Analisis Tekstual dan Musikal Asa Di Waar Dalam Ibadah Agama Sikh di Gurdwara Perbandak Committee, Tengku Umar, Medan

(1)

ANALISIS TEKSTUAL DAN MUSIKAL ASA DI WAAR DALAM IBADAH

AGAMA SIKH DI GURDWARA PERBANDAK COMMITTEE, TENGKU

UMAR, MEDAN SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

MARINI PRATIWI SINAGA NIM: 080707003

   

 

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(2)

ANALISIS TEKSTUAL DAN MUSIKAL ASA DI WAAR DALAM IBADAH AGAMA SIKH DI GURDWARA PERBANDAK COMMITTEE, TENGKU UMAR, MEDAN

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

MARINI PRATIWI SINAGA NIM : 080707003

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Kumalo Tarigan, M.A. Dra. Heristina Dewi, M.Pd NIP. 1958 1213 1986 011002 NIP. 196605271994032010  

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk memenuhi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang ilmu Etnomusikologi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam skripsi ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Desember 2012

Marini Pratiwi Sinaga Nim : 080707003  

                 


(4)

ABSTRAK

ANALISIS TEKSTUAL DAN MUSIKAL ASA DI WAAR DALAM IBADAH

AGAMA SIKH DI GURDWARA PERBANDAK COMMITTEE, TENGKU

UMAR, MEDAN.

Masalah, Asa Di Waar merupakan bagian dalam ibadah umat Sikh. Asa Di Waar diambil dari kitab suci umat Sikh yang mereka sebut dengan kitab “Guru Granth Sahib” yang terdiri dari 24 ayat yang dikutip dari dalam kitab suci tersebut. Tujuan penelitian karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui bagaimana penyajian Asa Di Waar dalam bentuk tekstual dan musikal dalam ibadah minggu umat Sikh serta menjadi suatu karya tulis yang dapat berguna bagi masyarakat awam secara umum, dan bagi para Etnomusikolog secara khusus. Metode yang dilakukan ada beberapa cara, yaitu dengan cara kerja lapangan yang terdiri dari wawancara dan observasi, kerja laboratorium, serta studi kepustakaan. Hasil penelitian, Asa Di Waar merupakan bagian dalam ibadah mingguan umat Sikh yang dilakukan dengan menyanyikannya di awal ibadah yang memiliki teks dan melodi tertentu.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas semua hal yang diperkenannya terjadi atas penulis sampai pada saat ini. Terlebih atas semua pertolongan dan kasih sayang-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih boleh memberi suka berganti duka dalam penyelesaian skripsi ini dan tetap ada dalam suka dan duka yang silih berganti.

Skripsi ini berjudul  “Analisis Tekstual dan Musikal Asa Di Waar

Dalam Ibadah Agama Sikh di Gurdwara Perbandak Committee, Tengku

Umar, Medan”. Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni pada Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini banyak hambatan yang penulis rasakan. Begitu juga dengan kejenuhan yang membuat penulis bosan dalam penyelesaikan skripsi ini. Namun, berkat orang-orang yang ada di sekitar penulis, membuat penulis kembali bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini sampai pada saat ini skripsi ini dapat penulis selesaikan.

Pada kesempatan ini penulis ingin mempersembahkan skripsi ini dan mengucapkan terimakasih kepada orang-orang terhebat yang pernah ada dan juga masih ada untuk saya sampai saat ini :

1. Kepada kedua orang tua saya ayahanda Alm. Drs. Hercules Mangasa Habonaran Sinaga dan ibunda Yetti Heriati Sirait, BA. Terima kasih untuk semua cinta dan kasih, untuk semua doa yang saya percaya tidak pernah


(6)

berakhir, dan untuk semua kasih sayang yang tidak pernah terhenti. Terima kasih untuk semua jerih lelah yang kalian perkenankan untuk kehidupan saya sampai saya boleh mengecap pendidikan pada jenjang perguruan tinggi ini. Terlebih untuk mama, terima kasih atas semua dorongan, harapan, dan doa yang selalu menguatkan saya dalam penyelesaian skripsi ini. Kiranya Tuhan Yesus yang akan membalaskan semua cinta dan curahan kasih mama.

2. Terima kasih untuk kakak tersayang Christine Susanti Marlina Sinaga, S.Pd dan abang Pdt. Daud Chevi Naibaho, S.Si (Teol) untuk setiap perhatian, kasih sayang, dukungan, doa, serta penguatan yang kalian taruhkan atas saya. Tuhan yang membalaskan semuanya ya abang kakak.

3. Terima kasih juga untuk teman-teman seperjuangan, teman-teman stambuk 2008 : Yudhistira Siahaan, Andro Hutabarat, Pardon Simbolon, Nielson Sihombing, Daniel Zai, Daniel Sianturi, Sandro Batubara, Marliana Manik, Medina Hutasoit, Sudarsono Malau, Mario Sianipar, Brian Harefa, Augusman Tafenao, dan Mahyar Pane buat semua dukungan kalian dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih untuk semua kenangan manis dan memori indah yang pernah terjadi dan tidak akan pernah terlupakan di antara kita. Saya sungguh bersyukur boleh mengenal orang-orang seperti kalian di dalam perjalanan hidup saya. Sukses menanti untuk semua orang-orang hebat di 2008.

4. Untuk sahabat-sahabat kesayangan TWENTIES : Grace Hutabarat, Elysa Sembiring, S.E, Raissa Siahaan, S.E, Novita Hariani, Maulidiny Nazlely, S.Psi, Junio Damanik, S.H, Raja Bangun, S.P, Romy Bangun, Randy


(7)

Maryanto, S.E, dan Dolly Ahmad) terima kasih untuk segala ungkapan-ungkapan simple bermakna serta kalimat-kalimat pedas membangun sampai skripsi ini pada akhirnya terselesaikan juga. Terima kasih untuk semua dukungan doa dan perhatian yang tidak pernah terputus dari kalian. Twenties tidak akan pernah terganti.

5. Terima kasih untuk abang-kakak alumni dan senior, serta adik-adik junior Etnomusikologi untuk semua dukungan dan bantuannya dalam pengerjaan skripsi ini. Terkhusus untuk Kak Rina Simanjuntak yang telah banyak memberikan pengetahuan, informasi-informasi yang diperlukan dalam penyelesaian skripsi ini. Kiranya Tuhan yang akan membalaskan kebaikan kakak.

6. Terima kasih untuk rekan penelitian saya Andro Mahardika Hutabarat, S. Sn dan Herwinka Silaban. Terima kasih untuk kerjasama yang boleh kita jalani bersama.

7. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada yang terhormat Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan. 8. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat Bapak Drs.

M. Takari, M.Hum sebagai Ketua Jurusan Etnomusikologi yang telah membantu penulis. Dan kepada yang terhormat seluruh seluruh staf pengajar Departemen Etnomusikologi USU yang telah banyak memberikan pemahaman-pemahaman baru dan wawasan kepada penulis selama penulis menjalani perkuliahan.


(8)

9. Kepada yang terhomat Bapak Drs. Kumalo Tarigan, M.A. dosen pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk perhatian, ilmu dan semua kebaikan yang bapak berikan. Kiranya Tuhan membalas semua kebaikan bapak.

10.Kepada yang terhormat Ibu Drs. Heristina Dewi, M.Pd selaku sekretaris Jurusan Etnomusikologi dan dosen pembimbing II yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk nasehat-nasehat, ilmu serta pengalaman yang telah ibu berikan selama saya berkuliah. Kiranya Tuhan selalu membalaskan semua kebaikan yang ibu berikan.

11. Terima kasih kepada Bapak Prof. Mauly Purba, M.A., Ph.D, selaku dosen wali yang telah mau membimbing dan mengarahkan hal-hal yang baik di setiap semester selama masa jenjang perkuliahan saya. Semoga Tuhan membalaskan semua kebaikan yang bapak berikan.

12. Kepada seluruh dosen di etnomusikologi, Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D, Ibu Drs. Heristina Dewi, M.Pd, Bapak Prof. Mauly Purba, M.A.,Ph.D, Bapak Drs. Irwansyah Harahap, M.A., Ibu Drs. Rithaony Hutajulu, M.A., Bapak Drs. Fadlin, M.A., Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si., Ibu Arifni Netrosa, SST,M.A., Ibu Dra. Frida Deliana, M.Si, Bapak Drs. Perikuten Tarigan, M.Si., Bapak Drs. Dermawan Purba, M.Si, Bapak Drs. Torang Naoborhu, M.Hum, terimakasih yang sebesar-besarnya kepada bapak-ibu sekalian yang telah membagikan ilmu dan pengalaman hidup


(9)

bapak-ibu sekalian. Sungguh ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan karena telah belajar dari orang-orang hebat seperti bapak-ibu sekalian. Biarlah kiranya ilmu yang saya dapatkan dari bapak-ibu sekalian bisa saya aplikasikan dalam kehidupan dan pendidikan selanjutnya. Biarlah Tuhan membalaskan semua jasa-jasa bapak-ibu sekalian.

13. Kepada semua informan yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Sungguh pengalaman yang berharga bisa berkenalan dengan kaum Sikh yang sangat ramah. Kiranya Tuhan membalaskan kebaikan kalian. 14. Yang terakhir terima kasih untuk semua keluarga, teman-teman, rekan-rekan

dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terima kasih untuk setiap doa dan semua perhatian serta dukungan yang kalian berikan untuk saya terlebih dalam pengerjaan dan penyelesaian skripsi ini. Kiranya Tuhan yang membalas seluruh kebaikan kalian.

Medan, Desember 2012 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i 

ABSTRAKSI ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR ISTILAH ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Pokok Permasalahan ... 4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 4

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 5

1.4 Konsep dan Kerangka Teori ... 6

1.4.1 Konsep . ... 6

1.4.2 Kerangka Teori ... 9

1.5 Metode Penelitian ... 11

1.5.1 Studi Kepustakaan ... 12

1.5.2 Penelitian Lapangan ... 13

1.5.3 Kerja Laboratorium ... 15

1.6 Lokasi Penelitian ... 16

BAB II IDENTIFIKASI MASYARAKAT SIKH DI KOTA MEDAN 2.1 Gambaran Umum Kota Medan ... 17

2.2 Sejarah Lahirnya Agama Sikh ... 22

2.2.1 Ciri Kaum Sikh ... 24

2.3 Keberadaan Agama Sikh di Medan ... 28


(11)

` 2.3.2 Sistem Ibadah ... .. 30

2.3.2.1 Gurdwara Perbandak Committee ... ... 32

2.3.3 Sistem Bahasa ... ... 40

2.3.4 Aspek Pendukung Lain ... 41

2.3.4.1 Sistem Mata Pencaharian ... 41

2.3.4.2 Sistem Kekerabatan ... ... 42

2.4 Kesepuluh Guru ... 43

2.4.1 Guru Nanak Dev ... 43

2.4.2 Guru Angad Dev ... 44

2.4.3 Guru Amar Das ... 45

2.4.4 Guru Ram Das ... 46

2.4.5 Guru Arjan Dev ... 46

2.4.6 Guru Har Gobind ... 47

2.4.7 Guru Har Rai ... 48

2.4.8 Guru Har Krishan ... 49

2.4.9 Guru Tegh Bahadur ... 50

2.4.10 Guru Gobind Singh ... 50

BAB III DESKRIPSI ASA DI WAAR PADA IBADAH SIKH 3.1 Pengertian Asa Di Waar ... 52

3.2 Sistem Upacara Keagamaan ... 52

3.2.1 Tempat Ibadah ... 53

3.2.2 Waktu Ibadah ... 53

3.2.3 Benda Peralatan Ibadah ... 53

3.2.4 Pemimpin dan Peserta Ibadah ... 57

3.3 Hari Besar Sikh ... 58

3.4 Kronologi Pelaksaan Asa Di Waar ... 59

BAB IV DISKUSI DAN ANALISIS MUSIKAL ASA DI WAAR 4.1 Musikal ... 68

4.2 Teknik Transkripsi ... 68

4.3 Simbol Dalam Notasi ... 69


(12)

4.4.1.1 Tangga Nada Modal Asa Di Waar ayat ke-10 ... 72

4.4.1.2 Tangga Nada Modal Asa Di Waar ayat ke-12 ... 72

4.4.1.3 Tangga Nada Modal Asa Di Waar ayat ke-17 ... 72

4.3.2 Nada Dasar (Pitch Center) ... 73

4.3.3 Wilayah Nada (Range) ... 73

4.3.3.1 Wilayah Nada Asa Di Waar ayat ke-10 ... 73

4.3.3.2 Wilayah Nada Asa Di Waar ayat ke-12... 73

4.3.3.3 Wilayah Nada Asa Di Waar ayat ke-17... 74

4.3.4 Jumlah Pemakaian Nada (Frequency of Note) ... 74

4.3.4.1 Jumlah Pemakaian Nada Asa Di Waar ayat ke-10.. 74

4.3.4.2 Jumlah Pemakaian Nada Asa Di Waar ayat ke-12.. 74

4.3.4.3 Jumlah Pemakaian Nada Asa Di Waar ayat ke-17.. 75

4.3.5 Jumlah Interval ... 76

4.3.5.1 Jumlah Interval Asa Di Waar ayat ke-10 ... 76

4.3.5.2 Jumlah Interval Asa Di Waar ayat ke-12 ... 77

4.3.5.3 Jumlah Interval Asa Di Waar ayat ke-17 ... 78

4.3.6 Pola Kadensa (Cadence Patterns) ... 79

4.3.6.1 Pola Kadensa Asa Di Waar ayat ke-10 ... 79

4.3.6.2 Pola Kandensa Asa Di Waar ayat ke-12 ... 79

4.3.6.3 Pola Kandensa Asa Di Waar ayat ke-17 ... 80

4.3.7 Formula Melodik (Melody Formula) ... 80

4.3.7.1 Bentuk, Frasa, dan Motif pada Asa Di Waar ayat ke-10 ... 82

4.3.7.2 Bentuk, Frasa, dan Motif pada Asa Di Waar ayat ke-12 ... ... 82

4.3.7.3 Bentuk, Frasa, dan Motif pada Asa Di Waar ayat ke-17 ... ... 83

4.3.8 Kontur (Contour) ... 84

4.3.8.1 Kontur Asa Di Waar ayat ke-10 ... 85

4.3.8.2 Kontur Asa Di Waar ayat ke-12 ... 86

4.3.8.3 Kontur Asa Di Waar ayat ke-17 ... 86

4.5 Analisis Teks ... 87

4.5.1 Isi Teks dan Makna Asa Di Waar ayat ke-10 ... 87


(13)

4.5.2 Isi Teks dan Makna Asa Di Waar ayat ke-17 ... ... 92

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 95

5.2 Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 99

DAFTAR INFORMAN ... 101


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Struktur Organisasi Pemerintah Kota Medan... ... 19

Tabel 2.2 : Jumlah Penduduk Kota Medan Hasil Sensus Penduduk 2010 ... 21

Tabel 3.1 : Hari Besar Agama Sikh ... 58

Tabel 4.1 : Interval Asa Di Waar ayat ke-10 ... 76

Tabel 4.2 : Interval Asa Di Waar ayat ke-12 ... 77


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Kesh ... 25

Gambar 2.2 : Khanga ... 25

Gambar 2.3 : Karra ... 26

Gambar 2.4 : Kachha ... 26

Gambar 2.5 : Kirpan ... 27

Gambar 2.6 : Penggunaan Ciri Laki-Laki Sikh ... 27

Gambar 2.7 : Penggunaan Ciri Perempuan Sikh ... 28

Gambar 2.8 : Tampak depan Gurdwara Perbandak Committee Tengku Umar ... 32

Gambar 2.9 : Pintu masuk Gurdwara dari bagian sisi belakang ... 33

Gambar 2.10 : Sisi kanan kitab suci, tempat pemain musik (level) ... 34

Gambar 2.11 : Sisi kiri kitab suci tempat manisan yang dibagikan usai ibadah ... 34

Gambar 2.12 : Kitab suci Sri Guru Granth Sahib ... 35

Gambar 2.13 : Kamar khusus Sri Guru Granth Sahib ... 36

Gambar 2.14 : Khenda kerpan perisai diletakkan diatas pintu masuk Gurdwara .... 37

Gambar 2.15 : Langgar Gurdwara Perbandak Committee Tengku Umar ... 38

Gambar 2.16 : Kacang hijau dan sayur-sayuran yang disajikan di langgar ... 38

Gambar 2.17 : Yayasan Guru Nanak Sikh Educational Board ... 39

Gambar 2.18 : Bangunan lama Yayasan Guru Nanak Sikh Educational Board ... 39

Gambar 2.19 : Guru Nanak Dev ... 44

Gambar 2.20 : Guru Angad Dev ... 45

Gambar 2.21 : Guru Amar Das ... 45

Gambar 2.22 : Guru Ram Das ... 46


(16)

Gambar 2.24 : Guru Har Gobind ... 48

Gambar 2.25 : Guru Har Rai ... 49

Gambar 2.26 : Guru Har Krishan ... 49

Gambar 2.27 : Guru Tegh Bahadur ... 50

Gambar 2.28 : Guru Gobind Singh ... 51

Gambar 3.1 : Sri Guru Granth Sahib ... 54

Gambar 3.2 : Bunga dan dupa yang diletakkan di sekeliling kitab suci ... 54

Gambar 3.3 : Nishan Sahib ... 55

Gambar 3.4 : Rumalla ... 55

Gambar 3.5 : Chaur Sahib ... 56

Gambar 3.6 : Harmonium ... 57

Gambar 3.7 : Tabla ... 57

Gambar 3.8 : Kalender Sikh ... 59

Gambar 3.9 : Pendeta memulai Asa Di Waar pada pukul 09.00 WIB ... 66

Gambar 3.10 : Kitab dikipas dengan Chaur Sahin oleh salah seorang jemaat saat Asa Di Waar berlangsung ... 66


(17)

DAFTAR BAGAN


(18)

DAFTAR ISTILAH

Adi Granth : Edisi pertama Sri Guru Granth Sahib Ji yang disusun oleh Guru Arjun Dev Ji pada tahun 1604.

Analisis : Penguraian suatu pokok permasalahan atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.

Ardas : Doa penutup pada ibadah Sikh.

Bhai : Sebutan untuk pemimpin agama Sikh.

Chanani : penutup Sri Guru Granth Sahib Ji.

Chanting : Pembacaan Kitab yang dilantunkan secara musikal.

Chaur sahib : Bendera Sikh.

Dastar : Sorban.

Gurdwara : Tempat beribadah agama Sikh.

Gurmukhi : Aksara Sikh.

Golak : Sistem manajemen keuangan di setiap gurdwara.

Gurbani : Firman Tuhan.

Gurmat : Ajaran Guru.

Granthi : Orang yang membacakan Sri Guru Granth Sahib Ji dalam kesempatan keagamaan, baik pria maupun wanita.


(19)

Golden temple : Kuil emas yang ada di Amritsar.

Guru Rahit Maryada : Kode etik.

Ilmiah : Memenuhi syarat ilmu pengetahuan. Identifikasi : Tanda pengenalan diri.

Kirta : Pembacaan Kitab Suci Sikh secara musikal.

Kaur : Nama belakang yang dipakai untuk perempuan Sikh.

Khalsa : Peraturan pada agama Sikh.

Kesh : Rambut panjang yang tidak dipangkas.

Kangha : Sisir.

Kara : Gelang besi.

Kachha : Celana panjang dalam.

Kirpan : Pedang atau pisau kecil.

Langar : Dapur bebas yang terletak di setiap gurdwara.

Manji sahib : Tempat tidur kecil untuk meletakkan Sri Guru Granth Sahib Ji.

Nishan sahib : Serat buatan manusia yang ditempelkan dalam logam yang ditempatkan di pegangan kayu.

Pangat : Dapur bebas gratis yang dikenal juga dengan Langar.


(20)

ABSTRAK

ANALISIS TEKSTUAL DAN MUSIKAL ASA DI WAAR DALAM IBADAH

AGAMA SIKH DI GURDWARA PERBANDAK COMMITTEE, TENGKU

UMAR, MEDAN.

Masalah, Asa Di Waar merupakan bagian dalam ibadah umat Sikh. Asa Di Waar diambil dari kitab suci umat Sikh yang mereka sebut dengan kitab “Guru Granth Sahib” yang terdiri dari 24 ayat yang dikutip dari dalam kitab suci tersebut. Tujuan penelitian karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui bagaimana penyajian Asa Di Waar dalam bentuk tekstual dan musikal dalam ibadah minggu umat Sikh serta menjadi suatu karya tulis yang dapat berguna bagi masyarakat awam secara umum, dan bagi para Etnomusikolog secara khusus. Metode yang dilakukan ada beberapa cara, yaitu dengan cara kerja lapangan yang terdiri dari wawancara dan observasi, kerja laboratorium, serta studi kepustakaan. Hasil penelitian, Asa Di Waar merupakan bagian dalam ibadah mingguan umat Sikh yang dilakukan dengan menyanyikannya di awal ibadah yang memiliki teks dan melodi tertentu.


(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sikh adalah salah satu ‘agama’ yang ada di dunia. Sikh didirikan oleh Guru Nanak Dev Ji (1469-1539) pada akhir abad ke-15, dan berkembang pesat pada abad ke-16 sampai ke-17. Sikh di dirikan di Punjab yang berarti ‘tanah dari 5 sungai, suatu daerah antara Pakistan dan barat daya India. Agama ini mayoritas berkembang pada masyarakat suku Punjabi itu sendiri.

Pesatnya perkembangan agama Sikh juga menyebabkan terjadinya penyebaran ke seluruh wilayah di dunia. Begitu juga dengan wilayah di Indonesia, secara khusus di Sumatera Utara. Menurut Tengku Luckman Sinar (1991), dalam tahun 1930 sudah lebih dari 5000 orang masyarakat Sikh tersebar di Sumatera Utara antara lain di kota Medan, Binjai, Lubuk Pakam, Kisaran, Pematang Siantar, Perbaungan, dan Tebing Tinggi.

Sikh secara umum merupakan salah satu ajaran agama. Akan tetapi, menurut Bapak Daliph Singh (wawancara pada tanggal 18 April 2012)1,kata Sikh itu sendiri mempunyai arti yakni “belajar terus-menerus”, hidup dalam kesederhanaan dan percaya hanya kepada satu Tuhan yang disebut dengan Waheguru2.

      

1 Bapak Dalip Singh merupakan salah satu Pendeta kaum Sikh yang saat ini bertugas di Gurdwara Tebing Tinggi.


(22)

Seperti semua agama yang ada di dunia, Sikh juga memiliki tata cara penyembahan tersendiri terhadap Waheguru. Penyembahan rutin mereka salah satunya ialah ibadah bersama jemaat yang mereka lakukan di Gurdwara3 setiap hari Minggu yang dimulai pukul 09.00 WIB dan biasanya berakhir pada pukul 12.00 WIB. Ibadah ini terdiri dari 3 bagian besar yang dimulai dengan pelaksanaan Asa Di Waar lalu Kirtan dan di akhiri dengan Ardas. Asa Di Waar berasal dari kata ‘Asa’ yang mempunyai arti pengharapan, ‘Di’ yang artinya ‘kepada Tuhan’, dan Waar yang artinya nyanyian. Jadi Asa Di Waar dapat diartikan sebagai nyanyian-nyanyian yang berisi tentang perngharapan kepada Tuhan. Kirtan adalah bentuk pemujaan kepada Waheguru. Ini dilakukan dengan menyanyikan lagu-lagu pujian yang diambil dari kitab suci Sri Guru Granth Sahib. Ardas adalah doa yang umum bagi umat Sikh dan biasanya dilakukan di akhir ibadah. Ini adalah suatu cara untuk mengingat Waheguru, guru-guru dan juga pengorbanan yang dilakukan semua umat Sikh.

Dalam penulisan ilmiah ini, penulis lebih lanjut akan membahas tentang Asa Di Waar secara spesifik, yang merupakan bagian pertama dalam tata ibadah mingguan Sikh.

Asa Di Waar merupakan kumpulan 24 ayat yang di ambil dari halaman 462-475 kitab suci Sikh yang bernama “Sri Guru Grant Sahib” yang biasanya untuk mempermudah penggunaannya dibuat kedalam 1 buah buku. Asa Di Waar merupakan kidung pujian yang selalu menjadi pendahuluan dalam ibadah. Asa Di Waar dalam ibadah rutin umat Sikh biasanya dinyanyikan dengan menggunakan       

3 Gurdwara ialah nama rumah ibadah kaum Sikh. Gurdwara artinya gerbang menuju Guru. Gurdwara dapat dikenali dari jauh dengan tiang tinggi yang diujungnya berkibar bendera berwarna kuning yang mereka sebut dengan Nishan Sahib (bendera kaum Sikh).


(23)

beberapa alat musik, seperti harmonium dan tabla. Asa Di Waar memakai konsep call and respon (dengan cara bersahut-sahutan) dalam pelaksanaannya, dimana sebagai contoh ayat pertama dinyanyikan oleh pemimpin (yang bertindak sebagai pimpin disini ialah pemusik secara langsung) lalu ayat itu diulangi lagi oleh para peserta (yang bertindak sebagai peserta ialah jemaat). Demikian seterusnya sampai ayat ke-24 selesai dinyanyikan. Asa Di Waar biasanya berdurasi kurang lebih 60 sampai 90 menit.

Dalam pelaksanaannya, Asa Di Waar berarti membaca ayat-ayat yang berupa pengharapan kepada Waheguru dengan cara dinyanyikan. Oleh sebab penyajian dinyanyikan maka Asa Di Waar memiliki melodi dan teks. Pada umumnya melodi dalam Asa Di Waar dinyanyikan secara berulang-ulang, tetapi teksnya berubah-ubah sesuai dengan setiap ayat yang isinya berbeda-beda. Ini disebut dengan strofik. Dengan kata lain, Asa Di Waar lebih mengutamakan kata-kata dibandingkan melodi atau disebut logogenic. Lebih lanjut penulis ingin melihat hubungan antara teks dan melodi (musikal) pada Asa Di Waar. Hal ini menjadi satu dari beberapa alasan penulis untuk mengangkat topik ini sebagai objek penelitian.

Hal lain yang menjadi ketertarikan penulis ialah menurut hasil wawancara dengan bapak Daliph Singh, penulis mendapati bahwa ke-24 ayat pada Asa Di Waar memiliki cerita dan makna tersendiri. Sehingga penulis ingin melihat lebih jauh tentang makna yang terkandung di dalam Asa Di Waar ini.

Hal lain yang menjadi alasan penulis untuk mengangkat Asa Di Waar sebagai topik penelitian ialah karena Kirtan serta Ardas telah diteliti terlebih


(24)

dahulu dan telah dibuat ke dalam bentuk skripsi oleh mahasiswa Departemen Etnomusikologi. Sehingga penulis merasa penting untuk melihat satu bagian lagi dari tiga bagian besar ibadah Sikh yaitu Asa Di Waar tersebut.

Karena Asa Di Waar ini merupakan bagian dari ibadah keagaaman, maka penelitian dilakukan di Gurdwara Perbandak Committee, yang terletak di Jalan Teuku Umar, Medan. Lebih lanjut, karya tulis ilmiah ini akan diberi judul,

“Analisis Tekstual dan Musikal Asa Di Waar dalam Ibadah Agama Sikh di

Gurdwara Perbandak Committee, Tengku Umar, Medan.”

1.2 Pokok Permasalahan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis membuat batasan masalah untuk menghindari ruang lingkup pembahasan yang meluas. Selain itu, batasan masalah juga berguna untuk memfokuskan pokok pembahasan dalam tulisan ini.

Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah: 1. Bagaimana tekstual dan musikal Asa Di Waar yang disajikan pada Ibadah

masyarakat Sikh di Gurdwara Perbandak Committee, Tengku Umar, Medan. 2. Bagaimana makna yang terkandung dalam pembacaan Asa Di Waar dan apa

dampak yang ditimbulkan kepada masyarakat Sikh di Gurdwara Perbandak Committee, Tengku Umar, Medan.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian


(25)

1. Mengetahui tekstual dan musikal Asa Di Waar pada Ibadah masyarakat Sikh di Gurdwara Perbandak Committee, Tengku Umar, Medan.

2. Mengetahui makna yang terdapat pada Asa Di Waar yang ditimbulkan kepada masyarakat Sikh di Gurdwara Perbandak Committee, Tengku Umar, Medan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi tentang analisis tekstual dan musikal Asa Di Waar pada Ibadah Masyarakat Sikh di Gurdwara Perbandak Committee, Tengku Umar, Medan.

2. Sebagai salah satu referensi ilmiah yang dapat memberikan suatu kajian musikologis suatu ibadah religi yang mengandung unsur-unsur musikal kepada disiplin ilmu Etnomusikologi khususnya, dan ilmu pengetahuan pada umumnya.

3. Sebagai salah satu bahan referensi dan acuan bagi peneliti berikutnya yang memiliki keterkaitan dengan topik penelitian ini.

4. Memperluas pengetahuan dan wawasan penulis dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama masa studi di jurusan Etnomusikologi.


(26)

1.4 Konsep dan Kerangka Teori 1.4.1 Konsep

Menurut R. Merton (dalam Koentjaraningrat 1994: 21), konsep merupakan defenisi dari apa yang kita amati, konsep menentukan antara variabel-variabel mana yang kita inginkan untuk menentukan hubungan empiris. Maka dari itu, penulis akan memaparkan beberapa konsep yang berhubungan dengan tulisan ini.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 37), analisis adalah penguraian suatu pokok permasalahan atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Dengan demikian, kata analisis dalam penulisan ini berarti hasil analisa objek penelitian. Adapun yang menjadi objek penelitian yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah ibadah rutin masyarakat Sikh dan pokok pembahasan difokuskan pada Asa Di Waar yang disajikan secara musikal serta makna teks yang terdapat di dalamnya.

Musik adalah kejadian bunyi atau suara dapat dipandang dan dipelajari jika mempunyai kombinasi nada, ritem dan dinamika sebagai komunikasi secara emosi estetika atau fungsional dalam suatu kebiasaan atau tidak berhubungan dengan bahasa (Malm dalam terjemahan Takari 1993: 84). Dari pengertian musik tersebut, dapat dipahami bahwa musikal merupakan hal yang berkenaan atau mengandung unsur musik.

      

4Music Culture of the Pasific, the Near East and Asia karya William P. Malm tahun 1977 yang dialihbahasakan menjadi Kebudayaan Musik Pasifik, Timur Tengah dan Asia oleh Muhammad Takari, Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara pada tahun 1993.   


(27)

Pembacaan Kitab yang dilantunkan secara musikal dalam istilah Etnomusikologi adalah chanting. Asa Di Waar yang merupakan pembacaan ayat dari isi kitab yang dilakukan pada ibadah masyarakat Sikh dapat penulis nyatakan sebagai bahan kajian etnomusikologi karena mengandung unsur musikal atau dapat dikategorikan sebagai nyanyian yang di dalamnya terdapat kombinasi yang mengandung unsur nada, ritem dan dinamika.

Teks adalah naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang, kutipan dari Kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan, bahan tertulis untuk dasar memberikan pelajaran, berpidato dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua 1995: 1024). Dari pengertian teks tersebut, maka tekstual merupakan hal yang berhubungan atau berkaitan dengan teks. Sesuai dengan tulisan ini, maka pengertian teks yang dipakai adalah kutipan dari Kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan yang kemudian akan dianalisa makna yang terkandung dalam teks tersebut.

Pengertian masyarakat (society dalam Bahasa Inggris) dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary sixth edition (2000: 1226) adalah:

(1) people in general, living together in communities; (2) a particular community of people who share the same customs, laws, etc; (3) a group of people who join together for a particular purpose; (4) the group of people in a country who are fashionable, rich and powerful; (5) the state of being with other people

(orang-orang yang secara umum hidup bersama dalam komunitas; sebuah komunitas khusus oleh orang-orang yang berbagi dalam adat istiadat yang sama, norma-norma yang sama dan sebagainya; sekelompok orang-orang yang saling


(28)

terikat untuk tujuan khusus; sekelompok orang-orang dalam satu negara yang modern, kaya dan berkuasa; tempat di mana tinggal dengan orang lain).

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekelompok orang-orang yang tergabung dalam satu komunitas yang mempunyai kebiasaan atau adat istiadat yang sama, norma-norma yang sama, kepentingan atau tujuan yang sama, dan banyak persamaan lain yang saling terikat satu dengan yang lain.

Kata Sikh yang dalam bahasa Punjabi: ฀฀฀฀, berasal dari bahasa Sansekerta yaitu śisya yang berarti “murid, mahasiswa” atau śiksa yang berarti “pelajaran”. Menurut pasal I dari “Rehat Maryada“ (norma dan ketentuan tingkah laku dalam Sikh), seorang Sikh didefinisikan sebagai “setiap manusia yang setia percaya pada Yang Kekal; Kesepuluh Guru5, dari Sri Guru Nanak Dev sampai Sri Guru Gobind Singh; Sri Guru Granth Sahib, ucapan-ucapan dan ajaran dari sepuluh Guru dan baptisan yang diwariskan oleh Guru kesepuluh, dan yang tidak berutang setia kepada agama lain” (id.wikipedia.org).

1.4.2 Kerangka Teori

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, teori diartikan sebagai suatu keterangan mengenai suatu peristiwa (kejadian) dan asas-asas, hukum-hukum yang dijadikan dasar sesuatu serta pendapat cara-cara dan aturan-aturan untuk melakukan sesuatu.

      

5 Ada sepuluh guru dalam ajaran Sikh, yaitu: (1) Sri Guru Nanak Dev Ji, (2) Sri Guru Anggad Dev Ji, (3) Sri Guru Amardas Ji, (4) Sri Guru Raamdas Ji, (5) Sri Guru Arjan Dev Ji, (6) Sri Guru Hargobind Sahib Ji, (7) Sri Guru Har Rai Ji, (8) Sri Guru Har Krishan Sahib Ji, (9) Sri Guru Tegh Bahadur Sahib Ji, (10) Sri Guru Gobind Singh Ji. 


(29)

Dalam bahasan yang lebih dalam, untuk menganalisis struktur musik dalam Asa Di Waar, penulis menggunakan teori weighted scale (bobot tangga nada) yang dikemukakan oleh William P. Malm. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menganalisis melodi, yaitu (1) tangga nada (scale), (2) nada dasar (pitch centre), (3) wilayah nada (range), (4) jumlah pemakaian nada (frequency of not), (5) jumlah interval, (6) pola-pola kadensa, (7) formula melodi, dan (8) kontur. Kedelapan point ini akan dipakai dalam penganalisaan stuktur musik.

Dalam menganalisa teks-teks yang terdapat dalam Asa Di Waar, penulis memperhatikan beberapa teori. Seperti teori yang dikemukakan oleh William P. Malm (1977:17-18) yang diterjemahkan oleh Rizaldi Siagian, yaitu bahwa dalam musik vokal, hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah hubungan antara musik dengan teksnya. Apabila setiap nada dipakai untuk setiap silabel atau suku kata, gaya ini disebut silabis. Sebaliknya apabila satu suku kata dinyanyikan dengan beberapa nada disebut melismatik. Studi tentang teks juga memberikan kesempatan untuk menemukan hubungan antara aksen dalam bahasa dengan aksen pada musik, serta sangat membantu melihat reaksi musikal bagi sebuah kata yang dianggap penting dan pewarnaan kata-kata dalam puisi.

Tentang teks, dimana penulis ingin melihat makna dari Asa Di Waar itu sendiri, maka penulis juga memperhatikan pandangan yang dikemukakan oleh Alan P. Merriam (1964 : 46) yang menyebutkan bahwa teks lagu mengungkapkan perilaku sastra yang dapat dianalisa melalui struktur dan konten atau isi. Berikutnya masih tentang makna, penulis juga memperhatikan pandangan Groce Kraft (1991 : 25) yang menyebutkan bahwa makna ialah sesuatu yang tersirat


(30)

dibalik bentuk dan aspek isi dari suatu kata atau teks yang kemudian terbagi menjadi dua bagian yaitu makna konotatif dan makna denotatif. Makna konotatif ialah makna kata yang terkandung arti tambahan, sedangkan makna denotatif adalah kata yang tidak mengandung arti tambahan atau disebut dengan makna yang sebenarnya.

Untuk mentranskripsikan melodi yang terdapat dalam Asa Di Waar, penulis menggunakan pendapat yang dikemukakan oleh Nettl yang menyatakan, ada 2 pendekatan yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan musik, yaitu : (1) Menganalisis dan mendeskripsikan apa yang didengar, (2) Mendeskripsikan dan menulis apa yang dilihat. Dalam mentranskripsi Asa Di Waar, penulis akan menggunakan kedua pendapat tersebut, karena dalam melakukan analisis nantinya penulis akan menganalisa musik dari apa yang dilihat dan data yang didapat di lapangan, dan juga dari apa yang didengar pada saat penelitian di lapangan.

Menurut Nettl (1964:99), bahwa transkripsi adalah suatu proses menotasikan bunyi atau membuat menjadi sumber visual. Dan pengertian tersebut merupakan hal yang mendukung dari pembahasan skripsi ini. Untuk menotasikan Asa Di Waar, penulis juga menyatakan bahwa ada dua jenis notasi musik, yaitu : (1) Notasi Preskriptif, notasi yang bertujuan menyajikan sebuah komposisi dari musik yang di dengar, (2) Notasi Deskriptif, notasi yang bertujuan untuk menyampaikan kepada pembaca ciri-ciri atau detail-detail dari komposisi musik yang belum diketahui oleh pembaca. Dalam pembahasan ini lebih lanjut, penulis akan menggunakan notasi Deskriptif karena dalam penulisan ini akan


(31)

memberikan informasi-informasi dan kajian detail yang terdapat dalam komposisi musik Asa Di Waar.

Selaras dengan pengertian upacara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa upacara adalah rangkaian tindakan atau perbuatan yang terkait pada aturan tertentu menurut adat atau agama, penulis mengkategorikan ibadah Sikh ke dalam bagian dari upacara. Asa Di Waar yang merupakan bagian dari ibadah Sikh memiliki komponen-komponen pada pelaksanaannya. Untuk menjelaskan tentang komponen-komponen tersebut, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1990 : 377) bahwa ada 4 komponen penting dalam upacara, yaitu (1) tempat upacara, (2) waktu upacara, (3) benda-benda dan alat-alat upacara, (4) pendukung dan pemimpin upacara.

1.5 Metode Penelitian

Metode ilmiah adalah segala jalan atau cara dalam rangka ilmu tersebut, untuk sampai kepada kesatuan pengetahuan (Koentjaraningrat 1990:41). Sedangkan penelitian adalah penyelidikan yang hati-hati dan kritis dalam mencari fakta dan prinsip-prinsip; suatu penyelidikan yang amat cerdik untuk menetapkan sesuatu (menurut kamus Webster’s New International dalam Moh. Nazir 1988: 13). Jadi, metode penelitian adalah cara kerja yang dipakai untuk menyelidiki fakta atau kenyataan yang ada dalam rangka memahami objek penelitian yang bersangkutan.

Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode pendekatan kualitatif yang mengutamakan kualitas data. Data yang disajikan dalam bentuk


(32)

kata-kata atau kalimat dan datanya adalah data sekunder seperti dokumen dan dalam penelitian-penelitian yang menggunakan metode pengamatan terlibat atau participant observation (M. Sitorus 2003: 25). Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah:

1.5.1 Studi Kepustakaan

Hal pertama yang penulis lakukan adalah melakukan studi kepustakaan dengan cara mempelajari tulisan-tulisan yang berhubungan dengan objek pembahasan. Penulis mencari dan mengumpulkan informasi dan referensi dari skripsi yang ada di Departemen Etnomusikologi. Selain mempelajari bahan-bahan yang diperoleh dari skripsi yang telah ada, penulis juga mempelajari bahan lain seperti buku dan artikel. Penulis juga mengambil bahan referensi dari skripsi yang juga telah membahas tentang masyarakat Sikh seperti skripsi oleh Rina Simanjuntak, S.Sn dengan judul “Analisis Musikal dan Tekstual Pembacaan Kitab Sri Guru Granth Sahib Ji pada Upacara Pahila Parkas Dihara Masyarakat Sikh di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Kota Tebing Tinggi.” dan skripsi oleh Andro Mahardika, S.Sn dengan judul “Analisis Melodis Harmonium dan Pola Ritem Tabla dalam Mengiring Ibadah Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan.”

Penulis juga sangat terbantu dengan adanya kemajuan internet saat ini, yang menyediakan banyak informasi yang kita butuhkan. Dengan melakukan penelusuran data online di situs www.google.com, penulis mendapat banyak anjuran-anjuran situs lain seperti id.wikipedia.org, repository USU, blog-blog,


(33)

dokumen PDF,dan lain-lain. Semua informasi dan data yang didapat baik melalui skripsi, buku, artikel dan internet membantu penulis untuk mempelajari dan membandingkannya demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

1.5.2 Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan adalah semua kegiatan yang dilakukan penulis berkaitan dengan pengumpulan data di lapangan yang terdiri dari observasi, wawancara dan perekaman.

1. Observasi

Pengumpulan data dengan cara observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan. Metode observasi menggunakan kerja pancaindera mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindera lainnya seperti telinga, penciuman, mulut dan kulit (Burhan Bungin 2007: 115).

Observasi yang dilakukan oleh penulis bertujuan untuk mengetahui langsung detail Asa Di Waar pada masyarakat Sikh di Gurdwara Perbandak Committee. Selain melakukan pengamatan langsung dalam ibadah masyarakat Sikh, penulis juga menjalin komunikasi dan persahabatan dengan pelaku upacara lainnya yang adalah masyarakat Sikh itu sendiri.

2. Wawancara

Wawancara adalah salah satu metode yang dipakai untuk memperoleh data yang tidak didapat melalui observasi.

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara


(34)

dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide atau panduan wawancara (Moh. Nazir 1988: 234).

Lebih lanjut M. Sitorus (2003:32-33) menjelaskan tentang bentuk-bentuk wawancara.

Format pertanyaan yang digunakan pada pedoman wawancara pada dasarnya sama dengan format pertanyaan kuesioner, yaitu berstruktur, tidak berstruktur, atau kombinasi keduanya. Bila ditinjau dari segi pelaksanaannya, wawancara berstruktur disebut juga wawancara terpimpin karena pewawancara telah membawa sederetan pertanyaan lengkap dan terperinci. Sebaliknya, wawancara tidak berstuktur disebut wawancara bebas karena pewawancaranya bebas menanyakan apa saja. Selain itu dikenal wawancara bebas terpimpin yaitu kombinasi antara wawancara bebas dan terpimpin. Di sini, pewawancara membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang hal yang akan ditanyakan.

Metode wawancara yang digunakan penulis dalam pengumpulan data adalah wawancara berstruktur, tidak berstruktur, dan kombinasi keduanya. Langkah awal yang penulis lakukan adalah menyiapkan dan menyusun sejumlah pertanyaan yang terperinci sebelum bertemu dengan informan. Kenyataan di lapangan yang dihadapi penulis adalah sering kali pertanyaan-pertanyaan lain juga muncul selain dari pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya akibat dari percakapan yang berkembang dari pertanyaan yang sudah disediakan dan rasa ingin tahu yang tinggi. Dalam wawancara selanjutnya, penulis menggunakan wawancara kombinasi dengan menyiapkan pedoman yang merupakan garis besar tentang hal yang akan ditanyakan.

Dalam penelitian ini penulis menentukan Bapak Dalip Singh sebagai informan kunci karena beliau adalah salah satu pendeta Sikh di kota Medan yang mengerti banyak tentang agama ini dan mampu berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. dan sebagai informan pangkal penulis menentukan Ibu Rajbir sebagai


(35)

pemusik ibadah yang sering mengiringi Asa Di Waar dalam ibadah di Gurdwara. Selain itu penulis juga mewawancarai pemain musik, dan beberapa jemaat yang hadir.

3. Perekaman atau dokumentasi

Untuk mendokumentasikan data yang berhubungan dengan Asa Di Waar di Gurdwara Perbandak Committee, penulis menggunakan kamera digital dan handycam sebagai media rekam. Adapun spesifikasi kamera digital yang digunakan adalah merk Canon IXUS 80 IS, sedangkan spesifikasi handycam yang digunakan adalah merk Sony Handycam DCR-SR65.

1.5.3 Kerja Laboratorium

Keseluruhan informasi dan bahan yang dikumpulkan dan diperoleh dari studi kepustakaan dan hasil penelitian lapangan kemudian diolah, diseleksi, dan disaring dalam kerja laboratorium untuk dijadikan data sesuai dengan objek penelitian untuk penulisan skripsi. Data yang dipergunakan untuk penulisan skripsi ini adalah data-data yang sesuai dengan kriteria disiplin ilmu Etnomusikologi.

Setelah data dikumpulkan, proses selanjutnya adalah menganalisis data. Menurut Burhan Bungin (2007:153), ada dua hal yang ingin dicapai dalam analisis data kualitatif, yaitu: (1) menganalisis proses berlangsungnya suatu fenomena sosial dan memperoleh suatu gambaran yang tuntas terhadap proses tersebut; dan (2) menganalisis makna yang ada dibalik informasi, data, dan proses suatu fenomena sosial tersebut. Dengan menggunakan cara analisis ini, hasil


(36)

penelitian akan diungkapkan secara deskriptif berdasarkan data-data yang diperoleh. Analisis kualitatif yang digunakan oleh penulis, dipakai untuk membahas komponen pendukung Asa Di Waar pada masyarakat Sikh di Gurdwara Perbandak Committee, Teuku Umar, Medan. Komponen pendukung tersebut adalah pemimpin ibadah, teks nyanyian, alat musik, dan masyarakat Sikh yang ada di Gurdwara Perbandak Committee, Tengku Umar, Medan.

1.6 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian terletak di Gurdwara Perbandak Committee jalan Tengku Umar, Medan. Alasan memilih lokasi tersebut karena merupakan satu dari empat Gurdwara yang terdapat di Sumatera Utara dan selalu mengadakan ibadah rutin bagi masyarakat Sikh di tempat tersebut.


(37)

BAB II

IDENTIFIKASI MASYARAKAT SIKH DI KOTA MEDAN

2.1 Gambaran Umum Kota Medan

Medan merupakan ibukota dari provinsi Sumatera Utara. Kota ini merupakan kota terbesar di pulau Sumatera. Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut. Dimana di sebelah utara kota Medan berbatasan dengan selat Malaka. Di sebelah timur kota Medan berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang. Di sebelah selatan kota Medan berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang, dan di sebelah barat kota Medan juga berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang.

Iklim Kota Medan, dipengaruhi oleh letaknya yang berada di Pesisir Timur Pulau Sumatera yang berarti dekat dengan Selat Malaka. Keadaan ini menyebabkan iklim Kota Medan cenderung panas ataupun tropis dengan suhu berkisar antara 24’-36’.

Kota Medan berada pada ketinggian 2,5 M di bagian Utara-Belawan sampai 37,5 m di bagian Selatan di atas permukaan laut. Daerah Utara sampai 3


(38)

Km dari pantai, terdiri dari rawa-rawa yang mempunyai kedalaman 0,5 m sampai 2,5 m ketika pasang surut dan pasang naik6.

Secara konstitusional Negara Indonesia di bagi dalam daerah provinsi dan daerah yang lebih kecil (Kota-Kabupaten). Masing-masing daerah pada dasarnya memiliki sifat otonom dan administratif. Adanya daerah, menjadikan adanya pemerintahan daerah, pertimbangan situasional, historis, politis, psikologis dan tehnis pemerintahan, merupakan latar belakang pemikiran strategis perlunya pemerintahan daerah di Indonesia.

Suasana kejiwaan dan kebatinan inilah yang pada dasarnya menjadi semangat penyusunan dan diperlakukannya UU No 32 Tahun 2004 dan UU No 33 Tahun 2004, yang saat ini berlaku sebagai dasar-dasar penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dengan prinsip demokratis, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan dan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.

Adanya pemerintahan daerah berkonsekuensi adanya Pemerintahan Daerah. Pemerintah Daerah Kota Medan adalah Walikota Medan beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai unsur penyalenggara pemerintah daerah. Secara garis besar struktur organisasi Pemerintah Kota Medan, dapat digambarkan sebagai berikut:

      

6Said Efendi, Strategi Pembangunan Mewujudkan Kota Medan Bestari, 1997, Medan: Yayasan Pola Pengembangan Daerah Medan-Indonesia, hlm. 57


(39)

Sumber: Binamarga Pemko Medan

Tabel 2.1 Struktur Organisasi Pemerintah Kota Medan

Fungsi Pemerintah Kota Medan pada dasarnya dapat dibagi ke dalam lima (5) sifat, yaitu : ( 1) Pemberian pelayanan, (2) Fungsi pengaturan (penetapan perda), (3) Fungsi pembangunan, (4) Fungsi perwakilan (dengan berinteraksi dengan Pemerintah Propinsi /Pusat), (5) Fungsi koordinasi dan perencanaan pembangunan kota.

Penduduk Kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur agama, suku etnis, budaya dan keragaman adat istiadat. Hal ini memunculkan karakter sebagian besar penduduk Kota Medan bersifat terbuka. Secara Demografi, Kota Medan pada saat ini juga sedang mengalami masa transisi demografi. Kondisi tersebut menunjukkan proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian semakin menurun. Berbagai faktor yang mempengaruhi


(40)

proses penurunan tingkat kelahiran adalah perubahan pola fikir masyarakat dan perubahan social ekonominya. Di sisi lain adanya faktor perbaikan gizi, kesehatan yang memadai juga mempengaruhi tingkat kematian.

Dalam kependudukan dikenal istilah transisi penduduk. Istilah ini mengacu pada suatu proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi ke keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian rendah. Penurunan pada tingkat kelahiran ini disebabkan oleh banyak factor, antara lain perubahan pola berfikir masyarakat akibat pendidikan yang diperolehnya, dan juga disebabkan oleh perubahan pada aspek sosial ekonomi. Penurunan tingkat kematian disebabkan oleh membaiknya gizi masyarakat akibat dari pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pada tahap ini pertumbuhan penduduk mulai menurun.

Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi. Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai berbagai dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik (commuters), mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.


(41)

No. Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah

01 Medan

Tuntungan 39,414 41,528 80,942

02 Medan Johor 61,085 62,766 123,851

03 Medan Amplas 56,175 56,968 113,143

04 Medan Denai 71,181 70,214 141,395

05 Medan Area 47,813 48,713 96,544

06 Medan Kota 35,239 37,341 72,580

07 Medan Maimun 19,411 20,170 39,581

08 Medan Polonia 25,989 26,805 52,794

09 Medan Baru 17,576 21,940 39,516

10 Medan Selayang 49,293 50,024 98,317

11 Medan Sunggal 55,403 57,341 112,744

12 Medan Helvetia 70,705 73,552 144,257

13 Medan Petisah 29,367 32,382 61,749

14 Medan Barat 34,733 36,038 70,771

15 Medan Timur 52,635 55,998 108,633

16 Medan

Perjuangan 45,144 48,184 93,328

17 Medan Tembung 65,391 68,188 133,579

18 Medan Deli 84,520 82,273 166,793

19 Medan Labuhan 56,676 54,497 111,173

20 Medan Marelan 71,287 69,127 140,414


(42)

Jumlah 1,036,926 1,060,684 2,097,610 Sumber: BPS Kota Medan

Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Kota Medan Hasil Sensus Penduduk 2010

2.2 Sejarah Lahirnya Agama Sikh

Sikhisme (bahasa:Punjabi) adalah salah satu agama terbesar di dunia. Agama ini berkembang pesat pada abad ke 16 dan 17 di India. Kata Sikhisme berasal dari kata Sikh, yang berarti “murid” atau “pelajar”. Agama Sikh atau Sikhisme adalah sebuah agama orang India , agama baru ini mengandung sedikit ajaran Islam dan Hindu di bawah semboyan “Bukan Hindu dan bukan Muslim”.

Agama Sikh bermula di Sultanpur, berhampiran dengan Amritsar di wilayah Punjab, India. Pendiri dari agama sikh ini ialah Guru Nanak (1469-1539), seorang yang pada asalnya beragama Hindu tetapi atas keinginannya untuk menjadikan sebuah agama yang boleh diterima oleh semua orang di India, Guru Nanak telah menggabungkan ciri-ciri terbaik agama Islam dan Hindu. Beliau dilahirkan dalam keluarga Hindu yang ketat pada tahun 1469. Guru Nanak sejak kecil sudah menunjukkan pemberontakan terhadap ajaran Hindu. Sebuah kisah yang paling terkenal adalah bagaimana Guru Nanak kecil menolak pemasangan benang suci janeu7. Dalam tradisi Brahmin, bocah kecil yang beranjak dewasa akan mendapatkan benang suci putih yang diikatkan melingkar dari pundak kiri ke pinggang kanan. Benang ini dipakai terus sepanjang hidup. Setidaknya sekali dalam setahun, janeu kaum Brahmin diganti dalam upacara khusus. Hanya orang

      


(43)

kasta Sudra (kasta terendah) yang tidak melingkarkan janeu di tubuh mereka. Tetapi Guru Nanak tak peduli, tetap tak mau memasang benang itu ke tubuhnya. Baginya, kualitas manusia bukan ditentukan oleh benang.

Beliau bersabda, “Meskipun mereka melakukan pencurian, perzinahan, kebohongan, pelecehan, perampokan, dosa yang tak terbilang jumlahnya, menyakiti sesama makhuk siang malam, tetapi benang kapas selalul dilingkarkan Brahmana ke tubuh mereka. Mereka menggelar upacara, membunuh kambing, menyiapkan makanan, dan orang suci berkata ‘pasanglah janeu’. Ketika janeu itu sudah tua, benang itu dibuang, diganti yang lain. Tidaklah dawai itu kekal dan abadi kalau ia selalu rusak dan dibuang.”

Semasanya, Guru Nanak sering berdebat dengan pemuka agama Hindu dan Muslim. Saripati keagungan kedua agama besar itu juga nampak dalam ajarannya. Guru Nanak adalah musafir, menempuh perjalanan beribu-ribu kilometer untuk mencari kebenaran hidup, pencerahan batin, dan keagungan Tuhan. Ia melintasi gunung-gunung salju Himalaya menuju Tibet, melintasi padang pasir Sindh, menyeberangi lautan Arabia, menempuh perjalanan suci ke tanah Mekkah, Baghdad, Persia, Afghan, untuk belajar dari alam semesta raya. Sri Guru Granth Sahib, kitab suci umat Sikh, bukan hanya ditulis oleh guru-guru Sikh, tetapi juga oleh orang suci dari kepercayaan dan agama lain.

Hanya ada satu Tuhan, manusia bisa berhubungan langsung dengan Tuhan tanpa perlu perantaraan ritual atau pendeta, dan penolakan terhadap pembedaan manusia berdasar kasta dan gender adalah poin-poin utama dalam ajaran Sikh.


(44)

Oleh karena itu, agama Sikh seperti Islam percaya kepada adanya satu Tuhan tetapi Tuhan penganut Sikh dipanggil Waheguru. Selepas beliau meninggal dunia, penggantinya juga diberi pangkat guru. Sebanyak sepuluh guru telah mengambil alih tempat Guru Nanak dan secara perlahan-lahan, mereka telah menjauhkan diri dari agama Hindu dan Islam.

Rangkaian ini berakhir pada tahun 1708 selepas kematian Sri Guru Gobind Singh yang tidak meninggalkan pengganti manusia tetapi meninggalkan satu himpunan skrip suci yang dipanggil Adi Granth. Skrip ini kemudian diberi nama Sri Guru Granth Sahib (yang merupakan kitab suci umat Sikh). Sri Gobind Singh juga telah menubuhkan sebuah persatuan “Persaudaraan Khalsa Sikh”

2.2.1 Ciri Kaum Sikh

Dalam teladannya, Sri Gobind Singh juga memulakan pemakaian seragam untuk lelaki Sikh yang taat kepada agamanya yang diberi gelaran “Lima K”. Dan pada saat ini, pemakaian seragam ini akhirnya menjadi satu ciri dari kaum Sikh itu sendiri.

Lima K adalah lima hal yang selalu harus ada dan diwajibkan untuk dipakai, dengan keterangan sebagai berikut:

(1) Kesh yang berarti memelihara rambut sebagai suatu symbol kepercayaan kepada Tuhan dan mengajarkan kerendahan hati. Setelah dibaptis Umat Sikh dilarang untuk memotong rambut yang ada di sekujur tubuhnya.


(45)

Gambar 2.1 Kesh

Saat ini penggunaan Kesh mengalami perubahan. Dimana, tidak semua lelaki Sikh menggunaan Kesh tersebut. Hal ini dilakukan karena pada saat ini juga tidak semua lelaki Sikh berambut panjang.

(2) Khanga yang berarti sisir. Umat Sikh harus terlihat rapi. Dengan menggunakan sisir ini mereka merapikan rambut yang kekusutan dan membersihkan rambut dari kotoran.

Gambar 2.2 Khanga

(3) Karra yang berarti pertalian atau persaudaraan yang erat diantara pengikut agama Sikh. Karra merupakan sebuah Gelang yang terbuat dari baja tertentu. Maknanya yaitu: ikutilah agama secara menyeluruh, melambangkan suatu kebulatan antara sesame umat sikh, dan yang terakhir adalah sebagai penangkal dari aura-aura dan kekuatan negatif.


(46)

Gambar 2.3 Karra

Penggunaan Karra sampai saat ini masih terus dipertahankan oleh umat Sikh. Penggunaan gelang tersebut pada saat ini tidak hanya dipertahankan oleh lelaki Sikh tetapi juga oleh perempuan Sikh. Hal ini sebagai penanda bahwa mereka adalah kaum Sikh.

(4) Kachha yang berarti celana pendek. Merupakan suatu simbol pengawasan terhadap diri sendiri dan sifat moral yang tinggi.

Gambar 2.4 Kachha

Dalam wawancara yang penulis lakukan, saat ini terjadi perubahan dalam penggunaan Kachha ini. Dimana, saat ini, kachha tidak selalu digunakan oleh semua kaum lelaki Sikh.

(5) Kirpan merupakan pedang kecil. Ini merupakan simbol dari aktifitas kebaikan, penghormatan dan juga penghormatan pada diri sendiri. Namun pada zaman sekarang kirpan banyak digantikan dengan pedang-pedangan karena takut dianggap sebagai teroris.


(47)

Gambar 2.5 Kirpan

Uraian di atas merupakan ciri-ciri kaum Sikh pada masa awal agam ini berdiri. Di dalam perkembangannya, beberapa penggunaan ciri ini banyak bergesar. Sebagai contoh saat ini tidak semua laki-laki Sikh memanjangkan rambutnya. Di dalam beberapa kali ibadah yang penulis ikuti, penulis menjumpai banyak pria Sikh yang saat ini tidak berambut panjang. Tetapi pemuka agama mereka seperti pendeta dan beberapa orang-orang tertentu masih memanjangkan rambut mereka. Hal ini ditandai dengan penggunaan sorban oleh para pendeta. Jemaat laki-laki yang lain, ada umumnya hanya memakai penutup kepala saja. Dari keadaan ini, penulis juga melihat adanya perkembangan penggunaan sorban oleh para laki-laki Sikh. Yang dimana, karena rambut mereka saat ini tidak lagi panjang, maka mereka tidak lagi menggunakan sorban.


(48)

Untuk perempuan Sikh, biasanya menggunakan penutup kepala dan pakaian yang menutup aurat, celana longgar, baju selutut, selendang 2 meter. Dan pakaian yang mereka kenakan mirip ataupun hampir sama dengan baju sari yang sering digunakan oleh perempuan India pada umumnya.

Gambar 2.7 Penggunaan Ciri Perempuan Sikh

2.3 Keberadaan Agama Sikh di Medan

Dalam bagian ini penulis akan menjelaskan tentang keberadaan Agama Sikh di kota Medan. Beberapa hal yang menyangkut di dalamnya seperti sejarah agama Sikh, sistem ibadah yang dimana nanti akan dibahas juga tentang tempat ibadah yang merupakan lokasi penelitian penulis yaitu Gurdwara Perbandak Committee Teuku Umar Medan. Sistem bahasa dan sistem kesenian juga akan menjadi bagian dari pembahasan pada topik ini karena dianggap penting dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari umat Sikh itu sendiri.


(49)

2.3.1 Sejarah Agama Sikh di Medan

Ajaran Sikh masuk ke Indonesia melalui pedagang India dan Gujarat. Namun menurut pengakuan dari salah seorang penganut agama Sikh bernama Baldev Singh (41) disamping masuk melalui jalur perdagangan namun ada juga beberapa yang dibonceng oleh tentara sekutu pada perang dunia kedua. Mereka dipekerjakan pada perkebunan-perkebunan milik pemerintah. Namun kurang begitu terekspos beritanya. Kemudian mereka mulai masuk ke Indonesia secara bertahap dan akhirnya menjadi berkembang. “ Pak tua saya dulu ikut menjadi pejuang kemerdekaan, beliau meninggal pada tahun 1975”, tutur Baldev .

Di Indonesia umat Sikh sudah mencapai 80.000 Jiwa. Mereka hidup menyebar di seluruh pelosok tanah air seperti Jakarta, Medan, dan Palembang. Dan umat Sikh yang terbesar ada di wilayah Medan dan sekitarnya.

Telah diketahui bahwa sejak perkebunan tembakau dibuka (1863) di Sumatera Utara oleh Jacobus Nienhys, buruh dari Cina, India, dan Pulau Jawa didatangkan dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di berbagai wilayah di Sumatera Utara. Orang-orang Sikh yang bekerja di perkebunan pada umumnya bekerja sebagai pengawas dan pengantar surat di perkebunan, serta memelihara ternak sapi. Selain mereka yang didatangkan sebagai kuli, migran lain pun terus berdatangan untuk tujuan berdagang dan mengisi berbagai lowongan pekerjaan yang tersedia (Zulkifli Lubis 2005).

Gelombang kedatangan buruh perkebunan inilah yang membawa masyarakat Sikh, agama dan kebudayaannya masuk ke kota Medan.


(50)

Banyaknya umat Sikh yang ada di Medan, menyebabkan pembangunan rumah ibadah Sikh lebih banyak dari kota-kota lain di Sumatera Utara. Di Medan, ada 4 Gurdwara(rumah ibadah) Sikh yaitu: Gurdwara Perbandak Committee (Jalan Teuku Umar), Gurdwara Shree Guru Arjundev Ji (Jalan Mawar Sari Rejo, Karang Sari, Polonia), Gurdwara Tegh Bahadur (jalan Polonia), dan Gurdwara Nanak Dev Ji (jalan Karya Murni).

2.3.2 Sistem Ibadah

Sikh dimulai oleh Guru Nanak sekitar 530 tahun yang silam dan ini dimulai dari desa kelahirannya yaitu Talwan di dekat Lahore (Pakistan). Kata Sikh yang berarti pengikut atau murid, dimana hanya mempercayai adanya satu Tuhan dan mereka menyebutnya dengan Waheguru. Jadi setiap ada sesuatu kejadian yang mengejutkan,mereka langsung menyebut waheguru. Suku bangsa Punjabi yang menganut ajaran Sikh disini berlandaskan kepada ajaran-ajaran kesepuluh guru yang berpedoman pada Sri Guru Granth Shaib (Aulakh,Sukdev Singh,1999:1).

Guru Nanak merupakan guru pertama dari semua ajaran Sikh dan disini guru Nanak memberikan tiga ajaran yang harus dipatuhi yaitu seorang Sikh harus beribadah atau sembahyang (Nan Chepu), seorang Sikh harus bekerja, berkarya dengan halal (Kherte Kheru), dan Seorang Sikh harus berbagi, berbuat social pada siapa saja (Whende Shepu). Guru Nanak ini mendirikan ajaran Sikh pada tahun 1469 M. Seperti yang dijelaskan bahwa guru Nanak mewajibkan pengikutnya untuk mematuhi ketiga peraturan yang telah diajarkan oleh Guru Nanak tersebut.


(51)

Dalam ajaran Sikh ada juga ketentuan yang harus dilaksanakan yaitu membaca Guru Granth Shaib, mendengarkan, mengadakan silaturahmi dan memberikan pencaharian sebanyak 10%. Beberapa ajaran yang diberikan oleh Guru Nanak harus wajib dilaksanakan atau dijalankan selaku mengikuti ajaran Sikh.

Bagi Sikh tidak ada batasan hari dalam melaksanakan ibadah karena penganut Sikh melakukan ibadah setiap hari, namun ada satu hari yang paling khusus dan diwajibkan untuk beribadah yaitu pada hari minggu, semua umat Sikh pergi ke Gurdwara terdekat dan pada hari itu terdapat sebuah kotak sumbangan sebanyak dua buah. Adanya kotak sumbangan ini guna untuk keperluan Gurdwara dan umat Sikh. Pada hari Minggu acara ibadah akan dimulai pada pukul 09.00 sampai dengan pukul 12.00 wib. Sementara pada hari-hari biasa, semua penganut Sikh beribadah pada pagi hari dimulai pukul 03.00 sampai sore hari pada pukul 18.00 wib.

Dan pada ajaran Sikh terdapat banyak acara-acara ritual yaitu seperti peringatan hari-hari guru, kematian, perkawinan, pembaptisan atau pemberian nama, pengibaran bendera agama. Namun di setiap acara ritual keagamaan ini,mereka selalu mengawalinya dengan membacakan Guru Granth Shaib dengan hikmat. Dengan demikian, setiap acara dapat berjalan baik dan penuh berkah. Kegiatan-kegiatan ritual ini membuat setiap ajaran Sikh dapat memahami ajaran-ajaran yang ditinggalkan oleh kesepuluh Gurunya.


(52)

2.3.2.1 Gurdwara Perbandak Committee Teuku Umar Medan

Gurdwara Teuku Umar didirikan pada tahun 1953. Pada saat itu bangunan Gurdwara masih dalam keadaan yang sederhana dan kecil yaitu hanya dilapisi dengan atap tepas dan berdindingkan papan. Dan ini didirikan oleh Banta Singh Fatupila, Chanan Singh Kour arka, Shinggara Singh Chabal, Djagat Singh Chabal, Harnam Singh Kairon, masyarakat suku Punjabi yang lainnya dan juga masyarakat setempat. Pertambahan penduduk suku bangsa Punjabi yang semakin banyak saat itu, menjadi awal dari perubahan luas bangunan untuk lebih mendirikan sebuah Gurdwara yang cukup besar dan nyaman. Dan Gurdwara ini dinamakan dengan Gurdwara Perbandak Committee.


(53)

Gambar 2.9 Pintu masuk Gurdwara dari bagian sisi belakang

Beberapa hal yang terlihat pada Gurdwara ini ialah terlihat dari bangunannya yang cukup besar dan banyak dilapisi dengan warna emas pada setiap bangunan dan pada kubah yang ada. Bentuk bangunan ini mengikuti bentuk Gurdwara di India sebagai identitas ajaran Sikh itu sendiri. Terdapat beberapa unit kipas angin yang menandakan adanya kesejukan pada tempat ibadah serta di tengahnya terdapat kubah kecil, yang dihiasi dengan kain (rumalla) guna menutupi kitab suci agar terhindar dari serangga-serangga kecil untuk tempat sang Pendeta dalam membacakan Guru Granth Sahib, terdapat kamar khusus Guru Granth Sahib (kitab suci).

Sementara pada bagian kanan altar terdapat tempat pemain musik (level) dalam mengiring acara ibadah dan pada bagian kiri terdapat tempat penyimpanan manisan atau manisan berkah yang akan diberikan usai acara ibadah.


(54)

Gambar 2.10 Sisi kanan kitab suci, tempat pemain musik (level)

Gambar 2.11 Sisi kiri kitab suci tempat manisan yang dibagikan usai ibadah Guru Granth Sahib adalah kitab suci pada ajaran Sikh. Setiap Sikh menganggap kitab ini sebuah kitab yang menyimpan berbagai ajaran-ajaran suci yang akan menuntun orang Sikh ke jalan Tuhan. Keberadaan Guru Granth Sahib ini menjadi hal yang terpenting dan bersifat sakral.


(55)

Gambar 2.12 Kitab Sri Guru Granth Sahib

Hal ini terlihat dari cara ajaran Sikh dalam menjaga kitab suci tersebut dengan menyediakan kamar khusus yang dilengkapi dengan tempat tidur serta selimut guna menutupi kitab suci ini. Ruangan tersebut juga diberi Air Conditioner (AC) untuk memberi kenyamanan kepada kitab Sri Guru Granth Sahib. Pada malam hari, lampu di dalam ruangan tersebut dimatikan dan lampu tidur dinyalakan. Semua perlakuan-perlakuan ini mereka lakukan karena bagi ajaran Sikh, Guru Granth Sahib dianggap nyata dan hidup sehingga semua ajaran Sikh memperlakukan dengan sangat teliti.


(56)

Gambar 2.13 Kamar Khusus Sri Guru Granth Sahib

Didepan pintu masuk Gurdwara dan setiap sudut bangunan juga terdapat simbol-simbol Sikh yaitu ik kiwangkar, khenda kerpan perisai. Dan pada bagian depan altar terdapat tempat peletakkan sumbangan dan ini digunakan untuk membiayai segala keperluan Gurdwara serta jemaat. Lalu bunga dan dupa juga diletakkan di depan kitab suci untuk memperindah dan untuk menghormati kitab suci ini.


(57)

Gambar 2.14 Khenda kerpan perisai diletakkan diatas pintu masuk Gurdwara

Hal lain yang ada pada Gurdwara ialah terdapat dapur umum (langgar) yang dibuat guna untuk memberikan makanan pada semua umat Sikh serta orang-orang yang datang ke Gurdwara. Siapa saja boleh masuk dan makan di langgar ini. Dalam dapur umum ini terdapat berbagai jenis makanan seperti roti chane yang terbuat dari tepung roti dan kacang hijau dan sayur-sayuran terkecuali telur dan daging karena suku bangsa Punjabi yang menganut ajaran Sikh, tidak mengkonsumsi daging karena bagi mereka hewan itu adalah makhluk hidup yang memiliki nyawa sama halnya seperti manusia (Wawancara, 08 Juli 2012).


(58)

Gambar 2.15 LanggarGurdwara Perbandak Committee Teuku Umar

Gambar 2.16 Kacang hijau dan sayur-sayuran yang disajikan di langgar

Dalam memasuki wilayah Gurdwara ada aturan-aturan khusus yaitu tidak boleh membawa rokok di area Gurdwara apalagi menghisap rokok. Diharuskan memakai penutup kepala atau sorban, menanggalkan alas kaki dan disimpan pada


(59)

tempat yang telah disediakan, lalu mencuci kaki ditempat yang telah disediakan. Beberapa aturan ini dilakukan untuk lebih menghargai tempat ibadah karena tempat ibadah adalah tempat yang suci, bersih dan saat melakukan ibadah pun dapat lebih tenang (Wawancara, 19 April 2012).

Berbeda dengan tiga Gurdwara lain yang ada di kota Medan, dulunya Gurdwara ini memiliki yayasan perguruan. Masyakarat Sikh di kota Medan sering menyebutnya dengan sekolah Khalsa. Walaupun saat ini yayasan tersebut sudah tidak beroperasional lagi, namun bangunan yayasan masih utuh hingga saat ini.

Gambar 2.17 Yayasan Guru Nanak Sikh Educational Board


(60)

2.3.3 Sistem Bahasa

Bahasa merupakan suatu bentuk perantara dalam melakukan komunikasi, baik itu secara lisan maupun tulisan. Seperti yang telah penulis kemukakan pada bab pertama, bahwa penganut agama Sikh pada umunya ialah bangsa India dengan suku Punjabi, maka bahasa yang mereka gunakan ialah bahasa Punjabi. Walaupun mereka juga tetap menggunakan bahasa Indonesia untuk berinteraksi dengan suku lain. Tetapi pada saaat di dalam tempat ibadah, sesama mereka umumnya mereka menggunakan bahasa Punjabi.

Penggunaan, pengucapan, penulisan bahasa Punjabi sangatlah rumit dan karena itu terkadang dari suku bangsa Punjabi itu sendiri ada yang tidak mengerti bahasa Punjabi dan juga ada yang mengeri namun sulit mengucapkannya. Dalam bahasa Punjabi terdapat dua jenis bahasa yang digunakan yaitu bahasa yang digunakan pada kitab suci atau bahasa Punjabi halus yang dari Negara India asli dan bahasa yang sudah tercampur dengan bahasa inggris atau bahasa Punjabi kampung (Phende whali Punjab). Misalnya penyebutan kata besok, dalam bahasa Punjabi halus disebut dengan khal sedangkan dalam bahasa Punjabi kampong disebut phalke. Dengan demikian terkadang bahasa yang terdapat pada kitab suci sangat sulit dimengerti jadi orang yang menggunakannya adalah orang-orang tertentu seperti para pendeta serta orang-orang yang telah belajar bahasa yang ada dalam kitab suci tersebut sedangkan bahasa Punjabi kampung masih bisa dimengerti karena jenis bahasa tersebut dicampur dengan bahasa inggris. Pada suku bangsa Punjabi terdapat 35 (tiga puluh lima) vokal yang masing-masing


(61)

huruf mengandung arti yang berbeda. Dan dalam suku bangsa Punjabi tidak ada kata tunggal dan kata jamak.

2.3.4 Aspek Pendukung Lain

Beberapa aspek pendukung lain dari keberadaan agama Sikh di Medan dapat dilihat dari sistem mata pencaharian dan sistem kekerabatan mereka.

2.3.4.1 Sistem Mata Pencaharian

Pada masa saat ini, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, masyarakat Sikh di berbagai tempat secara umum memiliki mata pencaharian yang hampir sama. Sistem mata pencaharian masyarakat Sikh dikenal dengan sebutan ‘S4’, yaitu: sekolah, susu, sport, dan supir. Sekolah artinya menjadi seorang guru dengan menempuh pendidikan yang tinggi, kebanyakan dari mereka menjadi guru Bahasa Inggris. Susu artinya menjadi seorang peternak sapi atau lembu yang sejak dulu susu perahannya sudah dikenal banyak orang. Sport artinya membuka toko sport yang menjual semua peralatan olahraga. Supir artinya menjadi seorang supir (Wawancara dengan BapakDalip Singh, 19 April 2012).

Dan pekerjaan lainnya sebagaimana yang dikatakan (Lubis,2005 : 146) bahwa terdapat masyarakat Sikh yang berprofesi sebagai dokter, pengusaha, dosen, akuntan dan lain sebagainya. Namun diantara semua pekerjaan diatas, terdapat satu pekerjaan yang dilakukan dari turun-temurun yaitu beternak sapi. Dan ini terlihat di Teuku Umar, meskipun mereka mempunyai pekerjaan yang lebih bagus tetapi tetap saja mereka menjadi peternak sapi guna mendapatkan


(62)

susu dan minyak sapi. Susu hasil perahan ini dikonsumsi sendiri, dijual sedangkan minyak sapinya digunakan untuk campuran makanan seperti makanan yang terdapat di Gurdwara. Veneta (1998:26) menjelaskan bahwa dalam beternak sapi, umat Sikh mendapatkan kesulitan memperoleh surat izin usaha dari Pemerintah agar ternak yang diperbolehkan keluar dari tanah peternak untu merumput di hutan, resiko ternak mati, dicuri, sakit dan biaya pengobatan, jumlah susu berkurang karena kurangnya rumput. Dan karena itu, tidak banyak lagi masyarakat Sikh bekerja sebagai peternak sapi dan jika yang masih menekuninya itu karena, ia memiliki lahan yang luas sehingga di bagian belakang rumahnya dapat memelihara sapi. Dan karena beberapa faktor itulah yang menyebabkan kurangnya suku bangsa Punjabi yang memelihara sapi. Namun dalam hal ini mata pencaharian suku bangsa ini menyatakan bahwa pada prinsipnya, jika mereka memiliki kemampuan dalam hal ekonomi lebih baik membuka usaha sendiri dari pada harus bekerja dengan orang lain (Nababan, Surya Christina, 2011).

2.3.4.2 Sistem Kekerabatan

Masyarakat Sikh menganut sistem kekerabatan patrilineal, yang artinya garis keturunan ditentukan melalui seorang laki-laki atau seorang ayah. Misalnya seorang laki-laki bermarga Sandhu menikah seorang perempuan bermarga Maan, maka anaknya laki-laki atau perempuan akan memiliki marga ayahnya yaitu Sekhon. Untuk lebih jelasnya kita dapat melihat skema berikut ini:


(63)

♂ ♀

(A. Sekhon) (B. Maan)

(C. Sekhon) (D. Sekhon) (E. Sekhon) Bagan 2.1 Sistem Kekerabatan

Patrilineal Sikh

Masyarakat Sikh dapat dikenali dari ciri khas namanya. Setiap laki-laki, diberi gelar ‘Singh’ di belakang namanya, contoh: Y Singh Sekhon. Dan untuk perempuan diberi gelar ‘Kaur’ di belakang namanya, contoh: X. Kaur Maan. Berikut merupakan beberapa contoh marga yang ada pada masyarakat Sikh: Sekhon, Maan, Dieol, Sran, Sandhu, Gill, Dhillon, Siwia, Senggah, Sidhu, dan lain sebagainya.

2.4 Kesepuluh Guru

Ada sepuluh guru yang sampai saat ini menjadi guru yang memberikan pengajaran tentang Sikh. Mereka juga merupakan orang-orang yang menulis tentang ajaran-ajaran baik dalam agama ini yang dibuat kedalam Sri Guru Granth Sahib.

2.4.1 Guru Nanak Dev

Guru Nanak sebagai guru pertama dari umat Sikh, seperti yang telah kita saksikan, mengajarkan agama yang berbeda dengan agama Hindu. Ide keagamaannya hampir-hampir sama dengan ajaran Islam. Namun sebagai ironi


(64)

sejarah, dengan berlalunya waktu, maka kaum Sikh yang menyatakan diri sebagai pengikut Guru Nanak.8 

Gambar 2.19 Guru Nanak Dev

Guru Nanak merupakan salah wsatu guru yang banyak memberi ajaran yang di masukkan ke dalam kitab suci agama Sikh, yang dimana dalam kesehariannya mereka sering membaca dan meneladani ajaran baik dari guru ini. 2.4.2 Guru Angad Dev

Guru Pewaris pertama dari Guru Nanak dan Guru yang kedua adalah Bhai Lehna, belakangan disebut sebagai Guru Angad (1539–1552). Dia adalah pengikut yang berbakti dari Guru Nanak, dan menjalani hidup sederhana seperti guru besarnya. Sumbangan Guru Angad yang terbesar kepada sejarah Sikh dan agamanya adalah pembagian naskah Punjabi. Gurmukhi, catatan yang di dalamnya terdapat hymne dan kata-kata dari Guru Nanak. Ini membentuk inti dari kitab suci Sikh yang belakangan hari berkembang menjadi Sri Guru Granth Sahib.

      

 Tentang kesepuluh guru bersumber dari buku Bhagat Lakshman Singh, The Life and Work of Guru Gobind Singh (terjemahan). 


(65)

Gambar 2.20 Guru Angad Dev

2.4.3 Guru Amar Das

Guru ketiga adalah Amar Das (1552–1574). Dia mengorganisir kaum Sikh dalam 22 Manjis atau rayon, dan mendirikan lembaga dapur umum yang bebas bea, disebut Guru-ka-Langgar, di mana orang-orang dari segala kasta makan bersama-sama. Dinyatakan bahwa Guru Amar Das sebagai pembaharu sosial yang besar.


(66)

2.4.4 Guru Ram Das

Guru keempat adalah Ram Das (1574–1581). Dia memulai pembangunan sebuah danau besar, disebut Amritsar (danau Nectar) dan merencanakan juga pembangunan Kuil Emas di tengah-tengah danau itu. Ram Das mulai mengumpulkan sumbangan tetap untuk manajemen masyarakat Sikh dan kegiatan khusus resmi lainnya. Ram Das adalah Guru yang pertama kali menunjuk puteranya sendiri sebagai penggantinya, jadi dialah yang secara resmi menjadikan Guru sebagai keturunan.

Gambar 2.22 Guru Ram Das

2.4.5 Guru Arjan Dev

Guru yang kelima, Arjun (1581 – 1606) yang memainkan peranan menentukan dari sejarah kaum Sikh. Awal mulanya, dia meneruskan pembangunan Kuil Emas dan menyediakan bagi kaum Sikh suatu markas dan tempat berlatih. Kedua, dia mengumpulkan Kitab Suci Sikh, Sri Guru Granth


(67)

Sahib, di mana dia memasukkan karangannya sendiri bersama-sama keempat pendahulunya. Ketiga, dia mengorganisir kaum Sikh dalam suatu masyarakat terpisah dengan kitab suci tersendiri, dan menjadikan danau suci beserta kuil suci mereka. Ini permulaan dari Negeri Sikh, dan Guru Arjun disebut oleh para pengikutnya Sanchcha Padshah (Maharaja Sejati).

Gambar 2.23 Guru Arjan Dev

2.4.6 Guru Har Gobind

Guru yang keenam, Har Gobind (1606 – 1645), dikelilingi tukang pukul dan memerintahkan para pengikutnya untuk mempersenjatai diri. Dalam kuil-kuil Sikh, mengutip Kushwant Sing, “sebagai ganti menyanyikan puji-pujian perdamaian, maka para jamaah memperdengarkan balada untuk menggugah semangat kepahlawanan, sebagai ganti ceramah-ceramah agama, mereka mendiskusikan rencana-rencana penaklukkan militer.” Mereka menjadi besar, mempunyai angkatan bersenjata yang terlatih baik, terdiri dari infantri, kaveleri,


(68)

dan unit-unit arteleri. Di bawah kepemimpinan Har Gobind, mereka terlibat konflik bersenjata dengan pasukan-pasukan kerajaan kaisar Shah Jehan dalam beberapa kali pertempuran.

Gambar 2.24 Guru Har Gobind

2.4.7 Guru Har Rai

Guru ketujuh, Har Rai (1645 – 1661) adalah cucu Har Gobind. Dia tetap menjaga semangat militer kaum Sikh. Dia bersahabat dengan putera Maharaja Shah Jehan yang bersikap liberal, Dara Shikoh, dan membantunya dalam perang perebutan tahta melawan Aurangzeb. Har Rai mengabaikan putera sulungnya Ram Rai, karena yang belakangan ini mempunyai hubungan persahabatan dengan Maharaja Moghul Aurangzeb, dan kemudian menunjuk putera keduanya, yakni Har Krishan (1661–1664) sebagai penggantinya.


(69)

Gambar 2.25 Guru Har Rai

2.4.8 Guru Har Krishan

Har Krishan masih kanak-kanak ketika ditunjuk sebagai Guru. Kakaknya yang lebih tua, Ram Rai memisahkan diri dan membentuk sekte yang terpisah. Hari Krishen meninggal disaat dia berumur baru sembilan tahun. Di saat kematian Guru Hari Krishan, maka beberapa orang menyatakan bahwa mereka berhak menjadi gadi dari Guru.


(70)

2.4.9 Guru Tegh Bahadur

Orang yang akhirnya menjadi Guru ke sembilan adalah Tegh Bahadur (1664–1675). Ram Rai sebagai saingan terdekat menjadi musuh bebuyutannya. Rakyat India merasa tidak puas dengan kebijakan agama dari maharaja Aurangzeb. Guru Tegh Bahadur berada di antara lawan maharaja yang melakukan diskriminasi agama dan kurang toleran. Cunningham menulis bahwa Tegh Bahadur telah mengorganisir rombongan perampok, dan menindas, serta memaksa penduduk pedesaan.13 Ram Rai menarik perhatian Qadi yang marah terhadap Guru. Qadi mengambil keuntungan di saat ketidakhadiran maharaja di Delhi dengan memberlakukan hukum mati kepada Guru dengan alasan memberontak Putera Guru Tegh Bahadur, Gobind Sind menjadi Guru berikutnya.

Gambar 2.27 Guru Tegh Bahadur

2.4.10 Guru Gobind Singh

Guru Gobind Singh merupakan guru kesepuluh dan sebagai guru terakhir dari umat Sikh. Dia tidak mewariskan ajaran-ajarannya kepada keturunannya


(71)

tetapi dia mewariskan semua ajaran termasuk ajaran kesembilan guru sebelumnya kedalam sebuah kitab suci. Sehingga kitab suci tersebut dianggap sebagai guru kesebelas yang dimana semua ajaran tentang agama Sikh tinggal di dalamnya.

Dalam otobiografinya, Bichitra Natak, dia menulis: “Tuhan memerintahkan saya untuk pergi ke dunia. Pikiranku pada saat itu terpusat pada bunga anggrek di kaki Tuhan. Saya tidak ingin pergi, tetapi Tuhan mengirimku ke dunia dengan suatu mandat, firman Nya: ‘Aku pelihara engkau sebagai Putera Ku, dan mengirimkan engkau untuk menegakkan kemuliaan dan menyelamatkan rakyat.” Guru Gobind Singh melakukan suatu upacara yang disebut Khanda di-Pahul (Baptis Pedang), di mana dia memandikan lima murid yang terpilih disebut Piyaras. Dia mengirimkan satu cawan besi dan menaruhkan beberapa gula dan air di dalamnya. Kemudian dia mengaduknya dengan belati bersisi dua, dan menyebut adukannya sebagai Amrita, dan kelima Piyara meminumnya kemudian memakan sejenis bubur yang disebut Karah Parshad. Mereka diminta untuk memakai nama ‘Singh’(singa) dan memakai senjata pribadi serta memakai baju perang.


(72)

BAB III

DESKRIPSI ASA DI WAAR PADA IBADAH RUTIN SIKH

3.1 Pengertian Asa Di Waar

Asa Di Waar merupakan kumpulan 24 ayat yang diambil dari halaman 462-475 kitab suci Sikh yang bernama “Sri Guru Grant Sahib” yang biasanya untuk mempermudah penggunaannya dibuat kedalam satu buah buku. Asa Di Waar merupakan kidung pujian yang selalu menjadi pendahuluan dalam ibadah. Asa Di Waar dalam ibadah rutin umat Sikh merupakan pembacaan ke-24 ayat suci tersebut dengan cara menggunakan melodi. Dalam kata lain, Asa Di Waar dinyanyikan oleh para umat dalam ibadah rutin mereka. Asa Di Waar biasanya berdurasi kurang lebih 60 sampai 90 menit yang dimana umumnya dalam ibadah Sikh dimulai pada pukul 09.00 dan umunya berakhir pada pukul 10.00 sampai 10.30. Dalam pelaksanaannya, Asa Di Waar membaca ayat-ayat yang berupa pengharapan kepada Waheguru.

3.2 Sistem Upacara Keagamaan

Sistem upacara keagamaan secara khusus mengandung empat komponen penting dan menjadi perhatian khusus dari para ahli antropologi. Keempat komponem itu ialah : (1) tempat upacara keagamaan/ibadah dilakukan, (2) saat-saat upacara keagamaan/ibadah dilakukan, (3) benda-benda dan alat-alat upacara, (4) orang-orang yang melakukan dan yang memimpin upacara.


(73)

3.2.1 Tempat Ibadah

Tempat dilaksanakannya ibadah Sikh ini ialah Gurdwara. Gurdwara sendiri merupakan sebutan umat sikh untuk tempat peribadatan mereka. Dalam penelitian yang penulis lakukan, tempat ibadah yang penulis pilih ialah di Gurdwara Perbandak Committee, Tengku Umar, Medan. Namun tempat terperinci dilaksanakannya ibadah adalah didalam darbar sahib. Darbar sahib merupakan pusat dari gurdwara itu sendiri yang merupakan tempat dimana kitab Guru Granth Sahib diletakkan secara khusus di depan Gurdwara tersebut.

3.2.2 Waktu Ibadah

Waktu dilaksanakannya ibadah ialah pada hari Minggu. Tidak alasan khusus mengapa hari Minggu dipilih sebagai hari peribadahan mereka. Hari Minggu dipakai untuk beribadah karena di Indonesia hari Minggu diseakati sebagai hari Libur. Sehingga mereka memakai hari tersebut sebagai hari mereka untuk beribadah bersama. Ibadah pada umumnya dimulai pada pukul sembilan pagi hingga selesai yaitu kira-kira pukul satu siang.

3.2.3 Benda dan Peralatan Ibadah

Benda dan peralatan yang digunakan dalam ibadah yang dilakukan agama Sikh ialah sebagai berikut :

1) Kitab Guru Granth sahib, yang merupakan kitab suci agama Sikh yang dibaca pada saat ibadah dilangsungkan.


(74)

Gambar 3.1 Sri Guru Granth Sahib

2) Bunga dan dupa.

Bunga dan dupa umumnya diletakkan di sekeliling kitab suci sebagai lambang penghormatan umat Sikh kepada kitab suci yang mereka sebut sebagai salah satu guru mereka.

Gambar 3.2 Bunga dan dupa yang diletakkan di sekeliling kitab suci

3) Nishan Sahib adalah bendera lambang agama Sikh yang terbuat dari katun atau kain sutra, dengan rumbai di ujungnya.


(75)

Gambar 3.3 Nishan Sahib

4) Rumalla adalah istilah Punjabi untuk sepotong kain berbentuk persegi atau persegi panjang yang terbuat dari sutra digunakan untuk menutupi Guru Granth Sahib di Gurdwara jika tidak sedang dibaca.

Gambar 3.4 Rumalla

5) Chaur Sahib adalah alat yang digunakan untuk mengipasi Granth Sahib sebagai tanda penghormatan dan penghargaan terhadap tulisan suci.


(1)

1. Nama : Dalip Singh Umur : 57 tahun

Alamat : Jl. Cemara, Tebing Tinggi Pekerjaan : Pendeta

2. Nama : Rajbir Kaur Umur : 50 tahun

Alamat : Jl. Bersama, Gg. Imam no. 26, Polonia, Medan Pekerjaan : Guru, Pemusik di Gurdwara

3. Nama : Binder Kaur Umur : 50 tahun

Alamat : Kampung Lalang, Medan Pekerjaan : Pengusaha

4. Nama : Kirpal Singh Umur : 50 Tahun Alamat : Medan Pekerjaan : Pengusaha


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)