BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peran - Peran Perawat Dalam Meningkatkan Kemampuan Bersosialisasi Pada Penderita Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Peran

  2.1.1. Definisi peran Peran dalam bidang dunia keperawatan merupakan cara untuk menyatakan dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan dan institusi pendidikan, penelitian dan dapat mengembangkan asuhan keperawatan dalam membina kerjasama dari tenaga kesehatan lainnya serta dapat memenuhi kebutuhan pasien dalam melakukan tindakan. Peran adalah tingkah laku yang diharapkan oleh seseorang terhadap orang lain dalam memenuhi kebutuhan tersebut. dalam hal perawat dapat memberikan asuhan keperawatan, melakukan pembelaan pada klien, kolaborator dalam membina kerja sama dengan profesi lain dan sejawat, konsultan dalam tenaga kerja dan klien dari sistem metodologi, serta sikap (CHS,1989). Peran pada dasarnya adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar yang besifat stabil (Kozier dan Barbara, 1995).

  2.1.2 Peran Perawat Menurut (Lokakarya Nasional,1996) Peran perawat adalah sebagai pelaksana pelayanan keperawatan, pengelola pelayanan keperawatan dan institusi pendidikan,sebagai pendidik dalam keperawatan, peneliti dan pengembangan keperawatan. atau peran perawat adalah cara untuk menyatakan aktivitas perawat dalam praktek,dimana telah menyelesaikan pendidikan formalnya diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab keperawatan secara propesional, sesuai dengan kode etik profesinya.

  Menurut Konsorium Ilmu Kesehatan,(1989). Peran perawat dapat dibagi menjadi 5 bagian yaitu : 1) Peran sebagai pelaksana kesehatan

  Yaitu keseluruhan kegiatan pelayanan masyarakat dalam mencapai tujuan kesehatan melalui kerjasama dengan tim kesehatan lainnya, dalam melaksanakan peran tersebut perawat perawat bertindak selaku : pemberi rasa nyaman, pelindung dsn pembela, communicator, mediator, rehabilitator.

  2) Peran sebagai pendidik Memberi pendidikan dan pemahaman kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik dirumah,puskesmas dan masyarakat dilakukan secara terorganisir dalam rangka menanamkan perilaku sehat, seperti yang diharapkan dalam mencapai tigkat kesehatan yang optimal.

  3) Peran sebagai administrasi perawat kesehatan masyarakat yang diharapkan dapat mengelola kegiatan pelayanan kesehatan puskesmas dan masyarakat sesuai dengan beban tugas dan bertanggung jawab terhadap suatu permasalahan, mengambil keputusan dalam pemecah masalah, pengelolaan tenaga, membuat kualitas mekanis kontrol, dan bersosialisasi dengan masyarakat.

  4) Peran sebagai konseling Perawat kesehatan yang dapat dijadikan sebagai tempat bertanya individu, kelompok dan masyarakat untuk memecahkan berbagai permasalahan dalambidang kesehatan dan keperawatan yang dihadapi dan akhirnya dapat membantu memberikan jalan keluar dalam mengatasi masalah kesehatan dan keperawatan yang dengan melibatkan sumber-sumber yang lain, misalnya keluarga.

  5) Peran sebagai peneliti Yaitu melakukan identifikasi terhadap fenomena yang terjadi dimasyarakat yang dapat berpengaruh pada penurunan kesehatan bahkan mengancam kesehatan, selanjutlnya penelitin dilaksanakan dalm kaitannya untuk menemukan faktor yang menjadi pencetus atau penyebab terjadinya permasalah tersebut melalui kegiatan penelitian dalam praktek keperawatan.

  2.1.3 Fungsi Peran Perawat

  Fungsi peran perawat adalah salah satunya dapat menjalankan atau melaksanakan perannya secara mandiri , tidak tergantung pada orang lain atau tim kesehatan lainnya. Perawat dapat memberikan bantuan terhadap adanya penyimpangan atau tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia baik bio, psiko- sosio/kultur maupun spiriatual. dimana perawat bertanggung jawab serta bertanggung gugat atas rencana dan keputusan tindakannya.

  2.1.4 Manfaat peran perawat terhadap asuhan keperawatan jiwa

  Komunikasi dan sikap adalah merupakan hal yang penting diperhatikan ketika seorang perawat merawat penderita skizofrenia, Menurut (Suliswati,2009). manfaat dari peran perawat terdiri dari :

  1. Komunikasi Dalam keperawatan jiwa komunikasi merupakan alat untuk membina hubungan karena komunikasi mencakup penyampaian informasi penukaran pikiran, perasaan. dan yang penting dilakukan atau diperhatikan perawat ketika berkomunikasi dengan penderita skizofrenia adalah : perawat berusaha mengungkapkan perasaan, mengindentifikasi dan mengkaji masalah dan mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan dan juga secara aktif mendengarkan dan memberi respon kepada penderita serta berfokus kepada pasien yang membutuhkan bantuan.

  2. Sikap Dalam keperawatan jiwa yang penting dilakukan atau diperhatikan perawat dengan penderita skizofrenia yaitu : berhadapan adalah sikap yang menunjukan kesiapan dalam melayani dan mendengarkan keluhan pasien, mempertahankan kontak mata sikap yang menandakan parawat menghargai pasien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi serta dapat dipercaya, membungkuk kearah pasien sikap ini menunjunkan keinginan untuk menyataka atau mendengarkan semua apa yang dikatankan pasien, mempertahankan sikap terbuka pada saat berkomunikasi dengan pasien perawat sebaiknya jangan melipat kaki atau menyilangkan tangan. hal ini menunjukkan kertebukaan untuk berkomunikasi dan sikap membantu pasien, tetap relaks dan tetap bersikap tenang , meskipun pada situasi tidak menyenangkan , perawat harus mengontrol ketenangan, kecemasan dan rilaksasi dalam berkomunikasi dengan pasien.

  3. Melakukan tindakan perawatan

  Dalam melakukan tindakan keperawatan pada pasien perawat akan menghargai berbagai macam perasaan antara lain senang melihat pasien mulai menunjukkan prilaku dan perasaan jengkel ketika pasien tidak mau minum obat, sehingga perawat terbuka dan sadar akan perasaan dan perawat dapat menggunakan kesulitan pasien dalam membina hubungan saling percaya.

  2.2 Strategi Pelaksanaan Komunikasi Pada Peran Bersosialisasi Perawat

  Strategi pelaksanaan komunikasi adalah salah satu tindakan keperawatan jiwa terjadwal yang diterapkan pada pasien yang bertujuan untuk mengurangi masalah keperawatan jiwa yang ditangani (Fitria, 2009). Berdasarkan standar asuhan keperawatan yang tersedia, asuhan keperawatan skizofrenia dapat dilakukan dalam bentuk memberikan rasa nyaman kepada penderita juga melakukan komunikator serta melakukan tindakan secara mediator.

  Kegiatan yang dilakukan perawat adalah mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien, membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan, membantu pasien memilih atau menetapkan kemampuan yang akan dilatih, melatih kemampuan yang sudah dipilih dan menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih dalam rencana jadwal pelaksanaan harian pasien.

  2.3 Konsep kemampuan

2.3.1 Pengertian kemampuan

  Menurut (Chaplin,1997), dalam kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan merupakan tenaga (daya/kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan. Sedangkan menurut (Robbins,2000), dalam dalam kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek.

  

2.3.2 Kemampuan Perawat Dalam Bersosialisasi Pada Penderita Gangguan

Jiwa

  Kemampuan bersosialisasi adalah kemampuan seseorang dalam melakukan asuhan keperawatan jiwa dalam memberikan bantuan pada pasien sehingga dapat melakukan hubungan dengan penderita dengan cara berkomunikasi dan melakukan tindakan keperawatan terhadap penderita (Roy & Obloy,1998) yaitu : 1.

  Memberi rasa nyaman yaitu perawat dapat memberikan suatu tindakan perawatan dalam asuhan keperawatan jiwa seperti dengan memberikan sapaan, pujian atas suatu kemajuan penderita dalam mengatasi penyakitnya, dan dapat memberikan informasi serta melakukan hubungan yang erat antara penderita dengan perawat sehingga perawat dapat menciptakan rasa nyaman tersebut kepada penderita.

  2. Komunikator merupakan suatu komunikasi atau percakapan perawat yang dapat dimengerti oleh penderita dengan memnggunakan bahasa yang sempurna, menggunakan bahasa yang jelas, dan bersama duduk untuk melakukan komunikasi, serta adanya sentuhan dan perhatian terhadap penderita sehingga komunikasi tersebut dapat lebih mudah dalam bersosialisasi pada penderita.

  3. Mediator adalah suatu tindakan yang dapat dilakukan perawat dalam pemecahan masalah yang dihadapi penderita. Sehingga perawat dapat menggambil suatu keputusan dalam tindakan asuhan keperawatan jiwa, seperti melakukan tindakan menghargai suatu tingkah penderita, dapat memberikan respon yang cepat bila penderita memerlukan bentuan, dan menghargai apapun yang dipertanykan penderita terhasdap perawat mengenai penyakitnya. Menurut Hitchcock, ET.ALL (2008) Memberi rasa nyaman yaitu perawat dapat memberikan suatu tindakan perawatan dalam asuhan keperawatan jiwa seperti dengan memberikan sapaan, pujian atas suatu kemajuan penderita dalam mengatasi penyakitnya, dan dapat memberikan informasi. Komunikator merupakan suatu komunikasi atau percakapan perawat yang dapat dimengerti oleh penderita dengan menggunakan bahasa yang sempurna, menggunakan bahasa yang jelas. Mediator adalah suatu tindakan yang dapat dilakukan perawat dalam pemecahan masalah yang dihadapi penderita. Sehingga perawat dapat menggambil suatu keputusan dalam tindakan asuhan keperawatan jiwa. Sehingga kemampuan itu dapat dibagi menjadi dua faktor yaitu : 1. Kemampuan intelektual (Intelectual ability) Merupakan kemampuan melakukan aktivitas secara mental, 2. Kamampuan fisik (physical ability) Merupakan kemampuan melakukan aktivitas berdasarkan stamina kekuatan dan karakteristik fisik.

2.4 Definisi Skizofrenia

  Skizofrenia merupakan sebuah sindroma kompleks yang dapat merusak gangguan mental dini untuk melukiskan bentuk psikosis tertentu yang sesuai dengan pengertian skizofrenia sekarang. ( Durand dan H.Barlow,2007). Hal tersebut dilaporkan dalam bentuk kasus yang terjadi pada seorang pemuda yang ditandai adanya kemunduran/ keruntuhan fungsi intelek yang gawat sekali. berikutnya Kraeplin (dalam Intisari Psikologi Abnormal, 2000), menjadi dementia yanc, merupakan kemerosotan otak (dementia) yang diderita oleh orang muds (praecox) yang pada akhirnya dapat menyebabkan kekaburan keseluruhan kepribadian. Kraeplin percaya bahwa halusinasi, delusi dan tingkah laku yang aneh pada penderita skizofrenia dapat dikatakan sebagai kelainan fisik atau suatu penyakit. Pada akhimya Eugen Bleuler (dalam Intisari Psikologi Abnormal,2007) memperkenalkan istilah skizofrenia atau jiwa yang terbelahi, sebab gangguan ini ditandai dengan disorganisasi proses berpikir, rusaknya koherensi antara pikiran dan perasaan, serta berorientasi dini kedalam dan menjauh dari realitas yang intinya terjadi perpecahan antara intelek dan emosi.

  Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama dinegara-negara maju, modern dan industry (Mahar Marjono,1992). Meskipun gangguan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kernatian secara langsung, namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan serta invaliditas baik secara individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan, karena mereka tidak produktif dan tidak efisien ( Setyonegoro, 1980).

  Menurut paham kesehatan jiwa, seseorang dikatakan sakit apabila ia tidak mampu berfungsi secara wajar dalam kehidupannya sehari-hari, dirumah, disekolah/kampus, ditempat keda dan dilingkungan sosialnya. Seorang yang mengalami gangguan jiwa akan mengalami ketidakmampuan berfungsi secara optimal dalam kehidupan sehari-hari.

2.5 Etiologi Skizofrenia

  a. Keterlibatan faktor keturunan Secara umum dapat dikatakan semakin dekat hubungan genetiknya dengan pasien, maka semakin besar pula kemungkinannya untuk menderita gangguan tersebut. hal ini sering disebut concordant, yaitu anak kembar dari satu telur mempunyai kemungkinan tiga sampai enam kali lebih besar untuk sama-sama menderita gangguan skizofrenia dibandingkan dengan anak kembar dari dua telur.

  b. Faktor lingkungan Penelitian menyatakan bahwa ibu yang terlalu melindungi, hubungan perkawinan orang tua yang kurang sehat, kesalahan dalam pola komunikasi diantara anggota keluarga dapat menimbulkan skizofrenia.

  Skizofrenia tidak diduga sebagai suatu penyakit tunggal tetapi sebagai sekelompok penyakit dengan ciri-ciri klinik umum. Banyak teori penting telah diajukan mengenai etiologi dan ekspresi gangguan ini, salah satunya yang diungkapkan oleh Residen Bagian Psikiatri UCLA (1997).

  c. Teori biologik dan genetic

  Penelitian keluarga (termasuk penelitian kembar dan adopsi) sangat mendukung teori bahwa faktor genetik pecan penting dalamtransmisi mendukung skizofrenia atau paling tidak memberi suatu sifat kerawanan dan juga dapat menjadi penyebab peningkatan insidens dari sindrom mirip-mirip skizofrenia (gangguan kepribadian skizoafektif skizotipik dan lainnya) yang terjadi dalam keluarga.

  d. Hipotesis neurotransmitter Penelitian terakhir memperlihatkan adapya kelebihan reseptor dopaminergik dalam susunan syaraf pusat (SSP) penderita skizofrenik. Pada hakekatnya neuroleptik diduga efektif karena kemampuannya memblokir reseptor dopaminergik. Penelitian mengenai skizofrenik yang tidak di obati juga mengungkapkan suatu kelebihan dari reseptor dopaminergik yang secara langsung berlawanan dengan teori bahwa temuan ini berhubungan dengan pemberian neuroleptik.

  e. Pencetus psikososial Stressor sosio lingkungan sering menyebabkan timbulnya serangan awal dan kekambuhan skizofrenia serta dapat diduga sebagai suatu terobosan kekuatan protektif dengan tetap mempertahankan kerawanan secara psiko biologik dalam pengendalian. Tiga tindakan emosi yang dinyatakan di lingkungan rumah: komentar kritis, permusuhan dan keterlibatan emosional yang berlebihan terbukti menyebabkan peningkatan angka kekambuhan skizofrenia.

  Etiologi atau penyebab skizofrenia yang lebih rinci dijelaskan oleh Kaplan dan Sadock (1997) sebagai berikut: a. Model diatesis-stress Suatu model untuk integrasi faktor biologis dan faktor psikososial dan lingkungan adalah model diatesis-stress. Model ini merumuskan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diatesis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan stress akan memungkinkan perkembangan gejala skizofrenia.

  b. Faktor biologis Semakin banyak penelitian telah melibatkan peranan patofiologis untuk daerah tertentu di otak termasuk sistem limbik, korteks frontalis dan ganglia basalis. Ketiga daerah tersebut saling berhubungan sehingga disfungsi pada salah satu daerah tersebut mungkin melibatkan patologi primer di daerah lainnya sehingga menjadi suatu tempat potensial untuk patologi primer pasien skizofrenik.

2.6 Kriteria Diagnostik Skizofrenia

  Kriteria diagnostik skizofrenia yang dikemukakan oleh Halgin dan Whithbourne (1995) adalah sebagai berikut:

a. Gangguan pada isi pikiran

  Delusi atau kepercayaan salah yang mendalam merupakan gangguan pikiran yang paling umum dan Bering dihubungkan dengan skizofrenia.

  Delusi ini mencakup delusi rujukan, penyiksaan, kebesaran, cinta, kesalahan diri, kontrol, nihil atau doss dan pengkhianatan. Delusi lain berkenan dengan kepercayaan irasional mengenai suatu proses berpikir, seperti percaya bahwa pikiran bisa disiarkan, dimasuki yang lain atau hilang dari alam pikirannya karena yang salah dan aneh tentang kerja tubuh, misalnya pasien skizofrenia menganggap bahwa otaknya sudah dimakan rayap.

  b. Gangguan pada bentuk pikiran, bahasa dan komunikasi

  Proses berpikir dari pasien skizofrenia dapat menjadi tidak terorganisasi dan tidak berfungsi, kemampuan berpikir mereka menjadi kehilangan logika, cara mereka mengekspresikan ids dalam pikiran dan bahasa dapat menjadi tidak dapat dimengerti, akan sangat membingungkan jika kita berkomunikasi dengan penderita, gangguan pikiran. Contoh umum gangguan berpikir adalah inkoheren, kehilangan asosiasi, neologisms, blocking dan pemakaian kata-kata yang salah.

  c. Gangguan persepsi halusinasi

  Halusinasi adalah salah satu simpton skizofrenia yang merupakan kesalahan dalam persepsi yang melibatkan kelima alat indera kita walaupun halusinasi tidak begitu terikat pada stimulus yang di luar tetapi kelihatan begitu nyata bagi pasien skizofrenia. Halusinasi tidak berada dalam kontrol individu, tetapi tejadi begitu spontan walaupun individu mencoba untuk menghalanginya.

  d. Gangguan afeksi (perasaan)

  Pasien skizofrenia selalu mengekspresikan emosinya secara, abnormal dibandingkan dengan orang lain. secara umum, perasaan itu konsisten dengan emosi tetapi reaksi ditampilkan tidak sesuai dengan perasaannya.

  e. Gangguan psikomotor

  Pasien skizofrenia kadang akan bedalan dengan aneh dan cara yang berantakan, memakai pakaian aneh atau membuat mimik yang aneh atau pasien skizofrenia akan memperlihatkan gangguan katatonik stupor (suatu keadaan di mans pasien tidak lagi merespon stimulus dari luar, mungkin tidak mengetahui bahwa ada orang di sekitarnya), katatonik rigid (mempertahankan suatu posisi tubuh atau tidak mengadakan gerakan) dan katatonik gerakan (selalu mengulang suatu gerakan tubuh). menonjol adalah afek yang menumpul, hilangnya dorongan kehendak dan bertambahnya kemunduran sosial.