Analisis Kebijakan Luar Negeri Indonesia
Nezar Ibrahim
170210110099
Analisis Pengambilan Kebijakan dari sisi Liberalisme
Perubahan-perubahan dalam tata hubungan internasional yang memberi perhatian lebih
pada permasalahan demokrasi dan juga permasalahan Hak Asasi Manusia sangat mempengaruhi
pada kebijakan-kebijakan suatu negara yang diterapkan secara internal maupun eksternal. Seperti
yang kita ketahui, Myanmar pada saat itu sedang mengalami transisi demokrasi dan perwujudan
dari politik Indonesia yang bebas aktif serta sesuai dengan inginnya Indonesia untuk
meningkatkan kualitas dari diplomasi Indonesia secara bilateral untuk memperjuangkan
kepentingan nasionalnya. Sesuai dengan ideologi atau prinsip dasar, Indonesia harus tetap dapat
mempertahankan dynamic equilibrium. Indonesia harus tetap menjaga keaktifan dan partisipasi
di ASEAN, khususnya dalam isu HAM dan demokratisasi Myanmar, dan juga di keanggotaan
PBB (dimana pada saat itu menjadi anggota tidak tetap DK PBB). Sebagai negara terpilih
dengan suara besar, Indonesia bisa menjadi pemain kunci untuk memastikan semua prosedur
HAM ditegakkan tanpa pertimbangan politik. Ini bukan ilusi, selain perkembangan domestik
HAM dan demokrasi, juga dalam relasi luar negeri. Mengingat bahwa Indonesia merupakan
negara demokrasi, makasangat jelas bahwa pemerintah harus secara penuh mendukung
perkembangan kasus ini apabila ingin memastikan perdamaian di dunia ini.
Dalam pengambilan keputusan tersebut di Markas Besar PBB, kesepuluhan negara
ASEAN terbagi menjadi 2 kubu, yaitu penolakan secara langsung rancangan resolusi dan
penyataan "abstain". Indonesia, SIngapura, Thailand, Filipina, dan Brunei Darussalam berada
dalam kubu yang memilih untuk abstain. Pengambilan keputusan Indonesia untuk abstain adalah
untuk menunjukkan rasa kekecewaannya sebab tidak ada mufakat antara pengaju rancangan
resolusi dengan pihak Myanmarnya sendiri. Marty Natalegawa sebagai Duta Besar Indonesia
untuk PBB pada saat itu menyatakan "Dewan Keamanan saja, lembaga yang sedemikian
politisnya, dapat mencapai konsesus. Dalam isu Myanmar ini, tidak ada upaya yang lebih
optimal untuk mencapai konsensus."1 Indonesia merupakan satu-satunya negara ASEAN yang
1 "Komite MU PBB Keluarkan Resolusi Soal Myanmar, RI Abstain Markas Besar PBB, New York," Warta Terkini,
Novermber 2007. Dakses dari: http://berita.i-y-i.com/61/28/45/komite-mu-pbb-keluarkan-resolusi-soal-myanmar-ri-
menyatakan menolak mosi Myanmar. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan PM
China Wen Jiabao ternyata memiliki pandangan yang hampir serupa terhadap penyelesaian
masalah politik di Myanmar, yaitu tidak perlu dilakukan dengan cara penekanan- penekanan.
Indonesia merupakan satu-satunya negara ASEAN yang menolak mosi Myanmar untuk
tidak membahas isu HAM dan demokratisasi mereka, terlihat sekali kekecewaan Indonesia.
Meskipun demikian, Indonesia memahami perlunya kerjasama dan dorongan dari negara-negara
se-regional untuk dapat mencapai kepentingan bersama maupun kepentingan nasional masingmasing negara. Dalam mosi
PBB ini, pemain kunci yang aktif dalam permasalahan isu
merupakan negara-negara anggota ASEAN yang lebih memahami latar belakang dan kasus yang
terjadi di Myanmar karena adanya sejarah masing-masing yang serupa dan bahkan sama.
Keaktifan para negara ASEAN dalam kasus ini menunjukkan adanya pergeseran dari
beberapa negara anggota untuk mempedulikan HAM bagi masyarakat mereka sendiri maupun
masyarakat global. Dengan kata lain, dorongan dari Indonesia ini secara perlahan menyebarkan
paham demokrasi yang dapat menggeser sistem pemerintahan berbagai negara. Menurut kami,
penyebaran ini dilandaskan perlunya sistem pemerintah yang demokratis agar dapat mencapai
tujuan bersama dari mayoritas negara di dunia yang sudah menerapkan sistem demokrasi di
negaranya, yaitu dengan asumsi dasar dari teori democratic peace.
Sumber Referensi:
Hamid, Usman (2014) Dilema Indonesia di Dewan HAM [WWW] UNISODEM, 20 Juli.
Diakses dari: http://www.unisosdem.org/article_detail.php?
aid=6430&coid=3&caid=31&gid=3 [25/10/2014]
N.A. (2007) Komite MU PBB Keluarkan Resolusi Soal Myanmar, RI Abstain Markas Besar
PBB, New York [WWW] Warta Terkini, Novermber. Dakses dari: http://berita.i-yi.com/61/28/45/komite-mu-pbb-keluarkan-resolusi-soal-myanmar-ri-abstain.htm
[25/10/2014]
Noviantika, Karina (2007) Abstain di DK PBB, RI Optimis Soal Myanmar [WWW] Detik News,
14 Januari. Diakses dari:
http://news.detik.com/read/2007/01/14/035847/729976/10/abstain-di-dk-pbb-ri-optimissoal-myanmar?nd771104bcj [25/10/2014]
abstain.htm
Rudi (2012) Indonesia Terapkan Kebijakan Constructive Engagement dengan Myanmar
[WWW] Lensa Indonesia, 2 September. Diakses dari:
http://www.lensaindonesia.com/2012/09/02/indonesia-terapkan-kebijakan-constructiveengagement-dengan-myanmar.html [25/10/2014]
170210110099
Analisis Pengambilan Kebijakan dari sisi Liberalisme
Perubahan-perubahan dalam tata hubungan internasional yang memberi perhatian lebih
pada permasalahan demokrasi dan juga permasalahan Hak Asasi Manusia sangat mempengaruhi
pada kebijakan-kebijakan suatu negara yang diterapkan secara internal maupun eksternal. Seperti
yang kita ketahui, Myanmar pada saat itu sedang mengalami transisi demokrasi dan perwujudan
dari politik Indonesia yang bebas aktif serta sesuai dengan inginnya Indonesia untuk
meningkatkan kualitas dari diplomasi Indonesia secara bilateral untuk memperjuangkan
kepentingan nasionalnya. Sesuai dengan ideologi atau prinsip dasar, Indonesia harus tetap dapat
mempertahankan dynamic equilibrium. Indonesia harus tetap menjaga keaktifan dan partisipasi
di ASEAN, khususnya dalam isu HAM dan demokratisasi Myanmar, dan juga di keanggotaan
PBB (dimana pada saat itu menjadi anggota tidak tetap DK PBB). Sebagai negara terpilih
dengan suara besar, Indonesia bisa menjadi pemain kunci untuk memastikan semua prosedur
HAM ditegakkan tanpa pertimbangan politik. Ini bukan ilusi, selain perkembangan domestik
HAM dan demokrasi, juga dalam relasi luar negeri. Mengingat bahwa Indonesia merupakan
negara demokrasi, makasangat jelas bahwa pemerintah harus secara penuh mendukung
perkembangan kasus ini apabila ingin memastikan perdamaian di dunia ini.
Dalam pengambilan keputusan tersebut di Markas Besar PBB, kesepuluhan negara
ASEAN terbagi menjadi 2 kubu, yaitu penolakan secara langsung rancangan resolusi dan
penyataan "abstain". Indonesia, SIngapura, Thailand, Filipina, dan Brunei Darussalam berada
dalam kubu yang memilih untuk abstain. Pengambilan keputusan Indonesia untuk abstain adalah
untuk menunjukkan rasa kekecewaannya sebab tidak ada mufakat antara pengaju rancangan
resolusi dengan pihak Myanmarnya sendiri. Marty Natalegawa sebagai Duta Besar Indonesia
untuk PBB pada saat itu menyatakan "Dewan Keamanan saja, lembaga yang sedemikian
politisnya, dapat mencapai konsesus. Dalam isu Myanmar ini, tidak ada upaya yang lebih
optimal untuk mencapai konsensus."1 Indonesia merupakan satu-satunya negara ASEAN yang
1 "Komite MU PBB Keluarkan Resolusi Soal Myanmar, RI Abstain Markas Besar PBB, New York," Warta Terkini,
Novermber 2007. Dakses dari: http://berita.i-y-i.com/61/28/45/komite-mu-pbb-keluarkan-resolusi-soal-myanmar-ri-
menyatakan menolak mosi Myanmar. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan PM
China Wen Jiabao ternyata memiliki pandangan yang hampir serupa terhadap penyelesaian
masalah politik di Myanmar, yaitu tidak perlu dilakukan dengan cara penekanan- penekanan.
Indonesia merupakan satu-satunya negara ASEAN yang menolak mosi Myanmar untuk
tidak membahas isu HAM dan demokratisasi mereka, terlihat sekali kekecewaan Indonesia.
Meskipun demikian, Indonesia memahami perlunya kerjasama dan dorongan dari negara-negara
se-regional untuk dapat mencapai kepentingan bersama maupun kepentingan nasional masingmasing negara. Dalam mosi
PBB ini, pemain kunci yang aktif dalam permasalahan isu
merupakan negara-negara anggota ASEAN yang lebih memahami latar belakang dan kasus yang
terjadi di Myanmar karena adanya sejarah masing-masing yang serupa dan bahkan sama.
Keaktifan para negara ASEAN dalam kasus ini menunjukkan adanya pergeseran dari
beberapa negara anggota untuk mempedulikan HAM bagi masyarakat mereka sendiri maupun
masyarakat global. Dengan kata lain, dorongan dari Indonesia ini secara perlahan menyebarkan
paham demokrasi yang dapat menggeser sistem pemerintahan berbagai negara. Menurut kami,
penyebaran ini dilandaskan perlunya sistem pemerintah yang demokratis agar dapat mencapai
tujuan bersama dari mayoritas negara di dunia yang sudah menerapkan sistem demokrasi di
negaranya, yaitu dengan asumsi dasar dari teori democratic peace.
Sumber Referensi:
Hamid, Usman (2014) Dilema Indonesia di Dewan HAM [WWW] UNISODEM, 20 Juli.
Diakses dari: http://www.unisosdem.org/article_detail.php?
aid=6430&coid=3&caid=31&gid=3 [25/10/2014]
N.A. (2007) Komite MU PBB Keluarkan Resolusi Soal Myanmar, RI Abstain Markas Besar
PBB, New York [WWW] Warta Terkini, Novermber. Dakses dari: http://berita.i-yi.com/61/28/45/komite-mu-pbb-keluarkan-resolusi-soal-myanmar-ri-abstain.htm
[25/10/2014]
Noviantika, Karina (2007) Abstain di DK PBB, RI Optimis Soal Myanmar [WWW] Detik News,
14 Januari. Diakses dari:
http://news.detik.com/read/2007/01/14/035847/729976/10/abstain-di-dk-pbb-ri-optimissoal-myanmar?nd771104bcj [25/10/2014]
abstain.htm
Rudi (2012) Indonesia Terapkan Kebijakan Constructive Engagement dengan Myanmar
[WWW] Lensa Indonesia, 2 September. Diakses dari:
http://www.lensaindonesia.com/2012/09/02/indonesia-terapkan-kebijakan-constructiveengagement-dengan-myanmar.html [25/10/2014]