Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Keberfungsian Sosial Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di Rumah Singgah Caritas PSE Medan

(1)

PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KEBERFUNGSIAN SOSIAL ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) DI RUMAH SINGGAH

CARITAS PSE MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Disusun Oleh :

HENNI KRISTIAN SIBORO 090902038

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Lembar Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh :

Nama : Henni Kristian Siboro Nim : 090902038

Judul : Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Keberfungsian Sosial Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di Rumah Singgah Caritas PSE Medan

Medan, Oktober 2013

PEMBIMBING

Drs.Matias Siagian, M.Si. Ph.D NIP : 19630319 199303 1 001

KETUA DEPARTEMEN

Hairani Siregar, S.Sos, M.SP NIP : 19680525 199203 1 002

DEKAN FISIP USU

Prof. Dr. Badaruddin, M.Si NIP : 19680525 199203 1 002


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Henni Kristian Siboro

Nim : 090902038

ABSTRAK

(Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, 153 Halaman, dan 73 Tabel)

Orang dengan HIV/AIDS adalah orang yang terinfeksi virus HIV dalam tubuhnya, umumnya orang yang terkena HIV/AIDS lebih mudah terdiskriminasi dan terstigma pada masyarakat. Sehingga Orang dengan HIV/AIDS memiliki masalah bukan hanya pada fisik melainkan psikis juga, maka dibutuhkanlah penanganan pemulihan kesehatan dan mental. Pada pemulihan mental atau jiwa dukungan keluarga merupakan hal yang sangat penting dibutuhkan oleh orang dengan HIV/AIDS. Sehingga Odha yang didukung penuh oleh keluarga baik dari segimanapun bisa meningkatkan atau memulihkan keberfungsian sosial orang dengan HIV/AIDS sendiri.

Penelitian ini dilakukan di Rumah Singgah Caritas PSE Medan yang merupakan sebuah lembaga yang bergerak di isu HIV/AIDS dan Narkotika. Penanganannya berupa mensosialisasikan pengertian HIV/AIDS, penularan dan pencegahannya dengan cara kunjungan langsung ke rumah sakit yang khusus merawat Odha ataupun datang langsung ke rumah untuk bertemu klien atau keluarganya (family based), dan memberikan informasi seputar terapi pengobatan ARV (Anti Retroviral). Penelitian ini adalah penelitian eksplanasi yang bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel penelitian dan menguji hipotesis yang telah dirumuskannya sebelumnya. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (x) yaitu dukungan keluarga dan variabel terikat (y) keberfungsian sosial orang dengan HIV/AIDS.

Berdasarkan analisis kuantitatif koefisien korelasi rank spearman, dapat diketahui bahwa korelasi antara X dan Y dengan N = 50 diperoleh nilai sebesar 0,67. Hasil analisis data menunjukkan bahwa pengaruh dukungan keluarga memiliki hubungan positif yang mantap terhadap keberfungsian sosial orang dengan HIV/AIDS (Odha). Berdasarkan penelitian yang telah saya lakukan jika masih banyak keluarga yang belum paham betul informasi HIV/AIDS sehingga perlu diadakan pendekatan dengan lembaga yang menanggulangi isu HIV/AIDS, agar bisa dilakukan sosialisasi pada keluarga baik yang tinggal didaerah perkotaan maupun pedesaan

Kata kunci : Pengaruh, Dukungan Keluarga, Keberfungsian Sosial, Orang dengan HIV/AIDS


(4)

ABSTRACT

(This Thesis consist of 6 Chapters, 153 Pages, and 73 Tables)

People with HIV / AIDS are infected with the HIV virus in the body, most individuals with HIV / AIDS is more easily discriminated and stigmatized in society. So that people with HIV / AIDS have a problem not only on the physical but also psychological, then it need by treatment and mental health recovery. On mental recovery or soul family support is a very important thing needed by people with HIV / AIDS. So that people with HIV are fully supported by both families of everything can improve or restore the social functioning of people with HIV / AIDS themselves.

The research was conducted at Caritas Shelter Home PSE Field which is an organization engaged in the issue of HIV / AIDS and Narcotics. Handling a socialized understanding of HIV / AIDS transmission and prevention by way of direct visits to the hospital that specialized care for people with HIV or come directly to the house to meet clients or their families (family based), and provide information about therapy ARV treatment (Anti-Retroviral). This research is explanatory research that aims to examine the relationship between the study variables and test hypotheses that have been formulated previously. Variables in this study consists of the independent variable (x) is a family support and the dependent variable (y) the social functioning of people with HIV / AIDS.

Based on the calculation of Spearman rank correlation coefficient, it can be seen that the correlation between X and Y with N = 50 obtained a value of 0.67. Results of data analysis showed that the effect of family support has a positive relationship to social functioning steady person with HIV / AIDS (PHAs). Based on the research I have done if there are many families who do not understand well about HIV / AIDS so that there should be an institution that approaches to tackle the issue of HIV / AIDS, in order to be disseminated to families living both urban and rural areas.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur sebesar-besarnya kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat kasih, karunia dan belas kasihnya penulis diberi kesempatan yang sangat besar untuk menyelesaikan skripsinya yang berjudul Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Keberfungsian Sosial Orang Dengan HIV/AIDS (Odha) di Rumah Singgah Caritas PSE Medan.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu serta mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.SP selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Matias Siagian M.Si, Ph.D selaku Dosen Pembimbing serta Penanggung Jawab Jurnal yang telah dengan bijaksana dan sabar membimbing penulis.

4. Seluruh Dosen dan Pegawai Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU yang telah membimbing dan membantu adminitrasi penulis.

5. Orang Tua saya yang saya banggakan dan sayangi : Ayahanda saya Hendri Siboro, dan Ibunda saya yang paling sabar dan kuat Zuraida Tanjung, Kedua saudari saya dari kecil selalu bermain bersama sampai sekarang berjuang bersama juga Novita Sari Siboro dan Putri Anggriani Siboro

6. Bapak Eka Prahadian selaku Project Manager Rumah Singgah Caritas PSE yang telah mengijinkan saya untuk penelitian di Rumah Singgah Caritas PSE dan RSUPH Adam Malik.

7. Staff Rumah Singgah Caritas PSE Bang Frans Judea yang membantu saya mengerjakan skripsi serta menguatkan saya, Kak Melati dan Kak Kristina yang mengajari saya


(6)

mendekati Odha, Bang Asep Bang Billy, Kak Restu, Kak Mira dan Babe yang mengajak saya penjangkauan ke lapangan.

8. Teman-teman yang saya jumpai dilapangan dan mau berbagi ilmu serta pengalaman kepada penulis dari Medan Plus : Yeyen dan Kak Deni, Galatea : Kak Jalwin dan Bang Anes, GSM : Kak Maniur dan Bang Adis, Rumah Bunda : Bunda Primus, Bang Derianto dan Acek, mewakili Komunitas LGBT : Kak Ezer dan Kak Citra serta Bang Budi Hutagalung dari perwakilan mahasiswa.

9. Keluarga Besar BNN yang menerima saya Praktik Kerja Lapangan, Bapak Tanjung, Bapak Situmorang, Ibu Fitri, Ibu Ros, Kak Fitri, Bang Mumu dan staff-staff lainnya. 10.Teman Seperjuangan penulis yang bisa diajak ‘menggila’ sekaligus yang menyemangati

saya sewaktu saya galau : Lae Evi, Lae Jane, Selly imoet dan Melani. Terima kasih juga untuk tante Friska, Mami Natalia, Ojes, Odel, Amiek, Gomos, Irene, Intan, Marbun, Rehulina, Windy, Mesra, Nesry dan teman-teman Kessos 2009 lainnya yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. Aku sayang kalian

11.Kawan-kawan Candle Light Leaders ku yang pria Steady, Franky dan Evan. Tetap Be Candle to Handle!

12.Teman-teman dekat penulis, Lita, Kristina ‘Kebo’, Delima, Erlince, Ides, Hanna, Ester, Sella, Josua ‘Buncit’, Henra, Tante Taty dan Bang Antonio.

13.Teman yang selalu ada disaat susah dan senang, mendukung saya selalu yakni Benny Sitorus. Tuhan selalu beserta kita semoga kita bisa meraih cita-cita yang kita perjuangkan dan inginkan.

14.Teman-teman dari organisasi yang pernah saya ikuti : KOMPAK Pusat Kajian dan Perlindungan Anak Medan serta teman-teman dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia dan Ikatan Pekerja Sosial Pemula.


(7)

15.Teman-teman POKER Caritas, Volunteer Caritas dan PUDAN yang saling mendukung dan berkarya dalam penyuluhannya.

16.Seluruh Abang/Kakak dan Junior Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, khususnya Bang Maikel (06), Bang Anwar (06), Bang Sunario (O7), Renta, Neysa, Mario.

17.Keluarga Besar Penerima Beasiswa Peduli Pendidikan Angkasa Pura II yang telah membantu saya membiayai perkuliahan saya.

18.Teman-teman Youth Queers Camp seluruh Indonesia yang kemarin kumpul di Jogja, senang bisa berkenalan dengan kalian serta berdiskusi di dunia maya tentang Iman, Seksualitas dan HAM. Terima kasih juga untuk Mbak Adiningtias yang memberi saya inspirasi untuk “menikmati proses”.

Terima Kasih atas semua dukungan dan semangat yang penulis terima selama ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak, guna menyempurnakan skripsi ini agar menjadi lebih baik lagi. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Oktober2013


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR BAGAN... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah... 1

1.2Perumusan Masalah... 13

1.3Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian... 13

1.3.1 Tujuan Penelitian... 13

1.3.2 Manfaat Penelitian... 13

1.5 Sistematika Penulisan... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pengaruh... 16

2.2 Dukungan Keluarga... 17

2.2.1 Dukungan...17

2.2.2 Keluarga... 17

2.2.2.1 Pengertian Keluarga... 17

2.2.2.2 Keluarga Batih... 23

2.2.2.3 Dasar Pembentukan Keluarga... 26


(9)

2.2.2.5 Pendekatan Fungsional-Struktural... 30

2.2.2.6 Fungsi Keluarga... 30

2.2.2.7 Peran Keluarga... 34

2.2.3 Dukungan Keluarga... 36

2.2.3.1 Komponen Dukungan Keluarga... 36

2.2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga... 36

2.3 Keberfungsian Sosial... 37

2.3.1 Fungsi Sosial... 37

2.3.2 Keberfungsian Sosial... 38

2.4 Orang Dengan HIV/AIDS(Odha)... 42

2.4.1 Sejarah HIV/AIDS di Indonesia... 42

2.4.2 Penjelasan HIV/AIDS... 44

2.4.2.1 HIV... 44

2.4.2.2 AIDS... 49

2.4.3 Orang Dengan HIV/AIDS (Odha)... 50

2.4.3.1 Aspek Medik yang dihadapi Odha... 51

2.4.3.2 Layanan ARV untuk Odha... 52

2.5 Dukungan Keluarga terhadap Keberfungsian Sosial Odha... 55

2.6 Rumah Singgah Caritas PSE... 58

2.7 Kerangka Pemikiran... 59

2.8 Hipotesis... 62


(10)

2.10 Definisi Operasional... 64

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian... 68

3.2 Lokasi Penelitian... 68

3.3 Populasi Penelitian... 68

3.3.1 Penanganan... 68

3.3.2 Populasi... 69

3.4 Teknik Pengumpulan Data... 70

3.5 Teknik Analisis Data... 71

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Latar Belakang Pendirian Lembaga... 73

4.2 Identitas Dan Nilai Pelayanan... 74

4.2.1 Visi Pelayanan... 74

4.2.2 Misi Pelayanan... 74

4.2.3 Kebijakan... 75

4.2.4 Strategi Program... 75

4.2.5 Job Description ... 77

4.3 Sejarah Rumah Singgah Caritas... 78

4.3.1 Tujuan Rumah Singgah Caritas... 78

4.3.2 Kegiatan Rumah Singgah Caritas... 79


(11)

BAB V ANALISIS DATA

5.1 Pengantar... 81

5.2 Karakteristik Umum Responden... 82

5.3 Dukungan Keluarga (Variabel Bebas)... 89

5.3.1 Dukungan Penilaian Keluarga... 89

5.3.2 Dukungan Instrumental Keluarga... 93

5.3.3 Dukungan Informasional Keluarga... 95

5.3.4 Dukungan Emosional Keluarga... 99

5.4 Keberfungsian Sosial (Variabel Terikat)... 102

5.4.1 Siap belajar dan menerima apa yang terjadi dalam tubuhnya... 103

5.4.2 Mampu menanggapi permasalahan sendiri, serta mendorong ikut terlibat dalam penanggulangan HIV/AIDS... 106

5.4.3 Memperluas Pemerolehan Dukungan Dan Perawatan Di Tingkat Lokal... 109

5.4.4 Bekerja Sama Dengan Dokter Untuk Mengatasi HIV Dalam Segala Keterbatasan Obat-obatan... 115

5.4.5 Menjaga Pola Makan, Hidup Bersih dan Sehat... 117

5.4.6 Teratur Dalam Mengikuti Terapi Pengobatan ARV... 119

5.4.7 Melakukan Pekerjaan Sehari-hari... 123

` 5.4.8 Belajar Mengenai Pengobatan HIV... 125

5.4.9 Berani Mengambil Keputusan Sendiri... 127

5.4.10 Menjadi Pendidik Sebaya (peer educator) bagi sesama Odha... 129

5.4.11 Meningkatkan Pemerolehan Obat-obatan HIV/AIDS... 132

5.4.12 Menegakkan Hak Asasi Manusia... 134


(12)

5.4.14 Odha Berintegrasi Dengan Keluarga... 140 5.5 Uji Hipotesis... 143

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan... 145 6.2 Saran... 145


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 82

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Status Pernikahan... 83

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kedudukan dalam Keluarga... 84

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Usia... 85

Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Agama... 86

Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa... 87

Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan... 88

Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kunjungan Keluarga... 89

Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Kunjungan Keluarga... 90

Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Orang Terdekat yang Sering Mengunjungi... 91

Tabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi Keluarga... 92

Tabel 5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Bantuan Biaya Perobatan... 93

Tabel 5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Keluarga Merawat Anak Responden... 94

Tabel 5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Keluarga Tentang Informasi HIV/AIDS... 95

Tabel 5.15 Distribusi Responden Berdasarkan Orang yang Menjelaskan Informasi HIV/AIDS... 96

Tabel 5.16 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Sharing bersama Keluarga... 97

Tabel 5.17 Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Komunikasi Dengan Keluarga... 98

Tabel 5.18 Distribusi Responden Berdasarkan Kerahasiaan Status... 98


(14)

Tabel 5.20 Distribusi Responden Berdasarkan Kepedulian Keluarga... 100

Tabel 5.21 Distribusi Responden Berdasarkan Kecewa Pada Keluarga... 101

Tabel 5.22 Distribusi Responden Berdasarkan Penolakan oleh Keluarga... 101

Tabel 5.23 Distribusi Responden Berdasarkan Perasaan Awal Tahu Status... 103

Tabel 5.24 Distribusi Responden Berdasarkan Lamanya Tahu Status... 104

Tabel 5.25 Distribusi Responden Berdasarkan Pernah Merasa Putus Asa... 105

Tabel 5.26 Distribusi Responden Berdasarkan Sebelumnya Tahu Informasi HIV/AIDS... 105

Tabel 5.27 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Membaca Buku... 106

Tabel 5.28 Distribusi Responden Berdasarkan Menyikapi Hidup Sehari-hari... 107

Tabel 5.29 Distribusi Responden Berdasarkan Menggunakan Jasa Orang Lain... 108

Tabel 5.30 Distribusi Responden Berdasarkan Bergabung di LSM... 109

Tabel 5.31 Distribusi Responden Berdasarkan Menjadi Pendidik Sebaya... 109

Tabel 5.32 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Penjangkauan Ke Lapangan... 110

Tabel 5.33 Distribusi Responden Berdasarkan Keinginan Untuk Menginspirasi Orang Lain... 111

Tabel 5.34 Distribusi Responden Berdasarkan Pernah Mengikuti Pelatihan... 112

Tabel 5.35 Distribusi Responden Berdasarkan Mengikuti Aksi... 113

Tabel 5.36 Distribusi Responden Berdasarkan Mendampingi Rekan Odha... 113

Tabel 5.37 Distribusi Responden Berdasarkan Mengajak Teman Odha... 114

Tabel 5.38 Distribusi Responden Berdasarkan Mengikuti Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS... 115

Tabel 5.39 Distribusi Responden Berdasarkan Senang atau Tidak Bertemu Dokter... 116


(15)

Tabel 5.41 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Konsultasi Dengan

Dokter... 118

Tabel 5.42 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap dan Layanan Petugas Medis... 118

Tabel 5.43 Distribusi Responden Berdasarkan Makan Teratur... 119

Tabel 5.44 Distribusi Responden Berdasarkan Menjahui Makanan yang Dilarang Dokter... 120

Tabel 5.45 Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Narkotika... 120

Tabel 5.46 Distribusi Responden Berdasarkan Makan Obat Sesuai Jam... 121

Tabel 5.47 Distribusi Responden Berdasarkan Efek Samping ARV... 122

Tabel 5.48 Distribusi Responden Berdasarkan Cara Mengingatkan Diri Minum ARV... 122

Tabel 5.49 Distribusi Responden Berdasarkan Menyapu Rumah... 123

Tabel 5.50 Distribusi Responden Berdasarkan Mencuci Pakaian Sendiri... 124

Tabel 5.51 Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Obat Harus Diminum Teratur... 125

Tabel 5.52 Distribusi Responden Berdasarkan Mencari Informasi Tentang ARV... 125

Tabel 5.53 Distribusi Responden Berdasarkan Berpikir Berhenti Minum ARV... 126

Tabel 5.54 Distribusi Responden Berdasarkan Dirawat Dirumah Sakit atau Dirumah... 127

Tabel 5.55 Distribusi Responden Berdasarkan Membuka Status Pada Orang Lain... 127

Tabel 5.56 Distribusi Responden Berdasarkan Keluarga Besar Tahu Status... 128

Tabel 5.57 Distribusi Responden Berdasarkan Mengadakan Pelatihan HIV/AIDS... 129

Tabel 5.58 Distribusi Responden Berdasarkan Memotivasi Teman... 130

Tabel 5.59 Distribusi Responden Berdasarkan Mengingatkan Teman Teratur Minum Obat... 130


(16)

Tabel 5.60 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Menjadi Pendidik Sebaya... 131

Tabel 5.61 Distribusi Responden Berdasarkan Sering Mengajak Rekan Untuk Berdiskusi...132

Tabel 5.62 Distribusi Responden Berdasarkan Mengadakan Aksi Untuk ARV gratis... 133

Tabel 5.63 Distribusi Responden Berdasarkan Pelayanan Medis Gratis Lainnya... 133

Tabel 5.64 Distribusi Responden Berdasarkan Pernah Terdiskriminasi... 134

Tabel 5.65 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Menyuarakan Isu Stop Stigma dan Diskriminasi... 135

Tabel 5.66 Distribusi Responden Berdasarkan Pernah Memberikan Sosialisasi... 136

Tabel 5.67 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaaan Tetap... 137

Tabel 5.68 Distribusi Responden Berdasarkan Mampu Berwirausaha... 138

Tabel 5.69 Distribusi Responden Berdasarkan Menjadi Pendidik Sebaya Kebutuhan Tercukupi... 139

Tabel 5.70 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Makan Bersama Keluarga... 140

Tabel 5.71 Distribusi Responden Berdasarkan Beribadah Bersama Keluarga... 141

Tabel 5.72 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Rekreasi Bersama Keluarga... 142


(17)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.7 Alur Pemikiran... 62 Bagan 4.3.3 Struktur Kerja Rumah Singgah Caritas PSE Medan... 80


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuesioner

2. Tabel Korelasi Rank Spearman


(19)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Henni Kristian Siboro

Nim : 090902038

ABSTRAK

(Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, 153 Halaman, dan 73 Tabel)

Orang dengan HIV/AIDS adalah orang yang terinfeksi virus HIV dalam tubuhnya, umumnya orang yang terkena HIV/AIDS lebih mudah terdiskriminasi dan terstigma pada masyarakat. Sehingga Orang dengan HIV/AIDS memiliki masalah bukan hanya pada fisik melainkan psikis juga, maka dibutuhkanlah penanganan pemulihan kesehatan dan mental. Pada pemulihan mental atau jiwa dukungan keluarga merupakan hal yang sangat penting dibutuhkan oleh orang dengan HIV/AIDS. Sehingga Odha yang didukung penuh oleh keluarga baik dari segimanapun bisa meningkatkan atau memulihkan keberfungsian sosial orang dengan HIV/AIDS sendiri.

Penelitian ini dilakukan di Rumah Singgah Caritas PSE Medan yang merupakan sebuah lembaga yang bergerak di isu HIV/AIDS dan Narkotika. Penanganannya berupa mensosialisasikan pengertian HIV/AIDS, penularan dan pencegahannya dengan cara kunjungan langsung ke rumah sakit yang khusus merawat Odha ataupun datang langsung ke rumah untuk bertemu klien atau keluarganya (family based), dan memberikan informasi seputar terapi pengobatan ARV (Anti Retroviral). Penelitian ini adalah penelitian eksplanasi yang bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel penelitian dan menguji hipotesis yang telah dirumuskannya sebelumnya. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (x) yaitu dukungan keluarga dan variabel terikat (y) keberfungsian sosial orang dengan HIV/AIDS.

Berdasarkan analisis kuantitatif koefisien korelasi rank spearman, dapat diketahui bahwa korelasi antara X dan Y dengan N = 50 diperoleh nilai sebesar 0,67. Hasil analisis data menunjukkan bahwa pengaruh dukungan keluarga memiliki hubungan positif yang mantap terhadap keberfungsian sosial orang dengan HIV/AIDS (Odha). Berdasarkan penelitian yang telah saya lakukan jika masih banyak keluarga yang belum paham betul informasi HIV/AIDS sehingga perlu diadakan pendekatan dengan lembaga yang menanggulangi isu HIV/AIDS, agar bisa dilakukan sosialisasi pada keluarga baik yang tinggal didaerah perkotaan maupun pedesaan

Kata kunci : Pengaruh, Dukungan Keluarga, Keberfungsian Sosial, Orang dengan HIV/AIDS


(20)

ABSTRACT

(This Thesis consist of 6 Chapters, 153 Pages, and 73 Tables)

People with HIV / AIDS are infected with the HIV virus in the body, most individuals with HIV / AIDS is more easily discriminated and stigmatized in society. So that people with HIV / AIDS have a problem not only on the physical but also psychological, then it need by treatment and mental health recovery. On mental recovery or soul family support is a very important thing needed by people with HIV / AIDS. So that people with HIV are fully supported by both families of everything can improve or restore the social functioning of people with HIV / AIDS themselves.

The research was conducted at Caritas Shelter Home PSE Field which is an organization engaged in the issue of HIV / AIDS and Narcotics. Handling a socialized understanding of HIV / AIDS transmission and prevention by way of direct visits to the hospital that specialized care for people with HIV or come directly to the house to meet clients or their families (family based), and provide information about therapy ARV treatment (Anti-Retroviral). This research is explanatory research that aims to examine the relationship between the study variables and test hypotheses that have been formulated previously. Variables in this study consists of the independent variable (x) is a family support and the dependent variable (y) the social functioning of people with HIV / AIDS.

Based on the calculation of Spearman rank correlation coefficient, it can be seen that the correlation between X and Y with N = 50 obtained a value of 0.67. Results of data analysis showed that the effect of family support has a positive relationship to social functioning steady person with HIV / AIDS (PHAs). Based on the research I have done if there are many families who do not understand well about HIV / AIDS so that there should be an institution that approaches to tackle the issue of HIV / AIDS, in order to be disseminated to families living both urban and rural areas.


(21)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Sangat memprihatinkan bertepatan dengan Hari AIDS sedunia pada tanggal 1 Desember, ternyata diskriminasi terhadap orang dengan HIV dan AIDS masih banyak terjadi. Seorang anak bahkan ditolak masuk sekolah karena ayahnya terinfeksi HIV. Zipporah Imogen Divine adalah putri dari Fajar Jasmin Sugandhi, seorang penulis yang terinfeksi HIV positif. Immi, panggilan akrabnya, tidak terinfeksi HIV seperti ayahnya, namun ia tetap menerima diskriminasi karena menjadi anak seorang HIV. Immi yang baru saja diterima di SD Don Bosco Kelapa Gading, tiba-tiba saja ditolak dan penerimaannya dibatalkan hanya melalui pesan singkat. Pihak sekolah beralasan membatalkan keputusan menerima Immi karena beberapa calon orangtua siswa menolak keberadaan Immi

Diskriminasi dilakukan oleh keluarga, masyarakat, pers, perusahaan, dan rumah sakit. Bentuk diskriminasi dalam keluarga misalnya dikucilkan, ditempatkan dalam ruang atau rumah khusus, diberi makan secara terpisah, bahkan ada yang diborgol dan dijaga satpam. Pengucilan juga terjadi di masyarakat. Sementara pers memuat foto, nama, dan alamat tanpa ijin. Diskriminasi yang dilakukan perusahaan misalnya pemutusan hubungan kerja, mutasi, atau pelanggara kerja ke luar negeri. Bentuk deskriminasi rumah sakit dan tenaga medis berupa penolakkan untuk merawat, mengoperasi, atau menolong persalinan, diskriminasi dalam pemberian perawatan serta penolakkan untuk memandikan jenazah (Kompas, 2006).

Beban paling berat yang dirasakan pengidap HIV/AIDS adalah stigma negatif yang dilekatkan kepada mereka. Masyarakat menilai pengidap HIV/AIDS adalah mereka yang berperilaku seks menyimpang dan ”bukan orang baik-baik”. Stigma itu menyebabkan


(22)

pengidap HIV/AIDS sering dikucilkan masyarakat dan mendapat perlakuan diskriminatif, bukan cuma oleh masyarakat awam, tetapi juga oleh tenaga medis. Padahal, orang dengan HIV/AIDS bisa disandang siapa saja, termasuk anak-anak dan ibu baik-baik. Stigma negatif terhadap orang dengan HIV/AIDS sangat merugikan upaya penanggulangan penyebaran penyakit tersebut. Terlebih lagi stigma terhadap populasi kunci seperti perempuan pekerja seksual, pelanggan perempuan pekerja seksual, waria, lelaki berhubungan seks dengan lelaki, dan pengguna napza suntik.

Permasalahan HIV/AIDS tidak cukup lagi hanya dilihat melalui fakta medis semata namun harus dipandang melalui analisis sosial kemasyarakatan yang komperehensif terkait struktur sosial dan budaya. Permasalahan penanganan HIV/AIDS adalah, masih lemahnya koordinasi atas implementasi program di masing-masing sektor. Belum terbangunnya sebuah persepsi yang sama, tentang permasalahan mendasar seputar HIV/AIDS, dan isu HAM terkait HIV/AIDS belum terintegrasi secara proporsional.

Dapat dikatakan bahwa Odha mengalami kondisi yang tidak menyenangkan baik secara fisik maupun psikis. Secara fisik kesehatan Odha terganggu, hal ini dikarenakan virus HIVmenyerang sistem kekebalan tubuh Odha. Sedangkan secara psikis, antara lain Odha mempunyai perasaan hampa, inisiatifnya kurang, merasa tidak berarti, apatis, serba bosan, tidak memiliki tujuan hidup yang jelas, muncul pikiran bunuh diri, bahkan sikapnya terhadap kematian juga ambivalen, artinya di satu pihak Odha merasa takut dan tidak siap mati, tetapi di sisi lain Odha beranggapan bahwa bunuh diri adalah jalan keluar terbaik untuk lepas dari kehidupan yang tidak berarti. Menurut Schultz (1991) apabila kondisi tersebut berlangsung dalam jangka waktu lama, maka dapat menimbulkan depresi yang mengarah pada kehampaan hidup serta mengembangkan hidup tidak bermakna.


(23)

Berbagai langkah telah dilakukan oleh orang-orang yang peduli dengan HIV, termasuk memberi sosialisasi penularan dan pencegahan HIV kepada setiap golongan masyarakat. Karena sampai detik inipun jika masyarakat mendengar kata HIV mungkin muncullah stigma, apalagi jika harus berhadapan dengan orang yang menderita HIV sendiri masyarakat tersebut pun enggan untuk menyentuhnya dan muncullah diskriminasi.

Padahal seseorang yang negatif HIV tidak akan terinfeksi dari udara, makanan, air, gigitan serangga, hewan, piring, sendok, kakus,atau lainnya yang tidak melibatkan darah, air mani, cairan vagina, atau ASI. Juga tidak akan terinfeksi dari HIV dari kotoran, cairan hidung, air liur, keringat, air mata, air seni, atau muntahan kecuali cairan ini bercampur darah. Faktanya, masyarakat awam sebenarnya dapat membantu Odha dengan makan, mengganti pakaian, bahkan memandikannya tanpa resiko terinfeksi, asal mengikuti langkah yang dijelaskan sebelumnya. Intinya HIV bisa tertular jika terjadinya pintu masuk pertukaran atau percampuran darah, cairan kelamin antara Odha dengan orang yang negatif HIV.

Penderita AIDS atau sering disebut dengan ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) menghadapi berbagai masalah dan penderitaan sehubungan dengan penyakitnya. Odha menderita akibat gejala penyakitnya (panas, diare, lemas, batuk, sesak napas, dan sebagainya) dan masalah sehari-hari lainnya yang dihadapi penderita penyakit berat. Odha umumnya mengalami depresi, perasaannya tertekan dan merasa tidak berguna, bahkan ada yang memiliki keinginan untuk bunuh diri. Ini akibat dari stigmatisasi dan diskriminasi masyarakat terhadap informasi mengenai AIDS dan Odha. Penolakan dan pengabaian orang lain, terutama keluarga akan menambah depresi yang dideritanya (Djoerban, 1999). Menurut Joerban (1999), hampir 99% penderita HIV/AIDS mengalami stres berat, Djoerban juga menemukan sejumlah pasien HIV/AIDS yang mengalami depresi berat, dimana pada saat mengetahui dirinya mengidap penyakit AIDS, banyak Odha yang tidak bisa menerima


(24)

kenyataan bahwa dirinya tertular HIV/AIDS, sehingga menimbulkan depresi dan kecenderungan bunuh diri pada diri Odha itu sendiri.

Kementerian Kesehatan melaporkan bahwa sejak pertama kali kasus HIV ditemukan yaitu pada tahun 1987 sampai dengan Juni 2012, terdapat 32.103 kasus AIDS, 86.762 kasus HIV dan 5.681 kasus kematian akibat HIV & AIDS di 33 provinsi di Indonesia. Provinsi dengan jumlah kasus HIV tertinggi adalah DKI Jakarta sebanyak 20.775 kasus. Persentase kumulatif AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun (41,5%,). Rasio kasus AIDS antara laki-laki dengan perempuan adalah 2:1 (laki-laki: 70% dan perempuan 29%). Selama periode pelaporan bulan Januari hingga Juni 2012, persentase kasus AIDS menurut faktor risiko tertinggi adalah hubungan seks tidak aman pada heteroseksual (82,6%), penggunaan jarum suntik steril pada pengguna napza suntik/penasun (6,6%), dari ibu (positif HIV) ke anak (4,2%) dan LSL (Lelaki Seks Lelaki) (3,6%).

Jumlah kasus HIV pada usia di bawah 4 tahun tercatat total 1.217 kasus, sedangkan usia 5 – 14 tahun total berjumlah 749 kasus pada rentang waktu antara tahun 2010 hingga Juni 2012. Tahun 1990 jumlah kumulatif secara nasional kasus AIDS terjadi 17 kasus, dan meningkat sampai dengan bulan Juni 2011 secara kumulatif terjadi 26.483 kasus. Proporsi kumulatif kasus AIDS tertinggi berada pada kelompok umur 20-29 (46,3%) diikuti dengan kelompok umur 30-39 tahun (31,4%) dan kelompok umur 40-49 tahun (9,7%), (laporan dari 300 kabupaten/kota dan 32 provinsi) (Sumber data: Laporan Perkembangan HIV-AIDS, Triwulan II, Kementerian Kesehatan RI, 2012).

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mencatat kasus HIV/AIDS di Sumatera Utara masih tinggi, sebab sepanjang tahun 2012 terjadi sebanyak 6.430 kasus HIV/AIDS dengan rincian kasus HIV sebanyak 2.189 kasus dan AIDS sebanyak 4.2412 kasus. Jadi, total keselurahan kasus HIV/AIDS yang terjadi di Sumut sebanyak 6.430 kasus, dengan 751


(25)

penderitanya meninggal dunia. Makanya, kita merasa perlu untuk mensosialisasikan dan mendiskusikan kepada masyarakat, sehingga dapat mencegah maupun menghindari agar tidak terjangkit penyakit yang mematikan tersebut, menurut dr Afriana Herliana didampingi dr Adria dari Kementrian Kesehahatan RI pada diskusi tentang Kebijakan Penanggulangan HIV/AIDS di Kota Meda

Dari laporan klinik VCT dan rumah sakit sejak 2006 sampai Desember 2012, sebanyak 3410 kasus HIV/AIDS di Kota Medan. Dari jumlah itu, 2379 HIV dan 1031 AIDS dan tidak ada kasus yang dilaporkan dari luar kota. Berdasarkan jenis kelamin untuk laki-laki lebih tinggi kasusnya yaitu 2573 dan perempuan 837 kasus, menurut Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Medan dr .Mardohar Tambunan. Sedangkan jumlah yang meninggal, sebanyak 747 orang dari 3410 kasus. Dari jumlah tersebut, yang dilaporkan meninggal laki-laki sebanyak 610 orang dan perempuan 747 orang. Dari jumlah itu, 66 anak-anak di Medan terjangkit HIV/AIDS.

Bila dilihat dari tahun 2006, menurut Mardohar, memang terjadi peningkatan kasus. Hal ini menurutnya dikarenakan Dinas Kesehatan, KPA, LSM dan lainnya telah menjalankan program penjaringan kasus, sosialisasi dan masyarakat semakin mengerti untuk datang ke klinik atau rumah sakit untuk memeriksakan dirinya. Semakin dikejar kasusnya semakin tinggi karena itu juga kasus HIV/AIDS seperti fenomena gunung es, yang hanya nampak dipermukaan tetapi didalamnya masih banyak yang belum ditemukan. Sekarang ini, walaupun faktor resiko terbesar dari Heteroseksual sebanyak 2198 kasus, IDUs (narkoba suntik) 958 kasus dan homoseksual 118 kasus, ibu rumah tangga juga sudah banyak yang terinfkesi sebanyak 452 orang sejak tahun 2006 sampai 2012. Kasus dari faktor resiko transfusi darah juga ada 31 orang dan yang tidak diketahui 49 kasus serta faktor resiko perinatal (dari ibu ke anak) 56 kasus. Dari segi usia ternyata usia produktif (usia 25 sampai


(26)

34 tahun) kasusnya lebih banyak yaitu 1934, diikuti usia 35 sampai 44 tahun sebanyak 623, 16 sampai 24 tahun ada 537 tahun, usia diatas 45 tahun ada 241 kasus. Bahkan usia dibawah 10 tahun juga ada 66 kasus. Berdasarkan jenis pekerjaan wiraswasta yang tertinggi dengan 1265 kasus dan tidak diketahui sebanyak 798 kasus.

Ancaman kasus HIV/AIDS di Kota Medan memang sangat tinggi dikarenakan Kota Medan di kelilingi negara efidemi, mobilitas tinggi, faktor risiko dan industri seks, penggunaan kondom yang sangat rendah. Ini merupakan penyebab utama angka kasus HIV/AIDS masih tinggi di Medan, dipengaruhi karena meningkatnya angka penularan HIV/AIDS secara seksual terutama melalui hubungan seks, telah menggantikan posisi penularan lewat jarum suntik di kalangan pengguna napza suntik, sebagai jalur utama penularan HIV di Kota Medan. Meningkatnya angka penularan melalui kelompok heteroseksual menyebabkan semakin rentannya penularan kepada kelompok resiko rendah seperti ibu rumah tangga dan bayi (http://beritasore.com/2013/01/18/3410-warga-medan-terjangkit-hivaids/ diakses pada tanggal 15 Mei 2013 pukul 14.00 wib).

Sekretaris Daerah Kota Medan, Syaiful Bahri, hari ini menyatakan penyebaran HIV/AIDS saat ini cenderung menghawatirkan karena jumlahnya terus meningkat. Hal ini penting diketahui masyarakat sehingga pencegahan penyebaran HIV/AIDS dapat efektif dilakukan. Pemerintah Kota Medan sendiri jelas dia, telah memiliki Peraturan (Perda) nomor 1/2011 tentang HIV/AIDS. Pada pasal 8 dan 9 dijelaskan, promosi menjadi bagian penting dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS, termasuk menghapus stigma dan diskriminasi terhadap para penderitanya.

Sementara untuk pencegahan penyebaran HIV/AIDS lebih komprehensif, perlu memberdayakan masyarakat secara langsung. Untuk itulah diperlukan kerja sama yang lebih erat semua elemen, baik pemerintah, pengurus KPA dan media massa.Dia mengingatkan


(27)

masyarakat untuk tidak menjauhi para penderita HIV/AIDS karena mereka juga manusia. Jangan menjauhkan dan melakukan tindakan diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS, karena mereka juga manusia yang ingin berbuat untuk masyarakat pukul 14.10 WIB).

Kondisi seperti hilangnya minat, kurangnya inisiatif, mempunyai perasaaan hampa, merasa tidak memiliki tujuan hidup, merasa tidak berarti, serba bosan dan apatis serta muncul pikiran bunuh diri merupakan bentuk dari hilangnya atau berkurangnya keberfungsian sosial hidup (Frankl dalam Koeswara, 1992). Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa Odha mempunyai keberfungsian hidup yang rendah. Crumbaugh dan Maholick (dalam Koeswara, 1992) mengatakan bahwa kekurangan makna hidup mengisyaratkan kegagalan individu dalam menemukan pola tujuan-tujuan yang terintegrasi dalam hidup, sehingga terjadi penimbunan energi,yang membuat individu lemah dan kehilangan semangat untuk berjuang mengatasi berbagai hambatan, termasuk hambatan dalam pencapaian makna.

Bastaman (2007) mengungkapkan bahwa meskipun penghayatan hidup tanpa makna bukan merupakan suatu penyakit tetapi dalam keadaan intensif dan berlarut-larut tidak dapat diatasi maka kondisi tersebut akan dapat menyebakan neurosis noogenik. Neurosis noogenik merupakan gangguan perasaan yang cukup menghambat prestasi dan penyesuaian diri seseorang. Gangguan ini biasanya tampil dalam keluhan-keluhan serba bosan, hampa dan penuh keputusasaan, kehilangan minat dan inisiatif serta merasa bahwa hidup ini tidak ada artinya sama sekali. Bahkan sikap acuh tak acuh berkembang dan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri dan lingkungannya seakan-akan menghilang. Berdasarkan pendapat Bastaman maka apabila Odha memiliki penghayatan hidup tanpa makna maka Odha akan acuh tak acuh yang memungkinkan juga acuh tak acuh terhadap kesehatannya sehingga akan


(28)

membuat penyakitnya semakin parah. Sebaliknya, orang yang mempunyai keberfungsian hidup akan mempunyai tujuan hidup yang jelas. Orang yang memiliki tujuan yang jelas biasanya akan berjuang sekuat tenaga untuk dapat mencapai tujuan tersebut (Bastaman, 2007).

Odha yang memiliki tujuan yang jelas tentunya akan berusaha mencapai tujuan tersebut. Salah satunya mungkin akan memperhatikan atau menjaga kesehatannya agar tujuan yang ditetapkan tersebut tercapai. Selain itu orang yang memiliki keberfungsian hidup akan memiliki tanggungjawab, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya. Odha yang memiliki tanggung jawab biasanya akan memperhatikan hal-hal yang menjadi kewajibannya, baik kewajiban terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya. Salah satu kewajiban terhadap diri sendiri bagi Odha yaitu selalu menjaga kesehatan tubuhnya.

Menurut Smet (1994) optimisme dapat mempengaruhi kesehatan. Orang yang memiliki optimisme ketika sakit akan lebih cepat sembuh. Selain itu, orang yang optimis juga memiliki coping yang efektif dan dapat menemukan aspek-aspek yang positif dari situasi yang penuh tekanan. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa Odha yang memiliki penghayatan hidup yang berfungsi akan memiliki optimisme dan memiliki coping yang efektif dalam menghadapi tekanan-tekanan sehingga kondisi ini akan dapat membantu Odha untuk tetap menjaga kesehatannya. Bastaman (2007) juga mengungkapkan bahwa penghayatan hidup bermakna merupakan gerbang ke arah kepuasan dan kebahagiaan hidup. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa keberfungsian sangat diperlukan bagi Odha karena akan membantu Odha dalam menghadapi berbagai masalah yang terkait dengan penyakitnya. Selain itu, secara langsung maupun tidak langsung dapat membantu mempertahankan kesehatannya dan semuanya itu berasalkan dari latar belakang keluarga masing-masing Odha.


(29)

Setelah dikaji dari permasalahan diatas ternyata keluarga memiliki peran penting dalam pendekatan masalah HIV/AIDS, arah dan strategi nasional penanggulangan HIV/AIDS (Keppres 36/94) pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan ketahanan keluarga sejalan dengan UU pokok no 10 tahun 1992 tentang kependudukan dan keluarga sejahtera. Ini menunjukkan bahwa komitmen politis pemerintah sudah mempunyai landasan yang cukup kuat untuk menggerakkan seluruh lapisan masyarakat melawan penyebaran AIDS di negeri kita. Keluarga sebagai unit terkecil di masyarakat akan paling merasakan dampak psikososial masalah AIDS di masa mendatang. Misalnya untuk perawatan penderita, peranan keluarga, baik keluarga batih maupun keluarga jaringan (nuclear and extended family) akan semakin dibutuhkan.

Infeksi HIV dan AIDS masih menimbulkan stigma dan diskriminasi. Jadi adalah penting bagi keluarga untuk menjaga kerahasiaan Odha. Keluarga tidak berhak memberi tahu orang lain, termasuk petugas perawatan kesehatan, tentang status HIV si Odha, kecuali dia memberi persetujuan yang jelas. Keluarga harus sangat berhati-hati dengan pengunjung agar mereka tidak dapat mengetahui secara tidak sengaja, misalnya dengan melihat buku mengenai AIDS atau obat khusus untuk infeksi

Keluarga akan menjadi tempat untuk bernaung, untuk mendapatkan perawatan, untuk mendapat kasih sayang bagi penderita dan anak-anak yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya yang direnggut oleh keganasan AIDS. Mungkin saja orang tua akan lebih dahulu kehilangan putra-putrinya karena mereka mempunyai risiko lebih besar terinfeksi HIV. Dampak psikososial HIV/AIDS juga akan dirasakan sampai di tingkat rumah tangga. Khusus untuk Indonesia yang sistem asuransinya belum berkembang dengan baik, keluarga mau tidak mau akan menanggung beban keuangan yang cukup berat seandainya ada anggota keluarga yang terinfeksi HIV, apalagi yang terinfeksi adalah suami atau anggota keluarga lainnya


(30)

sebagai pencari nafkah. Keluarga akan dibebani biaya pengobaatnyang mahal untuk membeli obat dan untuk biaya perawatan penderita (Spiritia : 2008).

Keluarga sebagai kesatuan komunitas yang terkecil juga akan menerima beban mental yang cukup berat. Misalnya timbul reaksi sosial dalam bentuk pengucilan, perceraian, dan berbagai bentuk konflik rumah tangga lainnya. Munculnya masalah yatim piatu karena anak-anak ditinggal mati kedua orang tuanya yang mati karena AIDS tidak saja dirasakan bebannya oleh keluarga, tetapi juga akan menjadi beban sosial tambahan bagi pemerintah dan masyarakat. Salah satu tempat terbaik untuk merawat Odha adalah di rumah, dengan dikelilingi oleh orang-orang yang mencintai dan dicintainya. Odha dapat tetap hidup aktif untuk waktu yang lama dan bisa berdaya untuk kehidupannya sendiri dan orang lain. Dukungan keluarga terutama perawatan Odha dirumah biasanya akan menghabiskan biaya lebih murah, lebih menyenangkan, lebih akrab, dan membuat Odha sendiri bisa lebih mengatur hidupnya. Sebenarnya penyakit yang berhubungan dengan Odha biasanya akan cepat membaik, dengan kenyamanan di rumah, dengan dukungan dari teman terutama keluarga (Spiritia : 2008).

Jika Odha dirawat oleh keluarga di rumah sendiri, ingatlah setiap Odha berbeda, dan dipengaruhi oleh HIV, virus yang menyebabkan AIDS, dengan cara yang berbeda pula. Keluarga harus selalu mengetahui perkembangan keadaan Odha dari dokter atau perawatnya mengenai jenis perawatan yang dibutuhkan. Sering kali yang dibutuhkan bukanlah perawatnan medis, tetapi bantuan untuk melakukan pekerjaan sehari-hari agar Odha lebih mandiri seperti : berbelanja, mengambil surat, membayar tagihan, membersihkan rumah, dan lain-lain. Juga perlu diingat, AIDS menyebabkan stres, baik orang yang sakit maupun pada anggota keluarga yang merawatnya. Memberikan dukungan dan merawat ke Odha merupakan tanggung jawab yang berat.


(31)

Tak dapat dipungkiri bagaimana besar dan kecilnya dukungan keluarga itu bisa menjadi patokan bagi keberfungsian sosial atau keberdayaan dari Odha tersebut. Seperti yang telah diterangkan sebelumnya jika Lembaga dan Oganisasi Masyarakat atau yang lebih kita kenal dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan salah bagian yang mempunyai peran aktif dalam melaksanakan kebijakan rencana strategis pemerintah dalam rangka penanggulangan HIV/AIDS. Rumah Singgah Caritas PSE merupakan LSM yang bergerak di isu penanggulangan HIV/AIDS, didalamnya terdapat pekerja-pekerja sosial yang mendampingi Odha untuk bisa berdaya dan berfungsi. Ternyata ada Odha yang walaupun tanpa dukungan keluarga, dia memiliki keberfungsian sosial yang tinggi, dan hal seperti ini bisa menjadi bagian yang sangat menarik untuk dikaji. Apalagi jumlah dampingan dari pekerja sosial Rumah Singgah Caritas PSE lumayan banyak dan sudah ada yang menjadi pendidik sebaya.

Kondisi dukungan keluarga yang bervariasi dan latar belakang kehidupan Odha yang berbeda-beda tentunya akan mempengaruhi keberfungsian dari Odha sendiri. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diasumsikan bahwa dukungan keluarga dapat mempengaruhi keberfungsian sosial hidup Odha. Sehingga peneliti ingin mengetahui pengaruh dukungan keluarga terhadap keberfungsian sosial Odha. Adapun judul penelitian adalah “Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadapa Keberfungsian Sosial Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di Rumah Singgah Caritas PSE Medan”

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting karena langkah ini akan menentukan kemana suatu penelitian diarahkan. Perumusan masalah pada hakikatnya merupakan perumusan pertanyaan yang jawabannya akan dicari melalui penelitian (Soehartono, 2008 : 23).


(32)

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan sebelumnya maka masalah penelitian dapat dirumuskan, yaitu “Apakah ada pengaruh dukungan keluarga terhadap keberfungsian sosial orang dengan HIV/AIDS di Rumah Singgah Caritas PSE Medan ?”

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh dukungan keluarga terhadap keberfungsian sosial orang dengan HIV/AIDS di Rumah Singgah Caritas PSE Medan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat dipergunakan dalam rangka :

1. Pengembangan Teoritis

a. Untuk menambah wawasan, pengalaman dan pemahamn mengenai terapi pendampingan terhadap orang dengan HIV/AIDS.

b. Untuk membentuk pola pikir yang dinamis serta untuk mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

2. Pengembangan Model

a. Untuk mengetahui model penanganan orang dengan HIV/AIDS yang umumnya menggunakan model pendekatan keluarga (family based)

b. Mengetahui sosialisasi informasi seputar penularan dan pencegahan HIV/AIDS kepada masyarakat setiap golongan.


(33)

1.4 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan memahami dan mengetahui isi yang terkandung dalam skripsi ini, maka diperlukan sistematika. Sistematika penulisan skripsi ini meliputi :

BAB I : Pendahuluan

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian.

Bab II : Tinjauan Pustaka

Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep dan definisi operasional

Bab II : Metode Penelitian

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data

Bab IV : Deskripsi Lokasi Penelitian

Bab ini berisikan sejarah singkat gambaran umu lokasi penelitian dan data-data lain yang turut memperkaya karya ilmiah ini

Bab V : Penutup

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat sehubungan dengan penelitian yang akan dilakukan.


(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pengaruh

Pengertian pengaruh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002 : 849), yaitu “pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang”. Sementara itu, Surakhmad (1982:7) menyatakan bahwa pengaruh adalah kekuatan yang muncul dari suatu benda atau orang dan juga gejala dalam yang dapat memberikan perubahan terhadap apa-apa yang ada di sekelilingnya.

Menurut Uwe Becker, pengaruh adalah kemampuan yang terus berkembang yang - berbeda dengan kekuasaan - tidak begitu terkait dengan usaha memperjuangkan dan memaksakan kepentingan( diakses pada tanggal 15 Mei 2013 pukul 14.30 WIB). Sedangkan menurut Norman Barry, pengaruh adalah suatu tipe kekuasaan yang jika seseorang yang dipengaruhi agar bertindak demikian demikian, sekalipun ancaman sanksi yang terbuka tidak merupakan movisai yang mendorongnya.

Jadi, dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengaruh merupakan suatu daya atau kekuatan yang timbul dari sesuatu, baik itu orang maupun benda serta segala sesuatu yang ada di alam sehingga mempengaruhi apa-apa yang ada di sekitarnya

diakses pada


(35)

2.2 Dukungan Keluarga 2.2.1 Dukungan

Menurut Sarwono (2003) dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan.

2.2.2 Keluarga

2.2.2.1 Pengertian Keluarga

Keluarga adalah kelompok primer yang paling penting di dalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita, perhubungan mana sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Jadi keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak yang belum dewasa. Satuan ini mempunyai sifat-sifat tertentu yang sama, dimana saja dalam satuan masyarakat manusia.

Terdapat beberapa definisi keluarga dari beberapa sumber, yaitu:

1. Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga (Duvall dan Logan, 1986).

2. Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya (Bailon dan Maglaya,1978 ).


(36)

3. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Departemen Kesehatan RI, 1988).

Keluarga adalah pemberi perawatan terbaik anak. Pengaruh keluarga sangatlah besar dalam upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan anak (Supartini, 2004). Keluarga juga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya dengan anak. Oleh karena itu, sebaiknya keluarga harus selalu dilibatkan dalam perawatan anak (Notosoedirjo, 2005).

Suatu keluarga setidaknya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Terdiri dari orang-orang yang memiliki ikatan darah atau adopsi.

2. Anggota suatu keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah dan mereka membentuk satu rumah tangga.

3. Memiliki satu kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan saling berkomunikasi, yang memainkan peran suami dan istri, bapak dan ibu, anak dan saudara.

4. Mempertahankan suatu kebudayaan bersama yang sebagian besar berasal dari kebudayaan umum yang lebih luas.

Disini disebutkan 5 macam sifat yang terpenting dalam keluarga, yaitu :

1. Hubungan suami istri

Hubungan ini mungkin berlangsung seumur hidup dan mungkin dalam waktu yang singkat saja. Ada yang berbentuk monogami, ada pula yang berbentu poligami. Bahkan, dalam masyarakat yang sederhana terdapat group married, yaitu sekelompok wanita kawin dengan sekelompok laki-laki.


(37)

2. Bentuk perkawinan dimana suami istri itu diadakan dan dipelihara.

Dalam pemilihan jodoh dapat dilihat, bahwa calon suami/istri itu dipilihkan oleh orang tua mereka. Sedang pada masyarakat lainnya diserahkan pada yang bersangkutan. Selanjutnya perkawinan ini ada yang berbentuk indogami (yakni kawin di dalam golongan sendiri), ada pula yang berbentuk exogami (kawin diluar golongannya).

3. Susunan nama-nama dan istilah-istilah termasuk cara menghitung keturunan

Di dalam beberapa masyarakat keturunan dihitung melalui garis laki-laki misalnya : di Batak ini disebut patrilineal. Ada yang melalui garis wanita ini disebut matrilineal, dimana kekuasaan terletak pada wanita. Di Minangkabau wanita tidak mempunyai hak apa-apa, bahkan hartanya pun tidak diurusi oleh wanita itu, melainkan diurus oleh adik atau saudara perempuannya. Sistem ini disebut : Avonculat

4. Milik atau harta benda keluarga

Dimana pun keluarga itu pasti mempunyai harta untuk kelangsungan hidup para anggota-anggotanya.

5. Pada umumnya keluarga itu mempunyai tempat tinggal bersama/rumah bersama.

Walaupun pada beberapa suku bangsa keluarga suami mengikuti istri, misalnya suku Peue Blo dan Erecoa di Afrika Selatan. Sistem ini disebut matrilokal, sebaliknya apabila istri mengikuti ke dalam keluarga suami, misalnya di Batak ini disebut patrilokal.

Disamping sifat-sifat diatas-diatas, keluarga juga mempunyai sifat-sifat khusus, yaitu:


(38)

2. Dasar emosional, merupakan rasa kasih sayang, kecintaan sampai kebanggaan suatu ras.

3. Pengaruh yang normatif, artinya keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama-tama bagi seluruh bentuk hidup yang tertinggi, dan membentuk watak daripada individu.

4. Besarnya keluarga yang terbatas

5. Kedudukan yang sentral dalam struktur sosial

6. Pertanggungan jawab dari pada anggota-anggota

7. Adanya aturan-aturan sosial yang homogen.

Karena beberapa sebab misalnya karena perekonomian, pengaruh uang, produksi atau pengaruh individualisme, sistem kekeluargaan ini makin kabur. Hal ini disebabkan karena urbanisasi, emansipasi sosial wanita dan adanya pembatasan kelahiran yang disengaja. Akibat dari pengaruh-pengaruh perkembangan keluarga itu menyebabkan hilangnya peranan-peranan sosial, yaitu

1. Keluarga berubah fungsinya , dari kesatuan yang menghasilkan menjadi kesatuan yang memakai semata-mata. Dahulu keluarga menghasilkan sendiri untuk keluarganya, tetapi lama kelamaan fungsi ini makin jarang karena telah dikerjakan oleh orang-orang tertentu.

2. Tugas untuk mendidik anak-anak sebagian besar diserahkan kepada sekolah-sekolah, kecuali anak-anak kecil yang masih hidup dalam lingkungan kekeluargaan.


(39)

3. Tugas bercengkrama di dalam keluarga menjadi mundur, karena tumbuhnya perkumpulan-perkumpulan modern, sehingga waktu untuk berada di tengah-tengah keluarga makin lama makin kecil.

Dalam sejarah kehidupan keluarga terdapat 4 tingkat sebagai berikut :

1. Formatif pre-nupital stage, yaitu tingkat persiapan sebelum berlangsungnya perkawinan. Dalam tingkat ini adalah masa berkasih-kasihan, hubungan yang makin lama makin menjadi erat antar pria dan wanita masing-masing berusaha untuk memperbesar cita-citanya.

2. Nupteap stage, yaitu tingkat sebelum anak-anak/ bayi lahir yang merupakan permulaan daripada keluarga itu sendiri. Dalam tingkat ini suami-istri hidup bersama menciptakan rumah tangga, mencari pengalaman baru, sikap baru terhadap masyarakat.

3. Child rearing stage, yaitu tingkat ini adalah pelaksaan keluarga itu sendiri. Pertanggung jawab mereka adalah selalu bertambah, berhubung adanya anak-anak mereka

4. Maturity stage, yaitu tingkat ini timbul apabila anak-anaknya tidak lagi mebutuhkan pemeliharaan orang tuanya, setelah dilepaskan dari pertanggungan jawab, kemudian anak-anak itupun melakukan aktivitas baru, menggantikan yang lama.

Dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah suatu kesatuan sosial yang terkecil yang terdiri atas suami-istri dan jika ada anak-anak dan didahului oleh perkawinan. Dari pengertian tersebut berarti ketiadaan anak tidaklah menggugurkan status keluarga, jadi faktor anak bukan faktor mutlak untuk terwujudnya suatu keluarga. Suatu keluarga yang kebetulan tidak


(40)

dikarunai anak, tetap mempunyai status sebagai keluarga. Atau dengan kata lain keluarga itu tetap berhak dirinya sebagai keluarga.

Bukan berarti bahwa ketiadaan anak lalu menggugurkan ikatan keluarga. Memang salah satu faktor mengapa individu itu membentuk keluarga adalah mengharapkan anak atau keturunan, tetapi itu bukan satu-satunya faktor yang menentukan. Disamping faktor mengharapkan keturunan ada faktor-faktor lain mengapa individu membentuk keluarga ialah:

1. Untuk memenuhi kebutuhan biologis atau kebutuhan seks.

2. Untuk memenuhi kebutuhan sosial, status, penghargaan dan sebagainya.

3. Untuk pembagian tugas misalnya, mendidik anak, mencari nafkah dan sebagainya.

4. Demi hari tua kelak, yaitu pemeliharaan di hari tua.

Suatu ikatan keluarga ditandai atau didahului dengan suatu perkawinan. Hal ini dimaksudkan bahwa perkawinan merupakan syarat mutlak untuk terbentuknya suatu keluarga. Tanpa didahului perkawinan sepasang laki-laki dan perempuan tinggal di satu rumah belum berhak disebut sebagai suatu keluarga. Jadi faktor-faktor yang penting di dalam keluarga ialah : “adanya ikatan antara seorang laki-laki dan perempuan, ikata itu didahului oleh pernikahan”.

Dengan demikian keluarga merupakan bentuk yang paling jelas dari face to face group, dimana keluarga itu mempunyai hubungan yang erat dan intensif. Tahap-tahap sampai terbentuknya suatu keluarga adalah sebagai berikut :

1. Tahap perkenalan

2. Tahap berpacaran


(41)

4. Tahap pernikahan

Ada empat tahap yang biasanya dilalui oleh sepasang muda-mudi sampai terbentuknya suatu keluarga. Perlu diketahui bahwa tahap-tahap itu sifatnya umum, bukan berarti setiap keluarga pasti melalui empat tahap untuk sampai pada suatu keluarga. Ada yang hanya dari perkenalan langsung ke perkawinan seperti pada zaman dulu, tetapi ada juga secara penuh dari tahap ke 1 sampai dengan ke 4. Masing-masing keluarga mempunyai keunikan sendiri-sendiri dan bersifat individual.

2.2.2.2 Keluarga Batih

Dalam setiap masyarakat manusia, pasti akan dijumpai keluarga batih (nuclear family). Keluarga batih tersebut merupakan kelompok sosial kecil yang yang terdiri dari suami,istri, beserta anak-anaknya yang belum menikah. Keluarga batih tersebut lazimnya juga disebut rumah tangga, yang merupakan unit terkecil dalam masyarakat sebagai wadah dari proses pergaulan hidup.

Suatu keluarga batih dianggap sebagai suatu sistem pokok sosial, oleh karena memiliki unsur-unsur sistem sosial yang pada pokoknya mencakup kepercayaan, perasaaan, tujuan, kaidah-kaidah, kedudukan dan peranan, tingkatan atau jenjang, sanksi, kekuasaan, dan fasilitas. Kalau unsur-unsur itu diteraokan pada keluarga batih, maka akan ditemui keadaan sebagai berikut :

1. Adanya kepercayaan bahwa terbentuknya keluarga batih merupakan suatu kodrat yang Maha Pencipta

2. Adanya perasaan-perasaan tertentu pada diri anggota-anggota keluarga batih yang mungkin berwujud rasa saling mencintai, saling menghargai, atau saling bersaing.


(42)

3. Tujuan, yaitu bahwa keluarga batih merupakan suatu wadah dimana manusia mengalami proses sosialisasi, serta mendpatkan suatu jaminan akan ketentraman jiwanya.

4. Setiap keluarga batih senantiasa diatur oleh kaidah-kadah yang mengatur timbal-balik antara anggota-anggotanya, maupun dengan pihak-pihak luar keluarga batih yang bersangkutan.

5. Keluarga batih maupun anggota-anggota mempunyai kedudukan dan peranan tertentu dalam masyarakat.

6. Anggota-anggota keluarga batih, mialnya suami dan istri sebagai ayah dan ibu, mempunyai kekuasaan yang menjadi salah satu dasar bagi pengawasan proses hubungan kekeluargaan.

7. Masing-masing anggota keluarga batih mempunyai posisi sosial tertentu dalam hubungan kekeluargaan, kekerabatan, maupun dengan pihak luar

8. Lazimnya sanksi-sanksi positif maupun negatif diterapkan dalam keluarga tersebut, bagi mereka yang patuh serta terhadap mereka yang menyeleweng.

9. Fasilitas untuk mencapai tujuan berkeluarga biasanya juga ada, misalya, sarana-sarana untuk mengadakan proses sosialisasi.

Dengan demikian, maka suatu keluarga batih pada dasarnya mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut :


(43)

2. Wadah tempat berlangsungnya sosialisasi, yakni proses dimana anggota-anggota masyarakat yang baru mendapatkan pendidikan untuk mengenal, memahami, mentaati, dan menghargai kaidah-kaidah serta nilai-nilai berlaku.

3. Unit terkecil dalam masyarakat yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan ekonomis

4. Unit terkecil dalam masyarakat tempat anggota-anggotanya mendapatkan perlindungan bagi ketentraman dan perkembangan jiwanya.

Fungsi-fungsi terebut paling sedikit mengakibatkan konsekuensi-konsekuensi tertentu, misalnya pada pihak orang tua yang terdiri dari suami/ayah dan istri/ibu. Hal ini terutama terarah kepada anak-anak, disamping pihak-pihak lain. Anak-anak itu yang kelak akan menggantikan kedudukan dan peranan orang tuanya, oleh karena lazimnya mereka juga akan berkeluarga.

2.2.2.3 Dasar Pembentukan Keluarga

Di dalam membicarakan masalah pebentukan keluarga tidak dapat lepas dari pembentukan kelompok pada umumnya. Ada beberapa pendapat yang mendasari apa sebab individu membentuk kelompok :

Pendapat I : Pembentukan kelompok atas dasar kesamaan

Pendapat II : Pembentukan kelompok atas dasar perbedaan

Pendapat III : Pembentukan kelompok atas dasar hubungan yang tertentu baik persamaan maupun perbedaan

Oleh karena adanya bermacam-macam pendapat itu maka setiap masyarakat mempunyai tuntutan yang berbeda-beda dalam hal pemilihan jodoh. Masing-masing kelompok misalnya suku bangsa mempunyai derajat tuntutan yang berbeda-beda dan


(44)

menuntut pola ukuran yang berbeda pula. Disamping faktor-faktor itu berikut ini perlu diperhatikan pula ialah :

1. Faktor objektif : kesiapan dalam hal ekonomi. Kedewasaan mental

2. Faktor subjektif : adanya dasar saling mencintai

Ada suatu kriteria atau pedoman yang dipakai untuk pemilihan jodoh, yaitu :

1. Faktor biologis kesehatan, ras, umur, warna rambut/kulit

2. Faktor intelegensia, kecerdasan

3. Faktor temperamen dan karakter

4. Faktor agama

5. Faktor kebangsaan

6. Faktor ekonomi

7. Faktor asal-usul

Pedoman semacam itu tidak selalu sama untuk masing-masing suku atau bangsa. Untuk orang Jawa ada sutu pedoman tertentu dalam pemilihan jodoh yaitu :

1. Bibit : asal-usul keturunan, orang tuanya berpenyakit menurun atau tidak

2. Bebet : namanya didalam masyarakat, pernah mendapat naama cemar dari msyarakat atau tidak

3. Bobot : kedudukannya dalam masyarakat, misalnya jabatan, status sosial, kekayaan


(45)

Apabila ditelaah lingkungan sosial-budaya madya, maka akan ditemui ciri-ciri pokok, sebagai berikut :

1. Hubungan keluarga tetap kuat, akan tetapi hubungan dalam masyarakat setempat agar mengendor, oleh karen amunculnya gejala-gejala hubungan atas dasar perhitungan ekonomis.

2. Adat-istiadat masih dihormati, akan tetapi sikap terbuka terhadap pengaruh-pengaruh dari luar mulai berkembang

3. Kepercayaan pada kekuatan-kekuatan gaib masih ad, kalau manusia sudah kehabisan akal menanggulangi masalah

4. Dalam masyarakat timbul lembaga-lembaga pendidikan formal, sampai pada tingkat pendidikan menengah

5. Tingkat buta huruf tergerak menurun

6. Sistem ekonomi mulai mengarah pada produksi untuk pasaran, sehingga peranan uang semakin besar.

7. Gotong-royong secara tradisional terbatas pada kalangan keluarga luas dan tetangga, oleh karne hubungan kerja atas dasar pemberian upah sudah mulai berkembang.

2.2.2.4 Posisi keluarga dalam menentukan tingkat disiplin diri anak

Esensi pendidikan umum adalah proses menghadirkan situasi dan kondisi yang memungkinkan sebanyak mungkin subjek didik memperluas dan memperdalam makna-makna esensial untuk mencapai kehidupan yang manusiawi (Phenix, 1964:10). Dalam hal ini, sangat diperlukan adanya kesengaajaan atau esadaran (niat) untuk mengundangnya melalukakan tindak belajar yang sesuai dengan tujuan.


(46)

Esensi pendidikan umum, mencakup dua dimensi, yaitu dimensi pedagogis dan dimensi substantif. Dimensi pedagogis adalah proses menghadirkan situasi dan kondisi yang memungkinkan sebanyak mungkin subjek didik terundang untk memperluas dan memperdalam dimensi substantif. Sedangkan dimensi substantif adalah makna-makna esensial. Makna-makna esensial menurut spektrum Phenix (1964 : 6) adalah makna simbolik, makna empiri, maknaestetik, makna sintetik, makna etik dan makna sinoptik (religi, filsafat dan sejarah).

Orang tua dapat merealisasikannya dengan cara menciptakan situasi dan kondisi yang dihayati olh anak-anak agar memiliki dasar-dasar dalam mengembangkan disiplin diri. Dengan upaya ini berarti orang tua telah merealisasikan pelaksanaan Undang-Undang no 11 tahun 1989 tenteng Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) yang menyebutkan :

Pendidikan dalam keluarga memberikan keyakinan agama, nilai budaya yang moral dan aturan-aturan pergaulan serta pandangan, keterampilan, dan sikap hidup yang mendukung kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kepada anggota keluarga yang bersangkutan.

Anak yang berdisiplin diri memiliki keteraturan diri berdasarkan nilai agama, nilai budaya, aturan-aturan pergaulan, pandangan hidup, dan sikap hidup yang bermakna bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan negara. Artinya tanggung jawab orang tua adalah mengupayakan agar anak berdisiplin diri untuk melaksanakan hubungan dengan Tuhan yang menciptakannnya, dirinya sendiri, sesama manusia, dan lingkungan alam dan makhluk hidup lainnya berdasarkan nilai moral. Orang tua yang mampu berprilaku seperti yang diatas, berarti mereka telah mencerminkan nilai-nilai moral dan bertanggung jawab untuk mengupayakannya (Wayson, 1985:229).


(47)

Dalam kajian ilmu sosial tentang keluarga, para peneliti dan para analisis keluarga menerapkan beragam pandangan dan penedekatan mengenai keluarga. Pendekatan fungsional-struktural mulai dikembangkan oleh para antropolog dan sosiolog pada permulaan abad ke 20. Dan sampai tahn-tahun 1960-an masih merupakan kerangka konseptual yang dominan digunakan dalam kajian tentang keluarga (Leslie dan Korman, 1985:196).

Dalam kerangka pikir fungsional-struktural, masyarakat, dipandang sebagai suatu sistem yang dinamis, yang terdiri dari berbagai bagian atau subsistem yang saling berhubungan. Dalam analisis terhadap sistem ini yang dikaji adalah apakah konsekuensi dari setiap bagian dari sistem untuk setiap bagian lainnya dan untuk sistem sebagai keseluruhan. Kemudian perlu pula diberitahu bahwa sistem dalam pendekatan ini berada pada lapisan individual (perkembangan kepribadian), lapisan institusional (keluarga) dan pada lapisan masyarakat. Suatu analisis fungsional terhadao keluarga menekankanpada hubungan antara keluarga dan masyarakat luas, hubungan-hubungan internal diantara subsistem-subsistem yang ada dalam keluarga dan atau hubungan diantara keluarga dan kepribadian dari para anggota keluarga sebagai pribadi.

2.2.2.6 Fungsi Keluarga

Menurut Friedman (1998, dikutip dari Setiadi, 2008) fungsi keluarga dibagi menjadi lima yaitu :

a) Fungsi afektif, adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain.

b) Fungsi sosialisasi, adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.


(48)

c) Fungsi reproduksi, adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.

d) Fungsi ekonomi, adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

e) Fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan, yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi.

Sedangkan dalam UU No.10 tahun 1992 PP No.21 tahun 1994 tertulis fungsi keluarga dalam delapan bentuk yaitu :

a. Fungsi Keagamaan

1.Membina norma ajaran-ajaran agama sebagai dasar dan tujuan hidup seluruh anggota keluarga.

2.Menerjemahkan agama kedalam tingkah laku hidup sehari-hari kepada seluruh anggota keluarga.

3.Memberikan contoh konkrit dalam hidup sehari-hari dalam pengamalan dari ajaran agama.

4.Melengkapi dan menambah proses kegiatan belajar anak tentang keagamaan yang kurang diperolehnya disekolah atau masyarakat.

5.Membina rasa, sikap, dan praktek kehidupan keluarga beragama sebagai pondasi menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.

b. Fungsi Budaya

1. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk meneruskan norma-norma dan budaya masyarakat dan bangsa yang ingin dipertahankan.


(49)

2. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk menyaring norma dan budaya asing yang tidak sesuai.

3. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga yang anggotanya mencari pemecahan masalah dari berbagai pengaruh negatif globalisasi dunia.

4. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga yang anggotanya dapat berpartisipasi berperilaku yang baik sesuai dengan norma bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan globalisasi.

5. Membina budaya keluarga yang sesuai, selaras dan seimbang dengan budaya masyarakat atau bangsa untuk menjunjung terwujudnya norma keluarga kecil bahagia sejahtera.

c. Fungsi Cinta Kasih

1. Menumbuhkembangkan potensi kasih sayang yang telah ada antar anggota keluarga ke dalam simbol-simbol nyata secara optimal dan terus-menerus.

2. Membina tingkah laku saling menyayangi baik antar keluarga secara kuantitatif dan kualitatif.

3. Membina praktek kecintaan terhadap kehidupan duniawi dan ukhrowi dalam keluarga secara serasi, selaras dan seimbang.

4. Membina rasa, sikap dan praktek hidup keluarga yang mampu memberikan dan menerima kasih sayang sebagai pola hidup ideal menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.

d. Fungsi Perlindungan

1. Memenuhi kebutuhan rasa aman anggota keluarga baik dari rasa tidak aman yang timbul dari dalam maupun dari luar keluarga.


(50)

2. Membina keamanan keluarga baik fisik maupun psikis dari berbagai bentuk ancaman dan tantangan yang datang dari luar.

3. Membina dan menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga sebagai modal menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.

e. Fungsi Reproduksi

1. Membina kehidupan keluarga sebagai wahana pendidikan reproduksi sehat baik bagi anggota keluarga maupun bagi keluarga sekitarnya.

2. Memberikan contoh pengamalan kaidah-kaidah pembentukan keluarga dalam hal usia, pendewasaan fisik maupun mental.

3. Mengamalkan kaidah-kaidah reproduksi sehat, baik yang berkaitan dengan waktu melahirkan, jarak antara dua anak dan jumlah ideal anak yang diinginkan dalam keluarga.

4. Mengembangkan kehidupan reproduksi sehat sebagai modal yang kondusif menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.

f. Fungsi Sosialisasi

1. Menyadari, merencanakan dan menciptakan lingkungan keluarga sebagai wahana pendidikan dan sosialisasi anak pertama dan utama.

2. Menyadari, merencanakan dan menciptakan kehidupan keluarga sebagai pusat tempat anak dapat mencari pemecahan dari berbagai konflik dan permasalahan yang dijumpainya baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat.


(51)

3. Membina proses pendidikan dan sosialisasi anak tentang hal-hal yang diperlukan untuk meningkatkan kematangan dan kedewasaan (fisik dan mental), yang tidak, kurang diberikan oleh lingkungan sekolah maupun masyarakat.

4. Membina proses pendidikan dan sosialisasi yang terjadi dalam keluarga sehingga tidak saja bermanfaat positif bagi anak, tetapi juga bagi orang tua, dalam rangka perkembangan dan kematangan hidup bersama menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.

g. Fungsi Ekonomi

1. Melakukan kegiatan ekonomi baik di luar maupun di dalam lingkungan keluarga dalam rangka menopang kelangsungan dan perkembangan kehidupan keluarga.

2. Mengelola ekonomi keluarga sehingga terjadi keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran keluarga.

3. Mengatur waktu sehingga kegiatan orang tua di luar rumah dan perhatiannya terhadap anggota keluarga berjalan secara serasi, selaras dan seimbang.

4. Membina kegiatan dan hasil ekonomi keluarga sebagai modal untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

h. Fungsi Pelestarian Lingkungan

1. Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan intern keluarga. 2. Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan ekstern keluarga.

3. Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan yang serasi, selaras dan seimbang dan antara lingkungan keluarga dengan lingkungan hidup masyarakat sekitarnya.


(52)

4. Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkunganhidupsebagai pola hidup keluarga menuju keluarga kecil bahagia sejahtera (Setiadi, 2008).

2.2.2.7 Peran Keluarga

Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga yang menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan, yang berhubungan dengan individu (Setiadi, 2008). Dalam UU kesehatan nomor 23 tahun 1992 pasal 5 menyebutkan ”Setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluargadan lingkungan”. Dari pasal di atas jelas bahwa keluarga berkewajiban menciptakan dan memelihara kesehatan dalam upaya meningkatkan tingkat derajat kesehatan yang optimal.

Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga. Menurut Effendy (1998) peran itu dibagi menjadi tiga yaitu :

a) Peran Ayah

Ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.

b) Peran Ibu

Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya. Ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari


(53)

lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.

c) Peran Anak

Anak-anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual.

2.2.3 Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga juga didefinisikan sebagai informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungannya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional dan berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya (Smet,1994).

2.2.3.1 Komponen Dukungan Keluarga

Cara untuk meningkatkan efektivitas keberadaan atau sumber potensial terdapatnya dukungan dari keluarga yang menjadi prioritas penelitian. Keluarga cenderung terlibat dalam pembuatan keputusan atau proses terapeutik dalam setiap tahap sehat dan sakit para anggota keluarga yang sakit. Proses ini menjadikan seorang pasien mendapatkan pelayanan kesehatan meliputi serangkaiaan keputusan dan peristiwa yang terlibat dalam interaksi antara sejumlah orang, termasuk keluarga, teman-teman dan para profesional yang menyediakan jasa pelayanan kesehatan (White, 2004)


(54)

Menurut Feiring dan Lewis (1984) dalam Friedman (1998), ada bukti kuat dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa keluarga besar dan keluarga kecil secara kualitatif menggambarkan pengalaman-pengalaman perkembangan. Anak-anak yang berasal dari keluarga kecil menerima lebih banyak perhatian daripada anak-anak dari keluarga yang besar. Selain itu, dukungan yang diberikan orangtua (khususnya ibu) juga dipengaruhi oleh usia.Menurut Friedman (1998), ibu yang masih muda cenderung untuk lebih tidak bisa merasakan atau mengenali kebutuhan anaknya dan juga lebih egosentris dibandingkan ibu-ibu yang lebih tua.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga lainnya adalah kelas sosial ekonomi orangtua. Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan.Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi daripada orang tua dengan kelas sosial bawah.

2.3 Keberfungsian Sosial 2.3.1 Fungsi Sosial

Fungsi Sosial berarti : Proses sosialisasi telah memungkinkan seseorang tumbuh dan berkembang menjadi orang dewasa yang dapat menjalankan:

a. berbagai peranan sosialnya sesuai dengan kedudukan sosial yang dicapainya dalam bermacam lingkungan sosial di mana dia menjadi warganya.


(55)

b. kemampuan menjalankan multi status dan multi peranan tersebut dibentuk melalui proses pembelajaran di lingkungan budaya di mana nilai-nilai dan norma-norma sosial berlaku di lingkungan tersebut.

Kemampuan untuk menjalankan multi peranan dalam bermacam kedudukan sosial, sesuai dengan tuntutan lingkungannya, menunjukkan keberfungsian sosial manusia. Disamping itu keberfungsian sosial juga mencakup pemenuhan kebutuhan dasar dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya. Kebutuhan dasar manusia itu mencakup aspek-aspek kebutuhan (1) fisik; (2) pengembangan diri; (3) emosional; dan (4) konsep diri yang memadai.

Maslow menggunakan jenjang-jenjang kebutuhan. Perkembangan diri yang optimal ditandai oleh karakteristik yang berjenjang tinggi, seperti penerimaan terhadap dirinya sendiri, orang lain, dan alam, mengupayakan keadilan, kebenaran, ketertiban, kesatuan dan keindahan, memiliki kemampuan mengatasi masalah, mandiri, kaya akan respon emosional, memiliki relasi antar manusia yang memuaskan dan berkembang, kreatif dan memiliki dan menjunjung tinggi nilai-nilai moral.

2.3.2 Keberfungsian Sosial

Istilah keberfungsian sosial mengacu pada cara-cara yang dipakai oleh individu akan kolektivitas seperti keluarga dalam bertingkah laku agar dapat melaksanakan tugas-tugas kehidupannya serta dapat memenuhi kebutuhannya. Juga dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dianggap penting dan pokok bagi penampilan beberapa peranan sosial tertentu yang harus dilaksanakan oleh setiap individu sebagai konsekuensi dari keanggotaannya dalam masyarakat. Konsep ini pada intinya menunjuk pada “kapabilitas” (capabilities) individu, keluarga atau masyarakat dalam menjalankan peran-peran sosial di lingkungannya. Penampilan dianggap efektif diantarannya jika suatu keluarga mampu melaksanakan tugas-


(56)

tugasnya, menurut (Achlis, 1992) keberfungsian sosial adalah kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas dan peranannya selama berinteraksi dalam situasi social tertentu berupa adanya rintangan dan hambatan dalam mewujudkan nilai dirinnya mencapai kebutuhan hidupnya tanggal 15 Mei 2013 pukul 15.00 WIB)

Baker, Dubois dan Miley (1992) menyatakan bahwa keberfungsian sosial berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasar diri dan keluarganya, serta dalam memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. Konsepsi ini mengedepankan nilai bahwa manusia adalah subyek dari segenap proses dan aktifitas kehidupannya. Bahwa manusia memiliki kemampuan dan potensi yang dapat dikembangkan dalam proses pertolongan. Bahwa manusia memiliki dan/atau dapat menjangkau, memanfaatkan, dan memobilisasi asset dan sumber-sumber yang ada di sekitar dirinya. Pendekatan keberfungsian sosial dapat menggambarkan karakteristik dan dinamika kemiskinan yang lebih realistis dan komprehensif. Ia dapat menjelaskan bagaimana keluarga miskin merespon dan mengatasi permasalahan sosial-ekonomi yang tekait dengan situasi kemiskinannya.Selaras dengan adagium pekerjaan sosial, yakni ‘to help people to help themselves’, pendekatan ini memandang orang miskin bukan sebagai objek pasif yang hanya dicirikan oleh kondisi dan karakteristik kemiskinan. Melainkan orang yang memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang sering digunakannya dalam mengatasi berbagai permasalahan seputar kemiskinannya.

Ada empat poin yang diajukan pendekatan keberfungsian sosial dalam studi kemiskinan: Pertama, kemiskinan sebaiknya tidak dilihat hanya dari karakteristik si miskin secara statis, melainkan dilihat secara dinamis yang menyangkut usaha dan kemampuan si miskin dalam merespon kemiskinannya. Kedua, indikator untuk mengukur kemiskinan


(57)

rumah tangga. Ketiga, konsep kemampuan sosial (social capabilities) dipandang lebih lengkap daripada konsep pendapatan (income) dalam memotret kondisi sekaligus dinamika kemiskinan. Keempat, pengukuran kemampuan sosial keluarga miskin dapat difokuskan pada beberapa key indicators yang mencakup kemampuan keluarga miskin memperoleh mata pencaharian (livelihood capabilities), memenuhi kebutuhan dasar (basic needs fulfillment), mengelola asset (asset management), menjangkau sumber-sumber (access to resources), berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan (access to social capital), serta kemampuan dalam menghadapi goncangan dan tekanan (cope with shocks and stresses) (sumber : pukul 15.05 WIB).

Keberfungsian sosial memiliki peran yang sangat besar di dalam kemiskinan sebab keberfungsian sosial mencakup aspek-aspek sebuah cara seseorang memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup, cara memecahkan masalah dan bagaimana seseorang menjalankan peran-peran dalam kehidupannya. Dapat dikatakan bahwa keberfungsian sosial menjadi pemicu munculnya kemiskinan karena keberfungsian sosial memiliki unsur-unsur antara lain :

a) Kemampuan melaksanakan peran sosial, orang miskin hidup dengan memiliki keluarga, kelompok, komunitas dan masyarakat. Dalam hal ini orang miskinpun memiliki status sosial. Di kalangan sesama orang miskin ada juga strata sosial dan norma yang mengatur status sosial tersebut.

b) Interaksional, yang dimaksud disini adalah setiap status sosial memiliki pasangannnya. Misalnya istri memiliki suami jika seorang istri tidak memiliki suami tetapi memiliki anak maka akan mengalami disfungsi sosial atau peran ganda sebagai seorang ibu sekaligus sebagai seorang bapak untuk memenuhi kebutuhan hidup


(1)

Data Tabel 5.73 menunjukkan 70% Odha mengaku jika obat ARV nya pernah diambil oleh keluarga, sedangkan 30% lainnya mengaku belum diambil oleh keluarga sebab mereka masih bisa mengambil sendiri atau dengan kata lain tidak ingin merepotkan keluarganya dan alasan lainnya karena mereka belum memberi tahu statusnya pada keluarga. Keluarga yang mengambil obat ARV dari Odha lebih sering yang saya jumpai adalah ibu ataupun istri. Hal ini memiliki alasan khusus karena ibu atau istrilah merupakan orang yang terdekat dan yang mampu memahami kondisi si Odha sendiri.

5.5 Uji Hipotesis

Untuk menguji ada tidaknya pengaruh dukungan keluarga ( variabel X ) dengan keberfungsian sosial ( Variabel Y ), maka digunakan korelasi antara variabel digunakan rumus korelasi Rank Spearman, yaitu :

r′ = 1 – 6(49253-14647)/50 (50² - 1)

r′ = 1 – 6(34606)/50 (2500-1)

r′ = 1 - 207636/50(2499)

r′ = 1- 207636/124950


(2)

(d²) kemudian hasil kedua variabel dikurangkan untuk mengetahui jumlah perbedaan keduanya.

Untuk menggambarkan jenis hubungan diatas maka dipakai ketentuan dari Guilford yaitu :

1. + 0,70-ke atas : Hubungan positif yang kuat

2. + 0,59 - + 0,69 : Hubungan positif yang mantap

3. + 0,30 - + 0,49 : Hubungan positif yang sedang

4. + 0,01 - + 0,09 : Hubungan positif yang rendah

5. + 0,01 - + 0,09 : Hubungan positif yang tak berarti

6. 0,0 : Tidak ada hubungan

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, ternyata nilai koefisien korelasi r`= 0,67, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh dukungan keluarga memiliki hubungan positif yang mantap terhadap keberfungsian sosial orang dengan HIV/AIDS (Odha). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesa alternatif (Ha) yang mengatakan “Ada pengaruh dukungan keluarga terhadap keberfungsian sosial orang dengan HIV/AIDS di Rumah Singgah Caritas PSE Medan”, Dapat diterima. Sedangkan hipotesa nol (Ho) yang mengatakan “Tidak ada pengaruh dukungan keluarga terhadap keberfungsian sosial orang dengan HIV/AIDS di Rumah Singgah Caritas PSE”, Tidak dapat diterima (ditolak).


(3)

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang didapat dari hasil penelitian. Kesimpulan yang terdapat di bab ini merupakan hasil yang dicapai dari analisis data dalam penelitian tentang Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Keberfungsian Sosial Orang Dengan HIV/AIDS. Responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 50 responden yang merupakan klien.

6.1 KESIMPULAN

1. Berdasarkan penghitungan koefisien korelasi rank spearman, dapat diketahui bahwa korelasi antara X dan Y dengan N = 50 diperoleh nilai sebesar 0,67. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh dukungan keluarga memiliki hubungan positif yang mantap terhadap keberfungsian sosial orang dengan HIV/AIDS (Odha).

2. Dukungan keluarga merupakan bagian yang sangat penting yang dibutuhkan Orang dengan HIV/AIDS dalam proses pemulihannya. Besar atau kecilnya dukungan tersebut bisa membangkitkan semangat Orang dengan HIV/AIDS untuk sehat bahkan untuk hidup.

3. Pengobatan Orang dengan HIV/AIDS bukan hanya pengobatan secara medis saja melainkan pengobatan psikis harus juga dilakukan sehingga pengobatan medis dan penguatan psikis harus berjalan seimbang.\


(4)

6.2 SARAN

1. Berdasarkan penelitian yang telah saya lakukan jika masih banyak keluarga yang belum paham betul informasi HIV/AIDS sehingga perlu diadakan pendekatan dengan lembaga yang menanggulangi isu HIV/AIDS, agar bisa dilakukan sosialisasi pada keluarga baik yang tinggal didaerah perkotaan maupun pedesaan.

2. Perlunya pekerja sosial yang terampil, berpengetahuan dan berpengalaman dalam pendampingan, penguatan dan pemberdayaan Orang dengan HIV/AIDS. Karena faktanya dilapangan belum banyak pekerja sosial melainkan tenaga sosial saja.

3. Pendekatan dengan Orang dengan HIV/AIDS agar mereka mau ikut pelatihan, dan pelatihan dibuat dengan materi yang berisikian pelatihan kemampuan contohya kerajinan tangan agar Odha kembali berdaya sehingga bisa membantu dirinya sendiri. 4. Kerjasama dengan lembaga atau yayasan yang bergerak di isu HIV/AIDS untuk

memberikan materi seputar HIV/AIDS di lingkungan pekerja beresiko tinggi, masyarakat yang tinggal di kota maupun desa, anak sekolah dan mahasiswa agar pencegahan penularan HIV dapat dikembangkan serta stigma dan diskriminasi terhadap Orang dengan HIV/AIDS dapat diturunkan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. H. Drs. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta. PT Rineka Cipta

Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya : Airlangga University Press Harahap, Sayful. 2000. Pers Meliput AIDS - Cet. 1. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan

Green, Chris W. 2005. HIV, Kehamilan dan Kesehatan Perempuan. Yogyakarta. Yayasan Spiritia

Green, Chris W. 2007. HIV dan TB. Yogyakarta. Yayasan Spritia

Green, Chris W. 2008. Pengobatan Untuk AIDS : Ingin Mulai?. Yogyakarta. Yayasan Spiritia

Ihromi, T.O. 1999. Sosiologi Keluarga. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia

Kesehatan, Departemen. 2003. Pedoman Nasional Perawatan, Dukungan Dan Pengobatan Bagi ODHA. Jakarta. Departemen Kesehatan

Muninjaya, Gde. Dr. 1998. AIDS di Indonesia. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC Murni, Suzana; Chris, Siradjokta, Herlin. 2008. Pasien Berdaya. Yogyakarta. Yayasan

Spiritia

Nasution, Rizali H., Anwar, Darma. 2000. AIDS Kita Bisa Kena Kita Bisa Cegah. Medan : MONORA

Pardede, Rudolph. 2006. Rencana Strategis Penanggulangan HIV/AIDS 2006 – 2010. Medan. KPA Sumut

Scochib, Moh. Dr. 1998. Pola Asuh Orang Tua. Jakarta. PT Rineka Cipta

Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial – Pedoman Praktis Penelitian Bidang Ilmu-ilmu Sosial dan Kesehatan. Medan. Grasindo Monoratama.

Singgih, Yulia. 2002. Asas-Asas Psikologi Keluarga Idaman. Jakarta. PT BPK Gunung Mulia

Siyaranamual, Julius R. Etika, Hak Asasi, dan Pewabahan AIDS. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan


(6)

Wahlroos, Sven. 2002. Komunikasi Keluarga – Cet-3. Jakarta. PT BPK Gunung Mulia Sumber Lain :

pada tanggal 15 Mei 2013 pukul 13.25 WIB).

pada tanggal 15 Mei 2013 pukul 14.00 WIB).


Dokumen yang terkait

Peranan Konselor Dalam Pemulihan Korban Penyalahgunaan Narkoba Di Recovery Center Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan

4 140 168

Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Keberfungsian Sosial Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di Rumah Singgah Caritas PSE Medan

13 122 157

Respon Keluarga Terhadap Keluarga Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) Perempuan Dampingan Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan

0 42 156

Pengaruh Faktor Predisposisi, Dukungan Keluarga Dan Level Penyakit Orang Dengan HIV/AIDS Terhadap Pemanfaatan VCT Di Kota Medan

0 56 101

Konsep Diri Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA) di Kota Medan

9 94 199

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pengaruh - Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Keberfungsian Sosial Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di Rumah Singgah Caritas PSE Medan

1 13 49

Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Keberfungsian Sosial Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di Rumah Singgah Caritas PSE Medan

1 2 18

Respon Keluarga Terhadap Keluarga Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) Perempuan Dampingan Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Respon 2.1.1. Pengertian Respon - Respon Keluarga Terhadap Keluarga Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) Perempuan Dampingan Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan

0 0 46

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Respon Keluarga Terhadap Keluarga Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) Perempuan Dampingan Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan

0 0 11