MANAJEMEN KRISIS POLRI DALAM KASUS PENYERANGAN LEMBAGA PERMASYARAKATAN CEBONGAN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

ISTIMEWA YOGYAKARTA

Oleh :

Iva Anjar Pawestri

Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Komunikasi FISIP UNDIP

Konsentrasi Komunikasi Strategis Email : iva.anjar89@yahoo.co.id

Abstract :

The reform in ABRI sharpen the gap between TNI and Polri. The conflict between Polri officers and TNI forces is inevitable. Recently public shocked by cebongan penitentiary Sleman

Yogyakarta attack involving the army’s special forces (Kopassus) from TNI and Polri officers. The crisis in Polri can be seen when Yogyakarta Police Chief removed from his post due to negligence in duty and can not give security to Yogyakarta’s people. The result of the study

shows that Yogyakarta Police Chief removement indicated as a part of crisis management Polri about Cebongan Penitentiary attack case.

Keywords : Cricis Management, Social Conflict, Polri, Lapas Cebongan

Abstraksi :

Reformasi ABRI membuat kesenjangan yang semakin menonjol dalam tubuh institusi militer Indonesia yaitu antara TNI dan Polri. Konflik antara dua aparat keamanan Negara tak terelakkan. Konflik terakhir yang membuat semua tertuju pada kedua aparat keamanan ini

adalah penyerangan Lapas Cebongan Sleman Yogyakarta yang melibatkan antara TNI yaitu Kopassus dan Polri. Krisis yang terjadi terlihat adanya Pencopotan Kapolda DIY disebabkan kelalaian dalam tugas dan tidak dapat memberikan rasa aman terhadap masyarakat Yogyakarta akibat penyerangan Lapas Cebongan. Hasil Penulisan ini dalam kajian literatur, yaitu pencopotan Kapolda DIY dikarenakan indikasi dari bagian manajemen krisis Polri dalam kasus penyerangan Lapas Cebongan.

Kata Kunci : Manajemen Krisis, konflik sosial, Polri, Lapas Cebongan

Pendahuluan

menjadi ranah Polri. Sehingga banyak akses Institusi Militer yang dimiliki oleh yang kemudian tertutup untuk TNI, Banyak

Negara Republik Indonesia adalah Angkatan akses-akses “basah” yang dulu menjadi ranah TNI kini perannya mulai digantikan oleh

Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) Polri. Mungkin hal ini membuat ketimpangan

gabungan antara TNI dan Polri, dalam antara TNI dan Polri sehingga meningkatnya

perkembangannya Institusi Militer Indonesia bentrokan adalah kewenangan TNI yang

mengalami Reformasi dalam Tubuh Institusi Militer ini. Reformasi yang terjadi yaitu terpangkas.

dengan keputusan bahwa dikembalikannya Konflik TNI-Polri dalam beberapa fungsi tugas dari TNI menjadi fungsi sebagai tahun terakhir meningkat 300%, yang Pertahanan Negara dan Polri berfungsi kembali mencuat dipermukaan yang sedang menangani

kemasyarakatan. diperbincangkan oleh publik adalah kasus Sedangkan dulu TNI begitu dominan terhadap penyerangan yang dilakukan oleh TNI menangani masalah kemasyarakatan, sekarang terhadap Mapolres OKU, Baturaja, Sumatera

masalah

Jurnal Ilmiah Komunikasi | MAKNA Vol. 4 No. 2, Agustus 2013-Januari 2014

Selatan pada tanggal 7 Maret 2013 dan Sertu Santoso di Hugo’s Cafe tapi konflik Penyerangan Lembangan Permasyarakatan berkembang saat 4 orang preman tersebut Cebongan, Sleman, Yogyakarta pada tanggal sudah ditangkap oleh pihak Polda DIY.

23 Maret 2013. Setelah di ketahui pemindahan keempat tersangka kasus penusukan di Hugo’s Cafe

Peristiwa bentorkan antara TNI dan terjadi penyerangan pada pukul 00.15 sabtu

Polri di OKU bukan pertama kalinya terjadi. dini pada tanggal 23 Maret 2013. Kronologis

Menurut data dari Komisi untuk Orang Hilang penyerangan sebagai berikut sabtu dini hari

dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) empat orang berkunjung ke Lapas Cebongan

sejak 2005 hingga 2012 bentrok TNI-Polri mengaku petugas Polda DIY dengan

diberbagai daerah yaitu : membawa surat dengan kop surat Polda

DIY, setelah dibukakan pintu empat orang Tabel 1. Bentrok antara TNI dan Polri

tersebut menodongkan pistol ke arah petugas Lapas dan kemudian segerobongan pelaku

Bentrok TNI – Polri

26 Kali

penyerangan muncul dan menerobos masuk

dari tahun 2005-2012

Bentrok

ke Lapas tanpa sebelumnya mendapatkan izin

11 orang ( 7

masuk oleh petugas Lapas. pelaku meminta

Korban Tewas

Polri dan 4

untuk ditunjukan ruang sel keempat pelaku

TNI)

penganiayaan di Hugo’s Cafe. Petugas Lapas melakukan penolakan namun tidak berhasil

Korban Luka – Luka

47 Korban

karena dipaksa oleh pelaku untuk menunjukan

aparat dua instansi

ruang sel tersebut, setelah pelaku tiba di ruang sel keempat tersangka penganiayaan tersebut

Sumber : Komisi Orang Hilang dan Tindak dan menembak keempat tersangka hingga Kekerasan(Kontras) tewas dengan luka tembak yang ditemukan

setelah hasil autopsi terdapat 31 selongsong

Konflik terbaru antara TNI-Polri peluru yang bersarang ditubuh keempat korban yang sedang banyak dibicarakan beberapa tersebut. setelah menembak keempat korban bulan terakhir ini adalah bermula dari terjadi tersebut sekelompok pelaku yang diperkirakan

penusukan seorang anggota Kopasus Grup

17 orang pergi dengan mengambil barang

II Kandang Menjangan Kartasura yang bukti berupa kamera CCTV yang dipasang melibatkan Sertu Heru Santoso menjadi di Lapas Cebongan. Pelaku melakukan korban dianiaya oleh kelompok preman di penyerangan tersebut atas dasar balas dendam Hugo’s Cafe Yogyakarta pada tanggal 19 atas kematian yang dilakukan oleh keempat Maret 2013. Konflik ini bermula pada saat orang korban yang sudah menganiaya Sertu kedatangan Sertu Santoso ke Hugo’s Cafe Heru Santoso hingga tewas, dikarenakan dan bertemu dengan kelompok preman yang

12 orang anggota kopasus grup II Kandang berada ditempat yang sama. Setelah kelompok Menjangan Kartosuro ini sebagai bawahan

preman yang berjumlah 4 orang yang Sertu Heru Santoso yang berbalas budi karena diantaranya salah satu orang sebagai disersi pernah ditolong oleh korban penganiayaan dari anggota Polri tersebut mengetahui bahwa tersebut dan solider sesama anggota kopasus.

Sertu Santoso adalah anggota Kopasus terjadi Akibat penyerangan di Lapas percekcokan yang mengakibatkan penusukan Cebongan pada tanggal 23 Maret 2013, hingga terjadi korban Sertu Santoso meninggal menjadikan citra Polri menjadi negatif karena akibat kesalahpahaman yang terjadi karena Polda DIY tidak dapat mengantisipasi dan

4 orang preman tersebut dibawah kendali tidak mampu menciptakan suasana aman di minum-minuman keras.

masyarakat. Dapat dilihat dari berbagai konflik

Tak berakhir pada penusukan yang sudah terjadi antara TNI-Polri dan opini

negatif dari publik terhadap penyerangan

Jurnal Ilmiah Komunikasi | MAKNA Vol. 4 No. 2, Agustus 2013-Januari 2014

Lapas Cebongan yang ditujukan pada pihak Dari pasal dakwaan yang dibacakan Polri. Berikut adalah Hasil Investigasi dalam sidang perdana kasus cebongan sebagai TNI, Komnas HAM dan Fakta Lapangan tersangka didakwa Dari pasal dakwaan Penyerangan Lapas Cebongan :

yang dibacakan dalam sidang perdana kasus Cebongan, Serda Ucok Tigor Simbolon bersama Serda Sugeng Sumaryanto dan

Tabel 2. Fakta Lapangan Penyerangan Lapas Koptu Kodik, didakwa dengan Pasal 340

Cebongan

KUHP mengenai pembunuhan berencana;

12 orang anggota TNI

Pasal 338 KUHP mengenai pembunuhan

Hasil Tim

sebagai tersangka

dengan sengaja; Pasal 351 KUHP mengenai

Investigasi TNI

kasus penyerangan

penganiayaan; dan Pasal 103 Kitab Undang-

Lapas Cebongan

Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM).

45 saksi penyerangan

Di berkas kedua, Sertu Tri Juwanto,

Hasil Tim

kasus penyerangan

Sertu Anjar Rahmanto, Sertu Martinus

Investigasi

Lapas Cebongan (13

Roberto Paulus Banani, Sertu Suprapto, dan

Komnas HAM

Napi dan Sipir)

Sertu Herman Siswoyo didakwa dengan Pasal

4 orang Korban Kasus 340 KUHP mengenai pembunuhan berencana; Fakta Lapangan Penyerangan Lapas

Pasal 338 KUHP mengenai pembunuhan

Cebongan

dengan sengaja; dan Pasal 351 KUHP mengenai penganiayaan.

Sumber : surat kabar Suara Merdeka Berkas ketiga, yaitu Sersan Dua

Ikhmawan Suprapto didakwa dengan pasal Pada tanggal 20 Juni 2013 sebanyak kelalaian; memberikan kesempatan untuk

12 anggota Kopassus Grup II Kandang melakukan pembunuhan dan berperan Menjangan

tersangka memberi tahu 4 sasaran Cebongan. Serda kasus dugaan penyerangan Lembaga Ikhmawan dikenai Pasal 340 KUHP mengenai Permasyarakatan

yang

menjadi

Sleman, pembunuhan berencana; Pasal 338 KUHP Yogyakarta menjalani sidang perdana. Sidang mengenai pembunuhan dengan sengaja; dan yang digelar di Pengadilan Militer II-11, Pasal 103 Kitab Undang-Undang Hukum Yogyakarta sekitar pukul 10.00 WIB. Dalam Pidana Militer (KUHPM). Persidangan dihadirkan 42 saksi yang terdiri

Cebongan,

Di berkas keempat, yaitu Sersan

31 tahanan Lapas Cebongan dan 11 Petugas Mayor Rokhmadi, Sersan Mayor Muhammad Lapas. Dalam persidangan diketahui motif Zaenuri, dan Sersan Kepala Sutar didakwa pembuhunan adalah aksi balas dendam dengan Pasal 121 Ayat (1) KUHP Militer pembunuhan Serka Heru Santoso di Hugo’s jo 55 (1) ke-1 KUHP. Pasal ini berisi tidak Cafe, Yogyakarta dan pembacokan terhadap memberitahukan atau meneruskan informasi Sertu Sriyono.

situasi keamanan kepada atasannya. Perencanaan dalam penyerangan

Konflik di tubuh TNI-Polri belakangan Lapas Cebongan dengan membawa surat kop ini nampak mencuat di permukaan dalam

Polda DIY untuk dapat membawa keempat berbagai bentuk, kebijakan Kapolri mencopot tahanan. Kemudian ada pembagian tugas jabatan Kapolda DIY harus dilakukan dalam dan peran seperti komandan, eksekutor, kasus penyerangan Lapas Cebongan Sleman time keeper, penjaga pintu utama, hingga Yogyakarta. Penyerangan yang dilakukan merampas CCTV Lapas.

saat oleh 12 anggota Kopasus hingga menewaskan pembacaan dakwaan para tersangka dikenai empat tahanan titipan dari Polda DIY, Akibat pasal dakwaan 121 ayat (1) KUHP Militer jo peristiwa tersebut masyarakat menjadi merasa

Pada

55 (1) Ke-1 KUHP. tidak aman akibat ulah dari premanisme

Jurnal Ilmiah Komunikasi | MAKNA Vol. 4 No. 2, Agustus 2013-Januari 2014 Jurnal Ilmiah Komunikasi | MAKNA Vol. 4 No. 2, Agustus 2013-Januari 2014

obyektifitas Pemberitaan atas opini publik yang

(Dessler,1980) menjadikan citra negatif pihak Polri setelah (Spiker,1997:268-269). kegagalan intelegensi Kapolda DIY mengenai kasus penyerangan Lapas Cebongan pada harian surat kabar Suara Merdeka. Menyikapi

harus

dihindari

1. Karakteristik Pemberitaan Penyerangan

peristiwa tersebut sebagai Kapolri dengan

Lapas Cebongan Sleman Yogyakarta pada

mencopot Kapolda DIY dan bagaimana

Surat Kabar Suara Merdeka

manajemen krisis Kapolri atas pemberitaan

a. Proporsi Frekuensi Pemunculan Berita negatif media dalam kasus penyerangan Lapas

Kasus Penyerangan Lapas Cebongan Cebongan dengan melakukan pencopotan

Kapolda DIY untuk mengembalikan citra Harian Surat Kabar Suara Polri sesuai dengan konsep manajemen krisis

Merdeka menampilkan berita tentang ditubuh Polri.

penyerangan Lapas Cebongan edisi 24 Maret 2013 – 11 April 2013 sebanyak 40 berita dengan topik Penyerangan Lapas

Pembahasan

Cebongan yang ditampilkan dalam surat kabar Suara Merdeka. Presentase

Kultur Profesionalisme TNI-Polri pemberitaan kasus Penyerangan Lapas

yang belum tumbuh baik dalam insitusi militer Cebongan pasca kejadian yaitu 40 buah

tersebut sehingga dengan adanya reformasi selama 19 hari sebagai berikut minggu

yang terjadi ditubuh institusi tersebut membuat berbagai konflik yang terjadi. Padahal TNI pertama 32,5%, minggu kedua 42,5%,

dan minggu ketiga 22,5%. Dilihat dari – Polri adalah Institusi Militer Negara yang

hasil presentase Harian Suara Merdeka dapat memberikan rasa nyaman, ketenangan

aktif memberitakan tentang kasus dan perdamaian.

peyerangan Lapas Cebongan. Konflik yang terjadi antara TNI-Polri

b. Proporsi Kecenderungan Positif dan dapat menjadikan bom waktu yang sewaktu-

Negatif serta Tata Letak dalam Berita waktu dapat meledak karena perselisahan

Kasus Penyerangan Lapas Cebongan yang tak kunjung selesai. Pertentangan antara

TNI-Polri amat disayangkan yang hanya Dari hasil proporsi frekuensi mengedepankan egois antar masing-masing

pemuunculan berita bahwa Harian Suara Institusi Militer ini.

Merdeka aktif dalam memberitakan

Dalam penerapan konflik dan kasus penyerangan Lapas Cebongan. kekuasaan, pendefinisian konflik oleh Hocker Perkembangan dari kasus penyerangan diberitakan oleh Suara Merdeka secara

dan Hilmot (1995) adalah ekspresi perjuangan update karena dianggap sebagai kasus

diantara minimal dua belah pihak yang saling yang krusial di bidang pertahanan dan

tergantung untuk mencapai tujuan tertentu,

keamanan Indonesia.

dimana dua belah pihak itu merasa tidak memiliki sesamaan tujuan, memperebutkan imbalan yang langka, dan adanya gangguan dari pihak lain dalam upaya pencapaian tujuan. Konflik yang dapat diartikan sebagai ketidakmerataan pembagian kekuasaan. Seperti kasus konflik antara TNI-Polri yang menyisakan ketimpangan. Teori Human Relations mengembangkan pemahaman yang lebih baik mengenai konflik dalam organisasi,

Jurnal Ilmiah Komunikasi | MAKNA Vol. 4 No. 2, Agustus 2013-Januari 2014

Tabel 3. Proporsi frekuensi Kecenderungan berita negatif opini kecenderungan Positif dan Negatif

publik tentang Polri dalam kasus penyerangan serta Tata Letak Berita Kasus

Lapas Cebongan adalah dengan berita pada edisi Penyerangan Lapas Cebongan

24 Maret 2013 Koran Suara Merdeka dengan tema berita yaitu “Lapas Berdarah : Empat

Kecenderung- Frekuensi Presentase

Pembunuh Anggota Kopassus Ditembak Mati

No. an Berita

(Kali)

di Sel”, dalam berita menampilkan bahwa sudah ada kejanggalan dalam pemindahan

1. Positif

para tersangka ke Lapas Cebongan pada

2. Negatif

tanggal 22 Maret 2013. Kapolda DIY dalam berita ini tentang pemindahan ke Lapas

Frekuensi Presentase

Tata letak

Cebongan dengan alasan bahwa keamanan didalam Lapas sudah kuat dan proses

perencanaan pemindahan para tersangka sudah

2. Non-headline

dilakukan beberapa hari sebelumnya. Namun kejanggalan tersebut terlihat ketika pengacara

Sumber : data primer yang diolah, dari para tersangka tidak mengetahui alasan 2013

yang jelas pemindahan para tersangka ke Lapas Cebongan, tim pengacara hanya mengetahui alasan pemindahan dikarenakan

c. Penggambaran Polri dalam Kasus adanya renovasi tahanan di Polda DIY. Dapat Penyerangan Lapas Cebongan di dilihat dari kutipan berita sebagai berikut. Harian Suara Merdeka

Penggambaran surat kabar Suara Merdeka terhadap Polri selama

kuasa hukum para tersangka, Rio pasca penyerangan Lapas Cebongan

Bagaskara, menyesalkan pemindahan ditandai dengan penilaian yang positif

tempat penahanan keempat korban yaitu dengan kalimat diapresiasi,

penembakan, dari Mapolda DIY ke sementara penilaian negatif yaitu

Lapas Cebongan yang berklasifikasi dengan kalimat ketidakberhasilan

klas IIB. Menurut dia, tewasnya aparat melindungi warga, kegagaln

keempat tersangka menjadi tanggung intelejen, tidak menghidupkan spirit

jawab Polda DIY. (Suara Merdeka, 24 disiplin, ketidaktertiban hukum dan

Maret 2013, Halaman 11) keamanan, pelanggaran HAM dan

Menteri Hukum dan HAM Amir pembiaran oleh Polda DIY, tidak

Syamsuddin mengakui, penembakan ada inisiatif dari Kapolda DIY, dan

di dalam Lapas Cebongan Sleman memporakporandakan kepercayaan

merupakan bentuk ketidakberhasilan umum terhadap supermasi hukum.

aparat melindungi warga. (Suara Tabel 4. Penggambaran Polri dalam

Merdeka, 24 Maret 2013, Halaman 9) Kasus Penyerangan Lapas Cebongan di Harian Suara Merdeka

Dalam berita di atas menunjukan bahwa

Penggambar- No.

Frekuensi Presentase

pemindahan para tersangka ke Lapas Cebongan

an Polri

tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh

1. Positif

Kapolda DIY. Hal ini berlaku pula pada tema

2. Negatif

lainnya yang memperlihatkan kecenderungan berita menampilkan Kapolda DIY salah

mengambil keputusan dalam pemindahan Sumber : data primer yang diolah, 2013 para tersangka ke Lapas Cebongan dan adanya

Jurnal Ilmiah Komunikasi | MAKNA Vol. 4 No. 2, Agustus 2013-Januari 2014 Jurnal Ilmiah Komunikasi | MAKNA Vol. 4 No. 2, Agustus 2013-Januari 2014

25 Maret 2013 yang berjudul “Sabtu Berdarah Kepala Negara menilai serangan : Korban diterjang 31 peluru”.

tersebut juga memporakporandakan kepercayaan

umum terhadap supremasi hukum di Republik ini(Suara Penasihat hukum keempat korban,

Merdeka, 27 Maret 2013, Halaman Rio

akan mendalami kasus ini karena “Dilihat dari segi HAM, pembunuhan

ada indikasi pelanggaran HAM dan ini adalah suatu pelanggaran. Terlebih

pembiaran yang dilakukan Polda DIY, para korban masih berstatus tersangka,

terutama terkait dengan pemindahan belum ada putusan pengadilan”(Suara

dari tahanan Polda DIY ke Lapas Merdeka, 27 Maret 2013, Halaman 1)

Cebongan. (Suara Merdeka, 25 Maret 2013, Halaman 11)

Ia juga kecewa karena setelah Pada berita edisi 31 Maret 2013 yang

kejadian itu tidak ada inisiatif polisi berjudul “Tuding Ada Isu Pemutarbalikan untuk menutup semua akses ke luar Fakta Kasus Cebongan”, dengan hadirnya Jogja.(Suara Merdeka, 25 Maret 2013, tulisan milik Idjon Djanbi di jejaring sosial Halaman 11)

yang menyudutkan Komnas HAM dan Polri yang harus bertanggung jawab dalam

Kapolda DIY Brigjen Sabar Rahardjo penyerangan di Lapas Cebongan. Dalam

mengatakan, akan mengusut tuntas pemberitaan ini dianggap mengacaukan tim

kasus itu. Ia menolak peristiwa itu investigasi yang mengusut penyerangan Lapas

disebut sebagai kegagalan intelijen. Cebongan sehingga kasus ini tidak dapat di

Menurutnya, keamanan sudah kuat dan selesaikan dengan tuntas, dengan berdalih

pemindahan para tersangka ke Lapas bahwa Komnas HAM dan Polri memutar

Cebongan pada Jumat (22/3) siang balikkan fakta dalam kasus penyerangan

sudah dikoordinasikan sejak beberapa Lapas Cebongan. Harapan dari masyarakat

hari sebelumnya. Pemindahan itu dan Komnas HAM kasus ini bisa diungkap di

dilakukan karena Mapolda DIYsedang publik dan tidak ada yang ditutup-tutupi dan

direnovasi. (Suara Merdeka, 25 Maret

terselesaikan dengan tuntas.

2013, Halaman 9) kita melihat aparat negara yang

Berita yang dimuat oleh surat kabar seharusnya mencegah kekerasan juga

Suara Merdeka pada edisi 27 Maret 2013, menjadi bagian dari kekerasan itu

dengan judul berita yaitu “sabtu berdarah sendiri. (Suara Merdeka, 31 Maret

: Komnas HAM bentuk Tim Investigasi

2013, Halaman 7)

Khusus”. Dalam berita ini menampilkan sejumlah penyelidikan yang dilakukan

Ketua Komnas HAM Siti Nurlaela, oleh komnas HAM salah satunya adalah

menganggap tulisan Idjon Djanbi pemindahan tahanan ke Lapas Cebongan yang

tersebut menyudutkan komisinya dilakukan atas perintah dari Kapolda DIY.

dengan

menyebutnya sebagai

Jurnal Ilmiah Komunikasi | MAKNA Vol. 4 No. 2, Agustus 2013-Januari 2014

anggota kopassus dan cara menghadapi serangan tak selihai anggota kepolisian.

Beberapa berita yang memperlihatkan kecenderungan bahwa Kapolda bersalah

”Meskipun kemudian muncul spekulasi dalam pemindahan para tersangka ke Lapas

bahwa pelakunya adalah polisi namun Cebongan, seperti berita pada edisi 01 April

orang yang memiliki motif terhadap 2013 dengan judul “Sabtu berdarah : Polisi

empat tersangka tersebut tentu berasal buat sketsa dua pelaku”. Dalam keterlibatan

dari kesatuan yang sama dengan TNI dalam investigasi kasus Lapas Cebongan,

korban,”(Suara Merdeka, 05 April harus dilihat juga dalam pemindahan

2013, Halaman 11) tersangka ke Lapas Cebongan. Harapan dari Kontras dengan dibentuknya tim investigasi dari TNI dan Polri bukan untuk ajang

Harian Surat Kabar Suara Merdeka saling menjatuhkan, namun tim yang saling kemudian menampilkan berita pada edisi melengkapi. Sehingga dapat mengusut tuntas

06 April 2013 dengan judul “Kapolda DIY kasus ini termasuk ada apa dibalik pemindahan Dicopot”. Mabes Polri mencopot jabatan para tersangka ke Lapas Cebongan.

Kapolda DIY sebagai bukti bahwa Kapolda DIY lalai dalam menjalankan tugas sebagai Kapolda DIY dalam kasus Penyerangan Lapas

Menurut dia, juga jangan sampai Cebongan. Pemberitaan tentang pencopotan luput adalah investigasi yang Kapolda DIY merupakan salah satu tindakan berkorelasi dengan keputusan Polda Kapolri untuk mengantisipasi kondisi setelah soal pemindahan tahanan. Terlebih penyerangan Lapas Cebongan. Dalam lagi ada informasi, Polda sudah pemberitaan menampilkan bahwa salah berkoordinasi dengan

Pangdam satu alasan mencopot Kapolda dikarenakan terkait pemindahan tersebut. ”Untuk Kapolda DIY dianggap gagal dalam lebih fair-nya, maka Kapolda DIY mengantisipasi penyerangan Lapas Cebongan dan Pangdam IV Diponegoro harus dengan memindahkan para tersangka ke Lapas dimintai keterangan oleh sebuah tim Cebongan dengan alasan renovasi sel tahanan investigasi.(Suara Merdeka, 01 April di Polda DIY. 2013, Halaman 11)

Dikatakan Nurlaela, bahwa saat ini Semakin nampak adanya kejanggalan

temuan dari Komnas HAM ada indikasi dalam pemindahan para tersangka ke Lapas

pelanggaran hak hidup, terbebas Cebongan tersebut. Pemberitaan surat kabar

dari penganiayaan dan hak atas rasa Suara Merdeka pada edisi 05 April 2013,

aman. Indikasi tersebut adalah bentuk dengan judul “Publik ingin Peradilan yang

pelanggaran HAM.(Suara Merdeka, 06 Fair”. Dikatakan oleh pihak Kompolnas bahwa

April 2013, Halaman 11) ada spekulasi dalam penyerangan Lapas

Mabes Polri mencopot jabatan Brigadir Cebongan yang dibalik dari penyerangan

Jenderal (Pol) Sabar Rahardjo sebagai tersebut ada pihak kepolisian. Pemindahan

Kapolda Daerah Istimewa Yogyakarta. ke Lapas Cebongan dikarenakan memang

Pemicu pencopotan orang nomor satu kesengajaan pihak Polda DIY dikarenakan

Jurnal Ilmiah Komunikasi | MAKNA Vol. 4 No. 2, Agustus 2013-Januari 2014 Jurnal Ilmiah Komunikasi | MAKNA Vol. 4 No. 2, Agustus 2013-Januari 2014

bersangkutan gagal mengantisipasi terjadi dalam institusi Polri dalam pemberitaan kejadian penyerangan di Lapas terkait tentang penyerangan Lapas cebongan Cebongan, Sleman, yang menewaskan yang melibatkan anggota kopassus sebagai empat tahanan titipan Polda.(Suara tersangka dalam kasus penyerangan tersebut Merdeka, 06 April 2013, Halaman 1)

dengan opini publik melihat kecenderungan berita negatif tentang kebijakan Kapolda DIY memindahkan tersangka dari tahanan Polda

Pemberitaan pada edisi 07 April 2013 DIY ke Lapas Cebongan dapat dilihat, ketika di surat kabar Suara Merdeka dengan judul isu menjadi tidak dapat dikendalikan maka berita “Sabtu berdarah : Giliran Pangdam akan menjadi sebuah krisis. Manajemen krisis Diganti”. Dengan pencopotan Kapolda DIY adalah istilah yang digunakan terhadap proses dan Pangdam Diponegoro adalah bukti bahwa yang dilakukan oleh organisasi atau institusi langkah yang tepat, karena sebagai pimpinan dalam mengahapi isu-isu yang tidak terkendali ditempat kejadian yang lalai dengan tugasnya tersebut. sehingga penyerangan Lapas Cebongan

halnya dengan terjadi. Pencopatan jabatan Kapolda DIY

Sebagaimana

perencanaan, penganggaran, evaluasi program dan Pangdam Diponegoro adalah salah satu

dan alat manajerial lainnya, komunikasi juga bukti bahwa kinerja mereka sebagai pimpinan

adalah alat penting sebab ia mempengaruhi ditempat terjadinya kejadian dianggap lalai

kontrol warga atas pemerintah. Komunikasi sehingga peristiwa penyerangan terjadi.

karyawan dan Sebagai pemimpin seharusnya dapat

mempengaruhi

moral

produktivitasnya dan memengaruhi semua mempunyai strategi untuk tetap menjaga

segi pemerintahan. Karena keputusan dan kondisi yang kondusif dalam setiap kasus

tindakan pemerintah sering memengaruhi lebih yang terjadi.

banyak warga dan dengan konsekuensi yang lebih besar, komunikasi dalam pemerintahan

langkah tersebut juga bukti kesadaran cenderung menjadi lebih penting dan lebih petinggi Polri dan TNI bahwa aparatur sulit ketimbang komunikasi dalam bisnis mereka khususnya, yang memegang (Cutlip, 2011:473) tali komando telah lalai, sehingga

Dalam birokrasi yang ideal tidak

terjadi peristiwa yang mengenaskan ada tempat untuk partisipasi warga. Warga itu.(Suara Merdeka, 07 April 2013, kurang punya keahlian teknis, tidak akrab Halaman 1)

dengan rutinitas birokrasi, dan terlibat secara emosional dengan isu, bukan secara berjarak dan rasional. Warga berada diluar hierarki dan

Berikutnya pemberitaan selanjutnya karenanya susah dikontrol. Konsekuensinya, pada edisi 07 April 2013 dengan judul partisipasi mungkin memperlama waktu yang “Komnas HAM Lanjutkan Investigasi”. dibutuhkan untuk mendapatkan keputusan Investigasi yang dilakukan oleh Komnas dan meningkatkan konflik (Cutlip,2011:474). HAM Menjelaskan kejangggalan dalam kasus pemyerangan Lapas Cebongan yaitu : (1)

yang beredar pemindahan empat tersangka yang menjadi dimasyarakat tentang penyerangan Lapas

Opini

publik

korban penyerangan ke LP Cebongan; (2) Cebongan cenderung opini negatif yang yaitu perlu mendalami jumlah pelaku penyerangan, kesalahan pada Kapolda DIY yang tidak bisa sebelas, tujuh belas, atau sepuluh; dan (3) cara mempertanggung jawabkan pemindahan empat para pelaku menyerang penjara cebongan, orang tahanan tersebut ke Lapas Cebongan apakah pelaku bergerak tidak dalam konteks dengan alasan bahwa tempat tahanan di Polda hirearki atau solidaritas diantara mereka dan DIY sedang direnovasi, sebuah pernyataan tidak melibatkan komandan di atasnya.

yang janggal ketika pemindahan tahanan

Jurnal Ilmiah Komunikasi | MAKNA Vol. 4 No. 2, Agustus 2013-Januari 2014

171

Jurnal Ilmiah Komunikasi | MAKNA Vol. 4 No. 2, Agustus 2013-Januari 2014

hanya karena renovasi yang berujung pada penyerangan sehingga keresahan masyarakat terhadap keamanan di Yogyakarta karena ulah premanisme, opini negatif teersebut tertuju kepada pihak Polri yang dinilai lalai dalam mengamankan keamanan daerah.

2. Manajemen Krisis Polri dalam Kasus Penyerangan Lapas Cebongan Sleman Yogyakarta

Upaya organisasi yaitu Polri untuk mengatasi krisis disebut sebagai manajemen krisis. Menurut Delvi (2007:1) mengatakan “crisis management is special meansures taken to solve problems caused by a crisis” mengatasi krisis pada dasarnya merupakan proses bertahap (step by step) dan melalui rangkaian aktivitas. (Rahmat,2012:180). Tujuan dari manajemen krisis adalah untuk menghentikan dampak negatif dari suatu peristiwa melalui upaya dan penerapan beberapa strategi dan taktik. Semua penyebab krisis termasuk dalam empat kategori yaitu bencana alam, masalah teknis, kesalaan manusia (human eror), dan keputusan manajemen (manajemen tidak dapat mengambil keputusan yang tepat). Terjadinya krisis banyak diakibatkan yaitu krisis berada pada kategori terakhir yatu keputusan manajemen (manajemen tidak dapat mengambil keputusan yang tepat), disini sebagai pimpinan kepolisian wilayah kesatuan DIY yaitu Kapolda DIY dinilai salah mengambil keputusan untuk mempindahkan empat tahanan ke Lapas Cebongan yang mengakibatkan terjadinya penyerangan secara brutal oleh anggota Kopassus, sehingga dari opini publik Kapolda DIY kurang memperhitungkan konsekuensi yang akan terjadi dan kurang hati – hati dalam mengambil keputusan untuk pemindahan empat tahanan tersebut. Keputusan manajemen yang salah mengakibatkan Kapolda DIY dinilai sebagai sebuah kegagalan intelegensi polisi dalam mengatasi kasus ini.

Pendekatan yang diprioritaskan, strategi untuk menjaga dan memulihkan

reputasi organisasi, implementasi dari perencanaan yang efektif, memberi wewenang kepada organisasi untuk bertindak sedini mungkin, merespons berdasarkan

ketentuan,

kejujuran, dan empati. Dalam hal ini Polri harus memberikan beberapa tahap unutk menghadapi manajemen isu menurut Morag Cuddeford-Jones (2002), seperti : (1) membangun komunikasi dengan para stakeholder, (2) meyakinkan jika isu tersebut layak untuk dimanage, (3) memelihara kontak dengan para ahli yang bisa membantu penelitian dan memberi dukungan, (4) membentuk koalisi dengan organisasi – organisasi yang serupa, (5) membuat rencana manajemen resiko dan mereviewnya secara regular, mengupdate dan memodifikasinya jika diperlukan, (6) melibatkan manajemen senior dalam tim. Dan bisa juga menerapkan prinsip – prinsip strategis dalam manajemen krisis yang dikemukaan oleh Ronald Smith (2005) adalah : (1) prinsip mengadakan hubungan, (2) prinsip media sebagai teman, (3) prinsip prioritas reputasi, (4) prinsip respons cepat, (5) prinsip keterbukaan penuh, (6) prinsip satu suara.

Dalam buku Crisis Public Relations (Nova, 2009:82) ada lima tahapan dalam siklus hidup krisis yang harus dikenal dan dipahami adalah sebagai berikut :

1. Tahap pre – crisis (sebelum krisis) Tahap ini adalah kondisi sebelum

sebuah krisis muncul. Benih krisis sudah ada sehingga jika muncul suatu kesalahan yang kecil saja, krisis dapat terjadi. Benih yang mulai timbul pada tahap ini biasanya tidak diperhatikan karena beberapa aspek dalam perusahaan atau institusi memang penuh resiko. Selain itu perusahaan tidak mempunyai perencanaan menghadapi krisis.

Benih krisis dalam tubuh TNI-Polri sudah sering terjadi dari permasalahan kecil yang mengakibatkan bentrok diantara dua aparat keamanan tersebut dan Benih krisis dalam tubuh TNI-Polri sudah sering terjadi dari permasalahan kecil yang mengakibatkan bentrok diantara dua aparat keamanan tersebut dan

diketahui, apakah para staf telah dibekali kasus penyerangan Lapas Cebongan

manajemen ini melibatkan oknum anggota kedua

pengetahuan

mengenai

krisis atau tidak. Jika tidak maka sudah aparat ini yaitu Yohanes Juan Mambait

terlambat bagi manajemen untuk memulai alias Juan yang berusia 38 tahun adalah

dan menyelesaikan masalahnya. anggota Polresta Yogyakarta, yang harus

Setelah kasus penyerangan Lapas diberhentikan karena keterlibatan kasus

Cebongan media mengetahui dan muncul narkoba dan sertu Heru Santoso sebagai

tentang opini negatif bahwa sebenarnya anggota Kopassus. Dendam diakibatkan

pemindahan empat tahanan tersebut kedua hilangnya nyawa seorang teman yang

pimpinan aparat keamanan ini sudah mengakibatkan penyerangan ini terjadi,

dikeahui akan ada penyerangan tersebut, sehingga krisis ini semakin nampak.

sehingga Polri mendapatkan opini

2. Tahap warning (peringatan) negatif dengan pengambilan keputusan pemindahan empat tahanan tersebut ke

Tahap ini dianggap sebagai salah

Lapas Cebongan.

satu tahap yang paling penting dalam daur hidup krisis. Di dalamnya, suatu

4. Tahap Clean-up (pembersihan) masalah untuk pertama kalinya dikenali,

Saat masalah melewati tahap dapat dipecahkan, diakhiri selamanya atau

warning tanpa diselesaikan maka dibiarkan berkembang menuju kepada

kerusakan perusahaan mulai timbul. Inilah kerusakan yang menyeluruh. Krisis dapat

waktunya untuk memulihkan perusahaan dengan mudah muncul pada tahap ini

dari kerugian. Setidaknya menyelamatkan karena ketakutan menghadapai badai atau

apa saja yang tersisa, baik sisa produk masalah dan menganggapnya tidak ada.

(jika dapat diaplikasikan), reputasi, citra Reaksi yang umum terjadi pada tahap ini

perusahaan, kinerja,dan lini produksi. Saat adalah kaget, menyangkal dan pura – pura

pemulihan, perusahaan harus menghadapi merasa aman.

hal-hal yang terkait dengan hukum, media, Krisis yang dihadapi dalam kasus

tekanan publik, dan litigasi. Tetapi himah penyerangan Lapas Cebongan yaitu pada

yang dapat diambil yaitu perusahaan saat Kapolda DIY memindahkan empat

dapat melihat bagaimana suatu krisis akan tahanan dengan alasan sel tahanan Polda

timbul, bagaimana menghadapi krisis, DIY sedang direnovasi, padahal sel

dan memastikan krisis tidak akan pernah tahanan tersebut tidak dalam kondisi di

terulang lagi.

renovasi. Kesalahan mengambil keputusan Pemulihan reputasi terhadap citra

tersebut di bantah dengan alasan sedang di Polri yaitu dengan pengambilan keputusan

renovasi padahal itu salah satu keputusan oleh Kapolri dengan mencopot Kapolda

yang salah, dimana memindahkan tahanan DIY sebagai salah satu bentuk tanggung

tersebut tanpa memikirkan kondisi jawab Polri atas kelalaian yang dilakukan

Lapas Cebongan yang minim penjagaan oleh Kapolda DIY. Selain itu Polri

dibandingkan dengan Polda DIY. membentuk tim investigasi untuk mengusut

3. Tahap acute (akut) siapa pelaku penyerangan tersebut sebagai salah satu bukti tanggung jawab Polri atas

Pada tahap ini krisis mulai kejadian penyerangan Lapas Cebongan

terbentuk, media dan publik mulai yang menyeret institusi Polri dikarenakan

mengetahui adanya masalah. Jika krisis kegagalan intelegen Kapolda DIY. Setelah

sudah sampai pada tahap ini, perusahaan dilakukan pencopotan Kapolda DIY,

tidak dapat berdiam diri karena sudah muncul opini positif dari masyarakat

mulai menimbulkan kerugian. Saat

Jurnal Ilmiah Komunikasi | MAKNA Vol. 4 No. 2, Agustus 2013-Januari 2014

yang ada di Kota Yogyakarta.

Manajemen Komunikasi

5. Tahap post – crisis (sesudah krisis)

Membentuk Inilah tahap yang telah disebutkan

Pra-

Signal

pengetahuan sebelumnya, yakni perusahaan seharusnya

Krisis

detection,

tentang krisis bereaksi saat suatu krisis muncul ke tahap preparation

prevention,

(lebih bersifat warning. Jika sejak awal tidak dihentikan,

internal), krisis akan terjadi. Namun, jika perusahaan menyamakan dapat memenangkan kembali kepercayaan persepsi publik dan dapat beroperasi kembali diantara dengan normal maka secara formal dapat anggota dikatakan krisis telah berakhir. organisasi.

Dengan hasil investigasi dari pihak TNI dan Polri maka terungkap

Mengetahui Memengaruhi pelaku dari penyerangan Lapas Cebongan

Krisis

persepsi tersebut, sehingga publik merasa bahwa

peristiwa

publik tentang tidak semua kasus yang melibatkan

– peristiwa

pemicu dan krisis, persepsi aparat keamanan tidak dapat diselesaikan

tentang hingga pengadilan. Kepercayaan publik

respons,

organisasi dan sedikit terobati dengan berjalanannya

damage

containment. segala upaya proses investigasi yang transparan, ada

organisasi tanggung jawab dari Polri dan TNI dengan

mengatasi mencopot pemimpin wilayah kesatuan

krisis. yang seharusnya memberi rasa nyaman

Memulihkan kepada masyarakat Yogyakarta, dan proses

Pasca-

Recovery,

reputasi dan peradilan yang terbuka sehingga tidak

Krisis

learning,

mengembali- menimbulkan opini negatif.

follow up

informasi

kan reputasi

yang sempat Dalam buku Public Relation & Crisis

dengan

publik, kerja hilang akibat Management Pendekatan Critical Public

Relations Etnografi Kritis & Kualitatif krisis.

sama untuk

reputasi dan mengembalikan reputasi yang

kembali

sempat hilang akibat krisis, model manajemen

normal.

krisis dan komunikasi krisis disesuaikan dengan tahapan krisis, yaitu :

Sumber : (disarikan dari Coombs (2010) , Rahmat, 2012:209)

Salah satu cara mengembalikan reputasi Polri dimata Publik dengan sebuah kebijakan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Kapolri dengan mencopot atau memutasi jabatan Kapolda DIY karena kasus penyerangan Lapas Cebongan yang melibatkan 12 orang anggota Kopasus dengan segala bukti dan langkah yang sudah

Jurnal Ilmiah Komunikasi | MAKNA Vol. 4 No. 2, Agustus 2013-Januari 2014 Jurnal Ilmiah Komunikasi | MAKNA Vol. 4 No. 2, Agustus 2013-Januari 2014

Media online merdeka.com menampil- keputusan memindahkan keempat tersangka

kan berita tentang Beredarnya Short Message penganiayaan dari Rutan Polda DIY ke Lapas

Service (SMS) bahwa akan ada penyerangan Cebongan Sleman, dengan alasan bahwa

di Lapas Cebongan dengan judul berita Rutan sedang dalam renovasi.

“Kontras : Sebelum Cebongan diserang, polisi

Dengan mempengaruhi persepsi dapat SMS peringatan”, SMS tersebut beredar publik dengan pengambilan keputusan pada pukul 18.52 WIB pada tanggal 22 Maret Kapolri untuk mencopot Kapolda DIY adalah 2013. Berikut kutipan SMS yang beredar di langkah sigap yang dilakukan Kapolri untuk kalangan aparat keamanan saat dibacakan mengembalikan reputasi sehingga dapat oleh Koordinator Komisi Orang Hilang dan mengubah persepsi publik dan strategi Polri Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar pada untuk mengatasi krisis tersebut.

tanggal 10 Juni 2013.

Beberapa opini publik yang negatif mengenai pemindahan tersangka ke LP adalah

“Info dari Wakapolresta yka. sebuah kelalaian, pemindahan dari tahanan

Tiga pleton Kopassus sudah berada Polda DIY ke Lapas Cebongan terdapat

di DY mohon waspada and mohon unsur pelanggaran HAM yang di lakukan

dikonsumsi kita-kita saja. 86, 87 rekan- oleh Kapolda DIY karena pemindahan

rekan secara rapi, konsumsi corp baju para tersangka sudah direncanakan sangat

cokelat kemungkinan beraksi malam matang. Aksi penyerangan Lapas Cebongan

minggu karena aku sayang kalian,” dilakukan dengan terencana rapi dan eksekusi

penyerangan dilakukan dengan sangat cepat. Setelah dilakukan invertigasi yang Dengan adanya sms yang sudah

didapatkan dari pihak Polri sebanyak 17 beredar seharusnya dapat dicegah oleh orang penyerbu sebagai fakta lapangan, aparat keamanan petinggi Polisi Kapolda

45 orang saksi yaitu 13 Napi dan Sipir LP DIY dan petinggi TNI AD. Sebagai petinggi Cebongan. Sebuah Isu yang dilambungkan Polda Yogyakarta seharusnya tanggap oleh Djon Djanbi salah seorang pengguna dengan informasi tersebut, sehingga muncul akun Facebook yang memberikan tuduhan kejanggalan pemindahan para tersangka kasus mengarah ke Polri dan Komnas HAM dalam penyerangan di Hugo’s Cafe ke Lapas Kelas II proses pencarian bukti-bukti. Sedangkan Fakta Cebongan yang memperkuat kecenderungan yang diberikan oleh Tim Investigasi Pihak opini publik tentang pengambilan keputusan TNI adalah 11 orang dari anggota Kopasus tersebut dan lemah pengamanan Polri dalam Grup II Kandang Majengan Kartasura yang kasus tersebut. melakukan penyerangan Lapas Cebongan.

Pengambilan keputusan Kapolri

Dalam kasus penyerangan tersebut dengan mencopot Kapolda DIY adalah juga mencuatkan opini publik negatif keputusan yang sangat tepat dengan alasan tentang kebijakan Kapolda dalam mengambil yang konferhensif bahwa Kapolda DIY keputusan yaitu mengutip dari Koordinator gagal mengantisipasi kejadian penyerangan Kontras di harian Suara Merdeka pada edisi 01 di LP dengan ketidaktanggapan dalam April 2013, bahwa adanya koordinasi antara mengantisipasi

kasus yang kemungkinan dapat terjadi. Sehingga

sebuah

Jurnal Ilmiah Komunikasi | MAKNA Vol. 4 No. 2, Agustus 2013-Januari 2014

Brigadir Jendral (Pol) Sabar Raharjo sebagai

8. Aturan formal, kepemimpinan yang jelas kapolda DIY dicopot dengan digantikan

serta tanggung jawab bagi semua anggota oleh Brigadir Jendral (Pol) Haka Astana.

organisasi akan membawa organisasi pada Dengan konsekuensi jabatan digantikan

tujuan yang diinginkan karena Kapolda DIY adalah pimpinan

9. Semua eleman dalam birokrasi merupakan tertinggi di daerah tempat kejadian tersebut.

komponen penggerak organisasi, mereka dapat dilihat dalam struktur organisasi Polri

diatur sesuai dengan sistem militer. dengan kekuasaan tertinggi pada Institusi

Kerana tiap anggota diibaratkan sebagai ini adalah Kapolri. Sebagaimana dapat

komponen penggerak dalam sebuah mesin dilihat dalam Teori Birokrasi Webber (1947)

organisasi.

merekomendasikan hal sebagai berikut:

1. Susunan pemegang kekuasaan yang jelas Dalam Teori Birokrasi Webber

2. Pengelompokan pekerja berdasarkan sangatlah tepat digunakan dalam pengambilan bidang spesialisasinya

keputusan Kapolri untuk mencopot atau memutasi Kapolda DIY karena kepemimpinan

3. Peraturan dan sistem yang jelas tentang yang jelas serta tanggung jawab bagi

hak, kewajiban dan tugas tiap pekerja semua anggota organisasi sehingga dapat

4. Prosedur kerja yang mengutamakan mewujudkan organisasi sesuai dengan performa

tujuan. Rincian tanggung jawab dan tugas

5. Impersonalization

hubungan Polri dapat dilihat pada stuktur Organisasi, organisasi pekerja

dalam

yang merupakan konsep dari teori Birokrasi oleh Max Webber, bahwa sebuah organisasi

6. Seleksi dan promosi yang didasarkan pada untuk mewujudkan efesiensi organisasi maka kompetensi

perlu adanya job description dan hirearki

7. Webber

birokrasi kewenangan yang melekat sesuai dengan dapat meminimalisir ambiguitas dan jabatan tiap anggota organisasi dalam struktur ketidakaturan dari sebuah organisasi

beranggapan

organisasi. Berikut ini struktur organisasi Polri sebagaimana dikutip dari situs web Polri:

Gambar 1. Struktur Organisasi dalam tubuh Polri

sumber : www.polri.go.id 176

Jurnal Ilmiah Komunikasi | MAKNA Vol. 4 No. 2, Agustus 2013-Januari 2014

Berdasarkan struktur tersebut dan jika terjadi kondisi kritis, institusi dapat Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik mengidentifikasikan dan merespon dengan Indonesia Nomor 21 Tahun 2010 tentang baik. Identifikasi siklus krisis, dimulai dengan

Struktur Organisasi dan Tata Kerja Satuan persiapan menghadapi krisis (preparadness for Organisasi satuan organisasi pada tingkat crisis), penyelesaian krisi (crisis resolution), Markas Besar Kepolisian Negara Republik mengambil pelajaran dari krisis (consolidation Indonesia. Polri merupakan alat negara yang of learning), mengkomunikasikan kepada berperan dalam memelihara keamanan dan public (communication for change) dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, berkomitmen untuk melakukan perbaikan serta memberikan perlindungan, pengayoman (initiation of change). dan pelayanan kepada masyarakat dalam

informasi yang rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

Keterbukaan

merupakan hasil dari pemberitaan media,

Kepala Kepolisian Negara Republik seringkali mempengaruhi jalannya bisnis Indonesia (Kapolri) adalah pimpinan Polri perusahaan dan memberikan dampak negative dan penanggung jawab penyelenggara fungsi dalam hal keuangan, politik, dan hukum. Kepolisian. Dalam susunan organisasi Mabes Dalam mengatasi krisis harus secara matang, Polri terdiri dari (1) unsur pimpinan, (2) pemimpin dapat memerintahkan bagaimana unsur pengawasan dan pembantu pimpinan/ dan apa sebaiknya dilakukan saat krisis terjadi, pelayanan, (3) unsur pelaksanaan tugas pokok, mengantisipasi krisis dapat dilakukan dengan dan (4) unsur pendukung. Kapolri adalah menggunakan perencanaan strategi dan sebagai unsur pimpinan dalam Mabes Polri manajemen resiko. Setiap krisis harus dihadapi sehingga mempunyai kekuasaan penuh dalam secara serius oleh pimpinan dan disampaikan organisasi Polri.

kepada public secara jujur. Pemimpin harus belajar dari setiap krisis yang terjadi.

Setelah melakukan investigasi terhadap kasus penyerangan di Lapas Cebongan Polri Penanganan manajemen krisis yang mendapatkan profil pelaku dan melakukan efektif untuk Polri dalam kasus penyerangan

sketsa wajah para pelaku. Dengan dicopotnya Lapas Cebongan yaitu dengan melihat Kapolda DIY dari jabatannya karena dianggap faktor penilaian tingkatan pentingnya isu, lalai dalam menjalankan tugas, itu salah satu yang diperlukan tanggapan yang segera wujud mengembalikan reputasi Polri dimata atau tidak tergantung tingkat permasalahan Publik. Dampak positif dari masalah yang yang menyebabkan timbulnya pemberitaan penyerangan LP Cebongan pemerintah khusus negatif atas citra Polri dimata publik. Selain nya Polri mendapat dukungan dari media dan itu, Polri harus mempunyai narasumber yang publik.

berkualitas untuk menanggapi masalah yang

Seperti yang ditulis oleh Grossman terjadi dalam penyerangan Lapas Cebongan

yang dapat menjelaskan proses dan hasil dan Martha Kumar yaitu telah terjadi salah

investigasi yang sudah dilakukan oleh Polri satu kekuatan utama di arena politik nasional,

sehingga publik percaya bahwa kasus ini memengaruhi kekuatan besar lainnya diproses sesuai dengan prosedur. Kemudian, seperti Presiden, Kongres, Birokrasi, Parta narasumber yang sudah ditunjuk oleh Polri Politik, dan Kelompok penekan yang pada merupakan narasumber yang mengerti tentang gilirannya dipengaruhi oleh mereka (media) duduk permasalahan dan dapat menjelaskan (Cutlip,2011:491). secara rinci apa yang sudah dilakukan oleh

Untuk menyelesaikan krisis, Polri sehingga dapat menjawab inti dari manajemen

harus

memiliki

crisis permasalahan tersebut.

manajemen plans yang didesain secara Kehadiran media menjadi hal yang

teliti untuk menghadapai berbagai level menguntungkan, media menjadi mitra yang

krisis yang mungkin terjadi oleh karena itu menguntungkan dalam tiga hal : (1) untuk

Jurnal Ilmiah Komunikasi | MAKNA Vol. 4 No. 2, Agustus 2013-Januari 2014

keseluruhan yang tercermin dari berita – berita media. (Rachmat, 2012:202-203).

Penutup

Dalam pengembalian reputasi dari Kesimpulan

segi ekternal media sangat membantu dalam Kasus Penyerangan Lapas Cebongan pengembalian reputasi dengan memberitakan merupakan sebagian bentrok yang terjadi pada dari sisi positif setelah masa krisis dan tubuh TNI-Polri yang seharusnya bersatu untuk pengambilan keputusan untuk menghentikan mengamankan Negara Indonesia. Dengan krisis agar tidak berlangsung lama. Upaya terjadinya kasus penyerangan tersebut Kapolri pengembalian reputasi dari sisi internal Polri mengambil keputusan yang sudah tepat yaitu dengan upaya mulai mengubah persepsi dikarenakan Kapolda DIY terbukti melakukan negatif publik antara hubungan TNI dan Polri kesalahan dengan lalai menjalankan tugas yang positif upaya proses benah diri dari secara baik. kedua institusi aparat keamanan ini.

Ketika krisis muncul maka setiap Media salah satu jembatan pemerintah organisasi menggunakan peluang dengan

dan publik, dengan pemberitaan media dengan memanage krisis tersebut menjadi lebih mendukung penumpasan preman, yang terkendali. Seperti kasus penyerangan Lapas seolah – olah publik menyetujui terjadinya Cebongan muncul Pemberitaan negatif penyerangan di Lapas Cebongan karena tentang Kapolda DIY tentang pemindahan empat korban adalah orang – orang yang para tersangka ke Lapas Cebongan merupakan menorehkan catatan kriminal di kepolisian. kejanggalan dan kegagalan intelegensi Kapolda Salah satu korban penyerangan Hendrik DIY sebagai pimpinan aparat keamanan Benyamin Sahetapy Engel alias Dicky Ambon kepolisian didaerah Yogyakarta yang tidak yang berusia 31 tahun, berdasarkan catatan bisa menjadikan rasa aman dan mencegah Polres Yogyakarta pernah ditahan dalam kasus peristiwa penyerangan ini terjadi. Dengan pemerkosaan dan pembunuhan. Sementara kasus penyerangan Lapas Cebongan dapat Yohanes Juan Mambait alias Juan yang berusia diusut tuntas dan memperbaiki manajemen

38 tahun adalah anggota Polresta Yogyakarta, krisis yang terjadi di tubuh Polri dan TNI yang harus diberhentikan karena keterlibatan sehingga memperbaiki sistem kebijakan kedua kasus narkoba.

organisasi dan hukum keamanan Nasional. Premanisme seperti menjadi bagian

Pengembalian reputasi Polri dalam rantai kehidupan, premanisme dalam bentuk kasus ini dengan mengambil keputusan dengan

apapun selalu ada. Tidak memandang di mencopot Kapolda DIY adalah salah satu Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang bentuk tanggung jawab Polri kepada Publik menyandang sebutan sebagai kota pelajar atau dalam mengambil langkah dan mengatasi budaya. Premanisme berkembang ke tingkat masalah dengan solusi yang tepat untuk mahasiwa yang bercorak etnis hingga tingkat mengembalikan reputasi Polri dimata Publik. pelajar. Biasanya mahasiswa yang menjadi Faktor Internal harus diperhatikan dengan lebih

Jurnal Ilmiah Komunikasi | MAKNA Vol. 4 No. 2, Agustus 2013-Januari 2014 Jurnal Ilmiah Komunikasi | MAKNA Vol. 4 No. 2, Agustus 2013-Januari 2014

Critical Public Relations Etnografi yang positif untuk hubungan profesional kerja

Kritis & Kualitatif. Jakarta : Kencana. antar kedua aparatur keamanan negara ini.

Pace, R. Wayne., Brent, D. Paterson., and M. Dallas Burnett. (2010) Komunikasi organisasi.

Saran

Dengan kasus penyerangan Lapas Smith, Ronald D. (2005). Strategic Planning