BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Penerapan Akuntabilitas dan Transparansi dalam Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Pembuatan Surat Izin Mengemudi di Kantor Satuan Lalu Lintas Polresta Medan)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Pada umumnya tugas pokok aparatur negara yang juga abdi negara tercermin dalam tugas pokoknya di bidang pemerintahan umum, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Sejak pasca reformasi diharapkan akan berdampak positif terhadap sistem penyelenggaraan pemerintah yang dapat dilihat dari semakin keterpihakkannya pemerintah terhadap kepentingan-kepentingan masyarakat, namun dalam kenyataannya semakin meluasnya praktek -praktek kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) dalam sistem birokrasi publik di Indonesia berimbas buruk terhadap tatanan dan citra birokrasi dihadapan masyarakat.

  Buruknya kinerja pelayanan public disebabkan karena belum terlaksananya transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan public. Oleh karena itu, pelayanan publik harus dilaksanakan karena kualitas kinerja birokrasi pelayanan publik belum memiliki implikasi yang luas dalam mencapai kesejahteraan masyarakat.

  Satlantas Polresta Medan yang dalam hal ini sebagai pelaksana pelayanan public yang langsung bersinggungan dengan masyarakat diharapkan mampu masyarakat atas pelayanan yang diberikan yang belum akuntabel atau belum dapat dipertanggungjawabkan seperti, profesionalitas pegawai, persyaratan administrasi ataupun mekanisme kerja yang belum jelas serta biaya pelayanan pembuatan surat izin mengemudi yang belum terlaksana dengan baik. Selain itu di Kantor Satlantas Polresta Medan juga masih banyak calo-calo dan pungli yang berkeliaran di lingkungan Satlantas Medan. Meski adanya larangan tentang pengurusan pembuatan surat izin mengemudi (SIM) melibatkan calo melalui audio suara diSatlantas Polresta Medan, praktik percaloan tetap saja marak di instansi tersebut. Konsidi ini membuat para warga masyarakat yang ingin membuat SIM menjadi tidak nyaman. Aktivitas calo yang meresahkan itu bebas berkeliaran, seolah-olah mendapat restu dari pihak kepolisian. Hal ini dapat dilihat dari jurnal Medan Bisnis

  Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 50 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia, tarif penerbitan Surat Ijin Mengemudi (SIM) ditetapkan sebesar Rp.120 ribu untuk SIM A dan SIM B. Sedangkan untuk SIM C ditetapkan sebesar Rp.100 ribu. Namun ketetapan itu sepertinya jauh sekali dari realitas yang ada. Dari pantauan Smart FM di Satuan Lalu Lintas Polresta Medan, meski terpampang jelas tarif resmi namun sudah menjadi rahasia umum jika tarif

  

di akses 23 November 2013). Selain itu dalam

  pengurusan Surat Izin Mengemudi pemohon harus melampirkan sertifikat dari sekolah mengemudi, sehingga pemohon harus membayar mahal untuk pengurusan surat izin mengemudi (SIM). Dewan Perwakilan Rakyat Daerah meminta pihak Polresta Medan untuk mencabut kebijakan tersebut karna sangat memberatkan masyarakat dan sebagai gantinya cukup dilakukan test drive di kantor Satlantas, yang benar-benar luluslah yang akan dikeluarkan SIM-nya tetapi belum mendapatkan tanggapaakses 01 Juni 2011)

  Namun, berbagai tuntutan dari masyarakat tersebut tidaklah akan terbentuk secara otomatis. Banyak langkah yang harus direncanakan, dilakukan, dan di nilai secara sistematis dan konsisten. Penataan sumber daya aparatur yang profesional harus diprioritaskan, karena reformasi di bidang administrasi pemerintahan mengharapkan hadirnya pemerintah yang lebih berkualitas dan mampu mengemban fungsi-fungsi pelayanan publik. Tumpuan dan harapan tersebut tertuju kepada aparatur pemerintah, karena aparatur pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan bagi masyarakat sekaligus sebagai penanggung jawab fungsi pelayanan umum di Indonesia yang mengarahkan tujuannya kepada public service, memikirkan dan mengupayakan tercapainya sasaran pelayanan kepada seluruh masyarakat dalam

  Hal ini mengharuskan pihak pemerintah senantiasa mengadakan pembenahan menyangkut mutu dan kualitas dari pelayanan yang dihasilkan. Tantangan yang dihadapi dalam pelayanan publik adalah bukan hanya menciptakan sebuah pelayanan yang efisien, namun juga bagaimana pelayanan dapat dilakukan dengan transparan dan profesional tanpa membeda-bedakan status dari masyarakat yang dilayani, atau dengan kata lain bagaimana menciptakan pelayanan yang adil dan demokratis.

  Tantangan tersebut merupakan hal yang beralasan karena secara empiris masyarakat di daerah menginginkan agar aparatur pemerintah dalam menjalankan tugas-tugasnya dapat bekerja secara optimal yang akhirnya dapat memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat.

  Demikian pula dengan aparatur/pegawai Kantor Satuan Lalu Lintas Polresta Medan khususnya bidang pelayanan pengurusan Surat Izin Mengenudi (SIM). Dalam melayani masyarakat, Kantor Satuan Lalu Lintas Polresta Medan, tidak terlepas dari permasalahan mengenai kondisi pelayanan yang relatif belum memuaskan. Hal ini berkaitan dengan baik buruknya sumber daya aparatur yang profesional. Kantor Satuan Lalu Lintas Polresta Medan mempunyai tugas dan kewenangan di bidang pelayanan publik antara lain : memberikan pelayanan sekaligus pengawasan terhadap prosedur pembuatan SIM.

  Surat Izin Mengemudi atau SIM merupakan bukti registrasi dan identifikasi mengemudikan kendaraan bermotor. Setiayang mengemudikan kendaraan bermotor di Jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis Kendaraan Bermotor yang dikemudikan (Pasal 77 ayat (1) UU No.22 Tahun 2009). Adapun Fungsi SIM (surat izin mengemudi) adalah : 1.

  Sebagai bukti kompetensi mengemudi, 2. Sebagai registrasi pengemudi kendaraan bermotor yang memuat keterangan identitas lengkap pengemudi,

3. Untuk mendukung kegiatan penyelidikan, penyidikan dan identifikasi forensik Kepolisian.

  Pada tahun 2013 di Indonesia lebih dari 60 juta unit motor yang beredar namun hanya sekitar 40 persennya tidak memiliki SIM, padahal SIM mutlak dimiliki bagi seseorang yang hampir beberapa jam dalam sehari berkendara mengunakan sepeda motor/mobil, bukan hanya untuk mencegah operasi atau razia yang kadang dilakukkan oleh polisi tetapi SIM juga bermanfaat ketika kita mengalami suatu kejadian yang tidak kita inginkan seperti kecelakaan atau mungkin terlibat dalam kecelakaan walau secara tidak sengaja.

   akses tanggal 01 Maret 2015).

  Dalam ranah hukum ketentuan pidana bagi pengendara yang tidak bisa memiliki surat izin mengemudi adalah kurungan selama 4 bulan denda 1.000.000,- tertuang pada pasal 281 UU No. 2 tahun 2009. Berikut ini adalah jenis pelanggaran dalam Berlalu Lintas.

Gambar 1.1 Jenis Pelanggaran dalam Lalu Lintas Di Kantor Satlantas Polresta Medan

  Kesadaran masyarakat untuk memiliki surat izin mengemudi (SIM) di Kota Medan semakin meningkat pasca munculnya kebijakan dari Satlantas Polresta Medan untuk mengintensifkan razia kelengkapan surat kendaraan termasuk SIM pengemudi.

  Hal ini terlihat dari banyaknya masyarakat yang melakukan permohonan pembuatan SIM di Satlantas Polresta Medan, Jalan Adinegoro Medan. Pantauan di gedung Satlantas Polresta Medan, puluhan masyarakat yang didominasi anak muda ini terlihat memadati ruangan untuk mengurus permohonan SIM baru. Hal ini dapat terlihat jelas dari data yang berhasil penulis peroleh dari Kantor Satlantas Polresta

Tabel 1.1 Rekapitulasi Kegiatan Pelayanan Pembuatan Surat Izin Mengemudi di

  

Kantor Satlantas Polresta Medan

Sumber: Kantor Satlantas Polresta Medan

  Berdasarkan data-data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan penulis dilapangan, syarat-syarat seseorang telah berhak memiliki SIM adalah berusia 17 lintas jalan dan teknik dasar kendaraan bermotor. Namun kenyataannya, masih ada juga masyarakat yang telah memenuhi syarat tetapi belum memiliki SIM namun bebas menggunakan kendaraan bermotor di jalan raya. Hal ini disebabkan oleh lambannya aparatur serta mekanisme pelayanan yang berbelit-belit, sehingga terkadang masyarakat sering merasa malas mengantri dan ribetnya administrasi pembuatan Surat Izin Mengemudi apalagi SIM dibuat berdasarkan domisili kelahiran, membuat masyarakat malas untuk memprosesnya terlebih adanya jasa calo dengan harga yang berbeda-beda yang membuat masyarakat enggan mengurusnya walau SIM mati sekalipun serta kurangnya sosialisasi dan informasi kepada masyarakat mengenai prosedur dan biaya dalam pengurusan pembuatan SIM. .

  Akuntabilitas dan transparansi seharusnya sudah diketahui, dipahami dan diterapkan oleh semua instansi pemerintahan di Indonesia, baik di pusat maupun di daerah. Karena itu, Kantor Satuan Lalu Lintas Polresta Medan sebagai kantor pemerintahan sedang berusaha untuk memperbaiki citra pelayanan publik di mata masyarakat. Saat ini Kantor Satuan Lalu Lintas Polresta Medan sedang berupaya menerapkan paradigma Good Governance khususnya penerapan akuntabilitas dan transparansi dalam pemerintahannya. Akuntabilitas dan transparansi sangatlah penting diterapkan di Kantor Satuan Lalu Lintas Polresta Medan sebagai laporan atau tolak ukur dalam setiap Pengurusan Surat Izin Mengemudi (SIM). Misalnya saja sedangkan untuk SIM perpanjangan 60 menit. Dengan adanya penerapan akuntabilitas pegawai akan lebih memperbaiki kinerjanya untuk dapat menyelesaikan pembuatan SIM dengan waktu sesingkat mungkin. Setiap kantor pemerintahan pasti memiliki cara tersendiri untuk mewujudkan good governance khususnya akuntabilitas dan transparansi dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pelayanan publik. Begitu juga dengan Kantor Satuan Lalu Lintas Polresta Medan.

  Berdasarkan keadaan diatas penulis tertarik untuk mengangkatnya dalam penelitian dengan judul “Penerapan Akuntabilitas dan Transparansi dalam

  

Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Pembuatan Surat Izin Mengemudi di

Kantor Satuan Lalu Lintas Polresta Medan)”

1.2 Perumusan Masalah

  Masalah dapat diartikan sebagai penyimpangan antara yang seharusnya dengan apa yang benar-benar terjadi. Jadi untuk mengarahkan penelitian dan memperlancar data dan fakta ke dalam bentuk penulisan ilmiah, maka perlu perumusan masalah dengan jelas, sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan kajian dan pedoman arah penelitian. Setiap penelitian dimulai dengan perumusan masalah, yaitu yang memberi gambaran adanya sesuatu yang perlu diselesaikan. Masalah dapat diketahui atau dicari apabila terdapat penyimpangan antara pengalaman dengan kenyataan, antara

  Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana Penerapan Akuntabilitas dan Transparansi dalam pembuatan Surat

  Izin Mengemudi (SIM) di Kantor Satuan Lalu Lintas Polresta Medan? 2. Apakah hambatan-hambatan yang dihadapi dalam penerapan akuntabilitas dan transparansi dalam Surat Izin Mengemudi (SIM) di Kantor Satuan Lalu

  Lintas Polresta Medan?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan yang penulis harapkan dapat dicapai melalui penelitian ini adalah :

  1. Untuk mendapatkan gambaran tentang proses dan situasi terkini penerapan akuntabilitas dan transparansi dalam pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) di Kantor Satuan Lalu Lintas Polresta Medan.

  2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi dalam penerapan akuntabilitas dan transparansi dalam pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) di Kantor Satuan Lalu Lintas Polresta Medan.

  1.4 Manfaat Penelitian

  1. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan penulis dalam menulis karya ilmiah dan menganalisa permasalahan di lapangan, dan juga menjadi masukan pengetahuan bagi penulis tentang akuntabilitas dan transparansi dalam pelayanan publik.

2. Bagi instansi, penelitian ini diharapkan menjadi masukan yang berguna bagi instansi itu sendiri.

  3. Bagi Departemen Ilmu Administrasi Negara, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi Fakultas dan menjadi referensi tambahan bagi mahasiswa/i di masa mendatang.

1.5 Kerangka Teori

  Dalam penelitian ini diperlukan adanya kumpulan teori-teori yang akan menjadi hambatan landasan teoritis dan menjadi pedoman dalam melaksanakan penelitian.

  Setelah masalah penelitian dirumuskan maka selanjutnya adalah mencari teori-teori, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk melaksanakan penelitian. Sugiyono (2005:55). Teori- teori yang menjadi landsan dalam penelitoan ini adalah:

1.5.1 Akuntabilitas Konsep akuntabilitas di Indonesia memang bukan merupakan hal yang baru.

  Fenomena ini merupakan imbas dari tuntutan masyarakat yang mulai digemborkan kembali pada awal era reformasi di tahun 1998. Tuntutan masyarakat ini muncul karena pada masa orde baru konsep akuntabilitas tidak mampu diterapkan secara konsisten di setiap kepemerintahan yang pada akhirnya menjadi salah satu penyebab lemahnya birokrasi dan menjadi pemicu munculnya berbagai penyimpangan- penyimpangan dalam pengelolaan keuangan dan administrasi negara di Indonesia.

  Era reformasi memberi harapan baru dalam implementasi akuntabilitas di Indonesia.

  Menurut Kumorotomo (2005) akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban bawahan atas pemenuhan wewenang yang dilimpahkan kepadanya, sehingga akuntabilitas merupakan faktor di luar individu dan perasaan pribadinya.

  Ada 3 hal yang menjadi dimensi akuntabilitas, antara lain : 1. Akuntabilitas Politik, yang biasanya dihubungkan dengan proses dan mandat pemilu

  2. Akuntabilitas Finansial, yang fokus utamanya adalah pelaporan yang akurat dan tepat waktu tentang penggunaan dana publik

3. Akuntabilitas administratif ,yang pada umumnya berkaitan dengan pelayanan publik dalam kerangka kerja otoritas dan sumber daya yang tersedia.

  Penyelenggaraan pelayanan harus dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada publik maupun kepada atasan/pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah sesuai

  1. Akuntabilitas kinerja pelayanan publik a.

  Akuntabilitas kinerja pelayanan publik dapat dilihat berdasarkan proses yang antara lain meliputi : tingkat ketelitian, profesionalitas petugas, kelengkapan sarana dan prasarana, kejelasan aturan dan kedisiplinan.

  b.

  Akuntablitas kinerja harus sesuai dengan pelayanan publik yang telah ditetapkan.

  c.

  Standaar pelayanan harus dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka baik kepada publik maupun kepada atasan atau pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah, apalagi terjadi penyimpangan dalam hal pencapaian standar harus dilakukan upaya perbaikan.

  d.

  Masyarakat melakukan penilaian terhadap kinerja pelayanan secara berkala.

  e.

  Disediakan mekanisme pertanggungjawaban bila terjadi kerugian dalam pelayanan publik

  2. Akuntabilitas biaya pelayanan publik a.

  Biaya pelayanan dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang telah ditetapkan b.

  Pengaduan masyarakat yang terkait dengan penyimpangan biaya pelayanan publik harus ditandatangani oleh petugas/pejabat yang ditunjuk berdasarkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang.

3. Akuntabilitas produk pelayanan a.

  Persyaratan teknis dan administratif harus jelas dan dapat dipertanggungjawabkan sari segi kualitas dan keabsahan produk pelayanan b.

  Prosedur dan mekanisme kerja harus sederhana dan dilaksanakan sesuaai dengan ketentuan yang berlaku.

  c.

  Produk pelayanan diterima dengan benar, tepat dan sah.

1.5.2 Transparansi

  Dalam KepMenPan No.26/KEP/M.PAN/2/2004 tentang pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik, menjelaskan pengertian transparansi penyelenggaraan publik merupakan pelaksanaan tugas dan kegiatan yang bersifat terbuka bagi masyarakat dari proses kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan ataupun pengendaliannya, serta mudah diakses oleh semua pihak yang membutuhkan informasi.

  Transparansi dalam penyelenggaraan pelayanan publik utamanya meliputi : 1. Manajemen dan penyelenggaraan pelayanan publik

  Transparansi terhadap manajemen dan penyelenggaraan pelayanan publik meliputi kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan oleh masyarakat.

  2. Prosedur Pelayanan Prosedur pelayanan adalah rangkaian proses atau tata kerja yang berkaitan satu sama lain, sehingga menunjukkan adanya tahapan secara jelas dan pasti serta tata cara yang harus ditempuh dalam rangka penyelesaian sesuatu pelayanaan. Prosedur pelayanan publik harus sederhana, tidak berbelit-belit dan mudah dipahami dan dilaksanakan.

  3. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan Untuk memperoleh pelayanan, masyarakat harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemberi pelayanan, baik berupa persyaratan teknis atau persyaratan administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

  4. Rincian biaya pelayanan Biaya pelayanan adalah segala biaya dan rinciannya dengan nama atau sebutan apapun sebagai imbalan atas pemberian pelayanan umum yang besaran dan tata cara pembayarannya ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan perundang-undangan.

  5. Waktu penyelesaian pelayanan Unit pelayanan instansi pemerintah dalam memberikan pelayanan harus berdasarkan nomor urut permintaan pelayanan, yaitu yang pertama kali

  6. Pejabat yang berwenangdan bertanggung jawab Pejabat/ petugas yang berwenang dan bertanggung jawab memberikan pelayanan dan menyelesaikan keluhan, persoalan, atau sengketa yang diwajibkan memakai tanda pengenal. Pejabat/ petugas yang memberikan pelayanan dan menyelesaikan keluhan harus dapat menciptakan ciri positif terhadap penerima pelayanan dengan memperhatikan berikut ini : a. Aspek psikologi dan komunikasi, serta perilaku melayani.

  b.

  Kemampuan melaksanakan empati terhadap penerima pelayanan dan dapat mengubah keluhan penerima pelayanan menjaadi senyuman.

  c.

  Menyelaraskan cara penyampaian layanan melalui nada, tekanan dan kecepatan suara, sikap tubuh, mimik dan pandangan mata.

  d.

  Mengenal siapa dan apa yang menjadi kebutuhan penerima pelayanan.

  e.

  Berada di tempat yang ditentukan pada waktu dan jam pelayanan.

  7. Lokasi pelayanan Tempat dan lokasi pelayanan diusahakan harus tetap dan tidak berpindah- pindah, mudah dijangkau oleh pemohon, dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang cukup memadai termasuk penyediaan sarana telekomunikasi dan informatika.

  8. Janji Pelayanan mengenai standar kualitas pelayanan. Dapat pula dibuat Motto Pelayanan, dengan penyusunan kata-kata yang dapat memberikan semangat, baik kepada pemberi maupun penerima pelayanan.

  9. Standar pelayanan publik Setiap unit pelayanan instansi pemerintah wajib menyusun standar pelayanan masing-masing sesuai dengan tugas dan kewenangannya, dan dipublikasikan kepada masyarakat sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan yang ditetapkan hendaknya realistis, karena merupakan jaminan bahwa janji/komitmen yang dibuat dapat dipenuhi, jelas dan mudah dimengerti oleh para pemberi dan penerima pelayanan.

  10. Informasi Pelayanan Untuk memenuhi kebutuhan informasi pelayanan kepada masyarakat, setiap unit pelayanan instansi pemerintah wajib mempublikasikan mengenai prosedur, persyaratan, biaya, waktu, standar, akta/janji, motto pelayanan, lokasi serta pejabat/petugas yang berwenang dan bertanggung jawab sebagaimana telah diuraikan diatas. Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan lainnya, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan penyediaan informasi dan menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.

  Transparansi dan akuntabilitas harus dilaksanakan pada seluruh aspek manajemen pelayanan, yang meliputi kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan laporan hasil kinerja. Transparansi dan akuntabilitas hendaknya dimulai dari proses perencanaan pengembangan pelayanan karena sangat terkait dengan pelayanan bagi masyarakat umum yang memerlukan dan berhak atas pelayanan.

1.5.3 Pelayanan Publik

1.5.3.1 Pengertian Pelayanan Publik

  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan pengertian pelayanan bahwa “pelayanan adalah suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain. Sementara istilah publik, yang berasal dari bahasa Inggris (public), terdapat beberapa pengertiaan, yang memiliki variasi arti dalam bahasa Indonesia, yaitu umum, masyarakat, dan Negara.

  Pelayanan publik (public service) merupakan segala kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa dan atau pelayanan administrasi yang disediakan Pemerintah Pusat/Daerah maupun Badan Usaha Milik Negara/Daerah yang menyelenggarakan pelayanan publik. Sedangkan penerima pelayanan publik adalah orang perseorangan dan atau kelompok orang dan atau badan hukum yang memiliki hak, dan kewajiban terhadap suatu pelayanan publik (Ahmad, 2008:3).

  Berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2009, Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

  Menurut Ratminto (2005: 18), ada beberapa pengertian dasar di dalam pelayanan publik diantaranya sebagai berikut : a.

  Pelayanan Publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  b.

  Penyelenggara pelayanan publik adalah Instansi Pemerintah.

  c.

  Instansi Pemerintah adalah sebutan kolektif meliputi satuan kerja/ satuan organisasi Kementrian, Departemen, lembaga Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara dan Instansi Pemerintah lainnya baik Pusat maupun Daerah termasuk Badan Usaha Milik Negara dan d.

  Unit penyelenggaran pelayanan publik adalah unit kerja pada instansi pemerintah yang secara langsung memberikan pelayanan kepada penerima pelayanan publik.

  e.

  Pemberi pelayanan publik adalah pejabat/pegawai instansi pemerintah yang melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

  f.

  Penerima pelayanan publik adalah orang ataupun masyarakat g.

  Biaya pelayanan publik adalah segala biaya sesuai imbalan jasa atas pemberian pelayanan publik yang besaran dan tata cara pembayaran ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

  h.

  Indeks Kepuasan Masyarakat adalah tingkat kepuasan masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari penyelenggaraan atau pemberi pelayanan sesuai harapan dan kebutuhan masyarakat. Sementara menurut Kurniawan (2005:4) pelayanan publik adalah pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.

  Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pelayanan publik adalah keseluruhan pelayanan yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah kepada publik didalam suatu organisasi atau instansi untuk memenuhi

1.5.3.2 Asas dan Prinsip Pelayanan Publik

  Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna jasa, penyelenggara pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan sebagai berikut (Ratminto, 2005:19) : a.

  Transparansi Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.

  b.

  Akuntabilitas Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan-peraturan perundang- undangan.

  c.

  Kondisional Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang teguh pada prinsip efisiensi dan efektifitas.

  d.

  Partisipatif Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

  e.

  Kesamaan Hak Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi. f.

  Keseimbangan Hak dan Kewajiban Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.

  Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 tahun 2004, dijelaskan bahwa dalam menyelenggarakan pelayanan harus memenuhi beberapa prinsip yaitu : a.

  Kesederhanaan, prosedur / tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.

  b.

  Kejelasan yang mecakup beberapa hal antara lain: Persyaratan teknis dan administrasi pelayanan umum

  • Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam
  • memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan, persoala, sengketa, dalam pelaksanaan pelayanan publik.
  • c.

  Rincian biaya pelayanan dan tata cara pembayaran

  Kepastian Waktu. Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

  d.

  Akuransi. Dimana produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.

  e.

  Rasa aman, Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan f.

  Tanggung Jawab, Pimpinan penyelenggaraan pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan publik.

  g.

  Kelengkapan Sarana dan Prasarana. Tersedianya saranan dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika.

  h.

  Kemudahan akses. Tempat dan lokasi serta sarana dan prasarana kerja yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat dan dapat memanfaatkan teknologi telematika. i.

  Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan. Pemberian pelayanan herus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta memberikan pelayanan yang ikhlas. j.

  Kenyamanan. Lingkungan pelayanan harus tertib, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah, sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan seperti parker, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.

  Kualitas pelayanan publik yang baik menjamin keberhasilan pelayanan tersebut, sebaliknya kualitas yang rendah kurang menjamin keberkasilan pelayanan publik tersebbut. Keadaan ini menyebabkan setiap negara berusaha meningkatkan kualitas pelayanan publiknya.

  Permasalahan utama pelayanan publik pada dasarnya adalah berkaitan dengan tergantung pada berbagai aspek, yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya (tata laksana), dukungan sumber daya manusia dan kelembagaan.

  Dilihat dari sisi pola penyelenggaraannya, pelayanan publik masih memiliki berbagai kelemahan antara lain:

  1. Kurang Responsif.

  Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan sampai dengan tingkayan pertanggungjawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali.

  2. Kurang Informatif Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepda masyarakat.

  3. Kurang Accessible Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan tersebut.

  4. Kurang Koordinasi Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan yang lainnya sangat kurang berkoordinasi, akibatnya serinng terjadi tumpang tidih ataupun pertentangan kebijakan antara satu instaansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang

  5. Birokratis Pelayanan khususnya pelayanan perijinan pada umumnya dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama.

  6. Kurang mau mendengar keluhan ataupun saran dari masyarakat Pada umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar keluhan ataupun saran dari masyarakat. Akibatnya pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu.

1.5.3.3 Kualitas Pelayanan Publik

  Pelayanan publik sering dilihat sebagai representasi dari eksistensi birokrasi pemerintahan, karena hal itu bersentuhan langsung dengan tuntutan kebutuhan faktual masyarakat terhadap peranan pemerintah. Filosofi pelayanan publik adalah menempatkan rakyat sebagai subyek dalam proses penyelenggaraan pemerintah khususnya dalam hal pemberian pelayanan. Oleh sebab itu dalam konteks pelayanan publik, kepuasan masyarakat adalah objek utama dalam pencapaian tujuan organisasi pemerintahan.

  Hal ini dapat dilihat dalam paradigma New Public Service, secara teoritik pelayanan publik yang ideal harus dapat bersifat responsive terhadap berbagai agama, dan latar belakang kepartaian. Hal ini berarti setiap warga negara diperlakukan sama ketika berhadapan dengan birokrasi publik dalam menerima pelayanan selama memenuhi persyaratan yang dibutuhkan.

  Pelayanan publik dalam konteks paradigma New Public Service sebagai bagian dari pelaksanaan reformasi birokrasi yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik menuju pelayanan prima sehingga diharapkan dapat terciptanya pelayanan publik yang bermutu dan berkualitas. Kualitas merupakan aspek yang sangat penting dan mendukung segala sesuatu untuk menunjukkan dan membandingkan seberapa baik atau buruk pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dalam pemenuhan kebutuhannya. Suatu pelayanan dikatakan baik atau berkualitas jika masyarakat merasa bahwa kebutuhan atau kepentingannya dapat terpenuhi dan dapat merasa puas akan pelayanan tersebut.

  Menurut W.E Deming dalam (Sinambela.2008:43) kualitas diartikan sebagai perbaikan yang berkesinambungan; selain itu menurut Kaouru Ishikawa mengartikan kualitas adalah produk yang paling ekonomis, paling berguna dan selalu memuaskan pelanggan. Dalam kaitannya dengan pelayanan publik, dapat diartikan bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan pelayanan semuanya sudah terukur ketepatannya karena yang diberikan adalah yang berkualitas.

  Menurut Alberth dan Zemke dalam (Dwiyanto.2005:140) mengatakan kualitas Sistem pelayanan publik yang baik akan menghasilkan kualitas pelayanan publik yang baik pula. Oleh karena itu, sebagai suatu kesatuan yang terorganisir dan membentuk keutuhan sebagai sistem maka dalam sistem pelayanan publik perlu diperhatikan unsur-unsur dari pelayanan itu sendiri. Unsur-unsur dari pelayanan publik terdiri dari; pedoman pelayanan publik, syarat pelayanan yang jelas, batas waktu, biaya atau tarif, prosedur buku panduan, media informasi terpadu yang saling terkait. Dengan demikian, pelayanan publik dapat dikatakan berkualitas dan memiliki mutu yang prima apabila dalam pelaksanaannya berpedoman pada standar umum pelayanan publik.

  Untuk menilai kualitas dari pelayanan publik digunakan penilaian yang menggunakan indikator ganda yang mana dilihat dari aspek proses pelayanan dan aspek out-put atau hasil pelayanan. Berdasarkan indikator ini, maka (Dwiyanto. 2005:150) menjabarkan tiga hal yang perlu diperhatikan guna memberikan pelayanan publik yang berkualitas. Ketiga indikator tersebut adalah:

1. Pelayanan publik yang efisien

  Efisiensi dapat didefinisikan sebagai perbandingan yang terbaik antara input dan output. Apabila output dapat dicapai dengan input yang minimal, maka tingkat efisiensi akan menjadi semakin baik. Dalam pelayanan publik, input yang dimaksudkan adalah berupa uang, tenaga, waktu, dan materi lain yang digunakan Selain itu, masyarakat dapat memperoleh pelayanan publik dalam waktu yang relatif singkat tanpa membutuhkan banyak tenaga. Sedangkan output yang dimaksudkan adalah dalam pelaksanaan pelayanan publik dapat memberikan pelayanan yang berkualitas dan memuaskan pelanggan atau pengguna layanan.

  Efisiensi dalam pelayanan publik, dapat dilihat dari sudut pandang pemberi layanan, dan dari sudut pandamg pengguna layanan. Dalam hal pelayanan publik, pemberi layanan adalah aparatur pemerintah, sedangkan pengguna layanan adalah masyarakat. Aparatur pemerintah sebagai pemberi layanan harus mengusahakan agar harga pelayanan murah dan tidak terjadi pemborosan Sumber Daya Publik. Selain itu, masyarakat sebagai pengguna pelayanan menghendaki pelayanan publik dapat dicapai dengan biaya yang murah, waktu yang singkat, dan tidak banyak membuang energi.

  Dalam meningkatkan aspek efisiensi dalam pelayanan publik, dilakukan dengan menggunakan tiga strategi, yaitu deregulasi, pengurangan biaya, dan adopsi teknologi. Pelaksanaan deregulasi dapat dilakukan dengan empat cara yaitu, pertama menyederhanakan daftar pertanyaan dalam pengisian formulir untuk semua jenis pelayanan publik. Kedua, mengumumkan secara terbuka semua persyaratan dan prosedur pelayanan agar masyarakat dapat mengakses dan mengetahui secara mudah semua informasi yang diperlukan untuk memperoleh pelayanan. Ketiga, dengan download untuk mendapatkan formulir yang berkaitan dengan pelaksanaan pelayanan publik, sehingga masyarakat tidak perlu mendatangi tempat pelayanan untuk mendapatkan formulir tetapi dapat langsung mencetaknya dari internet.

  

Keempat , meningkatkan jasa pengantaran hasil suatu pelayanan publik ke alamat

  pelangga dengan menggunakan dana APBD, atau dapat juga dibebankan kepada warga pengguna yang bersangkutan asalkan rasionalitas biaya pelayanan diumumkan kepada publik secara rasional.

  Pengurangan biaya dalam meningkatkan efisiensi pelayanan publik dapat dilakukan dengan mengurangi biaya pelayanan publik yang ditanggung masyarakat sebagai pengguna pelayanan dengan cara membebaskan biaya pelayanan yang bersifat mendasar atau pelayanan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Selain itu penggunaan teknologi juga dapat diterapkan dalam meningkatan efisiensi. Inti dari strategi ini adalah mengoptimalkan penggunaan teknologi komputer dan informasi dengan cara meningkatkan sistem database yang dapat mengaplikasikan proses administrasi dan manajemen melalui sistem komputer online. Penggunaan sistem online pada pelayanan publik dapat digunakan tidak hanya untuk menampilkan informasi penting mengenai proses pelayanan, melainkan juga dapat dioptimalkan agar dapat dilakukam pengisian formulir dalam pelaksanan pelayanan publik secara online.

2. Pelayanan publik yang responsif

  Responsivitas atau daya tanggap adalah kemampuan organisasi untuk mengidentifikasi kebutuhan masyarakat, menyusun prioritas kebutuhan, dan mengembangkannya ke dalam berbagai program pelayanan. Responsivitas mengukur daya tanggap organisasi khususnya organisasi pemerintahan terhadap harapan, keinginan, dan aspirasi, serta tuntutan masyarakat pengguna layanan. Tujuan utama pelayanan publik adalah memenuhi kebutuhan masyarakat pengguna pelayanan agar dapat memperoleh pelayanan yang diinginkan dan memuaskan. Oleh sebab itu, penyedia pelayanan publik harus mampu mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan warga pengguna, kemudian memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan warga tersebut.

  Menurut Osborne dan Plastrik dalam (Dwiyanto. 2005:156) mengatakan bahwa agar suatu organisasi pemerintahan lebih responsive terhadap masyarakat dalam memberikan pelayanan, dapat dilakukan dengan menerapkan Citizen’s Charter (kontrak pelayanan). Citizen’s Charter adalah suatu pendekatan dalam memberikan pelayanan publik yang menempatkan pengguna layanan atau pelanggan sebagai pusat perhatian. Hal ini berarti bahwa kebutuhan dan kepentingan masyarakat sebagai pengguna layanan harus menjadi pertimbangan utama dalam proses pelayanan publik.

  Masyarakat sebagai penerima pelayanan dapat memberikan keluhan atau pelayanan publik dapat dijadikan masukan bagi organisasi pemerintahan untuk terus membenahi pelayanan yang diberikannya agar tercipta pelayanan publik yang berkualitas.

3. Pelayanan publik yang non partisan

  Pelayanan publik yang non-partisipan adalah sistem pelayanan yang memperlakukan semua pengguna layanan secara adil tanpa membeda-bedakan berdasarkan status sosial ekonomi, kesukuan, etnik, agama, kepartaian, dan sebagainya. Latar belakang pengguna pelayanan tidak boleh dijadikan pertimbangan dalam memberikan pelayanan. Penyelenggaraan pelayanan publik harus berdasarkan asas persamaan di depan hukum. Prinsip ini memberikan akses yang sama bagi semua warga negara di dalam menerima pelayanan publik.

  Pelaksanaan pelayanan publik yang non-partisipan dapat dilihat dari indikator seperti adanya akses yang sama bagi semua orang untuk mendapatkan pelayanan, pemberian pelayanan publik kepada pelanggan berdasarkan nomor urut, tidak diberlakukannya dispensasi pelayanan kepada pelanggan tertentu. Untuk menyelenggarakan pelayanan publik yan non-prtisipan ini dapat dilakukan dengan memegang tiga prinsip dasar, yaitu pertama, prinsip atau asas kesamaan hukum yaitu penyedia layanan harus memberikan akses yang sama bagi semua warga untuk memperoleh pelayanan publik. Kedua, menerapkan prinsip netralitas birokrasidi dan partai politik. Ketiga, menerapkan kode etik birokrasi. Penerapan kode etik ini diantaranya adalah dengan memberikan sanksi kepada aparatur pemerintahan yang melakukan praktik diskriminasi pelayanan publik.

  Pada dasarnya hakikat dari pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupalan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi negara. Guna mencapai pelayanan publik yang prima, maka dalam memberikan pelayanan harus didasarkan pada standar pelayanan publik yang telah disahkan berdasarkan peraturan perundangan.

  Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik menyebutkan, adapun komponen standar pelayanan publik sekurang-kurangnya adalah sebagai berikut: 1.

  Dasar hukum Setiap bentuk kebijakan pelayanan publik yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan, harus memiliki dasar hukum yang disahkan oleh Peraturan Perundangan untuk menandakan bahwa pelayanan yang diberikan merupakan pelayanan publik yang sah menurut hukum dan perundangan.

2. Sistem, mekanisme, dan prosedur

  Bentuk pelayanan publik yang diberikan oleh suatu instansi pemerintahan diimplementasikan oleh seluruh masyarakat serta harus memiliki prosedur atau tata laksana yang jelas dan diketahui oleh pengguna pelayanan publik.

  3. Jangka waktu penyelesaian Pelayanan publik yang diberikan oleh instansi pemerintah dalam pelaksanaannya harus memiliki batas waktu penyelesaian kegiatan yang efisien. Pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat dilakukan dalam standart waktu yang singkat.

  4. Biaya/tarif Pelayanan publik pada hakekatnya adalah bentuk pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Oleh sebab itu biaya atau tarif yang yang diberikan harus memiliki standart harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat secara keseluruhan. Dengan kata lain harga untuk pelayanan publik adalah harga yang murah.

  5. Produk pelayanan Pelayanan yang diberikan oleh suatu organisasi dapat dikatakan sebagai pelayanan publik apabila produk yang dihasilkan dapat berupa public good, public service dan administration service.

  6. Sarana, prasarana, dan fasilitas Keefektivan pelayanan publik yang diberikan oleh organisasi dapat dilihat serta terdapat fasilitas yang memadai demi kenyamanan pelanggan atau masyarakat.

  7. Kompetensi pelaksana Petugas pemberi pelayanan publik harus memiliki keahlian, kreativitas serta kemampuan yang menyangkut sikap dan prilaku dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan atau masyarakat.

  8. Penanganan pengaduan, saran, dan masukan Setiap organisasi pemerintahan harus memiliki sarana yang menampung aspirasi masyarakat yang berisi kritik, saran dan juga pengaduan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pemberian pelayanan publik kepada masyarakat.

  9. Jumlah pelaksana Organisasi pemerintahan memiliki pelaksana pelayanan yang memadai agar dalam pelaksanaan pemberian pelayanan dapat berjalan efektif

1.5.4 Peranan Pemerintah dalam Pelayanan Publik

  Peran pemerintah atau dengan kata lainnya birokrasi memiliki peranan, kedudukan, dan fungsi yang sangat signifikan dalam penyelenggaran pemerintahan, yang tidak dapat digantikan fungsinya oleh lembaga- lembaga lainnya. Birokrasi ini

  Dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa, prioritas pembangunan bidang penyelenggaraan negara diarahkan pada upaya peningkatan kinerja birokrasi agar birokrasi mampu menciptakan kondusi yang kondusif bagi terpenuhinya kebutuhan masyarakat, meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, dan menekan tingkat penyalahgunaan kewenangan dilingkungan aparatur pemerintahan. Suatu layanan publik harus dapat memenuhi harapan publik.

  Kebijakan untuk mewujudkan birokrasi yang netral dalam penyelenggaraan administrasi dan pemerintahan negara ternyata dalam praktiknya banyak menghadapi rintangan. Padahal ditengah rintangan itu, masyarakat sangat merindukan pelayanan publik yang baik, dalam arti proporsional dan kepentingan, yaitu birokrasi yang berorientasi kepada penciptaan keseimbangan antara kekuasaan yang dimiliki dengan tanggung jawab yang mesti diberikan kepada masyarakat yang dilayani. Terlebih jika diingat bahwa pegawai negeri sebagai aparat birokrasi, sebagai aparatur negara dan abdi negara, juga merupakan abdi masyarakat. Sehingga kepada kepentingan masyarakatlah aparat birokrasi harus mengabdikan diri. Aparat birokasi memang sangat diharapkan memiliki jiwa pengabdi dan pelayanan kepada masyarakat. Prinsip pemerintahan yang memberikan pelayanan kepada publik harus benar- benar dilaksanakan bukanlah citra yang menjadi dilayani oleh masyarakat.

  Suatu pemerintahan akan berjalan dengan baik apabila dikontrol oleh kekuatan- agregaasi kepentingan maasyarakat, apalagi tidak ditunjang dengan adanya proses pengambilan keputusan dan pengontrolan pelaksanaan keputusan yang baik, maka hal ini bisa mengakibatkan kekuasaan birokrasi menjadi semakin besar.

  Bila kekuasaan birokrasi lebih besar, akan memungkinkan aparat birokrasi dapat dengan leluasa mengendalikan lingkungan luar birokrasi , sehingga dapat mengkokohkan kedudukannya dalam tatanan organisasi pemerintahan negara. Penyalahgunaan kekuasaan tersebut dapat mengakibatkan pemerintahan gagal untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan gagal merealisasikan program- program yang telah diputuskan. Keadaan demikian cepat atau lambat akan memungkinkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh aparat birokrasi. Dalam situasi demikian, maka aparat birokrasi mengakibatkan menyusutnya rasa tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan. Inilah yang menjadi pagkal tolak ukur kurang sigapnya aparat birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

  Kejadian-kejadian tersebut lebih disebabkan karena paradigma pemerintah yang masih belum mengalami perubahan mendasar. Paradigma lama tersebut ditandai dengan perilaku aparatur negara dilingkungan birokrasi yang masih menempatkan dirinya untuk dilayani bukannya untuk melayani. Padahal pemerintah seharusnya melayani bukan dilayani. Dalam era demokratisasi dan desentralisasi saat ini, seluruh pengabdian yang mengutamakan efisiensi dan keberhasilan bangsa dalam membangun.

1.5.5 Standar Operasional Prosedur Penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM)

  Penyelenggaraan administrasi Surat Ijin Mengemudi (SIM) telah dilakukan

Polri lebih dari 50 Tahun yang lalu hingga saat ini dalam kurun waktu lebih dari

setengah abad, maka masyarakat telah menerima kenyataan bahwa Polri merupakan

satu-satunya Instansi yang mengeluarkan SIM. Seiring dengan bergulirnya

Reformasi, Pelayanan Polisi Lalu Lintas kepada masyarakat dalam penerbitan Surat

Ijin Mengemudi (SIM) dituntut lebih profesional, procedural, bermoral dan

transparan guna menghilangkan kesan negative di masyarakat. Untuk memenuhi hal

tersebut sebagai anggota Polri khususnya Polisi Lalu Lintas yang akan mengawalinya

haruslah dibekali dengan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan yang baik

berkaitan dengan Registrasi dan Identifikasi. Surat Ijin Mengemudi sebagai upaya

untuk menunjang kegiatan tersebut antara lain melalui pelatihan, penataran dan

pendidikan.

  Di dalam Standar Operasional Prosedur akan dijelaskan mengenai persyaratan

mendapatkan SIM, dimana dijelaskan tentang persyaratan usia, persyaratan

administrasi, persyaratan kesehatan untuk mendapatkan SIM, mengetahui persyaratan

  

yang sesuai dengan Perkap No.9 Tahun 2012 Pasal 27 tentang pengajuan pembuatan

SIM baru golongan A, C & Alih Golongan adalah :

  1. Tes Kesehatan

  Tes kesehatan dimulai dengan membeli formulir tes kesehatan dan pemeriksaan KTP. Biasanya yang dites hanya mata saja untuk mengetahui mata kita rabun minus atau tidak. Apabila lulus anda dapat melangkah ke babak selanjutnya, namun jika gagal maka anda tidak dapat mengikuti tahapan berikutnya.

  2. Membeli dan Mengisi Formulir Pendaftaran Harga formulir pendaftaran berbeda antara SIM baru dan perpanjang SIM.

  Untuk SIM baru biasanya berharga lebih mahal. Setelah diisi dengan baik dan benar anda harus menyerahkan berkas yang sudah lengkap tadi ke loket pendaftaran.

  3. Ujian Teori Mengemudi Kendaraan Bermotor

  Yang wajib anda persiapkan di sini adalah alat tulis minimal bolpen dan pensil

  2B untuk komputer. Alat tulis penunjang tambahan seperti penghapus pensil, tipex, rautan dan lain sebagainya boleh anda bawa untuk jaga-jaga. Materi soal yang diujikan pada ujian SIM biasanya adalah mengenai rambu-rambu lalu- lintas, prioritas jalan di persimpangan, pengetahuan dasar kendaraan, dan lain sebagainya. Setelah ujian selesai tunggu hasil ujian dibagikan. Apabila lulus

  4. Ujian Praktek Mengemudi Kendaraan Bermotor

  Ujian praktek adalah ujian membawa kendaraan bermotor yang akan anda buat izinnya. Tingkat kesulitan biasanya disesuaikan dengan mood petugas yang memberi tes anda. Jika anda lulus tes lapangan maka anda berhak mendapat SIM / Surat Izin Mengemudi dari Kepolisian.

  5. Membuat dan Mengambil Kartu SIM / Surat Izin Mengemudi

  Setelah lulus semua ujian maka anda harus membuat foto, tanda tangan, dan sidik jari digital. Semua hal tersebut dilakukan di tempat anda membuat SIM secara langsung. Jangan lupa ngaca dulu agar foto anda tidak berantakan rambutnya. Setelah membuat data digital maka anda tinggal menunggu sim diprint dan di bagikan.

Dokumen yang terkait

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pariwisata - Upaya Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kota Medan Dalam Meningkatkan Kunjungan Wisatawan Di Kota Medan

0 1 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prestasi Kerja 2.1.1 Pengertian Prestasi Kerja - Pengaruh Pengawasan Dan Disiplin Terhadap Prestasi Karyawan Pada Pt. Bank Sumut Cabang Iskandar Muda Medan

0 1 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori sinyal (signalling theory) - Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Harga Saham Perrusahaan Perbankan Yang Terdapat Di Bursa Efek Indonesia

0 0 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Laporan keuangan - Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Audit Timeliness pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 24

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang - Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Audit Timeliness pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kalium Diklofenak - Sintesis Propil Diklofenak Dan Elusidasi Struktur Menggunakan Fourier Transform Infra Red (Ft-Ir) Dan Gas Chromatography Mass Spectrometry (Gc-Ms)

0 0 15

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kosmetik

0 0 22

Pengaruh Pengembangan Pegawai Terhadap Efektifitas Kerja Pegawai Pada Kantor Sekretariat Daerah Kota Sibolga

0 0 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Pengembangan Pegawai Terhadap Efektifitas Kerja Pegawai Pada Kantor Sekretariat Daerah Kota Sibolga

0 0 18

Pengaruh Pengembangan Pegawai Terhadap Efektifitas Kerja Pegawai Pada Kantor Sekretariat Daerah Kota Sibolga

0 0 12