BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Tekstual dan Musikal Asa Di Waar Dalam Ibadah Agama Sikh di Gurdwara Perbandak Committee, Tengku Umar, Medan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Sikh adalah salah satu ‘agama’ yang ada di dunia. Sikh didirikan oleh Guru Nanak Dev Ji (1469-1539) pada akhir abad ke-15, dan berkembang pesat pada abad ke-16 sampai ke-17. Sikh di dirikan di Punjab yang berarti ‘tanah dari 5 sungai, suatu daerah antara Pakistan dan barat daya India. Agama ini mayoritas berkembang pada masyarakat suku Punjabi itu sendiri.

  Pesatnya perkembangan agama Sikh juga menyebabkan terjadinya penyebaran ke seluruh wilayah di dunia. Begitu juga dengan wilayah di Indonesia, secara khusus di Sumatera Utara. Menurut Tengku Luckman Sinar (1991), dalam tahun 1930 sudah lebih dari 5000 orang masyarakat Sikh tersebar di Sumatera Utara antara lain di kota Medan, Binjai, Lubuk Pakam, Kisaran, Pematang Siantar, Perbaungan, dan Tebing Tinggi.

  Sikh secara umum merupakan salah satu ajaran agama. Akan tetapi,

  1

  menurut Bapak Daliph Singh (wawancara pada tanggal 18 April 2012) , kata Sikh itu sendiri mempunyai arti yakni “belajar terus-menerus”, hidup dalam kesederhanaan dan percaya hanya kepada satu Tuhan yang disebut dengan 2 Waheguru . 1                                                             

  Bapak Dalip Singh merupakan salah satu Pendeta kaum Sikh yang saat ini bertugas di Gurdwara 2 Tebing Tinggi. Waheguru merupakan sebutan kepada Tuhan kaum Sikh.

   

  Seperti semua agama yang ada di dunia, Sikh juga memiliki tata cara penyembahan tersendiri terhadap Waheguru. Penyembahan rutin mereka salah

  3

  satunya ialah ibadah bersama jemaat yang mereka lakukan di Gurdwara setiap hari Minggu yang dimulai pukul 09.00 WIB dan biasanya berakhir pada pukul

  12.00 WIB. Ibadah ini terdiri dari 3 bagian besar yang dimulai dengan pelaksanaan Asa Di Waar lalu Kirtan dan di akhiri dengan Ardas. Asa Di Waar berasal dari kata ‘Asa’ yang mempunyai arti pengharapan, ‘Di’ yang artinya ‘kepada Tuhan’, dan Waar yang artinya nyanyian. Jadi Asa Di Waar dapat diartikan sebagai nyanyian-nyanyian yang berisi tentang perngharapan kepada Tuhan. Kirtan adalah bentuk pemujaan kepada Waheguru. Ini dilakukan dengan menyanyikan lagu-lagu pujian yang diambil dari kitab suci Sri Guru Granth

  Sahib

  . Ardas adalah doa yang umum bagi umat Sikh dan biasanya dilakukan di akhir ibadah. Ini adalah suatu cara untuk mengingat Waheguru, guru-guru dan juga pengorbanan yang dilakukan semua umat Sikh.

  Dalam penulisan ilmiah ini, penulis lebih lanjut akan membahas tentang

  Asa Di Waar

  secara spesifik, yang merupakan bagian pertama dalam tata ibadah mingguan Sikh.

  Asa Di Waar

  merupakan kumpulan 24 ayat yang di ambil dari halaman 462-475 kitab suci Sikh yang bernama “Sri Guru Grant Sahib” yang biasanya untuk mempermudah penggunaannya dibuat kedalam 1 buah buku. Asa Di Waar merupakan kidung pujian yang selalu menjadi pendahuluan dalam ibadah. Asa Di

  Waar

  dalam ibadah rutin umat Sikh biasanya dinyanyikan dengan menggunakan 3                                                              Gurdwara ialah nama rumah ibadah kaum Sikh. Gurdwara artinya gerbang menuju Guru.

  Gurdwara dapat dikenali dari jauh dengan tiang tinggi yang diujungnya berkibar bendera berwarna kuning yang mereka sebut dengan Nishan Sahib (bendera kaum Sikh). beberapa alat musik, seperti harmonium dan tabla. Asa Di Waar memakai konsep

  call and respon

  (dengan cara bersahut-sahutan) dalam pelaksanaannya, dimana sebagai contoh ayat pertama dinyanyikan oleh pemimpin (yang bertindak sebagai pimpin disini ialah pemusik secara langsung) lalu ayat itu diulangi lagi oleh para peserta (yang bertindak sebagai peserta ialah jemaat). Demikian seterusnya sampai ayat ke-24 selesai dinyanyikan. Asa Di Waar biasanya berdurasi kurang lebih 60 sampai 90 menit.

  Dalam pelaksanaannya, Asa Di Waar berarti membaca ayat-ayat yang berupa pengharapan kepada Waheguru dengan cara dinyanyikan. Oleh sebab penyajian dinyanyikan maka Asa Di Waar memiliki melodi dan teks. Pada umumnya melodi dalam Asa Di Waar dinyanyikan secara berulang-ulang, tetapi teksnya berubah-ubah sesuai dengan setiap ayat yang isinya berbeda-beda. Ini disebut dengan strofik. Dengan kata lain, Asa Di Waar lebih mengutamakan kata- kata dibandingkan melodi atau disebut logogenic. Lebih lanjut penulis ingin melihat hubungan antara teks dan melodi (musikal) pada Asa Di Waar. Hal ini menjadi satu dari beberapa alasan penulis untuk mengangkat topik ini sebagai objek penelitian.

  Hal lain yang menjadi ketertarikan penulis ialah menurut hasil wawancara dengan bapak Daliph Singh, penulis mendapati bahwa ke-24 ayat pada Asa Di

  Waar

  memiliki cerita dan makna tersendiri. Sehingga penulis ingin melihat lebih jauh tentang makna yang terkandung di dalam Asa Di Waar ini.

  Hal lain yang menjadi alasan penulis untuk mengangkat Asa Di Waar sebagai topik penelitian ialah karena Kirtan serta Ardas telah diteliti terlebih dahulu dan telah dibuat ke dalam bentuk skripsi oleh mahasiswa Departemen Etnomusikologi. Sehingga penulis merasa penting untuk melihat satu bagian lagi dari tiga bagian besar ibadah Sikh yaitu Asa Di Waar tersebut.

  Karena Asa Di Waar ini merupakan bagian dari ibadah keagaaman, maka penelitian dilakukan di Gurdwara Perbandak Committee, yang terletak di Jalan Teuku Umar, Medan. Lebih lanjut, karya tulis ilmiah ini akan diberi judul, Gurdwara Perbandak Committee “Analisis Tekstual dan Musikal Asa Di Waar dalam Ibadah Agama Sikh di , Tengku Umar, Medan.”

  1.2 Pokok Permasalahan

  Dalam penulisan skripsi ini, penulis membuat batasan masalah untuk menghindari ruang lingkup pembahasan yang meluas. Selain itu, batasan masalah juga berguna untuk memfokuskan pokok pembahasan dalam tulisan ini.

  Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah:

  1. Bagaimana tekstual dan musikal Asa Di Waar yang disajikan pada Ibadah masyarakat Sikh di Gurdwara Perbandak Committee, Tengku Umar, Medan.

  2. Bagaimana makna yang terkandung dalam pembacaan Asa Di Waar dan apa dampak yang ditimbulkan kepada masyarakat Sikh di Gurdwara Perbandak

  Committee , Tengku Umar, Medan.

  1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

  Tujuan penulisan skripsi adalah sebagai berikut:

  1. Mengetahui tekstual dan musikal Asa Di Waar pada Ibadah masyarakat Sikh di Gurdwara Perbandak Committee, Tengku Umar, Medan.

  2. Mengetahui makna yang terdapat pada Asa Di Waar yang ditimbulkan kepada masyarakat Sikh di Gurdwara Perbandak Committee, Tengku Umar, Medan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

  Sedangkan manfaat penelitian ini adalah:

  1. Memberikan informasi tentang analisis tekstual dan musikal Asa Di

  Waar

  pada Ibadah Masyarakat Sikh di Gurdwara Perbandak

  Committee , Tengku Umar, Medan.

  2. Sebagai salah satu referensi ilmiah yang dapat memberikan suatu kajian musikologis suatu ibadah religi yang mengandung unsur-unsur musikal kepada disiplin ilmu Etnomusikologi khususnya, dan ilmu pengetahuan pada umumnya.

  3. Sebagai salah satu bahan referensi dan acuan bagi peneliti berikutnya yang memiliki keterkaitan dengan topik penelitian ini.

  4. Memperluas pengetahuan dan wawasan penulis dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama masa studi di jurusan Etnomusikologi.

1.4 Konsep dan Kerangka Teori

1.4.1 Konsep

  Menurut R. Merton (dalam Koentjaraningrat 1994: 21), konsep merupakan defenisi dari apa yang kita amati, konsep menentukan antara variabel-variabel mana yang kita inginkan untuk menentukan hubungan empiris. Maka dari itu, penulis akan memaparkan beberapa konsep yang berhubungan dengan tulisan ini.

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 37), analisis adalah penguraian suatu pokok permasalahan atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Dengan demikian, kata analisis dalam penulisan ini berarti hasil analisa objek penelitian. Adapun yang menjadi objek penelitian yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah ibadah rutin masyarakat Sikh dan pokok pembahasan difokuskan pada Asa Di Waar yang disajikan secara musikal serta makna teks yang terdapat di dalamnya.

  Musik adalah kejadian bunyi atau suara dapat dipandang dan dipelajari jika mempunyai kombinasi nada, ritem dan dinamika sebagai komunikasi secara emosi estetika atau fungsional dalam suatu kebiasaan atau tidak berhubungan

  4

  dengan bahasa (Malm dalam terjemahan Takari 1993: 8 ). Dari pengertian musik tersebut, dapat dipahami bahwa musikal merupakan hal yang berkenaan atau mengandung unsur musik.

                                                               4 Music Culture of the Pasific, the Near East and Asia karya William P. Malm tahun 1977 yang dialihbahasakan menjadi Kebudayaan Musik Pasifik, Timur Tengah dan Asia oleh Muhammad Takari, Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara pada tahun 1993.   

  Pembacaan Kitab

   yang dilantunkan secara musikal dalam istilah Etnomusikologi adalah chanting.

   Asa Di Waar yang merupakan pembacaan ayat

  dari isi kitab yang dilakukan pada ibadah masyarakat Sikh dapat penulis nyatakan sebagai bahan kajian etnomusikologi karena mengandung unsur musikal atau dapat dikategorikan sebagai nyanyian yang di dalamnya terdapat kombinasi yang mengandung unsur nada, ritem dan dinamika.

  Teks adalah naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang, kutipan dari Kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan, bahan tertulis untuk dasar memberikan pelajaran, berpidato dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua 1995: 1024). Dari pengertian teks tersebut, maka tekstual merupakan hal yang berhubungan atau berkaitan dengan teks. Sesuai dengan tulisan ini, maka pengertian teks yang dipakai adalah kutipan dari Kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan yang kemudian akan dianalisa makna yang terkandung dalam teks tersebut.

  Pengertian masyarakat (society dalam Bahasa Inggris) dalam Oxford

  Advanced Learner’s Dictionary sixth edition

  (2000: 1226) adalah:

  (1) people in general, living together in communities; (2) a particular community of people who share the same customs, laws, etc; (3) a group of people who join together for a particular purpose; (4) the group of people in a country who are fashionable, rich and powerful; (5) the state of being with other people

  (orang-orang yang secara umum hidup bersama dalam komunitas; sebuah komunitas khusus oleh orang-orang yang berbagi dalam adat istiadat yang sama, norma-norma yang sama dan sebagainya; sekelompok orang-orang yang saling terikat untuk tujuan khusus; sekelompok orang-orang dalam satu negara yang modern, kaya dan berkuasa; tempat di mana tinggal dengan orang lain).

  Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekelompok orang-orang yang tergabung dalam satu komunitas yang mempunyai kebiasaan atau adat istiadat yang sama, norma-norma yang sama, kepentingan atau tujuan yang sama, dan banyak persamaan lain yang saling terikat satu dengan yang lain.

  ฀฀฀฀

  Kata Sikh yang dalam bahasa Punjabi: , berasal dari bahasa Sansekerta yaitu śisya yang berarti “murid, mahasiswa” atau śiksa yang berarti “pelajaran”. Menurut pasal I dari “Rehat Maryada“ (norma dan ketentuan tingkah laku dalam Sikh), seorang Sikh didefinisikan sebagai “setiap manusia yang setia

  

5

  percaya pada Yang Kekal; Kesepuluh Guru , dari Sri Guru Nanak Dev sampai Sri

  Guru Gobind Singh

  ; Sri Guru Granth Sahib, ucapan-ucapan dan ajaran dari sepuluh Guru dan baptisan yang diwariskan oleh Guru kesepuluh, dan yang tidak berutang setia kepada agama lain” (id.wikipedia.org).

1.4.2 Kerangka Teori

  Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, teori diartikan sebagai suatu keterangan mengenai suatu peristiwa (kejadian) dan asas-asas, hukum-hukum yang dijadikan dasar sesuatu serta pendapat cara-cara dan aturan-aturan untuk melakukan sesuatu. 5                                                             

   Ada sepuluh guru dalam ajaran Sikh, yaitu: (1) Sri Guru Nanak Dev Ji, (2) Sri Guru Anggad Dev Ji, (3) Sri Guru Amardas Ji, (4) Sri Guru Raamdas Ji, (5) Sri Guru Arjan Dev Ji, (6) Sri Guru Hargobind Sahib Ji, (7) Sri Guru Har Rai Ji, (8) Sri Guru Har Krishan Sahib Ji, (9) Sri Guru Tegh Bahadur Sahib Ji, (10) Sri Guru Gobind Singh Ji. 

  Dalam bahasan yang lebih dalam, untuk menganalisis struktur musik dalam Asa Di Waar, penulis menggunakan teori weighted scale (bobot tangga nada) yang dikemukakan oleh William P. Malm. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menganalisis melodi, yaitu (1) tangga nada (scale), (2) nada dasar (pitch

  centre

  ), (3) wilayah nada (range), (4) jumlah pemakaian nada (frequency of not), (5) jumlah interval, (6) pola-pola kadensa, (7) formula melodi, dan (8) kontur.

  Kedelapan point ini akan dipakai dalam penganalisaan stuktur musik.

  Dalam menganalisa teks-teks yang terdapat dalam Asa Di Waar, penulis memperhatikan beberapa teori. Seperti teori yang dikemukakan oleh William P.

  Malm (1977:17-18) yang diterjemahkan oleh Rizaldi Siagian, yaitu bahwa dalam musik vokal, hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah hubungan antara musik dengan teksnya. Apabila setiap nada dipakai untuk setiap silabel atau suku kata, gaya ini disebut silabis. Sebaliknya apabila satu suku kata dinyanyikan dengan beberapa nada disebut melismatik. Studi tentang teks juga memberikan kesempatan untuk menemukan hubungan antara aksen dalam bahasa dengan aksen pada musik, serta sangat membantu melihat reaksi musikal bagi sebuah kata yang dianggap penting dan pewarnaan kata-kata dalam puisi.

  Tentang teks, dimana penulis ingin melihat makna dari Asa Di Waar itu sendiri, maka penulis juga memperhatikan pandangan yang dikemukakan oleh Alan P. Merriam (1964 : 46) yang menyebutkan bahwa teks lagu mengungkapkan perilaku sastra yang dapat dianalisa melalui struktur dan konten atau isi.

  Berikutnya masih tentang makna, penulis juga memperhatikan pandangan Groce Kraft (1991 : 25) yang menyebutkan bahwa makna ialah sesuatu yang tersirat dibalik bentuk dan aspek isi dari suatu kata atau teks yang kemudian terbagi menjadi dua bagian yaitu makna konotatif dan makna denotatif. Makna konotatif ialah makna kata yang terkandung arti tambahan, sedangkan makna denotatif adalah kata yang tidak mengandung arti tambahan atau disebut dengan makna yang sebenarnya.

  Untuk mentranskripsikan melodi yang terdapat dalam Asa Di Waar, penulis menggunakan pendapat yang dikemukakan oleh Nettl yang menyatakan, ada 2 pendekatan yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan musik, yaitu : (1) Menganalisis dan mendeskripsikan apa yang didengar, (2) Mendeskripsikan dan menulis apa yang dilihat. Dalam mentranskripsi Asa Di Waar, penulis akan menggunakan kedua pendapat tersebut, karena dalam melakukan analisis nantinya penulis akan menganalisa musik dari apa yang dilihat dan data yang didapat di lapangan, dan juga dari apa yang didengar pada saat penelitian di lapangan.

  Menurut Nettl (1964:99), bahwa transkripsi adalah suatu proses menotasikan bunyi atau membuat menjadi sumber visual. Dan pengertian tersebut merupakan hal yang mendukung dari pembahasan skripsi ini. Untuk menotasikan

  Asa Di Waar

  , penulis juga menyatakan bahwa ada dua jenis notasi musik, yaitu : (1) Notasi Preskriptif, notasi yang bertujuan menyajikan sebuah komposisi dari musik yang di dengar, (2) Notasi Deskriptif, notasi yang bertujuan untuk menyampaikan kepada pembaca ciri-ciri atau detail-detail dari komposisi musik yang belum diketahui oleh pembaca. Dalam pembahasan ini lebih lanjut, penulis akan menggunakan notasi Deskriptif karena dalam penulisan ini akan memberikan informasi-informasi dan kajian detail yang terdapat dalam komposisi musik Asa Di Waar.

  Selaras dengan pengertian upacara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa upacara adalah rangkaian tindakan atau perbuatan yang terkait pada aturan tertentu menurut adat atau agama, penulis mengkategorikan ibadah Sikh ke dalam bagian dari upacara. Asa Di Waar yang merupakan bagian dari ibadah Sikh memiliki komponen-komponen pada pelaksanaannya. Untuk menjelaskan tentang komponen-komponen tersebut, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1990 : 377) bahwa ada 4 komponen penting dalam upacara, yaitu (1) tempat upacara, (2) waktu upacara, (3) benda- benda dan alat-alat upacara, (4) pendukung dan pemimpin upacara.

1.5 Metode Penelitian

  Metode ilmiah adalah segala jalan atau cara dalam rangka ilmu tersebut, untuk sampai kepada kesatuan pengetahuan (Koentjaraningrat 1990:41).

  Sedangkan penelitian adalah penyelidikan yang hati-hati dan kritis dalam mencari fakta dan prinsip-prinsip; suatu penyelidikan yang amat cerdik untuk menetapkan sesuatu (menurut kamus Webster’s New International dalam Moh. Nazir 1988: 13). Jadi, metode penelitian adalah cara kerja yang dipakai untuk menyelidiki fakta atau kenyataan yang ada dalam rangka memahami objek penelitian yang bersangkutan.

  Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode pendekatan kualitatif yang mengutamakan kualitas data. Data yang disajikan dalam bentuk kata-kata atau kalimat dan datanya adalah data sekunder seperti dokumen dan dalam penelitian-penelitian yang menggunakan metode pengamatan terlibat atau

  participant observation

  (M. Sitorus 2003: 25). Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah:

1.5.1 Studi Kepustakaan

  Hal pertama yang penulis lakukan adalah melakukan studi kepustakaan dengan cara mempelajari tulisan-tulisan yang berhubungan dengan objek pembahasan. Penulis mencari dan mengumpulkan informasi dan referensi dari skripsi yang ada di Departemen Etnomusikologi. Selain mempelajari bahan-bahan yang diperoleh dari skripsi yang telah ada, penulis juga mempelajari bahan lain seperti buku dan artikel. Penulis juga mengambil bahan referensi dari skripsi yang juga telah membahas tentang masyarakat Sikh seperti skripsi oleh Rina Simanjuntak, S.Sn dengan judul “Analisis Musikal dan Tekstual Pembacaan Kitab

  Sri Guru Granth Sahib Ji

  pada Upacara Pahila Parkas Dihara Masyarakat Sikh di

  Gurdwara

  Shree Guru Granth Sahib Darbar Kota Tebing Tinggi.” dan skripsi oleh Andro Mahardika, S.Sn dengan judul “Analisis Melodis Harmonium dan Pola Ritem Tabla dalam Mengiring Ibadah Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan.”

  Penulis juga sangat terbantu dengan adanya kemajuan internet saat ini, yang menyediakan banyak informasi yang kita butuhkan. Dengan melakukan penelusuran data online di situs www.google.com , penulis mendapat banyak anjuran-anjuran situs lain seperti id.wikipedia.org, repository USU, blog-blog, dokumen PDF, dan lain-lain. Semua informasi dan data yang didapat baik melalui skripsi, buku, artikel dan internet membantu penulis untuk mempelajari dan membandingkannya demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

1.5.2 Penelitian Lapangan

  Penelitian lapangan adalah semua kegiatan yang dilakukan penulis berkaitan dengan pengumpulan data di lapangan yang terdiri dari observasi, wawancara dan perekaman.

  1. Observasi Pengumpulan data dengan cara observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan. Metode observasi menggunakan kerja pancaindera mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindera lainnya seperti telinga, penciuman, mulut dan kulit (Burhan Bungin 2007: 115).

  Observasi yang dilakukan oleh penulis bertujuan untuk mengetahui langsung detail Asa Di Waar pada masyarakat Sikh di Gurdwara Perbandak

  Committee.

  Selain melakukan pengamatan langsung dalam ibadah masyarakat Sikh, penulis juga menjalin komunikasi dan persahabatan dengan pelaku upacara lainnya yang adalah masyarakat Sikh itu sendiri.

  2. Wawancara Wawancara adalah salah satu metode yang dipakai untuk memperoleh data yang tidak didapat melalui observasi.

  Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide atau panduan wawancara (Moh. Nazir 1988: 234).

  Lebih lanjut M. Sitorus (2003:32-33) menjelaskan tentang bentuk-bentuk wawancara.

  Format pertanyaan yang digunakan pada pedoman wawancara pada dasarnya sama dengan format pertanyaan kuesioner, yaitu berstruktur, tidak berstruktur, atau kombinasi keduanya. Bila ditinjau dari segi pelaksanaannya, wawancara berstruktur disebut juga wawancara terpimpin karena pewawancara telah membawa sederetan pertanyaan lengkap dan terperinci. Sebaliknya, wawancara tidak berstuktur disebut wawancara bebas karena pewawancaranya bebas menanyakan apa saja. Selain itu dikenal wawancara bebas terpimpin yaitu kombinasi antara wawancara bebas dan terpimpin. Di sini, pewawancara membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang hal yang akan ditanyakan.

  Metode wawancara yang digunakan penulis dalam pengumpulan data adalah wawancara berstruktur, tidak berstruktur, dan kombinasi keduanya.

  Langkah awal yang penulis lakukan adalah menyiapkan dan menyusun sejumlah pertanyaan yang terperinci sebelum bertemu dengan informan. Kenyataan di lapangan yang dihadapi penulis adalah sering kali pertanyaan-pertanyaan lain juga muncul selain dari pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya akibat dari percakapan yang berkembang dari pertanyaan yang sudah disediakan dan rasa ingin tahu yang tinggi. Dalam wawancara selanjutnya, penulis menggunakan wawancara kombinasi dengan menyiapkan pedoman yang merupakan garis besar tentang hal yang akan ditanyakan.

  Dalam penelitian ini penulis menentukan Bapak Dalip Singh sebagai informan kunci karena beliau adalah salah satu pendeta Sikh di kota Medan yang mengerti banyak tentang agama ini dan mampu berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. dan sebagai informan pangkal penulis menentukan Ibu Rajbir sebagai pemusik ibadah yang sering mengiringi Asa Di Waar dalam ibadah di Gurdwara. Selain itu penulis juga mewawancarai pemain musik, dan beberapa jemaat yang hadir.

  3. Perekaman atau dokumentasi Untuk mendokumentasikan data yang berhubungan dengan Asa Di Waar di Gurdwara Perbandak Committee, penulis menggunakan kamera digital dan handycam sebagai media rekam. Adapun spesifikasi kamera digital yang digunakan adalah merk Canon IXUS 80 IS, sedangkan spesifikasi handycam yang digunakan adalah merk Sony Handycam DCR-SR65.

1.5.3 Kerja Laboratorium

  Keseluruhan informasi dan bahan yang dikumpulkan dan diperoleh dari studi kepustakaan dan hasil penelitian lapangan kemudian diolah, diseleksi, dan disaring dalam kerja laboratorium untuk dijadikan data sesuai dengan objek penelitian untuk penulisan skripsi. Data yang dipergunakan untuk penulisan skripsi ini adalah data-data yang sesuai dengan kriteria disiplin ilmu Etnomusikologi.

  Setelah data dikumpulkan, proses selanjutnya adalah menganalisis data. Menurut Burhan Bungin (2007:153), ada dua hal yang ingin dicapai dalam analisis data kualitatif, yaitu: (1) menganalisis proses berlangsungnya suatu fenomena sosial dan memperoleh suatu gambaran yang tuntas terhadap proses tersebut; dan (2) menganalisis makna yang ada dibalik informasi, data, dan proses suatu fenomena sosial tersebut. Dengan menggunakan cara analisis ini, hasil penelitian akan diungkapkan secara deskriptif berdasarkan data-data yang diperoleh. Analisis kualitatif yang digunakan oleh penulis, dipakai untuk membahas komponen pendukung Asa Di Waar pada masyarakat Sikh di

  Gurdwara Perbandak Committee

  , Teuku Umar, Medan. Komponen pendukung tersebut adalah pemimpin ibadah, teks nyanyian, alat musik, dan masyarakat Sikh yang ada di Gurdwara Perbandak Committee, Tengku Umar, Medan.

1.6 Lokasi Penelitian

  Lokasi penelitian terletak di Gurdwara Perbandak Committee jalan Tengku Umar, Medan. Alasan memilih lokasi tersebut karena merupakan satu dari empat Gurdwara yang terdapat di Sumatera Utara dan selalu mengadakan ibadah rutin bagi masyarakat Sikh di tempat tersebut.