Antara Hak Dan Kewajiban Pembatasan Bida

ANTARA HAK DAN KEWAJIBAN: PEMBATASAN BIDANG USAHA DALAM
PEMANFAATAN TANAH YANG DIBEBANI HAK GUNA USAHA1
Adi Seno
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Keniscayaan kebutuhan atas tanah menjadi tak terbantahkan dalam hal pengoperasian
suatu usaha. Baik dari usaha skala kecil sampai usaha skala menengah hingga skala besar.
Para pengusaha membutuhkan tanah untuk mengembangkan usahanya, namun tidak semua
pengusaha mempunyai tanah milik sendiri untuk melakukan kegiatan usahanya tersebut.
Keterbutuhan dan terbatasnya ketersedian atas tanah

tentu melahirkan adanya suatu

hubungan sosial dan hukum. Oleh karena itu permasalah diatas menjadi salah satu dari sekian
banyak pertimbangan Undang-Undang No. 5 tahun 1960 mengenai Peraturan Dasar PokokPokok Agraria (UUPA) memberikan Hak guna Usaha yang diatur dalam pasal 28-34. Dalam
pasal 28 ayat (1) disebutkan bahwa:
Hak guna-usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh
Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan
pertanian, perikanan atau peternakan.
Tanah yang dapat digunakan untuk hak guna usaha adalah tanah negara, tidak sama dengan
Hak Pakai karena Hak guna Usaha hanya dapat diberikan kepada keperluan pertanian,

perikanan, atau pertenakan untuk tanah yang luasnya minimal 5 hektar, serta Hak guna Usaha
tidak dapat dialihkan ke pada pihak lain namun dapat dibebankan Hak Tanggungan.
Hak guna Usaha dapat diberikan untuk jangka waktu yang paling lama 35 tahun, dan
dapat diperpanjang untuk jangka waktu 25 tahun. Setelah jangka waktu dan perpanjangan
berakhir, kepada pemegang hak dapat diberikan pembaruan hak diatas tanah sama ( Pasal 8
PP 40/1996 jo Pasal 29 UUPA). misalnya untuk perkebunan kelapa sawit yang merupakan
tanaman berumur panjang. Atas permintaan pemegang hak, dan dengan mengingat keadaan
perusahaannya, jangka waktu tersebut dapat diperpanjang.
Melihat unsur-unsur dalam ketentuan pasal 28 ayat (1) tersebut maka akan ditemukan
bahwa dilakukan pembatasan terhadap definisi hak guna usaha yaitu:
1

Tulisan ini didasarkan pada suatu fakta yang tak sengaja penulis temukan dikala iseng
mendalami suatu sengketa yang terjadi di Kendal, namun perlu ditekankan bahwa tulisan
ini menitik beratkan pada pengungkapan fakta yang ada dan dikemas secara tidak
terlalu ilmiah dan tanpa analisis melalui teori yang berat melainkan hanya beberapa
konsep umum yang telah diterima secara luas dalam hukum.

1) Spesifikasi apa bentuk hak yang diberikan yaitu hak melakukan usaha diatas
tanah

2) Status tanah dalam peristiwa hukum hak guna usaha
3) Jangka waktu hak guna usaha
4) Bidang industri apa yang dapat dilakukan diatas tanah yang dibebani dengan hak
guna usaha.
Menjadi pertanyaan apabila melihat lebih jauh pada aturan pelaksana dari

Undang-

Undang No. 5 tahun 1960 mengenai Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang
mengatur lebih lanjut tentang hak guna usaha. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas
Tanah yang selanjutnya disingkat menjadi (PPHGU) memiliki logika hukum yang sedikit
berbeda dengan sumber hukumnya.
Apabila dalam UUPA ditentukan secara tegas tanpa ada ketentuan lain bahwa bidang
usaha/industri yang dapat dilakukan diatas tanah yang dibebani HGU pertanian, perikanan
dan peternakan berbeda halnya dengan PPHGU. Pada PPHGU tepatnya pada terdapat dua
pasal dengan karakteristik dan akibat hukum yang bertolak belakang menimbulkan
ketidakpastian hukum. pasal Pasal 12 ayat satu (1) yang mengatur tentang kewajiban
pemegang hak guna usaha dan salah satunya pada huruf b yaitu
b.


melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan sesuai
peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian
haknya;

Sementara dalam pasal 14 ayat satu (1) disebutkan, bahwa :
(1) Pemegang Hak Guna Usaha berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang
diberikan dengan Hak Guna Usaha untuk melaksanakan usaha di bidang pertanian,
perkebunan, perikanan dan atau peternakan.
Apa yang ditemukan dalam konstruksi hukum tentang Hak Guna Usaha dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah (PPHGU) adalah adanya pertentangan pengaturan
dalam pemberlakuan pembatasan bidang usaha/industri yang dapat dilakukan diatas tanah
yang dibebani hak guna usaha yaitu pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan
merupakan kewajiban ataukah merupakan hak bagi pemegang hak guna usaha.

Pada pasal 12 ayat satu (1) jelas disebutkan melaksanakan usaha dibidang pertanian
pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan dan tidak menyebutkan atau
menimbulkan tafsiran lain selain pada bidang yang disebutkan. Penyebutan ini semakin
diperkuat dengan diletakannya aturan tersebut dalam ketentuan mengenai kewajiban yang

harus dilakukan oleh pemegang hak guna usaha. Secara logis bahwa usaha yang wajib
dilakukan diatas tanah yang dibebani dengan hak guna usaha adalah pertanian, perkebunan,
perikanan dan/atau peternakan.
Sedangkan pada pasal 14 ayat satu (1) secara jelas pula disebutkan bahwa pemegang hak
guna usaha berhak menguasai dan melakukan usaha diatas tanah yang dibebani hak guna
usaha untuk

melaksanakan usaha di bidang pertanian, perkebunan, perikanan dan atau

peternakan. Adanya frasa berhak memiliki kata dasar hak yang pada akhirnya berkonsekuensi
pada suatu pilihan dan bukan suatu keharusan untuk melakukan. Pada akhirnya perlu
dilakuakan tinjauan terhadap pembatasan bidang usaha yang dilakukan diatas tanah yang
dibebani hak guna usaha ini apakah merupakan hak atau merupakan kewajiban.
RUMUSAN
Tidak lain tujuan dengan disusunnya rumusan masalah agar suatu penelitian memiliki
suatu yang jelas hal yang ingin diungkapkan dan tujuan yang ingin dicapainya. Rumusan
masalah dalam makalah berjudul “Tinjauan Terhadap Pembatasan Bidang Usaha Dalam
Pemanfaatan Tanah Yang Dibebani Hak Guna Usaha”, yaitu :
1) Apakah melaksanakan usaha dibidang pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau
perternakan merupakan hak atau kewajiban bagi pemegang hak guna usaha?

PEMBAHASAN
Pemanfaatan tanah yang dibebani Hak Guna Usaha sebagaimana diatur dalam UUPA terbatas
hanya pada bidang pertanian, perikanan atau peternakan. Berdasarkan PPHGU diperluas
pemanfaatan tersebut menjadi usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan
(pasal 12 ayat (1) huruf b). Selanjutnya pada pasal (14 (1) PP HGU) disebutkan bahwa
pemegang HGU berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan HGU
untuk melaksanakan usaha di bidang pertanian, perkebunan, perikanan dan atau peternakan.
Terdapat ketidakselarasan pengaturan mengenai pemanfaatan tanah dengan HGU karena
dalam PPHGU disatu pasal yaitu pasal 12 membatasi pengusahaan HGU hanya pada usaha
pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan dengan mempergunakan klausula
“wajib”. Sementara di pasal lain yaitu pasal 14 mengatur bahwa pelaksanaan usaha di bidang

pertanian, perkebunan, perikanan dan atau peternakan merupakan “hak” badan usaha
pemegang HGU. Lebih lanjut UUPA dan PPHGU serta aturan teknis terkait tidak mengatur
sanksi apabila badan usaha tidak melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan
atau peternakan diatas tanah dengan HGU.
Apabila menggunakan sudut pandang bahwa suatu aturan pelaksana tidak dapat lebih
luas dari peraturan induknya maka akan ditemukan premis sebagai berikut. UUPA sebagai
suatu peraturan payung yang memiliki derajat dan kekuatan undang-undang mengatur bahwa
pemegang hak guna usaha wajib melaksanakan usahanya dibidang pertanian, perikanan

dan/atau perternakan. Kemudian dalam PPHGU sebagaimana fungsinya merupakan aturan
pelaksana dari UUPA kemudian menempatkan posisi pemegang hak guna usaha untuk wajib
melaksanakan usahanya dibidang pertanian, perikanan dan/atau perternakan yang kemudian
ditambah tafsirnya dengan perkebunan. Disisi lain PPHGU juga menempatkan pemegang hak
guna usaha sebagai pemilik hak untuk melaksanakan usahanya dibidang pertanian,
perkebunan, perikanan dan/atau perternakan.
Ditemukan rumusan bahwa UUPA mengaturnya sebagai kewajiban, sementara PPHGU
mengaturnya sebagai kewajiban dan hak secara bersamaan. Terhadap peraturan pelaksana
yang kemudian menempatkan suatu hal tertentu yang telah diatur secara jelas dalam
peraturan diatasnya menjadi tidak jelas atau memperluas ketentuan tersebut melebar dari apa
yang telah diatur dalam peraturan diatasnya maka tidak dapat diteriam tafsir yang demikian.
Hakikatnya peraturan pelaksana mengatur lebih lanjut secara lebih spesifik aturan yang telah
diatur pada peraturan induknya.
Oleh karena itu berdasarkan keruntutan pengaturan ketentuan sesuai dengan hierarki
peraturan perundang-undangan maka haruslah dibaca bahwa pemegang hak guna usaha wajib
melakukan usaha diatas tanah yang dibebani hak guna usaha hanya dalam bidang usaha
pertanian, perkebunan, perikanan dan atau peternakan.