GEBYAR KEPENDUDUKAN AIRLANGGA GPA 1.0 LO

GEBYAR KEPENDUDUKAN AIRLANGGA (GPA) 1.0
“LOMBA ESAI NASIONAL 2016”
PROGRAM “BASIKAL” UNTUK PEMBANGUNAN DESA
BERKELANJUTAN BERWAWASAN KEPENDUDUKAN

Disusun oleh :
Jeanne Paulina Kristianto
UPT SMAN 3 Kota Mojokerto
Jalan Pemuda Nomor 33, Kota Mojokerto 61319
Nomor Telepon (0321) 322235

Unit Kegiatan Mahasiswa Kependudukaan
Universitas Airlangga
2016

PROGRAM “BASIKAL” UNTUK PEMBANGUNAN DESA
BERKELANJUTAN BERWAWASAN KEPENDUDUKAN
Jeanne Paulina Kristianto
UPT SMAN 3 Kota Mojokerto
Jalan Pemuda Nomor 33, Kota Mojokerto 61319
Email : jeanepaulin@yahoo.co.id


Desa merupakan suatu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari konsep
kenegaraan. Menurut UU No. 5 Tahun 1979, desa merupakan wilayah 50-100
hektar yang ditempati sejumlah penduduk dengan batas maksimal 2.500 jiwa
sebagai kesatuan masyarakatnya dibawah pimpinan camat dan berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan negara. (Machrus, Yus.
Jumlah

Desa

di

Indonesia

Tahun

2015.

(Online).


2016.

http://desawirausaha.blogspot.com/2016/01/jumlah-desa-di-indonesia-tahun2015.html, diakses pada 19 September 2016).
Meskipun terkesan sebagai suatu kesatuan yang kecil, dalam konteks lain
desa dapat menjadi kunci kesuksesan tegaknya suatu negara. Salah satu syarat
terbentuknya desa adalah adanya keberadaan penduduk. Penduduk adalah
sekelompok orang, baik individu maupun kelompok yang mendiami suatu
wilayah secara temporer maupun permanen. Penduduk sebagai sekelompok
masyarakat yang mendiami suatu negara dapat menjadi indikator keberhasilan
negara tersebut dalam berbagai sektor. Dalam hal ini, penduduk berperan sebagai
subjek kehidupan bernegara yang memberikan kontribusinya bagi negara secara
otomatis.

Kata kunci : Basikal, usaha, ekonomi, keluarga, desa

2

Menurut Badan Pusat Statistika (BPS) dalam data Susenas 2014 dan 2015,
jumlah penduduk di Indonesia mencapai 254,9 juta jiwa. Dengan komposisi
penduduk lebih banyak di pedesaan, yaitu 128,5 juta jiwa.

Sementara di perkotaan besar hanya sebanyak 126,3 juta jiwa.
Hal ini dikarenakan jumlah kawasan pedesaan di Indonesia lebih
besar daripada kawasan perkotaan. Menurut Permendagri Nomor
39 tahun 2015 tentang kode dan data wilayah administrasi
pemerintahan,

diketahui

bahwa

terdapat

74.093

wilayah

pedesaan di Indonesia.
Luasnya
menyebabkan


wilayah
banyak

desa

daripada

penduduk

wilayah

yang

kota

mendiami

ini

wilayah


pedesaan dan berdomisili di wilayah pedesaan secara permanen.
(H.F,

Indah.

Pengertian

dan

Definisi

Desa.

(Online).

Tanpa

tahun.https://carapedia.com/pengertian_definisi_desa_info2128.html?
_e_pi_=7%2CPAGE_ID10%2C3085872216. diakses pada 20 September 2016).

Banyaknya mayoritas penduduk yang berdomisili di wilayah
desa menyebabkan munculnya nilai dan norma baru yang
terdapat di desa. Hal ini didukung dengan tingkat heterogenitas
penduduk desa yang tinggi akibat maraknya ruralisasi atau
kembalinya

penduduk

dari

kota

ketidakmampuan penduduk desa

ke

desa

dikarenakan


menerima tekanan dan

konsekuensi kehidupan di kota yang penuh persaingan kompleks
antar individu demi melakukan mobilitas sosial vertikal naik.
Di era ini, pemerintah Indonesia harus lihai dalam memutar otak untuk
mengatur strategi perekonomian di wilayah desa. Dikarenakan mayoritas
penduduk Indonesia banyak yang teraglomerasi di wilayah desa akibat tidak
sanggup menerima konsekuensi kehidupan di kota yang penuh persaingan. Untuk
itu, pemerintah harus memiliki stategi ampuh agar mampu menyamaratakan
perekonomian baik di wilayah desa maupun di wilayah kota. Selama ini
pemerintah Indonesia terkesan hanya terpusat pada sektor ekonomi di kota.
Padahal jika pemerintah Indonesia lebih terfokus untuk menggerakkan sektor
3

ekonomi di desa, maka pemerintah maupun penduduk desa akan mendapat
dampak yang luar biasa besar.
Dewasa ini, banyak masalah dalam sektor perekonomian di wilayah desa.
Hal ini dikarenakan jangkauan pemerintah lebih condong kepada perekonomian di
wilayah kota. Masalah perekonomian di wilayah desa diantaranya yaitu sektor
ekonomi di desa cenderung lesu. Meskipun lebih banyak sumber daya alam yang

terdapat di desa, namun nyatanya sumber daya manusia yang berada di desa
belum mampu mengolah akibat keterbatasan pengetahuan. Hal ini dikarenakan
mayoritas masyarakat desa belum mengenyam pendidikan lanjutan dan hanya
sebatas pendidikan dasar. Perekonomian desa yang lesu dapat disebabkan karena
faktor wilayah dan kebijakan. Wilayah desa berhak menyelenggarakan rumah
tangganya sendiri secara mandiri, namun tetap dalam jangkauan kebijakan negara.
Hal ini menyebabkan pemerintah pusat tidak terlalu mencampur tangani urusan
internal ekonomi desa secara mendalam. Pemerintah pusat hanya sekedar
mengawasi dan memantau serta memberi dukungan fasilitas material maupun
nonmaterial untuk perkembangan sektor ekonomi di wilayah desa.
Keadaan perekonomian desa yang lesu ini dapat menyebabkan masalah lain
yang lebih kompleks. Sumber daya manusia yang tidak terdidik dan tidak terlatih
(unskilled labour dan untrained labour) yang berada di desa menyebabkan angka
pengangguran

meningkat.

Meningkatnya

pengangguran


di

desa

dapat

menyebabkan angka beban tanggungan penduduk desa usia produktif meningkat.
Tingginya angka beban tanggungan dapat menyebabkan keterkejutan (cultural
shock) penduduk desa usia produktif. Hal ini dapat memunculkan ketegangan
psikologis dan stress yang dapat menurunkan kualitas penduduk desa usia
produktif.
Penduduk desa juga kurang menggemari usaha ataupun bisnis yang sifatnya
terikat dan memiliki banyak peraturan. Padahal, usaha bisnis yang dapat
mendulang kesuksesan secara cepat yaitu usaha yang harus terikat oleh banyak
peraturan dan strategi. Karena dengan banyaknya peraturan yang ada dalam dunia
usaha maupun bisnis, kinerja akan lebih efektif dan terarah serta memiliki tujuan
yang pasti. Penduduk desa lebih menggemari usaha yang sesuai dengan naluri
4


mereka masing-masing serta tidak menentang peraturan dan nilai yang terdapat di
desa. Sehingga capaian penduduk desa dalam sektor ekonomi masih kurang.
Penduduk desa pun cenderung sulit untuk menerima perubahan secara mendadak
akibat modernisasi di era global.
Solusi untuk mengatasi lesunya sektor ekonomi di wilayah desa dapat
dimulai dari hal kecil yang sederhana. Pemerintah perlu menerapkan dan
menciptakan program baru yang dapat menggiatkan sektor perekonomian di desa
dan membuat penduduk desa tertarik. Program baru tersebut harus sesuai dengan
adat istiadat, budaya, dan nilai-nilai yang dianut oleh penduduk desa sehingga
dapat tetap berjalan tanpa menentang aturan yang sudah ada. Karena dengan
diciptakannya program yang sedemikian rupa, penduduk desa akan lebih tertarik
untuk melakukan usaha dalam rangka meningkatkan capaian sektor ekonomi di
desa. Program baru yang diciptakan pemerintah bagi penduduk desa tentunya
harus merupakan suatu program yang “segar” yang belum pernah diterima oleh
penduduk desa. Program baru yang harus diciptakan oleh pemerintah tersebut
semata-mata bertujuan untuk pembangunan desa berkelanjutan dalam rangka
menyejahterakan kehidupan masyarakat desa. Pembangunan desa berkelanjutan
memegang peranan penting untuk kemajuan bangsa terutama bagi negara
berkembang seperti Indonesia. Sebab jika terdapat pemerataan pembangunan
antara wilayah desa dan kota, maka akan tercipta Negara Indonesia yang adil dan

sejahtera.
Dalam hal ini dibutuhkan sinergi yang kuat antara pemerintah dan pemuda
Indonesia. Pemuda Indonesia dalam hal ini tidak sekedar berperan sebagai agent
of change, namun juga berperan sebagai director of change dan iron stock.
Sebagai iron stock, pemuda menjadi aset berharga yang dapat membawa
perubahan besar bagi negara. Dan sebagai director of change, pemuda Indonesia
tidak hanya berperan sebagai pembawa perubahan negara, namun berperan
sebagai perancang perubahan yang terstruktur dengan baik. Ketika pemuda sudah
berhasil mempelopori gerakan perubahan di suatu sektor dalam lingkup wilayah,
maka sebagai follow-up nya pemuda harus menjaga kestabilan perubahan tersebut

5

dan tidak serta merta melepas perubahan yang telah terjadi. (Fauziah, Dina.
Pemuda Bukan Sekadar Agent Of Change tapi Director Of Change. (Online).
2013

http://www.gusti8official.org/2013/09/kritikan-terhadap-pemimpin-

bangsa.html. diakses pada 20 September 2016).
Sinergi yang kuat antara pemerintah dan pemuda Indonesia sangat
diperlukan untuk menciptakan program baru bagi penduduk desa dalam rangka
menggiatkan sektor ekonomi desa untuk pembangunan desa berkelanjutan
berwawasan kependudukan. Solusi efektif untuk melakukan pembangunan desa
berkelanjutan berwawasan kependudukan yaitu dengan menerapkan program
“Basikal”. Program “Basikal” merupakan singkatan dari bisnis berbasis keluarga
dengan sistem memanfaatkan mayoritas anggota keluarga penduduk desa yang
teraglomerasi di wilayah setempat untuk membangun suatu usaha maupun bisnis
yang berbasis keluarga sendiri. Program “Basikal” tidak dinaungi pemerintah
maupun lembaga negara, namun diciptakan secara mandiri dan diusahakan secara
maksimal oleh penduduk desa beserta sanak saudaranya yang berdomisili di
wilayah desa tersebut. Program “Basikal” juga tidak didanai oleh lembaga
ekonomi seperti bank dan koperasi.
Sanak saudara dekat maupun kerabat penduduk desa yang lokasi
domisilinya relatif dekat dapat memanfaatkan program “Basikal” untuk
menciptakan usaha bersama secara kekeluargaan. Sehingga apapun usaha-usaha
tersebut jika dilakukan secara bersama pastilah hasilnya lebih maksimal daripada
berusaha seorang diri. Dalam konteks ini, program “Basikal” dapat membentuk
pola pikir penduduk desa menjadi pribadi yang memiliki etos kerja keras serta
meningkatkan solidaritas organis penduduk yang sesuai dengan nilai-nilai luhur di
desa.
Masyarakat desa yang kurang menggemari usaha maupun bisnis yang
terikat dengan peraturan dapat memanfaatkan program “Basikal” ini, karena tidak
ada peraturan konkret yang harus ditaati. Namun hanya peraturan praksis yang
dibuat bersama anggota keluarga yang terlibat dalam bisnis atas dasar mufakat
keluarga sehingga pembagian kerja lebih jelas dan terstruktur. Setiap anggota
keluarga penduduk desa diperbolehkan untuk bergabung dalam program “Basikal”
6

yang diselenggarakan oleh sanak saudaranya masing-masing. Karena jumlah
anggota “Basikal” tidak dibatasi. Bisnis berbasis keluarga di desa dapat dinamai
sesuai dengan nama anggota keluarga yang merintis bisnis tersebut. Misalnya,
Basikal Sutoyo, Basikal Cahyono, Basikal Munir, dan sebagainya. Jadi di suatu
wilayah desa bisa terdapat beberapa kelompok bisnis berbasis keluarga yang
menciptakan usahanya masing-masing dan menghasilkan suatu produk yang
berbeda.
Program “Basikal” mampu meningkatkan solidaritas organis dalam
kekerabatan antar anggota keluarga bagi penduduk desa dengan menciptakan
kekompakan yang dapat tercermin dari usaha maupun bisnis keluarga yang dibina
bersama. Jika salah satu usaha berbasis keluarga dalam program “Basikal”
kekurangan dan membutuhkan sumber daya tambahan, maka mereka tidak perlu
mencari pemasok namun harus menciptakan usahanya sendiri secara berdikari dan
mandiri. Karena dalam program “Basikal” terdapat nilai-nilai luhur asli desa yang
tidak diubah agar eksistensinya tetap terjaga. Bisnis berbasis keluarga yang
diciptakan masyarakat desa harus tetap menjaga eksistensi nilai-nilai luhur desa
tersebut. Karena itu, setiap bisnis berbasis keluarga yang diselenggarakan
penduduk desa haruslah berdiri secara kekeluargaan, berdikari, mandiri, dan
memiliki nilai kegotongroyongan serta keguyuban.
Sehingga secara tidak langsung program “Basikal” dapat mengurangi
tingkat pengangguran di desa, mengurangi angka beban tanggungan penduduk
desa usia produktif, dan meningkatkan etos kerja keras serta semangat pantang
menyerah bagi penduduk desa . Selain itu, program “Basikal” juga turut
mengambil andil dalam menjaga eksistensi nilai-nilai dan budaya luhur di wilayah
desa. Dalam hal ini, program “Basikal” dapat mendukung giatnya sektor ekonomi
di wilayah desa dan menciptakan gerakan emansipasi desa yang dapat
menyelenggarakan rumah tangga desa secara mandiri namun tetap dalam
jangkauan negara dan pemerintahan pusat demi terselenggaranya pembangunan
desa berkelanjutan berwawasan kependudukan.
Program “Basikal” hampir memiliki kesamaan dengan sistem Chaebol dari
Negara Korea Selatan. Salah satu negara di Asia Timur yang merdeka pada tahun
7

1945 tersebut telah mampu menstruktur perekonomiannya menjadi sejajar dengan
perekonomian negara-negara maju seperti Cina dan hebatnya semua itu terjadi
dalam kurun waktu yang relatif singkat. Sistem chaebol telah diterapkan di Korea
Selatan sejak tahun 1961 dan menjadi faktor utama berbalik surplusnya neraca
dagang Korea Selatan tahun 1986. Sistem chaebol merupakan kelompok besar
usaha keluarga yang memanfaatkan nilai-nilai alami di pedesaan. (Pasopati, Giras.
Chaebol,

Gurita

Bisnis

Keluarga

di

Korea

Selatan.

(Online).

2016.

http://m.cnnindonesia.com/ekonomi/20160824130923-92-15351/chaebol-guritabisnis-keluarga-di-korea-selatan/ diakses pada 20 September 2016).
Namun program “Basikal” tidak mengadopsi seluruh peraturan dalam
sistem chaebol. Jika sistem chaebol di Korea Selatan masih disokong dana dari
pemerintah pusat sehingga dapat menjadi usaha yang besar, maka program
“Basikal” dilakukan secara mandiri oleh anggota keluarga penduduk di desa demi
terlaksananya

pembangunan

berkelanjutan

berwawasan

kependudukan.

Mengingat pada tahun 2045 Indonesia diproyeksikan dapat menjadi satu dari
tujuh kekuatan ekonomi di dunia. Untuk itu, program “Basikal” harus
dilaksanakan di seluruh desa yang ada di Indonesia agar Indonesia mampu
menyongsong proyeksinya menjadi salah satu dari tujuh kekuatan di dunia.
Sudah saatnya jika pemerintah Indonesia dan para pemuda sebagai director
of change saling bersinergi untuk

mengaplikasikan program “Basikal” pada

sektor ekonomi di Indonesia khususnya di wilayah desa. Dengan mengaplikasikan
program ini, diharapkan agar desa di Indonesia tidak kehilangan peranannya
dalam membangun bangsa sehingga tidak lagi ada kesenjangan antara daerah kota
dan

desa

yang

dapat

memunculkan

cultural

lag

serta

kecemburuan

antarmasyarakat. Untuk itu, program “Basikal” layak untuk dijadikan solusi
dalam melakukan pembangunan berkelanjutan di berbagai desa yang ada di
Indonesia tanpa menghilangkan nilai-nilai luhur seperti kekeluargaan, gotong
royong, serta mufakat bersama. Sehingga pemerataan dalam sektor ekonomi
Indonesia baik di wilayah desa maupun kota dapat seimbang, hal ini dapat
mendorong lahirnya pembangunan desa berkelanjutan berwawasan kependudukan

8

di Indonesia dan kesejahteraan dapat dirasakan oleh seluruh penduduk Indonesia
tanpa pengecualian.

9

DAFTAR PUSTAKA

Fauziah, Dina. (2013), “Pemuda Bukan Sekadar Agent Of Change tapi Director
Of
Change”,
(Online).
Jakarta
:
Suara
Jakarta
(http://www.gusti8official.org/2013/09/kritikan-terhadap-pemimpin-bangsa.html
diakses pada 20 September 2016 pukul 22.16 WIB )
H.F, Indah. (tanpa tahun), “Pengertian dan Definisi Desa” , (Online). Yogyakarta:
Carapedia
(https://carapedia.com/pengertian_definisi_desa_info2128.
html?
_e_pi_=7%2CPAGE_ID10%2C3085872216 diakses pada 20 September pukul
06.12 WIB )
Machrus, Yus. (2016), “Jumlah Desa di Indonesia Tahun 2015” , (Online). Tanpa
kota : tidak ada penerbit. (http://desawirausaha.blogspot.com/2016/01/jumlahdesa-di-indonesia-tahun-2015.html diakses pada 19 September 2016 pukul 22.34
WIB )
Pasopati, Giras. (2016), “Chaebol, Gurita Bisnis Keluarga di Korea Selatan” ,
(Online).
Jakarta
:
CNN
Indonesia
(http://m.cnnindonesia.com/ekonomi/20160824130923-92-15351/chaebol-guritabisnis-keluarga-di-korea-selatan/ diakses pada 20 September 2016 pukul 21.58
WIB)

10