LAPORAN PKL ANALISIS PELAKSANAAN PERMENA

1

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Perkuliahan merupakan dunia pendidikan yang termasuk tingkat
srtata tinggi dalam sistem pendidikian di Indonesia. Frasa perkulihan yang
dipakai untuk tingkat perguruan tinggi ini menunjukkan adanya perbadaan
dengan tingkat pendidikan sebelumnya. Dalam hal sistem pendidikannya
perguruan tinggi mempunyai emban yang lebih tinggi, hal tersebut dapat
di lihat dari adanya tri darma perguruan tinggi.
Adapun pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini merupakan
suatu perwujudan atas pelaksanaan Tri Darma Perguruan Tinggi di segi
pengabdian pada masyarakat. Dimana dengan diadakannya PKL ini
Mahasiswa diharapkan mampu melaksanakan amanah sesuai bidang
pekerjaan yang di embannya. Disini mahasiswa akan belajar untuk
bertanggung jawab atas posisi dirinya di dunia kerja. Sehingga ketika
masuk dunia nyata, mahaiswa tersebut bisa bermanfaat untuk dirinya dan
masyarakat umum.

Dalam program PKL ini selain bertanggung jawab atas pekerjaan
di mitra, mahasiswa juga bertanggung jawab untuk melaporkan seluruh
kegiatan yang dilakukan selama PKL berlangsung. Terkait hel tersebut
penulis disini perlu menyampaikan permasalhan yang ditemukan selama
masa PKL ini berlangsung. Adapun permasalhan yang ditemukan oleh
penulis ialah terkait dengan pelaksanaan Permenakrtrans No. 13 Tahun

2

2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan
Hidup Layak.
Bahwa dalam dunia kerja yang tidak kalah penting ialah masalah
upah, karena ini juga termasuk dalam unsur hubungan industrial. Masalah
upah ialah masalah sentral dalam hubungan industrial karena sebagian
besar perselisiahan terjadi bersumber pada masalah pengupahan. Bagi
perusahaan masalah pengupahan masuk pada koponen pembiayaan yang
perlu ditekan. Namun disisi pekerja, upah merupakan sumber pokok dalam
kehidupannya apalagi pekerja yang telah berkeluarga, sehingga justru
berharap bahwa upahnya akan naik. Dari tarik ulur kepentingan ini
kemudian menimbulkan ketidak seimbangan dalam pemenuhan hak dan

kewajiban para pihak. Sehingga untuk menyeimbngkan keduanya perlu
pihak ketiga yaitu pemerintah.
Pemerintah pada posisinya sebagai lembaga legislatif memberikan
beberapa kebijakannya terkait dengan hubungan industrial. Dalam posisi
ini pemerintah mengeluarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Tenaga
Kerja. Permasalahan upah diatur dalam pasal 88 ayat (4) UU no. 13 Tahun
2003 yang menyebutkan bahwa pemerintah dalam menetapkan upah
minimum

berdasarkan

Kebutuhan

Hidup

Layah

(KHL)

dengan


memperhatikan produtivitas dan pertumbuhan Ekonomi. Maka sebagai

tindak lanjut atas amanat Undang-Undang tersebut maka keluarlah
permenakertrans No. 17 Tahun 2005 tentang Komponen dan Tahapan
Pelaksanaan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Yang kemudian setelah

3

melihat kebutuhan hidup masyarakat (pekerja) semakin bertambah dirubah
dengan permenakertrans No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan
Tahapan Pelaksanaan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak.
Dalam Permenakertrans No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen
dan Tahapan Pelaksanaan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak dijelaskan
terkait pelaksanaan survey KHL. Terdapat penjelasan terkait bagaimana
pelaksanaan survey yang baik menurut peraturan tersebut, namun pada
pelaksanaannya masih terdapat kekeliruan dan bahkan sampai pada
penyelewengan dalam pelaksanaan survey tersebut. Sehingga disini
penulis bertekad untuk menganalisis hal tersebut.


B.

Rumusan masalah
Untuk memfokuskan pembahasan yang akan diuraikan. maka perlu
penulis tegaskan bahwa rumusan masalah pada laporan ini dibatasi hanya
terkait dengan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan survey KHL yang ada di Jawa Tengah?
2. Bagaimanakah pelaksanaan survey KHL yang baik menurut
Permenakertrans No 13 Tahun 2012?
3. Bagaimana solusi untuk permasalahan pelaksanaan KHL yang
tidak sesuai Permenakertrans No 13 Tahun 2012?

4

C.

Tujuan Dan Manfaat
1. Tujuan
Tujuan penulisan dalam laporan ini ialah :
a. Mengidentifikasi pelaksanaan survey KHL di Jawa Tengah

b. Mengetahui sejauh mana penggunaan pedoman survey
yang ada dalam Permenakertrans No 13 Tahun 2012 oleh
TIM Survey.
c. Memberikan solusi terhadapi masalah yang dihadapi Tim
Survey

dan

Pemerintah

dalam

pelaksanaan

permenakertrans No 13 Tahun 2012.
2. Manfaat
a. Secara teoritis
Pada skala ini, manfaat yang diperoleh ialah memberikan
wawasan baru akan khasanah ilmu hukum pada disiplin ilmu
hubungan industrial, lebih khusus lagi terkait dengan

pengupahan dan proses penetapan upah oleh pihak terkait.
b. Secara praktis
Manfaat untuk diri pribadi, mahasiswa, maupun kampus dalam
menghadapi tantangan di masa sekarang maupun di masa yang
akan datang serta memiliki tingkat keahlian, keterampilan dan
etos kerja di dalam dunia kerja, khususnya yang berkaitan
dengan ilmu hukum.

5

D.

Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Praktek Kerja Lapangan dilaksanakan dari tanggal 24 Juli 2013 sampai
dengan tanggal 29 Agustus 2013. Bertempat di Dinas Tenaga Kerja,
Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Tengah.

E.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan penulis untuk menyusun
laporan Praktek Kerja Lapangan ini adalah sebagai berikut:
1. Pengamatan Langsung (Observasi)
Mahasiswa terjun langsung ke lapangan atau ke tempat Praktek
Kerja Lapangan, untuk mencari data-data yang ada di lapangan
kemudian setelah itu data-data tersebut dibandingkan dengan teori
yang di dapat di bangku perkuliahan. Adapun cara ini dilakukan
melalui pendataan dan perekapan KHL yang dilakukan semasa
PKL. Karena selama pendataan dan perekapan dilakukan, penulis
secara langsung menemukan data dari kenyataan dilapangan.
2. Studi Pustaka
Metode ini dalam mencari data-data menggunakan perpustakaan
yang ada di kampus ataupun di tempat PKL.

Adapun dalam

laporan ini, penulis mencari sumber dari buku dan peraturan
perundang-undangan terkait.
3. Wawancara
Metode wawancara dilakukan selama dilaksanakannya PKL ini


6

dan juga pada sesi tanya jawab antara pembimbing lapangan
dengan mahasiwa. Wawancara juga dilakukan ketika penulis diajak
untuk membantu menyusun laporan survey di Kabupaten Blora.
Disitu kami melakukan wawancara terhadap pegawai Dinas
Tenaga Kerja Kabupaten Blora. Selain itu, wawancara dilakukan
kepada pegawai kabupaten yang melapor ke Provinsi terkait KHL
ini.

7

BAB II
PAPARAN LAPORAN
A. Kegiatan PKL di Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan
Provinsi Jawa Tengah

1. Seksi Pengupahan dan Kesejahteraan Tenaga Kerja Dinas Tenaga
Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Tengah

Seksi Pengupahan dan Kesejahteraan Tenaga Kerja Dinas Tenaga
Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Tengah
merupakan tempat dimana penulis melaksanakan PKL. Selama masa
PKL tersebut kegiatan dimulai dari Apel pagi yang kemudian dilanjut
dengan tugas menurut bagian masing-masing sampai pada istrirahat
sholat. Adapun waktu pulang ialah pukul 15.30 WIB, dan selama belum
waktu pulang maka banyak kegiatan yang dilakukan.
Terkait dengan sistem organisasi ditempat PKL ini, dapat penulis
katakan bahwa sistemnya “unik” dalam artian positif. Dalam hal
struktur keorganisasian di abaikan untuk kepentingan pekerjaan.
Maksudnya Kepala bagian atau Kepala seksi dalam ruang tersebut
menjadi satu tingkat dalam hal kerja. Hal tersebut dapat dilihat ketika
bawahan dapat mengingatkan atau bahkan dalam bahasa kerja dapat
dikatakan memberi tugas kepada Kepala Seksi untuk hal hal tertentu.
Model ini menjadikan keharmonisan hubungan kerja antara atasan dan
bawahan.

8

Dalam seksi ini terdapat 6 orang yang mempunyai tugas masingmasing, namun ketika salah seorang diantara 6 ini perlu bantuan maka

teman yang ada kelonggaran waktu mau membantu pekerjaan
temannya. Ini ialah satu contoh riil yang positif bahwa dalam dunia
kerja kita tidak boleh terpaku hanya dengan pekerjaan pribadi.

2. Pendataan, Perekapan dan Evaluasi Laporan KHL Kabupaten
Selama masa PKL berlangsung kegiatan penulis yang berhubungan
dengan tema laporan ini ialah rekap KHL tiap Kabupaten. Kami Tim
PKL yang berada di seksi pengupahan mendapat tugas untuk mendata,
merekap dan mengevaluasi laporan KHL yang diberikan oleh
kabupaten se-Jawa Tengah. Bahwa dalam kegiatan tersebut kami secara
cermat memasukkan laporan (hard copy) kedalam database. Misal
dalam laporan kabupaten tersebut ditemukan kesalahan maka kami pun
mencatat apa saja yang salah dan kemudian menjadikannya sebagai
evaluasi terhadap kabupaten yang melakukan kesalahan tersebut. Selain
merekap KHL, kegiatan lain juga diskusi evalusi terhadap kinerja Pihak
Kabupaten terhadap survey KHL ini.
Adapun proses pendataan, perekapan dan evaluasi laporan KHL
Kabupaten ialah sebagai berikut:
1) Setiap mahasiswa di bagi laporan KHL beberapa kabupaten.
2) Setelah mengambil laporan KHL dari kabupaten yang diaksud

kemudian mendata dan mengecek laporan (hasil survey).

9

3) Pengecekan dimulai dari tanggal laporan diterima dan juga sampi
bulan mana.
4) Kemudian mengambil laporan bulan pertama untuk di rekap di
data base
5) Perekapan dimulai dari menyesuaikan komponen KHL dengan apa
yang ada dalam permenakertrans No 13 Tahun 2012
6) Bila telah susai kemudian memasukkan data laporan dalam data
base.
7) Bila ditemukan adanya kesalahan ataupun kejanggalan maka di
beri catatan apa yang menjadi kesalahan atau kejanggalan pada
laporan tersebut.
8) Hal itu dilakukan sampai selesai kemudian dilanjut bulan
selanjutnya sampai selesai.
9) Catatan yang ada kemudian dilaporkan kepada kepala seksi
pengupahan dan kesejahteraan pekerja untuk kemudian dijadikan
evaluasi kabupaten.
10) Setelah rekap KHL untuk kabupaten X selesai maka dilanjut
dengan kabupaten lainnya.
11) Rekap dilakukan pada laporan survey tiap pasar untuk tiap
bulannya sekaligus merekap hasil akhir tiap bulan di rekap KHL
dalam satu tahun.
Hal lain yang tidak kalah penting ialah dalam kegiatan PKL ini
penulis juga berdiskusi akan pelaksanaan survey yang terjadi di

10

kabupaten-kabupaten, diskusi lain terkait dengan KHL. Pernah juga
kami diajak untuk ke kebupaten Blora terkait dengan laporan yang
tidak kunjung diserahkan ke Provinsi. Disana kami diberi penjelasan
terkait

masalah-masalah

yang

dihadapi

dinas

setemat

untuk

pelaksanaan survey KHL ini.

B. Analisis Hasil Pekerjaan
Analisis Pelaksanaan Permenakertans Nomor 13 Tahun 2012 Tentang
Komponen Dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup
Layak
Pada bagian ini penulis mengangkat permasalahan upah di Indonesia,
namun

lebih

khusus

lagi

disini

penulis

menganalisis

pelaksanaan

permenakertrans No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Tahapan
Pelaksanaan

Pencapaian

Kebutuhan

Hidup

Layak.

Bahwa

selama

pelaksanaan PKL ini kemudian penulis menemukan permasalhan pada
pelaksanaan survey dan juga pelaporan hasil survey KHL Kabupaten di Jawa
Tengah. Sehingga penulis merasa perlu mengangkat permasalahan tersebut,
agar menjadi evalusi dan bahkan untuk memberi solusi.

1.

Perjalanan Pengupahan di Indonesia
Sebagai negara hukum pemerintah indonesia selalu menggunakan
peraturan sebagai dasar melaksanakan kebijakan. Bahkan pemerintah
juga masuk kedalam urusan privat rakyatnya, sebagai bukti eksistensi

11

indonesia sebagai negara hukum. Permasalahan pekerja dan buruh yang
pernah terjadi mendorong negara untuk mengekang kedua belah pihak
dengan peraturan hal tersebut bertujuan untuk membentuk suatu
keselarasan.
Permasalahan yang sering terjadi ialah terkait dengan pengupahan
pekerja, maka kemudian pemerintah mengatur masalah upah minimum.
Aturan terkait upah minimum ini kemuadian diatur pertama kali tahun
1985. Diamana penetapan upah minimum ini didasarkan pada
kebutuhan hidup pekerja, atau yang dikenal pada saat itu ialah
Kebutuhan Fisik Minimum (KFM). Penggunaan standar KFM sebagai
dasar penetapan upah minimum tersebut berlangsung hingga tahun
1995.

Dengan

pertumbuhan

ekonomi

yang

mengakibatkan

perkembangan pola konsumsi masyarakat indonesia maka dewan
pengupahan melakukan pengkajian yang hasilnya ialah meningkatkan
standar KFM menjadi KHM (Kebutuhan Hidup Minimum).
Adapun alasan mengapa harus ada perubahan atau peningkatan
standar dasar penetapan upah minimum dari KFM menjadi KHM ialah
sebagai berikut1:
1) Perkembangan rata-rata postur tubuh bangsa indonesia
2) Meningkatnya nilai harapan hidup rata-rata
3) Beberapa jeniskomponen KFM tidak relevan lagi digunakan
dengan kondisi masyarakat pada saat itu.
1

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I.2010: Pedoman Survey dan Pengolahan Data
Kebutuhan Hidup Layak (KHL) hal.1

12

Seiring dengan Perkembangan dan Pertumbuhan Ekonomi, maka
pemerintah menetapkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, yang
dalam aturan ini disusun aturan terkait pemberian Upah Minimum yang
harus diberikan pengusaha kepada pekerjanya. Dalam pasal 88 ayat (4)
Undang-undang ini menyebutkan:” Pemerintah menetapkan upah
minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a berdasarkan
kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan

pertumbuhan ekonomi”. Yang kemuadian ditegaskan lagi dalam pasal
89 Undang-Undang ini diaman upah minimum tersebut diarahkan pada
pencapaian kebutuhan hidup layak (KHL).
Jadi standar dari KHM berubah lagi menjadi KHL, hal ini karena
pertumbuhan ekonomi yang semakin tahun semakin berubah. Pola
hidup masyarakatpun ikut berubah oleh karena itu, pemerintah berusaha
mengimbangi dengan membuat aturan baru ini. Dan sebagai amanat
Undang-Undang No. 13 tahun 2003 ini kemudian dibuatlah
Permenakertrans No. 17 Tahun 2005 tentang Komponen dan Tahapan
Pelaksanaan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Yang kemudian
setelah melihat kebutuhan hidup masyarakat (pekerja) semakin
bertambah dirubah lagi dengan Permenakertrans No. 13 Tahun 2012
tentang Komponen dan Tahapan Pelaksanaan Pencapaian Kebutuhan
Hidup Layak.
Adapun perubahan atau perbandingan Permenakertrans No. 17
Tahun 2005 tentang Komponen dan Tahapan Pelaksanaan Pencapaian

13

Kebutuhan Hidup Layak dengan Permenakertrans No. 13 Tahun 2012
tentang Komponen dan Tahapan Pelaksanaan Pencapaian Kebutuhan
Hidup Layak. Perubahan dari permenakertrans ini ialah penambahan
jumlah jenis kebutuhan yang semula 46 dalam penyempurnaan
Permenakertrans menjadi 60 jenis KHL. Penambahan baru sebagai
berikut :
1) Ikat pinggang, volume 1/12
2) Kaos kaki, volume 4/12
3) Deodorant 100 ml/g, volume 6/12
4) Seterika 250 watt, volume 1/48
5) Rice cooker ukuran 1/2 liter, volume 1/48
6) Celana pendek, volume 2/12
7) Pisau dapur volume 1/36
8) Semir dan sikat sepatu, volume 6/12, dan 1/12
9) Rak piring portable plastik, volume 1/24
10) Sabun cuci piring (colek) 500 gr per bulan
11) Gayung plastik ukuran sedang, volume 1/12
12) Sisir, volume 2/12
13) Ballpoint/pensil, volume 6/12
14) Cermin 30 x 50 cm, volume 1/36
Selain penambahan 14 jenis baru KHL tersebut,
penyesuaian/ penambahan
perubahan jenis kebutuhan.

juga terdapat

Jenis kualitas dan kuantitas KHL serta

14

Penyesuaian/penambahan jenis kualitas dan kuantitas KHL, yaitu :

1) Sajadah/mukenah/peci, dll (semula sajadah, mukenah, dll).
2) Celana

panjang/rok/pakaian

muslim

(semula

celana

panjang/rok).
3) Sarung/kain panjang volume 3/24 (semula volume 1/12)
4) Sewa kamar sederhana yang mampu menampung jenis
kebutuhan KHL lainnya (semula sewa kamar sederhana).
5) Kasur dan bantal busa (semula 1/48) menjadi kasur busa
volume 1/48 dan Bantal busa (semula volume 1/48) menjadi
2/36.
6) Semula bola lampu pijar/neon 25 watt/15 watt volume 6/12
atau 3/12 menjadi bola Lampu Hemat Energi (LHE) 14 watt
dengan volume 3/12.
7) Listrik dari 450 watt menjadi 900 watt.
Perubahan jenis kebutuhan, yaitu:

Kompor minyak 16 sumbu dan minyak tanah 10 liter, diubah
menjadi:
Kompor gas dan perlengkapannya :
a. Kompor gas 1 (satu) tungku, volume 1/24
b. Selang dan Regulator, volume 1/24
c. Tabung gas 3 kg, volume 1/60
d. Gas elpiji 2 tabung @ 3 kg

15

Perjalanan peraturan pengupahan ini sejalan dengan kebutuhan
masyarakat yang semakin hari kian bertambah banyak. Ini merupakan
salah satu bukti bagaimana negara sebagai organisasi tinggi telah
berusaha untuk menciptakan kesejahteraan.
Begitu
menandakan

banyak
bahwa

peraturan
indonesia

terkait
telah

dengan

ketenagakerjaan

melaksanakan

amanat

Konstitusinya. Dimana negara melindungi kesejahteraan rakyatnya,
namun walau demikian peraturan tersebut tidak diam sendiri tanpa ada
perangkat lain yang membantu berjalannya hukum dinegara ini.
Kesejahteraan pekerja tidak akan tercipta begitu saja hanya dengan
peraturan yang telah dibuat. Karena itu terkait dengan penetapan UMK,
pemerintah

memerlukan

berbagaimacam

perangkat

diantaranya,

peraturan perundang-undangan, pihak-pihak yang berkepentingan,
dewan pengupahan dan pemerintah itu sendiri.Dalam pelaksanaannya
masih ada kendala terkait dengan penetapan UMK ini, karena secara
hukum penetapan UMK ini dilakukan dengan bertahap, yaitu mulai
dengan pembentukan tim survey, penetapan jenis dan merk yang akan
disurvey sampai dengan nanti penetapan nilai KHL yang akan
direkomendasikan Bupati/Walikota kepada Gubernur sehingga keluar
penetapan UMK. Dan dari survey KHL inilah drama upah buruh
dimulai, sebab dalam kenyataan dilapangan terdapat banyak masalah
terkait dengan survey dan/atau nilai KHL. Permasalahan yang ada ini
kemudian mulai di analisis dan mulai diperbaiki oleh dinas tenaga

16

kerja, tranmgrasi dan kependudukan jawa tengah, melalui interaksi
kepada pihak terkait disetiap kabupaten
Hal-hal yang menjadi permasalahan dalam KHL yang dilaporkan
kepada dinakertrans provinsi selalu dicatat dan akan dievaluasi yang
nantinya akan diserahkan lagi kepada kabupaten (yang bermasalah)
tersebut. Perbaikan demi perbaikan selalu dilakukan dan sekarang ada
inisiatif pihak dinakertrans provinsi untuk membuat aplikasi KHL
secara Online. Dimana tiap kabupaten bisa menginput data secara
online, terpadu sehingga diharapkan kesalahan dan permasalahan yang
selama ini terjadi bisa diminimalisir.
Permasalahan dalam survey yang selama ini terjadi misalnya ialah
dalam menentukan barang/jenis dan merk yang tidak standar.
Maksudnya disini dalam satu jenis barang yang sama terkadang tim
survey tidak bisa menentukan yang satu kualitas. Sehingga angka yang
dihasilkan menjadi timpang karena satu jenis barang ada yang murah
ada yang mahal. Ada juga permasalahan lain misal tim survey dari
pihak pengusaha meminta supaya barang yang disurvey adalah barang
yang murah namun dari pihak pekerja meminta barang yang branded
sehingga harganya lebih mahal. Padahal jelas sekali dalam peraturanna
bahwa barang yang disurvey ialah barang yang sering digunakan oleh
pekerja. Sebagai contoh ialah KHL kabupaten Klaten dimana perbedaan
harga mukena yang sangat mencolok di setiap pasarnya yaitu Rp.
15.000,- , Rp. 35.000,- dan Rp. 65.000,00 hal ini sangat tidak wajar.

17

Sehingga dengan permasalan seperti inilah PR Dinas Tenaga Kerja,
Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Tengah untuk bisa
memberikan arahan dan juga evaluasi.
KHL Hanya sebagai Salah Satu Bahan Pertimbangan dan bukan
satu-satunya dasar dalam penetapan upah minimum. Sebab, secara
normatif ada bahan pertimbangan lainnya dalam penetapan upah
minimum, yaitu : Produktivitas (hasil perbandingan antara jumlah
Produk Domestik Regional Bruto [PDRB] dengan jumlah tenaga kerja
pada periode yang sama); Pertumbuhan Ekonomi (merupakan
pertumbuhan nilai PDRB), serta Usaha Yang Paling Tidak Mampu
(marjinal)
2.

SOP Pelaksanaan Survey KHL
a.

Sebelum survey

Dewan Pengupahan membuat Kesepakatan:
o Tata Tertib Survey;
o Menetapkan Tim Survey
o Menentukan Bulan Tidak Melaksanakan Survey
o Jenis Dan Merk Item
o Lokasi Pasar Yang Disurvey
o Waktu/Jam Untuk Tiap Komponen
o Responden
b.

Pelaksanaan Survey

o Minggu I, Oleh Tripartit Dengan Komposisi 2:1:1

18

o Diketahui Oleh BPS (BPS Bertangung Jawab Terhadap Hasil
Survey),
o Pengumpulan Data,
o Validasi Data, dan
o Hasil Survey Di Tanda Tangani Para Pihak.
c.

Penetapan Nilai KHL Bulan Berjalan

o Pelaksanaan Entri Data (Form I)
o Penghitungan Data (Form II)
o Penetapan KHL Bulan Berjalan
o Penandatanganan Berita Acara
d. Penyampaian Hasil Survey
o Disampaikan Pada Minggu II Bulan Berjalan Kepada Gubernur cq
Depeprof Jawa Tengah
o Dilampiri:

e.

-

Data Produktivitas

-

Data Pertumbuhan Ekonomi

-

Data Kondisi Pasar Kerja

-

Usaha Marjinal

Sidang Pembahasan UMK oleh Dewan Pengupahan

o Menetapkan Nilai KHL Sebagai Bahan Pertimbangan Penetapan
UMK
o Menggunakan Data yang Ada Untuk Menetapkan Besaran UMK

19

o Merekomendasikan Kepada Bupati/Walikota Terkait Nilai KHL
dan Besaran UMK
f.

Penetapan

Nilai

KHL

dan

Rekomendasi

UMK

oleh

Dewan

atau

Bupati/Walikota
o Diberikan Kepada Gubernur Dengan Dilampiri:

3.

-

KHL

-

Produktivitas

-

Pertumbuhan Ekonmi

-

Kondisi Pasar Kerja

-

Usaha Marjinal

Pembentukan

Tim Survei

KHL

oleh Ketua

Bupati/Walikota
a.

Pada daerah yang telah terbentuk Dewan Pengupahan Provinsi atau
Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota, maka anggota tim berasal
dari anggota Dewan Pengupahan dan dengan mengikutsertakan
BPS setempat.

b.

Jumlah Tim Survei yang dibentuk disesuaikan dengan kebutuhan.
Anggota masing-masing Tim Survei di daerah yang telah terbentuk
Dewan Pengupahan sebanyak 5 (lima) orang, yang terdiri dari 4
(empat) orang anggota Dewan Pengupahan yang keanggotaannya
terdiri dari unsur Pemerintah, Organisasi Pengusaha, Serikat

20

Pekerja/Serikat Buruh, Perguruan Tinggi dan Pakar, dan 1 (satu)
orang dari BPS setempat.
c.

Pada daerah yang belum terbentuk Dewan Pengupahan, maka Tim
survey yang keanggotaannya secara tripartit dibentuk oleh
Bupati/Walikota.

d.

Jumlah Tim Survei yang dibentuk disesuaikan dengan kebutuhan.
Anggota masing-masing Tim Survei di daerah yang belum
terbentuk Dewan Pengupahan sebanyak 4 (empat) orang, yang
terdiri dari 1 (satu) orang unsur pengusaha, 1 (satu) orang unsur
pekerja/buruh, 1 (satu) orang unsur Pemerintah, dan 1 (satu) orang
dari BPS setempat.

4.

Pelaksanaan Survei
a.

Kuisioner
Survei menggunakan kuisioner yang memuat hal-hal yang perlu
ditanyakan kepada responden untuk memperoleh informasi harga
barang/jasa sesuai dengan jenis-jenis kebutuhan dalam komponen
KHL.

b. Pemilihan Tempat Survei
1) Survei harga dilakukan di pasar tradisional yang menjual
barang secara eceran, bukan pasar induk dan bukan pasar
swalayan atau sejenisnya.

21

Untuk jenis kebutuhan tertentu, survei harga dapat dilakukan
di tempat lain di tempat jenis kebutuhan tersebut berada/dijual.
Kriteria pasar tradisional tempat survei harga :
a) Bangunan fisik pasar relatif besar.
b) Terletak

pada

daerah

yang

biasa

dikunjungi

pekerja/buruh.
c) Komoditas yang dijual beragam.
d) Banyak pembeli.
e) Waktu keramaian berbelanja relatif panjang
2) Survei kebutuhan yang dapat dilakukan bukan di pasar
tradisional sebagai berikut :
a) Listrik : yang disurvei adalah nilai rekening listrik
tempat tinggal pekerja berupa satu kamar sederhana
yang memakai daya listrik sebesar 900 watt
b) Air : survei dilakukan di PDAM, tarif rumah tangga
yang menkonsumsi air bersih sebanyak 2.000 liter per
bulan.
c) Transport : tarif angkutan dalam kota pulang pergi di
daerah yang bersangkutan.
d) Harga tiket rekreasi disurvei di tempat rekreasi.
e) Potong rambut : di tukang cukur untuk pria dan salon
untuk wanita.

22

f)

Sewa kamar : Survei dilakukan untuk 1 (satu) kamar
yang mampu menampung semua jenis KHL yang
disepakati, dalam kondisi kamar kosong.

c.

Waktu Survei
1)

Survei dilakukan pada minggu I (pertama) setiap bulan.

2)

Waktu survei ditetapkan sedemikian rupa sehingga tidak
terpengaruh oleh fluktuasi harga akibat perubahan kondisi
pasar, misalnya antara lain saat menjelang bulan puasa dan
hari raya keagamaan.

d. Responden
Responden yang dipilih adalah :
1)

Pedagang yang menjual barang – barang kebutuhan secara
eceran. Untuk jenis-jenis barang tertentu, dimungkinkan
memilih responden yang tidak berlokasi di pasar tradisional,
seperti meja/kursi, tempat tidur, kasur dan lain-lain.

2)

Penyedia jasa seperti tukang cukur / salon, listrik, air dan
angkutan umum.

3)

Pemilihan responden perlu memperhatikan kondisi sebagai
berikut:
a) Apakah yang bersangkutan berdagang pada tempat
yang tetap / permanen / tidak berpindah – pindah;
b) Apakah yang bersangkutan menjual barang secara
eceran;

23

c) Apakah yang bersangkutan mudah diwawancarai, jujur
dan;
d) Responden harus tetap / tidak berganti – ganti.
e. Metode Survei Harga
Dalam metode ini data harga barang dan jasa diperoleh dengan cara
menanyakan harga barang seolah – olah petugas survei akan
membeli barang, sehingga dapat diperoleh harga yang sebenarnya
(harus dilakukan tawar menawar). Disini survei dilakukan terhadap
tiga orang responden tetap yang telah ditentukan sebelumnya.
f. Penetapan Spesifikasi Jenis Kebutuhan (Parameter Harga)
Adapun penetapan spesifikasi jenis kebutuhan ini ialah untuk
menetapkan apa saja yang termasuk kategori jenis kebutuhan. Hal
ini dilaksanakan guna memberikan patokan atau acuan kepada tim
survey untuk melakukan pemilihan jenis kebutuhan yang akan
disurvey.

Adapun

spesifikasi

ini

telah

dijelaskan

dalam

Permenakertrans No. 13 Tahun 2012 yang mana dalam peraturan
tersebut terdapat 60 Jenis Kebutuhan.
g. Penentuan Kualitas / Merk Setiap Jenis Barang dan Jasa
Untuk jenis barang kebutuhan yang kualitas dan harganya sangat
bervariasi, seperti pakaian dalam, celana panjang/rok, kemeja, blus,
handuk, sarung dan lain – lain, maka yang dipilih adalah kualitas
sedang sesuai dengan kesepakatan tim survei.

24

Penentuan kualitas ini dilakukan guna mengurangi kesenjangan
harga dan juga menengahi kepentingan buruh dan pengusaha.
Dimana kepentingan kedua belah pihak ini sangat berbeda, disatu
puhak memilih kualitas tinggi untuk menaikkan upahnya dipihak
lain memilih kualitas rendah guna meminimalisir pengeluaran upah
buruh.
Meskipun dalam peraturan ini telah disebutkan untuk melakukan
penetuan kualitas, untuk penyeragaman kualitas jenis kebutuhan.
Namun dalam kenyataan dilapangan masih terjadi kesenjangan
harga yang sangat tinggi. Misalnya yang ditemukan penulis ialah
terkait mukena, dalam KHL yang di laporkan oleh Suatu
Kabupaten di Jawa Tengah disebutkan bahwa harga di Pasar A
senilai Rp.15.000,00 Pasar B Rp.35.000,00 dan di Pasar C
Rp.65.000,00. Jika kita lihat akan asas keseimbangan maka harga
yang ada di 3 pasar ini sangat tidak seimbang. Sehingga
menimbulkan pertanyaan pada diri penulis, akankah ada kesamaan
kualitas mukena yang disurvey? Benarkah hasil survey yang
dilaporkan oleh tim survey? Sudahkah Dewan Pengupahan
Kabupaten menerima dan memeriksa hasil survey? Dan banyak
lagi pertanyaan penulis yang masih tersimpan di benak ini. Namun
dari sekian pertanyaan yang penulis sebutkan tadi, akan sedikit
membuka kenyataan baru bahwa ternyata kebanyakan hasil survey

25

KHL ini tidak sampai ke pemeriksaan Dewan Pengupahan (secara
benar).
Dari hasil analisis yang telah dilaksanakan, ternyata pelaksanaan
survey tersebut memang terdapat tarik ulur kepentingan. Di pihak
pengusaha (APINDO) memilih barang dengan harga murah namun
dipihak serikat kerja meminta barang dengan harga mahal. Padahal
perlu kita pahami bahwa survey ini dilakukan untuk mengetahui
harga barang yang sering digunakan/paling banyak dipakai, yang
paling banyak dikonsumsi oleh pekerja (masyarakat umum).
Banyaknya kenyataan bahwa tiap kabupaten tidak bisa melaporkan
hasil survey dengan sistem berkala, memberi penjelasan akan
carut-marutnya sistem yang ada. Sehingga memunculkan ide
penulis bahwa tiap kabupaten diberi waktu sekian hari untuk
menyelesaikan laporannya dan meng-uploud data KHL di tiap
bulannya ke Web Dinakertrans Provinsi. Konsekuensi ide ini ialah
bahwa provinsi harus membuat program data yang bisa bekerja
dengan on line. Dan dalam program tersebut juga harus
memasukkan syarat bahwa jangka pengisian data/lapran KHL
antara tanggal sekian sampai dengan sekian. Sehingga mau tidak
mau Kabupaten harus segera melaksanakan survey, mengolah dan
melaporkan hasil survey KHL tersebut dengan terjadwal. Sehingga
kedisiplinan akan pekerjaan disini dapat berjalan.

26

Selain itu dalam program terebut juga harus ada terkait pengolahan
data dimana nilai yang memiliki kesenjangan tinggi tidak dapat
masuk. Artinya bahwa semisal terjadi kasus yang mirip dengan
kasus mukena tadi, tidak akan terjadi dan sistem akan segera
menolak (tidak bisa input). Hal ini sangat penting untuk
memberikan perlindungan kedua belah pihak (buruh dan juga
pengusaha).
Gagasan ini optimis bisa terlaksana dengan cepat di dinas tenaga
kerja jawa tengah. Hal ini karena di dinas tenaga kerja jawa tengah
sendiri telah menggagas sistem pelaoran KHL on-line. Penulis
berharap bahwa gagasan dinas tenaga kerja jawa tengah ini segera
terwujud karena diwaktu pelaksanaan PKL kemarin sudah ada
simulasi tentang hal itu. Dan telah beberapa kali mengundang
programer untuk membuat program ini.
Dan penulis beharap, bila program ini terlaksana maka perlu
dipertimbangkan lagi untuk memasukkan syarat pokok yang harus
dipenuhi oleh Pemerintah Kabupaten. Bahwa sebelum melakukan
peng-unggahan data maka harus meng-unggah surat pengesahan
atau surat pemberitahuan hasil survey oleh BPS (sebagai pihak
yang bertanggung jawab atas hasil survey).
h. Peran BPS
Peran BPS terhadap pelaksanaan survey ini ialah memantau dan
ikut serta dalam pelaksanaan survey. Meskipun hanya satu orang

27

yang mewakili BPS namun kapasitasnya telah memenuhi tujuan
yang diharapkan. Adapun dalam pelaksanaan survey BPS pun
bersama dengan Dinas Perdagangan untuk memantau harga dan
juga hal lain yang berkaitan dengan survey ini. Dan dalam posisi
ini BPS bertanggung jawab atas hasil survey yang telah
dilaksanakan.
Dalam pelkasanaan survey yang telah terjadi terkadang BPS
mendapat intervensi dari berbagai pihak sehingga hasil survey tidak
sesuai. Dan budaya semacam ini yang kemudian menggerogoti
hukum di Indonesia. Sebaik apapun undang-undang dibuat bila
budaya masyarakt masih sama maka pembenahan tersebut sia-sia.
Oleh karena itu perlu adanya itikat baik semua pihak dalam
pelaksanaan survey ini.

5.

Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan secara bertahap sebagai berikut :
a.

Tahap pertama

Tahap ini adalah mengisi kolom rata – rata dan kolom penyesuaian
satuan pada lembaran kuisioner. Kolom rata – rata merupakan rata
– rata dari harga 3 (tiga) responden. Sedangkan kolom penyesuaian
satuan adalah untuk

beberapa jenis barang kebutuhan yang

satuannya tidak sama, seperti :
Bayam/kangkung/kacang panjang

28

Bayam, kangkung dan kacang panjang yang biasa dijual dengan
satuan ikat. Jika harga 1 ikat =

Rp. 500,-

setelah ditimbang

beratnya 0, 7 kg, maka harga per kg sama dengan Rp. 500,- : 0,7
= Rp. 714,Kebutuhan pria dan wanita

Ada beberapa jenis kebutuhan yang berbeda untuk pria dan wanita,
sebagaimana dalam tabel dibawah ini :
No.

Pria

Wanita

1.

Celana panjang /
pakaian muslim

Rok/pakaian muslim

2

Kemeja

Blus

3

Kaos oblong

BH

4

Celana dalam pria

Celana dalam wanita

5

Sarung

Kain panjang

6

Sepatu pria

Sepatu wanita

7.

Cukur rambut

Salon

8.

Alat cukur
Pembalut
Tabel 1. Jenis Kebutuhan Prian dan Wanita

Untuk jenis kebutuhan tersebut, setelah diperoleh harga rata – rata
dari 3 (tiga) responden, dicari lagi harga rata – rata kebutuhan pria
dan wanita.
Khusus jenis kebutuhan pria dan wanita berupa celana panjang/rok/
pakaian muslim, dihitung sebagai berikut:
- Ditetapkan terlebih dahulu nilai pakaian muslim bagi
wanita, yaitu harga gamis dijumlahkan dengan harga jilbab;
- Harga baju koko dipakai sebagai nilai pakaian muslim pria;

29

Selanjutnya nilai pakaian muslim bagi wanita dijumlahkan dengan
nilai pakaian muslim bagi pria dan dibagi 2 (dua), ditetapkan
sebagai nilai rata-rata pakaian muslim.
Kemudian, harga celana panjang dijumlahkan dengan harga rok
dan nilai rata-rata pakaian muslim, yang selanjutnya dibagi 3 (tiga)
ditetapkan

sebagai

nilai

rata-rata

kebutuhan

celana

panjang/rok/pakaian muslim.
Untuk kebutuhan yang terdiri dari beberapa macam komoditi
seperti daging (yang terdiri dari daging ayam dan daging sapi) atau
ikan segar yang terdiri dari beberapa jenis ikan, setelah dihitung
harga rata – rata dari 3 responden, dihitung lagi rata – rata dari
harga daging sapi dan daging ayam, begitu juga untuk barang –
barang kebutuhan lainnya seperti ; ikan, kacang – kacangan,
sayuran, buah – buahan dan

sumber karbohidrat. Untuk

mendapatkan biaya transport pergi pulang (PP) maka biaya
transport dikalikan 2.
b.

Tahap kedua

Tahap ini adalah mengolah data dari lembar kuisioner untuk
dimasukkan ke lembar form isian KHL sebagaimana Lampiran I
Peraturan Menteri ini. Angka yang terdapat pada kolom rata – rata
di lembar kuisioner dimasukkan ke kolom harga satuan pada
lembar form isian KHL.
c.

Tahap ketiga

30

Pengolahan data untuk mendapatkan angka nilai sebulan pada form
isian KHL (kolom terakhir). Untuk mencari nilai sebulan
komponen makanan dan minuman relatif mudah, cukup dengan
mengalikan angka yang terdapat pada kolom “jumlah kebutuhan“
dengan angka yang terdapat pada kolom harga per satuan. Sebagai
contoh, jika harga beras per kg adalah sebesar Rp. 3.000, -, maka
nilai sebulan adalah 10 x Rp. 3.000, - = Rp. 30.000, -.
Nilai sebulan untuk bumbu – bumbuan adalah 15 % dari total nilai
komponen makanan dan minuman nomor 1 s/d 10.
d.

Tahap keempat

Menghitung jumlah nilai komponen Kelompok I s/d Kelompok VII
e.

Tahap kelima

Menghitung total nilai KHL dengan cara menjumlahkan nilai
Komponen I + Komponen II + Komponen III + Komponen IV +
Komponen V + Komponen VI + Komponen VII.
Dari kelima tahapan tersebut perlu dilaksanakan sesuai dengan apa
yang tertulis diatas. Hal tersebut guna mendapatkan hasil yang sesuai,
dalam praktek dilapangan. Dan yang sering dijumpai di tingkat provinsi
ialah kesalahan penjumlahan dan bahkan salah pada formulasi
perhitungannya

yang

dilakukan

oleh

Kabupaten

sehingga

mengakibatkan hasil yang tidak sesuai. Dengan adanya kasus tersebut
jelas sekali merugikan salah satu pihak.

31

6.

Pelaporan
Dalam penjelasan Permenakertrans No. 13 Tahun 2012 disebutkan
bahwa terkait dengan pelaporan adalah sebagai berikut:
a.

Dewan

Pengupahan

Kabupaten/Kota

atau

Bupati/Walikota

menyampaikan laporan hasil survei berupa form isian KHL kepada
Dewan Pengupahan Provinsi setiap bulan.
b.

Dewan Pengupahan Provinsi menyampaikan rekapitulasi nilai KHL
seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi yang bersangkutan kepada
Dewan Pengupahan Nasional secara periodik setiap bulan.

32

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Merujuk uraian diatas maka dapat kita ambil simpulan sebagai berikut:
a. Bahwa pelaksanaan survey KHL dijawa tengah terdapat tarik ulur
kepentingan pengusaha dan pekerja
b. Pelaksanaan survey tidak sesuai dengan pedoman yang ada dalam
Permenakertrans No. 13 Tahun 2012
c. Banyak survey yang kemudian tidak sesuai dengan pedoman yang ada
sehingga mengakibatkan dampak negatif, baik bagi pekerja maupun
pengusaha.
d. Tidak ada koordinasi antara Pemerintah Provinsi dengan Kabupaten
dalam pelaksanaan survey
e. Sebagai tahap perbaikan sistem, maka perlu adanya koordinasi
melalui program input KHL secara online.
B. Saran
Dari permasalahan yang penulis uraikan pada bab 2 (dua) laporan ini, kiranya
perlu adanya evaluasi dari berbagai pihak akan pentingnya satu pedoman
survey yang dapat dipahami oleh siapa saja yang membacanya. Selain itu
juga diperlukan adanya kaderisasi Tim Survey dan juga Tim evaluasi. Dan
dalam tulisan sebelumnya penulis juga berharap akan adanya sisitem input
data secara online.

33

Terlepas dari masalah KHL dan perangkat lainnya, penulis berharap bahwa
permaslahan (hukum) yang terjadi selama ini menjadi pelajaran yang
kemudian mampu merubah masa suram menjadi kebahagiaan. Permasalahan
yang terjadi menjadi evaluasi untuk mencari solusi dan harapan masyarakat.
Dan tuntuk kegiatan PKL selajutnya penulis selalu mengharapkan kepada
Lembaga Pendidikan untuk selalu menjaga hubungan baik dengan mitra kerja
bahkan untuk memperbanyak mitra kerja.
Dan kepada Mahasiswa yang nantinya akan melaksanakan Kegiatan PKL
harap untuk melaksanakan kegiatan dengan sungguh-sungguh. Karena akan
banyak manfaat yang akan diperoleh dari kegiatan ini.

34

DAFTAR PUSTAKA
Husni, Lalu. 2003. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia . Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I.2010. Pedoman Survey dan
Pengolahan

Data

Kebutuhan

Hidup

Layak.

Jakarta:

Direktorat

Pengupahan dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Direktorat Jenderal
Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Tengah.
2012. Setandar Operasional Prosedur (SOP) Survey Harga/Kebutuhan
Hidup Layak. Semarang: Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah

Undang undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenaga Kerjaan.
Permenakertrans No. 17 Tahun 2005 tentang Komponen dan Tahapan
Pelaksanaan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak.
Permenakertrans No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Tahapan
Pelaksanaan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak.