BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pengaruh - Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Keberfungsian Sosial Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di Rumah Singgah Caritas PSE Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pengaruh

  Pengertian pengaruh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002 : 849), yaitu “pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang”. Sementara itu, Surakhmad (1982:7) menyatakan bahwa pengaruh adalah kekuatan yang muncul dari suatu benda atau orang dan juga gejala dalam yang dapat memberikan perubahan terhadap apa-apa yang ada di sekelilingnya.

  Menurut Uwe Becker, pengaruh adalah kemampuan yang terus berkembang yang - berbeda dengan kekuasaan - tidak begitu terkait dengan usaha memperjuangkan dan memaksakan kepentingan( diakses pada tanggal 15 Mei 2013 pukul 14.30 WIB). Sedangkan menurut Norman Barry, pengaruh adalah suatu tipe kekuasaan yang jika seseorang yang dipengaruhi agar bertindak demikian demikian, sekalipun ancaman sanksi yang terbuka tidak merupakan movisai yang mendorongnya.

  Jadi, dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengaruh merupakan suatu daya atau kekuatan yang timbul dari sesuatu, baik itu orang maupun benda serta segala sesuatu yang ada di alam sehingga mempengaruhi apa-apa yang ada di sekitarnya diakses pada tanggal 15 Mei 2013 pukul 14.35 WIB).

2.2 Dukungan Keluarga

  2.2.1 Dukungan

  Menurut Sarwono (2003) dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan.

  2.2.2 Keluarga

2.2.2.1 Pengertian Keluarga

  Keluarga adalah kelompok primer yang paling penting di dalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita, perhubungan mana sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Jadi keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak yang belum dewasa. Satuan ini mempunyai sifat-sifat tertentu yang sama, dimana saja dalam satuan masyarakat manusia.

  Terdapat beberapa definisi keluarga dari beberapa sumber, yaitu:

  1. Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga (Duvall dan Logan, 1986).

  2. Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya (Bailon dan Maglaya,1978 ).

  3. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Departemen Kesehatan RI, 1988).

  Keluarga adalah pemberi perawatan terbaik anak. Pengaruh keluarga sangatlah besar dalam upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan anak (Supartini, 2004).

  Keluarga juga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya dengan anak. Oleh karena itu, sebaiknya keluarga harus selalu dilibatkan dalam perawatan anak (Notosoedirjo, 2005).

  Suatu keluarga setidaknya memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Terdiri dari orang-orang yang memiliki ikatan darah atau adopsi.

  2. Anggota suatu keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah dan mereka membentuk satu rumah tangga.

  3. Memiliki satu kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan saling berkomunikasi, yang memainkan peran suami dan istri, bapak dan ibu, anak dan saudara.

  4. Mempertahankan suatu kebudayaan bersama yang sebagian besar berasal dari kebudayaan umum yang lebih luas.

  Disini disebutkan 5 macam sifat yang terpenting dalam keluarga, yaitu : 1.

  Hubungan suami istri Hubungan ini mungkin berlangsung seumur hidup dan mungkin dalam waktu yang singkat saja. Ada yang berbentuk monogami, ada pula yang berbentu poligami.

  Bahkan, dalam masyarakat yang sederhana terdapat group married, yaitu sekelompok wanita kawin dengan sekelompok laki-laki.

  2. Bentuk perkawinan dimana suami istri itu diadakan dan dipelihara.

  Dalam pemilihan jodoh dapat dilihat, bahwa calon suami/istri itu dipilihkan oleh orang tua mereka. Sedang pada masyarakat lainnya diserahkan pada yang bersangkutan. Selanjutnya perkawinan ini ada yang berbentuk indogami (yakni kawin di dalam golongan sendiri), ada pula yang berbentuk exogami (kawin diluar golongannya).

  3. Susunan nama-nama dan istilah-istilah termasuk cara menghitung keturunan Di dalam beberapa masyarakat keturunan dihitung melalui garis laki-laki misalnya : di Batak ini disebut patrilineal. Ada yang melalui garis wanita ini disebut matrilineal, dimana kekuasaan terletak pada wanita. Di Minangkabau wanita tidak mempunyai hak apa-apa, bahkan hartanya pun tidak diurusi oleh wanita itu, melainkan diurus oleh adik atau saudara perempuannya. Sistem ini disebut : Avonculat

  4. Milik atau harta benda keluarga Dimana pun keluarga itu pasti mempunyai harta untuk kelangsungan hidup para anggota-anggotanya.

  5. Pada umumnya keluarga itu mempunyai tempat tinggal bersama/rumah bersama.

  Walaupun pada beberapa suku bangsa keluarga suami mengikuti istri, misalnya suku Peue Blo dan Erecoa di Afrika Selatan. Sistem ini disebut matrilokal, sebaliknya apabila istri mengikuti ke dalam keluarga suami, misalnya di Batak ini disebut patrilokal.

  Disamping sifat-sifat diatas-diatas, keluarga juga mempunyai sifat-sifat khusus, yaitu: 1.

  Universalitas, merupakan bentuk yang universal dari seluruh organisasi sosial.

  2. Dasar emosional, merupakan rasa kasih sayang, kecintaan sampai kebanggaan suatu ras.

  3. Pengaruh yang normatif, artinya keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama- tama bagi seluruh bentuk hidup yang tertinggi, dan membentuk watak daripada individu.

  4. Besarnya keluarga yang terbatas 5.

  Kedudukan yang sentral dalam struktur sosial 6. Pertanggungan jawab dari pada anggota-anggota 7. Adanya aturan-aturan sosial yang homogen.

  Karena beberapa sebab misalnya karena perekonomian, pengaruh uang, produksi atau pengaruh individualisme, sistem kekeluargaan ini makin kabur. Hal ini disebabkan karena urbanisasi, emansipasi sosial wanita dan adanya pembatasan kelahiran yang disengaja. Akibat dari pengaruh-pengaruh perkembangan keluarga itu menyebabkan hilangnya peranan- peranan sosial, yaitu

  1. Keluarga berubah fungsinya , dari kesatuan yang menghasilkan menjadi kesatuan yang memakai semata-mata. Dahulu keluarga menghasilkan sendiri untuk keluarganya, tetapi lama kelamaan fungsi ini makin jarang karena telah dikerjakan oleh orang-orang tertentu.

  2. Tugas untuk mendidik anak-anak sebagian besar diserahkan kepada sekolah- sekolah, kecuali anak-anak kecil yang masih hidup dalam lingkungan kekeluargaan.

  3. Tugas bercengkrama di dalam keluarga menjadi mundur, karena tumbuhnya perkumpulan-perkumpulan modern, sehingga waktu untuk berada di tengah- tengah keluarga makin lama makin kecil. Dalam sejarah kehidupan keluarga terdapat 4 tingkat sebagai berikut : 1.

  Formatif pre-nupital stage, yaitu tingkat persiapan sebelum berlangsungnya perkawinan. Dalam tingkat ini adalah masa berkasih-kasihan, hubungan yang makin lama makin menjadi erat antar pria dan wanita masing-masing berusaha untuk memperbesar cita-citanya.

  2. Nupteap stage, yaitu tingkat sebelum anak-anak/ bayi lahir yang merupakan permulaan daripada keluarga itu sendiri. Dalam tingkat ini suami-istri hidup bersama menciptakan rumah tangga, mencari pengalaman baru, sikap baru terhadap masyarakat.

3. Child rearing stage, yaitu tingkat ini adalah pelaksaan keluarga itu sendiri.

  Pertanggung jawab mereka adalah selalu bertambah, berhubung adanya anak- anak mereka

  4. Maturity stage, yaitu tingkat ini timbul apabila anak-anaknya tidak lagi mebutuhkan pemeliharaan orang tuanya, setelah dilepaskan dari pertanggungan jawab, kemudian anak-anak itupun melakukan aktivitas baru, menggantikan yang lama.

  Dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah suatu kesatuan sosial yang terkecil yang terdiri atas suami-istri dan jika ada anak-anak dan didahului oleh perkawinan. Dari pengertian tersebut berarti ketiadaan anak tidaklah menggugurkan status keluarga, jadi faktor anak bukan faktor mutlak untuk terwujudnya suatu keluarga. Suatu keluarga yang kebetulan tidak dikarunai anak, tetap mempunyai status sebagai keluarga. Atau dengan kata lain keluarga itu tetap berhak dirinya sebagai keluarga.

  Bukan berarti bahwa ketiadaan anak lalu menggugurkan ikatan keluarga. Memang salah satu faktor mengapa individu itu membentuk keluarga adalah mengharapkan anak atau keturunan, tetapi itu bukan satu-satunya faktor yang menentukan. Disamping faktor mengharapkan keturunan ada faktor-faktor lain mengapa individu membentuk keluarga ialah:

  1. Untuk memenuhi kebutuhan biologis atau kebutuhan seks.

  2. Untuk memenuhi kebutuhan sosial, status, penghargaan dan sebagainya.

  3. Untuk pembagian tugas misalnya, mendidik anak, mencari nafkah dan sebagainya.

  4. Demi hari tua kelak, yaitu pemeliharaan di hari tua.

  Suatu ikatan keluarga ditandai atau didahului dengan suatu perkawinan. Hal ini dimaksudkan bahwa perkawinan merupakan syarat mutlak untuk terbentuknya suatu keluarga. Tanpa didahului perkawinan sepasang laki-laki dan perempuan tinggal di satu rumah belum berhak disebut sebagai suatu keluarga. Jadi faktor-faktor yang penting di dalam keluarga ialah : “adanya ikatan antara seorang laki-laki dan perempuan, ikata itu didahului oleh pernikahan”.

  Dengan demikian keluarga merupakan bentuk yang paling jelas dari face to face

  

group , dimana keluarga itu mempunyai hubungan yang erat dan intensif. Tahap-tahap sampai

  terbentuknya suatu keluarga adalah sebagai berikut : 1.

  Tahap perkenalan 2. Tahap berpacaran 3. Tahap pertunangan

4. Tahap pernikahan

  Ada empat tahap yang biasanya dilalui oleh sepasang muda-mudi sampai terbentuknya suatu keluarga. Perlu diketahui bahwa tahap-tahap itu sifatnya umum, bukan berarti setiap keluarga pasti melalui empat tahap untuk sampai pada suatu keluarga. Ada yang hanya dari perkenalan langsung ke perkawinan seperti pada zaman dulu, tetapi ada juga secara penuh dari tahap ke 1 sampai dengan ke 4. Masing-masing keluarga mempunyai keunikan sendiri-sendiri dan bersifat individual.

2.2.2.2 Keluarga Batih

  Dalam setiap masyarakat manusia, pasti akan dijumpai keluarga batih (nuclear family). Keluarga batih tersebut merupakan kelompok sosial kecil yang yang terdiri dari suami,istri, beserta anak-anaknya yang belum menikah. Keluarga batih tersebut lazimnya juga disebut rumah tangga, yang merupakan unit terkecil dalam masyarakat sebagai wadah dari proses pergaulan hidup.

  Suatu keluarga batih dianggap sebagai suatu sistem pokok sosial, oleh karena memiliki unsur-unsur sistem sosial yang pada pokoknya mencakup kepercayaan, perasaaan, tujuan, kaidah-kaidah, kedudukan dan peranan, tingkatan atau jenjang, sanksi, kekuasaan, dan fasilitas. Kalau unsur-unsur itu diteraokan pada keluarga batih, maka akan ditemui keadaan sebagai berikut : 1.

  Adanya kepercayaan bahwa terbentuknya keluarga batih merupakan suatu kodrat yang Maha Pencipta

2. Adanya perasaan-perasaan tertentu pada diri anggota-anggota keluarga batih yang mungkin berwujud rasa saling mencintai, saling menghargai, atau saling bersaing.

  3. Tujuan, yaitu bahwa keluarga batih merupakan suatu wadah dimana manusia mengalami proses sosialisasi, serta mendpatkan suatu jaminan akan ketentraman jiwanya.

  4. Setiap keluarga batih senantiasa diatur oleh kaidah-kadah yang mengatur timbal-balik antara anggota-anggotanya, maupun dengan pihak-pihak luar keluarga batih yang bersangkutan.

  5. Keluarga batih maupun anggota-anggota mempunyai kedudukan dan peranan tertentu dalam masyarakat.

  6. Anggota-anggota keluarga batih, mialnya suami dan istri sebagai ayah dan ibu, mempunyai kekuasaan yang menjadi salah satu dasar bagi pengawasan proses hubungan kekeluargaan.

  7. Masing-masing anggota keluarga batih mempunyai posisi sosial tertentu dalam hubungan kekeluargaan, kekerabatan, maupun dengan pihak luar

  8. Lazimnya sanksi-sanksi positif maupun negatif diterapkan dalam keluarga tersebut, bagi mereka yang patuh serta terhadap mereka yang menyeleweng.

  9. Fasilitas untuk mencapai tujuan berkeluarga biasanya juga ada, misalya, sarana-sarana untuk mengadakan proses sosialisasi.

  Dengan demikian, maka suatu keluarga batih pada dasarnya mempunyai fungsi- fungsi sebagai berikut :

1. Unit terkecil dalam masyarakat yang mengatur hubungan seksual yang seyogyanya.

  2. Wadah tempat berlangsungnya sosialisasi, yakni proses dimana anggota-anggota masyarakat yang baru mendapatkan pendidikan untuk mengenal, memahami, mentaati, dan menghargai kaidah-kaidah serta nilai-nilai berlaku.

3. Unit terkecil dalam masyarakat yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan ekonomis 4.

  Unit terkecil dalam masyarakat tempat anggota-anggotanya mendapatkan perlindungan bagi ketentraman dan perkembangan jiwanya.

  Fungsi-fungsi terebut paling sedikit mengakibatkan konsekuensi-konsekuensi tertentu, misalnya pada pihak orang tua yang terdiri dari suami/ayah dan istri/ibu. Hal ini terutama terarah kepada anak-anak, disamping pihak-pihak lain. Anak-anak itu yang kelak akan menggantikan kedudukan dan peranan orang tuanya, oleh karena lazimnya mereka juga akan berkeluarga.

2.2.2.3 Dasar Pembentukan Keluarga

  Di dalam membicarakan masalah pebentukan keluarga tidak dapat lepas dari pembentukan kelompok pada umumnya. Ada beberapa pendapat yang mendasari apa sebab individu membentuk kelompok :

  Pendapat I : Pembentukan kelompok atas dasar kesamaan Pendapat II : Pembentukan kelompok atas dasar perbedaan

  Pendapat III : Pembentukan kelompok atas dasar hubungan yang tertentu baik persamaan maupun perbedaan Oleh karena adanya bermacam-macam pendapat itu maka setiap masyarakat mempunyai tuntutan yang berbeda-beda dalam hal pemilihan jodoh. Masing-masing kelompok misalnya suku bangsa mempunyai derajat tuntutan yang berbeda-beda dan menuntut pola ukuran yang berbeda pula. Disamping faktor-faktor itu berikut ini perlu diperhatikan pula ialah :

  1. Faktor objektif : kesiapan dalam hal ekonomi. Kedewasaan mental 2.

  Faktor subjektif : adanya dasar saling mencintai Ada suatu kriteria atau pedoman yang dipakai untuk pemilihan jodoh, yaitu : 1.

  Faktor biologis kesehatan, ras, umur, warna rambut/kulit 2. Faktor intelegensia, kecerdasan 3. Faktor temperamen dan karakter 4. Faktor agama 5. Faktor kebangsaan 6. Faktor ekonomi 7. Faktor asal-usul

  Pedoman semacam itu tidak selalu sama untuk masing-masing suku atau bangsa. Untuk orang Jawa ada sutu pedoman tertentu dalam pemilihan jodoh yaitu :

  1. Bibit : asal-usul keturunan, orang tuanya berpenyakit menurun atau tidak 2.

  Bebet : namanya didalam masyarakat, pernah mendapat naama cemar dari msyarakat atau tidak

  3. Bobot : kedudukannya dalam masyarakat, misalnya jabatan, status sosial, kekayaan Apabila ditelaah lingkungan sosial-budaya madya, maka akan ditemui ciri-ciri pokok, sebagai berikut :

  1. Hubungan keluarga tetap kuat, akan tetapi hubungan dalam masyarakat setempat agar mengendor, oleh karen amunculnya gejala-gejala hubungan atas dasar perhitungan ekonomis.

  2. Adat-istiadat masih dihormati, akan tetapi sikap terbuka terhadap pengaruh-pengaruh dari luar mulai berkembang

  3. Kepercayaan pada kekuatan-kekuatan gaib masih ad, kalau manusia sudah kehabisan akal menanggulangi masalah

  4. Dalam masyarakat timbul lembaga-lembaga pendidikan formal, sampai pada tingkat pendidikan menengah

  5. Tingkat buta huruf tergerak menurun 6.

  Sistem ekonomi mulai mengarah pada produksi untuk pasaran, sehingga peranan uang semakin besar.

  7. Gotong-royong secara tradisional terbatas pada kalangan keluarga luas dan tetangga, oleh karne hubungan kerja atas dasar pemberian upah sudah mulai berkembang.

2.2.2.4 Posisi keluarga dalam menentukan tingkat disiplin diri anak

  Esensi pendidikan umum adalah proses menghadirkan situasi dan kondisi yang memungkinkan sebanyak mungkin subjek didik memperluas dan memperdalam makna- makna esensial untuk mencapai kehidupan yang manusiawi (Phenix, 1964:10). Dalam hal ini, sangat diperlukan adanya kesengaajaan atau esadaran (niat) untuk mengundangnya melalukakan tindak belajar yang sesuai dengan tujuan.

  Esensi pendidikan umum, mencakup dua dimensi, yaitu dimensi pedagogis dan dimensi substantif. Dimensi pedagogis adalah proses menghadirkan situasi dan kondisi yang memungkinkan sebanyak mungkin subjek didik terundang untk memperluas dan memperdalam dimensi substantif. Sedangkan dimensi substantif adalah makna-makna esensial. Makna-makna esensial menurut spektrum Phenix (1964 : 6) adalah makna simbolik, makna empiri, maknaestetik, makna sintetik, makna etik dan makna sinoptik (religi, filsafat dan sejarah).

  Orang tua dapat merealisasikannya dengan cara menciptakan situasi dan kondisi yang dihayati olh anak-anak agar memiliki dasar-dasar dalam mengembangkan disiplin diri.

  Dengan upaya ini berarti orang tua telah merealisasikan pelaksanaan Undang-Undang no 11 tahun 1989 tenteng Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) yang menyebutkan : Pendidikan dalam keluarga memberikan keyakinan agama, nilai budaya yang moral dan aturan-aturan pergaulan serta pandangan, keterampilan, dan sikap hidup yang mendukung kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kepada anggota keluarga yang bersangkutan.

  Anak yang berdisiplin diri memiliki keteraturan diri berdasarkan nilai agama, nilai budaya, aturan-aturan pergaulan, pandangan hidup, dan sikap hidup yang bermakna bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan negara. Artinya tanggung jawab orang tua adalah mengupayakan agar anak berdisiplin diri untuk melaksanakan hubungan dengan Tuhan yang menciptakannnya, dirinya sendiri, sesama manusia, dan lingkungan alam dan makhluk hidup lainnya berdasarkan nilai moral. Orang tua yang mampu berprilaku seperti yang diatas, berarti mereka telah mencerminkan nilai-nilai moral dan bertanggung jawab untuk mengupayakannya (Wayson, 1985:229).

2.2.2.5 Pendekatan Fungsional-Struktural

  Dalam kajian ilmu sosial tentang keluarga, para peneliti dan para analisis keluarga menerapkan beragam pandangan dan penedekatan mengenai keluarga. Pendekatan fungsional-struktural mulai dikembangkan oleh para antropolog dan sosiolog pada permulaan abad ke 20. Dan sampai tahn-tahun 1960-an masih merupakan kerangka konseptual yang dominan digunakan dalam kajian tentang keluarga (Leslie dan Korman, 1985:196).

  Dalam kerangka pikir fungsional-struktural, masyarakat, dipandang sebagai suatu sistem yang dinamis, yang terdiri dari berbagai bagian atau subsistem yang saling berhubungan. Dalam analisis terhadap sistem ini yang dikaji adalah apakah konsekuensi dari setiap bagian dari sistem untuk setiap bagian lainnya dan untuk sistem sebagai keseluruhan.

  Kemudian perlu pula diberitahu bahwa sistem dalam pendekatan ini berada pada lapisan individual (perkembangan kepribadian), lapisan institusional (keluarga) dan pada lapisan masyarakat. Suatu analisis fungsional terhadao keluarga menekankanpada hubungan antara keluarga dan masyarakat luas, hubungan-hubungan internal diantara subsistem-subsistem yang ada dalam keluarga dan atau hubungan diantara keluarga dan kepribadian dari para anggota keluarga sebagai pribadi.

2.2.2.6 Fungsi Keluarga

  Menurut Friedman (1998, dikutip dari Setiadi, 2008) fungsi keluarga dibagi menjadi lima yaitu : a)

  Fungsi afektif, adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain.

  b) Fungsi sosialisasi, adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah. c) Fungsi reproduksi, adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.

  d) Fungsi ekonomi, adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

  e) Fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan, yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi.

  Sedangkan dalam UU No.10 tahun 1992 PP No.21 tahun 1994 tertulis fungsi keluarga dalam delapan bentuk yaitu : a. Fungsi Keagamaan 1.

  Membina norma ajaran-ajaran agama sebagai dasar dan tujuan hidup seluruh anggota keluarga.

  2. Menerjemahkan agama kedalam tingkah laku hidup sehari-hari kepada seluruh anggota keluarga.

  3. Memberikan contoh konkrit dalam hidup sehari-hari dalam pengamalan dari ajaran agama.

  4. Melengkapi dan menambah proses kegiatan belajar anak tentang keagamaan yang kurang diperolehnya disekolah atau masyarakat.

  5. Membina rasa, sikap, dan praktek kehidupan keluarga beragama sebagai pondasi menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.

  b. Fungsi Budaya 1.

  Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk meneruskan norma-norma dan budaya masyarakat dan bangsa yang ingin dipertahankan.

  2. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk menyaring norma dan budaya asing yang tidak sesuai.

  3. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga yang anggotanya mencari pemecahan masalah dari berbagai pengaruh negatif globalisasi dunia.

  4. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga yang anggotanya dapat berpartisipasi berperilaku yang baik sesuai dengan norma bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan globalisasi.

  5. Membina budaya keluarga yang sesuai, selaras dan seimbang dengan budaya masyarakat atau bangsa untuk menjunjung terwujudnya norma keluarga kecil bahagia sejahtera.

  c. Fungsi Cinta Kasih 1.

  Menumbuhkembangkan potensi kasih sayang yang telah ada antar anggota keluarga ke dalam simbol-simbol nyata secara optimal dan terus-menerus.

  2. Membina tingkah laku saling menyayangi baik antar keluarga secara kuantitatif dan kualitatif.

  3. Membina praktek kecintaan terhadap kehidupan duniawi dan ukhrowi dalam keluarga secara serasi, selaras dan seimbang.

  4. Membina rasa, sikap dan praktek hidup keluarga yang mampu memberikan dan menerima kasih sayang sebagai pola hidup ideal menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.

  d. Fungsi Perlindungan 1.

  Memenuhi kebutuhan rasa aman anggota keluarga baik dari rasa tidak aman yang timbul dari dalam maupun dari luar keluarga.

  2. Membina keamanan keluarga baik fisik maupun psikis dari berbagai bentuk ancaman dan tantangan yang datang dari luar.

  3. Membina dan menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga sebagai modal menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.

  e. Fungsi Reproduksi 1.

  Membina kehidupan keluarga sebagai wahana pendidikan reproduksi sehat baik bagi anggota keluarga maupun bagi keluarga sekitarnya.

  2. Memberikan contoh pengamalan kaidah-kaidah pembentukan keluarga dalam hal usia, pendewasaan fisik maupun mental.

  3. Mengamalkan kaidah-kaidah reproduksi sehat, baik yang berkaitan dengan waktu melahirkan, jarak antara dua anak dan jumlah ideal anak yang diinginkan dalam keluarga.

  4. Mengembangkan kehidupan reproduksi sehat sebagai modal yang kondusif menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.

  f. Fungsi Sosialisasi 1.

  Menyadari, merencanakan dan menciptakan lingkungan keluarga sebagai wahana pendidikan dan sosialisasi anak pertama dan utama.

  2. Menyadari, merencanakan dan menciptakan kehidupan keluarga sebagai pusat tempat anak dapat mencari pemecahan dari berbagai konflik dan permasalahan yang dijumpainya baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat.

  3. Membina proses pendidikan dan sosialisasi anak tentang hal-hal yang diperlukan untuk meningkatkan kematangan dan kedewasaan (fisik dan mental), yang tidak, kurang diberikan oleh lingkungan sekolah maupun masyarakat.

  4. Membina proses pendidikan dan sosialisasi yang terjadi dalam keluarga sehingga tidak saja bermanfaat positif bagi anak, tetapi juga bagi orang tua, dalam rangka perkembangan dan kematangan hidup bersama menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.

  g. Fungsi Ekonomi 1.

  Melakukan kegiatan ekonomi baik di luar maupun di dalam lingkungan keluarga dalam rangka menopang kelangsungan dan perkembangan kehidupan keluarga.

  2. Mengelola ekonomi keluarga sehingga terjadi keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran keluarga.

  3. Mengatur waktu sehingga kegiatan orang tua di luar rumah dan perhatiannya terhadap anggota keluarga berjalan secara serasi, selaras dan seimbang.

  4. Membina kegiatan dan hasil ekonomi keluarga sebagai modal untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

  h. Fungsi Pelestarian Lingkungan 1.

  Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan intern keluarga.

  2. Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan ekstern keluarga.

  3. Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan yang serasi, selaras dan seimbang dan antara lingkungan keluarga dengan lingkungan hidup masyarakat sekitarnya.

4. Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkunganhidupsebagai pola hidup keluarga menuju keluarga kecil bahagia sejahtera (Setiadi, 2008).

2.2.2.7 Peran Keluarga

  Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga yang menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan, yang berhubungan dengan individu (Setiadi, 2008). Dalam UU kesehatan nomor 23 tahun 1992 pasal 5 menyebutkan ”Setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluargadan lingkungan”. Dari pasal di atas jelas bahwa keluarga berkewajiban menciptakan dan memelihara kesehatan dalam upaya meningkatkan tingkat derajat kesehatan yang optimal.

  Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga. Menurut Effendy (1998) peran itu dibagi menjadi tiga yaitu : a)

  Peran Ayah Ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.

  b) Peran Ibu

  Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya. Ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.

  c) Peran Anak

  Anak-anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual.

2.2.3 Dukungan Keluarga

  Dukungan keluarga juga didefinisikan sebagai informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungannya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional dan berpengaruh pada tingkah laku penerimanya.

  Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya (Smet,1994).

  2.2.3.1 Komponen Dukungan Keluarga

  Cara untuk meningkatkan efektivitas keberadaan atau sumber potensial terdapatnya dukungan dari keluarga yang menjadi prioritas penelitian. Keluarga cenderung terlibat dalam pembuatan keputusan atau proses terapeutik dalam setiap tahap sehat dan sakit para anggota keluarga yang sakit. Proses ini menjadikan seorang pasien mendapatkan pelayanan kesehatan meliputi serangkaiaan keputusan dan peristiwa yang terlibat dalam interaksi antara sejumlah orang, termasuk keluarga, teman-teman dan para profesional yang menyediakan jasa pelayanan kesehatan (White, 2004)

  2.2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga

  Menurut Feiring dan Lewis (1984) dalam Friedman (1998), ada bukti kuat dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa keluarga besar dan keluarga kecil secara kualitatif menggambarkan pengalaman-pengalaman perkembangan. Anak-anak yang berasal dari keluarga kecil menerima lebih banyak perhatian daripada anak-anak dari keluarga yang besar. Selain itu, dukungan yang diberikan orangtua (khususnya ibu) juga dipengaruhi oleh usia.Menurut Friedman (1998), ibu yang masih muda cenderung untuk lebih tidak bisa merasakan atau mengenali kebutuhan anaknya dan juga lebih egosentris dibandingkan ibu- ibu yang lebih tua.

  Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga lainnya adalah kelas sosial ekonomi orangtua. Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan.Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi daripada orang tua dengan kelas sosial bawah.

2.3 Keberfungsian Sosial

2.3.1 Fungsi Sosial

  Fungsi Sosial berarti : Proses sosialisasi telah memungkinkan seseorang tumbuh dan berkembang menjadi orang dewasa yang dapat menjalankan: a. berbagai peranan sosialnya sesuai dengan kedudukan sosial yang dicapainya dalam bermacam lingkungan sosial di mana dia menjadi warganya. b. kemampuan menjalankan multi status dan multi peranan tersebut dibentuk melalui proses pembelajaran di lingkungan budaya di mana nilai-nilai dan norma-norma sosial berlaku di lingkungan tersebut.

  Kemampuan untuk menjalankan multi peranan dalam bermacam kedudukan sosial, sesuai dengan tuntutan lingkungannya, menunjukkan keberfungsian sosial manusia.

  Disamping itu keberfungsian sosial juga mencakup pemenuhan kebutuhan dasar dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya. Kebutuhan dasar manusia itu mencakup aspek- aspek kebutuhan (1) fisik; (2) pengembangan diri; (3) emosional; dan (4) konsep diri yang memadai.

  Maslow menggunakan jenjang-jenjang kebutuhan. Perkembangan diri yang optimal ditandai oleh karakteristik yang berjenjang tinggi, seperti penerimaan terhadap dirinya sendiri, orang lain, dan alam, mengupayakan keadilan, kebenaran, ketertiban, kesatuan dan keindahan, memiliki kemampuan mengatasi masalah, mandiri, kaya akan respon emosional, memiliki relasi antar manusia yang memuaskan dan berkembang, kreatif dan memiliki dan menjunjung tinggi nilai-nilai moral.

2.3.2 Keberfungsian Sosial

  Istilah keberfungsian sosial mengacu pada cara-cara yang dipakai oleh individu akan kolektivitas seperti keluarga dalam bertingkah laku agar dapat melaksanakan tugas-tugas kehidupannya serta dapat memenuhi kebutuhannya. Juga dapat diartikan sebagai kegiatan- kegiatan yang dianggap penting dan pokok bagi penampilan beberapa peranan sosial tertentu yang harus dilaksanakan oleh setiap individu sebagai konsekuensi dari keanggotaannya dalam masyarakat. Konsep ini pada intinya menunjuk pada “kapabilitas” (capabilities) individu, keluarga atau masyarakat dalam menjalankan peran-peran sosial di lingkungannya. Penampilan dianggap efektif diantarannya jika suatu keluarga mampu melaksanakan tugas- tugasnya, menurut (Achlis, 1992) keberfungsian sosial adalah kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas dan peranannya selama berinteraksi dalam situasi social tertentu berupa adanya rintangan dan hambatan dalam mewujudkan nilai dirinnya mencapai kebutuhan hidupnyadiakses pada tanggal 15 Mei 2013 pukul 15.00 WIB)

  Baker, Dubois dan Miley (1992) menyatakan bahwa keberfungsian sosial berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasar diri dan keluarganya, serta dalam memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. Konsepsi ini mengedepankan nilai bahwa manusia adalah subyek dari segenap proses dan aktifitas kehidupannya. Bahwa manusia memiliki kemampuan dan potensi yang dapat dikembangkan dalam proses pertolongan. Bahwa manusia memiliki dan/atau dapat menjangkau, memanfaatkan, dan memobilisasi asset dan sumber-sumber yang ada di sekitar dirinya. Pendekatan keberfungsian sosial dapat menggambarkan karakteristik dan dinamika kemiskinan yang lebih realistis dan komprehensif. Ia dapat menjelaskan bagaimana keluarga miskin merespon dan mengatasi permasalahan sosial-ekonomi yang tekait dengan situasi kemiskinannya.Selaras dengan adagium pekerjaan sosial, yakni ‘to help people to help themselves’, pendekatan ini memandang orang miskin bukan sebagai objek pasif yang hanya dicirikan oleh kondisi dan karakteristik kemiskinan. Melainkan orang yang memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang sering digunakannya dalam mengatasi berbagai permasalahan seputar kemiskinannya.

  Ada empat poin yang diajukan pendekatan keberfungsian sosial dalam studi kemiskinan: Pertama, kemiskinan sebaiknya tidak dilihat hanya dari karakteristik si miskin secara statis, melainkan dilihat secara dinamis yang menyangkut usaha dan kemampuan si miskin dalam merespon kemiskinannya. Kedua, indikator untuk mengukur kemiskinan sebaiknya tidak tunggal, melainkan indikator komposit dengan unit analisis keluarga atau rumah tangga. Ketiga, konsep kemampuan sosial (social capabilities) dipandang lebih lengkap daripada konsep pendapatan (income) dalam memotret kondisi sekaligus dinamika kemiskinan. Keempat, pengukuran kemampuan sosial keluarga miskin dapat difokuskan pada beberapa key indicators yang mencakup kemampuan keluarga miskin memperoleh mata pencaharian (livelihood capabilities), memenuhi kebutuhan dasar (basic needs fulfillment), mengelola asset (asset management), menjangkau sumber-sumber (access to resources), berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan (access to social capital), serta kemampuan dalam menghadapi goncangan dan tekanan (cope with shocks and stresses) (sumber : diakses pada tanggal 15 Mei 2013 pukul 15.05 WIB).

  Keberfungsian sosial memiliki peran yang sangat besar di dalam kemiskinan sebab keberfungsian sosial mencakup aspek-aspek sebuah cara seseorang memenuhi kebutuhan- kebutuhan hidup, cara memecahkan masalah dan bagaimana seseorang menjalankan peran- peran dalam kehidupannya. Dapat dikatakan bahwa keberfungsian sosial menjadi pemicu munculnya kemiskinan karena keberfungsian sosial memiliki unsur-unsur antara lain :

  a) Kemampuan melaksanakan peran sosial, orang miskin hidup dengan memiliki keluarga, kelompok, komunitas dan masyarakat. Dalam hal ini orang miskinpun memiliki status sosial. Di kalangan sesama orang miskin ada juga strata sosial dan norma yang mengatur status sosial tersebut.

  b) Interaksional, yang dimaksud disini adalah setiap status sosial memiliki pasangannnya. Misalnya istri memiliki suami jika seorang istri tidak memiliki suami tetapi memiliki anak maka akan mengalami disfungsi sosial atau peran ganda sebagai seorang ibu sekaligus sebagai seorang bapak untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Dan dalam hal ini istri dapat dimasukkan dalam golongan wanita rawan sosial.

  c) Tuntutan dan Harapan, dalam katagori ini yang dimaksud adalah bahwa harapan tidak selalu sesuai dengan kenyataan. Setiap orang akan memiliki harapan untuk hidup layak tetapi jika kenyataan tidak sesuai maka akan mengakibatkan frustasi, depresi, penyimpangan perilaku, kriminal dan patologi sosial.

  d) Tingkah Laku, dalam hal ini berkaitan dengan peranan yang positif dan negatif. Jika seseorang bersikap positif sesuai dengan tuntutan masyarakat sekeliling maka orang tersebut akan menjadi panutan bagi masyarakat disekitarnya tetapi jika bersikap negatif dianggap tidak sesuai dengan tuntutan masyarakat sekitar maka orang tersebut akan dicemooh tetapi sikap dipengaruhi oleh faktor keluarga dan lingkungan sosialnya. Distorsi perilaku ini akan menimbulkan kemiskinan kebudayaan sebab bebudayaan sangat berkaitan dengan nilai-nilai hidup.

  e) Situasional, situasi sosial akan memperngaruhi tingkah laku manusia jadi orang miskin akan mudah melakukan tindakan-tindakan radikal jika situasi sosial mereka tidak memberikan rasa aman bagi mereka. Misalnya seorang wanita susila yang terpaks diakses pada tanggal 15 Mei 2013 pukul 15.10 WIB).

2.4 Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA)

2.4.1 Sejarah HIV/AIDS di Indonesia

  Secara resmi, setiap pernyataan menyebutkan bahwa kasus HIV/AIDS yang pertama di Indonesia , ditemukan April 1987, ketika seorang turis Belanda pengidap HIV/AIDS meninggal di Bali. HIV/AIDS dengan demikian muncul sebagai sebuah barang bawaan dari luar, kendati menurut beberapa sumber yang layak dipercaya, beberapa kasus dengan gejala ARC (penyakit menumpang pada AIDS) sudah ditemukan pada tahun 1983, lewat sebuah penelitian yang dilakukan oleh sebuah tim dari Fakultas Kedokteran UI dan RSCM di kalangan waria di Jakarta.

  Ternyata itu bukan kasus yang pertama, melainkan seorang perempuan muda yang merupakan pasien hemolitik autoimun di Rumah Sakit Islam Jakerta yang ditemukan tahun 1985. Ada dugaan kuat dia tertular virus mematikan ini melalui transfusi darah yang kerap diterimanya berkaitan dengan penyakit yang dideritanya. Sebenarnya kesimpulan bahwa dia mengidap HIV sudah diketahui sejak 1985, melalui pemeriksaan darah dengan cara Elisa. Selain pemeriksaan darah, tanda-tanda klinis yang dijumpai paa pasien memperkuat kesimpulan tersebut ((Djoerban, 2000:21)

  Kasus HIV-positif yang diidap pertama kali diumumkan secara resmi oleh pemerintah lewar Departemen Kesehatan, menyangkut 2 pekerja seks komersial dari lokalisasi pelacuran di Surabaya, Dolli dan Bangunsari, pada tanggal 14 Nopember 1991, yakni 2 hari sesudah peristiwa Dilli yang menghebohkan itu. Epidemi HIV/AIDS sudah berlangsung selama kurang lebih 20 tahun dan diduga masih akan berkepanjangan karena masih terapatnya faktor-faktor yang memudahkan penularan penyakit ini. Dalam beberapa tahun mendatang, penyakit ini diperkirakan belum akan dapat ditanggulangi secara baik sehingga dikhawatirkan akan berdampak luas terhadap kehidpuan ekonomi dan sosial.

  HIV/AIDS ini menjadi penyakit yang menarik perhatian karena penularannya berhubungan dengan perubahan-perubahan fenomena sosial, kultural, dan ekonomi masyarakat, dan selain itu virus ini adalah penyakit infeksi seumur hidup yang fatal berakhir dengan kematian, belum ada obat dan vaksinnya. Pada umumya HIV/AIDS dimasa sekarang lebih dominan menyerang penduduk yang masih dalam usia produktif.

  Pemerintah Indonesia juga menaruh perhatian yang besar terhadap penyebaran virus ini. Mulai tahun 1987 itu pula kegiatan-kegiatan penanggulangan telah dilaksanakan oleh sektor terkait, yang kemudian diikuti dengan beberapa keputusan-keputusan dan instruksi, antara lain KEPPRES No. 36 tahun 1994 tentang pembentukan Komisi Nasional Penanggulangan AIDS, Keputusan Menko Kesra No 8/Kep/Menko/Kesra/VI/94 dan No 9/Kep/Menko/Kesra/VI/94 yang isinya memberi instruksi untuk segera merumuskan kebijaksanaan nasional pencegahan, pelayanan, pemantauan, pengendalian, dan penyuluhan bahaya HIV/AIDS, serta Kep.MenNeg.Kependudukan/KA.BKKBN No 375/KT.401/E6/94 tanggal 10 November 1994, tentang pembentukan Tim Tehnis Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS. Berbagai langkah operasional telah diambil, dengan langkah strategis dan politis, yang berpuncak pada dicanangkannya Gerakan Keluarga Sejahtera Sadar HIV/AIDS pada bulan Maret 1995 di Kalimantan Timur oleh Presiden Soeharto.

  HIV/AIDS secara khusus merupakan sebuah virus yang menginfeksi seumur hidup, pengidap HIV terlihat sehat tetapi membawa penyakit (healthy carrier), penularan dapat melalui hubungan seksual, transfusi darah, dan perinatal, serta sejarah asal-usul infeksi yang baru sebagian masyarakat yang mengetahui. HIV juga dapat menyerang susunan syaraf pusat, senantiasa mempunyai interaksi dengan penyakit lainnya, sementara sasarannya terutama golongan usia produktif. Juga berakibat fatal, belum ada obat dan vaksin, dan sulit menentukan jumlah pengidap karena berlakunya fenomena gunung es.

2.4.2 Penjelasan HIV/AIDS

2.4.2.1 HIV

  HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang datang. Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk golongan virus RNA yaitu virus yang menggunakan RNA sebagai molekul pembawa informasi genetik. Virus HIV pertama kali ditemukan pada Januari 1983 oleh Luc Montaigner di Perancis pada seorang pasien limfadenopati. Oleh karena itu dinamakan LAV (Lymph Adenopathy Virus).

  Kemudian pada bulan Maret 1984, Robert Gallo di Amerika Serikat menemukan virus serupa pada penderita AIDS yang disebut HTLV-III. Pada bulan Mei 1986 Komisi Taksonomi Internasional memberi nama HIV.

  Sebagai retrovirus, HIV memiliki sifat khas karena memiliki ensim reverse

  

transcriptase, yaitu ensim yang memungkinkan virus mengubah informasi genetiknya yang

  berada dalam RNA kedalam bentuk DNA yang kemudian diintegrasikan kedalam informasi genetik sel limfosit yang diserang. Dengan demikian HIV dapat memanfaatkan mekanisme sel limfosit untuk mengkopi dirinya menjadi virus baru yang memiliki ciri-ciri HIV. HIV dapat ditemukan dan diisolasikan dari sel limfosit T, limfositB. Sel makrofag (di otak dan paru) dan berbagai cairan tubuh. Akan tetapi sampai saat ini hanya darah dan air mani yang jelas terbukti sebagai sumber penularan serta ASI yang mampu menularkan HIV dari ibu ke bayinya.

  Dengan analisis sekuens genetik dikenal 8 varian utama HIV yaitu subtipe A,B,C,D,E,F,G dan H. Kemudian ditemukan subtipe O yang pertama kali ditemukan di Kamerun, Afrika. Selanjutnya ditemukan subtipe J pada tahun 1997, dan terakhir subtipe N pada tahun 1998. Subtipe ini terutama penting untuk diketahui sebarannya didunia dan dinilai sifat dan perilaku virus misalnya dalam hal kemungkinan menimbulkan resistensi obat dan kemampuan deteksi reagens tes antibodi HIV. Di Thailand misalnya subtipe B dan E mendominasi infeksi baru HIV pada pengguna narkotika suntikan. Saat ini subtipe A sampai H dapat dideteksi dengan reagensia yang biasa digunakan. Namun hanya kurang lebih 50% reagensia tersebut mampu mendeteksi suptipe O. Oleh karena itu di daerah dimana prevalensi subtipe O cukup tinggi seperti di Kamerun strategi untuk mengetes HIV perlu dikaji ulang.

  Sistem imun manusia adalah sangat kompleks dan memiliki kaitan yang rumit antara berbagai jaringan dan sel dalam tubuh. Kerusakan pada salah satu komponen sistem imun akan mempengaruhi sistem imun secara keseluruhan terutama apabila komponen tersebut adalah komponen yang menentukan fungsi-fungsi komponen sistem lainnya.

  Didalam tubuh kita terdapat sel darah putih yang disebut sel CD4, fungsinya seperti saklar yang menghidupkan dan memadamkan kegiatan sistem kekebalan tubuh, tergantung ada tidaknya kuman yang harus dilawan. HIV yang masuk ke tubuh menularkan sel ini, ‘membajak’ sel, dan kemudian menjadikannya ‘pabrik’ yang membuat miliaran tiruan virus.

  Ketika proses tersebut selesai, tiruan HIV itu meninggalkan sel dan masuk ke CD4 yang lain. Sel yang ditinggalkan menjadi rusak, atau mati. Jika sel-sel ini hancur, maka sistem kekebalan tubuh kehilangan kemampuan untuk melindungi tubuh dari serangan penyakit.

  Keadaan ini membuat tubuh mudah terserang berbagai penyakit.

  Setelah tubuh terinfeksi, maka tidak langsung sakit, tubuh mengalami masa tanpa gejala khusus. Walaupun tetap ada virus didalam tubuh, tubuh tidak mempunyai masalah kesehatan akibat infeksi HIV, dan merasa baik-baik saja. Masa tanpa gejala ini bisa bertahun- tahun lamanya. Karena tidak ada gejala penyakit pada tahun-tahun awal terinfeksi HIV, sebagian besar orang yang terinfeksi HIV tidak tahu ada virus didalam tubuhnya. Hanya dengan tes darah dapat mengetahui jika terinfeksi atau tidak.

  Menjalani cara hidup yang baik dan seimbang sangat bermanfaat bagi kesehatan dan dapat memperpanjang masa tanpa gejala. Cara hidup ini termasuk makan makanan yang bergizi, kerja dan istirahat yang seimbang, olahraga yang teratur tetapi tidak berlebihan, serta tidur yang cukup. Sebaiknya hindari merokok, memakai narkoba dan minum minuman beralkohol yang berlebihan. Jauhkan diri dari stres dan mencoba untuk selalu berpikir positif. Jangan menyalahkan diri sendiri,atau pun pada orang lain karena terinfeksi HIV. HIV menular melalui : 1.

  Bersenggama yang membiarkan darah, air mani, atau cairan vagina dari orang HIV- positif masuk ke aliran darah orang yang belum terinfeksi (yaitu senggama yang dilakukan tanpa kondom, melalui vagina atau dubur, walau dengan kemungkinan kecil)

  2. Memakai jarum suntik yang bekas pakai orang lain, dan yang mengandung darah yang terinfeksi HIV

3. Menerima tranfusi darah yang terinfeksi HIV 4.

  Dari ibu HIV-positif ke bayi dalam kandungan, waktu melahirkan, dan jika menyusui dari ASI.

  Prinsip penularan HIV dikenal dengan ESSE :

  EXIT : keluar SUFFICIENT : cukup SURVIVE : virusnya hidup ENTER : masuk

  Jadi kesimpulannya HIV keluar dari tubuh dalam jumlah cukup dan dalam keadaan hidup, masuk ke dalam tubuh yang negatif.

  Tahap-tahap HIV: Stage 1 1.

  Biasanya tanpa gejala (asimptomatik)

  3 2.

  CD4 berjumlah 600-1500mm

3. Sistem kekebalan kita masih kuat 4.

  Pelan-pelan sel CD4 kita berkurang 5. Masih hidup sehat dan nyaman

  Upaya yang tetap dilakukan dalam Stage 1 : Pola hidup yang lebih sehat (olah raga, tidak merokok, tidak minum miras, makan yang sehat dll), sering kontrol di doktor, periksa IMS, melakukan seks yang aman dan sehat Tahap-tahap HIV: Stage 2 1.

  CD4 turun ke 350mm

  3 2.

  Sering mengalamTahap-tahap HIV: Stage 2 3. infeksi seperti jamur di mulut, ruam, demam, ISPA 4. Turun berat badan 5. Masih bisa hidup normal

  Upaya yang tetap dilakukan dalam Stage 2 : Sama dengan Stage 1 (pola hidup yang sehat, kontrol di doktor, immunisasi, seks yang sehat dan aman), infeksi yang muncul secepatnya diobati Tahap-tahap HIV: Stage 3 1.

  CD4 dibawah 200mm

  3 2.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Keberfungsian Sosial Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di Rumah Singgah Caritas PSE Medan

13 122 157

Respon Keluarga Terhadap Keluarga Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) Perempuan Dampingan Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan

0 42 156

Pengaruh Faktor Predisposisi, Dukungan Keluarga Dan Level Penyakit Orang Dengan HIV/AIDS Terhadap Pemanfaatan VCT Di Kota Medan

0 56 101

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Sosial Ekonomi 2.1.1 Pengertian Sosial Ekonomi - Sosial Ekonomi Keluarga dan Hubungannya dengan Prestasi Belajar Anak di SMK Telkom Sandhy Putra Medan

0 0 46

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kreativitas - Pengaruh Kreativitas dan Keterampilan Terhadap Keberhasilan Usaha Pada Kerajinan Rotan di Medan

0 2 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi - Pengaruh Peningkatan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kota Sibolga

0 0 14

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Dukungan Keluarga 2.1.1 Pengertian Dukungan Keluarga - Hubungan Dukungan Keluarga dan Depresi dengan Kualitas Hidup Pasien HIV/AIDS di RSUP.H. Adam Malik Medan Tahun 2014

0 0 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pelabuhan - Analisis Dampak Keberadaan Pelabuhan Belawan Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Medan Belawan

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kewirausahaan 2.1.1 Pengertian Kewirausahaan - Pengaruh Kreativitas Dan Inovasi Terhadap Keberhasilan Usaha Pada Usaha Tauko Medan

1 4 20

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Stroke 2.1.1. Definisi Stroke - Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga terhadap Kejadian Stroke Berulang di RSUD dr. Pirngadi Medan

0 0 35