, yaitu:(KP Irigasi 01, 2010) 1.

  Alat pembendung, bermaksud untuk mengatur elevasi muka air sesuai dengan tinggi pelayanan yang direncanakan.

  2. Perlengkapan jalan air melintasi tanggul, jalan atau bangunan lain menuju saluran cabang. Konstruksinya dapat berupa saluran terbuka ataupun gorong- gorong.Bangunan ini dilengkapi dengan pintu pengatur agar debit yang masuk saluran dapat diatur.

3. Bangunan ukur debit, yaitu suatu bangunan yang dimaksudkan untuk mengukur besarnya debit yang mengalir.

2.4.4. Bangunan Pengatur dan Pengukur

  Agar pemberian air irigasi sesuai dengan yang direncanakan, perlu dilakukan pengaturan dan pengukuran aliran di bangunan sadap (awal saluran primer), cabang saluran jaringan primer serta bangunan sadap primer dan sekunder. Bangunan pengatur muka air dimaksudkan untuk dapat mengatur muka air sampai batas-batas yang diperlukan untuk dapat memberikan debit yang dimaksudkan untuk dapat memberi informasi mengenai besar aliran yang dialirkan. Kadangkala, bangunan pengukur dapat juga berfungsi sebagai bangunan

Tabel 2.2. Contoh Bangunan Pengukur Debit Tipe Alat Ukur Mengukur Dengan Kemampuan Mengatur

  Ambang Lebar Aliran atas Tidak Parshal Flume Aliran atas Tidak

  Cipoletti Aliran atas Tidak Romijn Aliran atas Ya

  Crump de Gruyter Aliran bawah Ya Constant Head Orifice Aliran bawah Ya

  Bangunan Sadap Pipa Sederhana Aliran bawah Ya

  Sumber :Standar Perencanaan Irigasi KP-01 2.4.5.

   Bangunan Drainase

  Bangunan drainase dimaksudkan untuk membuang kelebihan air di petak sawah maupun saluran. Kelebihan air di petak sawah dibuang melalui saluran pernbuang, sedangkan kelebihan air disaluran dibuang melalui bengunan pelimpah. Terdapat beberapa jenis saluran pembuang, yaitu saluran pembuang kuerter, saluran pernbuang tersier, saluran pernbuang sekunder dan saluran pernbuang primer. Jaringan pembuang tersier dimaksudkan untuk :

  1. Mengeringkan sawah.

  2. Mernbuang kelebihan air hujan.

  Saluran pernbuang kuarter menampung air langsung dari sawah di daerah atasnya ataudari saluran pernbuang di daerah bawah. Saluran pernbuang tersier primer menampung dari saluran pernbuang tersier dan membawanya untuk dialirkan kernbali ke sungai.

2.4.6. Bangunan Pelengkap

  Sebagaimana namanya, bangunan pelengkap berfungsi sebagai pelengkap bangunan-bangunan irigasi yang telah disebutkan sebelumnya. Bangunan pelengkap berfungsi sebagai untuk memperlancar para petugas dalam eksploitasi dan pemeliharaan. Bangunan pelengkap dapat juga dimanfaatkan untuk pelayanan umum. Jenis-jenis bangunan pelengkap antara lain jalan inspeksi, tanggul, jernbatan penyebrangan, tangga mandi manusia, sarana mandi hewan, serta bangunan lainnya.

2.5. Analisa Hidrologi 2.5.1. Curah Hujan Regional

  Curah hujan wilayah yang terdapat pada suatu daerah aliran sungai (DAS) sangat diperlukan untuk mengetahui mengenai informasi tentang pengaturan air irigasi, mengetahui neraca air dalam suatu lahan dan untuk mengetahui besarnya aliran permukaan (run off).

  Curah hujan regional di dapat melalui penakaran curah hujan yang terdapat pada setiap wilayah/daerah. Semakin banyak penakar dipasang di lapangan CH yang terjadi di daerah tersebut. Disamping itu juga diketahui variasi CH di suatu titik pengamatan. Ada tiga cara untuk menghitung hujan rata-rata daearah

1. Metode Arithmetic Mean

  Metode ini adalah metode yang paling sederhana untuk menghitung hujan rerata pada suatu daerah. Pengukuran yang dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu yang bersamaan dijumlahkan dan kemudian dibagi dengan jumlah stasiun. Stasiun hujan yang digunakan dalam hitungan biasanya adalah berada di dalam DAS, tetapi stasiun di luar DAS yang masih berdekatan juga bisa diperhitungkan.

  Metode rerata aljabar memberikan hasil yang baik apabila a.

  Stasiun hujan tersebut tersebar secara merata di DAS b. Distribusi hujan relatif merata pada seluruh DAS

  Persamaan rerata aljabar

1 R

  = n (R

  

1 + R

2 + ...+ R n ) 2-1 R

  di mana = area rainfall (mm), n = jumlah stasiun pengamat dan R 1 , R

  2 , ... , R n = point rainfall stasiun ke-i (mm).

2. Metode Thiessen

  Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang mewakili luasan disekitarnya. Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap bahwa hujan adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun yang terdekat, sehingga hujan yang tercatat pada suatu stasiun mewakili luasan tersebut. Metode ini digunakan apabila penyebaran stasiun hujan didaerah yang ditinjau tidak merata. Hitungan curah hujan rerata dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari tiap a.

  Stasiun pencatat hujan digambarkan pada peta DAS yang ditinjau termasuk stasiun hujan diluar DAS yang berdekatan.

  b.

  Stasiun-stasiun tersebut dihubungkan dengan garis lurus (garis terputus) sehingga membentuk segitiga-segitiga, yang sebaiknya mempunyai sisi dengan panjang yang kira-kira sama.

  c.

  Dibuat garis berat pada sisi-sisi segitiga.

  d.

  Garis-garis berat tersebut membentuk poligon yang mengelilingi tiap stasiun.

  Tiap stasiun mewakili luasan yang dibentuk oleh poligon. Untuk stasiun yang berada didekat batas DAS, garis batas DAS membentuk batas tertutup dari poligon.

  e.

  Luas tiap poligon di ukur dan kemudian dikalikan dengan kedalaman hujan di stasiun yang berada didalam poligon.

  f.

  Jumlah dari hitungan pada butir e untuk semua stasiun dibagi dengan luas daerah yang ditinjau menghasilkan hujan rerata daerah tersebut yang dalam bentuk matematik mempunyai bentuk berikut ini :

  P =

  1 1+ 2 2+ 3 3+⋯+ 1+ 2+ 3+⋯+

  2-2 di mana P= curah hujan wilayah, P1,P2,..Pn =hujan di stasiun 1,2,3...n dan A1,A2,...An = luas daerah yang mewakilistasiun 1,2,3....n

3. Metode Isohyet

  Jumlah dari hitungan pada butir d untuk seluruh garis isohyet dibagi dengan luas daerah yang ditinjau menghasilkan kedalaman hujan rerata daerah tersebut. Secara matematis hujan rerata tersebut dapat ditulis.

  2-3 di mana P = curah hujan wilayah, I1,I2,...In= garis isohyet ke 1,2, dan 3 dan A1,A2,...An= luas daerah yang dibatasi oleh garis isohyet ke1,2 dan 3.

  2 1+ 2+⋯+

  2

  2+ 3

  2

  1 1+ 2

  P =

  e.

  

Isohyet adalah garis yang menghubungkan titik-titik dengan kedalaman hujan

  Diukur luas daerah antara dua isohyet yang berurutan dan kemudian dikalikan dengan nilai rata-rata dari nilai kedua garis isohyet.

  d.

  Dibuat kurva yang meenghubungkan titik-titik interpolasi yang mempunyai kedalaman hujan yang sama. Ketelitian tergantungpada pembuatan garis isohyet dan intervalnya.

  c.

  Dari kedua nilai kedalaman hujan di stasiun yang berdampingan dibuat interpolasi dengan pertambahan nilai yang ditetapkan.

  b.

  Lokasi stasiun hujan dan kedalaman hujan digambarkan pada peta daerah yang ditinjau.

  antara dua garis isohyet adalah merata dan sama dengan nilai rerata dari kedua garis isohyet tersebut. Pembuatan garis isohyet dilakukan dengan prosedur berikut ini : a.

  • 2
  • ⋯+
  • 1

2.5.2. Kesetimbangan Air

2.5.2.1.Metode F.J. Mock

  untuk menghitung debit bulanan rata-rata. Dengan metode ini, besarnya aliran dari data curah hujan, karakteristik hidrologi daerah pengaliran dan evapotranspirasi dapat dihitung. Pada dasarnya metode ini adalah hujan yang jatuh pada catchment area sebagian akan hilang sebagai evapotranspirasi, sebagian akan langsung menjadi aliran permukaan (direct run off) dan sebagian lagi akan masuk kedalam tanah (infiltrasi), di mana infiltrasi pertama-tama akan menjenuhkan top soil, kemudian menjadi perkolasi membentuk air bawah tanah (ground water) yang nantinya akan keluar ke sungai sebagai aliran dasar (base flow). Prinsip Metode F.J.Mock adalah : 1.

  Memperhitungkan volume air yang masuk (hujan), keluar (infiltrasi, perkolasi, dan evapotranspirasi) dan yang disimpan dalam tanah (soil storage).

2. Dalam sistem mengacu pada waterbalance, volume air total yang berada di bumi tetap, hanya sirkulasi dan distribusi yang bervariasi.

  Adapun ketentuan dari metode ini adalah sebagai berikut : 1.

  Data meteorologi Data meterologi yang digunakan mencakup : a.

  Data presipitasi dalam hal ini adalah curah hujan bulanan dan data curah hujan harian.

  b.

  Data klimatologi berupa data kecepatan angin, kelembapan udara, evapotranspirasi potensial (Eto) yang dihitung berdasarkan metode “Penman Modifikasi“

  Evapotranspirasi aktual ( Ea) Penentuan harga evapotranspirasi aktual ditentuakan berdasarkan persamaan :

  E = Eto x d/30 x m 2-4 E = Eto x (m / 20) x (18-n) 2-5

  Ea = Eto

  • – E 2-6 di manaEa= evapotranspirasi aktual (mm), Eto =evapotranspirasi potensial (mm), d= 27
  • – (3/2) x n, n= jumlah hari hujan dalam sebulan dan m=Perbandingan permukaan tanah tanah yang tidak tertutup dengan tumbuh- tumbuhan penahan hujan koefisien yang tergantung jenis areal dan musiman dalam %.

3. Keseimbangan air dipermukaan tanah (ΔS) a.

  Air hujan yang mencapai permukaan tanah dapat dirumuskan sebagai berikut: ΔS = R – Ea

  2- 7 di mana ΔS = keseimbangan air dipermukaan tanah, R= hujan bulanan dan Ea= evapotranspirasi aktual.

  Bila harga positif (R>Ea) maka air akan masuk ke dalam tanah bila kapasitas kelembapan tanah belum terpenuhi. Sebaliknya bila kondisi kelembapan tanah sudah tercapai maka akan terjadi limpasan permukaan (surface runoff).

  Bila harga tanah ΔS negatif (R>Ea), air hujan tidak dapat masuk kedalam tanah (infiltrasi) tetapi air tanah akan keluar dan tanah akan b.

  Perubahan kandungan air tanah (soil storage) tergantung dari harga ΔS.

  Bila ΔS negatif maka kapasitas kelembapan tanah akan kekurangan dan bila harga

  ΔS positif akan menambah kekurangan kapasitas kelembapan tanah bulan sebelumnya.

  c.

  Kapasitas kelembapan tanah (soil moisture capacity). Didalam memperkirakan kapasitas kelembapan tanah awal diperlukan pada saat dimulainya perhitungan dan besarnya tergantung dari kondisi porositas lapisan tanah atas dari daerah pengaliran. Biasanya diambil 50 s/d 250

  3

  mm, yaitu kapasitas kandungan air didalam tanah per m . Semakin besar porositas tanah maka kelembapan tanah akan besar pula.

  d.

  Kelebihan Air (water surplus) e. Besarnya air lebih dapat mengikuti formula sbb :

  2- 8 WS = ΔS - Tampungan tanah di manaWS = water surplus, S= R-Ea dan tampungan tanah = perbedaan kelembapan tanah.

4. Limpasan dan penyimpanan air tanah (Run off dan Ground Water storage).

  a.

  Infiltrasi (i) Infiltrasi ditaksir berdasarkan kondisi porositas tanah dan kemiringan daerah pengaliran. Daya infiltrasi ditentukan oleh permukaan lapisan atas dari tanah. Misalnya kerikil mempuyai daya infiltrasi yang lebih tinggi dimana air sangat cepat menipis diatas permukaan tanah sehingga air tidak dapat sempat berinfltrasi yang menyebabkan daya infiltrasi lebih kecil. i = Koefisien Infiltrasi x WS 2-9 di manai = infiltrasi (koefisien infiltrasi, (i) = 0 s/d 1,0 ) dan WS= kelebihan air.

  b.

  Penyimpanan air tanah (ground water storage).

  Pada permulaan perhitungan yang telah ditentukan penyimpanan air awal yang besarnya tergantung dari kondisi geologi setempat dan waktu.

  Persamaan yang digunakan adalah: Vn = k. (V n-1 ) + ½ (1 + k ) i n 2-10

  3

  di manaVn= volume simpanan ait tanah periode n ( m ), V = volume

  n-1

  3

  simpanan air tanah periode n ), k= qt/qo = faktor resesi aliran air

  • – 1 (m tanah (catchmentare recessionfactor). Faktor resesi aliran tanah (k) berkisar antara 0 s/d 1, qt = aliran tanah pada waktu t (bulan ke t), qo= aliran tanah pada awal (bulan ke 0) dan i n = Infiltrasi bulan ke n (mm).

  Untuk mendapatkan perubahan volume aliran air dalam tanah mengikuti persamaan : 2- 11

  n n-1

  ΔVn = V – V c. Limpasan (Run off ) Air hujan atau presipitasi akan menempuh tiga jalur menuju kesungai.

  Satu bagian akan mengalir sebagai limpasan permukaan dan masuk kedalam tanah lalu mengalir ke kiri dan kananya membentuk aliran antara. lapisan air tanah. Aliran permukaan tanah serta aliran antara sering digabungkan sebagai limpasan langsung (direc runoff) Untuk memperoleh BF = I - 2-12

  (Δ Vn ) Dro = WS 2-13

  • – I Ron = BF +Dro 2-14

  3

  di manaBF= aliran dasar (m /dtk/km), I= infltrasi (mm), ΔVn= perubahan

  3

  volume aliran tanah (m ), Dro= limpasan langsung (mm), WS =

  3

  2 kelebihan air dan Ron= limpasan periode n (m /dtk/km ).

  d.

  Banyaknya air yang tersedia dari sumbernya.

  Persamaan yang digunakan adalah: Qn = Ron x A 2-15

  3

  di manaQn= banyaknya air yg tersedia dari sumbernya, periode n(m /dtk)

  2 dan A = luas daerah tangkapan (catchment area) km .

2.5.3. Debit

2.5.3.1. Debit air

  Debit adalah suatu koefisien yang menyatakan banyaknya air yang mengalir dari suatu sumber persatu-satuan waktu, biasanya diukur dalam satuan liter / detik. Pengukuran debit dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: 1.

  Pengukuran debit dengan bending.

2. Pengukuran debit berdasarkan kerapatan lautan obat.

  3. Pengukuran kecepatan aliran dan luas penampang melintang, dalam hal ini untuk mengukur kecepatan arus digunakan pelampung atau pengukur arus

4. Pengukuran dengan menggunakan alat-alat tertentu seperti pengukur arus magnetis, pengukur arus gelombang supersonis.

  Untuk memenuhi kebutuhan air pengairan irigasi bagi lahan-lahan pertanian, debit air di daerah bendung harus lebih cukup untuk disalurkan ke saluran-saluran (induk-sekunder-tersier) yang telah disiapkan di lahan-lahan pertanaman. Agar penyaluran air pengairan ke suatu areal lahan pertanaman dapat diatur dengan sebaik-baiknya (dalam arti tidak berlebihan atau agar dapat dimanfaatkan seefisien mungkin, dengan mengingat kepentingan areal lahan pertanaman lainnya) maka dalam pelaksanaanya perlu dilakukan pengukuran debit air. Dengan distribusi yang terkendali, dengan bantuan pengukuran-pengukuran tersebut, maka masalah kebutuhan air pengairan selalu dapat diatasi tanpa menimbulkan gejolak dimasyarakat petani pemakai air pengairan.

2.5.3.2. Pengukuran Debit

  Pengukuran global kecepatan aliran dilakukan dengan mengukur waktu pelampung melewati jarak yang terukur. Pelampung digunakan bila pengukuran dengan pengukur arus tidak dapat dilakukan karena sampah, ketidakmungkinan melintasi sungai, bila pengukuran membahayakan karena banjir yang sangat tinggi maupun pada kecepatan yang sangat rendah. Alat ukur arus adalah alat untuk mengukur kecepatan aliran. Apabila alat ini ditempatkan pada suatu titik ditentukan berdasarkan jumlah putaran dan waktu lamanya pengukuran. Apabila keadaan lapangan tidak memungkinkan untuk melakukan pengukuran dengan pelampung. Alat pelampung yang digunakan dapat mengapung seluruhnya atau sebagian melayang dalam air.

  Pengukuran debit aliran yang paling sederhana dapat dilakukan dengan metoda apung. Caranya dengan menempatkan benda yang tidak dapat tenggelam di permukaan aliran sungai untuk jarak tertentu dan mencatat waktu yang diperlukan oleh benda apung tersebut bergerak dari suatu titik pengamatan ke titik pengamatan lain yang telah ditentukan. Kecepatan aliran juga bisa diukur dengan menggunakan alat ukur current meter. Alat berbentuk propeler tersebutdihubungkan dengan kotak pencatat (alat monitor yang akan mencatat jumlah putaran selama propeler tersebut berada dalam air) kemudian dimasukkan ke dalam sungai yang akan diukur kecepatan alirannya. Bagian ekor alat tersebut menyerupai sirip dan akan berputar karena gerakan aliran sungai. Tiap putaran ekor tersebut akan mencatat oleh alat monitor, dan kecepatan aliran sungai akan ditentukan oleh jumlah putaran per detik untuk kemudian dihitung dengan menggunakan persamaan matematik yang khusus dibuat untuk alat tersebut untuk lama waktu pengukuran tertentu. Tabel 2.3 menjelaskan jenis-jenis alat pengukuran debit dan kemampuan mengaturnya.

Tabel 2.3 Jenis dan Alat Pengukur Debit Tipe Alat Ukur Mengukur Dengan Kemampuan Mengatur

  Ambang Lebar Aliran atas Tidak Parshal Flume Aliran atas Tidak

  Cipoletti Aliran atas Tidak Romijn Aliran atas Ya

  Crump de Gruyter Aliran bawah Ya Constant Head Orifice Aliran bawah Ya

  Bangunan Sadap Pipa Sederhana Aliran bawah Ya

  Sumber :Standar Perencanaan Irigasi KP-01 1.

  Debit secara Langsung ( debit sesaat) Dalam pengukuran debit air secara langsung digunakan beberapa alat pengukur yang langsung dapat menunjukkan ketersediaan air pengairan bagi penyaluran melalui jaringan-jaringan yang telah ada atau telah dibangun. Dalam hal ini berbagai alat pengukur yang telah biasa digunakan yaitu: a.

  Alat Ukur Pintu Romijn Ambang dari pintu Romijn dalam pelaksanaan pengukuran dapat dinaik turunkan, yaitu dengan bantuan alat pengangkat.

  b.

  Sekat Ukur Thompson Berbentuk segitiga sama kaki dengan sudut 90o dapat dipindah- pindahkan karena bentuknya sangat sederhana (potable), lazim digunakan untuk mengukur debit air yang relatif kecil. c.

  Alat Ukur Parshall Flume Alat ukur tipe ini ditentukan oleh lebar dari bagian penyempitan,yang menyempit (tenggorokan) dengan bagian dasar yang direndahkan.

  d.

  Bangunan Ukur Cipoletti Prinsip kerja bangunan ukur Cipoletti di saluran terbuka adalah menciptakan aliran kritis. Pada aliran kritis, energi spesifik pada nilai minimum sehingga ada hubungan tunggal antara head dengan debit. Dengan kata lain Q hanya merupakan fungsi H saja. Besarnya konstanta k dan n ditentukan dari turunan pertama persamaan energi pada penampang saluran yang bersangkutan. Pada praktikum ini besarnya konstanta k dan n ditentukan dengan membuat serangkaian hubungan H dengan Q yang apabila diplotkan pada grafik akan diperoleh garis hubungan H

  • – Q yang paling sesuai untuk masing – masing jenis bangunan ukur. Dalam pelaksanaan pengukuran-pengukuran debit air,secara langsung, dengan pintu ukur romijin,sekat ukur tipe cipoletti dan sekat ukur tipe Thompsonbiasanya lebih mudah karena untuk itu dapat memperhatikan daftar debit air yang tersedia.

2. Pengukuran debit air secara tidak langsung

  Pengukuran debit air dapat dilakukan dengan menggunakan pelampung, terdapat dua tipe pelampung yang digunakan yaitu pelampung permukaan dan pelampung tangkai.

  Tipe pelampung tangkai lebih teliti dibandingkan tipe pelampung permukaan. seragam, kondisi aliran seragam dengan pergolakannya seminim mungkin. Pengukuran dilakukan pada saat tidak ada angin. Pada bentang terpilih (jarak tersebut tidak boleh lebih dari 20 detik) paling sedikit lebih panjang dibanding lebar aliran. Kecepatan aliran permukaan ditentukan berdasarkan rata- rata yang diperlukan pelampung menempuh jarak tersebut. Sedang kecepatan rata-rata didekati dengan pengukuran kecepatanpermukaan dengan suatu koefisien yang besarnya tergantung dari perbandingan antara lebar dan kedalaman air. Dalam pelepasan pelampung harus diingat bahwa pada waktu pelepasannya, pelampung tidak stabil oleh karena itu perhitungan kecepatan tidak dapat dilakukan pada saat pelampung baru dilepaskan, keadaan stabil akan dicapai 5 detik sesudah pelepasannya. Pada keadaan pelampung stabil baru dapat dimulai pengukuran kecepatannya. Debit aliran diperhitungkan berdasarkan kecepatan rata-rata kali luas penampang. Pada pengukuran dengan pelampung, dibutuhkan paling sedikit 2 penampang melintang. Dari 2 pengukuran penampang melintang ini dicari penampang melintang rata-ratanya, dengan jangka garis tengah lebar permukaan air kedua penampang melintang yang diukur pada waktu bersama-sama disusun berimpitan, penampang lintang rata-rata didapat dengan menentukan titik

  • – titik pertengahan garis
  • – garis horizontal dan vertikal dari penampang itu, jika terdapat tiga penampang melintang, maka >– mula dibuat penampang melintang rata – rata antara penampang melintang rata
  • – rata yang diperoleh dari penampang lintang teratas dan terbawah. Debit aliran kecepatan
  • – rata: Q = C . Vp Ap 2-16
di manaQ = debit aliran, C = koefisien yang tergantung dari macam pelampung yang digunakan, Vp = kecepatan rata

  • – rata pelampung dan Ap = luas aliran rata – 3.

  Pengukuran dengan Current Meter Alat ini terdiri dari flow detecting unit dan counter unit. Aliran yang diterima detecting unit akan terbaca pada counter unit, yang terbaca pada counter unit dapat merupakan jumlah putaran dari propeller maupun langsung menunjukkan kecepatan aliran, aliran dihitung terlebih dahulu denganmemasukkan dalam rumus yang sudah dibuat oleh pembuat alat untuk tiap

  • – tiap propeller. Pada jenis yang menunjukkan langsung, kecepatan aliran yang sebenarnya diperoleh dengan mengalihkan factor koreksi yang dilengkapi pada masing-masing alat bersangkutan. Propeler pada detecting unit dapat berupa : mangkok, bilah dan sekrup. Bentuk dan ukuran propeler ini berkaitan dengan besar kecilnya aliran yang diukur. Debit aliran dihitung dari rumus :

  Q = V x A 2-17 di mana V = kecepatang aliran danA = luas penampang.

  Dengan demikian dalam pengukuran tersebut disamping harus mengukur kecepatan aliran, diukur pula luas penampangnya. Distribusi kecepatan untuk tiap bagian pada saluran tidak sama, distribusi kecepatan tergantung pada : a.

  Bentuk saluran b. Kekasaran saluran c. Kondisi kelurusan saluran

  Dalam penggunaan current meter pengetahuan mengenai distribusi yang dapat dianggap mewakili rata-rata kecepatan pada bidang tersebut. Dari hasil penelitian “United Stated Geological Survey” aliran air di saluran (stream) dan

  a.

  Kurva distribusi kecepatan pada penampang melintang berbentuk parabolic.

  b.

  Lokasi kecepatan maksimum berada antara 0,05 s/d 0,25 h kedalam air dihitung dari permukaan aliran.

  c.

  Kecepatan rata-rata berada ± 0,6 kedalaman dibawah permukaan air.

  d.

  Kecepatan rata-rata ± 85% kecepatan permukaan.

  e.

  Untuk memperoleh ketelitian yang lebih besar dilakukan pengukuran secara mendetail kearah vertical dengan menggunakan integrasi dari pengukuran tersebut dapat dihitung kecepatan rata-ratanya. Dalam pelaksanaan kecepatan rata-rata nya.

4. Menggunakan Persamaan Manning

  Rumus manning pada pengaliran disaluran terbuka dapat rumuskan dalam bentuk:

  2/3 1/2

  V = 1/n R I 2-18 di mana V = kecepatan aliran, n = koefisien kekasaran Manning, R = jari-jari hidrolik dan I = kemiringan dasar saluran.

  Berdasarkan pengukuran yang sesungguhnya dan pengalaman dengan jenis saluran yang berbeda, harga-harga n berikut ini umumkan disarankan untuk saluran bertepi kukuh (Tabel 2.4).

Tabel 2.4. Harga Koefisien Kekasaram Manning No Permukaan Harga n yang disarankan

  1 Kaca, plastik, kuningan 0,010

  2 Kayu 0,011-0,014

  3 Besi tuang 0,013

  4 Plesteran semen 0,011

  5 Pipa pembuangan 0,013

  6 Beton 0,012-0,017

  7 Pasangan batu 0,017-0,025

  8 Batu Pecah 0,035-0,040

  9 Batu bata 0,014

  Sumber :Standar Perencanaan Irigasi KP-01

2.5.3.3.Debit Andalan

  Debit andalan adalah besarnya debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan air dengan resiko yang telah diperhitungkan. Tujuan utama untuk mencari debit andalan adalah untuk menentukan debit perencanaan yang diharapkan selalu tersedia di sungai sepanjang tahun. Dalam penelitian ini debit andalan merupakan debit yang memiliki probabilitas 80%. Debit dengan probabilitas 80% adalah debit yang memiliki kemungkinan terlampaui sebesar 80% dari 100% kejadian. Jumlah kejadian yang dimaksud adalah jumlah data yang digunakan untuk menganalisis probabilitas tersebut. Jumlah data minimum yang diperlukan untuk analisis adalah lima tahun dan pada umumnya untuk memperoleh nilai yang baik data yang digunakan hendaknya berjumlah 10 tahun data. dalam perhitungan debit andalan digunakan metode Dr. F.J.Mock. Sebagai data masukan digunakan dari curah hujan di daerah aliran sungai, evapotraspirasi, vegetasi dan karakteristik geologi daerah aliran yang terdapat di Panyabungan.

2.6. Analisa Kebutuhan Air untuk Irigasi

  Analisis kebutuhan air irigasi merupakan salah satu tahap penting yang diperlukan dalam perencanaan dan pengelolaan sistern irigasi. Kebutuhan air tanaman didefinisikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman pada suatu periode untuk dapat tumbuh dan produksi secara normal. Kebutuhan air nyata untuk areal usaha pertanian meliputi evapotranspirasi (ET), sejumlah air yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara khusus seperti penyiapan lahan dan penggantian air, serta kehilangan selama pemakaian. Sehingga kebutuhan air dapat dirumuskan sebagai berikut: (Sudjarwadi, 1990)

  KAI = ET + KA + KK 2-19 di mana KAI = Kebutuhan Air Irigasi, ET = Evapotranspirasi, KA = Kehilangan air dan KK = Kebutuhan Khusus.

  Misalnya evapotranspirasi suatu tanaman pada suatu lahan tertentu pada suatu periode adalah 5 mm per hari, kehilangan air ke bawah (perkolasi) adalah 2 mm per hari dan kebutuhan khusus untuk penggantian lapis air adalah 3 mm per hari maka. kebutuhan air pada periode tersebut dapat dihitung sebagai berikut

  KAI = 10 mm perhari Untuk memenuhi kebutuhan air ingasi terdapat dua sumber utama. Yaitu lain yang dapat dimanfaatkan adalah kelengasan yang ada di daerah perakaran serta kontribusi air bawah permukaan. Pemberian Air Irigasi dapat dipandang sebagai kebutuhan air dikurangi hujan efektif dan sumbangan air tanah.

  PAI = KAI - HE 2-20

  • – KAT di mana PAI = Pemberian air irigasi, KAI = Kebutuhan air, HE = Hujan efektif dan KAT = Kontribusi air tanah

  Sebagai contoh misalnya kebutuhan air pada suatu periode telah dihitung sebesar 10 mm per hari, sumbangan hujan efektif pada periode tersebut juga telah dihitung sebesar 3 mm per hari dan kontribusi air tanah adalah 1 mm per ha, maka air yang perlu diberikan adalah:PAI = 10

  • – 3 -1 PAI = 6 mm per hari

2.7 Kebutuhan Air Padi di Sawah

  Analisis kebutuhan air untuk tanaman padi di sawah dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut ini :

1. Pengolahan lahan 2.

  Penggunaan konsumtif 3. Perkolasi 4. Penggantian lapisan air 5. Sumbangan. hujan efektif 6. Efisiensi irigasi

8. Kebutuhan air di sawah

  Kebutuhan air total di sawah merupakan jumlah faktor 1 sampai dengan 4, faktor hujan efektif. Kebutuhan air di sawah dapat dinyatakan dalam satuan mm/hari ataupun lt/dt.

2.7.1. Kebutuhan Air Untuk Pengolahan Lahan Padi

  Pada Standar Perencanaan irigasi disebutkan bahwa kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan maksimum air irigasi pada suatu proyek irigasi. Ada 2 faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan ialah:

  1. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan.

  2. Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan.

  Metode yang dapat digunakan untuk perhitungan kebutuhan air irigasi selama penyiapan lahan salah satunya adalah metode yang dikembangkan oleh van de Goor dan Zijlstra(1968). Metode ini didasarkan pada laju air konstan dalam l/dt selama penyiapan lahan dan menghasilkan rumus berikut :

  

k k

  IR = M. e /(e 2-21

  • – 1) M = Eo + P 2-22

  K = MT/S 2-23 di mana IR = kebutuhan air irigasi untuk pengolahan tanah (mm/hari), M = kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang telah di jenuhkan (= Eo + P), Eo = evaporasi air terbuka (mm/hari) (= Eto x 1,10), P = perkolasi (mm/hari), T = Jangka waktu penyiapan lahan (hari), S

  = kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm, yakni 250

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Perbedaan Tingkat Kelelahan Kerja Berdasarkan Kebiasaan Sarapan pada Pekerja Kurir Pengiriman Barang JNE di Kota Medan Tahun 2015

0 0 10

1. Dapur Rumah Responden - Hubungan Kepadatan Lalat, Personal Hygiene dan Sanitasi Dasar dengan Kejadian Diare pada Balita di Lingkungan I Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tahun 2015

1 2 30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diare 2.1.1 Definisi Diare - Hubungan Kepadatan Lalat, Personal Hygiene dan Sanitasi Dasar dengan Kejadian Diare pada Balita di Lingkungan I Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tahun 2015

0 4 48

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Kepadatan Lalat, Personal Hygiene dan Sanitasi Dasar dengan Kejadian Diare pada Balita di Lingkungan I Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tahun 2015

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Getaran 2.1.1 Pengertian getaran - Hubungan Lama Kerja dan Masa Kerja dengan Neuropati Perifer Pada Supir Angkutan Kota Trayek 95 di Kota Medan Tahun 2015

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Lama Kerja dan Masa Kerja dengan Neuropati Perifer Pada Supir Angkutan Kota Trayek 95 di Kota Medan Tahun 2015

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Kehidupan Kerja 1. Pengertian Kualitas Kehidupan Kerja - Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kualitas Kehidupan Kerja

0 1 18

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kualitas Kehidupan Kerja

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dentin Pulpa Kompleks - Dentin Tersier Yang Terbentuk Pada Gigi Molar Rahang Bawah Atrisi Akibat Menyirih

0 5 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Medan - Kajian Teoritik Persamaan Dirac Dalam Pengaruh Medan Magnetik Homogen

0 0 12