BAB II IDENTIFIKASI MASYARAKAT SIKH DI KOTA MEDAN 2.1 Gambaran Umum Kota Medan - Analisis Tekstual dan Musikal Asa Di Waar Dalam Ibadah Agama Sikh di Gurdwara Perbandak Committee, Tengku Umar, Medan

BAB II IDENTIFIKASI MASYARAKAT SIKH DI KOTA MEDAN

  2.1 Gambaran Umum Kota Medan

  Medan merupakan ibukota dari provinsi Sumatera Utara. Kota ini merupakan kota terbesar di pulau Sumatera. Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar.

  Secara

  geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut. Dimana di sebelah utara kota Medan berbatasan dengan selat Malaka. Di sebelah timur kota Medan berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang. Di sebelah selatan kota Medan berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang, dan di sebelah barat kota Medan juga berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang.

  Iklim Kota Medan, dipengaruhi oleh letaknya yang berada di Pesisir Timur Pulau Sumatera yang berarti dekat dengan Selat Malaka. Keadaan ini menyebabkan iklim Kota Medan cenderung panas ataupun tropis dengan suhu berkisar antara 24’-36’.

  Kota Medan berada pada ketinggian 2,5 M di bagian Utara-Belawan sampai 37,5 m di bagian Selatan di atas permukaan laut. Daerah Utara sampai 3 Km dari pantai, terdiri dari rawa-rawa yang mempunyai kedalaman 0,5 m sampai

  6 2,5 m ketika pasang surut dan pasang naik .

  Secara konstitusional Negara Indonesia di bagi dalam daerah provinsi dan daerah yang lebih kecil (Kota-Kabupaten). Masing-masing daerah pada dasarnya memiliki sifat otonom dan administratif. Adanya daerah, menjadikan adanya pemerintahan daerah, pertimbangan situasional, historis, politis, psikologis dan tehnis pemerintahan, merupakan latar belakang pemikiran strategis perlunya pemerintahan daerah di Indonesia.

  Suasana kejiwaan dan kebatinan inilah yang pada dasarnya menjadi semangat penyusunan dan diperlakukannya UU No 32 Tahun 2004 dan UU No 33 Tahun 2004, yang saat ini berlaku sebagai dasar-dasar penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dengan prinsip demokratis, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan dan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.

  Adanya pemerintahan daerah berkonsekuensi adanya Pemerintahan Daerah. Pemerintah Daerah Kota Medan adalah Walikota Medan beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai unsur penyalenggara pemerintah daerah. Secara garis besar struktur organisasi Pemerintah Kota Medan, dapat digambarkan sebagai berikut: 6                                                             

  Said Efendi, Strategi Pembangunan Mewujudkan Kota Medan Bestari, 1997, Medan: Yayasan Pola Pengembangan Daerah Medan-Indonesia, hlm. 57

  Sumber: Binamarga Pemko Medan

Tabel 2.1 Struktur Organisasi Pemerintah Kota Medan

  Fungsi Pemerintah Kota Medan pada dasarnya dapat dibagi ke dalam lima (5) sifat, yaitu : ( 1) Pemberian pelayanan, (2) Fungsi pengaturan (penetapan perda), (3) Fungsi pembangunan, (4) Fungsi perwakilan (dengan berinteraksi dengan Pemerintah Propinsi /Pusat), (5) Fungsi koordinasi dan perencanaan pembangunan kota.

  Penduduk Kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur agama, suku etnis, budaya dan keragaman adat istiadat. Hal ini memunculkan karakter sebagian besar penduduk Kota Medan bersifat terbuka. Secara Demografi, Kota Medan pada saat ini juga sedang mengalami masa transisi demografi. Kondisi tersebut menunjukkan proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian semakin menurun. Berbagai faktor yang mempengaruhi proses penurunan tingkat kelahiran adalah perubahan pola fikir masyarakat dan perubahan social ekonominya. Di sisi lain adanya faktor perbaikan gizi, kesehatan yang memadai juga mempengaruhi tingkat kematian.

  Dalam kependudukan dikenal istilah transisi penduduk. Istilah ini mengacu pada suatu proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi ke keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian rendah. Penurunan pada tingkat kelahiran ini disebabkan oleh banyak factor, antara lain perubahan pola berfikir masyarakat akibat pendidikan yang diperolehnya, dan juga disebabkan oleh perubahan pada aspek sosial ekonomi.

  Penurunan tingkat kematian disebabkan oleh membaiknya gizi masyarakat akibat dari pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pada tahap ini pertumbuhan penduduk mulai menurun.

  Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi. Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai berbagai dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural.

  Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik (commuters), mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.

  No. Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah

  12 Medan Helvetia 70,705 73,552 144,257

  20 Medan Marelan 71,287 69,127 140,414

  19 Medan Labuhan 56,676 54,497 111,173

  18 Medan Deli 84,520 82,273 166,793

  17 Medan Tembung 65,391 68,188 133,579

  45,144 48,184 93,328

  16 Medan Perjuangan

  15 Medan Timur 52,635 55,998 108,633

  14 Medan Barat 34,733 36,038 70,771

  13 Medan Petisah 29,367 32,382 61,749

  11 Medan Sunggal 55,403 57,341 112,744

  01 Medan Tuntungan

  10 Medan Selayang 49,293 50,024 98,317

  09 Medan Baru 17,576 21,940 39,516

  08 Medan Polonia 25,989 26,805 52,794

  07 Medan Maimun 19,411 20,170 39,581

  06 Medan Kota 35,239 37,341 72,580

  05 Medan Area 47,813 48,713 96,544

  04 Medan Denai 71,181 70,214 141,395

  03 Medan Amplas 56,175 56,968 113,143

  02 Medan Johor 61,085 62,766 123,851

  39,414 41,528 80,942

  21 Medan Belawan 48,889 46,617 95,506

  Jumlah 1,036,926 1,060,684 2,097,610 Sumber:

  BPS Kota Medan

Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Kota Medan Hasil Sensus Penduduk 2010

2.2 Sejarah Lahirnya Agama Sikh Sikhisme (bahasa:Punjabi) adalah salah satu agama terbesar di dunia.

  Agama ini berkembang pesat pada abad ke 16 dan 17 di India. Kata Sikhisme berasal dari kata Sikh, yang berarti “murid” atau “pelajar”. Agama Sikh atau Sikhisme adalah sebuah agama orang India , agama baru ini mengandung sedikit ajaran Islam dan Hindu di bawah semboyan “Bukan Hindu dan bukan Muslim”.

  Agama Sikh bermula di Sultanpur, berhampiran dengan Amritsar di wilayah Punjab, India. Pendiri dari agama sikh ini ialah Guru Nanak (1469-1539), seorang yang pada asalnya beragama Hindu tetapi atas keinginannya untuk menjadikan sebuah agama yang boleh diterima oleh semua orang di India, Guru Nanak telah menggabungkan ciri-ciri terbaik agama Islam dan Hindu. Beliau dilahirkan dalam keluarga Hindu yang ketat pada tahun 1469. Guru Nanak sejak kecil sudah menunjukkan pemberontakan terhadap ajaran Hindu. Sebuah kisah yang paling terkenal adalah bagaimana Guru Nanak kecil menolak pemasangan 7 . benang suci janeu Dalam tradisi Brahmin, bocah kecil yang beranjak dewasa akan mendapatkan benang suci putih yang diikatkan melingkar dari pundak kiri ke pinggang kanan. Benang ini dipakai terus sepanjang hidup. Setidaknya sekali dalam setahun, janeu kaum Brahmin diganti dalam upacara khusus. Hanya orang 7                                                              Janeu adalah benang suci umat Hindu. kasta Sudra (kasta terendah) yang tidak melingkarkan janeu di tubuh mereka. Tetapi Guru Nanak tak peduli, tetap tak mau memasang benang itu ke tubuhnya. Baginya, kualitas manusia bukan ditentukan oleh benang. Beliau bersabda, “Meskipun mereka melakukan pencurian, perzinahan, kebohongan, pelecehan, perampokan, dosa yang tak terbilang jumlahnya, menyakiti sesama makhuk siang malam, tetapi benang kapas selalul dilingkarkan Brahmana ke tubuh mereka. Mereka menggelar upacara, membunuh kambing, menyiapkan makanan, dan orang suci berkata ‘pasanglah janeu’. Ketika janeu itu sudah tua, benang itu dibuang, diganti yang lain. Tidaklah dawai itu kekal dan abadi kalau ia selalu rusak dan dibuang.”

  Semasanya, Guru Nanak sering berdebat dengan pemuka agama Hindu dan Muslim. Saripati keagungan kedua agama besar itu juga nampak dalam ajarannya. Guru Nanak adalah musafir, menempuh perjalanan beribu-ribu kilometer untuk mencari kebenaran hidup, pencerahan batin, dan keagungan Tuhan. Ia melintasi gunung-gunung salju Himalaya menuju Tibet, melintasi padang pasir Sindh, menyeberangi lautan Arabia, menempuh perjalanan suci ke tanah Mekkah, Baghdad, Persia, Afghan, untuk belajar dari alam semesta raya.

  Sri Guru Granth Sahib

  , kitab suci umat Sikh, bukan hanya ditulis oleh guru-guru Sikh, tetapi juga oleh orang suci dari kepercayaan dan agama lain.

  Hanya ada satu Tuhan, manusia bisa berhubungan langsung dengan Tuhan tanpa perlu perantaraan ritual atau pendeta, dan penolakan terhadap pembedaan manusia berdasar kasta dan gender adalah poin-poin utama dalam ajaran Sikh.

  Oleh karena itu, agama Sikh seperti Islam percaya kepada adanya satu Tuhan tetapi Tuhan penganut Sikh dipanggil Waheguru. Selepas beliau meninggal dunia, penggantinya juga diberi pangkat guru. Sebanyak sepuluh guru telah mengambil alih tempat Guru Nanak dan secara perlahan-lahan, mereka telah menjauhkan diri dari agama Hindu dan Islam.

  Rangkaian ini berakhir pada tahun 1708 selepas kematian Sri Guru Gobind Singh yang tidak meninggalkan pengganti manusia tetapi meninggalkan satu himpunan skrip suci yang dipanggil Adi Granth. Skrip ini kemudian diberi nama

  Sri Guru Granth Sahib

  (yang merupakan kitab suci umat Sikh). Sri Gobind Singh juga telah menubuhkan sebuah persatuan “Persaudaraan Khalsa Sikh”

2.2.1 Ciri Kaum Sikh

  Dalam teladannya, Sri Gobind Singh juga memulakan pemakaian seragam untuk lelaki Sikh yang taat kepada agamanya yang diberi gelaran “Lima K”. Dan pada saat ini, pemakaian seragam ini akhirnya menjadi satu ciri dari kaum Sikh itu sendiri.

  Lima K adalah lima hal yang selalu harus ada dan diwajibkan untuk dipakai, dengan keterangan sebagai berikut: (1) Kesh yang berarti memelihara rambut sebagai suatu symbol kepercayaan kepada Tuhan dan mengajarkan kerendahan hati. Setelah dibaptis

  Umat Sikh dilarang untuk memotong rambut yang ada di sekujur tubuhnya.

Gambar 2.1 Kesh

  Saat ini penggunaan Kesh mengalami perubahan. Dimana, tidak semua lelaki Sikh menggunaan Kesh tersebut. Hal ini dilakukan karena pada saat ini juga tidak semua lelaki Sikh berambut panjang.

  (2) Khanga yang berarti sisir. Umat Sikh harus terlihat rapi. Dengan menggunakan sisir ini mereka merapikan rambut yang kekusutan dan membersihkan rambut dari kotoran.

Gambar 2.2 Khanga

  (3) Karra yang berarti pertalian atau persaudaraan yang erat diantara pengikut agama Sikh. Karra merupakan sebuah Gelang yang terbuat dari baja tertentu. Maknanya yaitu: ikutilah agama secara menyeluruh, melambangkan suatu kebulatan antara sesame umat sikh, dan yang terakhir adalah sebagai penangkal dari aura-aura dan kekuatan negatif.

Gambar 2.3 Karra

  Penggunaan Karra sampai saat ini masih terus dipertahankan oleh umat Sikh. Penggunaan gelang tersebut pada saat ini tidak hanya dipertahankan oleh lelaki Sikh tetapi juga oleh perempuan Sikh. Hal ini sebagai penanda bahwa mereka adalah kaum Sikh.

  (4) Kachha yang berarti celana pendek. Merupakan suatu simbol pengawasan terhadap diri sendiri dan sifat moral yang tinggi.

Gambar 2.4 Kachha

  Dalam wawancara yang penulis lakukan, saat ini terjadi perubahan dalam penggunaan Kachha ini. Dimana, saat ini, kachha tidak selalu digunakan oleh semua kaum lelaki Sikh.

  (5) Kirpan merupakan pedang kecil. Ini merupakan simbol dari aktifitas kebaikan, penghormatan dan juga penghormatan pada diri sendiri. Namun pada zaman sekarang kirpan banyak digantikan dengan pedang-pedangan karena takut dianggap sebagai teroris.

Gambar 2.5 Kirpan

  Uraian di atas merupakan ciri-ciri kaum Sikh pada masa awal agam ini berdiri. Di dalam perkembangannya, beberapa penggunaan ciri ini banyak bergesar. Sebagai contoh saat ini tidak semua laki-laki Sikh memanjangkan rambutnya. Di dalam beberapa kali ibadah yang penulis ikuti, penulis menjumpai banyak pria Sikh yang saat ini tidak berambut panjang. Tetapi pemuka agama mereka seperti pendeta dan beberapa orang-orang tertentu masih memanjangkan rambut mereka. Hal ini ditandai dengan penggunaan sorban oleh para pendeta. Jemaat laki-laki yang lain, ada umumnya hanya memakai penutup kepala saja. Dari keadaan ini, penulis juga melihat adanya perkembangan penggunaan sorban oleh para laki-laki Sikh. Yang dimana, karena rambut mereka saat ini tidak lagi panjang, maka mereka tidak lagi menggunakan sorban.

Gambar 2.6 Penggunaan Ciri Laki-laki Sikh Untuk perempuan Sikh, biasanya menggunakan penutup kepala dan pakaian yang menutup aurat, celana longgar, baju selutut, selendang 2 meter. Dan pakaian yang mereka kenakan mirip ataupun hampir sama dengan baju sari yang sering digunakan oleh perempuan India pada umumnya.

Gambar 2.7 Penggunaan Ciri Perempuan Sikh

2.3 Keberadaan Agama Sikh di Medan

  Dalam bagian ini penulis akan menjelaskan tentang keberadaan Agama Sikh di kota Medan. Beberapa hal yang menyangkut di dalamnya seperti sejarah agama Sikh, sistem ibadah yang dimana nanti akan dibahas juga tentang tempat ibadah yang merupakan lokasi penelitian penulis yaitu Gurdwara Perbandak

  Committee

  Teuku Umar Medan. Sistem bahasa dan sistem kesenian juga akan menjadi bagian dari pembahasan pada topik ini karena dianggap penting dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari umat Sikh itu sendiri.

2.3.1 Sejarah Agama Sikh di Medan Ajaran Sikh masuk ke Indonesia melalui pedagang India dan Gujarat.

  Namun menurut pengakuan dari salah seorang penganut agama Sikh bernama Baldev Singh (41) disamping masuk melalui jalur perdagangan namun ada juga beberapa yang dibonceng oleh tentara sekutu pada perang dunia kedua. Mereka dipekerjakan pada perkebunan-perkebunan milik pemerintah. Namun kurang begitu terekspos beritanya. Kemudian mereka mulai masuk ke Indonesia secara bertahap dan akhirnya menjadi berkembang. “ Pak tua saya dulu ikut menjadi pejuang kemerdekaan, beliau meninggal pada tahun 1975”, tutur Baldev .

  Di Indonesia umat Sikh sudah mencapai 80.000 Jiwa. Mereka hidup menyebar di seluruh pelosok tanah air seperti Jakarta, Medan, dan Palembang.

  Dan umat Sikh yang terbesar ada di wilayah Medan dan sekitarnya.

  Telah diketahui bahwa sejak perkebunan tembakau dibuka (1863) di Sumatera Utara oleh Jacobus Nienhys, buruh dari Cina, India, dan Pulau Jawa didatangkan dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di berbagai wilayah di Sumatera Utara. Orang-orang Sikh yang bekerja di perkebunan pada umumnya bekerja sebagai pengawas dan pengantar surat di perkebunan, serta memelihara ternak sapi. Selain mereka yang didatangkan sebagai kuli, migran lain pun terus berdatangan untuk tujuan berdagang dan mengisi berbagai lowongan pekerjaan yang tersedia (Zulkifli Lubis 2005).

  Gelombang kedatangan buruh perkebunan inilah yang membawa masyarakat Sikh, agama dan kebudayaannya masuk ke kota Medan.

  Banyaknya umat Sikh yang ada di Medan, menyebabkan pembangunan rumah ibadah Sikh lebih banyak dari kota-kota lain di Sumatera Utara. Di Medan, ada 4 Gurdwara(rumah ibadah) Sikh yaitu: Gurdwara Perbandak Committee (Jalan Teuku Umar), Gurdwara Shree Guru Arjundev Ji (Jalan Mawar Sari Rejo, Karang Sari, Polonia), Gurdwara Tegh Bahadur (jalan Polonia), dan Gurdwara

  Nanak Dev Ji (jalan Karya Murni).

2.3.2 Sistem Ibadah

  Sikh dimulai oleh Guru Nanak sekitar 530 tahun yang silam dan ini dimulai dari desa kelahirannya yaitu Talwan di dekat Lahore (Pakistan). Kata Sikh yang berarti pengikut atau murid, dimana hanya mempercayai adanya satu Tuhan dan mereka menyebutnya dengan Waheguru. Jadi setiap ada sesuatu kejadian yang mengejutkan,mereka langsung menyebut waheguru. Suku bangsa Punjabi yang menganut ajaran Sikh disini berlandaskan kepada ajaran-ajaran kesepuluh guru yang berpedoman pada Sri Guru Granth Shaib (Aulakh,Sukdev Singh,1999:1).

  Guru Nanak merupakan guru pertama dari semua ajaran Sikh dan disini guru Nanak memberikan tiga ajaran yang harus dipatuhi yaitu seorang Sikh harus beribadah atau sembahyang (Nan Chepu), seorang Sikh harus bekerja, berkarya dengan halal (Kherte Kheru), dan Seorang Sikh harus berbagi, berbuat social pada siapa saja (Whende Shepu). Guru Nanak ini mendirikan ajaran Sikh pada tahun 1469 M. Seperti yang dijelaskan bahwa guru Nanak mewajibkan pengikutnya untuk mematuhi ketiga peraturan yang telah diajarkan oleh Guru Nanak tersebut. Dalam ajaran Sikh ada juga ketentuan yang harus dilaksanakan yaitu membaca Guru Granth Shaib, mendengarkan, mengadakan silaturahmi dan memberikan pencaharian sebanyak 10%. Beberapa ajaran yang diberikan oleh Guru Nanak harus wajib dilaksanakan atau dijalankan selaku mengikuti ajaran Sikh.

  Bagi Sikh tidak ada batasan hari dalam melaksanakan ibadah karena penganut Sikh melakukan ibadah setiap hari, namun ada satu hari yang paling khusus dan diwajibkan untuk beribadah yaitu pada hari minggu, semua umat Sikh pergi ke Gurdwara terdekat dan pada hari itu terdapat sebuah kotak sumbangan sebanyak dua buah. Adanya kotak sumbangan ini guna untuk keperluan

  Gurdwara

  dan umat Sikh. Pada hari Minggu acara ibadah akan dimulai pada pukul 09.00 sampai dengan pukul 12.00 wib. Sementara pada hari-hari biasa, semua penganut Sikh beribadah pada pagi hari dimulai pukul 03.00 sampai sore hari pada pukul 18.00 wib.

  Dan pada ajaran Sikh terdapat banyak acara-acara ritual yaitu seperti peringatan hari-hari guru, kematian, perkawinan, pembaptisan atau pemberian nama, pengibaran bendera agama. Namun di setiap acara ritual keagamaan ini,mereka selalu mengawalinya dengan membacakan Guru Granth Shaib dengan hikmat. Dengan demikian, setiap acara dapat berjalan baik dan penuh berkah. Kegiatan-kegiatan ritual ini membuat setiap ajaran Sikh dapat memahami ajaran- ajaran yang ditinggalkan oleh kesepuluh Gurunya.

2.3.2.1 Gurdwara Perbandak Committee Teuku Umar Medan

  Gurdwara

  Teuku Umar didirikan pada tahun 1953. Pada saat itu bangunan

  Gurdwara

  masih dalam keadaan yang sederhana dan kecil yaitu hanya dilapisi dengan atap tepas dan berdindingkan papan. Dan ini didirikan oleh Banta Singh Fatupila, Chanan Singh Kour arka, Shinggara Singh Chabal, Djagat Singh Chabal, Harnam Singh Kairon, masyarakat suku Punjabi yang lainnya dan juga masyarakat setempat. Pertambahan penduduk suku bangsa Punjabi yang semakin banyak saat itu, menjadi awal dari perubahan luas bangunan untuk lebih mendirikan sebuah Gurdwara yang cukup besar dan nyaman. Dan Gurdwara ini dinamakan dengan Gurdwara Perbandak Committee.

Gambar 2.8 Tampak depan Gurdwara Perbandak Committee Tengku UmarGambar 2.9 Pintu masuk Gurdwara dari bagian sisi belakang

  Beberapa hal yang terlihat pada Gurdwara ini ialah terlihat dari bangunannya yang cukup besar dan banyak dilapisi dengan warna emas pada setiap bangunan dan pada kubah yang ada. Bentuk bangunan ini mengikuti bentuk

  Gurdwara

  di India sebagai identitas ajaran Sikh itu sendiri. Terdapat beberapa unit kipas angin yang menandakan adanya kesejukan pada tempat ibadah serta di tengahnya terdapat kubah kecil, yang dihiasi dengan kain (rumalla) guna menutupi kitab suci agar terhindar dari serangga-serangga kecil untuk tempat sang Pendeta dalam membacakan Guru Granth Sahib, terdapat kamar khusus Guru

  Granth Sahib (kitab suci).

  Sementara pada bagian kanan altar terdapat tempat pemain musik (level) dalam mengiring acara ibadah dan pada bagian kiri terdapat tempat penyimpanan manisan atau manisan berkah yang akan diberikan usai acara ibadah.

Gambar 2.10 Sisi kanan kitab suci, tempat pemain musik (level)Gambar 2.11 Sisi kiri kitab suci tempat manisan yang dibagikan usai ibadah

  Guru Granth Sahib

  adalah kitab suci pada ajaran Sikh. Setiap Sikh menganggap kitab ini sebuah kitab yang menyimpan berbagai ajaran-ajaran suci yang akan menuntun orang Sikh ke jalan Tuhan. Keberadaan Guru Granth Sahib ini menjadi hal yang terpenting dan bersifat sakral.

Gambar 2.12 Kitab Sri Guru Granth Sahib

  

Hal ini terlihat dari cara ajaran Sikh dalam menjaga kitab suci tersebut dengan

menyediakan kamar khusus yang dilengkapi dengan tempat tidur serta selimut guna menutupi kitab suci ini. Ruangan tersebut juga diberi Air Conditioner (AC) untuk memberi kenyamanan kepada kitab Sri Guru Granth Sahib. Pada malam hari, lampu di dalam ruangan tersebut dimatikan dan lampu tidur dinyalakan. Semua perlakuan- perlakuan ini mereka lakukan karena bagi ajaran Sikh, Guru Granth Sahib dianggap nyata dan hidup sehingga semua ajaran Sikh memperlakukan dengan sangat teliti.

Gambar 2.13 Kamar Khusus Sri Guru Granth Sahib

  Didepan pintu masuk Gurdwara dan setiap sudut bangunan juga terdapat simbol-simbol Sikh yaitu ik kiwangkar, khenda kerpan perisai. Dan pada bagian depan altar terdapat tempat peletakkan sumbangan dan ini digunakan untuk membiayai segala keperluan Gurdwara serta jemaat. Lalu bunga dan dupa juga diletakkan di depan kitab suci untuk memperindah dan untuk menghormati kitab suci ini.

Gambar 2.14 Khenda kerpan perisai diletakkan diatas pintu masuk Gurdwara

  Hal lain yang ada pada Gurdwara ialah terdapat dapur umum (langgar) yang dibuat guna untuk memberikan makanan pada semua umat Sikh serta orang- orang yang datang ke Gurdwara. Siapa saja boleh masuk dan makan di langgar ini. Dalam dapur umum ini terdapat berbagai jenis makanan seperti roti chane yang terbuat dari tepung roti dan kacang hijau dan sayur-sayuran terkecuali telur dan daging karena suku bangsa Punjabi yang menganut ajaran Sikh, tidak mengkonsumsi daging karena bagi mereka hewan itu adalah makhluk hidup yang memiliki nyawa sama halnya seperti manusia (Wawancara, 08 Juli 2012).

Gambar 2.15 Langgar Gurdwara Perbandak Committee Teuku UmarGambar 2.16 Kacang hijau dan sayur-sayuran yang disajikan di langgar

  Dalam memasuki wilayah Gurdwara ada aturan-aturan khusus yaitu tidak boleh membawa rokok di area Gurdwara apalagi menghisap rokok. Diharuskan memakai penutup kepala atau sorban, menanggalkan alas kaki dan disimpan pada tempat yang telah disediakan, lalu mencuci kaki ditempat yang telah disediakan. Beberapa aturan ini dilakukan untuk lebih menghargai tempat ibadah karena tempat ibadah adalah tempat yang suci, bersih dan saat melakukan ibadah pun dapat lebih tenang (Wawancara, 19 April 2012).

  Berbeda dengan tiga Gurdwara lain yang ada di kota Medan, dulunya

  Gurdwara

  ini memiliki yayasan perguruan. Masyakarat Sikh di kota Medan sering menyebutnya dengan sekolah Khalsa. Walaupun saat ini yayasan tersebut sudah tidak beroperasional lagi, namun bangunan yayasan masih utuh hingga saat ini.

Gambar 2.17 Yayasan Guru Nanak Sikh Educational BoardGambar 2.18 Bangunan lama Yayasan Guru Nanak Sikh Educational Board

2.3.3 Sistem Bahasa

  Bahasa merupakan suatu bentuk perantara dalam melakukan komunikasi, baik itu secara lisan maupun tulisan. Seperti yang telah penulis kemukakan pada bab pertama, bahwa penganut agama Sikh pada umunya ialah bangsa India dengan suku Punjabi, maka bahasa yang mereka gunakan ialah bahasa Punjabi.

  Walaupun mereka juga tetap menggunakan bahasa Indonesia untuk berinteraksi dengan suku lain. Tetapi pada saaat di dalam tempat ibadah, sesama mereka umumnya mereka menggunakan bahasa Punjabi.

  Penggunaan, pengucapan, penulisan bahasa Punjabi sangatlah rumit dan karena itu terkadang dari suku bangsa Punjabi itu sendiri ada yang tidak mengerti bahasa Punjabi dan juga ada yang mengeri namun sulit mengucapkannya. Dalam bahasa Punjabi terdapat dua jenis bahasa yang digunakan yaitu bahasa yang digunakan pada kitab suci atau bahasa Punjabi halus yang dari Negara India asli dan bahasa yang sudah tercampur dengan bahasa inggris atau bahasa Punjabi kampung (Phende whali Punjab). Misalnya penyebutan kata besok, dalam bahasa Punjabi halus disebut dengan khal sedangkan dalam bahasa Punjabi kampong disebut phalke. Dengan demikian terkadang bahasa yang terdapat pada kitab suci sangat sulit dimengerti jadi orang-orang yang menggunakannya adalah orang- orang tertentu seperti para pendeta serta orang yang telah belajar bahasa yang ada dalam kitab suci tersebut sedangkan bahasa Punjabi kampung masih bisa dimengerti karena jenis bahasa tersebut dicampur dengan bahasa inggris. Pada suku bangsa Punjabi terdapat 35 (tiga puluh lima) vokal yang masing-masing huruf mengandung arti yang berbeda. Dan dalam suku bangsa Punjabi tidak ada kata tunggal dan kata jamak.

2.3.4 Aspek Pendukung Lain

  Beberapa aspek pendukung lain dari keberadaan agama Sikh di Medan dapat dilihat dari sistem mata pencaharian dan sistem kekerabatan mereka.

2.3.4.1 Sistem Mata Pencaharian

  Pada masa saat ini, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, masyarakat Sikh di berbagai tempat secara umum memiliki mata pencaharian yang hampir sama. Sistem mata pencaharian masyarakat Sikh dikenal dengan sebutan ‘S4’, yaitu: sekolah, susu, sport, dan supir. Sekolah artinya menjadi seorang guru dengan menempuh pendidikan yang tinggi, kebanyakan dari mereka menjadi guru Bahasa Inggris. Susu artinya menjadi seorang peternak sapi atau lembu yang sejak dulu susu perahannya sudah dikenal banyak orang. Sport artinya membuka toko sport yang menjual semua peralatan olahraga. Supir artinya menjadi seorang supir (Wawancara dengan Bapak Dalip Singh, 19 April 2012).

  Dan pekerjaan lainnya sebagaimana yang dikatakan (Lubis,2005 : 146) bahwa terdapat masyarakat Sikh yang berprofesi sebagai dokter, pengusaha, dosen, akuntan dan lain sebagainya. Namun diantara semua pekerjaan diatas, terdapat satu pekerjaan yang dilakukan dari turun-temurun yaitu beternak sapi.

  Dan ini terlihat di Teuku Umar, meskipun mereka mempunyai pekerjaan yang lebih bagus tetapi tetap saja mereka menjadi peternak sapi guna mendapatkan susu dan minyak sapi. Susu hasil perahan ini dikonsumsi sendiri, dijual sedangkan minyak sapinya digunakan untuk campuran makanan seperti makanan yang terdapat di Gurdwara. Veneta (1998:26) menjelaskan bahwa dalam beternak sapi, umat Sikh mendapatkan kesulitan memperoleh surat izin usaha dari Pemerintah agar ternak yang diperbolehkan keluar dari tanah peternak untu merumput di hutan, resiko ternak mati, dicuri, sakit dan biaya pengobatan, jumlah susu berkurang karena kurangnya rumput. Dan karena itu, tidak banyak lagi masyarakat Sikh bekerja sebagai peternak sapi dan jika yang masih menekuninya itu karena, ia memiliki lahan yang luas sehingga di bagian belakang rumahnya dapat memelihara sapi. Dan karena beberapa faktor itulah yang menyebabkan kurangnya suku bangsa Punjabi yang memelihara sapi. Namun dalam hal ini mata pencaharian suku bangsa ini menyatakan bahwa pada prinsipnya, jika mereka memiliki kemampuan dalam hal ekonomi lebih baik membuka usaha sendiri dari pada harus bekerja dengan orang lain (Nababan, Surya Christina, 2011).

2.3.4.2 Sistem Kekerabatan

  Masyarakat Sikh menganut sistem kekerabatan patrilineal, yang artinya garis keturunan ditentukan melalui seorang laki-laki atau seorang ayah. Misalnya seorang laki-laki bermarga Sandhu menikah seorang perempuan bermarga Maan, maka anaknya laki-laki atau perempuan akan memiliki marga ayahnya yaitu Sekhon. Untuk lebih jelasnya kita dapat melihat skema berikut ini:

  ♂ ♀

  (A. Sekhon) (B. Maan)

  ♂ ♀ ♂

  (C. Sekhon) (D. Sekhon) (E. Sekhon)

Bagan 2.1 Sistem Kekerabatan

  Patrilineal Sikh Masyarakat Sikh dapat dikenali dari ciri khas namanya. Setiap laki-laki, diberi gelar ‘Singh’ di belakang namanya, contoh: Y Singh Sekhon. Dan untuk perempuan diberi gelar ‘Kaur’ di belakang namanya, contoh: X. Kaur Maan. Berikut merupakan beberapa contoh marga yang ada pada masyarakat Sikh: Sekhon, Maan, Dieol, Sran, Sandhu, Gill, Dhillon, Siwia, Senggah, Sidhu, dan lain sebagainya.

2.4 Kesepuluh Guru

  Ada sepuluh guru yang sampai saat ini menjadi guru yang memberikan pengajaran tentang Sikh. Mereka juga merupakan orang-orang yang menulis tentang ajaran-ajaran baik dalam agama ini yang dibuat kedalam Sri Guru Granth Sahib.

2.4.1 Guru Nanak Dev

  Guru Nanak sebagai guru pertama dari umat Sikh, seperti yang telah kita saksikan, mengajarkan agama yang berbeda dengan agama Hindu. Ide keagamaannya hampir-hampir sama dengan ajaran Islam. Namun sebagai ironi sejarah, dengan berlalunya waktu, maka kaum Sikh yang menyatakan diri sebagai

  8 pengikut Guru Nanak.

   

Gambar 2.19 Guru Nanak Dev

  Guru Nanak merupakan salah wsatu guru yang banyak memberi ajaran yang di masukkan ke dalam kitab suci agama Sikh, yang dimana dalam kesehariannya mereka sering membaca dan meneladani ajaran baik dari guru ini.

2.4.2 Guru Angad Dev

  Guru Pewaris pertama dari Guru Nanak dan Guru yang kedua adalah Bhai Lehna, belakangan disebut sebagai Guru Angad (1539–1552). Dia adalah pengikut yang berbakti dari Guru Nanak, dan menjalani hidup sederhana seperti guru besarnya. Sumbangan Guru Angad yang terbesar kepada sejarah Sikh dan agamanya adalah pembagian naskah Punjabi. Gurmukhi, catatan yang di dalamnya terdapat hymne dan kata-kata dari Guru Nanak. Ini membentuk inti dari kitab suci Sikh yang belakangan hari berkembang menjadi Sri Guru Granth

  Sahib . 8                                                              Guru Gobind Singh  Tentang kesepuluh guru bersumber dari buku Bhagat Lakshman Singh, The Life and Work of (terjemahan). 

Gambar 2.20 Guru Angad Dev

2.4.3 Guru Amar Das

  Guru ketiga adalah Amar Das (1552–1574). Dia mengorganisir kaum Sikh dalam 22 Manjis atau rayon, dan mendirikan lembaga dapur umum yang bebas bea, disebut Guru-ka-Langgar, di mana orang-orang dari segala kasta makan bersama-sama. Dinyatakan bahwa Guru Amar Das sebagai pembaharu sosial yang besar.

Gambar 2.21 Guru Amar Das

  2.4.4 Guru Ram Das

  Guru keempat adalah Ram Das (1574–1581). Dia memulai pembangunan sebuah danau besar, disebut Amritsar (danau Nectar) dan merencanakan juga pembangunan Kuil Emas di tengah-tengah danau itu. Ram Das mulai mengumpulkan sumbangan tetap untuk manajemen masyarakat Sikh dan kegiatan khusus resmi lainnya. Ram Das adalah Guru yang pertama kali menunjuk puteranya sendiri sebagai penggantinya, jadi dialah yang secara resmi menjadikan Guru sebagai keturunan.

Gambar 2.22 Guru Ram Das

  2.4.5 Guru Arjan Dev

  Guru yang kelima, Arjun (1581 – 1606) yang memainkan peranan menentukan dari sejarah kaum Sikh. Awal mulanya, dia meneruskan pembangunan Kuil Emas dan menyediakan bagi kaum Sikh suatu markas dan tempat berlatih. Kedua, dia mengumpulkan Kitab Suci Sikh, Sri Guru Granth

  Sahib

  , di mana dia memasukkan karangannya sendiri bersama-sama keempat pendahulunya. Ketiga, dia mengorganisir kaum Sikh dalam suatu masyarakat terpisah dengan kitab suci tersendiri, dan menjadikan danau suci beserta kuil suci mereka. Ini permulaan dari Negeri Sikh, dan Guru Arjun disebut oleh para pengikutnya Sanchcha Padshah (Maharaja Sejati).

Gambar 2.23 Guru Arjan Dev

2.4.6 Guru Har Gobind

  Guru yang keenam, Har Gobind (1606 – 1645), dikelilingi tukang pukul dan memerintahkan para pengikutnya untuk mempersenjatai diri. Dalam kuil-kuil Sikh, mengutip Kushwant Sing, “sebagai ganti menyanyikan puji-pujian perdamaian, maka para jamaah memperdengarkan balada untuk menggugah semangat kepahlawanan, sebagai ganti ceramah-ceramah agama, mereka mendiskusikan rencana-rencana penaklukkan militer.” Mereka menjadi besar, mempunyai angkatan bersenjata yang terlatih baik, terdiri dari infantri, kaveleri, dan unit-unit arteleri. Di bawah kepemimpinan Har Gobind, mereka terlibat konflik bersenjata dengan pasukan-pasukan kerajaan kaisar Shah Jehan dalam beberapa kali pertempuran.

Gambar 2.24 Guru Har Gobind

2.4.7 Guru Har Rai

  Guru ketujuh, Har Rai (1645 – 1661) adalah cucu Har Gobind. Dia tetap menjaga semangat militer kaum Sikh. Dia bersahabat dengan putera Maharaja Shah Jehan yang bersikap liberal, Dara Shikoh, dan membantunya dalam perang perebutan tahta melawan Aurangzeb. Har Rai mengabaikan putera sulungnya Ram Rai, karena yang belakangan ini mempunyai hubungan persahabatan dengan Maharaja Moghul Aurangzeb, dan kemudian menunjuk putera keduanya, yakni Har Krishan (1661–1664) sebagai penggantinya.

Gambar 2.25 Guru Har Rai

2.4.8 Guru Har Krishan

  Har Krishan masih kanak-kanak ketika ditunjuk sebagai Guru. Kakaknya yang lebih tua, Ram Rai memisahkan diri dan membentuk sekte yang terpisah.

  Hari Krishen meninggal disaat dia berumur baru sembilan tahun. Di saat kematian Guru Hari Krishan, maka beberapa orang menyatakan bahwa mereka berhak menjadi gadi dari Guru.

Gambar 2.26 Guru Har Krishan

  2.4.9 Guru Tegh Bahadur

  Orang yang akhirnya menjadi Guru ke sembilan adalah Tegh Bahadur (1664–1675). Ram Rai sebagai saingan terdekat menjadi musuh bebuyutannya.

  Rakyat India merasa tidak puas dengan kebijakan agama dari maharaja Aurangzeb. Guru Tegh Bahadur berada di antara lawan maharaja yang melakukan diskriminasi agama dan kurang toleran. Cunningham menulis bahwa Tegh Bahadur telah mengorganisir rombongan perampok, dan menindas, serta memaksa penduduk pedesaan.13 Ram Rai menarik perhatian Qadi yang marah terhadap Guru. Qadi mengambil keuntungan di saat ketidakhadiran maharaja di Delhi dengan memberlakukan hukum mati kepada Guru dengan alasan memberontak Putera Guru Tegh Bahadur, Gobind Sind menjadi Guru berikutnya.

Gambar 2.27 Guru Tegh Bahadur

  2.4.10 Guru Gobind Singh

  Guru Gobind Singh merupakan guru kesepuluh dan sebagai

   guru terakhir

  dari umat Sikh. Dia tidak mewariskan ajaran-ajarannya kepada keturunannya tetapi dia mewariskan semua ajaran termasuk ajaran kesembilan guru sebelumnya kedalam sebuah kitab suci. Sehingga kitab suci tersebut dianggap sebagai guru kesebelas yang dimana semua ajaran tentang agama Sikh tinggal di dalamnya.

  Dalam otobiografinya, Bichitra Natak, dia menulis: “Tuhan memerintahkan saya untuk pergi ke dunia. Pikiranku pada saat itu terpusat pada bunga anggrek di kaki Tuhan. Saya tidak ingin pergi, tetapi Tuhan mengirimku ke dunia dengan suatu mandat, firman Nya: ‘Aku pelihara engkau sebagai Putera Ku, dan mengirimkan engkau untuk menegakkan kemuliaan dan menyelamatkan rakyat.” Guru Gobind Singh melakukan suatu upacara yang disebut Khanda di-

  Pahul

  (Baptis Pedang), di mana dia memandikan lima murid yang terpilih disebut

  Piyaras

  . Dia mengirimkan satu cawan besi dan menaruhkan beberapa gula dan air di dalamnya. Kemudian dia mengaduknya dengan belati bersisi dua, dan menyebut adukannya sebagai Amrita, dan kelima Piyara meminumnya kemudian memakan sejenis bubur yang disebut Karah Parshad. Mereka diminta untuk memakai nama ‘Singh’(singa) dan memakai senjata pribadi serta memakai baju perang.

Dokumen yang terkait

Analisis Tekstual dan Musikal Asa Di Waar Dalam Ibadah Agama Sikh di Gurdwara Perbandak Committee, Tengku Umar, Medan

2 88 126

Kirtan pada Ibadah Mingguan Masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan : Kajian Struktural Melodi dan Tekstual

0 57 108

Kirtan Pada Ibadah Mingguan Masyarakat Sikh Di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan: Kajian Struktur Tekstual Dan Melodi

0 41 108

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN, SEKTE SAI BABA DAN KEBERADAANNYA DI MEDAN 2.1 Gambaran Umum di Kota Medan - Analisis Nyanyian Bhajan pada Sekte Sai Baba di Medan

1 7 20

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT SUNDA DI KOTA MEDAN - Deskripsi Pertunjukan Tari Merak dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Adat Sunda di Kota Medan

0 0 22

BAB III DINAS PENDAPATAN KOTA MEDAN A. Gambaran Umum Dinas Pendapatan Kota Medan - Analisis Pengendalian Internal Dalam Pencapaian Target Penerimaan Pajak Parkir Pada Dinas Pendapatan Kota Medan - Repository UIN Sumatera Utara

0 0 14

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pariwisata - Upaya Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kota Medan Dalam Meningkatkan Kunjungan Wisatawan Di Kota Medan

0 1 10

BAB II MASYARAKAT SIKH DI KOTA MEDAN YANG HETEROGEN - Kirtan pada Ibadah Mingguan Masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan : Kajian Struktural Melodi dan Tekstual

0 1 23

BAB I PENDAHULUAN - Kirtan pada Ibadah Mingguan Masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan : Kajian Struktural Melodi dan Tekstual

0 0 25

Kirtan pada Ibadah Mingguan Masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan : Kajian Struktural Melodi dan Tekstual

0 1 17