BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ANAK SEBAGAI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA A. Faktor-Faktor Timbulnya Kejahatan - Peranan Pusat Rehabilitasi Anak Korban Penyalahgunaan Narkotika Ditinjau Dari UU No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Studi Kasus Pusat Rehabi

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ANAK SEBAGAI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA A. Faktor-Faktor Timbulnya Kejahatan Mengamati dan memahani kejahatan ternyata tidaklah mudah. Kejahatan

  merupakan suatu fonomena yang sangat kompleks. Memahani suatu bentuk kejahatan dapat dipandang dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Maka tidak lah mengherankan jika di dalam suatu kejahatan yang terjadi akan terdapat berbagai macam komentar yang berbeda-beda.

  Banyak para pakar berusaha dan mencari apa sebenarnya yang menjadi faktor yang utama manusia berbuat jahat. Kebanyakan dari mereka berpendapat bahwa sumber kejahatan kejahatan adalah: emas; kemiskinan; dan kekuasaan. Mengacu terhadap ajaran Bacon yang mengajarkan: “vere scire est per causas

  

scire ” yang artinya adalah “mengetahui sesuatu yang sebenarnya, adalah

  38 mengetahui sebab musababnya”.

  Plato (427-247 SM) dalam bukunya yang berjudul “Republiek” menyatakan antara lain bahwa emas dan manusia merupakan sumber dari banyak kejahatan. Aristoteles (382-322 SM) menyatakan kemiskinan menimbulkan kejahatan dan pemberontakan. Thomas Aquino (1226-1274) berpendapat tentang

  39 pengaruh kemiskinan dan kejahatan.

  Maka akan muncullah pertanyaan di dalam benak kita. Sebenarnya apakah “kejahatan” itu? Menurut pengertian yuridisnya, kejahatan adalah suatu perbuatan 38 Wahju Muljono, Pengantar Teori Kriminologi, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2012, hlm. 3. 39 yang oleh masyarakat (baca: Negara) dikenakan sanksi pidana. Namun jika kita tinjau lebih mendalam lagi, kejahatan merupakan sebagian dari perbuatan-

  40 perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan.

  Banyak orang yang mempertanyakan apakah setiap perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan itu merupakan kejahatan? Bonger berpendapat bahwa perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan termasuk kejahatan, namun Bonger juga kelihatan ragu terhadap pendapatnya tersebut. Di sisi lain ia berpendapat bila ada kejahatan/perbuatan jahat tidak disarankan sebagai melanggar kesusilaan, yang dimaksud adalah perbuatan dipandang jahat hanya

  41 menurut bentuknya saja.

  Menurut B.Simandjuntak, yang dimaksud kejahatan merupakan suatu tindakan anti sosial yang merugikan, tidak pantas, tidak dapat dibiarkan, yang

  42 dapat menimbulkan kegoncangan di masyarakat.

  Menurut J.M. Bammelem, ia memandang kejahatan sebagai suatu tindakan anti sosial yang menimbulkan kerugian, ketidakpatutan dalam masyarakat, sehingga dalam masyarakat terdapat kegelisahan, dan untuk menentamkan

  43 masyarakat Negara harus menjatuhkan hukuman kepada masyarakat.

  Menurut Van Bammelen, yang dimaksud dengan kejahatan adalah tiap kelakuan yang bersifat tindak asusila dan merugikan, dan menimbulkan begitu banyak ketidak tenangan dalam suatu masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak untuk mencelanya dan menyatakan penolakannya atas kelakuan itu

  44 dalam bentuk nestapa dengan sengaja diberikan karena kelakuan tersebut.

  40 41 Wahju Muljono, Op.Cit.,Hal 4. Ibid.

terakhir diakses 13 Januari 2015, 21.39 WIB 43

  Menurut Hermann Mannhein mengatakan bahwa criminology is no way

  

limited in the scope of its scientific investigation to way is legally crime in a given

  45

country at a given time, and it is free to use its own classification. Yang artinya

  adalah kriminologi tidak mempunyai batasan yang jelas mengenai kejahatan baik dilihat dari visi hukum maupun ilmu pengetahuan yang terlalu luas disuatu negara dan kriminologi bebas memberikan penggolongannya tersendiri mengenai kejahatan tersebut.

  Bagi Bonger, bakat merupakan hal yang konstan atau tetap, sedangkan lingkungan adalah faktor variabelnya dan karena itu juga dapat disebutkan sebagai

  46 penyebabnya.

  Secara sosiogis kejahatan disebabkan karena adanya disorganisasi sosial. Artinya, dengan adanya disorganisasi sosial ini dapat mengakibatkan runtuhnya fungsi untuk mengontrol dari para penegak hukum yang memberikan kemungkinan pada individu untuk bertingkah laku sesuai dengan keinginannya sendiri tanpa adanya kendali, kontrol, dan tanpa penggunaan pola susila yang baik. Dengan hilang fungsi kontrol dari masyarakat dan para penegak hukum akan mengakibatkan hilangnya efektifitas dari norma-norma yang ada di masyarakat.

  Ditinjau dari sudut pandang sosiologi, terdapat beberapa pendekatan yang menjelaskan sebab-sebab terjadinya kejahatan. Pendekatan pertama menjelaskan bahwa individu yang disosialisir secara kurang tepat tidak dapat menyerap norma-

  45 46 Bunadi Hidayat, Op.Cit., Hal 72

  norma kultural ke dalam kepribadiaannya. Karena tidak mampu membedakan

  47 perilaku yang pantas dan kurang pantas menurut peradaban.

  Pendekatan kedua menjelaskan kejahatan adalah akibat dari ketegangan yang terjadi antara kebudayaan dan struktur sosial suatu masyarakat. Sedangkan pendekatan yang ketiga menjelaskan individu melakukan kegiatan kejahatan

  48 karena belajar dari perbuatan kejahatan sebelumnya.

  Dalam mengkaji suatu kejahatan, di dalam kriminologi terdapat beberapa paradigma/aliran yang mempengaruhinya, antara lain :

1. Aliran Klasik

  Di dalam aliran ini mempunyai dua pemikiran yang mendasar dari suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia yaitu penderitaan dan kesenangan.

  Hal disebabkan karena manusia memiliki kehendak bebas ( free will), yang kemudian dalam bertingkah laku manusia memiliki kemampuan untuk memperhitungkan perilakunya berdasarkan hedonism. Aliran ini juga mempunyai asumsi bahwa hukuman dijatuhkan berdasarkan tindakannya dan bukan karena

  49

  kesalahan. Karena pemikiran manusia selalu dipengaruhi oleh akal dan pikirannya (indeterminisme). Kejahatan merupakan hasil pilihan bebas seseorang setelah memperhitungkan secara rasional untung ruginya dalam melakukan kejahatan.

  

terakhir diakses 13 Januari 2015, 22.55 WIB. 48

  2. Aliran Neo Klasik Aliran Neo Klasik merupakan pembahruan dari aliran klasik. Hal ini dilakukan setelah melihat adanya ketidak adilan dari aliran klasik. Ada beberapa

  50

  ciri-ciri yang membedakan aliran klasik dengan aliran neo klasik antara lain: a.

  Adanya pelunakan pada doktrin kehendak bebas; kehendak bebas untuk memilih dipengaruhi oleh: 1)

  Patologi, ketidakmampuan untuk bertindak, sakit jiwa atau lain keadaan yang mencegah seseorang untuk memperlakukan kehendak bebasnya;

  2) Predimitasi, niat yang dijadikan ukuran daripada kebebesan kehendak (hal-hal yang aneh) b.

  Pengakuan daripada sahnya keadaan yang melunak. Misalnya: fisik, keadaan lingkungan atau keadaan mental dari individu c.

  Perubahan doktrin tanggung jawab sempurna untuk memungkinkan pelunakan hukum menjadi tanggung jawab sebagian saja, sebab-sebab utama untuk mempertanggungjawabkan seseorang sebagian saja adalah kegilaan, kebodohan, dan lain-lain keadaan yang dapat mempengaruhi “pengetahuan dan niat” seseorang waktu melakukan kejahatan.

  d.

  Dimasukkannya kesaksian ahli di dalam acara pengadilan untuk menentukan besarnya tanggung jawab untuk menentukan apakah si terdakwa mampu memilih antara yang benar dan yang salah.

  3. Aliran Positivis Berbicara tentang aliran positivis ini mau tak mau kita harus mengingat pula Dokter Cesare Lambroso (1335-1909). Dalam ajarannya

  Lambroso mengatakan bahwa asal mulanya kejahatan itu berasal dari gen dan sikap liar yang diturunkan oleh nenek moyang. Sifat jahat manusia sesuatu yang dapat diwariskan kepada keturunannya sendiri. Karena sejak manusia dilahirkan manusia telah memiliki sifat jahat di dalam dirinya.

  Penjahat sejak lahir merupakan tipe khusus, dan tipe ini dikendali dari bentuk atau cacat fisik tertentu. Lebih lanjut Lambroso menggarisbawahi bahwa cacat ataupun keanehan tersebut sebagai takdir untuk menjadi gambaran dari

  51

  kepribadiannya sebagai penjahat. Kejahatan merupakan perilaku manusia yang dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik, psikis dan sosio-kulturalnya.

4. Aliran Kritis

  Berpijak dari asumsi sebelumnya bahwa perilaku manusia tidak hanya ditentukan oleh kondisi-kondisi fisik, psikis dan sosio-kulturalnya, melainkan ditentukan oleh peranan individu dalam memaknai, menafsirkan, menanggapi setelah dia berinteraksi dengan kondisi tertentu. Kejahatan merupakan suatu keberhasilan masyarakat dalam memberikan reaksi perbuatan tertentu sebagai kejahatan dan pelakunya sebagai penjahat. Pemikiran seperti ini mengarah kepada kajian proses yang mempengaruhi pada pembentukan undang-undang yang menjadikannya perbuatan tertentu sebagai kejahatan, serta proses bekerjanya hukum pidana. Yaitu proses-proses yang menjadikan perbuatan tertentu dan

  52 pelakunya sebagai penjahat (sosiologi hukum pidana).

  Pada umumnya penyebab kejahatan itu terdapat tiga kelompok pendapat yaitu :

  1. Pendapat bahwa kriminalitas itu disebabkan karena pengaruh yang terdapat diluar diri pelaku.

  2. Pendapat bahwa kriminalitas itu merupakan akibat dari bakat jahat 51 yang terdapat di dalam diri pelaku sendiri.

  3. Pendapat yang menggabungkan bahwa kriminalitas itu disebabkan baik karena pengaruh di luar pelaku maupun karena sifat dan bakat dari diri si pelaku. Beberapa aspek sosial yang dikemukakan di dalam Kongres ke-8 PBB tahun 1990 di Havana, Cuba, diidentifikasikan sebagai faktor kondusif penyebab

  53

  terjadinya kejahatan antara lain: 1.

  Kemiskinan, pengangguran, kebutahurufan (kebodohan), ketiadaan/kekurangan perumahan yang layak dan sistem pendidikan serta latihan yang tidak cocok/serasi; 2. Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai prospek

  (harapan) karena 81 proses integrasi sosial, juga karena memburukknya ketimpangan-ketimpangan sosial;

3. Mengendurnya ikatan sosial dan keluarga; 4.

  Keadaan-keadaan/ kondisi yang menyulitkan bagi orang-orang yang beremigrasi ke kota-kota atau ke Negara-negara lain;

  5. Rusakknya atau hancurnya identitas budaya asli, yang bersamaan dengan adanya rasisme dan diskriminasi menyebabkan kerugian dibidang sosial, kesejahteraan, clan, lingkungan pekerjaan; 6. Menurunnya lingkungan perkotaan yang mendorong peningkatan kejahatan dan berkurangnya pelayanan bagi tempat-tempat lingkungan fasilitas; 7. Kesulitan-kesulitan bagiorang-orang dalam masyarakat modern untus berintegrasi sebagaimana mestinya di dalam lingkungan masyarakatnya, keluarganya, tempat kerjanya, atau lingkungan sekolahnya;

  8. Penyalahgunaan alcohol, obat bius dan lain-lain yang pemakainya juga diperlukan karena faktor-faktor tersebut di atas;

  9. Meluasnya aktivitas kejahatan terorganisasi, khususnya perdagangan obat bius dan penadahan barang-barang curian;

  10. Dorongan-dorongan (khususnya oleh media massa) mengenai ide- ide dan sikap-sikap yang mengarah pada tindakan kekerasan, ketidaksamaan (hak) atau sikap-sikap tidak toleransi.

  

B. Faktor-Faktor Penyebab Anak Nakal Kenakalan anak sering diartikan terjemahan dari juvenile delinquency.

  Secara etimologis pengertian juvenile delinquency berasal dari kata juvenile yang berarti anak, dan delinquency yang berarti kejahatan. Jadi juvenile delinquency adalah kejahatan anak. Dari berbagai pengertian tentang kejahatan anak atau

  

juvenile delinquency dapat disimpulkan bahwa kejahatan anak atau juvenile

delinquency memiliki arti kejahatan yang dilakukan oleh anak remaja. Dengan

  demikian kejahatan anak ataupun kenakalan anak merupakan perbuatan yang melanggar hukum yang dapat dikenai sanksi pidana bagi yang melanggar larangan tersebut.

  Menurut Fuad Hasan , Beliau mengartikan kenakalan anak sebagai perbuatan anti sosial yang dilakukan oleh anak remaja yang bilamana dilakukan

  54 oleh orang dewasa diklasifikasikan sebagai tindakan kejahatan.

  Menurut Paul Moedikdo, kejahatan anak adalah Semua perbuatan yang dari orang dewasa merupakan suatu kejahatan bagi anak-anak merupakan kenakalan jadi semua yang dilarang oleh hukum pidana, seperti mencuri,

  55 menganiaya dan sebagainya.

  Psikolog Bimo Waljito merumuskan arti selengkapnya dari juvenile deliquency, yaitu tiap perbuatan jika perbuatan tersebut dilakukan oleh orang

   terakhir diakses Kamis, 22 Januari 2015, 22.00 WIB

erakhir diakses Kamis, 22 Januari 2015, 23.00 WIB dewasa, maka perbuatan itu merupakan kejahatan, jadi merupakan perbuatan

  56 melawan hukum yang dilakukan oleh anak, khususnya remaja.

  Kita ketahui bersama bahwa kenanakaln anak memang diperlukan dalam upaya anak mencari jati diri mereka di dalam lingkungan masyarakat. Menurut Erikson (teori psikososial) bahwa selama masa-masa sulit yang dialami remaja, ternyata ia berusaha merumuskan dan mengambangkan nilai kesetiaan (komitmen), yaitu kemampuan untuk mempertahankan loyalitas yang diikrarkan dengan bebas meskipun terdapat kontradiksi-kontradiksi yang terelakkan diantara

  57

  sistem-sistem nilai. Jadi, krisis identitas adalah suatu masa dimana seorang individu yang berada pada tahap perkembangan remaja. Ketika itu, remaja memiliki sikap untuk mencari identitas dirinya. Siapa dirinya saat sekarang dan di masa depan. Namun, terdapat batasan-batasan yang tetap harus dipegang teguh oleh seluruh lapisan masyarakat tidak terkecuali bagi diri anak. Sehingga suatu kenakalan masih relevan dipergunakan sebagai wahana untuk menentukan atau mencari jati diri mereka. Bila perbuatan-perbuatan itu maka hal itulah yang dapat membawa diri mereka ke dalam ranah hukum pidana.

  Kenakalan anak identik dengan perbuatan yang merugikan entah itu untuk diri sendiri maupun orang lain. Selain itu kenakalan anak juga sering diartikan sebagai pelanggaran. Sehingga kenakalan anak tersebut sangat dekat pengertiannya dengan kriminalitas. Untuk tujuan-tujuan hukum, maka dibuatlah suatu perbedaan antara pelanggaran-pelanggaran indeks (index offenses) dengan status (status offenses). 56

  Index offenses adalah tindakan kriminal, baik yang dilakukan oleh remaja

  maupun orang dewasa, misalnya : tindakannya seperti perampokan, penyerangan dengan kekerasan, pemerkosaan, dan pembunuhan. Status offenses adalah Tindakan yang tidak terlalu serius, tindakan seperti ini banyak dilakukan oleh anak-anak muda dibawah usia tertentu sehingga pelanggaran tersebut dikatakn sebagai pelanggaran remaja, misalnya: seperti lari dari rumah (kabur), bolos dari sekolah, meminum-minuman keras, pelacuran dan ketidak mampuan

  58 mengendalikan diri.

  Banyak para pakar yang mengatakan bahwa sebab-sebab terjadinya kenakalan anak karena expectation gap atau tidak adanya persesuaian antara cita

  59

  dengan sarana yang dapat menunjang tercapainya cita-cita tersebut. Hal ini mengakibatkan hilangnya kontrol dari anak yang mengakibatkan tidak terkendalinya perbuatan yang mereka lakukan, bahkan terhadap perbuatan yang dilarang menurut hukum yang berlaku.

  Secara teoritis upaya penanggulangan masalah kejahatan termasuk perilaku kenakalan anak sebagai suatu fenomena sosial, sesungguhnya titik berat terarah kepada mengungkapkan faktor-faktor kolerasi terhadap gejala kenakalan

  60

  anak sebagai faktor kriminogen. Fenomena sosial yang terjadi ini termasuk ke dalam salah satu akibat kemunduran kontrol sosial yang terjadi dimasyarakat.

  Menurut Reiss bahwa terdapat tiga komponen dari kontrol sosial di dalam

  61

  menjelaskan mengenai kenakalan anak. Ketiga komponen itu antara lain: 1.

  Kurangnya kontrol internal yang wajar selama masa kanak-kanak; 2. Hilangnya kontrol tersebut;

  58 59 Ibid.

  Nandang Sambas, Pembaharuan Sistem Pemidanaan Anak Di Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, hlm. 119 60 61 Ibid.

  3. Tidak adanya norma-norma sosial atau konflik antar norma-norma disekolah, orang tua, atau lingkungan terdekat.

  Reiss membedakan dua macam kontrol sosial, yaitu personal control dan

  

sosial control . Personal control merupakan kemampuan dari seseorang untuk

  menahan diri untuk tidak mencapai kebutuhan dengan cara melanggar norma- norma yang berlaku dalam masyarakat (the ability of the individual to refrain

  

from meeting need in ways which conflict with the norm and rules of the

community ).Sedangkan social control (kontrol eksternal) adalah kemampuan

  kelompok sosial atau lembaga-lembaga di masyarakat melaksanakan norma – norma atau peraturan-peraturan menjadi efektif (the ability of the social groups or

  62 institutions to make norms or rule effective ).

  Melemahnya sosial kontrol dan personal kontrol ini lah merupakan penyebab terbesar dari suatu adanya kejahatan atau delinkuensi. Menurut Travis Hirschi bahwa individu dalam masyarakat mempunyai kecenderungan yang sama untuk menjadi “baik-atau jahat”. Hal tersebut sepenuhnya tergantung terhadap

  63 masyarakatnya.

  Albert Cohen dalam karangannya yang berjudul Delinquent Boys, The

  

Culture of The Gang menjelaskan bahwa perilaku delinkuen di kalangan remaja

  kelas bawah merupakan pencerminan atas ketidakpuasan norma-norma dan nilai- nilai kelompok anak-anak kelas menengah yang mendominasi nilai cultural

  64

  masyarakat. Kejahatan anak yang mereka lakukan merupakan suatu dampak dari akibat kehidupan yang di jalani oleh anak-anak kelas atas berdasarkan perkembangan trend yang ada. Sehingga mendorong anak-anak kelas bawah mengalami konflik budaya atau status frustration karena tidak dapat untuk mengikuti perkembangan tersebut dengan melakukan hal-hal yang menyimpang 62 63 Nandang Sambas, Op.cit., hlm.123. dari norma yang berlaku untuk dapat menampilkan diri mereka ke depan masyarakat.

  Konflik budaya yang dialami oleh anak dan remaja juga dapat ditimbulkan atas kesempatan untuk melakukan penyimpangan norma. Hal ini dapat dikembalikan lagi pada rendah kontrol sosial yang terjadi dalam masyarakat. Apabila kesempatan kriminal terbuka di hadapan mereka, maka mereka akan membentuk atau melibatkan diri dalam subkultural kejahatan (criminal

  65 subculture ) sebagai cara untuk menghadapi permasalahan yang dihadapinya.

  Maka apabila kesempatan kriminal tersebut tidak terbuka, kelompok remaja ini akan melakukan reaksi berupa perkelahian atau kekerasan sebagai sarana untuk mengeluarkan keinginan yang tidak terbuka tersebut. Apabila obat terlarang atau narkotika terbuka dihadapannya dan adanya kesempatan, maka kultur penggunaan obat terlarang (drug culture) akan tumbuh dikalangan mereka.

  Jika dilihat dari tingkat kenakalan anak baik neglected maupun

  

delinquency child , faktor-faktor yang dominan yang dapat mempengaruhi tingkah

  66

  laku anak adalah: 1.

  Faktor Intern Faktor intern merupakan faktor-faktor kejahatan yang muncul dari dalam diri anak itu sendiri seperti : moral, dan kemampuan fisik. Berkaitan dengan kemampuan fisik pada anak, I.B. Suwenda menulis bahwa tumbuh kembang anak

  67

  sampai masa remaja dapat dibagi dalam beberapa periode (masa) yaitu: a. 65 Masa janin (dalam rahim ibu); 66 Ibid., hlm. 131. b.

  Masa bayi (bayi baru lahir sampai berumur 1 tahun); c. Masa berumur dua tahun; d.

  Masa usia pra sekolah (sampai umur 5 tahun); e. Masa remaja, usia ini dikelompokkan lagi menjadi 3 yaitu:

  1) Remaja awal, wanita 10-13 tahun dan laki-laki 10,5-15 tahun;

  2) Remaja tengah, wanita 11-14 tahun dan laki-laki 12-15 tahun;

3) Remaja akhir, wanita 13-17 tahun dan laki-laki 14-16 tahun.

  Berdasarkan penggolongan yang telah tergambarkan diatas terlihat bahwa kematangan diantara anak laki-laki dan anak perempuan masihlah sangat relatif sampai pada tingkat remaja akhir. Mungkin pada analisis-analisis di tahun berikutnya hal ini juga akan mengalami perubahan, karena hal ini pada dasarnya sangat bergantung kepada iklim dan ilmu pengetahuan yan ada.

  Ada bebarapa hal yang menjadi alasan berubahnya moral dan watak pada

  68

  anak dan remaja antara lain: a.

  Faktor pembawaan sejak lahir atau keturunan yang bersifat biologis misalnya: cacat fisik, cacat mental dan sebagainya; b.

  Pembawaan (sifat, watak) yang negative, yang sulit diarahkan atau dibimbing dengan baik, misalnya: terlalu bandel, mokong, atau betik; c.

  Jiwa anak yang masih terlalu labil, misalnya kekanak-kanakan, manja dan sebagainya; d.

  Tingkat intelegensi yang kurang menguntungkan, misalnya berpikir lamban atau kurang cerdas; e.

  Kurangnya tingakat pendidikan anak baik dari visi agama maupun ilmu pengetahuan f.

  Pemenuhan pokok yang tidak seimbang dengan keinginan anak atau remaja; g.

  Tidak memiliki hobi dan bakat yang jelas dan kuat sehingga mudah dipengaruhi dan terkontaminasi oleh hal-hal yang negatif; h.

  Tingkatan usia yang masih rendah, misalnya dibawah usia 7 tahun yang belum dapat untuk dimintai pertanggung jawaban hukum (pasal 4 UU no.3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak). Dari aspek-aspek biologis ini lah dapat memberikan pertimbangan kepada hakim dalam memutuskan pertanggung jawaban pidana terhadap seorang anak. Jika saja hakim tidak mempertimbangkan alasan-alasan ini dengan cermat, tentu putusan yang diberikan oleh hakim dapat merugikan bagi perkembangan jiwa jiwa, fisik, dan masa depan anak. Putusan yang diberikan oleh hakim pada akhirnya haruslah yang benar berpihak kepada anak dan menguntungkan bagi perkembangan jiwa dan fisik anak (ultitum remedium).

  Sehubungan dengan perkembangan jiwa seorang anak, Made Sadhi Astuti menulis bahwa seorang dapat dimintai pertanggung jawaban atas perbuatannya jika ia telah berusia 12 tahun karena pada usia tersebut ia sudah memiliki kemampuan jiwa dan fisik misalnya:

  69 a.

  Secara kejiwaan 1)

  Sudah dapat membedakan mana baik dan mana yang buruk; 2)

  Dapat menempatkan dirinya ditengah-tengah orang lain; 3)

  Jika diajak berbicara, sudah dapat mengerti dan menangkap sisi pembicaraan tersebut;

4) Sudah dapat berkomunikasi dengan orang lain.

  b.

  Secara fisik Sudah dapat melakukan pekerjaan dalam rangka mengurusi dirinya sendiri.

2. Faktor Ekstern

  Faktor ekstern merupakan faktor yang berasal dari lingkungan di luar diri anak, misalnya: lingkungan orang tua, keluarga, dan masyarakat yang menguntungkan seperti:

  70 a.

  Cinta kasih orang tua yang kurang harmonis,kesenjangan kasih saying anatara orang tua dan anak, pemerataan kasih sayang yang tidak seimbang (perlakuan yang tidak adil) dalam keluarga, terjadi broken home (keluarga yang tidak utuh) dan sebagainya; b.

  Kemampuan ekonomi yang tidak menunjang atau ada kesenjangan sosial ekonomi bagi keluarga dan anak; 69 c.

  Kesalahan pendidikan yang diterapkan orang tua terhadap anak, baik dalam hal pendidikan keluarga, formal maupun masyarakat, dan akibat rendahnya tingkat pendidikan orang tua. Orang tua yang otoriter, berbicara kasar, selalu marah-marah, membentak-bentak, menganggap orang tua sebagai subjek yang sentral dari segalanya, sementara anak hanya dianggap sebagai objek pemecah permasalahan di dalam keluarga; d. Kurangnya sosok keteladanan yang baik dari orang tua dalam mendidik dan membimbing anak , termasuk tingkat kejujuran dan kedisiplinan orang tua itu sendiri; e. Kurang tentramnya rasa tanggung jawab yang terlatih diruah, misalnya tanpa ada jadwal kegiatan tertentu bagi anak; f.

  Lingkungan rumah yang kurang menguntungkan bagi anak, misalnya: 1)

  Dirumah yang terlalu sempit dan tidaknya memadai ruang bagi anak untuk belajar; 2)

  Berada ditempat yang kumuh; 3)

  Berdekatan dengan tempat perjuadian, misalnya: sabung ayam, taruhan burung merpati, kasino billyard dan sebagainya; 4)

  Berdekatan dengan tempat keramaian, misalnya: pasar, industry, gedung bioskop, tempat hiburan, lokalisasi, dan sebagainya; 5)

  Berada di lingkungan anak-anak nakal seperti : begadangan sampai larut malam, minum minuman keras, menjadi kelompok geng dan sebagainya;

  6) Tidak adanya tempat ibadah yang memadai, misalnya: mesjid, gereja, pura, dan sebagainya;

  7) Tidak adanya sarana dan prasarana yang sehat untuk menampung bakat dan prestasi anak; g.

  Bergaul dengan teman yang kurang menguntungkan, misalnya: di masyarakat, disekolah, dan sebagainya. Dari faktor-faktor intern dan ekstren itulah dapat dipahami penyebab tindak pidana yang dilakukan oleh anak dan remaja. Dasar pemikiran ini juga sejalan dengan tulisan Kartini Kartono bahwa anak akan menjadi kriminal dan memperoleh kebiasaan delikuensi, sangat bergantung kepada interaksi yang komplek dari berbagai faktor penyebab (intern dan ekstern) sebagai latar

  71 belakangnya.

  71

  Adapun menurut Menurut Donald Taft, faktor –faktor yang menyebabkan juvenile delinquency itu antara lain subjective approach dan objective approach.

  72 Rincian dari masing-masing faktor tersebut adalah: 1.

  Subjective Approach a.

  The Antropological Approach, adalah Pendekatan yang membandingkan ciri tubuh seorang penjahat dengan bukan penjahat.Hasil penelitian menunjukan bahwa seseorang berbuat jahat karena memang telah dibawa sejak lahir; b.

  The Medical Approach, Pendekatan ini berpendapat bahwa ada relasi antara penyakit dengan kejahatan; c.

  The Biological App, Pendekaatan ini mencoba menghubungkan kesarisan dengan kejahatan; d.

  The Physiological App, Pendekatan ini berpendapat bahwa ketidakberfungsian hormon atau kelenjar dapat menimbulkan kejahatan. Ketegangan Psikologis (seperti tidak terpenuhinya kebutuhan atau keinginan dapat mendorong seseorang berbuat jahat); e. The Psychiatric App, Gangguan atau penyakit jiwa mendorong seseorang berbuat jahat; f.

  The Psychoanalytical App, Keinginan yang ditekan karena bertentangan dengan norma akan mencari penyelesaiannya dengan berbuat jahat; 2.

   Objective Approach a.

  The Geographical App, Pendekatan ini berpendapat bahwa ada hubungan antara faktor geografis (lokasi tempat tinggal atau iklim cuaca)dengan kejahatan; b. The Ecological App, Pendekatan ini berpendapat bahwa ada hubungan antara kepadatan penduduk, tipe-tipe keadaan sosial dengan kejahatan; c. The Economical App, Pendekatan iniberpendapat bahwa ada hubungan antara kondisi ekonomi dengan kejahatan; d.

  The Social and Cultural App, Pendekatan ini berpendapat bahwa ada hubungan keadaan lingkungan,mobilitas sosial atau perkembangan masyarakat dan kebudayaan dengan kejahatan.

  

C. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Penyalahgunaan Narkotika yang Dilakukan Oleh Anak

  Anak merupakan bagian terpenting dari seluruh proses pertumbuhan manusia. Karena dari masa kanak-kanaklah sesungguhnya karakter seseorang dibentuk mulai dari fungsi otak maupun emosionalnya.

  Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika merupakan suatu fenomena global yang sangat menakutkan dan membahayakan bagi bangsa dan Negara. Hampir setiap hari, di media cetak, dan elektronik ditampilkan orang-

  

73

  orang yang menyalahgunakan narkotika. Hal ini memperjelas kita semua bahwa narkotika yang beredar di tengah-tengah masyarakat baik legal maupun illegal sangat mudah untuk dijumpai sehingga mengakibatkan bagi para yang mengkonsumsinya untuk menyalahgunakan penggunaan narkotika itu yang awalnya narkotika diperuntukkan untuk pengobatan dan kegiatan-kegiatan medis lainnya. Maraknya penyalahgunaan narkotika ini jelas berakibat buruk terhadap kualitas sumber daya manusia Indonesia yang menjadi salah satu modal pembangunan nasional.

  Bahaya penggunaan narkotika tidak mengenal waktu, tempat dan strata sosial seseorang. Narkoba akan selalu mengancam dan menghantui dimana pun dan kemana pun manusia berada. Narkoba mampu menembus batas dimensi ruang dan waktu. Obat terlarang ini, mampu menyentuh dan merambah seluruh lapisan masyakat. Mulai pelajar, mahasiswa, kalangan professional, selebritis, akademisi,

  73 birokrat (legislative maupun eksekutif), bahkan aparat penegak hukum (oknum

74 Polri-TNI).

  Penyalahgunaan narkotika bukanlah suatu kejadian yang sederhana yang bersifat mandiri, melainkan merupakan akibat dari beberapa faktor yang kebetulan terjalin menjadi suatu fenomena yang pada akhirnya memberikan dampak yang merugikan masyarakat.

  Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak menggunakan narkotika, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal (endogen) berlangsung melalui proses internalisasi diri yang keliru dalam menanggapi lingkungannya dan semua pengaruh dari luar. Tindakan yang mereka lakukan adalah merupakan reaksi yang salah atau irrasional dari proses belajar. Faktor eksternal (eksogen) dikenal pula sebagai faktor alam sekitar, faktor sosiolagis adalah semua perangsang dan pengaruh dari luar yang menimbulkan tingkah laku tertentu pada

  75 anak-anak.

1. Faktor Internal

  Faktor internal merupakan sebab-sebab yang mendasari seorang anak melakukan penyalahgunaan narkotika yang berasal dari aspek kepribadian, kecemasan dan emosional anak.

  Ada beberapa hal yang menyebabkan kejiwaan yang mendorong seseorang terjerumus ke dalam penyalahgunaan narkotik, penyebab internal

  76

  tersebut antara lain: 74 75 Ibid. 76 Kartini Kartono, Op.Cit., hlm.109. a.

  Reaksi Frustasi Negatif/Kegoncangan Jiwa Hal ini timbul karena secara kejiwaan seorang anak tidak mampu menghadapi atau beradaptasi dengan keadaan zaman yang serba kompleks, cara adaptasi yang salah terhadap tuntutan zaman yang serba kompleks, semua pola kebiasaan dan tingkah laku patologis sebagai akibat masuknya konflik batin yang salah, sehingga menimbulkan reaksi yang keliru dan tidak cocok. Semakin berkembang dan pesatnya pembangunan di segala bidang yang mengakibatkan semakin kompleksnya keadaan masyarakat, sehingga menyebabkan anak-anak perlu melakukan penyesuaian diri terhadap banyaknya perubahan sosial, lalu mereka mengalami banyak kejutan, frustasi, ketegangan batin. Dalam jiwa yang labil ini, apabila ada pihak-pihak yang berkomunikasi dengannya mengenai narkoba maka ia dengan mudah dapat terlibat dengan narkoba.

  b.

  Perasaan Egois/Emosional Pada Anak Perasaan egois merupakan sifat yang dimiliki setiap orang.sifat ini sering mendominasi perilaku seseorang dengan tanpa sadar, begitu juga dengan orang yang terlibat dengan narkoba atau para pengguna dan pengedar narkoba. Suatu waktu ketika rasa egois dapat mendorong anak untuk memiliki dan atau menikmati secara penuh apa yang dapat diperoleh dari narkoba.

  c.

  Kehendak Ingin Bebas Kehendak ingin bebas adalah merupakan salah satu sifat alamiah manusia, setiap manusia ingin memiliki kebebasan yang penuh tanpa dikekang oleh suatu apapun, apalagi anak yang menjelang remaja sangat ingin memiliki kehendak bebas, tetapi tidak ingin diatur atau dikekang oleh suatu aturan. Mereka beranggapan bahwa aturan akan menyebabkan mereka terkekang, tidak ada lagi kehendak bebas. Sementara dalam tata pergaulan masyarakat banyak sekali norma-norma serta aturan yang membatasi kehendak bebas tersebut. Kehendak ingin bebas ini muncul dan terwujud ke dalam perilaku setiap kali mengahdapi himpitan dalam melakukan interaksi dengan orang lain sehubungan dengan narkoba, maka akan dengan sangat mudah mereka terjerumus pada suatu tindak pidana narkoba.

  d.

  Rasa Keingintahuan Perasaan ini cenderung lebih dominan melekat pada anak-anak, perasaan tidak ingin terbatas pada hal-hal yang positif tetapi juga kepada hal-hal yang sifatnya negatif. Rasa ingin tahu mendorong anak-anak menggunakan narkoba dari ingin coba-coba sehingga menimbulkan ketergantungan dan menyebabkan anak menjadi susah terlepas dari narkoba.

2. Faktor Ekternal

  Banyak sekali faktor eksternal yang menyebabkan anak menggunakan narkotika, diantaranya yang paling penting adalah: a.

  Faktor Keluarga Keluarga adalah merupakan tempat pertama proses terjadinya sosialisasi dan sivilisasi pribadi anak. Di dalam keluarga seorang anak belajar untuk mengenal cinta, kasih saying, simpati, loyalitas, ideology,bimbingan, agama dan pendidikakn. Peranan keluarga sangat penting bagi tumbuh dan

  77

  berkembangnya jiwa anak. Keluarga yang baik tentu akan memberikan dampak yang positif terhadap tumbuh kembang pada anak. Begitu pula sebaliknya, keluarga yang buruk tentu akan memberikan dampak negative terhadap tumbuh kembang anak.

  Keluarga merupakan kelompok masyarakat yang terkecil, akan tetapi merupakan lingkungan yang paling kuat dalam membesarkan anak terutama pada anak-anak yang belum sekolah. Oleh karena itu keluarga mempunyai peranan

  

78

  yang penting dalam perkembangan anak. Oleh karena sebagian besar waktu dari anak-anak dihabiskan di dalam keluarga, maka sepantasnya penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak-anak sebagian besar juga merupakan pengaruh bagaimana keadaan keluarganya itu sendiri.

  Ada beberapa hal yang mempengaruhi sehingga menyebabkan anak

  79

  menggunakan narkoba: 1)

  Rumah Tangga Berantakan (Broken Home) Apabila rumah tangga terus menerus dipenuhi konflik yang serius, sehingga menyebabkan keluarga retak dan pada akhirnya mengakibatkan terjadinya perceraian maka mulailah terjadi banyak kesulitan pada semua anggota 77 78 Ibid., hlm.86.

  keluarga terlebih lagi pada anak-anak. Keadaan ini menyebabkan anak menjadi sangat bingung dan merasa jiwanya hampa dan merasakan ketidakpastian

  80 emosional.

  Dalam broken home pada prinsipnya struktur keluarga itu tidak lengkap

  81

  lagi disebabkan karena adanya:

  a) Salah satu orang tua atau keduanya meninggal dunia;

  b) Perceraian orang tua;

  c) Salah satu atau kedua orang tua terlalu sibuk sehingga tidak hadir secara rutin ke dalam keluarga untuk waktu yang cukup lama.

  Pada saat orang tua bertengkar di depan anak, maka timbullah rasa cemas, tertekan, emosi dan batin si anak akan merasa terluka, kemuadian muncullah konflik batin dan kegalauan jiwa, anak menjadi tidak tenang belajar,

  82

  tidak betah tinggal dirumah. Untuk melupakan luka batin dan penderitaannya maka anak melampiaskan kemarahannya dengan cara menjadi nakal, urakan, berandalan, tidak mau mengenal aturan dan norma sosial di masyarakat, terlibat dengan anggota geng dan untuk menghilangkan luka batin maka mereka menggunakan narkotika.

  2) Perlindungan berlebih dari orang tua

  Jika orang tua terlalu memanjakan dan melindungi anaknya, mengakibatkan lemahnya jiwa anak sehingga menghindarkan diri anak dari sifat kemandirian. Maka anak tersebut akan selalu bergantung kepada orang tua dan 80 81 Abu Haraerah, Kekerasan Terhadap Anak, Nuansa, Bandung, 2006, hlm.86.

  83

  tidak dapat mengambil tindakan sendiri semua hal mengandalkan orang tua. Hal ini menyebabkan jiwa anak menjadi tidak sehat maka anak akan mudah merasa cemas, bimbang serta ragu-ragu dan kepercayaan dirinya menjadi hilang.

  Tanpa adanya perintah yang diberikan orangtua membuat anak tidak mampu untuk berbuat sesuatu, sehingga semua tindakan yang akan dilakukannya semua atas perintah dari kepala geng yang secara tidak langsung menyebabkan dirinya terlibat kepada narkoba.

  3) Penolakan Orangtua

  Ada orang tua yang tidak dapat melakukan tanggungjawabnya sebagai orang tua. Orang tua ingin terus melanjutkan hidupnya seperti kebiasaannya yang

  84 lama bersenang-senang sendiri sama seperti sebelum kawin.

  Kehadiran anak yang tidak diharapkan ini akan menimbulkan perasaan cemas sehingga membuat keadaan jiwanya menjadi tidak tenang.

  Kebencian dari orang tua yang mampu dirasakan oleh anak, membuatnya mencari jalan lain untuk dapat melupakan perilaku yang tidak sewajarnya dari orangtuanya yaitu dengan menggunakan narkoba.

  4) Pengaruh Buruk dari Orangtua

  Sikap buruk dari orang tua dengan melakukan tindakan kriminal atau asusila (suka main perempuan, korupsi, senang berjudi, menghisap ganja, menggunakan obat-obat terlarang, kebiasaan meminum minuman keras, bersikap

  83 otoriter dan sebagainya) dari orang tua atau salah satu anggota keluarga akan bisa

  85 memberikan pengaruh negative (menular) pada anak.

  b.

  Faktor Lingkungan Sekolah Sekolah adalah lingkungan pendidikan formal kedua yang merupakan wadah setelah keluarga bagi anak remaja/pelajar. Sekolah adalah salah satu pembentuk sumber daya manusia yang yang sangat dominan dan faktor moral utama ke arah yang lebih baik. Sekolah juga mempunyai sifat formal yang sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan anak.

  Salah satu faktor resiko anak memakai narkoba adalah rendahnya prestasi sekolah anak. Prestasi sekolah yang rendah dapat menyebabkan anak mengalami frustasi, rendahnya rasa kepercayaan diri anak, merasa dikucilkan di lingkungan masyarakat tetapi dapat pula terjadi bahwa rendahnya prestasi di sekolah karena remaja mengalami masalah yang tidak dapat diselesaikan sehingga disalurkan ke dalam tingkah laku negatif seperti membolos dan tidak mengabaikan prestasi.

  Anak-anak yang memasuki sekolah tidak semuanya berwatak baik, dalam sisi lain, anak-anak yang masuk sekolah ada yang berasal dari lingkungan keluarga yang buruk dan ada pula yang berasal dari lingkungan keluarga yang baik yang selalu memperhatikan kepentingan anak untuk belajar. Sesuai dengan keadaan seperti ini, sekolah-sekolah sebagai tempat pendidikan anak-anak menjadi sumber terjadinya konflik psikologis yang pada prinsipnya memudahkan

  86 anak menjadi delikuen.

  Banyak hal yang membuat anak didik merasa terlantar disekolah antara lain di sekolah anak merasa kurang diperhatikan, hal ini disebabkan pengaruh negative dari perekonomian yang dialami oleh pendidik sehingga secara tidak

  87 langsung mengurangi perhatiannya kepada anak didik.

  Dewasa ini sering terjadi perlakuan guru yang tidak adil, hukuman/sanksi-sanksi yang kurang menunjang tercapainya tujuan pendidikan, ancaman yang tiada putus-putusnya, terjadi disharmonisasi antara peserta didik dan pendidik. Kurikulum selalu berubah-ubah tidak menentu sehingga membuat bingung para pengajar maupun murid, selain itu materi yang selalu ketinggalan

  88

  zaman dan tidak bisa menyerap aspirasi anak. Keadaan seperti ini tentu akan memberikan efek yang buruk dalam proses pembelajaran anak. Dapat menyebabkan anak malas belajar, gampang jenuh, dan lelah secara psikis. Proses belajar yang kurang menguntungkan bagi anak tentu member pengaruh langsung atau pun tidak langsung terhadap perilaku negatif yang dilakukan oleh anak . Minat belajar anak menjadi menurun, sebaliknya mereka menjadi lebih tertarik tentang hal-hal non persekolahan, misalnya: masalah seks, hidup santai, minum minuman keras, menghisap ganja dan bahan narkotik lainnya, suka membolos

  89 sekolah dan berkumpul dengan teman sekelompoknya berkeliaran dijalan raya.

  86 87 Sudarsono, Op.Cit., hlm.130 88 Ibid. c.

  Faktor Milieu (Lingkungan Sekitar) Tempat tinggal di daerah hitam, atau terlalu padat penduduk, suasana hiburan yang menggoda bagi anak-anak awal remaja kebiasaan hidup yang dipenuhi aktivitas-aktivitas dunia hiburan akan membawa dampak buruk bagi perkembangan anak. Lingkungan ada kalanya dihuni oleh orang dewasa serta anak-anak muda kriminal dan anti sosial, yang dapat menimbulkan reaksi emosional buruk pada anak-anak yang masih labil jiwanya, sehingga anak mudah

  90

  terjangkit oleh pola tindakan kriminal, asusila dan anti sosial. Oleh karena itu agar anak tidak terpengaruh oleh lingkungan yang tidak baik anak harus diberikan kasih saying dan perhatian yang cukup serta diberikan pemahaman agama yang baik sehingga kemungkinan anak terpengaruh hal yang buruk semakan kecil.

  Menurut Sutherland dalam teorinya assosiasi diffrensial menyatakan bahwa perilaku jahat merupakan suatu perbuatan dari proses belajar. Demikian juga dengan anak yang memakai narkoba pada umumnya mereka memakai narkoba karena belajar dari lingkungannya melalui suatu proses interaksi pergaulan yang akrab. Dengan kata lain anak yang memakai narkoba terlihat dalam suatu interaksi yang akrab dengan orang-orang yang ada disekitar lingkungannya.

  Dari interaksi-interaksi dengan orang-orang yang ada disekitar lingkungannya, terkadang memungkinkan anak bertemu dengan sekelompok teman yang sebaya dengan dirinya. Dimana mereka merasa dekat satu dengan lainnya, mempunyai rasa senasib sepenanggungan, rasa solidaritas yang tinggi antar sesama sehingga membentuk sebuah kelompok diantara mereka (geng). Dengan munculnya kelompok seperti ini dikalangan anak-anak membuat mereka dengan mudah untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan menurut mereka sekalipun hal-hal tersebut merupakam tindak kejahatan (delikuen).

  Kelompok teman sebaya ini dapat menjadi awal bagi anak dalam mengenal dan mencoba narkoba. Terjadi dilemma di dalam diri remaja, disatu sisi menyadari bahaya dan dampak yang akan ditimbulkan dari narkoba tersebut disisi lain mereka membutuhkan penerimaan dan pengakuan dari kelompok. Dukungan kelompok dan proses seleksi pada kelompok sangat berarti terutama bagi anak yang sangat bergantung secara emosional terhadap kelompoknya sehingga semua aturan yang diperintahkan oleh kelompoknya berlaku dan sangat dipatuhi oleh setiap anggota kelompok sebaya tersebut.

  Menurut Graham Blaine, seorang psikiater, sebab-sebab penyalahgunaan narkoba adalah:

  91

  1) Untuk membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan- tindakan yang berbahaya dan yang memiliki risiko, sehingga agar keberaniannya timbul maka mereka mempergunakan naroba, misalnya: berkelahi, lomba, balapan motor illegal, ngebut dan tindakan berbahaya lainnya;

  2) Untuk menentang suatu otoritas yaitu terhadap orang tua, guru, hukum atau instansi yang berwenang lainnya, ada anggapan bahwa mereka adalah merupakan pengekang terhadap kebebasan;

  3) Untuk melepaskan diri dari rasa kesepian, hal ini terjadi karena pemakai merasa dirinya kurang diperhatikan, merasa disingkirkan sehingga memakai narkoba karena dirinya dianggap ada;

  4) Untuk melepaskan diri dari masalah dan ingin pikiran yang tenang, sehingga dengan menggunakan narkoba, mereka

  (pemakai) dapat menemukan arti hidup.

  5) Mengikuti kemauan kawan dan untuk memupuk solidaritas dengan kawam-kawan;

  6) Karena didorong rasa ingin tahu (curiosity) dan arena iseng (just for kicks ).

  Di dalam Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 2013 terdapat beberapa langkah pembinaan yang dapat dilakukan dalam rangka mencegah generasi muda dan anak usia sekolah dalam penyalahgunaan Narkotika antara lain:

  92 1)

  melaksanakan penyuluhan mengenai bahaya penyalahgunaan Narkotika khususnya kepada generasi muda dan anak usia sekolah; dan

  2) memasukkan pendidikan mengenai bahaya penyalahgunaan Narkotika ke dalam kurikulum sekolah dasar sampai dengan sekolah lanjutan tingkat atas, berkoordinasi dengan menteri terkait.

  92

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prestasi Kerja 2.1.1 Pengertian Prestasi Kerja - Pengaruh Pengawasan Dan Disiplin Terhadap Prestasi Karyawan Pada Pt. Bank Sumut Cabang Iskandar Muda Medan

0 1 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori sinyal (signalling theory) - Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Harga Saham Perrusahaan Perbankan Yang Terdapat Di Bursa Efek Indonesia

0 0 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Laporan keuangan - Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Audit Timeliness pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 24

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang - Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Audit Timeliness pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kalium Diklofenak - Sintesis Propil Diklofenak Dan Elusidasi Struktur Menggunakan Fourier Transform Infra Red (Ft-Ir) Dan Gas Chromatography Mass Spectrometry (Gc-Ms)

0 0 15

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kosmetik

0 0 22

FORMULASI LIPSTIK MENGGUNAKAN KOMBINASI MINYAK BIJI ANGGUR (Grapeseed oil) DAN MINYAK JARAK (Castor oil) SEBAGAI PELARUT ZAT WARNA SINTETIS SKRIPSI

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Pengembangan Pegawai Terhadap Efektifitas Kerja Pegawai Pada Kantor Sekretariat Daerah Kota Sibolga

0 0 18

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Penerapan Akuntabilitas dan Transparansi dalam Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Pembuatan Surat Izin Mengemudi di Kantor Satuan Lalu Lintas Polresta Medan)

0 3 43

Penerapan Akuntabilitas dan Transparansi dalam Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Pembuatan Surat Izin Mengemudi di Kantor Satuan Lalu Lintas Polresta Medan)

0 0 13