Respon Keluarga Terhadap Keluarga Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) Perempuan Dampingan Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan

(1)

RESPON KELUARGA TERHADAP ORANG DENGAN

HIV-AIDS (ODHA) PEREMPUAN DAMPINGAN RUMAH

SINGGAH CARITAS PENGEMBANGAN SOSIAL

EKONOMI MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial

DISUSUN OLEH :

DEBORA MARITO FRANSISKA BANJARNAHOR 100902016

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Debora Marito Fransiska Nim : 100902016

ABSTRAK

Respon Keluarga Terhadap Keluarga Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) Perempuan Dampingan Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial

Ekonomi Medan

Stigma dan diskriminasi terhadap Orang dengan HIV dan AIDS (Odha) masih sering terjadi. Penghapusan diskriminasi terhadap Odha bukanlah hal yang mudah, kita harus lebih dahulu memahami faktor-faktor penyebab seseorang melakukan diskriminasi.Menjalani hidup keseharian dengan menyandang status sebagai Odha sangatlah berat. Perasaan-perasaan seperti merasa tidak berguna, tidak memiliki harapan, takut, sedih, marah, bermunculan seketika.tujuan penelitian adalah untuk mengetahui respon keluarga terhadap orang dengan HIV dan AIDS (Odha) perempuan dampingan Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan.

Penelitian ini tergolong tipe penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu keadaan subjek atau objek.Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menjabarkan hasil penelitian dan ntuk menganalisa data-data yang diperoleh dari hasil penelitian. Untuk menganalisa data-data yang diperoleh dari hasil penelitian dengan mentabulasi data yang didapat melalui keterangan responden, kemudian dicari frekuensi dan persentasenya. Setelah itu disusun dalam bentuk tabel tunggal dan dijelaskan dengan menggunakan pengukuran skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur persepsi, sikap dan partisipasi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.jumlah populasi dalam penelitian ini berjumlah 196 orang. Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini adalah 10% dari jumlah populasi, yaitu 10 % x 196 = 19,6 dibulatkan menjadi 20 orang dengan HIV dan AIDS (Odha) yang berjenis kelamin perempuan dan berusia produktif yaitu umur 20-49 tahun.

Untuk merumuskan kesimpulan hasil penelitian, khususnya mengidentifikasi respon, penulis menggunakan skala likert yang digunakan untuk mengukur sikap, persepsi dan partisipasi seseorang tentang dirinya atau kelompoknya, atau sekelompok orang yang berhubungan dengan suatu hal. Subjek penelitian ini dihadapkan pada pernyataan positif dan negatif melalui pernyataan setuju, kurang setuju, dan tidak setuju.


(3)

UNIVERSITY OF NORTHERN SUMATRA FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL

WELFARE

Name: Debora Marito Fransiska Nim: 100902016

ABSTRACT

Family Response Against Families Living with HIV and AIDS (ODHA) Adjacent Women Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi

Medan

Stigma and discrimination against people with HIV and AIDS (ODHA) are still common. Elimination of discrimination against people living with HIV is not easy, we must first understand the factors that cause a person to discriminate. Live daily with HIV-positive status as very heavy. Feelings such as feeling useless, no hope, fear, sadness, anger, springing instantly. purpose of research is to determine the family's response to people with HIV and AIDS (ODHA) women beneficiaries Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan.

This study classified the type of descriptive research, the research accurately describe the properties of a state of the subject or the object. In this study, data analysis technique used is descriptive analysis technique using a quantitative approach to describe the results of research and ntuk analyze the data obtained from the study. To analyze the data obtained from the study by tabulating the data obtained through the description of the respondent, then look for the frequency and percentage. Once it is established in a single table and explained using a Likert scale measurement. Likert scale is used to measure the perceptions, attitudes and participation of a person or group of people about the phenomenon sosial.jumlah population in this study amounted to 196 people. Sampling method in this study was 10% of the total population, which is 10% x 196 = 19.6 rounded up to 20 people with HIV and AIDS (ODHA) are female and of childbearing age is the age of 20-49 years.

To formulate the conclusion of the study, in particular identifying the response, the authors use a Likert scale used to measure attitudes, perceptions and participation of a person about his or her group, or a group of people related to the case. This research subjects exposed to positive and negative statements through statements agree, disagree, and disagree.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya penulisan skripsi ini. Segala puji syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesepurnaan hikmat dan berkatNya berupa kesehatan, kesabaran, dan kekuatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan masa kuliah di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan merampungkan penulisan skripsi yang berjudul“Respon Keluarga Terhadap Keluarga Orang Dengan HIV dan AIDS (Odha) Perempuan Dampingan Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan”.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini banyak mendapat bantuan dan dukungan baik materil maupun moril dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan FISIP USU beserta jajarannya. 2. Bapak Drs. Matias Siagian, M.Si, Ph.D selaku dosen pembimbing penulis yang

telah bersedia membimbing, meluangkan waktu, tenaga, kesabaran dan memberi dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih Pak, sudah membimbing dan membagi ilmu kepada saya.

3. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.SP selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial.

4. Seluruh Dosen di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial dan pegawai administrasi FISIP USU.


(5)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Pembatasan Masalah ... 9

1.4. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 10

1.4.1 Tujuan Penelitian ... 10

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 10

1.5. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Respon ... 12

2.1.1. Pengertian Respon ... 12

2.1.2. Proses Terjadinya Respon ... 12

2.1.3. Indikator Respon ... 13

2.2. Keluarga ... 17

2.2.1. Pengertian Keluarga ... 17

2.2.2. Keluarga Batih ... 20

2.2.3. Dasar Pembentukan Keluarga ... 22

2.2.4. Posisi Keluarga Dalam Menentukan Displin Diri Anak ... 23

2.2.5. Fungsi Keluarga ... 24

2.2.6. Peran Keluarga ... 25

2.3. Orang DenganHIV dan AIDS (ODHA) Perempuan ... 26

2.3.1. Penjelasan HIV dan AIDS ... 26


(6)

2.3.1.2. AIDS ... 30

2.3.1.3. Penjelasan Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) ... 32

2.3.1.4. Perempuan ... 33

2.3.1.5. ODHA Perempuan ... 34

2.3.1.6. Aspek Medik Yang Dihadapi Odha ... 36

2.3.1.7. Ketidakadilan Yang Dialami Odha Perempuan ... 37

2.3.1.8. Perawatan Odha di Rumah ... 40

2.3.1.9. Layanan ARV Untuk Odha ... 43

2.4. Dampingan ... 45

2.5. Respon Keluarga Terhadap Odha Perempuan ... 45

2.6. Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi ... 49

2.7. Kerangka Pemikiran ... 50

2.8. Definisi Konsep dan Definisi Operasional ... 53

2.8.1. Definisi Konsep ... 53

2.8.2. Definisi Operasional ... 54

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian ... 56

3.2. Lokasi Penelitian ... 56

3.3. Populasi dan Sampel ... 57

3.3.1. Populasi ... 57

3.3.2. Sampel ... 57

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 58


(7)

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1. Latar Belakang Pendirian Lembaga ... 61

4.2. Identitas dan Nilai Pelayanan ... 62

4.2.1. Visi Pelayanan ... 62

4.2.2. Misi Pelayanan ... 63

4.2.3. Kebijakan ... 63

4.2.4. Strategi Pelayanan ... 63

4.2.5 Deskripsi Kerja ... 65

4.3. Sejarah Rumah Singgah Caritas ... 67

4.3.1. Tujuan Rumah Singgah Caritas ... 68

4.3.2. Kegiatan Rumah Singgah Caritas ... 68

4.3.3. Struktur Organisasi ... 69

4.3.4. Bagian Kerja di Rumah Singgah Caritas ... 73

BAB V ANALISIS DATA 5.1. Analisis Identitas Responden ... 75

5.2. Analisis Data Penelitian ... 79

5.2.1. Persepsi Responden Terhadap Odha Perempuan ... 79

5.2.2. Sikap Responden Terhadap Odha Perempuan ... 93

5.2.3. Partisipasi Responden Terhadap Odha Perempuan ... 102

5.3. Analisa Data Kuantitatif Terhadap Odha Perempuan ... 113

5.3.1. Persepsi Responden Terhadap Odha Perempuan ... 115

5.3.2. Sikap Responden Terhadap Odha Perempuan ... 116


(8)

BAB VI PENUTUP

6.1. Kesimpulan ... 120 6.2. Saran ... 121


(9)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Debora Marito Fransiska Nim : 100902016

ABSTRAK

Respon Keluarga Terhadap Keluarga Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) Perempuan Dampingan Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial

Ekonomi Medan

Stigma dan diskriminasi terhadap Orang dengan HIV dan AIDS (Odha) masih sering terjadi. Penghapusan diskriminasi terhadap Odha bukanlah hal yang mudah, kita harus lebih dahulu memahami faktor-faktor penyebab seseorang melakukan diskriminasi.Menjalani hidup keseharian dengan menyandang status sebagai Odha sangatlah berat. Perasaan-perasaan seperti merasa tidak berguna, tidak memiliki harapan, takut, sedih, marah, bermunculan seketika.tujuan penelitian adalah untuk mengetahui respon keluarga terhadap orang dengan HIV dan AIDS (Odha) perempuan dampingan Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan.

Penelitian ini tergolong tipe penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu keadaan subjek atau objek.Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menjabarkan hasil penelitian dan ntuk menganalisa data-data yang diperoleh dari hasil penelitian. Untuk menganalisa data-data yang diperoleh dari hasil penelitian dengan mentabulasi data yang didapat melalui keterangan responden, kemudian dicari frekuensi dan persentasenya. Setelah itu disusun dalam bentuk tabel tunggal dan dijelaskan dengan menggunakan pengukuran skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur persepsi, sikap dan partisipasi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.jumlah populasi dalam penelitian ini berjumlah 196 orang. Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini adalah 10% dari jumlah populasi, yaitu 10 % x 196 = 19,6 dibulatkan menjadi 20 orang dengan HIV dan AIDS (Odha) yang berjenis kelamin perempuan dan berusia produktif yaitu umur 20-49 tahun.

Untuk merumuskan kesimpulan hasil penelitian, khususnya mengidentifikasi respon, penulis menggunakan skala likert yang digunakan untuk mengukur sikap, persepsi dan partisipasi seseorang tentang dirinya atau kelompoknya, atau sekelompok orang yang berhubungan dengan suatu hal. Subjek penelitian ini dihadapkan pada pernyataan positif dan negatif melalui pernyataan setuju, kurang setuju, dan tidak setuju.


(10)

UNIVERSITY OF NORTHERN SUMATRA FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL

WELFARE

Name: Debora Marito Fransiska Nim: 100902016

ABSTRACT

Family Response Against Families Living with HIV and AIDS (ODHA) Adjacent Women Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi

Medan

Stigma and discrimination against people with HIV and AIDS (ODHA) are still common. Elimination of discrimination against people living with HIV is not easy, we must first understand the factors that cause a person to discriminate. Live daily with HIV-positive status as very heavy. Feelings such as feeling useless, no hope, fear, sadness, anger, springing instantly. purpose of research is to determine the family's response to people with HIV and AIDS (ODHA) women beneficiaries Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan.

This study classified the type of descriptive research, the research accurately describe the properties of a state of the subject or the object. In this study, data analysis technique used is descriptive analysis technique using a quantitative approach to describe the results of research and ntuk analyze the data obtained from the study. To analyze the data obtained from the study by tabulating the data obtained through the description of the respondent, then look for the frequency and percentage. Once it is established in a single table and explained using a Likert scale measurement. Likert scale is used to measure the perceptions, attitudes and participation of a person or group of people about the phenomenon sosial.jumlah population in this study amounted to 196 people. Sampling method in this study was 10% of the total population, which is 10% x 196 = 19.6 rounded up to 20 people with HIV and AIDS (ODHA) are female and of childbearing age is the age of 20-49 years.

To formulate the conclusion of the study, in particular identifying the response, the authors use a Likert scale used to measure attitudes, perceptions and participation of a person about his or her group, or a group of people related to the case. This research subjects exposed to positive and negative statements through statements agree, disagree, and disagree.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Stigma dan diskriminasi terhadap Orang dengan HIV dan AIDS (Odha) masih sering terjadi. Seorang perempuan bernama Mairinda yang kini menjabat sebagai manajer kasus organisasi Odha di Bandung Plus Support (BPS), mengalami diskriminasi dari keluarganya, saat diketahui bahwa ia terinfeksi HIV. Keluarganya sempat tidak mengerti dan melakukan diskriminasi terhadapnya. Semua barang-barang yang dipakainya dipisahkan tanggal 29 Juni 2014 pukul 23.00 WIB).

Seorang perempuanyang bernama Yanti dan anaknya bernama Nuel juga mengalami penolakan dari lingkungannya, usai diwawancarai oleh sebuah stasiun televisi swasta untuk memperingati hari AIDS. Para tetangga yang menonton acara itu langsung meminta pemilik kontrakan untuk mengusir Yanti dan anaknya dari rumah kontrakan tersebut, bukan itu saja Yantijuga harus rela kehilangan sumber penghasilannya, karena dikeluarkan dari PT Penta Adi Samudera, tempat ia bekerja.Yanti dan anaknya juga harus dikucilkan, dari pihak gereja Stephanus

Perlakuan diskriminasi terhadap Odha merupakan bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia. Perlu kita ingat bahwa Odha tetaplah seorang manusia biasa yang juga mempunyai hak asasi, Odha mempunyai hak untuk hidup, hak untuk mendapat kasih sayang, hak untuk mendapat perlindungan, hak untuk mendapat pelayanan dan


(12)

perlakukan adil seperti layaknya manusia biasa. Masyarakat mungkin memang paham mengenai HIV dan AIDS, namun belum sepenuhnya paham untuk hidup berdampingan dengan Odha. Dinyatakan positif HIV bukan merupakan hal yang mudah diterima. Sikap menjauhkan diri secara naluri berakar dalam watak manusia. Masyarakat awam pada awalnya menunjukkan reaksi yang berlebihan bila mengetahui seorang terinfeksi HIV positif berada dilingkungannya.

Bentuk diskriminasi yang dialami Odha dalam keluarga misalnya dikucilkan, ditempatkan dalam ruang atau rumah khusus, diberi makan secara terpisah, memisahkan peralatan-peralatan yang mereka gunakan, bahkan ada yang diborgol dan dijaga satpam. Pengucilan juga terjadi di dalam masyarakat. Sementara pers memuat foto, nama, dan alamat tanpa ijin. Diskriminasi yang dilakukan perusahaan misalnya pemutusan hubungan kerja atau mutasi. Bentuk diskriminasi rumah sakit dan tenaga medis berupa penolakkan untuk merawat, mengoperasi, atau menolong persalinan, tidak menjaga kerahasiaan, baik kepada sesama petugas kesehatan, para pengunjung dan keluarga pasien rumah sakit, serta penolakkan untuk memandikan

jenazah. diakses

pada tanggal 28 Juni 2014 Pukul 20.00WIB).

Beban paling berat yang dirasakan Odha adalah stigma yang dilekatkan kepada mereka, khususnya kepada Odha perempuan.Odha perempuan menjadi sorotan tajam seolah-olah penyebab meluasnya AIDS adalah perempuan. Masyarakat menilai Odha perempuan adalah mereka yang berprofesi sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK), menggunakan narkoba suntik dan ”bukan orang baik-baik”. Masih ada kejadian dimana perempuan yang terkena AIDS dihukum oleh masyarakat, dianggap kotor dan diasingkan seolah-olah bencana bagi lingkungannya. Stigma itu menyebabkan Odhaperempuan sering dikucilkan


(13)

masyarakat dan mendapat perlakuan diskriminatif, bukan cuma oleh masyarakat awam, tetapi juga oleh tenaga medis. Odha bisa disandang siapa saja, termasuk anak-anak dan ibu baik-baik. Stigma negatif terhadap Odha sangat merugikan upaya penanggulangan penyebaran HIV dan AIDS.

Penghapusan diskriminasi terhadap Odha bukanlah hal yang mudah, kita harus lebih dahulu memahami faktor-faktor penyebab seseorang melakukan diskriminasi. Seseorang yang negatif HIV tidak akan terinfeksi dari udara, makanan, air, gigitan serangga, hewan, piring, sendok, kakus,atau lainnya yang tidak melibatkan darah, air mani, cairan vagina dan ASI. HIV juga tidak menular dari kotoran, cairan hidung, air liur, keringat, air mata, air seni, atau muntahan kecuali cairan ini bercampur darah. Faktanya, masyarakat awam sebenarnya dapat membantu Odha dengan makan, mengganti pakaian, bahkan memandikannya tanpa resiko terinfeksi, asal mengikuti langkah yang dijelaskan sebelumnya. Intinya HIV bisa tertular jika terjadinya pintu masuk pertukaran atau percampuran darah, cairan kelamin antara Odha dengan orang yang negatif HIV.

Berbagai langkah telah dilakukan oleh orang-orang yang peduli dengan HIV, termasuk memberi sosialisasi penularan dan pencegahan HIV kepada setiap golongan masyarakat. Sampai detik inipun jika masyarakat mendengar kata HIV mungkin muncullah stigma, apalagi jika harus berhadapan dengan orang yang menderita HIV. Masyarakat tersebut pun enggan untuk menyentuhnya dan muncullah diskriminasi, sehingga hal yang perlu kita ingat adalah jauhi penyebab penyakitnya atau perilaku berisiko, jangan jauhi orangnya.

Kementrian Kesehatan mencatat sampai dengan tahun 2005 jumlah kasus HIV yang dilaporkan sebanyak 859, tahun 2006 (7.195), tahun 2007 (6.048), tahun 2008 (10.362), tahun 2009 (9.793), tahun 2010 (21.591), tahun 2011 (21.031), tahun


(14)

2012 (21.511). Jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan dari tahun 1987 sampai dengan Maret 2013 sebanyak 103.759 orang.

Sampai dengan tahun 2005 jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sebanyak 4.987, tahun 2006 (3.514), tahun 2007 (4.425), tahun 2008 (4.943), tahun 2009 (5.483), tahun 2010 (6.845), tahun 2011 (7.004), tahun 2012 (5.686). Jumlah kumulatif infeksi AIDS yang dilaporkan dari tahun 1987 sampai dengan Maret 2013 sebanyak 43.347 orang. Proporsi kumulatif kasus AIDS tertinggi berada pada kelompok umur 20-29 tahun (30,7%) diikuti dengan kelompok umur 30-39 tahun (21,8%) dan kelompok umur 40-49 tahun (10%), kelompok umur 15-19 tahun (3,3%) dan kelompok umur 50-59 tahun (3,0%). Selama periode pelaporan bulan Januari hingga Maret 2013, persentase kasus AIDS menurut faktor risiko tertinggi adalah hubungan seks tidak aman pada heteroseksual (81,1%), penggunaan jarum suntik steril pada pengguna napza suntik/penasun (7,8%), dari ibu (positif HIV) ke anak (5,0%), homoseksual (2,8%), transfusi darah (1,3%) dan Bisex (1,1%). Juni 2014 pukul 23.25 WIB).

Rasio kasus AIDS antara laki-laki dengan perempuan adalah 2:1 (laki-laki: 64,8% dan perempuan 35,2%). Jumlah kasus HIV dan AIDS pada laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan, tetapi karena mayoritas perempuan yang mengalami HIV dan AIDS merupakan usia produktif (20-49 tahun), maka hal ini menimbulkan resiko jumlah penularan HIV akan meningkat, hal ini disebabkan karena pada perempuan berusia produktif perempuan akan lebih mudah menularkan HIV kepada orang lain, baik melalui hubungan seksual, kontak darah sampai kepada anaknya yaitu dengan cara melahirkan dan menyusui.


(15)

Menjalani hidup keseharian dengan menyandang status sebagai Odha sangatlah berat. Perasaan-perasaan seperti merasa tidak berguna, tidak memiliki harapan, takut, sedih, marah, bermunculan seketika. Sisi psikologis mereka bisa dipastikan sangat tertekan. Kebanyakan Odha cenderung menunjukkan reaksi-reaksi keras seperti menolak hasil tes, menangis, menyesali, memarahi diri sendiri, mengucilkan diri sendiri bahkan terkadang terpintas dipikirannya ingin bunuh diri. Saat-saat seperti itu merupakan gejala psikologis yang justru dapat membuat Odha tersebut semakin terpuruk.

Odha mengalami kondisi yang tidak menyenangkan baik secara fisik maupun psikis. Secara fisik kesehatan Odha terganggu, hal ini dikarenakan virus HIVmenyerang sistem kekebalan tubuh Odha. Secara psikis, antara lain Odha mempunyai perasaan hampa, inisiatifnya kurang, merasa tidak berarti, apatis, serba bosan, tidak memiliki tujuan hidup yang jelas, muncul pikiran bunuh diri, bahkan sikapnya terhadap kematian juga ambivalen, artinya di satu pihak Odha merasa takut dan tidak siap mati, tetapi di sisi lain Odha beranggapan bahwa bunuh diri adalah jalan keluar terbaik untuk lepas dari kehidupan yang tidak berarti.

Mental seorang Odha khususnya Odha perempuan lebih mudah rapuh sebab Odha perempuan harus bisa menerima status dirinya, melakukan peranannya sebagai perempuan dalam mengurus rumah tangga, mengurus suami dan anak-anak, bahkan mengurus dirinya sendiri. Dukungan dari pasangan hidup, sahabat, keluarga ataupun masyarakat sangat diperlukan Odha perempuan. Vivi yang merupakan seorang Odha mengatakan, bahwa dukungan dari keluarga itu penting, karena dapat memotivasi Odha untuk hidup sehat dan berfungsi sosial. Dukungan dan semangat yang diberikan oleh masyarakat dan keluarga, Odha merasa bahwa hidupnya berguna.


(16)

anak-dapat-warisan-hiv-dari-sang-ayahdiakses pada tanggal 18 Juni 2014 pukul 23.19 WIB).

Kehidupan Odha perempuan akan kelihatan berbeda apabila ia mendapat respon yang baik dari keluarganya dibandingkan apabila mendapat respon negatif berupa penolakan dan diskriminasi dari keluarganya maupun orang terdekatnya. Sanggat penting bagi keluarga untuk memberikan dukungan, kasih sayang, perhatian dan sikap yang baik bagi Odha khususnya perempuan.Dukungan keluarga membuat Odha sendiri bisa lebih mengatur hidupnya. Sebenarnya penyakit yang berhubungan dengan Odha biasanya akan cepat membaik, dengan kenyamanan di rumah dan juga dukungan dari teman terutama keluarga.

Keluarga sebagai kesatuan komunitas yang terkecil juga akan menerima beban mental yang cukup berat. Timbulnya reaksi sosial dalam bentuk pengucilan, perceraian dan berbagai bentuk konflik rumah tangga lainnya. Munculnya masalah yatim piatu karena anak-anak ditinggal mati kedua orang tuanya yang mati karena AIDS tidak saja dirasakan bebannya oleh keluarga, tetapi juga akan menjadi beban sosial tambahan bagi pemerintah dan masyarakat.

Tempat terbaik untuk merawat Odha adalah di rumah dengan dikelilingi oleh orang-orang yang mencintai dan dicintainya. Odha dapat tetap hidup aktif untuk waktu yang lama dan bisa berdaya untuk kehidupannya sendiri dan orang lain. Dukungan keluarga terutama perawatan Odha dirumah biasanya akan menghabiskan biaya lebih murah, lebih menyenangkan, lebih akrab, dan membuat Odha sendiri bisa lebih mengatur hidupnya. Sebenarnya penyakit yang berhubungan dengan Odha biasanya akan cepat membaik, dengan kenyamanan di rumah, dengan dukungan dari teman terutama keluarga (Yayasan Spiritia, 2008:15).


(17)

Upaya dalam mengangkat peranan keluarga sebagai basis utama penanggulangan AIDS di Indonesia, juga tidak bisa lepas dari upaya untuk lebih memberdayakan kaum perempuan. Kaum perempuan sebagai penyangga keluarga tidak perlu lagi diragukan peranannya, tetapi dalam menghadapi masalah AIDS, kaum perempuan tiga kali lebih besar resikonya terinfeksi HIV dibandingkan kaum pria. Perempuan juga mendapat kesulitan lebih besar kalau sudah terinfeksi, baik sebagai ibu yang akan melahirkan bayi, sebagai teman yang akan merawat mereka yang disayangi, maupun sebagai pencari nafkah. Semua bentuk risiko yang memudahkan kaum perempuan tertular HIV dan lemahnya tawar menawar mereka perlu mendapat perhatian dan dukungan semua pihak terutama pihak keluarga.

Lingkungan memiliki peran yang cukup besar dalam mendukung Odha perempuan, mereka memerlukan dukungan untuk mendapatkan kembali semangat hidupnya dan mengembalikan rasa percaya diri. Kesiapan keluarga dan masyarakat untuk merawat Odha di rumah memang penting sekali. Odha perempuan membutuhkan interaksi dan komunikasi untuk mencurahkan isi hati dan menambah informasi tentang penyakitnya. Sulit bagi Odha perempuan untuk membuka percakapan tentang dirinya kepada orang lain. Beban hidup yang dirasakan oleh Odha perempuan akan terasa ringan apabila orang terdekatnya seperti sahabat dan keluarganya memberikan dukungan, perhatian dan cinta kasih.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan salah satu bagian yang mempunyai peran aktif dalam melaksanakan kebijakan rencana strategis pemerintah dalam rangka penanggulangan HIV dan AIDS. Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi merupakan sebuah lembaga swadaya masyarakat yang berada dibawah pengawasan Keuskupan Agung Medan, yang terletak di Jalan Sei Asahan No. 36 Tanjung Rejo, Medan Sunggal. Salah satu bentuk pelayanan dari


(18)

Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan yaitu melayani dan menyediakan informasi tentang narkotika, Human Immunodeficiency Virus-Acquired Immune Deficiency Syndrom (HIV-AIDS), kesehatan reproduksi, anak jalanan dan juga persoalan psikologis.

Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan berdiri sejak tahun 2010 dan sejak saat itu Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan langsung menjalankan tugasnya terutama dalam diisu penanggulangan HIV dan AIDS. Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi tak jarang memberikan penyuluhan kepada masyarakat, sekolah, kampus ataupun organisasi, untuk melindungi diri sendiri terhadap dari HIV dan AIDS, penyuluhan ini juga ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan agar masyarakat tidak bereaksi naluriah tetapi rasional dan empatis terhadap Odha. Mereka juga mendampingi Odha untuk bisa berdaya dan berfungsi.

Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan mendampingi Odha laki-laki dan perempuan. Odha yang mereka dampingi pun tidak hanya orang yang berasal dari kota Medan saja, tetapi dari luar kota Medan pun mereka dampingi. Kegiatan ini berjalan sampai sekarang, baik dalam mendampingi Odha periksa kesehatan, mengambil obat ke rumah sakit yang telah ditentukan dan membantu dampingan Odha dalam memberikan informasi yang tepat kepada keluarganya maupun masyarakat tentang HIV dan AIDS.

Respon keluarga Odha dampingan Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan inipun cukup bervariasi, ada yang menolak dan ada juga yang mendukung. Perbedaan dalam hal menerima anggota keluarga yang terinfeksi HIV tersebutlah yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian yaitu dimana peneliti ingin mengetahui bagaimana prespsi, sikap dan partisipasi keluarga


(19)

terhadap Odha perempuan dampingan Rumah Singgah Caritas apabila mereka menerima keberadaan Odha tersebut dan bagaimana pula jika keluarga tersebut menolak keberadaan Odha perempuan, apa yang membuat Odha perempuan ini mampu kuat dan bertahan.

Mengingat bahwa mayoritas perempuan yang mengalami HIV dan AIDS merupakan usia produktif (20-49 tahun), maka penulis memfokuskan penelitiannya kepada Odha perempuan yang merupakan usia produktif yaitu 20-49 tahun. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis tertarik untuk meneliti respon keluarga terhadap Odha perempuan, yang hasilnya dituangkan dalam skripsi dengan judul“Respon Keluarga Orang Dengan HIV–AIDS (ODHA) Perempuan Dampingan Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan maka masalah penelitian dapat dirumuskan, yaitu “Bagaimana respon keluarga terhadap orang dengan HIV dan AIDS perempuan dampingan Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan?”.

1.3 Pembatasan Masalah

Untuk lebih mempertajam masalah yang akan diteliti tentang respon keluarga terhadap orang dengan HIV-AIDS (Odha) perempuan dampingan Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan, maka objek sasaran yang akan diteliti oleh penulis adalah sebagai berikut:


(20)

1. Respon keluarga dari orang dengan HIV dan AIDS (Odha) perempuan dampingan Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan. 2. Orang dengan HIV dan AIDS yang berjenis kelamin perempuan dan berusia

produktif yaitu 20-49 tahun.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui respon keluarga terhadap orang dengan HIV dan AIDS (Odha) perempuan dampingan Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan.

1.4.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Pengembangan konsep dan teori-teori yang berkenaan dengan Orang dengan HIV dan AIDS dan masalahnya.

2. Pengembangan model penanganan Orang dengan HIV dan AIDS yang umumnya menggunakan model pendekatan keluarga (family based).


(21)

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan memahami dan mengetahui isi yang terkandung dalam skripsi ini, maka diperlukan sistematika. Sistematika penulisan skripsi ini meliputi : BAB I : PENDAHULUAN

Berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan uraian konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep dan definisi operasional

BAB III : METODE PENELITIAN

Berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian yang berhubungan dengan masalah objek yang akan diteliti.

BAB V : ANALISIS DATA

Berisikan tentang uraian data yang diperoleh dalam penelitian beserta analisisnya.

BAB V : PENUTUP

Berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat sehubungan dengan penelitian yang akan dilakukan.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Respon

2.1.1. Pengertian Respon

Respon berasal dari bahasa Inggris yaitu response yang berarti jawaban, reaksi atau tanggapan.Respon juga merupakan istilah yang digunakan dalam psikologi untuk menamakan reaksi terhadap rangsang yang diterima oleh panca indera. Teori behaviorisme menggunakan istilah respon yang dipasangkan dengan ransang dalam menjelaskan proses terbentuknya perilaku. Pusat perhatian psikologi seharusnya diarahkan pada pendeskripsian, penjelasan, pembuatan prediksi, serta pengontrolan dari tingkah laku, dengan kata lain respon merupakan perilaku yang muncul karena adanya rangsangan dari lingkungan (Adi, 1994:58).

Respon pada prosesnya didahului sikap seseorang, karena sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku jika ia menghadapi suatu ransangan tertentu. Respon juga diartikan sebagai suatu tingkahlaku atau sikap yang berwujud, baik sebelum pemahaman yang mendetail, penelitian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak suka serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu.

2.1.2. Proses Terjadinya Respon

Ada beberapa gejala terjadinya respon, mulai dari pengamatan sampai berpikir. Gejala tersebut menurut Suryabrata adalah sebagai berikut:


(23)

1. Pengamatan, yakni kesan-kesan yang diterima sewaktu perangsang mengenai indera dan perangsangnya masih ada. Pengamatan ini merupakan bagian dari kesadaran dan pikiran yang merupakan abstraksi yang dikeluarkan dari arus kesadaran.

2. Bayangan pengiring, yaitu bayangan yang timbul setelah kita melihat sesuatu warna. Bayangan pengiring itu terbagi menjadi dua macam, yaitu bayangan pengiring positif yakni bayangan pengiring yang sama dengan warna objeknya, serta bayangan pengiring negatif adalah bayanagn pengiring yang tidak sama dengan warna objeknya.

3. Bayangan eiditik, yaitu bayangan yang sangat jelas dan hidup sehingga menyerupai pengamatan. Respon, yakni bayangan yang menjadi kesan yang dihasilkan dari pengamatan. Respon diperoleh dari penginderaan dan pengamatan.

Proses terjadinya respon tersebut adalah pertama-tama indera mengamati objek tertentu, setelah itu muncul bayangan pengiring yang berlangsung sangat singkat sesaat sesudah perangsang berlalu. Setelah bayangan perangsang muncul kemudian bayangan editis, bayangan ini sifatnya lebih tahan lama, lebih jelas dari bayangan perangsang. Setelah itu muncul tanggapan dan kemudian pengertian. (http:/a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter2x.psf diakses pada tanggal 23 September 2014 Pukul 21.00 wib).

2.1.3. Indikator Respon

Respon yang muncul ke dalam kesadaran, dapat memperoleh dukungan atau rintangan dari respon lain. Dukungan terhadap respon akan menimbulkan rasa senang, sebaliknya respon yang mendapat rintangan akan menimbulkan rasa tidak


(24)

senang. Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa indikator respon terdiri dari respon yang positif yaitu kecendrungan tindakannya adalah mendekati, menyukai, menyenangi, dan mengharapkan suatu objek. Respon yang negatif yaitu kecendrungan tindakannya menjauhi, menghindari dan memberi objek tertentu.(http:/a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter2x.psf

diakses pada tanggal 23 September 2014 Pukul 21.00 wib).

Respon dalam penelitian ini akan diukur dari tiga aspek, yaitu persepsi, sikap dan partisipasi.Persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagimanacara seseorang melihat sesuatu sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian yaitu bagimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Menurut De Vito (dalam Sobur, 2003: 445), persepsi adalah proses ketika kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indera kita. Pareek mengatakan bahwa persepsi adalah proses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji dan memberikan reaksi kepada rangsangan pancaindera atau data.

Persepsi diperoleh dari pengelolaan ingatan (memory) kemudian diolah kembali berdasarkan pengalaman yang kita miliki (Adi, 1994:105).Menurut Morkowitz dan Orgel, persepsi merupakan proses yang terintegrasi dalam diri individu terhadap stimulus yang diterimanya, dengan demikian persepsi merupakan suatu proses pengorganisasian dan penginterprestasian terhadap stimulus yang diterima oleh individu, sehingga merupakan sesuatu yang berarti (Walgito, 2007:26).

Fenomena lain yang terpenting dalam kaitannya dengan persepsi adalah atensi (attention). Atensi merupakan suatu proses penyeleksian input yang akan diproses dalam kaitan dengan pengalaman. Atensi ini menjadi bagian yang penting dalam proses persepsi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi atensi seseorang


(25)

dapat dilihat dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi atensi adalah:

1. Motif dan kebutuhan.

2. Preparatory set, yaitu kesiapan seseorang untuk berespon terhadap suatu input sensorik tertentu tetapi tidak pada input yang lain.

3. Minat (interest).

Sedangkan, faktor eksternal yang mempengaruhi atensi adalah : 1. Intensitas dan ukuran.

2. Kontras dengan hal-hal yang baru. 3. Pengulangan.

4. Pergerakan. (Adi, 1994: 107).

Mengenai sikap dalam bahasa Inggris disebut “attitude”. Orang atau individu didalam berhubungan dengan orang lain tidak hanya berbuat begitu saja, tetapi juga menyadari perbuatan yang dilakukannya dan menyadari pula situasi yang ada sangkut pautnya dengan perbuatan itu. Kesadaran ini tidak hanya mengenai tingkah laku yang mungkin akan terjadi, tetapi juga kesadaran individu yang menentukan perbuatannya yang mungkin akan terjadi itulah yang dinamakan sikap (Ahmadi, 2009:161).

Secord dan Backman (dalam, Sobur 2003:358) mengatakan bahwa sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu objek di lingkungan sekitarnya. Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu, artinya tidak ada sikap tanpa obyek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peristiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-lain.


(26)

Sikap tercurah melalui tindakan yang dinyatakan dalam suatu perasaan suka atau ketidaksukaan terhadap aktivitas yang dilakukan oleh seseorang sehingga tindakan tersebut mampu memberikan hal yang positif atau negatif yang dianggap sebagai wujud dari tingkah laku manusia. Apabila individu memiliki sikap yang positif terhadap suatu objek ia akan menunjukkan atau memperlihatkan, menerima, mengakui, menyetujui, siap membantu, atau berbuat sesuatu yang menguntungkan objek itu, sebaliknya bila ia memiliki sikap yang negatif terhadap suatu objek, maka ia akan menunjukkan atau memperlihatkan penolakkan, mengecam, mencela, menyerang bahkan membinasakan objek tersebut (Ahmadi, 2009:153).

Sikap sangat menentukan tindakan terhadap suatu objek itu positif atau negatif. Sikap dapat dinyatakan sebagai hasil belajar, karena sikap dapat mengalami perubahan. Sesuai dengan yang dinyatakan Sherif & Sherif (dalam Dayakisni, Hudaniah. 2003:98) bahwa sikap dapat berubah karena kondisi dan pengaruh yang diberikan. Sebagai hasil dari belajar sikap tidaklah terbentuk dengan sendirinya karena pembentukan sikap senantiasa akan berlangsung dalam interaksi manusia berkenaan dengan objek tertentu.

Selain persepsi dan sikap, partisipasi juga menjadi hal yang sangat penting dalam mengukur suatu respon. Partisipasi adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses yang ada dalam amsyarakat, pemilihan dan pengambilan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah dan keterlibatan masyarakat dalam mengevaluasi perubahan yang terjadi (Adi, 2000: 27). Dapat dikatakan partisipasi tersebut sama dengan peran serta. Peran serta merupakan proses komunikasi dua arah yang dilakukan terus menerus guna meningkatkan pengertian masyarakat atas suatu proses dimana masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan sedang dianalisa oleh badan yang bertanggung jawab.


(27)

Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa indikator dari respon itu adalah senang (positif) dan tidak senang (negatif). Respon bermula dari adanya suatu tindakan pengamatan yang menghasilkan suatu kesan sehingga menjadi kesadaran yang dapat dikembangkan pada masa sekarang ataupun menjadi antisipasi pada masa yang akan datang.

2.2 Keluarga

2.2.1 Pengertian Keluarga

Keluarga adalah kelompok primer yang paling penting di dalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita, perhubungan mana sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak yang belum dewasa. Satuan ini mempunyai sifat-sifat tertentu yang sama, dimana saja dalam satuan masyarakat manusia (Ahmadi, 2009:221).

Keluarga juga diartikan sebagai institusi yang paling tua dan tetap bertahan, walaupun strukturnya mungkin berbeda diseluruh dunia, tetapi nilai keluarga tetap bertahan. Ciri dari keluarga yang kuat adalah menunjukkan penghargaan dan kasih sayang, komitmen, komunikasi yang positif, kebersamaan yang menyenangkan, kemampuan menangani stress dan krisis secara efektif. Pengertian keluarga menurut psikologis, Soelaeman (dalam Shochib, 1998:17) mengatakan keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan dan saling menyerahkan diri.


(28)

1. Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga.

2. Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya. 3. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari

kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Keluarga adalah pemberi perawatan terbaik anak. Pengaruh keluarga sangatlah besar dalam upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan anak. Keluarga juga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya dengan anak, karena itu sebaiknya keluarga harus selalu dilibatkan dalam perawatan anak.

Suatu keluarga setidaknya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Terdiri dari orang-orang yang memiliki ikatan darah atau adopsi. 2. Anggota suatu keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu

rumah dan mereka membentuk satu rumah tangga.

3. Memiliki satu kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan saling berkomunikasi, yang memainkan peran suami dan istri, bapak dan ibu, anak dan saudara.

4. Mempertahankan suatu kebudayaan bersama yang sebagian besar berasal dari kebudayaan umum yang lebih luas.


(29)

Keluarga juga mempunyai sifat-sifat khusus, yaitu:

1. Universalitas, merupakan bentuk yang universal dari seluruh organisasi sosial.

2. Dasar emosional, merupakan rasa kasih sayang, kecintaan sampai kebanggaan suatu ras.

3. Pengaruh yang normatif, artinya keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama-tama bagi seluruh bentuk hidup yang tertinggi, dan membentuk watak daripada individu.

4. Besarnya keluarga yang terbatas

5. Kedudukan yang sentral dalam struktur sosial 6. Pertanggungan jawab dari pada anggota-anggota 7. Adanya aturan-aturan sosial yang homogen.

Keluarga merupakan bentuk yang paling jelas dari face to face group, dimana keluarga itu mempunyai hubungan yang erat dan intensif. Tahap-tahap sampai terbentuknya suatu keluarga adalah sebagai berikut :

1. Tahap perkenalan 2. Tahap berpacaran 3. Tahap pertunangan 4. Tahap pernikahan

Ada empat tahap yang biasanya dilalui oleh sepasang muda-mudi sampai terbentuknya suatu keluarga. Perlu diketahui bahwa tahap-tahap itu sifatnya umum, bukan berarti setiap keluarga pasti melalui empat tahap untuk sampai pada suatu keluarga. Ada yang hanya dari perkenalan langsung ke perkawinan seperti pada zaman dulu, tetapi ada juga secara penuh dari tahap ke 1 sampai dengan ke 4.


(30)

Masing-masing keluarga mempunyai keunikan sendiri-sendiri dan bersifat individual (Ahmadi, 2009: 229).

2.2.2 Keluarga Batih

Setiap masyarakat, pasti akan dijumpai keluarga batih (nuclear family).

Keluarga batih tersebut merupakan kelompok sosial kecil yang yang terdiri dari suami, istri, beserta anak-anaknya yang belum menikah. Keluarga batih tersebut lazimnya juga disebut rumah tangga, yang merupakan unit terkecil dalam masyarakat sebagai wadah dari proses pergaulan hidup (Soekanto, 1992:58).

Suatu keluarga batih dianggap sebagai suatu sistem pokok sosial karena memiliki unsur-unsur sistem sosial yang pada pokoknya mencakup kepercayaan, perasaaan, tujuan, kaidah-kaidah, kedudukan dan peranan, tingkatan atau jenjang, sanksi, kekuasaan dan fasilitas. Unsur-unsur itu diterapkan pada keluarga batih, maka akan ditemui keadaan sebagai berikut:

1. Adanya kepercayaan bahwa terbentuknya keluarga batih merupakan suatu kodrat yang Maha Pencipta

2. Adanya perasaan-perasaan tertentu pada diri anggota-anggota keluarga batih yang mungkin berwujud rasa saling mencintai, saling menghargai, atau saling bersaing.

3. Tujuan, yaitu bahwa keluarga batih merupakan suatu wadah dimana manusia mengalami proses sosialisasi, serta mendpatkan suatu jaminan akan ketentraman jiwanya.

4. Setiap keluarga batih senantiasa diatur oleh kaidah-kadah yang mengatur timbal-balik antara anggota-anggotanya, maupun dengan pihak-pihak luar keluarga batih yang bersangkutan.


(31)

5. Keluarga batih maupun anggota-anggota mempunyai kedudukan dan peranan tertentu dalam masyarakat.

6. Anggota-anggota keluarga batih, mialnya suami dan istri sebagai ayah dan ibu, mempunyai kekuasaan yang menjadi salah satu dasar bagi pengawasan proses hubungan kekeluargaan.

7. Masing-masing anggota keluarga batih mempunyai posisi sosial tertentu dalam hubungan kekeluargaan, kekerabatan, maupun dengan pihak luar

8. Lazimnya sanksi-sanksi positif maupun negatif diterapkan dalam keluarga tersebut, bagi mereka yang patuh serta terhadap mereka yang menyeleweng. 9. Fasilitas untuk mencapai tujuan berkeluarga biasanya juga ada, misalya,

sarana-sarana untuk mengadakan proses sosialisasi.

Suatu keluarga batih pada dasarnya mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut:

1. Unit terkecil dalam masyarakat yang mengatur hubungan seksual yang seyogyanya.

2. Wadah tempat berlangsungnya sosialisasi, yakni proses dimana anggota-anggota masyarakat yang baru mendapatkan pendidikan untuk mengenal, memahami, mentaati, dan menghargai kaidah-kaidah serta nilai-nilai berlaku.

3. Unit terkecil dalam masyarakat yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan ekonomis

4. Unit terkecil dalam masyarakat tempat anggota-anggotanya mendapatkan perlindungan bagi ketentraman dan perkembangan jiwanya.

Fungsi-fungsi tersebut paling sedikit mengakibatkan konsekuensi-konsekuensi tertentu, misalnya pada pihak orang tua yang terdiri dari suami/ayah dan


(32)

istri/ibu. Terutama terarah kepada anak-anak, disamping pihak-pihak lain. Anak-anak itu yang kelak akan menggantikan kedudukan dan peranan orang tuanya, karena lazimnya mereka juga akan berkeluarga.

2.2.3 Dasar Pembentukan Keluarga

Membicarakan masalah pembentukan keluarga tidak dapat lepas dari pembentukan kelompok pada umumnya (Ahmadi, 2009:225). Ada beberapa pendapat yang mendasari apa sebab individu membentuk kelompok:

Pendapat I : Pembentukan kelompok atas dasar kesamaan Pendapat II : Pembentukan kelompok atas dasar perbedaan

Pendapat III :Pembentukan kelompok atas dasar hubungan yang tertentu baik persamaan maupun perbedaan

Apabila ditelaah lingkungan sosial-budaya madya, maka akan ditemui ciri-ciri pokok, sebagai berikut:

1. Hubungan keluarga tetap kuat, akan tetapi hubungan dalam masyarakat setempat agar mengendor, oleh karenamunculnya gejala-gejala hubungan atas dasar perhitungan ekonomis.

2. Adat-istiadat masih dihormati, akan tetapi sikap terbuka terhadap pengaruh-pengaruh dari luar mulai berkembang

3. Kepercayaan pada kekuatan-kekuatan gaib masih ad, kalau manusia sudah kehabisan akal menanggulangi masalah

4. Dalam masyarakat timbul lembaga-lembaga pendidikan formal, sampaipada tingkat pendidikan menengah


(33)

6. Sistem ekonomi mulai mengarah pada produksi untuk pasaran, sehingga peranan uang semakin besar.

7. Gotong-royong secara tradisional terbatas pada kalangan keluarga luas dan tetangga, oleh karne hubungan kerja atas dasar pemberian upah sudah mulai berkembang.

2.2.4 Posisi keluarga dalam menentukan tingkat disiplin diri anak

Esensi pendidikan umum menurut Phenix (dalam Shochib, 1998:1) adalah proses menghadirkan situasi dan kondisi yang memungkinkan sebanyak mungkin subjek didik memperluas dan memperdalam makna-makna esensial untuk mencapai kehidupan yang manusiawi. Dalam hal ini, sangat diperlukan adanya kesengaajaan atau kesadaran (niat) untuk mengundangnya melalukakan tindak belajar yang sesuai dengan tujuan.

Esensi pendidikan umum, mencakup dua dimensi, yaitu dimensi pedagogis dan dimensi substantif. Dimensi pedagogis adalah proses menghadirkan situasi dan kondisi yang memungkinkan sebanyak mungkin subjek didik terundang untuk memperluas dan memperdalam dimensi substantif. Dimensi substantif adalah makna-makna esensial. Makna-makna-makna esensial tersebut adalah makna-makna simbolik, makna-makna empiri, maknaestetik, makna sintetik, makna etik dan makna sinoptik (religi, filsafat dan sejarah).

Anak yang berdisiplin diri memiliki keteraturan diri berdasarkan nilai agama, nilai budaya, aturan-aturan pergaulan, pandangan hidup, dan sikap hidup yang bermakna bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan negara. Artinya tanggung jawab orang tua adalah mengupayakan agar anak berdisiplin diri untuk melaksanakan hubungan dengan Tuhan yang menciptakannnya, dirinya sendiri,


(34)

sesama manusia, dan lingkungan alam dan makhluk hidup lainnya berdasarkan nilai moral. Orang tua yang mampu berprilaku seperti yang diatas, berarti mereka telah mencerminkan nilai-nilai moral dan bertanggung jawab untuk mengupayakannya.

2.2.5 Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga menurut Gunarsa dan Gunarsa (1993:38) antara lain: a. Mendapatkan keturunan dan membesarkan anak

b. Memberikan afeksi atau kasih sayang, dukungan dan keakraban c. Mengembangkan kepribadian

d. Mengatur pembagian tugas, menanamkan kewajiban hak dan tanggung jawab e. Mengajarkan dan meneruskan adat istiadat, kebudayaan, agama, sistem nilai

moral kepada anak.

Menurut Horton (dalam Su’adah, 2005:109), fungsi keluarga dibagi meliputi: a) Fungsi Pengaturan seksual. Keluarga berfungsi adalah lembaga pokok yang

merupakan wahana bagi masyarakat untuk mengatur dan mengorganisasikan kepuasan keinginan seksual.

b) Fungsi Reproduksi yaitu fungsi keluarga untuk memproduksi anak atau melahirkan anak.

c) Fungsi afeksi. Salah satu kebutuhan dasar manusia akan kasih sayang dan dicintai.

2.2.6 Peran Keluarga

Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga yang menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan, yang berhubungan dengan individu.Setiap anggota keluarga


(35)

mempunyai peran masing-masing. Peranan anggota-anggota dalam keluarga besar untuk menciptakan suasana keluarga kuat sekali. Hubungan antar pribadi dalam keluarga sangat dipengaruhi oleh peranan suami-istri, sebagai ayah-ibu dalam pandangan dan arah pendidikan yang akan mewujudkan suasana keluarga.

Peranan anggota-anggota dalam keluarga untuk menciptakan suasana keluarga kuat sekali. Gunarsa dan Gunarsa (1993: 40) membagi peranan keluarga sebagai berikut:

a) Peran Ayah

Ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.

b) Peran Ibu

Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya. Ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.

c) Peran Anak

Anak-anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual.

2.3 Orang Dengan HIV DAN AIDS (ODHA) Perempuan


(36)

2.3.1.1 HIV

HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang datang (Yayasan Spiritia, 2008: 4). Virus HIV pertama kali ditemukan pada Januari 1983 oleh Luc Montaigner di Perancis pada seorang pasien limfadenopati, karena itu dinamakan LAV (Lymph Adenopathy Virus). Kemudian pada bulan Maret 1984, Robert Gallo di Amerika Serikat menemukan virus serupa pada penderita AIDS yang disebut HTLV-III. Pada bulan Mei 1986 Komisi Taksonomi Internasional memberi nama HIV.

Sebagai retrovirus, HIV memiliki sifat khas karena memiliki ensim reverse transcriptase, yaitu ensim yang memungkinkan virus mengubah informasi genetiknya yang berada dalam RNA kedalam bentuk DNA yang kemudian diintegrasikan kedalam informasi genetik sel limfosit yang diserang. HIV dapat memanfaatkan mekanisme sel limfosit untuk mengkopi dirinya menjadi virus baru yang memiliki ciri-ciri HIV. HIV dapat ditemukan dan diisolasikan dari sel limfosit T, limfositB. Sel makrofag (di otak dan paru) dan berbagai cairan tubuh. Akan tetapi sampai saat ini hanya darah dan air mani yang jelas terbukti sebagai sumber penularan serta ASI yang mampu menularkan HIV dari ibu ke bayinya.

Analisis sekuens genetik dikenal 8 varian utama HIV yaitu subtipe A,B,C,D,E,F,G dan H. Kemudian ditemukan subtipe O yang pertama kali ditemukan di Kamerun, Afrika. Selanjutnya ditemukan subtipe J pada tahun 1997, dan terakhir subtipe N pada tahun 1998. Subtipe ini terutama penting untuk diketahui sebarannya didunia dan dinilai sifat dan perilaku virus misalnya dalam hal kemungkinan menimbulkan resistensi obat dan kemampuan deteksi reagens tes antibodi HIV. Di Thailand misalnya subtipe B dan E mendominasi infeksi baru HIV pada pengguna


(37)

narkotika suntikan. Saat ini subtipe A sampai H dapat dideteksi dengan reagensia yang biasa digunakan, namun hanya kurang lebih 50% reagensia tersebut mampu mendeteksi suptipe O, karena itu di daerah dimana prevalensi subtipe O cukup tinggi seperti di Kamerun strategi untuk mengetes HIV perlu dikaji ulang.

Sistem imun manusia adalah sangat kompleks dan memiliki kaitan yang rumit antara berbagai jaringan dan sel dalam tubuh. Kerusakan pada salah satu komponen sistem imun akan mempengaruhi sistem imun secara keseluruhan terutama apabila komponen tersebut adalah komponen yang menentukan fungsi-fungsi komponen sistem lainnya.

HIV menyerang sistem imun dengan menyerbu dan menghancurkan jenis sel darah putih tertentu, yang sering disebut dalam berbagai macam seperti sel T pembantu (helper T cell), sel T4 atau CD4. Sel CD4 ini juga diberi julukan sebagai panglima dari sistem imun. CD4 mengenali patogen yang menyerang dan memberi isyarat pada sel darah putih lainnya untuk segera membentuk antibodi yang dapat mengikat patogen tersebut. Sesudah diikat, patogen itu dilumpuhkan dan diberi ciri untuk selanjutnya dihancurkan. Lalu CD4 kemudian memanggil lagi jenis sel darah putih lainnya, sel T algojo (killer T cell), untuk memusnahkan sel yang ditandai tadi.

HIV mampu melawan sel CD4, dengan menyerang dan mengalahkan CD4, maka HIV berhasil melumpuhkan kelompok sel yang justru amat diandalkan untuk menghadapi HIV tersebut beserta kuman-kuman jenis lainnya. Itulah sebabnya mengapa HIV membuat tubuh kita menjadi sangat rentan terhadap infeksi kuman-kuman lainnya dan jenis-jenis kanker yang umumnya dapat dikendalikan. Tanpa adanya sistem imun yang efektif, penyakit-penyakit ikutan ini yang lazim disebut infeksi opurtunistik, merajalela dan berakibat kematian. Jumlah normal CD4 dalam sirkulasi darah kita adalah sekitar 800 hingga 1200 per ,ilimeter kubik darah. Selama


(38)

tahun-tahun pertama infeksi HIV jumlah ini masih dapat dipertahankan. Orang yang terinfeksi HIV pada mulanya tidak merasakan dan tidak kelihatan sakit selama sel CD4-nya masih dalam jumlah lumayan. Barulah sesudah kira-kira 5 tahun jumlah sel CD4 ini mulai menurun hingga kira-kira separohnya. Pada tahap ini pun banyak penderita yang belum menunjukkan gejala-gejala penyakit. Sesudah jumlah sel CD4 ini kurang dari 200 per milimeter kubik darah, mulailah penderita memperlihatkan berbagai gejala penyakit yang nyata (Hutapea, 1995:40).

Setelah tubuh terinfeksi, maka tidak langsung sakit, tubuh mengalami masa tanpa gejala khusus. Walaupun tetap ada virus didalam tubuh, tubuh tidak mempunyai masalah kesehatan akibat infeksi HIV, dan merasa baik-baik saja. Masa tanpa gejala ini bisa bertahun-tahun lamanya. Karena tidak ada gejala penyakit pada tahun-tahun awal terinfeksi HIV, sebagian besar orang yang terinfeksi HIV tidak tahu ada virus didalam tubuhnya. Hanya dengan tes darah dapat mengetahui jika terinfeksi atau tidak.

Menjalani cara hidup yang baik dan seimbang sangat bermanfaat bagi kesehatan dan dapat memperpanjang masa tanpa gejala. Cara hidup ini termasuk makan makanan yang bergizi, kerja dan istirahat yang seimbang, olahraga yang teratur tetapi tidak berlebihan, serta tidur yang cukup. Sebaiknya hindari merokok, memakai narkoba dan minum minuman beralkohol yang berlebihan. Jauhkan diri dari stres dan mencoba untuk selalu berpikir positif. Jangan menyalahkan diri sendiri,atau pun pada orang lain karena terinfeksi HIV.

HIV menular melalui:

1. Bersenggama yang membiarkan darah, air mani, atau cairan vagina dari orang HIV-positif masuk ke aliran darah orang yang belum terinfeksi (yaitu


(39)

senggama yang dilakukan tanpa kondom, melalui vagina atau dubur, walau dengan kemungkinan kecil)

2. Memakai jarum suntik yang bekas pakai orang lain, dan yang mengandung darah yang terinfeksi HIV

3. Menerima tranfusi darah yang terinfeksi HIV

4. Dari ibu HIV positif ke bayi dalam kandungan, waktu melahirkan, dan jika menyusui dari ASI (Yayasan Spiritia, 2008: 5).

Prinsip penularan HIV dikenal dengan ESSE :

EXIT : keluar

SUFFICIENT : cukup

SURVIVE : virusnya hidup

ENTER : masuk

Kesimpulannya yaitu HIV keluardari tubuh dalam jumlahyang cukup dan dalam keadaan hidup,masukke dalam tubuh lain.

Tahap-tahap HIV: Stage 1

1. Biasanya tanpa gejala (asimptomatik) 2. CD4 berjumlah 600-1500mm3

3. Sistem kekebalan kita masih kuat 4. Pelan-pelan sel CD4 kita berkurang 5. Masih hidup sehat dan nyaman

Upaya yang tetap dilakukan dalam Stage 1:Pola hidup yang lebih sehat (olah raga, tidak merokok, tidak minum miras, makan yang sehat dll), sering dikontrol di rumah sakit, periksa IMS, melakukan seks yang aman dan sehat.

Tahap-tahap HIV: Stage 2 1. CD4 turun ke 350mm3


(40)

2. Sering mengalamTahap-tahap HIV: Stage 2

3. infeksi seperti jamur di mulut, ruam, demam, ISPA 4. Turun berat badan

5. Masih bisa hidup normal

Upaya yang tetap dilakukan dalam Stage 2: Sama dengan Stage 1 (pola hidup yang sehat, kontrol di rumah sakit, immunisasi, seks yang sehat dan aman), infeksi yang muncul secepatnya diobati.

Tahap-tahap HIV: Stage 3 1. CD4 dibawah 200mm3

2. OI yang lebih serious muncul, seperti paru-paru 3. Diare yang kronis, demam, TB, jamur yang parah 4. Turun berat badan yang sangat drastis

5. Kehidupan sehari-hari terganggu

Upaya yang tetap dilakukan dalam Stage 3 sama dengan Stage 1 (pola hidup yang sehat, kontrol di rumah sakit, immunisasi, seks yang sehat dan aman), Antiretrovirals (Infeksi yang muncul secepatnya diobati).

Tahap-tahap HIV: Stage 4

1. CD4 sangat berkurang, kadang sampai 0mm3 2. Selalu sakit, susah bangun

3. OI yang cukup parah muncul, seperti PCP, TB, Kaposis Sarcoma, CMV dll 4. Berat badan jauh dibawah normal

Upaya yang tetap dilakukan dalam Stage 4 Pengobatan OI, Antiretrovirals, perawatan di rumah atau di rumah sakit.

HIV tidak menular melalui bersentuhan, bersalaman, berpelukan, tinggal serumah dengan orang dengan HIV dan AIDS (Odha), duduk bersama dalam satu


(41)

ruangan tertutup, peralatan makan dan minuman, berbagi: kamar mandi, kolam renang, dan gigitan nyamuk. HIV tidak dapat menular melalui udara, virus ini juga cepat mati jika berada diluar tubuh. HIV dapat dibunuh jika cairan tubuh yang mengandungnya dibersihkan dengan cairan pemutih seperti Bayclin atau Chlorox, atau dengan sabun dan air. HIV tidak dapat diserap oleh kulit yang tidak terluka.

2.3.1.2AIDS

AIDS yang memiliki kepanjangan Acquired Immuno Deficiency Syndrome

adalah sekumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh HIV. Virus ini menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dengan merusak sel-sel limfosit yang memepunyai peranan penting dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika daya tubuh melemah, berbagai virus dan penyakit lain secara beruntun memasuki tubuh si penderita. AIDS ditandai dengan adanya gejala yang umumnya timbul antara lain selalu merasa lelah, sering menderita demam dan berkeringat dingin tanpa sebab yang jelas, merasa sesak nafas dan seringbatuk-batuk, penurunan berat badan secara drastis, diare yang terus-menerus, pada saat kekebalan tubuh mulai melemah, maka timbullah masalah kesehatan(Nasution, 2000:35).

AIDS adalah rusaknya sistem kekebalan tubuh yang bertugas melindungi diri kita dari virus. Semakin parah kerusakan pada sistem kekebalan tubuh, semakin besar risiko terhadap kematian akibat virus tersebut. AIDS adalah penyakit yang fatal, sudah banyak penderita AIDS yang meninggal. Sampai sekarang belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan AIDS, obat yang sekarang hanya bermanfaat mengurangi penderitaan, memperbaiki kualitas hidup, dan memperpanjang lama hidup penderita AIDS.


(42)

Kasus AIDS di Indonesia sering terlambat diketahui, artinya ketika ditemukan pasien yang sudah berada pada tingkat penyakit lanjut. Setelah pasien keluar masuk beberapa rumah sakit, barulah diagnosis AIDS ditegakkan. Tampaknya hal ini disebabkan karena keterampilan dokter dalam mendiagnosa AIDS masih kurang. Padahal infeksi HIV dan AIDS ditemukan dalam tahap dini, niscya banyak manfaatnya untuk pasien, keluarganya, masyarakat, ataupun dokter yang mengobatinya.

Sama seperti di negara-negara Barat, infeksi Candida Albicans merupakan penyakit jamur yang palin sering ditemukan pada pasien AIDS di Indonesia. Tempat infeksi yang sering adalah di murkosa mulut, tenggorokan dan esofagus. Gejala yang ditemukan biasanya mulut kering, gangguan indra perasa lidah, bercak-bercak putih dilidah, tenggorokan, dan gusi serta ulkus di mulut dan kesukaran serta nyeri untuk menelan. Semua pasien AIDS yang diteliti pada umumnya menunjukkan gejala panas lama, dan lebih dari 90% kasus disertai dengan batuk.

2.3.1.3 Penjelasan Orang Dengan HIV dan AIDS (Odha)

Orang dengan HIV dan AIDS atau sering juga disebut dengan Odha adalah seseorang yang terinfeksi mengidap HIV positif di dalam tubuhnya yang menyebabkan sistem kekebalan tubuhnya menjadi lemah. Kita tidak dapat menunjukkan secara pasti dan langsung siapa saja yang memiliki kemungkinan mengidap HIV dan AIDS, tetapi berdasarkan pola penyebaran AIDS kita dapat mengelompokkan individu yang memiliki kemungkinan besar untuk mengidap penyakit ini. Kelompok ini disebut dengan kelompok yang beresiko tinggi, yang tergolong dalam kelompok ini adalah:


(43)

1. Individu yang memiliki banyak pasangan seksual, seperti wanita atau pria tunasusila dan pelanggannya, mucikari atau germo, kelompok homoseksualataupun heteroseks, biseks maupun waria.

2. Individu yang sering menerima transfusi darah atau pernah menerima transfusi darah. Dianjurkan untuk memeriksa dengan teliti dan seksama darah yang akan dipakai dalam kepentingan transfusi tersebut.

3. Bayi yang dilahirkan oleh wanita yang mengidap HIV.

4. Pecandu narkotika, khususnya bagi pecandu yang menggunakan narkoba alat suntik, mengingat jarum suntik untuk kegiatan itu sama sekali tidak dijamin kesterilannya.

5. Pasangan dari pengidap HIV dan AIDS.

Namun masyarakat tidak diharapkan untuk mengambil tindakan yang semena-mena terhadap orang-orang tersebut seperti mengucilkan, mengadili, menyiksa ataupun tindakan lainnya. Masyarakat diminta untuk mengetahui dan berhati-hati jika berhubungan dengan individu dari golongan beresiko tinggi tersebut agar tidak sampai tertular dan diharapkan agar masyarakat menjauhi perilaku beresiko. Seseorang yang terinfeksi HIV tidak terlihat secara fisik, hanya melalui tes darah kita mengetahui apakah kita terinfeksi HIV atau tidak (Nasution, 2000:37).

2.3.1.4Perempuan

Menurut Kamus Bahasa Indonesia perempuan adalah orang (manusia) yang mempunyai vagina, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak dan menyusui. tanggal 19 Juni 2014 pukul 23.20 WIB). Kaum perempuan karena sifat dasarnya memang dimaksudkan untuk menjadi sosok yang lembut, halus, penuh kehangatan,


(44)

simpatik dan ibu bagi anak-anak. Semua ini mempengaruhi dia hingga ke tingkat yang luas secara tidak sadar, maka ketika mengerjakan segala sesuatu, dia terlalu menjadi emosional. Ketika bergerak dengan kaum pria, dia melakukan kesalahan-kesalahan. Dia menjadi seorang yang berhati penuh kelembutan ketika hal itu mestinya tidak dibutuhkan, dia menjadi seorang yang tempramental, mudah menyerah, dan biasanya berbuat dengan cara-cara yang memalukan (Kaur, 2002:44).

Secara mendasar, perempuan adalah ibu rumah tangga. Pria adalah pencari nafkah, perempuan adalah penjaga dan pembagi makanan. Dia adalah seseorang yang mengambil alih setiap persoalan. Seni mengasuh tunas bangsa merupakan tugas utama perempuan dan satu-satunya hak istimewa. Tanpa pengasuhan seorang perempuan, suatu bangsa pasti akan mati (Kaur, 2002:48).

2.3.1.5ODHA Perempuan

Odha perempuan adalah orang yang terinfeksi HIV dan AIDS yang berjenis kelamin perempuan. Seorang perempuan pengidap HIV bisa dipastikan akan takut kehilangan suaminya, disamping mencemaskan keadaan bayi atau anaknya, ia juga didera oleh perasaan takut menghadapi keluarga, tetangga dan teman-temannya. Kerentanan pada perempuan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

1. Faktor biologis

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa risiko perempuan tertular HIV melalui hubungan seksual adalah 2-4 kali lebih besar dibanding risiko pada laki-laki. Selain infeksi HIV, perempuan juga lebih rentan tertular penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual yaitu penyakit menular seksual (PMS) atau disebut juga dengan infeksi menular seksual (IMS) dibanding laki-laki. Hal ini disebabkan karena perempuan mempunyai permukaan (mukosa) genital yang lebih


(45)

luas dibandingkan permukaan alat kelamin laki-laki yang terpapar air mani sewaktu berhubungan seksual. Seperti sudah diketahui, air mani yang terinfeksi HIV mempunyai konsentrasi virus yang lebih tinggi dibandingkan konsentrasi HIV di cairan vagina. Kedua hal inilah yang menyebabkan penularan HIV dan IMS lainnya lebih efektif dari laki-laki ke perempuan dibandingkan efektivitas penularan dari perempuan ke laki-laki (Djoerban, 2000:190).

Struktur di dalam vagina yang terdapat banyak lipatan membuat permukaannya menjadi luas dan dinding vagina sendiri memiliki lapisan tipis yang mudah terluka. Anatomi ini memudahkan air mani bertahan lebih lama dalam rongga vagina bila terjadi infeksi, sehingga air mani yang terinfeksi dapat segera menulari perempuan tersebut dan juga dari bentuk organ kelamin yang seperti bejana terbuka. Secara fisik, ini memudahkan virus masuk ke dalam vagina ketika berhubungan intim dengan laki-laki yang positif HIV, melalui luka kecil atau lecet atau masuknya cairan sperma ke dalam vagina. Perlu diketahui bahwa virus HIV lebih banyak hidup di dalam cairan sperma (Dalimoenthe, 2011:41-48).

Perempuan memang lebih mudah tertular HIV, menurut Dr. Nafsiah Mboi (dalam Hutapea, 1995:50), karena keberadaan selaput lendir dalam vagina yang sangat lembab dan kondisi anatomis kaum perempuan yang memungkinkan masuknya virus HIV ke dalam organ reproduksinya. Struktur panggul perempuan yang berada dalam posisi menampung, serta alat reproduksi perempuan yang sifatnya masuk ke dalam memungkinkan perkembangan berbagai macam infeksi tanpa bisa terdeteksi. Bila perempuan terinfeksi HIV, maka penularan pun berlanjut ke anak-anaknya. Penularan terjadi ketika hamil, saat melahirkanmaupun dari air susu ibu (ASI).


(46)

Perempuan umumnya sangat tergantung secara ekonomi kepada laki-laki. Ini menyebabkan perempuan tidak memiliki tawar menolak hubungan seksual dengan pasangannya apalagi untuk mengontrol risiko tertular HIV. Seorang istri yang tidak bekerja tentu sulit sekali mengorbankan ketergantungan ekonomi kepada suaminya, sewaktu ia mencurigai suaminya tertular HIV atau IMS. Akan sukar sekali untuk tidak mengatakan mustahil bagi seorang istri yang tidak bekerja untuk menolak melakukan hubungan seksual, ataupun meminta agar suaminya memakai kondom atau meminta suaminya memeriksakan diri ke dokter.

Tampaknya di masyarakat kita berlaku standar ganda dimana perempuan yang tidak setia, baik benar-benar tidak setia ataupun baru dalam taraf dicurigai tidak setia, dianggap memiliki perilaku menyimpang. Sementara laki-laki dianggap wajar mempunyai wanita lain, hal ini menyebabkan seorang istri hampir-hampir tidak memiliki daya kontrol terhadap perilaku seksual suaminya di luar rumah. Banyak perempuan miskin, termasuk gadis-gadis yang belum masuk usia puber jatuh ke dunia pelacuran karena ingin memenuhi kebutuhan keluarganya. Tubuh dan daya atrik seksual yang mereka miliki adalah satu-satunya modal yang dapat dimanfaatkan untuk mencari uang.

3. Faktor sosial-kultural.

Kerentanan perempuan terhadap HIV juga disebabkan karena banyak perempuan yang pengetahuan dasarnya tentang HIV dan AIDS, cara penularan dan pencegahannya kurang sekali. Padahal tanpa mengetahui cara penularan, mustahil dapat melindungi diri dari risiko tertular HIV dan AIDS. Faktor tabu membicarakan seks, kesehatan reproduksi dan informasi lainnya membuat perempuan juga sulit membicarakan masalah seks dengan pasangannya. Akibat lebih lanjut, perempuan


(47)

sulit melakukan tindakan cepat untuk mengakses pengobatan bagi penyakit seksual yang dideritanya.

Perempuan yang sudah dinyatakan positif HIV atau sebagai Odha masih memiliki hak untuk menikah dan mempunyai anak. Hanya saja, Odha perempuan mengalami kesulitan didalam memutuskan apakah akan hamil atau tidak hamil. Langkah penting untuk memutuskan tersebut adalah berkomunikasi dengan dokter untuk mendapat informasi terkini dan nasehat yang diperlukan. Pencegahan dan penularan dari ibu ke anak yang efektif meliputi beberapa komponen, yaitu:

1. Jika Odha perempuan hamil, maka ia harus menerima perawatan kehamilan dari layanan kesehatan berkualitas tinggi. Kebanyakan dokter kandungan akan menawarkan tes HIV, jika tidak, maka ia harus memintanya.

2. Jika hasil tes ternyata positif, maka yang bersangkutan memerlukan konseling tentang pilihan reproduktif.Dokter biasanya menyarankan bagi Odha perempuan agar tidak melahirkan secara normal, melainkan harus melahirkan secara caesar atau operasi, untuk menghidari resiko penularan dari ibu ke anak. Apabila Odha perempuan ingin melahirkan secara normal, maka Odha tersebut harus memiliki CD4 minimal 500 agar virus yang dimiliki si ibu tidak tertular kepada anaknya.

Odha perempuan yang memutuskan untuk mempunyai anak, dokter akan memberikan informasi tentang peraturan perawatan yang dapat mengurangi resiko menularkan virus tersebut dari ibu kepada bayi, yaitu meliputi :

1. Odha perempuan harus menjalani pengobatan antiretroviral oral dalam 28 minggu kehamilan dan melalui pembuluh darah selama melahirkan, dan bayi juga mendapat pengobatan oral segera setelah dilahirkan.


(48)

2. Aturan kedua, kombinasi zidovudine (AZT) dalam 28 minggu kehamilan, diikuti dosis tunggal nevirapine dan zidovudine selama satu minggu untuk si bayi, karena menyusui bisa menularkan HIV kepada bayi, maka Odha perempuan harus mendapat konseling tentang pilihan-pilihan memberikan makanan kepada bayi. Idelnya, Odha perempuan akan memberikan susu formula kepada bayi, untuk menghindari resiko penularan lewat pemberian ASI (UNAIDS, 2004: 40-41).

2.3.1.6 Aspek Medik Yang Dihadapi Odha

Odha memerlukan pelayanan kesehatan serupa dengan penderita penyakit yang menahun lain. AIDS adalah penyakit menahun yang ditandai dengan serangan-serangan oportunistik. Penderitanya memerlukan pelayanan kesehatan berkesinambungan, pemantauan yang seksama untuk mencagah infeks, dan pengobatan segera agar infeksi sekunder tidak berlarut-larut dan menyebabkan cacat atau kematian. Seringkali merawat Odha bahkan lebih sulit dari penyakit kronik lain, karena :

a. Terbatasnya tenaga yang terdidik dan terlatih

b. Penderita memerlukan dukungan emosi yang khusus

c. Pemantauan medik untuk mencegah kekambuan sehingga dapat dicegah peraatan di rumah sakit.

d. Beberapa tenaga kesehatan sendiri masih cemas dan ketakutan untuk merawat karena belum mendapat penerangan dan pendidikan yang baik

Fasilitas kesehatan yang diperlukan antara lain rumah sakit untuk layanan rawat inap, rawat jalan, unit gawat darurat, laboratorium, kamar jenazah dan juga puskesmas. Selain itu Odha yang sedang tidak dirawat di rumah sakit juga


(49)

memerlukan dukungan medik dari anggota keluarga di rumah, ataupun semacam

shelter yang merupakan tempat dukungan masyarakat, di Indonesia ada beberapa masalah medik yang harus dihadapi Odha dan harus ditangani, seperti :

1. Kesiapan rumah sakit

2. Masalah tindakan bedah/prosedur invasif 3. Pencegahan infeksi

4. Penatalaksanaan jenazah

5. Masalah keterlambatan diagnosis

6. Masalah kekurangan saran diagnosis dan penunjang lain 7. Masalah perawatan di rumah

8. Masalah pengadaan obat(Muma, 1997:238).

2.3.1.7Ketidakadilan Yang Dialami Odha Perempuan

Bagi perempuan terinfeksi HIV atau biasa disebut Odha perempuan, jauh lebih mendapatkan kekerasan dalam bentuk stigma dan diskriminasi daripada laki-laki yang terinfeksi HIV. Mulai dari saat ketika perempuan tersebut mengetahui hasil status HIV, di saat itu pula kekerasan pun terjadi. Masyarakat langsung memberikan cap bahwa perempuan yang terinfeksi HIV adalah perempuan ‘tidak baik’. Seolah tidak cukup dengan itu, perempuan terinfeksi HIV masih pula harus menerima diskriminasi dari tetangga kiri-kanan, sehingga perjalanan hidup seorang perempuan yang terinfeksi HIV penuh perjuangan keras.

Bagi perempuan terinfeksi HIV yang memiliki pasangan, status baru ini juga memiliki beban tersendiri. Banyak rekan yang kemudian diputuskan sepihak hubungannya setelah dia membuka diri jika dia terinfeksi HIV. Bagi perempuan terinfeksi HIV yang belum siap, sepanjang hidupnya dia akan dihantui rasa bersalah


(50)

karena telah menutup status HIV dari pasangan yang dia cintai. Hal-hal ini disebabkan karena memang informasi dasar mengenai HIV da terbatas beredar di masyarakat umum. Kebanyakan pesan yang sampai kepada masyarakat tentang HIV adalah penyakit mematikan, hanya diidap oleh orang berdosa atau nakal, mudah menular dan virusnya baru mati jika dibakar.

Bagi perempuan yang mendapatkan infeksi HIV dari pasangannya, seumur hidup dia akan selalu dihantui dengan rasa sesal, sedih dan kecewa karena pasangannya yang sudah terlebih dahulu terinfeksi HIV tidak memberi tahukan statusnya sehingga dia bisa melindungi dirinya dari infeksi HIV. Ketika misalnya pasangannya meninggal terlebih dahulu, bertambahlah beban seorang perempuan terinfeksi HIV. Belum ditambah jika pasangan ini sudah memiliki anak. Beban biaya pengobatan yang besar, beban ekonomi keluarga serta tanggung jawab membesarkan anaknya seorang diri menjadi jalan perjuangan keseharian perempuan terinfeksi HIV yang ditinggal mati pasangannya. Belum lagi jika anaknya pun ternyata positif HIV semakin berat perjuangan dan tanggung jawabnya.

Perjalanan hidup seorang Odha perempuan yang terinfeksi HIV penuh perjuangan keras. Ketika dia ingin survive dan mempertahankan nyawanya, pemerintah seolah tidak berpihak kepadanya. Mulai dari layanan AIDS yang sangat minim, layanan AIDS yang tidak terjangkau sampai dengan tatapan sinis dan nyinyir dari petugas penyedia layanan kerap kali menjadi menu harian ketika membutuhkan layanan kesehatan.

Ketika mengakses ARV, obat yang mampu menjaga kadar HIV dalam darah tetap rendah, perempuan pun masih mendapatkan kekerasan dalam bentuk terbatasnya pilihan ARV yang bisa dikonsumsi. ARV ini harus dikonsumsi dalam bentuk kombinasi beberapa regimen dan tidak semuanya bersahabat bagi perempuan.


(51)

Untuk terapi di lini pertama, ada beberapa rekan yang tidak cocok dengan salah satu regimen dan harus berpindah ke regimen lain maka ia harus merelakan untuk tidak hamil terlebih dahulu, meskipun sebenarnya sekarang kondisinya aman bagi perempuan terinfeksi HIV untuk melahirkan, sebab regimen penggantinya akan membahayakan perkembangan janin.

Bagi perempuan terinfeksi HIV yang melahirkan pun sering ditemui beberapa cerita bahwa setelah proses persalinan mereka mengalami sterilisasi paksa pada rahimnya dikarenakan pihak penyedia layanan kesehatan yang tidak memahami dengan baik panduan pencegahan penularan HIV kepada bayi

Ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender menyebabkan adanya relasi yang tidak seimbang antara suami dan istri, sehingga perempuan tidak bisa menolak atau tidak bisa meminta suaminya menggunakan kondom ketika memaksakan melakukan hubungan seksual tidak aman. Perempuan juga tidak bisa menolak hubungan seksual meskipun dia mengetahui suaminya memiliki hubungan dengan sejumlah perempuan lain diluar perkawinannya.

2.3.2.8 Perawatan Odha di Rumah

Orang yang terinfeksi HIV tetap sehat untuk beberapa tahun untuk kemudian memasuki tahap AIDS. Orang dengan HIV dan AIDS (Odha) biasanya masih bisa bekerja dan bertahan hidup sampai beberapa tahun, walaupun kadang-kadang perlu dirawat di rumah sakit beberapa kali. Sebagian besar waktu Odha memang ada di rumah. Istilah perawatan di rumah memang bisa mempunyai banyak makna, karena


(52)

sifat infeksi pada HIV adalah kronik maka komposisi sistem pendukung Odha mungkin akan berubah dengan berjalannya waktu.

Pasangan hidup, kekasih atau orangtua bisa saja mengalami sakit dan tidak mampu lagi untuk tetap memberikan dukungan fisik dan emosi yang dibutuhkan oleh Odha. Cara lain yang dapat ditempuh adalah dengan cara mencari anggota keluarga lain (Muma, 1997:238). Satu hal yang penting adalah asuhan keperawatan di rumah tersebut terutama bersandar pada dukungan keluarga dan masyarakat. perawatan odha di rumah yang dilakukan oleh keluarga, teman dan tetangga bukannya tanpa masalah.

Keluarga berfungsi sebagai pendukung bagi anggota keluarganya. Peran keluarga sangat diperlukan untuk membentuk suatu ikatan keluarga yang kuat, sehingga dapat berfungsi efektif dalam mengatasi masalah yang dihadapi, khususnya masalah kesehatan. Memelihara lingkungan keluarga yang mendukung perkembangan keluarga dan anggota keluarga merupakan sebuah tugas yang berat karena begitu banyak gangguan (biologis, sosiologis, psikologis dan spiritual) yang dapat mempengaruhi keharmonisan keluarga.

Keluarga akan menjadi tempat bernaung, untuk mendapat perawatan, untuk mendapat kasih sayang bagi penderita dan anak-anak yang ditinggalkan oleh kedua orangtuanya yang direnggut oleh keganasan AIDS, mungkin saja orangtua akan lebih dahulu kehilangan putra-puterinya karena mereka mempunyai risiko yang lebih besar terinfeksi HIV.Hanya sedikit orang yang pernah dilatih untuk mendampingi dan merawat Odha di rumah. Pendamping Odha di rumah juga banyak yang kuatir tertular HIV sewaktu merawat Odha, karena itu diperlukan informasi, contoh di lapangan dan pelatihan kepada keluarga agar lebih percaya diri di dalam merawat, menolong Odha di rumah dengan penuh kasih sayang.


(53)

Banyak keluarga di Indonesia sekarang ini yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasar untuk makan, pakaian dan tempat tinggal. Tinggal serumah dengan Odha merupakan beban tambahan untuk keluarga dan masyarakat, tidak seperti yang diduga banyak orang, perawatan di rumah ternyata tidak memerlukan pengadaan alat-alat ataupun obat-obatan yang mahal. Air bersih, sabun, obat-obat esensial yang bisanya ada di rumah ditambah dengan anggota keluarga yang peduli, sudah mencukupi. Kesiapan keluarga dan amsyarakat untuk merawat Odha di rumah sangatlah penting sekali (Djoerban, 2000:274).

Ada beberapa alasan mengapa perawatan di rumah merupakan cara yang terbaik untuk merawat Odha yaitu :

a. Asuhan keperawatan dasar yang baik dapat diberikan di rumah

b. Pasien dengan sakit apapun yang menjelang meninggal seringkali memilih tinggal di rumahnya, khususnya bila mereka mengetahui bahwa penyakitnya dapat diobati

c. Orang sakit lebih nyaman tinggal di rumahnya sendiri dengan keluarga dan teman di sekitarnya

d. Perawatan di rumah lebih murah, tidak perlu membayar biaya menginap di rumah sakit dan tidak perlu mengeluarkan ongkos transportasi

e. Bila pasien tinggal di rumah, keluarga dapat memenuhi tanggungjawab untuk merawatnya dengan lebih mudah

f. Kadang-kadang perawatan di rumah sakit tidak memungkinkan

Tujuan untuk perawatan Odha di rumah sama seperti tujuan program perawatan di rumah bagi pasien kanker ataupun pasien-pasien penyakit kronik yang lain, yaitu pertama untuk merawat masalah medis ataupun non-medis yang dihadapi pasien. Kedua, sedapat mungkin mencegah timbulnya amsalah-masalah baru dan


(54)

ketiga, mengetahui saatnya meminta pertolongan dokter. Penting untuk dipahami bahwa sebelum merawat Odha di rumah adalah keluarga ataupun teman yang menolong Odha tidak akan tertular HIV dan AIDS, risiko tertular tidak ada bila mematuhi beberapa aturan yang amat sederhana dan mampu terlaksana. Aturan tersebut adalah sebagai berikut :

1) Cuci tangan dengan sabun setelah mengganti baju Odha dan merapikan tempat tidur

2) Plester, tutuplah luka.Tindakan ini dapat membantu maupun Odha sendiri perlu menutup luka yang terbuka di tanagn ataupun di tempat lain yang mudah bersentuhan dengan orang ataupun baju dan tempat tidur.

3) Selalu menjaga agar baju yang dipakai Odha dan tempat tidur, tetap bersih. Tindakan ini akan membuat Odha merasa nyaman dan terhindar dari masalah yang mengganggu kulitnya.

4) Mencuci baju ataupun sprei terkena darah, feses ataupun kencing pasien ada beberapa tips yaitu : pisahkan dari cucian yang lain, pegang tempat yang bersih, bersihkan kotoran yang menempel dengan air, kerjakan dengan hati-hati, khususnya bila terkena banyak darah, misalnya sewaktu melahirkan dan cuci dengan sabun, gantung sampai kering. Kemudian dilipat atau disetrika seperti kain yang lain (Djoerban, 2000:276).

2.3.1.9 Layanan ARV untuk Odha

ARV adalah singkatan dari Anti Retroviral, sebuah pengobatan yang dapat menghentikan reproduksi HIV didalam tubuh (Yayasan Spiritia, 2004: 35). Bila pengobatan tersebut bekerja secara efektif, maka kerusakan kekebalan tubuh dapat ditunda bertahun-tahun dan dalam rentang waktu yang cukup lama sehingga orang


(55)

yang terinfeksi HIV dapat mencegah AIDS. Penemuan obat antiretroviral pada tahun 1996 mendorong suatu revolusi dalam perawatan bagi orang terinfeksi HIV di negara maju. Peningkatan jumlah orang yang terinfeksi HIV terjadi secara drastis sejak dilaporkan pertama kali pada tahun 1987.

Semakin meningkatnya jumlah kasus infeksi HIV tersebut, ARV memiliki peran penting dalam menciptakan masyarakat sehat melalui strategi penanggulangan AIDS yang memadukan upaya pencegahan dengan upaya perawatan, dukungan serta pengobatan. Sesuai dengan Rencana Aksi penanggulangan AIDS Nasional akan pentingnya penyediaan dan distribusi ARV secara baik dan berkesinambungan di Indonesia, Pemerintah Republik Indonesia merealisasikan keseriusan penyediaan dan distribusi ARV melalui Keputusan Presiden No. 83 Tahun 2004 mengenai paten ARV agar Indonesia dapat memproduksi 2 jenis ARV didalam negeri. KEPPRES tersebut diperbaharui dengan KEPPRES No.6 Tahun 2007 dengan 3 jenis obat yang menjelaskan 3 jenis obat untuk diproduksi didalam negeri.

Pada tahun 2004, Kementrian Kesehatan mengeluarkan sebuah pedoman Nasional mengenai terapi ARV. Pada tahun 2007 buku pedoman tersebut disempurnakan dengan versi kedua memuat rekomendasi tentang terapi dan pemantauan terapi ARV sebagai satu komponen paket perawatan serta menyediakan petunjuk sederhana dengan standar baku tatalaksana klinis ODHA dan penggunaan antiretroviral sebagai bagian dari perawatan HIV yang komprehensif dengan standar jumlah CD4 dibawah 350 sebagai prasyarat minimum untuk memulai terapi ARV.

ARV belum mampu menyembuhkan penyakit secara total namun secara dramatis ARV mampu menurunkan angka kematian dan kesakitan yang berdampak peningkatan kualitas hidup orang terinfeksi HIV sekaligus meningkatkan harapan masyarakat untuk hidup lebih sehat. Sehingga pada saat ini HIV dan AIDS telah


(1)

Alasan :...

44.Apakah anda menceritakan ke orang lain (tetangga sekitar) tentang status keadaan anak/saudara anda yang adalah seorang Odha?

a. Ya b. Tidak

Alasan :...

45.Setelah mengetahui bahwa anak/saudari anda adalah seorang Odha, apakah dalam keluarga masih sering mengadakan sharing bersama?

a. Ya b. Tidak

Alasan :... 46.Bagaimana hubungan komunikasi anda dengan anak/saudari anda yang

berstatus Odha sampai saat ini? a. Baik

b. Tidak baik

Alasan :... 47.Apakah anda mau mengunjungi anak/saudari anda yang berstatus sebagai

Odha disaat ia dirawat dirumah sakit? a. Ya

b. Tidak

Alasan :... 48.Apakah anda mau menerima masakan yang dimasak oleh Odha?

a. Menerima b. Menolak


(2)

C.3. Mengharapkan atau Menghindari Bertemu dengan Odha Perempuan

49.Sejak anda mengetahui bahwa anak/saudari anda adalah seorang Odha, apakah anda masih menganggapnya sebagai bagian dari keluarga anda?

a. Ya b. Tidak

Alasan :... 50.Ketika Odha mengatakan bahwa ia ingin berkunjung ke rumah anda, apakah

anda menerima permintaannya tersebut? a. Ya

b. Tidak

Alasan :... 51.Ketika ada sutau acara dimana anda dan anak/saudari anda yang berstatus

sebagi Odha pasti akan bertemu, apakah anda tetap menghadiri acara tersebut?

a. Ya b. Tidak

Alasan :... 52.Apakah anda mau mengunjungi Odha di rumahnya?

a. Ya b. Tidak

Alasan :... 53.Apakah anda mau, apabila Odha mengajak anda untuk makan bersama dalam

satu piring? a. Ya b. Tidak


(3)

Alasan :... 54.Apakah anda mau menggunakan satu gelas bersama dengan Odha?

a. Ya b. Tidak

Alasan :... 55.Apabila Odha tersebut memiliki anak, apakah anda mau bermain bersama

dengan anaknya tersebut? a. Ya

b. Tidak

Alasan :...

D. Partisipasi D.1. Memotivasi

56.Apakah anda mendukung anak/saudari anda untuk bergabung di satu LSM yang bergerak diisu HIV dan AIDS?

a. Ya b. Tidak

Alasan :... 57.Apakah anda pernah mendampingi Odha untuk pengobatan ke rumah sakit?

a. Pernah

b. Kadang-kadang c. Tidak pernah

Alasan :... 58.Apakah anda mendukung Odha untuk mengikuti terapi ARV (Anti Retro

Viral)? a. Ya


(4)

b. Tidak

Alasan :... 59.Apakah anda setuju, apabila anak.saudari anda yang Odha bergaul dengan

rekan sesama Odha? a. Ya

b. Tidak

Alasan :... 60.Apakah anda setuju, apabila anak/saudari anda yang Odha menemani rekan

sesama Odha untuk pengobatan ke rumah sakit? a. Ya

b. Tidak

Alasan :...

D.2. Merawat

61.Apakah anda bersediamerawat dan menjaga anak/saudari anda dirumah sakit? a. Bersedia

b. Kadang-kadang c. Tidak bersedia

Alasan :... 62.Apakah keluarga pernah menyuruh orang lain untuk menemani Odha disaat

ia sakit di rumah sakit? a. Pernah

b. Tidak pernah

Alasan :... 63.Ketika Odha sakit, apakah anda bersedia merawat Odha tersebut di rumah


(5)

a. Ya b. Tidak

Alasan :... 64.Apakah anda mau merawat anak Odha?

a. Ya b. Tidak

Alasan :... 65.Apakah anda pernah menemani Odha untuk mengambil ARV ke rumah

sakit? a. Ya b. Tidak

Alasan :...

D.2. Memberi atau Meminjamkan Uang Kepada Odha

66.Apakah anak/saudari anda yang berstatus sebagai Odha memiliki pekerjaan tetap?

a. Ya b. Tidak

Sebutkan :... 67.Menurut anda, apakah Odha mampu membuka usaha atau sebagai wirausaha?

a. Ya b. Tidak

Alasan :... 68.Ketika Odha sakit, apakah anda yang membiayai semua biaya rumah

sakitnya? a. Ya


(6)

b. Tidak

Alasan :... 69.Apakah anda turut serta dalam mendukung biaya terapi ARV (Anti Retro

Viral) anak/saudari anda tersebut? a. Ya

b. Tidak

Alasan :... 70.Apakah anda mau membantu biaya anak/saudari anda, dalam mencukupi

keperluannya sehari-hari? a. Ya

b. Kadang-kadang c. Tidak


Dokumen yang terkait

Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Keberfungsian Sosial Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di Rumah Singgah Caritas PSE Medan

13 122 157

Tinjauan Kehidupan Sosial Ekonomi Perempuan Pekerja Seks (PPS) Dampingan Perempuan Peduli Pedila Medan (P3M)

1 78 92

Perilaku Orang Dengan HIV AIDS (ODHA), Stigma dan Diskriminasi Di Rumah Singgah Moderamen GBKP Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo Tahun 2014

4 47 154

Efektivitas Dukungan Sosial Bagi Odha (Orang Dengan Hiv/Aids) Di Kelompok Dukungan Sebaya Kuldesak Kota Depok

2 15 141

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pengaruh - Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Keberfungsian Sosial Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di Rumah Singgah Caritas PSE Medan

1 13 49

Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Keberfungsian Sosial Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di Rumah Singgah Caritas PSE Medan

1 2 18

Respon Keluarga Terhadap Keluarga Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) Perempuan Dampingan Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Respon 2.1.1. Pengertian Respon - Respon Keluarga Terhadap Keluarga Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) Perempuan Dampingan Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan

0 0 46

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Respon Keluarga Terhadap Keluarga Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) Perempuan Dampingan Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan

0 0 11

RESPON KELUARGA TERHADAP ORANG DENGAN HIV- AIDS (ODHA) PEREMPUAN DAMPINGAN RUMAH SINGGAH CARITAS PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI MEDAN

0 0 8