BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dentin Pulpa Kompleks - Dentin Tersier Yang Terbentuk Pada Gigi Molar Rahang Bawah Atrisi Akibat Menyirih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dentin Pulpa Kompleks

  Dentin merupakan pembentuk utama struktur gigi dan meluas hampir keseluruh panjang gigi. Di bagian mahkota, dentin dilapisi enamel, di bagian akar

  9,12

  dilapisi oleh sementum. Dentin merupakan jaringan keras tetapi juga elastis yang tersusun dari tubulus-tubulus kecil tersusun sejajar dalam matriks kolagen. Berdasarkan beratnya dentin terdiri dari 70% kristal hidroksiapatit (anorganik), 20% merupakan zat organik yang tersusun dari kolagen dan substansi dasar mukopolisakarida, 10% air dan berdasarkan volumenya terdiri dari 50% anorganik,

  12,13 28% organik dan 20% air.

  Dentin dibentuk oleh odontoblas, dimulai dari pusat perkembangan di sepanjang Dentino Enamel Junction (DEJ) dan akan menyebar ke dalam dan keluar sehingga membentuk ruang pulpa. Lapisan bagian dalam dentin akan membentuk dinding pulpa. Odontoblas akan membatasi dinding pulpa, dari sini akan berlanjut

  13 membentuk dan memperbaiki dentin.

  Odontoblas merupakan sel yang responsibel terhadap pembentukan dentin. Odontoblas berasal dari sel ektomesenkim, berbentuk kolumnar tinggi. Setelah proses dentinogenesis, odontoblas tersusun memanjang mengelilingi pulpa gigi yang akan memulai pertahanan gigi dengan membentuk lapisan dentin yang baru sepanjang hidup. Odontoblast-like cell bisa juga membentuk lapisan dentin reparatif setelah

  8

  injuri merusak beberapa jaringan. Fungsi utama odontoblas yang berada dalam jaringan pulpa gigi adalah membentuk dentin gigi. Original odontoblast terdapat di dalam pulpa sejak masa pembentukan gigi dan merupakan sel khusus yang

  14 berdiferensiasi sehingga akan kehilangan kemampuan untuk membelah diri.

  Dentin pulpa kompleks diyakini merupakan sistem yang memiliki kemampuan beradaptasi terhadap stimulus sebagai respon untuk mempertahankan pembentukan gigi sudah sempurna, pulpa mendukung dentin dengan cara mempertahankan homeostasis dan mekanisme perlindungan dentin. Pulpa juga mampu mengaktifkan kembali proses dentinogenesis untuk mempertahankan diri dari

  9 injuri eksternal dan internal.

  Dentin pada mamalia dapat diklasifikasikan menjadi dentin primer, sekunder, dan dentin tersier. Dentin primer disebut juga dentin regular atau tubular dentin, dan dibentuk sebelum gigi erupsi. Dentin sekunder disebut juga dentin regular yang terbentuk seumur hidup. Dentin tersier disebut juga dentin irregular, dan dibentuk disekitar injuri seperti karies atau preparasi kavitas, dan dapat juga dibedakan

  14 menjadi dentin reaksioner dan dentin reparatif (Gambar 3).

  Respon terhadap stimuli luar datang dari pulpa gigi tetapi manisfestasinya terhadap struktur dentin adalah pembentukan dentin baru. Pembentukan dentin tersier akan mencegah meluasnya proses karies atau toksin. Meskipun pembentukan dentin sekunder berlangsung seumur hidup, akan tetapi ini bukan merupakan respon

  12 terhadap stimuli eksternal, tetapi berkontribusi sebagai fungsi barrier dentin.

  15 Gambar 1. Struktur gigi

  2.1.1 Dentin Primer

  Dentin primer merupakan dentin yang pertama kali terbentuk dari mulai proses pembentukan gigi sampai gigi tersebut erupsi sempurna dan merupakan bagian terbesar dari gigi. Dentin primer dibentuk oleh sel odontoblas mulai dari proses pembentukan gigi sampai setelah penutupan akar sempurna. Lapisan terluar dari dentin primer berbatasan langsung dengan enamel atau dentin primer terletak tepat di bawah enamel. Secara histologis dentin primer memiliki tubulus dentin yang lebih

  16 banyak dibanding dentin sekunder.

  11 Gambar 2. Dentin primer, Dentin sekunder

  2.1.2 Dentin Sekunder

  Dentin sekunder mulai terbentuk setelah gigi erupsi dan berlanjut dengan sangat lambat sepanjang umur gigi dan perlahan-lahan akan memperkecil ruang pulpa

  13

  seiring bertambahnya umur. Strukturnya sangat mirip dengan dentin primer

  12

  sehingga sulit untuk membedakan keduanya. Schour (1988) menjelaskan bahwa terdapat 4 mikron dentin sekunder yang terbentuk setiap hari. Pembentukan dentin sekunder lambat dan perlahan-lahan, meningkat ketika mencapai usia 33-40 tahun. Pada gigi molar, pembentukan dentin terlihat paling banyak di dasar pulpa,

  10

  berkurang pada daerah atap, dan sedikit di bagian samping. Dengan bertambahnya usia tinggi ruang pulpa akan menurun dengan signifikan dalam arah oklusal-radikular tetapi tidak bertambah luas dalam arah mesiodistal. Pada gigi anterior, dentin sekunder paling banyak terbentuk di bagian lingual ruang pulpa, sebagai akibat gaya

  11 pengunyahan kemudian akan terbentuk di bagian insisal dan puncak pulpa.

2.1.3 Dentin Tersier

  Dentin tersier adalah jaringan yang dibentuk sebagai respon yang terlokalisasi terhadap stimulus eksternal yang kuat dalam penggunaan gigi geligi. Dentin tersier tidak dibentuk oleh sel odontoblas yang sama dengan dentin primer dan sekunder. Dentin ini dibentuk oleh odontoblast-like cell yang berdiferensiasi dari sel-sel yang ada dalam pulpa. Sel odontoblas banyak terdapat dalam pulpa gigi yang baru erupsi akan tetapi akan berkurang jumlahnya seiring bertambahnya usia. Dentin tersier memiliki struktur yang tidak beraturan dan terlokalisasi pada daerah tubulus dentin

  17

  yang terpapar. Dibandingkan dengan dentin primer, dentin tersier kurang sensitif

  18 terhadap suhu, osmotik, dan rangsangan.

  Dentin tersier merupakan dentin irregular yang dibentuk sebagai respon terhadap stimuli abnormal, seperti keausan gigi, preparasi kavitas, material restorasi gigi, dan karies. Dentin tersier sering juga disebut sebagai dentin irregular, dentin

  19 iritasi, dentin reparatif, atau dentin pengganti.

  Berdasarkan injuri dan iritasi yang diterima, misalnya prosedur restorasi atau proses karies yang meluas, original odontoblast akan mati. Oleh karena sel ini merupakan sel postmitosis, maka sel original odontoblast tidak bisa beregenerasi. Dalam keadaan seperti ini dentin baru tidak akan terbentuk, sehingga terjadilah proses pembentukan dentin perbaikan oleh sel odontoblas yang baru, disebut

  . Pembentukan sel odontoblas baru ini berasal dari populasi stem

  odontoblast-like cell

  sel postnatal yang ada pada jaringan pulpa. Sel-sel ini akan bergabung dan menyusun

  

20

  jaringan mineral di bawah lapisan dentin. Odontoblast-like cell akan membentuk dentin tersier sesuai dengan tingkat keparahan dan lamanya injuri. Pembentukan

  20 lapisan jaringan keras ini akan menambah ketebalan lapisan dentin. Dentin tersier terdiri dari 2 tipe, yaitu yang pertama adalah dentin reaksioner, salah satu tipe dentin tersier yang memiliki struktur yang hampir sama dengan dentin primer dan sekunder. Kedua yaitu dentin reparatif, tersusun dari tubulus yang tidak beraturan atau tidak memiliki tubulus, dan dibentuk dari odontoblast-like cell.

  21 Keduanya dibedakan berdasarkan tingkat keparahan injuri.

2.1.3.1 Dentin Reaksioner

  Pembentukan dentin reaksioner dapat dijelaskan sebagai sekresi dentin tersier oleh original odontoblast yang selamat dari injuri yang diterima gigi. Dentin reaksioner akan terlihat pada injuri dengan intensitas sedang, seperti masa prekavitas

  18 pada karies enamel dan proses lambat pada lesi dentin.

  Lesi karies dengan proses yang lambat diawali dengan meningkatnya dentin yang termineralisasi. Hipermineralisasi ini terbentuk apabila terjadinya karies pada enamel, sebelum akhirnya akan mengenai dentin. Setelah beberapa lama karies akan mencapai dentin, pelepasan mineral-mineral garam yang mengendap dalam tubulus dentin akan membentuk daerah transparan pada dentin sebagai akibat demineralisasi

  18 karies dentin.

  Perubahan histologi yang terjadi pada batas odontoblas-predentin yang berkaitan dengan karies proses lambat relatif sedikit, akan tetapi penigkatan pembentukan dentin reaksioner terlihat jelas. Sebagian besar odontoblas yang selamat hanya bertahan dalam waktu singkat. Jumlah odontoblas yang membentuk dentin reaksioner akan berkurang sehingga tidak mendukung peningkatan pembentukan

  18 matriks dentin.

  Dentin reaksioner memiliki tubulus yang berhubungan dengan sekunder dentin, dan ketebalan dentin reaksioner yang terbentuk tergantung pada intensitas dan lamanya injuri yang diterima. Dentin reaksioner memiliki komponen mineral yang

  

8

mirip dengan dentin primer dan sekunder.

2.1.3.2 Dentin Reparatif

  Reparatif dentinogenesis merupakan sekresi dentin tersier setelah kematian original odontoblast yang merupakan awal dari injuri. Dentin reparatif akan terbentuk setelah injuri mencapai intensitas yang lebih besar dan memengaruhi rentetan peristiwa biologis yang kompleks, yang melibatkan perekrutan sel progenitor dan

  

18

  diferensiasi serta meningkatkan sekresi sel. Matriks dentin reaksioner disekresi oleh

  

primary post-mitotic odontoblast (yang juga membentuk dentin primer dan sekunder)

sebagai respon terhadap stimulus yang adekuat misalnya karies atau prepasrai kapitas.

  Sebaliknya matriks dentin reparatif dibentuk sebagai reaksi terhadap stimulus oleh generasi baru odontoblast-like cell setelah kehilangan primary post-mitotic

  8,14 odontoblast .

  Pulpa memiliki sel khusus yaitu odontoblas yang membentuk dentin seumur hidup. Hal ini bertujuan untuk menjaga kesehatan pulpa dengan mengimbangi kehilangan enamel dan dentin akibat karies atau keausan gigi. Odontoblas membentuk dentin reaksioner dan dentin reparatif sebagai respon terhadap stimulus injuri. Dentin reparatif terbentuk di permukaan pulpa dan hanya terlokalisasi dekat

  7 bagian yang terkena iritasi.

  Segera setelah dentin terpapar karena karies atau preparasi gigi, original

  

odontoblast akan rusak. Pada injuri akibat trauma minor terhadap jaringan pulpa gigi,

original odontoblast yang tidak rusak akan terangsang membentuk reaksioner dentin.

  Pada kasus yang lebih parah akibat trauma mekanis pada pulpa, original odontoblast

  14 akan mati. Sel ini akan diganti oleh sel-sel pulpa yang tidak berdiferensiasi.

  Pembentukan dentin reparatif, sebagai salah satu bentuk dentin tersier, disusun tepat di permukaan pulpa dibawah dentin primer dan sekunder serta hanya dibentuk di tempat yang berhubungan langsung dengan iritasi. Ketika keausan gigi sudah melewati lapisan enamel dan menyebabkan dentin terpapar, maka dentin reparatif akan dibentuk di permukaan pulpa tepat dibawah dentin yang telah terpapar. Pembentukan dentin ini bertujuan untuk mencegah pulpa terpapar oleh mineral-

  19 mineral asing.

  Odontoblast-like cell membentuk dentin sesuai dengan tingkat keparahan dan

  lamanya injuri. Pembentukan jaringan keras ini akan menambah ketebalan lapisan dentin. Dentin yang dibentuk oleh odontoblast-like cell tidak beraturan, amorphous, dan diisi lebih sedikit tubulus dentin daripada dentin primer. Tubulus dentin ini tidak berhubungan langsung dengan tubulus dentin primer, sehingga batasan dentin primer dan dentin reparatif kurang permeabel terhadap benda dari luar. Hal ini juga menyebabkan dentin kurang sensitif terhadap suhu, osmotik dan rangsangan

  20 lainnya.

  22 Gambar 3. Dentin tersier akibat atrisi (40X)

2.2 Menyirih

  Kebiasaan menyirih merupakan kebiasaan yang sangat populer sejak 200 tahun lalu di Cina dan India dan diperkirakan sekitar 200-600 juta jiwa di seluruh

  12

  dunia melakukan kegiatan menyirih. Menyirih telah lama ditemukan di Asia Selatan dan Tenggara, daerah Asia Pasifik, juga ditemukan pada kelompok imigrasi di Afrika, Eropa, dan Amerika Utara. Kebiasaan menyirih merupakan kelompok empat besar bahan psikoaktif di dunia (setelah kafein, alkohol dan nikotin) yang suku di Indonesia secara turun temurun yang berkaitan erat dengan adat kebiasaan

  1,24

  masyarakat setempat. Di Indonesia, menyirih dilakukan dengan mengunyah bahan sirih terlebih dulu, kemudian menggunakan gulungan besar tembakau untuk

  21 membersihkan gigi geligi dan membiarkannya di dalam mulut dalam beberapa saat.

  Kebiasaan menyirih dijumpai pada perempuan suku Karo di Sumatera Utara, yang berlangsung sampai saat ini, baik itu merupakan kebiasaan sehari-hari atau untuk

  .1

  acara adat Menyirih adalah kegiatan mengunyah campuran bahan yang umumnya dilakukan dengan campuran daun sirih, kapur, gambir, dan pinang. Komposisi menyirih berbeda di setiap daerah dan setiap suku. Pada suku Karo di Sumatera

  1 Utara, komposisi menyirih terdiri atas daun sirih, kapur sirih, gambir, dan pinang.

  Di Papua, khususnya pada masyarakat pesisir pantai, Komposisi menyirih terdiri dari

  25 pinang, sirih, dan kapur sirih.

2.3 Komposisi Menyirih

  2.3.1 Daun Sirih

  Daun sirih (Piper Betel Linn) adalah tumbuhan merambat Asia tropis yang berhubungan dekat dengan lada. Daun ini banyak digunakan sebagai penyegar mulut dan tumbuh secara ekstensif di India, Sri Lanka, Malaysia, Thailand, Taiwan, dan negara-negara Asia Tenggara. Daunnya dikunyah tersendiri atau bersama dengan

  26 bahan lain.

  Daun sirih memiliki rasa pedas dan menghasilkan minyak esensial yang banyak digunakan sebagai obat. Penelitian lain menunjukkan bahwa minyak esensial

  27 daun sirih memiliki efek antijamur, antiseptik, dan anthelmintik.

  2.3.2 Kapur

  Kapur sirih diperoleh dari berbagai sumber, seperti kerang laut, kerang air tawar, remis, muluska, batu kapur, dan batu karang. Supaya cocok untuk dikunyah, kapur diolah menjadi bubuk (kalsium oksida) dan dicampur dengan air sehingga

  28

  konsistensinya seperti pasta (kalsium hidroksida). Kapur sirih memiliki sifat kasar,

  29 sehingga akan memperparah derajat atrisi yang terjadi.

  2.3.3 Pinang

  Pinang (Areca Catechu) adalah pohon palem berbatang tunggal dan ramping yang dapat tumbuh sampai 28 m. Pinang dibudi dayakan dari Afrika Timur dan Semenanjung Arab sampai ke Asia Tropis dan di Indonesia sampai ke Pasifik Tengah dan New Guinea. Bijinya dikunyah sebagai stimulan pengunyahan sebesar 5% populasi dunia. Pinang sering digunakan dalam ritual budaya atau sosial, dan

  30

  dijumpai dalam upacara-upacara kebudayaan Asia dan Pasifik. Pinang adalah bahan

  29,30 yang bersifat keras, sehingga dapat memperparah derajat atrisi gigi.

  2.3.4 Gambir

  Gambir adalah bahan astrigen berwarna coklat kemerahan, yang sering dioleskan pada daun sirih yang digunakan untuk membungkus bahan menyirih. Terdapat dua jenis gambir berdasarkan sumber pohon gambir tersebut diekstrak. Salah satunya dari rebusan dan ekstrak inti kayu Acacia catechu, Wild, yang berasal dari India dan Myanmar, sering disebut sebagai gambir hitam. Kandungan utamanya adalah Catechu-tannic Acid (25-33%), Acacatechin (2-10%), Quercetin, dan Red

  

Catechu . Jenis gambir yang lain diperoleh dari air ekstrak daun dan tunas Uncaria

Gambir , yaitu sejenis semak merambat yang berasal dari kepulauan Melayu, sering

  disebut gambir pucat. Kandungan utamanya adalah catechin (7-31%), catechu-tannic

  30 acid (22-50%), quercetin, dan Red Catechu.

2.4 Frekuensi, Lama Menyirih dan Usia Penyirih

  Setelah gigi erupsi dan tumbuh sempurna, perubahan dentin memiliki hubungan yang erat dengan respon terhadap stimulus yang diterima gigi geligi, seperti karies atau atrisi. Seiring perubahan fisiologis usia, dentin sekunder dan

  9 dentin transparan akan terlihat jelas. Schonland dan Bradshaw (1969) melakukan survei di India dengan referensi khusus untuk mengetahui kebiasaan mengunyah sirih. 1842 perempuan dari segala usia, 28,7% adalah penyirih, sedangkan dari 1.834 laki-laki, 5,5% adalah penyirih. Persentase penyirih meningkat dengan usia baik pada pria maupun wanita, 71,9% wanita dan 10,3% pria berusia 60 tahun atau lebih adalah penyirih. Meskipun usia rata-rata di mana menyirih dimulai adalah antara usia 20-24 tahun, wanita mulai sedikit lebih awal daripada laki-laki. Dua perlima dari penyirih memulai kebiasaan sebelum usia 20 tahun dan sejumlah lainnya setelah usia 38 tahun. Juga, sebagian besar wanita merupakan penyirih berat (empat kali atau lebih dalam sehari) dan lebih banyak orang yang ringan atau sesekali menyirih (1-6 kali seminggu). Tidak ada perbedaan usia yang signifikan yang dicatat dalam frekuensi menyirih, dan tidak ada

  31 perbedaan jenis kelamin yang signifikan dalam durasi rata-rata kebiasaan menyirih.

  Permana B (2013) menjelaskan bahwa derajat atrisi 3 semakin meningkat persentasenya seiring meningkatnya frekuensi menyirih. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi frekuensi menyirih, permukaan oklusal gigi akan semakin terkikis, yang menyebabkan atrisi gigi derajat 1 meningkat menjadi atrisi gigi derajat 2, dan atrisi gigi derajat 2 meningkat menjadi atrisi gigi derajat 3. Atrisi gigi derajat 3 juga akan meningkat persentasenya seiring dengan meningkatnya lama menyirih. Dari segi umur, derajat atrisi gigi 3 juga meningkat persentasenya seiring dengan

  6 bertambahnya usia penyirih.

2.5 Atrisi Gigi

  Atrisi gigi adalah hilangnya struktur gigi akibat kontak antar gigi selama kegiatan menggigit atau mengunyah. Atrisi selalu terjadi pada permukaan gigi yang digunakan dalam pengunyahan tetapi juga bisa terjadi pada bagian proksimal gigi, dimana gigi berkontak dengan gigi sebelahnya. Perubahan yang terjadi akibat atrisi dimulai dari titik kecil dan akan meluas sampai berkurangnya tinggi gigi dan

  32

  permukaan pengunyahan atau cusp menjadi rata. Atrisi merupakan kejadian normal dan berjalan sesuai dengan penuaan. Atrisi terjadi pada masa gigi desidui dan masa

  14 Dari hasil penelitian Zainab Hanudi (2011) prevalensi keausan gigi yang tertinggi terdapat pada gigi molar dan keausan gigi pada gigi molar rahang bawah

  33 lebih tinggi daripada molar rahang atas.

  4 Atrisi gigi dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu : a.

  Atrisi Fisiologis Atrisi fisiologis adalah hilangnya substansi gigi akibat gesekan mekanis antara gigi dengan gigi dalam pengunyahan normal.

  b.

  Atrisi Patologis Atrisi patologis adalah atrisi yang terjadi akibat kegiatan oklusi yang tidak normal, mengunyah bahan atau sesuatu yang dapat merusak gigi geligi. Hal ini sering menyebabkan kehilangan lapisan gigi yang luas, sehingga dapat mengganggu fungsi dan nilai estetik gigi.

2.5.1 Derajat Atrisi

  Derajat atrisi merupakan indeks yang digunakan untuk menilai tingkat keparahan atrisi gigi. Indeks yang umumnya digunakan adalah indeks keausan gigi

  5 Smith dan Knight. Atrisi gigi dikelompokkan menjadi 5 derajat, yaitu : Derajat 0 = Tidak terjadi atrisi.

  • Derajat 1 = Atrisi sebatas pada enamel saja.
  • Derajat 2 = Atrisi sampai sepertiga oklusal dengan dentin terbuka (≤1 mm).
  • Derajat 3 = Atrisi lebih dari sepertiga oklusal dengan dentin terbuka (1-2 mm).
  • Derajat 4 = Atrisi sampai sepertiga servikal dengan pulpa terbuka (˃2 mm).
  • Derajat atrisi dipengaruhi oleh diet makanan. Bruxism, mengunyah tembakau, sengaja atau tidak sengaja memasukkan benda abrasif ke dalam mulut dapat memicu terjadinya atrisi gigi. Atrisi meningkat seiring bertambahnya usia, dan dilaporkan

  14,20 bahwa atrisi lebih parah pada laki-laki daripada perempuan.

2.5.2 Faktor Penyebab Atrisi Patologis

  4 Atrisi patologis disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: a.

  Oklusi abnormal, berhubungan dengan susunan gigi, seperti gigi berjejal atau malposisi gigi. Dalam kasus ini, posisi oklusal yang abnormal akan memicu kontak traumatik yang besar selama proses pengunyahan dimana akan memperparah terjadinya keausan gigi.

  b.

  Prematur ekstraksi, pencabutan beberapa gigi akan meningkatkan tekanan pengunyahan pada masing-masing gigi.

  c.

  Kebiasaan mengunyah abnormal, kebiasaan parafunsional seperti Bruxism (kebiasaan menggesekkan gigi) dan kebiasaan mengunyah bahan abrasif kronis, seperti tembakau atau mengunyah sirih.

  d.

  Kelainan struktur gigi, keadaan ini memungkinkan gigi lebih mudah terjadi atrisi meskipun digunakan dalam fungsi normal, seperti amelogenesis imperfecta dan dentinogenesis imperfecta. Dalam kondisi ini kekerasan enamel atau dentin lebih rendah dibanding dengan gigi normal, sehingga akibatnya derajat keausan gigi akan lebih gampang terjadi meskipun gigi geligi digunakan dalam pengunyahan normal.

  Gambar 4. indeks atrisi gigi

  2.6 Hubungan Menyirih dengan Atrisi

  Menyirih memiliki efek negatif terhadap kesehatan gigi dan mulut. Kebiasaan menyirih dapat menyebabkan kehilangan lapisan permukaan insisal dan oklusal gigi. Derajat atrisi sebagai akibat dari kebiasaan menyirih bergantung pada beberapa faktor, yaitu lama menyirih, frekuensi menyirih, komposisi menyirih, dan umur

  3 penyirih. Dalam proses menyirih akan terjadi peningkatan frekuensi pengunyahan.

  Meningkatnya frekuensi pengunyahan, menyebabkan meningkatnya jumlah gesekan mekanis yang diterima oleh gigi sehingga pengikisan pada permukaan gigi akan semakin banyak. Derajat atrisi dipengaruhi oleh pola diet. Bahan makanan yang

  29

  kasar dan keras akan memperparah derajat atrisi. Kapur sirih dan pinang yang umumnya dipakai sebagai bahan menyirih merupakan bahan yang bersifat kasar dan

  30 keras akan menambah pengikisan permukaan gigi selama proses menyirih.

  Kehilangan lapisan enamel juga menyebabkan lapisan dentin di bawahnya terpapar dan lapisan ini merupakan jaringan yang lebih lembut sehingga derajat atrisi

  3 akan meningkat. Terpaparnya dentin akan menyebabkan dentin yang sensitif.

  

34

Gambar 5. gigi atrisi

  2.7 Hubungan Atrisi dengan Dentin Tersier

  Atrisi merupakan kehilangan struktur gigi selama proses pengunyahan. Hal ini

  10

  merupakan kejadian normal dan biasanya terjadi akibat pertambahan usia. Atrisi pada cusp gigi akan menyebabkan terpaparnya dentin. Atrisi gigi yang parah menyebabkan pembentukan dentin tersier dan ini terjadi pada gigi desidui dan gigi

  29,35 permanen.

  Atrisi akibat pengunyahan yang cepat dan berlebihan akan memperparah kehilangan enamel dan dentin. Dentin akan terpapar dan menimbulkan reaksi hipersensitivitas yang merupakan gejala klinis akibat tubulus dentin tidak ditutupi

  36 lapisan mineral.

  Penuaan dan tingkat keparahan stimuli yang mencapai pulpa gigi sangat bervariasi. Dentin tersier merupakan jaringan yang tersusun sebagai respon terhadap stimuli yang berbeda-beda. Pulpa gigi tidak merespon stimuli luar dengan meningkatkan pembentukan dentin sekunder akan tetapi akan menginduksi

  12 odontoblast-like cell untuk memproduksi dentin tersier.

  Dentin tersier merupakan jaringan yang dibentuk sebagai respon yang terlokalisasi, terhadap stimuli eksternal dalam penggunaan gigi geligi. Keausan yang lambat selama penggunaan gigi secara normal, akan menstimulasi efek perubahan setelah erupsi pada dentin dengan perubahan mineralisasi. Perubahan ini hanya dapat di pengaruhi perubahan usia yang terlihat disekitar titik keausan. Keausan akibat fungsional yang memulai atrisi minor, umumnya terdapat pada permukaan insisal dan cusp yang mendapat kontak maksimal biasanya dijumpai adanya odontoblas. Beberapa odontoblas akan hilang akibat injuri dan dilokasi ini terjadi peningkatan pembentukan dentin tersier yang merupakan struktur irregular akan tetapi tanpa adanya pembentukan jarak antar dentin. Dentin tersier yang dibentuk memiliki

  11 struktur yang berbeda-beda, tergantung jumlah original odontoblast yang tersedia.

  Apabila proteksi dari enamel tidak ada lagi maka gigi akan mengalami hipersensitivitas dentin, selain itu gigi terlihat tidak estetis. Respon endodontik terhadap keausan gigi terdiri dari hipersensitvitas, dentin sklerosis, dead tract dan

  37 dentin tersier.

  2.8 Ciri-ciri Molar 1 dan Molar 2 Rahang Bawah

  38 Ciri-ciri molar 1 dan molar 2 rahang bawah adalah sebagai berikut : 1.

  Molar 1 memiliki 5 cusp, 3 pada bagian bukal (bukomesial, bukodistal, dan distal.) dan 2 pada lingual (linguomesial dan linguodistal). Molar 2 memiliki 4 cusp, 2 pada bagian bukal (bukomesial dan bukodistal) dan 2 pada bagian lingual (linguomesial dan linguodistal) 2. Gigi molar 2 rahang bawah lebih kecil daripada gigi molar 2 rahang bawah 3. Molar 1 rahang bawah memiliki 3 kanal pulpa, 2 pada bagian mesial dan, 1 pada bagian distal. Molar 2 rahang bawah memiliki satu kanal pulpa di setiap akar.

  2.9 Olympus SZX16 microscope Olympus SZX16 microscope merupakan jenis mikroskop cahaya yang telah

  39 dikembangkan untuk penggunaan jangka panjang dan daya tahan yang besar.

  Penggunaan mikroskop ini sangat cocok untuk semua aplikasi dan metode

  39

  kontras yang digunakan dalam pendidikan kesehatan, seperti untuk melihat : a.

  Bagian jaringan yang diwarnai dalam bidang kedokteran.

  b.

  Sel-sel yang tidak diwarnai pada metode kontras dalam bidang kedokteran dan bilogi.

  c.

  Pengamatan dan analisa pembiakan dan bakteri.

2.10 Landasan Teori

  Menyirih adalah kegiatan mengunyah campuran bahan yang umumnya dilakukan dengan campuran daun sirih, kapur, gambir, dan pinang. Komposisi menyirih berbeda di setiap daerah dan setiap suku. Pada suku Karo di Sumatera

  1 Utara, komposisi menyirih terdiri atas daun sirih, kapur sirih, gambir, dan pinang.

  Di Papua, khususnya pada masyarakat pesisir pantai, komposisi menyirih terdiri dari

  25 pinang, sirih, dan kapur sirih.

  Menyirih memiliki efek negatif terhadap kesehatan gigi dan mulut. Kebiasaan menyirih dapat menyebabkan kehilangan lapisan permukaan insisal dan oklusal gigi. Derajat atrisi sebagai akibat dari kebiasaan menyirih bergantung pada beberapa faktor, yaitu lama menyirih, frekuensi menyirih, komposisi menyirih, dan umur

  3 penyirih. Dalam proses menyirih akan terjadi peningkatan frekuensi pengunyahan.

  Meningkatnya frekuensi pengunyahan, menyebabkan meningkatnya jumlah gesekan mekanis yang diterima oleh gigi sehingga pengikisan pada permukaan gigi akan semakin banyak. Derajat atrisi dipengaruhi oleh pola diet. Bahan makanan yang

  29 kasar dan keras akan memperparah derajat atrisi.

  Atrisi merupakan kehilangan struktur gigi selama proses pengunyahan. Hal ini

  10

  merupakan kejadian normal dan biasanya terjadi akibat pertambahan usia. Atrisi pada cusp gigi akan menyebabkan terpaparnya dentin. Atrisi gigi yang parah menyebabkan pembentukan dentin tersier dan ini terjadi pada gigi desidui dan gigi

  29,35

  permanen. Atrisi akibat pengunyahan yang cepat dan berlebihan akan memperparah kehilangan enamel dan dentin. Dentin akan terpapar dan menimbulkan reaksi hipersensitivitas yang merupakan gejala klinis akibat tubulus dentin tidak

  36 ditutupi lapisan mineral.

  Dentin tersier merupakan jaringan yang dibentuk sebagai respon yang terlokalisasi, terhadap stimuli eksternal dalam penggunaan gigi geligi. Keausan yang lambat selama penggunaan gigi secara normal, akan menstimulasi efek perubahan setelah erupsi pada dentin dengan perubahan mineralisasi. Perubahan ini hanya dapat di pengaruhi perubahan usia yang terlihat disekitar titik keausan. Keausan akibat cusp yang mendapat kontak maksimal biasanya dijumpai adanya odontoblas. Beberapa odontoblas akan hilang akibat injuri dan dilokasi ini terjadi peningkatan pembentukan dentin tersier yang merupakan struktur irregular akan tetapi tanpa adanya pembentukan jarak antar dentin. Dentin tersier yang dibentuk memiliki

  11 struktur yang berbeda-beda, tergantung jumlah original odontoblast yang tersedia.

  Kerangka Teori

  Menyirih  Daun Sirih Bahan Lama Frekuensi Usia  Kapur Menyirih Menyirih Menyirih Penyirih  Pinang  Gambir Atrisi Gigi Derajat 4

  Derajat 2 Derajat 3 Derajat 0 Derajat 1

  Pulpa Atrisi Enamel Atrisi Dentin

  Terbuka

  Odontoblast

Original Respon Pulpa

  • -like-cells odontoblast

  Dentin Dentin Dentin Tersier

  Reparatif Reaksioner

  Fisur Cusp Distal Cusp Mesial

2.11 Kerangka Konsep

  Linguodistal Derajat 1

  Menyirih Usia Menyirih ≥ 20

  Tahun Lama Menyirih ≥ 2

  Tahun Atrisi Gigi Molar

  Bawah Derajat 0

  Derajat 2 Derajat 3

  Derajat 4 Dentin tersier yang terbentuk di Atas permukaan Puncak Dipotong Secara Vertikal dengan diamound bur disc

  Fisur Bukomesial

  Dentin Tersier Linguo mesial

  Bukodistal

  Olympus SZX16 microscope

  Puncak pulpa

Dokumen yang terkait

1. Dapur Rumah Responden - Hubungan Kepadatan Lalat, Personal Hygiene dan Sanitasi Dasar dengan Kejadian Diare pada Balita di Lingkungan I Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tahun 2015

1 2 30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diare 2.1.1 Definisi Diare - Hubungan Kepadatan Lalat, Personal Hygiene dan Sanitasi Dasar dengan Kejadian Diare pada Balita di Lingkungan I Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tahun 2015

0 4 48

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Kepadatan Lalat, Personal Hygiene dan Sanitasi Dasar dengan Kejadian Diare pada Balita di Lingkungan I Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tahun 2015

0 0 9

Hubungan Lama Kerja dan Masa Kerja dengan Neuropati Perifer Pada Supir Angkutan Kota Trayek 95 di Kota Medan Tahun 2015

0 0 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Getaran 2.1.1 Pengertian getaran - Hubungan Lama Kerja dan Masa Kerja dengan Neuropati Perifer Pada Supir Angkutan Kota Trayek 95 di Kota Medan Tahun 2015

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Lama Kerja dan Masa Kerja dengan Neuropati Perifer Pada Supir Angkutan Kota Trayek 95 di Kota Medan Tahun 2015

0 0 9

Hubungan Lama Kerja dan Masa Kerja dengan Neuropati Perifer Pada Supir Angkutan Kota Trayek 95 di Kota Medan Tahun 2015

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Kehidupan Kerja 1. Pengertian Kualitas Kehidupan Kerja - Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kualitas Kehidupan Kerja

0 1 18

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kualitas Kehidupan Kerja

0 0 9

Dentin Tersier Yang Terbentuk Pada Gigi Molar Rahang Bawah Atrisi Akibat Menyirih

0 0 21