PENENTUAN NILAI EFEK ELEKTRONIK ( a P ) GUGUS HIDROKSI DARI AMPISILIN • AMOKSISILIN DAN SEFALEKSIN-SEFADROKSIL MELALUI PENDEKATAN SIGMA HAMMETT Repository - UNAIR REPOSITORY

  KKC « K

  FF 7> r W v v \

  P

P IE P JE T W O E R I Y U N A R N I

  PENENTUAN NI LAI EFEK ELEKTRONI K ( a P

  ) GUGUS

HI DROKSI DARI AMPI SI LI N • AMOKSI SI LI N DAN

SEFALEKSI N-SEFADROKSI L MELALUI PENDEKATAN SI GMA HAMMETT

  

F A K U L T A S F A f t M A SI U N I V E R Sl T A S A I R L A N G G A

S U R A B A Y A

1 9 9 5

  S K R I P S I M I L I K fER PUSTAK AAN WWITERSITAS A IR L A N O O A '

  S U R A B A Y A

  

PENENTUAN NI LAI EFEK ELEKTRONI K C )

GUGUS HI DROKSI DARI AM PI SI LI N - AMOKSI SI LI N DAN

SEFALEKSI N - SEFAD ROKSI L M ELALUI PENDEKATAN SI GMA HAMMETT

  SKRIPSI DIBUAT UNTUK MEMENUHI SYARAT MENCAPAI GELAR SARJANA SAINS PADA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA 1 9 9 5

  Oleh PIEPIET WOERI YUNARNX

  059011216 disetuiui oleh .-Dembimbing DR.Bambang Soekardio, SU.

  / Pembimbing Utama D r s . Robby Sondakh, MS

  Pembimbing Serta Ir. Hi. Rullv Susilouati, MS

  Pembimbing Serta

  KATA PEN GAN TAR

  Dengan segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar sarjana Farmasi pada

  Fakultas Farnasi Universitas Airlangga.

  Pada kesempatan yang baik ini perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar- besarnya kepada :

  1. Bapak DR. Bambang Soekardjo, SU, Bapak Drs. Robby Sondakh, MS dan Ibu Ir. H

  

j

  . Rully Susilowati, MS. atas segala bimbingan, saran-saran dan bantuan yang telah diberikan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

  2. Kepala Laboratorium Kimia Medisinal Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, beserta staf dan karyawan.

  3. Ketua Jurusan Kimia Farnasi Fakultas Farnasi Universitas Airlangga, beserta staf dan karyawan.

  4. Tim penilai skripsi yang telah berkenan memeriksa skripsi ini.

  5. Orang tua, kedua kakak dan adik penulis tercinta yang telah menbantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

  6. Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung nembantu terselesaikannya ii skripsi ini.

  Akhir kata, penulis berharap semoga hasil penelitian ini bernanfaat bagi perkembangan ilmu kefarnasian dimasa nrendatang, neskipun penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sespurna.

  Surabaya, Januari 1995 Penulis

  D AFTAR

  7

  3.2.1 Pengaruh suhu terhadap nilai efek elektronik ......................

  15

  3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai efek elektronik ...................

  13

  ( c r ) Hammett .........

  3.1 Tetapan sigma

  12

  8 3. Tinjauan tentang efek elektronik ......

  2. Tinjauan tentang pengaruh sifat fisika- kimia terhadap aktivitas biologis .....

  1. Tinjauan tentang hubungan antara struktur kimia dan aktivitas biologis ..........

  I SI

  

  6

  6 5. Manfaat penelitian ....................

  5 4 . Hipotesis ........ .....................

  5 3. Tujuan penelitian .....................

  1 2. Perumusan masalah .....................

   1. Latar belakang masalah ................

  DAFTAR TABEL ................ ..................... vii DAFTAR GAMBAR ..................................... x DAFTAR LAMPIRAN ................................... xi

  Halaman DAFTAR ISI ........................................ iii

  15

  iv

  3.2.2 Pengaruh pH terhadap nilai efek elektronik ......................

  15

  3.3 Pengaruh nilai efek elektronik ter­ hadap aktivitas biologis ............

  16 4. Tinjauan tentang spektrofotometri .....

  19 4.1 Tinjauan umum . ..................

  19

  4.2 Penentuan tetapan kesetimbangan reaksi secara spektrofotometri ....

  20

  5. Tinjauan tentang sifat-sifat fisika- kimia dari ampisilin, amoksisilin, sefaleksin dan sefadroksil ..........

  24 5.1 Sifat fisika-kimia ampisilin ....

  24 5.2 Sifat fisika-kimia amoksisilin ...

  25 5.3 Sifat fisika-kimia sefaleksin ....

  26 5.4 Sifat fisika-kimia sefadroksil ...

  27 BAB III. METODE PENELITIAN .......................

  28 1. Bahan penelitian yang digunakan ......

  28 2. Alat penelitian yang digunakan .......

  28 3. Cara pengerjaan ......................

  29

  3.1 Analisis kualitatif terhadap bahan penelitian ........................

  29 3.1.1 Pemeriksaan organolep.tis .......

  29 3.1.2 Reaksi warna ...................

  29

  3.1.2.1 Reaksi warna untuk ampisilin

  29

  3.1.2.2 Reaksi warna untuk amoksisilin

  29

  3.1.2.3 Reaksi warna untuk sefaleksin

  30

  3.1.2.4 Reaksi warna untuk sefadroksil

  42

  2.3.3 Nilai pK sefaleksin pada pH

  54

  2.3.2 Nilai pK amoksisilin pada pH 4,00; 7,00 dan 8,00 ..........

  53

  2.3.1 Nilai pK ampisilin pada pH 4,20; 7,20; dan 9,20 ...............

  51

  2.3 Penentuan nilai pK ampisilin, amoksi­ silin, sefaleksin dan sefadroksil secara spektrofotometri ............

  44

  2.2 Ponentuan panjang gelombang terpilih

  42

  2.1. Pembuatan larutan dapar pada pH yang diperlukan ........................

  41 2. Penentuan nilai pK .....................

  30 3.1.3 Penentuan titik lebur...........

  1. Analisis kualitatif terhadap bahan penelitian ............... .........

  

  38

  37 3.4 Analisis data ........................

  35 3.3 Perhitungan nilai efek elektronik ....

  3.2.3 Penentuan pK secara spektro- fotometr i ............ ..........

  33

  3.2.2 Penentuan panjang gelombang terpilih .......................

  31

  3.2.1 Pembuatan larutan dapar pada pH yang diperlukan ................

  31

  31 3.2 Penentuan nilai pK ...................

  V

  vi 4,50; 7,50 dan 10,50 .........

  55

  2.3.4 Nilai pK sefadroksil pada pH 3,30; 7,30 dan 9,30 ..........

  56

  3. Perhitungan nilai efek elektronik (nilai sigma (o') Hammett) .....................

  57

  o

  3.1 Penentuan nilai sigma ( ) Hammett dari gugus hidroksi (-0H) pada posisi para dari ampisilin-amoksisilin ....

  57

  3.2 Penentuan nilai sigma (o’) Hammett dari gugus hidroksi(-OH) pada posisi para dari sefaleksin-sefadroksil ....

  58 4. Analisis data ..........................

  59

  

   BAB VIII RINGKASAN ...............................

  71 DAFTAR PUSTAKA.....................................

  75 LAMPIRAN ..........................................

  77

  D AFTAR TABEL

  Halaman Tabel

  I. Hasil analisis kualitatif bahan penelitian .........................

  41 Tabel

  II. Larutan dapar untuk ampisilin, dengan volume 200 ml ...............

  42 Tabel III. Larutan dapar untuk amoksisilin dengan volume 200 ml ...............

  43 Tabel

  IV. Larutan dapar untuk sefaleksin dengan volume 200 ml ......................

  43 Tabel

  V. Larutan dapar untuk sefadroksil dengan volume 200 ml ...............

  43 Tabel

  VI. Nilai serapan larutan ampisilin konsentrasi 600 ppm pada pH 7,20 dan dalam suasana asam (pH 4,20), suasana basa (pH 9,20) untuk penentuan panjang gelombang (X.) terpilih .....

  45 Tabel VII. Nilai serapan larutan amoksisilin konsentrasi 207,9 ppm pada pH 7,00 dan dalam suasana asam (pH 4,00),

  'suasana basa (pH 8,00) untuk penentuan panjang gelombang (\) terpilih ............................

  47 Tabel VIII. Nilai serapan larutan sefaleksin konsentrasi 30 ppm pada pH 7,50 dan dalam suasana asam (pH 4,50), suasana vii

  v i i i Tabel Tabel

  Tabel

  49 IX. Nilai serapan larutan sefadroksil konsentrasi 31,3 ppm pada pH 7,30 dan dalam suasana asam (pH 3,30), suasana basa (pH 9,30) untuk penen- tuan panjang gelombang (X) terpilih ......

  51 X. Serapan larutan ampisilin konsentrasi 600 ppm pada pH larutan yang terpilih (pH 7,20) dan dalam pH 4,20 (suasana asam ) pH 9,20 (suasana basa) pada panjang gelombang terpilih 256 nm untuk penentuan nilai pK ............

  53 XI. Serapan larutan amoksisilin konsen­ trasi 207,9 ppm pada pH larutan yang terpilih (pH 7,00) dan dalam pH 4,00

  (suasana asam), pH 6,00 (suasana (basa) pada panjang gelombang terpilih 272 nm untuk penentuan nilai pK .....

  54 XII. Serapan larutan sefaleksin konsen­ trasi 30 ppm pada pH larutan yang terpilih (pH 7,50) dan dalam pH 4,50 (suasana asam), pH 10,50 (suasana basa) pada panjang gelombang terpilih 261 nm untuk penentuan nilai pK .....

  • Tabel basa (pH 10,50) untuk penentuan panjang gelombang (X) terpilih ......

  55

  ix Tabel XIII. Serapan larutan sefadroksil konsen­ trasi 31,3 ppm pada pH larutan yang terpilih (pH 7,30) dan dalam pH 3,30 (suasana asam), pH 9,30 (suasana basa) pada panjang gelombang terpilih 262 nm untuk penentuan nilai pK ....

  56

  ( c r )

  Tabel XIV. Penentuan nilai sigma Hammett dari gugus hidroksi (-0H) pada posisi para dari ampisilin-amoksisilin ..........

  57 Tabel

  XV. Penentuan nilai sigma ( & ) Hammett dari gugus hidroksi (-0H) pada posisi para dari sefaleksin-sefadroksil .........

  58

  DAFTAR GAMBAR

  Halaman Gambar 1. Kurva serapan dari larutan ampisilin 600 ppm dalam pH 1,20 - pH 11,20 pada panjang gelombang terpilih 256 n m ........... 46

  Gambar 2. Kurva serapan dari larutan amoksisilin 207,9 ppm dalam pH 1,00 - pH 11,00 pada panjang gelombang terpilih 272 n m ........... 48

  Gambar 3. Kurva serapan dari larutan sefaleksin 30 ppm dalam pH 1,50 - pH 11,50 pada panjang gelombang terpilih 261 n m ........... 50

  Gambar 4. Kurva serapan dari larutan sefadroksil 31,3 ppm dalam pH 1,30 - pH 11,30 pada panjang gelombang terpilih 262 n m ........... 52 x

  DAFTAR LAMPI RAN

  Hal Lampiran Sertif ikat analisis dari ampisi1 in

  Lamp i ran Sertif ikat analisis dari amoksisilin

  Lampiran Sertif ikat analisis' dari sefaleksin Lampiran

  Sertifikat analisis dari sefadroksil Lampiran Perhitungan standart deviasi (SD) nilai sigma ( c r ) Hammett dari gugus hidroksi (-0H) pada posisi para dari ampisilin-amoksisilin .............

  Lampiran 6

  ( S D )

  Perhitungan standart deviasi

  

( c r )

  nilai sigma Hammett dari gugus hidroksi (-0H) pada posisi para dari sefaleksin- sefadroksil ........... Lampiran

  Uji "t pooled dua pihak" antara nilai sigma ( c r ) Hammett dari gugus hidroksi (-0H) pada posisi para dari ampisilin-amoksisilin dan sefaleksin

  • sefadroksil ...................... Lampiran Uji "t satu pihak" antara nialai sigma (o') Hammett dari gugus hidroksi (-0H) pada posisi para dari ampisisilin-amoksisilin dan nilai sigma (o') Hammett pada tabel ............ 0

  Lampiran 9. Uji "t satu pihak*' antara nilai sigma (o-) Hammett dari gugus hidroksi (-0H) pada posisi para dari sefaleksin-sefadroksil dan nilai sigma (o') Hammett pada tabel ............. 86

  Lampiran 10. Tabel nilai sigma (a) Hammett ............ 87 Lampiran 11. Tabel "t" ................................. 9 1 xii

BAB I PENDAHULUAN

  1 . L a l a r B e l a l c a n g M a s a l a h

  Struktur kimia memberikan ciri-ciri sifat fisika- kimia yang khas dari suatu senyawa, yang dapat berubah apabila struktur senyawa tersebut mengalami perubahan. Perubahan gugus pada senyawa induk dapat menyebabkan perubahan dalam hal kelarutan senyawa tersebut dalam pelarut polar atau non polar, distribusi muatan molekul dan kekuatan elektrostatik atau dalam pengaturan ruang gugus-gugus dalam molekul senyawa tersebut- Perubahan gugus pada senyawa induk akhirnya dapat mengakibatkan perubahan aktivitas biologis yang dihasilkan (1).

  Aktivitas biologis dari suatu senyawa dipengaruhi oleh sifat fisika-kimia, struktur sistem reseptor dan letak suatu gugus dalam struktur molekul senyawa tersebut. Berdasarkan hubungan antara struktur kimia dan aktivitas biologis, obat-obatan dapat dibagi dalam dua golongan utama yaitu obat yang berstruktur spesifik dan obat yang berstruktur tidak spesifik. Struktur kimia sangat menentukan aktivitas biologis dari obat-obat yang berstruktur spesifik, sedangkan sifat-sifat fisika-kimia lebih menentukan aktivitas biologis dari obat obat yang berstruktur tidak spesifik (2).

  1

  MiQOJk'

  

! v

"g \ j it. a ' _ X A ___

  2

\

  Dalam mencari hubungan antara struktur kimia dan aktivitas biologis dapat dilakukan pendekatan-pendekatan dengan menggunakan parameter fisika-kimia. Dengan mengetahui hubungan kuantitatif antara parameter fisika-kimia dan aktivitas biologis, maka dapat diketahui peranan dari gugus yang menyebabkan perubahan sifat fisika-kimia yang berhubungan dengan aktivitas biologisnya. Disamping itu, dapat digunakan untuk merancang suatu obat baru yang lebih aktif dari senyawa induknya dan menyimpulkan cara kerja untuk macam-macam obat yang berbeda (3,4).

  Parameter fisika-kimia meliputi parameter hidrofobik, elektronik dan sterik. Parameter hidrofobik yaitu parameter yang berhubungan dengan kelarutan suatu senyawa dalam pelarut nonpolar dan polar, antara lain koefisien partisi lemak-air, tetapan pi ( n ) dari Hansch, dan tetapan f dari Rekker ( 5 ). Parameter elektronik yaitu parameter yang berhubungan dengan distribusi muatan listrik dari substituen, antara lain tetapan sigma ( cr )

  Hammett untuk senyawa aromatik, tetapan sigma bintang (o'*) dari Taft untuk senyawa alifatik dan pKa. Parameter sterik yaitu parameter yang menggambarkan konformasi dalam ruang dari berbagai gugus dalam molekul dan memainkan peranan dalam halangan ruang pada tingkat intra molekul, antara lain tetapan Es dari Taft, tetapan sterik dari Charton dan molar refraksi ( MR ) ( 1 ).

  Parameter elektronik memberikan nilai yang merupakan ukuran tingkat kekuatan menyumbangkan elektron atau menarik elektron.

  cr )

  ( c r )

  (o') Hammett dari gugus hidroksi ( -OH ) pada posisi para pada tabel yaitu -0,37 ( 7 ). Dalam hal ini, nilai sigma

  ) Hammett dari gugus hidroksi (-0H) pada posisi para. Hidrogen mempunyai nilai sigma ( cr ) = 0,00. Nilai sigma

  cr

  Pada penelitian ini akan ditentukan nilai sigma (

  Hammett dari suatu gugus yang tersubtitusi pada senyawa induk, dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi obat yang diperlukan untuk menimbulkan aktivitas biologis ( 6 ).

  Hubungan nilai efek elektronik dengan aktivitas biologis dinyatakan dengan persamaan Kopecky et.al, dimana dengan ditentukannya nilai sigma (

  Dari parameter-parameter elektronik yang ada, yang banyak dipakai untuk menghubungkan struktur kimia dan aktivitas biologis adalah tetapan sigma (

  tergantung pada sifat dan posisi substituen pada senyawa induk ( 1, 2, 4 ).

  ( c r )

  ) Hammett merupakan ukuran dukungan substituen terhadap efek elektronik senyawa induk. Tetapan substituen Hammett digunakan untuk memprediksi tetapan keseimbangan dan tetapan laju reaksi kimia. Nilai sigma

  cr

  ) dari Hammett. Tetapan sigma (

  cr

  Hammett dari gugus hidroksi ( -OH ) pada posisi para bernilai negatif menunjukkan bahwa substituen atau gugus hidroksi tersebut merupakan pendorong elektron yang lebih kuat daripada hidrogen ( elektron donor ). Jika nilai

  cr )

  sigma ( positif berarti bahwa substituen atau gugus tersebut merupakan penarik elektron yang lebih kuat daripada hidrogen (elektron aseptor) (8). Nilai sigma (o') Hammett pada tabel digunakan sebagai pembanding terhadap nilai sigma ( cr ) Hammett dari hasil penelitian.

  Penentuan nilai efek elektronik dilakukan dengan menentukan nilai tetapan disosiasi (pK) senyawa induk dan senyawa dengan gugus hidroksi pada posisi para. Nilai tetapan disosiasi ( pK ) ditentukan dengan menggunakan alat spektrofotometri ultra lembayung dan pH diatur dengan penambahan larutan dapar. Karena metode spektro- fotometri ultra lembayung mempunyai ketelitian yang cukup tinggi (9, 10 }.

  Bahan penelitian yang digunakan adalah bahan yang merupakan senyawa induk ( tak tersubstitusi ) dan senyawa yang mempunyai gugus hidroksi (-0H) pada posisi para (seyawa tersubtitusi). Pada penelitian ini digunakan dua pasang senyawa, yaitu ampisilin ( sebagai senyawa induk ) dengan amoksisilin

  (sebagai senyawa tersubtitusi ) dan sefaleksin ( sebagai senyawa induk ) dengan sefadroksil (sebagai senyawa tersubstitusi). Pemilihan bahan di atas yang merupakan golongan antibiotika berspektrum luas yang banyak digunakan dalam masyarakat.

2. Perumusan Kasalah

  Berdasarkan masalah di atas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut. :

  1. Berapa nilai sigma ( cr ) Hammett dari gugus hidroksi (-0H) pada posisi para dari ampisilin dengan amoksi— silin dan sefaleksin dengan sefadroksil ?

  2. Apakah ada perbedaan yang bermakna antara nilai sigma

  ( c r )

  Hammett dari gugus hidroksi (-0H) pada posisi para dari ampisilin dengan amoksisilin dan sefaleksin dengan sefadroksil ?

  3. Apakah ada perbedaan yang bermakna antara nilai sigma

  ( c r )

  Hammett dari gugus hidroksi ( -OH ) pada posisi para yang diperoleh dari hasil penelitian (ampisilin dengan amoksisilin dan sefaleksin dengan sefadroksil)

  cr

  dan nilai sigma ( ) Hammet pada tabel ?

3. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk :

  o

  1. Mengetahui nilai sigma ( ) Hammett dari gugus hidroksi ( -OH ) pada posisi para dari ampisilin dengan amoksilin dan sefaleksin dengan sefadroksil.

  2. Membandingkan nilai sigma ( cr ) Hammett dari gugus hidroksi pada posisi para dari ampi3ilin dengan

  cr

  amoksisilin terhadap nilai sigma ( ) Hammett dari sefaleksin dengan sefadroksil.

  cr

  3. Membandingkan nilai sigma ( ) Hammett dari gugus hidroksi ( -OH ) pada posisi para yang diperoleh dari ampisilin dengan amoksisilin dan sefaleksin dengan sefadroksil ( hasil penelitian ) terhadap

  c r nilai sigma ( ) Hammett pada tabel.

4. Hipotesis

  1. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara nilai sigma

  ( c r )

  Hammett dari gugus hidroksi ( -OH ) pada posisi para dari ampisilin dengan amoksisilin dan sefaleksin dengan sefadroksil.

  2. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara nilai sigma

  ( c r ) Hammett dari gugus hidroksi ( -OH ) pada posisi

  para yang diperoleh dari hasil penelitian (ampisilin dengan amoksisilin dan sefaleksin dengan sefadroksil) dan nilai sigma ( c r ) Hammett pada tabel.

5. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini bermanfaat untuk menunjukkan cara mem— peroleh nilai sigma ( cr ) Hammett pada tabel dan dengan di

  ( cr )

  ketahuinya nilai sigma Hammett, maka dapat dipakai dalam menilai ukuran tingkat elektronik dari suatu gugus pada suatu senyawa

BAB I I TI N JAUAN PUSTAKA

  1. Tinjauan tentang hubungan antara struktur kimia dan aktivitas biologis

  Penyelidikan tentang hubungan antara sifat fisika- kimia dari suatu senyawa kimia dan aktivitas biologis yang ditimbulkannya telah dilakukan oleh Troube pada tahun

  1904. Sampai kira-kira pertengahan abad ke 20 masih banyak dipelaoari hubungan tersebut secara empirik dan kualitatif (2).

  Kemudian dengan berkembangnya kimia medisinal, berbagai prosedur hubungan kuantitatif struktur dengan aktivitas telah dikembangkan dari senyawa yang aktif secara biologis. Kimia medisinal menguraikan hubungan antara struktur kimia dan aktivitas biologis, identifikasi metabolit obat dan penoelasan biokimia dari transport dan aksi obat (6).

  Diantara prosedur tersebut, pendekatan Hansch yang terbanyak telah digunakan secara luas dan efektif. Menurut pendekatan Hansch, hubungan strukutur kimia dengan aktivitas biologis dapat dinyatakan secara kuantitatif melalui parameter fisika-kimia. Sifat-sifat fisika-kimia yang menguntungkan aktivitas, modifikasi struktur yang mempertinggi sifat-sifat seperti itu diharapkan akan

  7 menghasilkan senyawa yang aktivitasnya kuat. Jadi, seoumlah usaha telah dibuat untuk menerapkan pendekatan Hansch untuk merancang- senyawa yang mempunyai struktur optimal diantara senyawa seturunan (11). Hubungan matematik antara struktur kimia dan aktivitas biologis pada suatu seri obat dapat dituliskan sebagai berikut :

  # = f (C) .............. Cl] dimana $ adalah ukuran efek biologis dan C menggolongkan ciri-ciri struktural obat. Jadi aktivitas biologis suatu obat merupakan fungsi dari struktur kimianya. Hubungan tersebut dapat digunakan untuk merancang suatu senyawa baru (3,10).

  3. Tinjauan tentang pengaruh sifat fisika-kimia terhadap aktivitas biologis

  Aktivitas biologis dari suatu senyawa dipengaruhi oleh sifat fisika-kimia senyawa itu, struktur sistem resep tor ( tempat aktif obat tersebut bekerja ) dan pengaruh letak suatu gugus dalam struktur molekul. Berdasarkan hubungan antara struktur kimia dan aktivitas biologis, obat-obat dapat dibagi dalam dua golongan utama yaitu obat yang berstruktur tidak spesifik dan obat yang berstruktur spesifik.

  Obat yang berstruktur tidak spesifik adalah obat yang aksi farmakologisnya tidak secara langsung dipengaruhi oleh struktur kimia, tetapi dipengaruhi oleh sifat-sifat fisika-kimia. Diantara sifat-sifat ini dapat disebutkan antara lain : kelarutan, pKa, potensial reduksi-oksidasi yang dapat mempengaruhi permeabilitas, depolarisasi membran, koagulasi protein dan pembentukan komplek.

  Obat yang berstruktur spesifik adalah obat yang aksi biologisnya pada dasarnya diakibatkan oleh struktur kimianya, yang akan menyesuaikan diri menjadi struktur reseptor tiga dimensi melalui pembentukan kompleks dengan reseptor. Oleh karena itu di dalam reaktivitas kimia obat-obat ini, bentuk, ukuran, pengaturan stereokimia molekul dan distribusi gugus fungsional, juga efek induksi dan resonansi, distribusi elektronik, interaksi dengan reseptor memegang peranan penting dalam aksi biologis (7).

  Ada dua pendekatan dalam hubungan kuantitatif struktur-aktivitas (QSAR = Quantitative Sturture Activity Relationship), yaitu :

  1. Model De Novo atau model Free-Wilson, yang merupakan pendekatan statistik, tidak tergantung pada sifat-sifat fisika-kimia untuk menggolongkan sumbangan gugus substituen kepada aktivitas biologis.

  2. Model Linear Free Energy Relationship (LFER) atau model extratermodinamik disebut juga model Hansch, yang meng— hubungkan sifat-sifat fisika-kimia molekul dengan aktivitas biologisnya.

  Model De Novo mendefinisikan respon biologis ( BR = Biological Response ) sama dengan jumlah sumbangan gugus substituen kepada aktivitas ditambah dengan aktivitas rata-rata keseluruhan (

  f j

  ) yang dapat dihubungkan dengan sumbangan aktivitas senyawa struktur induk (3). BR = Z (sumbangan gugus substituen) + ( j ..... [2] dimana BR adalah respon biologis. Model Linear Free Energy Relationship (LFER) merupakan penerapan model matematik hubungan kuantitatif struktur aktivitas yang didasarkan pada persamaan Hammett untuk laju hidrolisa turunan asam benzoat, sebagai berikut :

  Log K =

  p cr

  10

  • log Kq .................... [3] dimana K dan Ko adalah tetapan keseimbangan reaksi senyawa tersubstitusi dan senyawa tak tersubstitusi. Sigma (o’) adalah tetapan elektronik yang sepenuhnya tergantung pada sifat dan posisi substituen. Rho ( p ) adalah tetapan reaksi yang merupakan ukuran sensitivitas reaksi terhadap efek substitusi yang tergantung pada jenis dan kondisi reaksi maupun sifat senyawa. Hal ini menggambarkan hubungan yang linier antara tetapan substituen sigma ( c r ) dan logaritma dari reaktivitas senyawa (K). Karena logaritma suatu tetapan keseimbangan berbanding lurus dengan perubahan energi bebas Gibbs, yaitu :

  11 A G° = - 2,303 R T log K ................ C43 P <r

  Maka dengan demikian persamaan log K = log KQ

  • + dapat dikatakan berkaitan dengan energi bebas atau sering disebut Linear Free Energy Relationship (LFER).

  AG° adalah perubahan energi bebas Gibbs, R adalah tetapan gas ideal, T adalah temperatur absolut dan K adalah tetapan keseimbangan reaksi (3).

  Model Linear Free Energy Relationship (LFER) ternyata lebih berkembang dan banyak dipakai oleh para peneliti. Untuk menghubungkan struktur molekul dengan aktivitas biologis, model Linear Free Energy Relationship (LFER) ini menggunakan beberapa parameter fisika-kimia antara lain (3,4) :

  1. Parameter hidrofobik Yaitu parameter yang berhubungan dengan kelarutan suatu senyawa dalam pelarut non polar dan polar.

  Antara lain : koefisien partisi (P), tetapan n dari Hansch-Fujita, tetapan fragmentasi (f) dari Rekker, tetapan kromatografi (R ) m

  2. Parameter elektronik Yaitu parameter yang berhubungan dengan distribusi muatan listrik dari substituen. Antara lain : tetapan sigma ( o' ) dari Hammett, tetapan sigma bintang ( c r * ) dari Taft, pKa.

  3. Parameter sterik

  Yaitu parameter yang menggambarkan konformasi spesial dari berbagai gugus dalam molekul dan memainkan peranan dalam halangan ruang pada tingkat intramolekul. Lokasi, ukuran, volume dan muatan gugus-gugus yang khusus mempunyai peranan dlaini. Antara lain : berat molekul (BM), molar refraksi (MR), parachor (P), tetapan Es dari Taft, dimensi Van der Waals, konnektivitas molekul, tetapan sterik dari Charton, parameter sterimol.

  Pada tahun 1930, Hammett telah mempelajari hubungan antara struktur dan aktivitas biologik dari suatu senyawa seturunan. Ternyata, adanya perubahan gugus pada senyawa induk dapat menyebabkan perubahan pada lipofilitas, elektronik atau sterik suatu senyawa, sehingga dapat menyebabkan perubahan pada aktivitas biologik yang ditimbulkannya (1,4).

  Hammett mengemukakan bahwa efek elektronik dari suatu gugus dapat mempengaruhi tetapan kesetimbangan atau tetapan kecepatan reaksi suatu senyawa. Parameter elektronik memberikan sebuah nilai yang merupakan ukuran tingkat kekuatan menyumbangkan elektron atau tnenarik elektron. Dengan kata lain adanya gugus pengganti dapat mengubah

  12

3. Tinjauan Tentang Efek Elektronik

  13 kekuatan elektronik pada pusat reaksi (4).

3.1. Tetapan sigma CoO Hammett

  Parameter elektronik yang digunakan secara luas adalah konstanta substituen Hammett (

  cr

  ). Tetapan sigma

  ( c r ) adalah ukuran efek elektronik dari substituen tertentu

  pada pusat reaksi dari molekul dalam sebuah seri senyawa yang berhubungan secara struktural. Nilai sigma (o’) ini dapat digunakan untuk menghubungkan struktur kimia dengan aktivitas biologis (3,4).

  Hammett memperkenalkan tetapan substituennya untuk memprediksi tetapan keseimbangan dan tetapan laju reaksi kimia. Persamaan yang digunakan untuk menyatakan nilai efek elektronik ini dirumuskan oleh Hammett, sebagai berikut : p <y ~ pKo - pK ........................... [5] Dimana pK dan pKQ adalah negatif logaritma dari K (tetapan keseimbangan reaksi senyawa tersubstitusi) dan Kq (tetapan keseimbangan reaksi senyawa tak tersubstitusi).Sigma

  { c r )

  adalah tetapan elektronik yang sepenuhnya tergantung pada sifat dan posisi substituen. Rho ( p ) adalah tetapan reaksi yang merupakan ukuran sensitivitas reaksi terhadap efek substitusi yang tergantung pada jenis dan kondisi reaksi maupun sifat senyawa. Nilai rho ( p ) untuk ionisasi asam benzoat dalam air pada

  14 suhu 25° C adalah 1,00. Oleh karena itu reaksi ini digunakan sebagai standart untuk menetapkan nilai sigma

  ( cr ) dari substituen baru (1).

  Pada umumnya persamaan Hammett berlaku untuk sistem aromatis hanya untuk reaksi-reaksi dimana substituen dan pusat reaksi terisolasi, sehingga tidak terjadi interaksi resonansi. K adalah tetapan keseimbangan reaksi yang menunjuk kepada turunan meta atau para, sedangkan K q menunjuk ke senyawa induk. Karena pada turunan orto lazim terjadi interaksi sterik, maka persamaan Hammett tidak berlaku untuk senyawa-senyawa turunan orto (4).

  Sesuai dengan persamaan [5], yang merupakan persamaan

  cr

  Hammett, maka nilai sigma ( ) positif nenunjukkan bahwa substituen atau gugus tersebut merupakan penarik elektron yang lebih kuat daripada hidrogen (elektron aseptor), sedangkan nilai sigma ( cr ) negatif menunjukkan substituen atau gugus tersebut merupakan pendorong elektron yang lebih kuat daripada hidrogen (elektron donor). Hidrogen mempunyai nilai sigma( c ) = 0,00 (3,7,11). Nilai sigma ( a ) Hammett tergantung pada sifat gugus pengganti dan posisinya pada senyawa induk (5,12). Nilainya tidak tergantung pada sifat reaksi (12) serta tidak tergantung pada suhu (13).

  15

3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhti riilai efek elektronik 3.2.1. Pengaruh suhu terhadap nilai efek elektronik.

  Nilai efek elektronik diperoleh dari persamaan [3] yang merupakan persamaan Hammett. Tetapan disosiasi K dan K q memepunyai nilai yang tetap pada suhu yang tetap.

  Dengan kata lain, apabila suhu berubah maka nilai K dan K q akan berubah. Akibatnya nilai efek elektronik yang diperoleh melalui nilai K juga akan berubah.

  Pengaruh suhu terhadap nilai K tidak dinyatakan menjadi aturan yang sederhana. Sebagai contoh adalah nilai K dari senyawa yang bersifat basa kuat cenderung naik sekitar 0,1 unit setiap kenaikan suhu 10° C. Sebaliknya menurut Krahl, asam barbiturat yang bersifat asam lemah nilai K nya akan berkurang 0,1 unit apabila suhu bertambah 5° C (14).

3.2.2. Pengaruh pH terhadap nilai efek elektronik

  Nilai efek elektronik diperoleh dari persamaan Hammett yang melibatkan nilai K. Oleh karena itu, hubungan antara pH dan nilai K sama dengan hubungan antara pH dan nilai efek elektronik.

  Suatu senyawa asam lemah HA apabila terion, menjadi : HA + H O t— H 0+ + A"

  c*

  3

  16 Tetapan disosiasinya : , ( H 0+ ) (A" )

  K = -------------- — ..................... [6] (HA)

  Pada nilai K tertentu perubahan pH dapat mengakibatkan jumlah senyawa yang terion dan tidak terion akan berubah pula. Demikian juga pada nilai efek elektronik tertentu bila pH berubah, maka jumlah senyawa yang terion dan yang tidak terion akan berubah pula.

  Apabila nilai efek elektronik suatu gugus negatif, maka senyawa dengan gugus R bersifat kurang asam daripada senyawa induknya. Pada pH asam, maka jumlah yang terion dari senyawa dengan gugus R lebih banyak dari jumlah yang tidak terionkan. Pada pH basa jumlah yang tidak terion lebih banyak dari jumlah yang tidak terionkan.

  Suatu gugus yang mempunyai nilai efek elektronik positif berarti senyawa dengan gugus R tersebut bersifat lebih asam dari senyawa induknya. Pada pH asam jumlah yang tidak terionkan lebih banyak dari jumlah yang terionkan tetapi pada pH basa jumlah yang terion lebih banyak dari jumlah yang tidak terion (15).

  3.3. Pengaruh nilai efek elektronik terhadap aktivitas Biologis

  Kopecky et al menyatakan bahwa aktivitas biologis

  IT suatu senyawa tergantung pada nilai efek elektroniknya sesuai dengan persamaan di bawah ini (6) :

  Log 1/C = p <7 + c .............................. C73 dimana C adalah konsentrasi obat yang diperlukan untuk menimbulkan aktivitas biologis. Sigma (<?) adalah nilai efek-elektronik. Rho ( p ) adalah tetapan reaksi yang merupakan ukuran sensitivitas reaksi terhadap efek substitusi, sedangkan c adalah suatu tetapan reaksi.

  Sebagian besar obat merupakan suatu senyawa yang bersifat asam lemah atau basa lemah, yang diabsorbsi melalui proses difusi pasif, dimana bentuk tidak terionkan lebih mudah menembus membran biologis daripada bentuk terionnya (16). Jumlah yang terionkan dan tidak terionkan dari suatu senyawa ditentukan oleh pH disekitar membran biologik dan pKa senyawa tersebut, yang akan mempengaruhi absorbsinya melalui membran biologik (16). Suatu obat yang bersifat asam lemah, lebih aktif pada pH yang rendah, karena pada pH rendah jumlah yang tidak terion lebih banyak dari jumlah yang terionkan, sehingga lebih mudah menembus membran biologik. Untuk obat yang bersifat basa lemah lebih aktif pada pH yang tinggi karena jumlah yang tidak terionkan lebih banyak dari jumlah yang terionkan, sehingga lebih mudah menembus membran biologik (16).

  Apabila suatu gugus R mempunyai nilai efek elektronik negatif (merupakan pendorong elektron yang lebih kuat daripada hidrogen) maka senyawa dengan gugus R tersebut bersifat kurang asam daripada senyawa induknya. Pada pH tertentu, misal pada pH asam maka jumlah yang terionkan dari senyawa dengan gugus R lebih banyak dari jumlah yang tidak terionkan dibandingkan dengan senyawa induknya. Sedangkan pada pH basa, oumlah yang tidak terionkan lebih banyak dari jumlah yang terionkan dibandingkan dengan senyawa induknya. Apabila aktivitas biologiknya diakibat- kan oleh bentuk terionnya, maka pada pH asam senyawa dengan gugus R lebih aktif dari senyawa induknya. Pada pH basa senyawa dengan gugus R kurang aktif dari senyawa induknya. Apabila aktivitas biologisnya diakibatkan oleh bentuk yang tidak terionkan maka pada pH asam senyawa dengan gugus R kurang aktif dari senyawa induknya.

  Sedangkan pada pH basa senyawa dengan gugus R menjadi lebih aktif dari senyawa induknya (7).

  Suatu gugus R yang mempunyai nilai efek elektronik positif (merupakan penarik elektron yang lebih kuat daripada hidrogen) berarti senyawa dengan gugus R tersebut lebih asam dari senyawa induknya. Pada pH asam jumlah yang tidak terionkan lebih banyak dari senyawa induknya sedangkan pada pH basa jumlah yang terionkan dari senyawa dengan gugus R lebih banyak dari senyawa induknya. Apabila aktivitas biologisnya diakibatkan oleh bentuk yang terionkan, maka pada pH asam senyawa dengan gugus R kurang aktif dari senyawa induknya, sedangkan pada pH basa senyawa dengan gugus R menjadi lebih aktif dari senyawa induknya. Apabila aktivitas biologisnya diakibatkan oleh bentuk tidak terionnya, maka pada pH asam senyawa dengan gugus R lebih aktif dari senyawa induknya sedangkan pada pH basa senyawa dengan gugus R menjadi kurang aktif dari senyawa induknya (7).-

  Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual yang lebih mendalam dari absorbsi energi radiasi oleh macam-macam zat kimia memperkenankan dilakukannya pengukuran ciri-cirinya serta kuantitatifnya dengan ketelitian yang besar. Semua atom dan molekul mampu menyerap energi sesuai dengan pembatasan tertentu, batasan ini tergantung pada struktur zat. Energi disediakan dalam bentuk radiasi elektromagnetik (cahaya). Cahaya yang dipakai sebagai sumber cahaya pada spektrofotometer adalah sinar ultra violet (uv) dan sinar tampak (visibel), yang keduanya merupakan radiasi elektromagnetik.

  Macam dan jumlah radiasi yang diabsorbsi oleh molekul tergantung pada jumlah molekul yang berinteraksi dengan radiasi (9,17).

  Spektrofotometri adalah suatu metode yang menggunakan

  19

4. Tinjauan Tentang Spektrofotometri

4.1. Tinjauan umum

  A = a b c .................................... [93 dimana A adalah absorbansi, a adalah absorpsivitas, b adalah tebalnya lapisan larutan dan c adalah konsentrasi.(17).

  spektrofotometer untuk menganalisa zat, baik secara kuaiitatif maupun kuantitatif. Analisa kuantitatif dengan spektrofotometer berdasarkan pemakaian hukum Lambert Beer yang menyatakan : Jika cahaya radiasi monokromatis dilewatkan melalui medium penyerap yang homogen yakni sebuah lapisan larutan yang tebalnya db, tnaka pengurangan intensitaf cahaya (dl), sebagai akibat melewati lapisan larutan, berbanding lurus dengan intensitas radiasi (I) konsentrasi zat pengabsorbsi (c) dan tebalnya lapisan larutan (db), dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :

  • dl = kl c db .............................. C8] Persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk :

  4.2. Penentuan tetapan kesetimbangan reaksi secara spektro fotometri

  Tetapan kesetimbangan reaksi dapat ditentukan secara spektrofotometri dimana prinsip penentuan tetapan kesetimbangan reaksi tersebut adalah aplikasi dari hukum Lambert Beer yang dinyatakan dengan kesetimbangan asam basa, tetapi prinsip ini dapat dipakai pada kesetimbangan lainnya.(9)

  21 Dissosiasi asam lemah (HA) dalam larutan air adalah :

3 K =

3 Bentuk logaritma persamaan tersebut adalah :

  AHA “ aHA b °HA

  [133

  [ 1 2 ]

  = aA~ b CA"

  V

  [113

  Tetapan kesetimbangan termodinamik dari reaksi ini dapat ditulis sebagai tetapan kesetimbangan reaksi (K) : pH larutan dikontrol dengan penambahan larutan dapar dan dapat diukur secara potensiometri, perbandingan [A 3/[HA] dapat ditentukan secara spektrofotometri jika spektra absorbs! A dan HA berbeda. Hal ini disebabkan karena sensitivitas analisa spektra yang besar sangat tergantung pada konsentrasi dari asam dan basa konyugasi yang digunakan.

  pK = pH - log

  [ HA

  [10]

  aH+ . [A~

  HA *

C, HA

  Andaikata A dan HA mempunyai spektra absorbsi yang berbeda bermakna dan panjang gelombang yang dipilih yaitu pada panjang gelombang analitik dimana absorbsivitas ke dua zat itu berbeda. Menurut hukum Beer : dimana persamaan ini menunjuk pada panjang gelombang yang sama.

  a ha

  adalah serapan dari larutan HA

  V

  adalah serapan dari larutan A" CHA adalah konsentrasi larutan HA

  c a -

  adalah konsentrasi larutan A" Serapan yang terlihat dari larutan yang mengandung HA dan

  A diberikan oleh persamaan berikut : Aobs = AHA + AA~ = b (aHA CHA + aA~ CA_) ..... C14:i

  Dengan demikian dapat ditetapkan absorbsivitas nyata a0k s dari campuran zat sesuai dengan : dimana c adalah :

  Karena serapan yang diberikan oleh persamaan [14] sama dengan persamaan [15], maka mereka dapat dibuat sama dan digabungkan dengan persamaan [163 untuk memberikan persamaan berikut ini : aobs (CHA + CA_) = aHA CHA + aA~ CA~ ........ C17;1 yang dapat disusun kembali sebagai berikut

  23

  cfl _ aoba ~ aHfl [18j °HA aA~ " aHA

  CA~ _ aHA aobs flgj CHA aobs aA

  Persamaan [18] digunakan bila a^- lebih besar dari a ^ , sedangkan bila a ^ lebih besar dari a^- maka digunakan persamaan [19]. Kedua persamaan tersebut bila masing- masing disubstitusikan pada persamaan [11] maka akan terjadi :

  PK = pH - log - -~°- s---- ...... ......... [20] aA _ “ aobs atau pK = pH - log - ^ ---- a?bs- ........... C21] aobs " aA“

  Bila konsentrasi total zat terlarut (c) dibuat tetap dalam semua pengukuran ini, maka serapan A^A , A^- dan Aobs adalah sama dengan absorbsivitas a ^ , ẫ dan dalam persamaan [20] atau [21]. Jadi pada persamaan [20] atau

  [21] tersebut : pK adalah negatif logaritma dari tetapan keseimbangan reaksi, a obs adalah serapan zat pada pH larutan dalam air, adalah serapan zat pada asam, adalah serapan zat pada pH basa.

  Persamaan [20] atau [21] memberikan dasar untuk

  24

  penentuan tetapan keseimbangan reaksi (K) secara spektro- fotometri. Nilai logaritma dari tetapan keseimbangan reaksi (pK) dapat digunakan untuk menentukan nilai sigma

  (cr) Hammett dengan menggunakan persamaan [5]. Untuk pH asam ditentukan dengan jalan sekurang-kurangnya 2 (dua) unit pH di bawah pH larutan dalam air, sedangkan pH basa ditentukan dengan jalan sekurang-kurangnya 2 (dua) unit pH di atas pH larutan dalam air. Sedangkan panjang gelombang terpilih yaitu pada panjang gelombang dimana terdapat perbedaan serapan terbesar antara larutan zat dalam suasana asam dan basa.

  S. Tinjauan Tentang Sifat Fisika-Kimia dari Ampisilin, Amoksisilin, Sefaleksin dan Sefadroksil

  5.1. Sifat fisika-kimia ampisilin C ampisilin trihidrat } Cl8, 19, 20, 24)

  Ampisilin dikenal juga sebagai aminobensil penisilin, mempunyai struktur molekul sebagai berikut : COOH

  Rumus molekul : Clg H ig N30 4S.3H20 Berat molekul : 403, 4

  Titik lebur : 204° C

  25 Ampisilin adalah serbuk hablur sangat halus, putih yang hampir tidak berbau dan berasa pahit.

  Kelarutan : 1 bagian dalam 150 bagian air, praktis tidak larut dalam alkohol, aseton, kloroform, eter, karbontetra- klorida dan minyak. Larutan 0,25% dalam air mempunyai pH 3,5 sampai 5,5. 1,15 g apisilin trihidrat setara dengan 1 g ampisilin. pKa : 2,5 ( - COOH ) pada 25° C

  7,3 ( - NH2 ) pada 25° C Khasiat dan penggunaan ampisilin sebagai antibiotik.

  5.2. Sifat fisika-kimia amoksisilin Camoksisilin trihidrat!) CIS, 20, 243

  Amoksisilin dikenal juga sebagai D(-) amino hidroksil bensil penisilin. Mempunyai struktur molekul sebagai berikut :

  H H H H

2 COOH

  Rumus molekul : C^gH^gNgO^S.3H20 Berat molekul : 419,4 Amoksisilin adalah serbuk hablur sangat halus, warna putih yang hampir tidak berbau dan berasa pahit.

  Kelarutan : 1 bagian dalam 400 bagian air, 1 bagian dalam 1000 bagian alkohol, 1 bagian dalam 200 bagian metil alko- hol dan praktis tidak larut dalam kloroform, eter, karbon tetraklorida dan minyak. Larutan 0,2 % dalam air mempunyai pH 3,5 - 5,5

  1,15 g amoksisilin trihidrat setara dengan 1 g amoksisilin pKa : 2,4 ; 7,4 ; 9,6 Khasiat dan penggunaan amoksisilin sebagai antibiotik.

  Sefaleksin mempunyai struktur molekul sebagai berikut : H H H H