Chapter II Gambaran Perilaku Anak Panti Asuhan Terhadap Pencegahan Scabies Di Yayasan Panti Asuhan Putera Al Jam’iyatl Washliyah Kecamatan Binjai Selatan Tahun 2015

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku
2.1.1 Pengertian Perilaku
Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi,
karena perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor, baik internal maupun
eksternal (lingkungan). Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala
kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi,
sikap dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).
Menurut Sunaryo dalam Wijayaningsih (2014) Perilaku adalah aktivitas
yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara
langsung maupun tidak langsung. Sedangkan, Notoatmodjo dalam Wijayaningsih
(2014) mendefinisikan perilaku adalah tindakan atau perilaku suatu organism
yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari.
Skiner dalam Notoatmodjo (2010) seorang ahli psikologi merumuskan
bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Dengan demikian perilaku manusia terjadi melalui proses:
StimulusOrganismeRespons, sehingga teori Skinner ini disebut teori “S-O-R”
(stimulus-organisme-respons).
Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat

dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

8

9

1. Perilaku tertutup (covert behavior)
Perilaku tertutup, terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum
dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas
dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan, dan sikap terhadap
stimulus yang bersangkutan.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Perilaku terbuka, ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah
berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau
“observable behavior”.
Perilaku merupakan bentuk respon dari stimulus (rangsangan dari luar),
meskipun bentuk stimulusnya sama namun bentuk respon akan berbeda dari setiap
orang. Faktor-faktor ini dapat dibedakan dari respon terhadap stimulus tersebut
disebut “determinan perilaku”.
Menurut para ahli psikologi kognitif-sosial, seseorang sering kali

mentetapkan tujuan bagi diri mereka sendiri kemudian mengarahkan perilaku
berdasarkan tujuan itu. Tujuan itu sendiri memotivasi mereka untuk menunjukkan
perilaku yang sesuai (Latipah, 2012).
Seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar, artinya perubahan perilaku
organism adalah akibat pengaruh lingkungan (Sumanto, 2014). Perilaku juga
dapat di artikan sebagai respon/reaksi individu terhadap stimulasi yang berasal
dari luar dan atau dari dalam dirinya. Bentuk respon tersebut ada 2, yaitu:

10

1. Respon berupa tindakan yang dapat dilihat dari luar dan dapat diukur
(Overt Behaviour), Contoh: berjalan, memukul, menangis, dan lain-lain.
2. Respon yang tidak berupa tindakan yang dapat dilihat langsung (Covert
Behaviour), Contoh: pengertian, persepsi, sikap, dan lain-lain (Ali, 2010).
Perilaku dari pandangan biologis, merupakan suatu kegiatan atau aktivitas
organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Jadi, perilaku manusia pada
hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku
manusia mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup: berjalan, berbicara,
bereaksi, berpakaian, dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal
activity) seperti berpikir, persepsi, dan emosi juga merupakan perilaku manusia.

Dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organism
tersebut, baik yang dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung.
Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme
tersebut dipengaruhi baik oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara
umum, dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan itu, merupakan
penentu dari perilaku makhluk hidup termasuk perilaku manusia. Hereditas atau
faktor keturunan, adalah konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan perilaku
makhluk hidup itu untuk selanjutnya, sedangkan lingkungan adalah kondisi atau
lahan untuk perkembangan perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2010).
2.1.2 Determinan Perilaku
Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus
atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons
tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan.

11

Meski stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang
berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda
disebut determinan perilaku (Notoatmodjo, 2007). Determinan perilaku dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:

1) Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang
bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat
kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya.
2) Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, politik dan lain sebagainya. Faktor lingkungan ini sering
merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Meskipun perilaku dibedakan antara perilaku tertutup (covert), maupun
perilaku terbuka (overt) seperti telah diuraikan sebelumnya, tetapi sebenarnya
perilaku adalah totalitas yang terjadi pada orang yang bersangkutan. Dengan
kerkataan lain, perilaku adalah merupakan keseluruhan (totalitas) pemahaman dan
aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara factor internal dan
eksternal tersebut. Perilaku seseorang adalah sangat kompleks, dan mempunyai
bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) dalam Notoadmojo (2010)
seorang ahli psikologi pendidikan membedakan adanya 3 area, wilayah, ranah
atau domain perilaku ini, yakni kognitif (cognitive), afektif (affective), dan
Psikomotor (psychomotor). Kemudian oleh ahli pendidikandi Indonesia, ketiga
domain ini diterjemahkan ke dalam cipta (kognitif)), rasa (afektif), dan karsa
(psikomotor), atau pericipta, perirasa, peritindak.


12

Dalam perkembangan selanjutnya, berdasarkan pembagian domain oleh
Bloom ini, dan untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangkan menjadi 3
tingkat ranah perilaku sebagai berikut :
1. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadp objek. Sebagian besar objek mempunyai intensitas atau tingkat yang
berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yakni :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah
ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya: tahu bahwa
buah tomat banyak mengandung vitamin C, jamban adalah tempat
membuang air besar, penyakit demam berdara ditularkan oleh gigitan
nyamuk Aedes Agepti, dan sebagainya. Untuk mengetahui atau
mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaanpertanyaan misalnya : apa tanda-tanda anak kurang gizi, apa penyebab
TBC, bagaimana cara melakukan PSN (pemberantasan sarang

nyamuk), dan sebagainya.
b. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut,
tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat

13

menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui
tersebut. Misalnya orang yang memahami cara pemberantasan
penyakit demam berdarah, bukan hanya sekedar menyebutkan 3M
(mengubur, menutup, dan menguras), tetapi harus dapat menjelaskan
mengapa harus dapat menjelaskan mengapa harus menutup, menguras,
dan sebagainya, tempat-tempat penampungan air tersebut.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dimaksud

dapat

menggunakan


atau

mengaplikasikan

atau

mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.
Misalnya seseorang yang telah paham tentang proses perencanaan, ia
harus dapat membuat perencanaan program kesehatan ditempat ia
bekerja atau dimana saja, orang yang telah paham metodologi
penelitian, ia akan mudah membuat proposal penelitian dimana saja,
dan seterusnya.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau
memisahkan,

kemudian

mencari


hubungan

antara

komponen-

komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang
diketahui. Inidikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai
pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat
membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram
(bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya, dapat

14

membedakan antara nyamuk Aedes Agepti dengan nyamuk biasa,dapat
membuat diagram (flow chart) siklus hidup cacing kremi, dan
sebagainya.
e. Sintetis (syntetis)
Sintetis menunjuk suatu kemaampuan seseorang untuk merangkum

arau meletakkan satu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintetis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi
yang telah ada. Misalnya dpat membuat atau meringkas dengan katakata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau
didengar, dan dapat mebuat kesimpulan tentang artikel yang telah
dibaca.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini
dengan sendirinya didasarkan pada uatu criteria yang ditentukan
sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Misalnya
seorang ibu dapat menilai atau menentukan seorang anak menderita
malnutriai atau tidak, seorang dapat menilai manfaat ikut keluarga
berencana bagi keluarga, dan sebagainya.
2. Sikap (attitude)
Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek
tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan

15


(senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya).
Campbell (1950) dalam Notoadmojo (2010) mendefenisikan sangat sederhana,
yakni: “An individual’s attitude is syndrome of response consistency with regard
to object”. Jadi jelas di sini

dikatakan bahwa sikap itu suatu sindrom atau

kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek. Sehingga sikap itu
melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain.
Newcomb, salah seorang ahli psikologi social menyatakan bahwa sikap adalah
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain fungsi sikap belum merupakan
tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi
perilaku (tindakan), atau reaksi tertutup (Notoadmojo, 2010).

Stimulus
( rangsangan)

Proses
stimulus


Reaksi terbuka
(tindakan)

Reaksi tertutup
( pengetahuan
dan sikap)

Gambar 2.1 hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan
(Notoadmojo,2010)
Komponen pokok sikap :
Menurut Allport (1954) sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok, yakni :

16

a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, konsep terhadap objek, artinya
bagaimana keyakinan, pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.
Sikap orang terhadap penyakit kusta misalnya, berarti bagaimana pendapat
atau keaykinan orang tersebut terhadap penyakit kusta.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya
bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya factor emosi) orang tersebut
terhadap objek.
c. Kecenderungan orang untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap
adalah merupakan komponen mendahului tindakan atau perilaku terbuka.
Sikap adalah merupakan ancang-ancang untuk bertindak atau berprilaku
terbuka (tindakan). Misalnya tentang contoh sikap terhadap penyakit kusta
diatas, adalah apa yang dilakukan seseorang bila ia menderita penyakit
kusta.
Seperti

halnya

pengetahuan,

sikap

juga

mempunyai

tingkat-tingkat

berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut :
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus
yang diberikan (objek). Misalnya sikap seseoorang terhadap periksa hamil
(ante natal care), dapat diketahui atau diukur dari kehadiran ibu untuk
mendengarkan penyuluhan tentang ante natal care di lingkungannya.
b. Menanggapi (responding)
Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap
pertanyaan atau objek yang dihadapi. Misalnya seorang ibu yang

17

mengikuti penyuluha ante natal tersebut ditanya atau diminta menanggapi
oleh penyuluh, kemudia ia menjawab atau menanggapinya.
c. Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang postif
terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain,
bahkan mengajak dan mempengaruhi atau menganjurkan orang lain
merespons. Contoh butir a tersebut, ibuitu mendiskusikan ante natal care
dengan

suaminya,

atau

bahkan

mengajak

tetangganya

untuk

mendengarkan penyuluhan ante natal care.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatnya adalah bertanggunng jawab terhadap
apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu
berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang
lain yang mencemoohkan atau ada resiko lain. Contoh tersebut, ibu yang
sudah mau mengikuti penyuluhan ante natal care, ia harus berani untuk
mengorbankan waktunya, atau mungkin kehilangan penghasilannya, atau
diomeli oleh mertuanya karena meninggalkan rumah, dan sebagainya
(Notoadmojo, 2010).
3. Tindakan atau Praktik (practice)
Seperti telah disebutkan di atas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk
bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk
terwujudnya tindakan perlu factor lain antara lain adanya fasilitas atau sarana dan
prasarana. Seorang ibu hamil sudah tahu bahwa periksa kehamilan itu penting

18

untuk kesehatannya dan janinnya, dan sudah ada niat (sikap) untuk periksa
kehamilan. Agar sikap ini meningkat menjadi tindakan, maka diperlukan bidan,
posyandu, atau Puskesmas yang dekat dari rumahnya, atau fasilitas tersebut
mudah dicapainya. Apabila tidak, kemungkinan ibu tersebut tidak akan
memeriksakan kehamilannya (Notoadmojo, 2010).
Praktik tindakan in dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya,
yakni :
a. Praktik terpimpin ( guided response)
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih
tergantung pada tuntutan atau menggunakan panduan. Misalnya, seorang ibu
memeriksakan kehamilannya tetapi masih menunggu diingatkan oleh bidan
atau tetangganya.
b. Praktik secara mekanisme (mechanism)
Apabila subjek atau seorang telah melakukan atau mempraktikan sesuatu
hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis. Misalnya
seoranvibu selalu membawa anaknya ke Posyandu untuk ditimbang, tanpa
harus menunggu perintah dari kader atau petugas kesehatan.
c. Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang.
Artinya, apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja,
tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang
berkualitas. Misalnya menggosonk gigi, bukan sekadar gosok gigi, melainkan
dengan teknik-teknik yang benar. Seorang ibu memasak memilih bahan

19

makanan bergizi tinggi meskipun bahan makanan tersebut mahal harganya
(Notoadmojo, 2010)
Berdasarkan pembagian domain perilaku kesehatan, Benyamin Bloom
(1908) dalam Notoatmodjo (2003) membagi perilaku menjadi 3 domain yang
dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan yang terdiri dari : (1) pengetahuan
peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledge), (2) sikap
atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude),
(3) praktek atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan
materi pendidikan yang diberikan (practice). Terbentuknya suatu perilaku baru,
terutama pada orang dewasa dimulai pada domain kognitif, dalam arti subjek tahu
terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau objek di luarnya,
sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut. Ini selanjutnya
menimbulkan respons batin dalam bentuk sikap subjek terhadap objek yang
diketahui. Akhirnya rangsangan itu, yakni objek yang telah diketahui dan disadari
sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi, yaitu berupa
tindakan (action) terhadap atau sehubungan dengan stimulus atau objek tadi.
2.1.3 Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus atau
objek yang berkaitan dengan sakit penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
lingkungan dan sebagainya. (Notoatmodjo 2003) Perilaku kesehatan dapat
diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu :
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)

20

Usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar
tidak sakit dan upaya penyembuhan bilamana sakit. Perilaku pemeliharaan
kesehatan terdiri dari 3 aspek :
a) Perilaku pencegahan dan penyembuhan penyakit serta pemulihan
kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
b) Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat
sehingga dapat mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
c) Perilaku gizi makanan dan minuman dapat memelihara dan meningkatan
kesehatan tetapi dapat juga menjadi penyebab menurunnya kesehatan
seseorang bahkan dapat mendatangkan penyakit.
2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan
kesehatan, (health sekiing behavior).
Perilaku yang menyangkut tindakan seseorang saat sakit/kecelakaan, mulai
dari mengobati diri sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan keluar
negeri.
3. Perilaku kesehatan lingkungan
Bagaimana seseorang merespons lingkungan baik fisik, sosial, budaya dan
sebagainya agar tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga dan
masyarakat.

21

2.1.4 Perubahan Perilaku
1. Bentuk Perubahan Perilaku
Bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan konsep yang
digunakan oleh para ahli dalam pemahamannya terhadap perilaku. Menurut WHO
dalam Notoatmodjo (2007), perubahan perilaku itu dikelompokkan menjadi tiga:
a. Perubahan alamiah (Natural Change)
Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu
disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar
terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi,
maka anggota-anggota masyarakat di dalamnya juga akan mengalami
perubahan.
b. Perubahan terencana (Planned Change)
Perubahan ini terjadi karena direncanakan sendiri oleh subjek.
Misalnya, seseorang perokok berat yang pada suatu saat terserang batuk
yang sangat mengganggu, ia memutuskan untuk mengurangi rokok sedikit
demi sedikit, dan akhirnya berhenti merokok sama sekali.
c. Kesediaan untuk berubah (Readiness to Change)
Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan
di dalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang
sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut (berubah
perilakunya), dan sebagian orang lagi sangat lambat untuk menerima
inovasi atau perubahan tersebut. Hal ini disebabkan setiap orang
mempunyai kesediaan untuk berubah (readiness to change) yang berbeda-

22

beda. Setiap orang di dalam masyarakat mempunyai kesediaan untuk
berubah yang berbeda-beda meskipun kondisinya sama.
2. Strategi Perubahan Perilaku
Menurut WHO dalam Notoatmodjo (2007), strategi untuk memperoleh
perubahan perilaku dikelompokkan 3 kelompok yaitu:
a) Memberikan kekuatan/kekuasaan atau dorongan.
Dalam hal ini perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran atau
masyarakat sehingga ia mau melakukan (berperilaku) seperti yang
diharapkan. Cara ini dapat ditempuh misalnya dengan adanya peraturanperaturan/perundangundangan

yang

harus

dipatuhi

oleh

anggota

masyarakat. Cara ini akan menghasilkan perilaku yang cepat, akan tetapi
perubahan tersebut belum tentu akan berlangsung lama karena perubahan
perilaku yang terjadi tidak atau belum didasari oleh kesadaran sendiri.
b) Pemberian infomasi.
Dengan memberikan informasi-informasi tentang cara mencapai hidup
sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit, dan
sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut.
Selanjutnya

dengan

pengetahuan-pengetahuan

itu

akan

menimbulkan

kesadaran mereka, dan akhirnya menyebabkan orang berperilaku sesuai
dengan pengetahuan yang dimilikinya
c) Diskusi Partisipasi
Cara ini adalah sebagai peningkatan cara kedua yang dalam
memberikan informasi tentang kesehatan tidak bersifat searah saja, tetapi dua

23

arah. Hal ini berarti bahwa masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi,
tetapi juga harus aktif berpartisipasi melalui diskusi-diskusi tentang informasi
yang diterimanya.
Dengan demikian maka pengetahuan kesehatan sebagai dasar perilaku
akan mereka peroleh dengan lebih mendalam. Diskusi partisipasi adalah satu
cara yang baik dalam rangka memberikan informasi-informasi dan pesanpesan kesehatan.
2.2 Scabies
2.2.1 Pengertian Scabies
Scabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh sarcoptes scabiei
varian hominis, yang penularannya terjadi secara kontak langsung. Pada tahun
1687, Benomo dalam Harahap (2000) menemukan kutu scabies pada manusia dan
von Herba pada abad XIX telah melukiskan tentang pengetahuan dasar dari
penyakit ini.
Scabies pada manusia adalah penyakit yang sangat menular yang
disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei var. hominis. Tungau ini adalah parasit
obligat untuk manusia. Scabies tidak hanya menular dengan penyakit seksual
semata-mata (Habif, 2007) tetapi mempunyai banyak faktor-faktor lain yang
mempengaruhinya seperti “personal hygiene” yang jelek dan sebagainya.
Secara Etiologi dan Patogenesis, scabies ditularkan oleh kutu betina yang
telah dibuahi, melalui kontak fisik yang erat. Penularan melalui pakaian dalam,
handuk, seprei, tempat tidur, perabot rumah, jarang terjadi. Kutu dapat hidup du
luar kulit hanya 2-3 hari dan pada suhu kamar 21℃

dengan kelembaban relative

24

40-80%. Kutu betina berukuran 0,4-0,3 mm. kutu jantan membuahi kutu betina,
dan kemudian mati. Kutu betina, setelah impregnasi, akan menggali lobang ke
dalam epidermis, kemudian membentuk terowongan di dalam stratum korneum.
Masa inkubasi scabies bervariasi, ada yang beberapa minggu bahkan berbulanbulan tanpa menunjukkan gejala (Harahap, 2000).
Sedangkan secara epidemiologik, distribusi scabies adalah pada seluruh
negara dan beberapa daerah seperti Kepulauan Carribean merupakan endemik
dengan hampir kesemuanya mengalami penyakit ini. Pada masa lalu, scabies
muncul dalam suatu siklus yang dikenal sebagai gatal tujuh tahun (Sterry 2006),
tapi ini tidak lagi terjadi. Dalam beberapa tahun terakhir, epidemik lebih pada
panti jompo, panti asuhan dan beberapa tempat yang mungkin mengalami
kesesakan. Faktor predisposisi umum adalah kepadatan penduduk (Walton SF,
2004) imigrasi, kebersihan yang buruk, status gizi buruk, tunawisma, demensia,
dan kontak seksual. Selain itu, diasosiasi dengan gangguan lain yang umum
seperti infeksi dengan leukemia T-sel manusia atau limfoma virus I (HTLV-1) dan
HIV dikaitkan dengan terjadinya scabies
(Chosidow O, 2000) Kontak langsung kulit-ke-kulit antara 15 dan 20
menit dibutuhkan untuk memindahkan tungau dari satu orang ke orang lain.
(Hicks dan Elston, 2009).
Sarcoptes scabiei var. hominis atau juga dikenal sebagai tungau , adalah
di kelas Arachnida arthropoda, subkelas Acari dan keluarga Sarcoptidae (Centers
for Disease Control and Prevention,2008). Secara anatomis tungau dewasa adalah
0.3-0.4 mm panjang ( Hunter, Savin dan Dahl, 2006) dan memiliki tubuh pipih,

25

oval dengan wrinklelike, korugasi melintang dan delapan kaki. Saluran
pencernaan mengisi sebagian besar tubuh dan mudah diamati bila tungau dilihat
pada specimen histologiknya ( Habif, 2007).
Siklus hidup tungau berlangsung selama 30 hari dan dihabiskan dalam
epidermis manusia. Tungau ini biasanya merangkak atau crawl dengan kecepatan
2,5cm pada permukaan kulit yang bersuhu normal (Munusamy, 2010).
Setelah kopulasi, tungau jantan mati dan tungau betina membentuk liang
ke dalam lapisan kulit yang dangkal dan meletakkan kira-kira 60-90 telurnya. Ova
membutuhkan 10 hari untuk berkembang menjadi tahap larva dan nimfa menjadi
tungau dewasa. Kurang dari 10% dari telur berkembang menjadi tungau dewasa.
Setelah impregnasi pada permukaan kulit, tungau betina mengeluarkan substansi
keratolytic berupa protease untuk mendegradasi stratum korneum dan membentuk
terowongan ke stratum korneum, sering membentuk terowongan yang dangkal
dalam waktu 30 menit. Secara bertahap memperluas saluran ini dengan kira-kira
0,5-5 mm/24 jam sepanjang batas stratum granulosum. Dideposit 1-3 telur oval
dan banyak pelet kotoran coklat (scybala) setiap hari (Behrman dalam Munusamy,
2007).
Ketika selesai bertelur , dalam 4-5 minggu, tungau betina meninggal
dalam liang itu. Telur menetas dalam 3-5 hari, melepaskan larva yang pindah ke
permukaan kulit dan bertukar menjadi nimfa. Kematangan dicapai dalam waktu
sekitar 2-3 minggu. Setelah kopulasi terjadi, tungau betina menyerang kulit untuk
melengkapi siklus hidup.

26

Sistem imun tubuh banyak memainkan peranan dalam infestasi tungau ini.
Secara imunologis, reaksi hipersensitivitas tipe IV dan bukan respons asing-tubuh
bertanggung jawab atas lesi, yang mungkin menunda tampaknya gejala skabiasis.
Peningkatan titer IgE terjadi pada beberapa pasien yang kronis , bersama dengan
eosinofilia, dan reaksi hipersensitivitas tipe segera terhadap ekstrak yang dibuat
dari tungau betina. Tingkat IgE menurun dalam waktu setahun setelah infestasi
tetapi Eosinofilia kembali normal segera setelah perawatan. Gejala diakui
berkembang jauh lebih cepat pada waktu reinfestasi, dan ini membuktikan bahwa
gejala dan lesi dari scabies adalah hasil dari reaksi hipersensetivitas.
Penyakit ini dimulai secara pasif. Gejala berupa seperti gigitan serangga
dan tampak seperti kulit kering. Menggaruk lokasi terowongan akan
menghancurkan dan menghapuskan tungau serta memberikan kelegaan pada
peringkat awal (Habif dalam Munusamy, 2010).
Pasien tetap nyaman selama hari tapi gatal pada malam hari.Gejala klinis
yang paling umum adalah pruritus yang amat sangat pada waktu malam. Bagi
orang dewasa, lesi kelihatan terutama pada aspek fleksor pergelangan tangan,
ruang web interdigital tangan, kaki punggung, aksila, siku, pinggang, pantat, dan
alat kelamin. Pruritic papula dan vesikula di dalam skrotum dan penis laki-laki
dan bagi perempuan areolae sangat khas (Cordoro dalam Munusamy, 2010).
Secara fizik, lesi boleh digolongkan menjadi lesi primer dan sekunder.
Lesi primer adalah manifestasi pertama dari kutu, dan ini biasanya meliputi
papula kecil, vesikula, dan liang. Lesi sekunder hasil menggosok dan menggarukgaruk, dan mereka mungkin menjadi satu-satunya manifestasi klinis dari penyakit

27

ini. Jika demikian, diagnosis harus disimpulkan oleh sejarah, distribusi lesi, dan
gejala yang menyertainya.
Sifat dari lesi primer adalah distribusi ini sangat khas. Burrows adalah
tanda patognomonik dan merupakan terowongan intraepidermal diciptakan oleh
tungau betina bergerak. Mereka muncul sebagai serpiginous, keabu-abuan dan
seperti benang ketinggian berkisar 2-10 milimeter. Mereka tidak Nampak dan
harus aktif dicari. Sebuah titik hita dapat dilihat di salah satu ujung liang itu, yang
mengindikasikan keberadaan sebuah tungau. Ukuran sebanyak 2 - 5 mm papula
merah yang dominan ditemukan di daerah intertriginosa atau hangat dan
dilindungi (Frankel dalam Munusamy, 2010).
Eritem dan vesikula terlihat dalam distribusi khas pada orang dewasa.
Vesikula adalah lesi diskrit diisi dengan cairan yang jelas, walaupun mungkin
muncul cairan keruh jika vesikel yang lebih dari beberapa hari tua. Papula jarang
mengandung

kutu

dan

kemungkinan

besar

merupakan

suatu

reaksi

hipersensitivitas. Papula yang umum pada batang penis pada pria dan di areolae
pada wanita.
Sifat dari lesi sekunder adalah lesi merupakan hasil dari menggaruk,
infeksi sekunder, dan atau respon kekebalan host terhadap kutu dan produk
mereka. Karakteristik temuan termasuk excoriasi, eksim luas, pengerasan kulit
berwarna madu, hiperpigmentasi postinflammatory, erythroderma, nodul prurigo,
dan Pioderma.
Terdapat variasi dari lesi yang berupa pioderma yaitu pruritus mengarah
ke eksoriasi dan erosi yang menjadi infeksi sekunder. Pada beberapa bagian,

28

terbentuk

lingkaran

berupa

impetigo

yang

menyebakan

terjadinya

glomerulonefritis. Selain itu, Scabies incognita merujuk pada pasien dengan
personal hygine yang baik dan terjaga serta pasien dengan penggunaan obat
kortikosteroid topikal, dimana pada kedua golongan ini diagnosis dari skabiasis
hanyalah berdasarkan dari keluahan pruritus sahaja. Scabies nodular merupakan
papula persisten yang biasanya kelihatan pada bayi dengan lokasi paling sering
adalah pangkal paha, aksila, dan alat kelamin. Kadang-kadang terlihat pada orang
dewasa terutamanya pada bagian alat kelamin. Pada biopsi, kelihatan infiltrat
walaupun setelah lama dieliminasi tungaunya. Ini karena kehadiran antigen secara
persisten. (Sterry 2006).
Selain bentuk

yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk khusus yaitu

(Harahap, 2000):
1. Scabies pada orang bersih
Scabies yang terdapat pada orang yang tingkat kebersihannya
cukup bias salah didiagnosis. Biasanya sangat sukar ditemukan
terowongan. Kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur.
2. Scabies pada bayi dan anak
Lesi scabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk
seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering
terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga
terowongan jarang ditemukan. Pada bayi , lesi terdapat dimuka.
3. Scabies yang ditularkan Oleh hewan

29

Sarcoptes scebiei varian canis dapat menyerang manusia yang
pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut. Misalnyya
peternak dan gembala. Gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak
timbul terowongan, lesi terutama terdapat pada tempat-tempat
kontak. Dan akan sembuh sendiri apabila menjauhi hewan tersebut
dan mandi bersih-bersih.
4. Scabies noduler
Nodul terjadi akibat reaksi hipersenitivitas. Tempat yang sering
dikenai adalah genitalia pria, lipat paha, dan aksila. Lesi ini dapat
menetap beberapa minggu hingga beberapa bulan, bahkan hingga
satu tahun walaupun telah mendapat pengobatan anti scabies.
5. Scabies incognito
Obat steroid topical atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan
tanda scabies, sementara infeksi tetap ada. Sebaliknya, pengobatan
dengan steroid topical yang lama dapat pula menyebabkan lesi
bertambah hebat. Hal ini mungkin di sebabkan oleh karena
penurunan respons imun seluler.
6. Scabies terbaring di tempat tidur (bed-ridden)
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus
tinggal di tempat tidur dapat menderita yang lesinya terbatas.
7. Scabies krustosa (Norwegian scabies)
Lesinya berupa gambaran eritrodermi yang disertai skuama
generalisata, eritema, dan distrofi kuku. Krusta terdapat banyak

30

sekali. Krusta ini melindungi sarcoptes scabiei di bawahnya.
Bentuk ini mudah menular karena populasi sarcoptes scabiei
sangat tinggi dan gatal tidak menonjol. Bentuk ini sering salah
didiagnosis, malahan kadang diagnosisnya baru dapat ditegakkan
setelah penderita menularkan penyakitnya ke orang banyak. Sering
terdapat pada orang tua dan orang yang menderita retardasi mental
(down’s syndrome), sensasi kulit yang rendah (lepra, syringomelia
dan tebas dorsalis), penderita penyakit sistemik yang berat
(leukemia dan diabetes), dan penderita imunosupresif (misalnya
pada penderita AIDS atau setelah pengobatan glukokortikoid atau
sitotoksik jangka panjang.

Diagnosa berdasarkan oleh identifikasi mikroskopis tungau, larva, ova,
atau scybala (pelet tinja) dalam mengorek kulit. Selain itu, Peningkatan titer
imunoglobulin E dan eosinofilia mungkin akan ditunjukkan pada beberapa pasien
dengan infeksi scabies ( Cordoro, 2009).
Selain

itu

penggunaan

alat

seperti

Dermoskopi

memungkinkan

mengidentifikasi struktur segitiga yang sesuai dengan bagian anterior dari tungau
termasuk bagian mulut dan 2 pasang kaki depan. Aspek ini telah digambarkan
sebagai pesawat jet mirip dengan jejak, sebuah glider delta atau spermatozoid.
Dermoskopi adalah alat yang berguna untuk diagnosis skabiasis baik sebagai tes
diagnostik atau panduan bagi tes diagnostik tradisional (Prins C,2004).

31

Prosedur dalam pemeriksaan adalah untuk scrapping kulit, tempatkan
setetes minyak mineral pada slide kaca, menyentuh minyak mineral, dan situs
menggores kulit penuh dengan menggunakan scapel blade No.15 ( Habif, 2007),
sebaiknya lesi primer seperti vesikula, papula , dan liang. Kulit dikorek diletakkan
pada slide kaca, ditutupi dengan coverslip, dan diperiksa di bawah mikroskop
cahaya

pada

pembesaran

40x.

Beberapa

korekan

diperlukan

untuk

mengidentifikasi tungau atau produk mereka. Alternatif lain adalah dengan
menggunakan solusi tetrasiklin Topical untuk uji tinta liang. Setelah aplikasi dan
penghapusan solusi tetrasiklin kelebihan dengan alkohol, liang itu diperiksa di
bawah lampu Wood. Tetrasiklin tersisa dalam liang fluoresces warna kehijauan.
Metode ini lebih disukai karena tetrasiklin merupakan solusi yang tidak berwarna
dan daerah besar kulit dapat diperiksa.
Dalam pemeriksaan histologis, didapati bahwa adanya infiltrat yang
superfisial dan dalam terdiri dari limfosit, histiosit, sel mast, dan eosinofil.
Spongiosis dan pembentukan vesikel dengan exocytosis dari eosinofil dan
neutrofil sesekali hadir. Biopsi dari lesi yang lebih tua tidak berguna untuk
diagnostik karena tidak persis. Kondisi kulit

kadang-kadang selesai spontan.

Penatalaksaan berupa 5% pimetrin atau krim permetrin (Elimite) atau
hexachloride gamma benzena (lindana), tetapi mungkin neurotoksik dan tidak
disarankan untuk wanita hamil atau menyusui (Cordoro, 2009).
Juga boleh digunakan crotamiton 10%, N-etil-o-crotonotoluidide (Eurax)
untuk bayi di bawah 2 bulan. Mandi air hangat sebelum aplikasi karena ini
meningkatkan efektivitas pengobatan dan harus diingat bahwa dengan daerah lesi,

32

penyerapan meningkat. Selimut dan pakaian harus dicuci selalu dengan air panas.
Untuk kasus resisten atau epidemic, ivermectin 150-400μ g/kg po diberikan pada
hari 1 dan 14 adalah sangat efektif (Sterry, 2006).
Scabicide harus diterapkan selama 8 sampai 12 jam dan kemudian
dibersihkan. Ulangi aplikasi dalam 1 minggu jika tungau hidup atau telur yang
masih ada. Hilangkan fomites dengan mencuci pakaian dan alas tidur dan panas
pengeringan (lebih dari 50 º C) atau dengan menyimpan dalam wadah plastik
tertutup selama 7 hari. Infeksi Sekunder mengharuskan penggunaan antibiotik
berdasarkan pada data kultur dan sensitivitas. Flaring atau pengaktifan kembali
sudah ada ekzema atau dermatitis atopik memerlukan penggunaan pengobatan
ekzema standar. Komplikasi dari scabies adalah Acarophobia yaitu takut terhadap
infeksi yang persisten selepas pengobatan. Ini boleh menyebabkan efek psikik
yang serius pada pasien (Sterry 2006).
Selain itu, boleh juga menyebabkan sepsis sekunder dan komplikasi pascainfeksi. Beberapa pasien mengalami bentuk ekstrim dari penyakit ini, yaitu
crusted scabies, di mana ratusan tungau dapat menempati kulit menyebabkan
pengerasan kulit yang parah dan hiperkeratosis (Walton SF,2004).
Prognosis sangat baik dengan diagnosa yang tepat dan perawatan pada
orang yang sehat. Bagi pasien yang Immunocompromised mempunyai risiko
mendapat crusted scabies yang terkait dengan hasil yang kurang menguntungkan.
2.2.2 Personal Hygiene sebagai Pencegahan Scabies
Hygiene dedefinisikan sebagai ilmu kebersihan dan meningkatkan
kesehatan baik individu dan masyarakat (The Columbia Encyclopedia, 2008).

33

Hygiene memiliki banyak aspek seperti kebersihan pribadi yang terdiri dari
kebiasaan hidup yang teratur, kebersihan tubuh dan pakaian, diet sehat, seimbang
rejimen istirahat dan olahraga. Kebersihan domestik seperti sanitasi dalam
persiapan makanan, kebersihan, dan ventilasi rumah. Kebersihan umum seperti
pengawasan air dan suplai makanan, penahanan penyakit menular, pembuangan
sampah dan limbah, pengendalian pencemaran udara dan air. Kebersihan industri
seperti langkah-langkah yang meminimalkan penyakit kerja dan kecelakaan serta
higiene mental yaitu faktor mental dan emosional dalam gaya hidup sehat.
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization-WHO) mempromosikan
praktek-praktek higienis di tingkat internasional. Antaranya adalah tabiat mandi
yaitu membersihkan kulit dengan penghapusan mekanik bakteri dari korneosit.
Jumlah bakteri yang setidaknya sama tinggi atau lebih tinggi setelah mandi atau
mandi dengan sabun biasa daripada sebelumnya. Untuk pencegahan scabies,
sekurang-kurangnya mandi 2 kali sehari diperlukan. Mandi dengan produk
antimikroba mengurangi tingkat infeksi kulit dan bisa bermanfaat saat infeksi
kulit yang mungkin atau sebelum prosedur bedah tertentu (Simamora M, 2013)
2.2.3 Kepadatan sebagai Faktor Predisposisi Scabies
Kepadatan adalah sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan atau
sejumlah individu yang berada di suatu ruang atau wilayah tertentu dan lebih
bersifat fisik. Suatu Keadaan dikatakan lebih bersifat padat bila jumlah manusia
pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas
ruangannya (Hasnida S, 2002).

34

Menurut Hasnida, Terlihat bahwa lantai rumah yang kurang dari 10 meter
persegi per orang merupakan faktor resiko yang bermakna baik untuk terjadinya
penyaki t. Penelitian terhadap manusia dibuat untuk mengetahui reaksi manusia
terhadap kepadatan dan hasilnya dampak memperlihatkan hal-hal negative dari
kepadatan. Pertama diperhatikan ketidaknyahmanan dan kecemasan, peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah, hingga terjadi penurunan kesehatan. Keduanya
adalah peningkatan agresivitas atau menjadi sangat turun yaitu berdiam diri atau
murung bila kepadatan tinggi sekali. Juga diperhatikan kehilangan minat untuk
berkomunikasi, bekerjasama, dan tolong-menolong sesame anggota kelompok.
Ketiga, terjadi penurunan ketekunan dalam pemecahan persoalan atau pekerjaan.
Dalam penelitian tersebut diketahui pula bahwa dampak negatif kepadatan lebih
berpengaruh terhadap pria berbanding wanita. Pria bereaksi lebih negatif terhadap
anggota kelompok baik, pada kepadatan tinggi atau kepadatan rendah justru
wanita lebih menyukai anggota kelompoknya pada kepadatan tinggi. Kesesakan
atau crowding merupakan persepsi individu terhadap keterbatasan ruang, sehinga
lebih bersifat psikis (Simamora M, 2013)
Kesesakan terjadi bila mekanisme privasi individu gagal berfungsi dengan
baik karena individu atau kelompok terlalu banyak berinteraksi dengan yang lain
tanpa diinginkan individu tersebut. Kepadatan yang tinggi dapat mengakibatkan
kesesakan pada individu.

35

2.3 Anak Panti Asuhan
2.3.1 Pengertian Panti Asuhan
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan panti asuhan sebagai rumah
tempat memelihara dan merawat anak yatim piatu dan sebagainya. Departemen
Sosial Republik Indonesia menjelaskan bahwa: “Panti asuhan adalah suatu
lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk
memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak telantar dengan
melaksanakan penyantunan dan pengentasan anak telantar, memberikan
pelayanan pengganti fisik, mental, dan sosial pada anak asuh, sehingga
memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan
kepribadiannya sesuai dengan yang diharapkan sebagai bagian dari generasi
penerus cita-cita bangsa dan sebagai insan yang akan turut serta aktif di dalam
bidang pembangunan nasional.” Kesimpulan dari uraian di atas bahwa panti
asuhan merupakan lembaga kesejahteraan sosial yang bertanggung jawab
memberikan pelayanan pengganti dalam pemenuhan kebutuhan fisik, mental, dan
sosial pada anak asuhnya, sehingga mereka memperoleh kesempatan yang luas,
tepat dan memadai bagi perkembangan kepribadian sesuai dengan harapan.
2.3.2 Tujuan Panti Asuhan
Tujuan panti asuhan menurut Departemen Sosial Republik Indonesia
yaitu:
1. Panti asuhan memberikan pelayanan yang berdasarkan pada profesi
pekerja sosial kepada anak terlantar dengan cara membantu dan
membimbing mereka ke arah perkembangan pribadi yang wajar serta

36

mempunyai keterampilan kerja, sehingga mereka menjadi anggota
masyarakat yang dapat hidup layak dan penuh tanggung jawab, baik
terhadap dirinya, keluarga, dan masyarakat.
2. Tujuan penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial anak di panti
asuhan adalah terbentuknya manusia-manusia yang berkepribadian matang
dan berdedikasi, mempunyai keterampilan kerja yang mampu menopang
hidupnya dan hidup keluarganya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan panti asuhan adalah
memberikan pelayanan, bimbingan, dan keterampilan kepada anak asuh agar
menjadi manusia yang berkualitas.
2.3.3Fungsi Panti Asuhan
Panti asuhan berfungsi sebagai sarana pembinaan dan pengentasan anak
telantar. Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia panti asuhan mempunyai
fungsi sebagai berikut:
1. Sebagai pusat pelayanan kesejahteraan sosial anak.
Panti asuhan berfungsi sebagai pemulihan, perlindungan, pengembangan
dan pencegahan.:
-

Fungsi

pemulihan

dan

pengentasan

anak

ditujukan

untuk

mengembalikan dan menanamkan fungsi sosial anak asuh. Fungsi ini
mencakup kombinasi dari ragam keahlian, teknik, dan fasilitas-fasiltias
khusus

yang ditujukan

demi

tercapainya

pemeliharaan

fisik,

penyesuaian sosial, psikologis penyuluhan, dan bimbingan pribadi
maupun kerja, latihan kerja serta penempatannya.

37

-

Fungsi perlindungan merupakan fungsi yang menghindarkan anak dari
keterlambatan dan perlakuan kejam. Fungsi ini diarahkan pula bagi
keluarga-keluarga dalam rangka meningkatkan kemampuan keluarga
untuk mengasuh dan melindungi keluarga dari kemungkinan terjadinya
perpecahan.

-

Fungsi pengembangan menitikberatkan pada keefektifan peranan anak
asuh, tanggung jawabnya kepada anak asuh dan kepada orang lain,
kepuasan yang diperoleh karena kegiatan-kegiatan yang dilakukannya.
Pendekatan ini lebih menekankan pada pengembangan potensi dan
kemampuan anak asuh dan bukan penyembuhan dalam arti lebih
menekankan

pada

pengembangan

kemampuannya

untuk

mengembangkan diri sendiri sesuai dengan situasi dan kondisi
lingkungan.
-

Fungsi

pencegahan

menitikberatkan

pada

intervensi

terhadap

lingkungan sosial anak asuh yang ebrtujuan di satu pihak dapat
menghindarkan anak asuh dari pola tingkah laku yang sifatnya
menyimpang, di lain pihak mendorong lingkungan sosial untuk
mengembangkan pola-pola tingkah laku yang wajar.
2. Sebagai pusat data dan informasi serta konsultasi kesejahteraan sosial anak.
3. Sebagai pusat pengembangan keterampilan (yang merupakan fungsi
penunjang).
Panti asuhan sebagai lembaga yang melaksanakan fungsi keluarga dan

38

masyarakat

dalam

perkembangan

dan

kepribadian

anak-anak

remaja.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi panti asuhan adalah
memberikan pelayanan, informasi, konsultasi, dan pengembangan keterampilan
bagi kesejahteraan sosial anak.

2.3.4 Prinsip Pelayanan Panti Asuhan
Pelayanan Panti Asuhan bersifat preventif, kuratif dan rehabilitatif, serta
pengembangan, yakni:
1. Pelayanan Preventif adalah suatu proses kegiatan yang bertujuan
untuk menghindarkan tumbuh dan berkembangnya permasalahan anak
2. Pelayanan Kuratif dan Rehabilitatif adalah suatu proses kegiatan yang
bertujuan untuk penyembuhan atau pemecahan permasalahan anak.
Pelayanan Pengembangan adalah suatu proses kegiatan yang bertujuan
untuk meningkatkan mutu pelayanan dengan cara membentuk kelompokkelompok anak dengan lingkungan sekitarnya, menggali semaksimal mungkin,
meningkatkan kemampuan sesuai dengan bakat anak, menggali sumber-sumber
baik di dalam maupun luar panti semaksimal mungkin dalam rangka
pembangunan kesejahteraan anak.
2.3.5 Pelaksana Pengasuhan dalam Panti Asuhan
Panti/ lembaga asuhan dalam perannya membina dan membimbing anakanak penghuni panti, harus memiliki beberapa orang sebagai pelaksana

39

pengasuhan. Seorang pelaksana akan membawa anak untuk mencapai hak-hak
mereka sehingga kebutuhan permanensi anak penghuni panti asuhan akan
terpenuhi. Selain itu, pelaksana pengasuhan juga berperan mendukung orang tua
atau anggota keluarga lainnya untuk tetap melaksanakan perannya sebagai orang
tua selama anak tinggal di panti asuhan. Pelaksana pengasuhan dalam panti
asuhan terdiri atas:
a.

Pengasuh
Panti asuhan harus menyediakan pengasuh yang bertangggungjawab

terhadap setiap anak asuh dan melaksanakan tugas sebagai pengasuh serta tidak
merangkap tugas lain untuk mengoptimalkan pengasuhan. Setiap pengasuh harus
mempunyai kompetensi dan pengalaman dalam pengasuhan serta kemauan untuk
mengasuh yang dalam pelaksanaannya mendapatkan supervisi dari pekerja sosial
atau Dinas Sosial/ Kesejahteraan Sosial. Seleksi terhadap calon pengasuh
merupakan tahap yang wajib dilakukan pihak panti asuhan dengan memperhatikan
kebutuhan akan pengasuh perempuan dan laki-laki sesuai dengan jenis kelamin
anak yang diasuh. Pengasuh perlu memiliki beberapa hal sebagai berikut:
-

Pengetahuan tentang tahapan perkembangan anak, mengenali dan
memahami tanda-tanda kekerasan dan solusinya, mendukung dan
mendorong perilaku positif, berkomunikasi dan bekerja bersama anak
baik secara individual maupun kelompok, mempromosikan dan
memungkinkan anak untuk melakukan pilihan dan berpartisipasi
dalam berbagai aspek kehidupannya, melakukan pengawasan dalam

40

bentuk positif terhadap perilaku anak, menghargai setiap martabat anak
serta menyediakan kebutuhan fisik anak.
-

Pengalaman bekerja di bidang pelayanan anak, sehat jasmani (tidak
memiliki penyakit menular) dan rohani (mental) serta mampu bekerja
mendukung panti asuhan.

-

Komitmen dan kemauan untuk mengasuh anak yang dinyatakan secara
tertulis.

Dalam kaitannya dengan membangun suatu suasana nyaman dan aman
seperti sebuah rumah untuk anak-anak, panti asuhan harus menciptakan
lingkungan tempat tinggal yang menyerupai keluarga dan memungkinkan anak
asuh untuk memperoleh pengasuhan dari pengasuh tetap/ tidak berubah-ubah
seperti halnya dari orang tua. Sebagai pengganti peran orangtua bagi anak-anak
asuh, seorang pengasuh perlu mengupayakan terbangunnya relasi dan kedekatan
dengan anak secara optimal, mendiskusikan isu dan masalah yang dihadapi anak,
mencari solusinya, dan memberikan dukungan individual kepada anak.
Panti asuhan perlu menetapkan proporsi pengasuh yang seimbang
berdasarkan

asesmen

terhadap

kebutuhan

anak

akan

pengasuhan

dan

perkembangan anak. Pertimbangan jumlah anak untuk ditempatkan dalam sistem
keluarga (cottage) atau wisma dengan menempatkan sejumlah pengasuh di setiap
keluarga atau wisma juga satu langkah yang perlu dilakukan pihak panti asuhan,
di mana setidaknya ada 1 (satu) orang pengasuh yang akan membimbing dan
membina 5 (lima) orang anak baik dalam sistem keluarga (cottage) maupun
wisma.

41

b. Pekerja sosial
Pekerja Sosial Profesional adalah seorang yang bekerja, baik di lembaga
pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan
sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan,
pelatihan, dan/atau pengalaman praktik pekerjaan sosial untuk melaksanakan
tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial.

2.3.6 Fasilitas dalam Panti Asuhan
Panti asuhan harus menyediakan fasilitas yang lengkap, memadai, sehat,
dan aman bagi anak asuh untuk mendukung pelaksanaan pengasuhan. Beberapa
fasilitas yang wajib disediakan dalam panti asuhan antara lain fasilitas yang
mendukung privasi anak sebagai fasilitas primer, fasilitas-fasilitas pendukung, dan
pengaturan staf panti asuhan beserta pihak pengelolanya.
a. Fasilitas yang mendukung privasi anak.
Mencakup bagaimana panti asuhan sanggup menyediakan ruangruang yang sanggup mengoptimalkan kenyamanan masing-masing anak
asuh

dalam

memenuhi

kebutuhan

dan

aktivitas

yang

sifatnya

pribadi/privat. Beberapa kriteria yang harus disediakan panti asuhan untuk
menunjang aspek privasi anak asuh penghuni panti asuhan adalah sebagai
berikut:
-

Panti asuhan menyediakan tempat tinggal yang dapat memenuhi
kebutuhan dan privasi anak, di mana tempat tinggal dan ruang
tidur antara anak laki-laki dan perempuan dibedakan/dipisah.

42

-

Panti asuhan menyediakan tempat tinggal untuk pengasuh agar
pengasuh bisa memantau aktivitas anak sepanjang hari termasuk di
malam hari (pengawasan selama 24 jam dan kontinu)

-

Panti asuhan harus menyediakan kamar tidur dengan ukuran 9
muntuk 2 (dua) anak, yang dilengkapi lemari untuk menyimpan
barang pribadi anak.

-

Panti asuhan harus menyediakan kamar mandi anak laki-laki dan
perempuan secara terpisah dan berada di dalam ruangan yang
sama dengan bangunan tempat tinggal anak.

-

Tersedianya toilet yang aman, bersih, dan terjaga privasinya untuk
anak laki-laki dan perempuan secara terpisah dan berada di dalam
ruangan yang sama dengan bangunan tempat tinggal anak.

b. Fasilitas Pendukung
Fasilitas pendukung merupakan beberapa fasilitas-fasilitas yang
sifatnya untuk kepentingan bersama/komunal. Fasilitas yang sifatnya semi
publik dan publik. Dalam panti asuhan, fasilitas-fasilitas pendukung yang
perlu diupayakan mencakup beberapa kriteria sebagai berikut:
-

Tersedianya ruang makan yang bersih dengan perlengkapan makan
sesuai dengan jumlah anak asuh penghuni panti asuhan.

-

Panti asuhan harus menyediakan tempat beribadah di lingkungan
panti asuhan untuk semua jenis agama yang dianut anak yang
dilengkapi dengan prasarana untuk kegiatan ibadah.

43

-

Panti asuhan harus menyediakan ruang kesehatan yang bisa
memberikan pelayanan reguler yang dilengkapi petugas medis,
perlengkapan medis dan obat-obatan yang sesuai dengan kebutuhan
penyakit anak.

-

Panti asuhan harus menyediakan ruang belajar dan perpustakaan
dengan pencahayaan yang cukup baik siang maupun malam hari

-

Panti asuhan perlu menyediakan ruang bermain, olahraga, dan
kesenian yang dilengkapi peralatan yang sesuai dengan minat dan
bakat anak.

-

Panti asuhan menyediakan ruangan yang dapat digunakan oleh anak
maupun keluarganya untuk berkonsultasi secara pribadi dengan
pekerja sosial atau pengurus panti. Atau bisa juga digunakan sebagai
ruang pribadi anak ketika anak ingin menyendiri.

-

Panti asuhan perlu menyediakan ruang tamu yang bersih, rapi, dan

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Hubungan Antara Kepercayaan Diri DenganMotivasi Berprestasi Remaja Panti Asuhan

17 116 2

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Efek Pemberian Ekstrak Daun Pepaya Muda (Carica papaya) Terhadap Jumlah Sel Makrofag Pada Gingiva Tikus Wistar Yang Diinduksi Porphyromonas gingivalis

10 64 5

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ORANG TUA MENIKAHKAN ANAK PEREMPUANYA PADA USIA DINI ( Studi Deskriptif di Desa Tempurejo, Kecamatan Tempurejo, Kabupaten Jember)

12 105 72