BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Relasi Kekuasaan Kepala Daerah Dengan Kepala Desa (Melihat Good Governance Kepala Desa Nagori Dolok Huluan, Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desa merupakan organisasi terkecil yang berhubungan langsung dengan rakyat, secara hirarki desa menjadi pemerintahan terkecil dalam struktur negara. Namun secara umum desa berada jauh dari pusat kekuasaan yang berada
diatasnya, padahal desa memiliki arti penting dalam penyelengaraan pelayanan publik serta berperan besar memfasilitasi publik dalam hal pemenuhan hak hak publik di tingkat lokal.
Desa dikatakan sebagai suatu wilayah terkecil dari negara yang dikelola secara formal dan mandiri oleh kelompok masyarakat yang berdiam didalamnya dengan aturan-aturan yang disepakati bersama dengan tujuan menciptakan keteraturan, kebahagiaan dan kesejahteraan bersama yang dianggap menjadi hak dan tanggung jawab bersama kelompok masyarakat tersebut.
Secara umum masyarakat desa bertempat tinggal di suatu wilayah administrasi dimana setiap penduduk saling mengenal dan masih didominasi nilai nilai leluhur dari penduduk desa tersebut, desa sebagai tempat hidup masyarakat didominasi oleh mata pencaharian dari pertanian dan juga biasanya desa bersifat homogen penduduknya.
Masyarakat desa sebagai sistem sosial berbeda dengan contoh sistem sosial lain seperti kelompok sosial atau organisasi sosial. Mayarakat desa merupakan sistem sosial yang komprehensif, artinya di dalam masyarakat desa terdapat semua bentuk pengorganisasian atau lembaga lembaga yang diperlukan untuk kelangsungan hidup dan untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan dasar manusia. Namun ini tidak berarti 100% masyarakat itu secara ekonomi betul betul
.
dapat memenuhi kebutuhan kebutuhannya sendiri Dari sudut pandang politik desa akan diidentifikasi sebagai sebuah organisasi kekuasaan. Undang - Undang No. 22 Tahun 1999 menyatakam bahwa pemerintahan desa adalah pelaksana kegiatan penyelenggara pemerintahan yang terendah langsung di bawah Pemerintahan Kecamatan. Pemerintahan desa terdiri atas, kepala desa, BPD dan perangkat desa yaitu sekretaris desa dan perangkat desa lainnya. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 64 Tahun 1999 telah memberikan peluang dan kesempatan bagi desa dalam memberdayakan masyarakat desa, untuk menghidupkan kembali parlemen desa dengan tujuan membangun relasi yang demokratis (desentralisasi dan demokrasi lokal) melalui perluasan ruang partisipasi politik pada masyarakat desa, untuk menghapus dan mengakhiri sentralisasi dalam mewujudkan suatu masyarakat yang otonom ( desa otonom ).
Pemerintahan desa memiliki peranan signifikan dalam pengelolaan proses 1 sosial di dalam masyarakat, tugas utama yang harus diemban pemerintah desa Jabal Tarik Ibrahim. 2003. Sosiologi Pedesaan. Malang : UMM Pres. hal 30. adalah bagaimana menciptakan kehidupan demokratik, memberikan pelayanan sosial yang baik sehingga dapat membawa warganya pada kehidupan yang
sejahtera, rasa tentram dan berkeadilan . Pemerintahan Desa diharapkan harus mampu mewujudkan peran aktif masyarakat, agar masyarakat senantiasa memiliki dan turut bertanggung jawab terhadap perkembangan kehidupan bersama sebagai sesama warga desa.
Jika dilihat dari segi kewilayahan maka desa merupakan pemerintahan yang menyelengggarakan fungsi fungsi pelayanan publik langsung kepada masyarakat, Pemerintahan Desa merupakan subsistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan nasional, sehingga harus mampu memberikan pelayanan secara efektif kepada masyarakat, serta mampu mewujudkan penyelengaraan pemerintahan desa yang demokratis. Pada dasarnya kehidupan berdemokrasi yang dapat di sesuaikan secara langsung dengan nilai nilai yang ada pada bangsa ini dapat dimulai dari demokrasi di desa. Secara historis pun akar pemerintahan Indonesia adalah pemerintahan desa atau system pemerintahan desa. Artinya sebelum Pemerintahan Indonesia eksis yang ada adalah pemerintahan desa, di Indonesia sekarang terdapat kurang lebih 70.000 buah desa dan masyarakat indonesia mayoritas masih tinggal di desa.
Pemerintah Orde Baru mengatur Pemerintahan Desa/Marga melalui UU No. 5/1979 tentang Pemerintahan Desa. Undang-undang ini bertujuan untuk 2 menyeragamkan nama, bentuk, susunan dan kedudukan Pemerintahan Desa. Pada AAGN Ari Dwi Payana. 2003. Membangun Good governance di Desa. Yogjakarta : IRE pres. hal 33. masa ini hak ulayat desa tidak dijadikan salah satu hal yang dapat menjadi nilai nilai dalam mengambil keputusan terkait kepentingan desa, sebagai institusi dengan kedudukannya sebagai pemerintahan terendah di level bernegara tepat dibawah kekuasaan pemerintahan kecamatan, tentu saja penyelenggaraan pemerintahan dan tata kelola desa akan didominasi persetujuan berdasarkan dari pihak Kecamatan. Secara otomatis kemandirian desa akan terpasung dan masyarakat desa yang diwakili oleh pemerintahan desa tidak memiliki kewenangan dalam mengelola serta mengatur wilayahnya sendiri.
Demokrasi yang diharapakan sebagai jembatan peningkatan kesejahteraan masih jauh dari harapan pada masa ini, desa sebagai pemerintahan level terendah tidak bisa bertindak sesuai dengan kehendaknya sendiri. Dalam kenyataan dengan berbagai peraturan dan ketentuan, masyarakat desa bukan diberdayakan akan tetapi lebih dibudidayakan/diperlemah karena diambil berbagai sumber penghasilannya dan hak ulayatnya sebagai masyarakat tradisonal, hal yang sangat bertolak belakang dengan maksud penyeragaman desa untuk memperkuat pemerintahan desa agar mampu menggerakkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Pasca berahirnya orde baru dengan lengsernya presiden soeharto Pemerintahan Desa diatur dalam UU No. 22/1999 yang diperbarui menjadi 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, setelah hadirnya Undang Undang ini Indonesia memasuki era desentralisasi dimana daerah diberikan kewenangan untuk mengurusi apa yang menjadi urusanya sendiri. Provinsi, kabupaten, kota, dan bahkan desa pada hari ini tidak lagi menjadi kepanjang tangan pusat melainkan sebagai mitra strategis dalam menjalankan dan mengelola pemerintahan diberbagai sektor .
Bab XI pasal 200 s/d 216. Menurut undang-undang ini, Desa atau disebut dengan nama lain yang disesuikan dengan daerah dan bahasa daerahnya, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memilik kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat- istiadat setempat yg diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di Daerah Kabupaten. Desa dapat dibentuk, dihapus, dan/atau digabung dengan memperhatikan asal-usulnya atas prakarsa masyarakt dengan persetujuan Pemerintah Kabupaten dan DPRD.
Setelah lahirnya UU ini maka desa tidak lagi dibawah kontrol langsung kecamatan, namun dikontrol langsung oleh kabupaten selain itu terdapat pemisahan antara eksekutif (kepala desa) dan legislatif (badan perwakilan desa). Melalui Undang - Undang No. 32 Tahun 2004 sebagai pengganti UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, undang – undang ini memberikan wacana dan paradigma baru dalam upaya mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan pemberdayaan, dan peran serta masyarakat dalam proses pembangunan, serta daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, dan keadilan.
Dalam UU 32 Tahun 2004 pasal 209 terjadi perubahan mendasar terhadap peran dan fungsi BPD, dimana LKMD diganti dengan istilah Badan Permusyawaratan Desa dan mengalami penurunan derajat wewenang, sehingga tidak ada lagi fungsi kontrol terhadap kepala desa, BPD juga tidak memiliki kewenangan dalam pengolahan keuangan desa, termasuk penetapan APBDes dan penetapan tata cara pungutan objek pendapatan dan belanja desa. Undang – undang ini menempatkan lembaga BPD bukan dibawah kepala desa implisit di sini adalah bahwa BPD sebagai partner kepala desa dalam memfasilitasi warganya.
Melalui Undang Undang ini desa akhirnya menjadi suatu daerah otonom yang dapat mengatur wilayahnya sendiri, otonomi desa telah menghadirkan hak dan wewenang desa untuk mengatur dan menyelenggarakan pemerintahan desa yang telah ditetapkan bersama BPD, urusan pemerintahan yang menjadi wewenang desa mencakup A. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa; B. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
C. tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau kabupaten/kota;
D. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundangperundangan
diserahkan kepada desa meskipun pemerintahan desa memiliki wewenang otonomi dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, namun pemerintahan desa harus tetap menjaga keseimbangan kewenangan dengan penyelenggaraan otonomi daerah Kabupaten/Kota.
Eksistensi desa selama ini tidak bisa dilepaskan dari relasi kekuasaan dan kepentingan kekuatan supra desa,seperti pemerintah pusat atau pemerintah daerah di atasnya yaitu Kabupaten. Pembangunan desa dilakukan oleh Kabupaten / Kota dan pihak ketiga mengikutsertakan Pemerintah Desa dan Badan Permusyawratan
4 Desa. pembangunan desa sering dikaitkan dengan upaya atau usaha bagaimana
memajukan desa tersebut menjadi lebih baik dan berkualitas, baik dari sumber daya alamnya, sumber daya manusia, ataupun mengembangkannya melalui inudstri kreatif. Mensejahterakan penduduk desa tersebut itu tujuan utama dari adanya pembangunan desa. Pada dasarnya pembangunan di desa adalah bagian terkecil yang tidak bisa dipisahkan dari rencana pembangunan nasional yang mencakup seluruh aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat.
Kenyataan menunjukkan bahwa Desa memiliki sumber-sumber keuangan yang sangat terbatas, walaupun sudah ada yang mengatur urusan keuangan desa di 3 dalam UU 32 sehingga pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu 4 UU 32 Pemerintahan Daerah pasal 206 UU 32 Pemerintahan Daerah pasal 215 ayat 1 memberikan perhatian khusus terhadap upaya peningkatan pendapatan desa yang bersumber dari bantuan pemerintah, pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota, serta bagi hasil penerimaan pajak dan retribusi daerah.
B. Perumusan Masalah
Program pembangunan desa dari kabupaten merupakan salah satu cara untuk mempercepat laju pembangunan di desa. Perencanaan pembangungan desa merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan daerah kabupaten/kota. Kabupaten/kota secara kelembagaan pemerintah kabupaten/kota memiliki peran untuk menjamin pembangunan di desa-desa berlangsung, demi terjaminya pemerataan pembangunan di desa. Mengingat sampai dengan hari ini masih banyak desa-desa di Indonesia yang masih terpinggirkan dan jauh dari sentuhan pembangunan pemerintah kabupaten maupun pusat. Sehingga sebuah hubungan antara kepala desa dan kepala daerah akan sangat menentukan laju pembangunan sebuah desa, sebab dengan banyaknya desa di suatu daerah kabupaten kota akan menimbulkan persaingan antara desa untuk menyuarakan kebutuhannya.
Berangkat dari latar belakang dan penjelasan singkat diatas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana relasi kekuasaan
antara kepala daerah dengan kepala desa dalam mewujudkan good
governance di nagori Dolok Huluan, Kecamatan Raya, kabupaten
Simalungun ?.C. Pembatasan Masalah
Dalam sebuah penelitiaan dibutuhkan adanya pembatasan masalah terhadap hal yang akan diteliti, pembatasan ini diperlukan agar hasil penelitian lebih terfokus dan tidak menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai menjadi karya tulis yang sistematis. Adapun yang mejadi Batasan masalah dalam penelitian ini adalah 1.
Hubungan kepala desa dengan kepala derah 2. Peran kepala desa dalam mewujudkan Good governance pada tahun 2009-
2014
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengeksplorasi dan mendeskripsikan relasi kekuasaan antara kepala
Daerah dan kepala Desa dalam pengelolaan Pemerintahan Nagori di Nagori Dolok Huluan, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun.
2. Menganalisis peran Kepala desa dalam mewujudkan Good governance setelah pergantian kepala daerah di Kabupaten Simalungun.
E. Manfaat Penelitian
Dalam setiap penelitian, secara teoritis diharapkan mampu memberikan manfaat bagi masyarakat. Terlebih lagi untuk perkembangan Ilmu pengetahuan.
Adapun yang menjadi manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1.
Dengan penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi terkait pelaksanaan good governance di suatu desa.
2. Dengan penelitian ini penulis semakin mengasah kemampuan analisa penulis sendiri.
3. Menambah rujukan bagi mahasiswa ilmu politik mengenai penelitian tentang politik di desa.
F. Kerangka Teori
1. Demokrasi Lokal
Demokrasi lokal adalah demokrasi yang terjadi di level lebih bawah dari hirarki pemerintahan suatu negara. Sementara itu, kajian Birokrasi dan Demokrasi utamanya ditujukan mengefektifkan tujuan-tujuan pemerintahan demokrasi dalam memenuhi janji terhadap para konstituen. Salah satunya adalah, lewat penitikberatan pada kinerja birokrasi. Publik diarahkan lebih mendekati “kerja- kerja nyata” pemerintahan, tidak seperti kondisi saat ini yang seperti “teralienasi” dari implementasi perilaku pemerintah.
Dengan lain perkataan, diupayakan suatu pengalihan titik perhatian dari aspek input sistem politik kepada output. Salah satu upaya kea rah pemberdayaan partisipasi politik public ini adalah dengan demokrasi tingkat local. Jarak antara konstituen dengan pejabat public terpilih relative lebih dekat dengan “daerah” ketimbang “pusat.” Terlebih kini daerah telah punya kewenangan yang semakin besar dalam memproduksi dan mengimplentasikan kebijakan yang punya efek atas masyarakat.
Signifikansi demokrasi di tingkat local semakin terlihat tatkala banyak keputusan-keputusan yang khas ditujukan hanya pada satu wilayah. Keputusan spesifik ini membutuhkan persetujuan dari public, baik tatkala disusun maupun dijalankan.
Demokrasi tingkat lokal adalah suatu konsep yang berupaya mendekatkan alam bernegara kepada individu. Jarak, sebagai suatu hal yang kerap membuat warganegara punya political efficacy yang rendah, dipangkas oleh konsep ini. Sebab itu, demokrasi local kerap dipahami sebagai cara berdemokrasi (memerintah) di:
1.Dalam lembaga-lembaga pemerintahan local seperti walikota, dewan kota atau DPRD, komite-komite, dan pelayanan administrative; 2.Dalam pengorganisasian dan aktivitas masyarakat (civil society).
Secara ideal, kedua elemen di atas (pemerintah dan civil society) bekerja sama dalam melakukan penyusunan dan implementasi kebijakan. Keduanya merupakan partner kerja, kendati di alam kenyataan keduanya lebih merupakan “sparring enemy.” Sebab itu, demokrasi mengutamakan masyarakat lokal sesungguhnya adalah fondasi utama dalam gagasan modern mengenai kewarganegaraan, sebab lembaga-lembaga masyarakat yang ada beserta segala proses pengambilan keputusannya memungkinkan terwujudnya praktik demokrasi yang lebih
langsung, yang di dalamnya suara individu dapat didengar dengan lebih mudah .
2. Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan keinginan para
pelaku . Konsep kekuasaan erat sekali hubungnnya dengan konsep kepemimpinan. Dengan kekuasaan pimpinan memperoleh alat untuk mempengaruhi pengikutnya.
Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan dalam arti bahwa ada satu pihak yang memerintah dan ada pihak yang diperintah satu pihak yang memberi perintah, satu pihak yang mematuhi perintah dari yang memerintah. Tidak ada persamaan martabat, hirarki hadir sebagai aturan utama, selalu yang satu lebih tinggi daripada yang lain dan selalu ada unsur paksaan dalam hubungan kekuasaan. Paksaan tidak selalu perlu dipakai secara gamblang, tetapi adanya kemungkinan paksaan itu dipakai, sering sudah cukup.
Kekuasaaan merupakan suatu kondisi yang memunculkan dua pemahaman pertama pemahaman tentang orang yang memperoleh kekuasaan dan kedua pemahaman tentang orang yang dikuasai atau tunduk pada kekuasaan. 5 Pemahaman sentral yang berkenaan dengan ini berkisar pada sumber kekuasaan
diaksekes tanggal 6 maret 2014 6 pukul 20.30 Miriam Budiardjo. 2008. Dasar Dasar Ilmu Politik , Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. hal 17. sebagai legitimasi atas kekuasaan itu pada satu sisi dan kemauan seseorang untuk tunduk pada kekuasaan yang maknanya adalah pembatasan dan bahkan menerima tekanan pada sisi lain.
Legitimasi sebagai dasar berfungsinya kekuasaan bisa bermacam macam, di dalam perspektif lebih teknis rincian dari sumber kekuasaan khususnya secara formal administrartif ada 6 sebagai berikut : 1.
Kekuasaan balas jasa (reward power) yaitu kekuasaan yang legitimasinya bersumber dari sejumlah balas jasa yang bersifat positif (uang perlindungan, perkembangan karir, janji positif dan sebagainya) yang diberikan kepada pihak penerima guna melaksanakan perintah ataub persyaratan lain. Faktor ketundukan seseorang pada kekuasaan dimotivisir oleh hal itu dengan harapan jika telah melakukan sesuatu akan memperoleh seperti yang dijanjikan.
2. Kekuasaan paksaan ( coercive power ) berasal dari perkiraan yang dirasakan orang bahwa hukuman (dipecat, ditegur,) akan diterima jika mereka tidak melaksanakan perintah pimpinan. Kekuasaan menjad suatu motivasi yang bersifat refresif terhadap kejiwaan seseorang untuk tunduk pada kekuasaan pimpinan itu dan melakukan seperti apa yang dikehendaki. Jika tidak paksaan yang diperkirakan akan dijatuhkan
3. Kekuasaan legitimasi (legitimate power ) kekuyasaan yang berkembang atas dasar dan berangkat dari nilai nilai intern yang mengemuka dari dan sering bersifat konvensional bahwa seorang pimpinan mempunyai hak sah untuk mempengaruhi bawahannya . sementara itu pada sisi lain seorang mempunyai kewajiban untuk menerima pengaruh tersebut karena seorang lainnya ditentukan sebagai pimpinannya atau petinggi sementara dirinya seorang bawahan. Legitimasi demikian bisa diperoleh atas dasar aturan formal tetapi bisa juga bersumber pada kekuasaan yang muncul karena kekuatan alamiah dan kekuatan akses dalam pergaulan bersama yang mendudukkan seseorang beruntung memperoleh legitimasi suatu kekuasaan.
4. Kekuasaan pengendalian atas informasi kekuasaan ini ada dan berasal dari kelebihan atas suatu pengetahuan dimana orang lain tidak mempunyai.
Cara ini digunakan dengan pemberian atau penahanan informasi yang dibutuhkan oleh orang lain yang mau tidak mau tunduk (secara terbatas) pada kekuasaan pemilik informasi. Pemilik informasi dapat mengatur segala sesuatu yang berkenaan denga peredaran informasi, atas legitimasi kekuasaan yang dimiliki.
5. Kekuasaan panutan (referent power ) kekuasaan ini muncul di dadsarkan atas pemahaman secara kultural dari orang orang dengan yang berstatus sebagai pemimpin. Masyarakat menjadikan pemimpim tersebut sebagai panutan atau simbol dari perilaku mereka. Aspek kultural yang biasanya muncul dari pemahaman religiusitas direfleksikan pada kharisma pribadi, keberanian,sifat simpatik dan sifat sifat lain yang tidak ada pada kebanyakan orang. Hal ini menjadikan orang lain tunduk pada kekuasaannya.
6. Kekuasaan keahlian (expert power) kekuasaan ini ada dan merupakan hasil dari tempaan yang lama dan muncul karena suatu keahlian atau ilmu pengetahuan. Kelebihan ini menjadikan seorang menjadi winasis dan secara alamiah berkedudukan sebagai pemimpin dalam bidang keahliannya itu. Sang pemimpin bisa mereflesikan kekuasaan dalam batas bats keahliannya itu dan secara terbatas pula orang tunduk pada kekuasaan yang bersumber dari keahlian yang dimiliki karena adanya kepentingan
terhadap keahlian sang pemimpin .
Konsep kekuasaan (politik) diupayakan sebagai suatu elaborasi dengan
menjadikan kekuasaan itu sebagai fenomena politik kekuasaan . Untuk memahami fenomena kekuasaan politik, Charles F Andrain dan Ramlan Surbakti seperti yang dikutip oleh P. Anthonius Sitepu dapat ditinjau dari enam (6) dimensi
yaitu : 1.
Dimensi Potensial dan Aktual Seseorang yang dipandang mempunyai kekuasaan potensial apabila mempunyai atau memiliki sumber-sumber kekuasaan seperti kekayaan, tanah, senjata, pengetahuan informasi, popularitas, status sosial 7 yang tinggi, massa yang terorganisir, dan jabatan. Sebaliknya seseorang 8 Samsul Wahidin. Dimensi Kekuasaan Negara Indonesia. Yogjakarta: Pustaka pelajar. hal 3 9 P. Anthonius Sitepu. 2012. Studi Ilmu Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu. hal.130 P. Anthonius Sitepu. 2012. Teori-Teori Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu. hal.54
yang dipandang memiliki kekuasaan aktual apabila telah menggunakan sumber-sumber yang dimilikinya kedalam kegiatan-kegiatan politik secara efektif.
2. Dimensi Konsensus dan Paksaan Dalam menganalisis hubungan kekuasaan harus membedakan kekuasaan yang berdasarkan paksaan dan kekuasaan yang berdasarkan consensus. Para analisis politik yang lebih menekankan aspek konsensus dari kekuasaan akan cenderung melihat elit politik sebagai orang yang tengah berusaha menggunakan kekuasaan untuk mencapai tujuan masyarakat secara keseluruhan. Sementara itu, apabila menekankan pada aspek paksaan dari kekuasaan akan cenderung memandang politik sebagai perjuangan, pertarungan, dominasi, dan konflik.
3. Dimensi Positif dan Negatif Tujuan umum pemegang kekuasaan adalah untuk mendapatkan ketaatan atau penyesuaian diri dari pihak yang dipengaruhi. Tujuan umum ini dapat dikelompokkan menjadi dua aspek yang berbeda yakni, tujuan positif dan negatif. Kekuasaan positif adalah penggunaan sumber-sumber kekuasaan untuk mencapai tujuan yang dianggap penting dan diharuskan. Sedangkan kekuasaan negatif adalah penggunaan sumber-sumber kekuasaan untuk mencegah orang lain mencapai tujuan yang tidak hanya dipandang tidak perlu akan tetapi juga merugikan pihaknya.
4. Dimensi Jabatan dan Pribadi
Dalam masyarakat yang sudah maju dan mapan, kekuasaan terkandung erat dalam jabatan-jabatan. Penggunaan kekuasaan yang terkandung dalam jabatan secara efektif tergantung pada kualitas pribadi yang dimiliki dan ditampilkan oleh setiap pribadi yang memegang jabatan.
Dalam masyarakat yang masih sederhana, struktur kekuasaan didasarkan atas realitas pribadi lebih menonjol daripada kekuasaan yang terkandung di dalam jabatan itu. Dalam hal ini, pemimpin yang melaksanakan kekuasaan efektifitas kekuasaannya terutama berasal dari kualitas pribadi.
5. Dimensi Implisit dan Eksplisit Kekuasaan implisit adalah kekuasaan yang tidak terlihat dengan kasat mata akan tetapi dapat dirasakan. Sedangkan kekuasaan eksplisit adalah pengaruh yang terlihat dan dapat dirasakan. Adanya kekuasaan dimensi eksplisit, menimbulkan perhatian orang pada segi rumit hubungan kekuasaan yang disebut dengan “azas memperkirakan reaksi dari pihak lain”.
6. Dimensi Langsung dan Tidak Langsung Kekuasaan langsung adalah penggunaan sumber-sumber kekuasaan untuk mempengaruhi pembuat dan pelaksana keputusan politik dengan melakukan hubungan secara langsung tanpa melalui perantara. Yang termasuk dalam kategori sumber-sumber kekuasaan adalah sarana paksaan fisik, kekayaan dan harta benda (ekonomi) normatif jabatan, keahlian, status sosial popularitas pribadi, massa yang terorganisasi, senjata, penjara, kerja paksa, teknologi, aparat yang menggunakan senjata. Sedangkan kekuasaan yang tidak langsung adalah penggunaan sumber- sumber kekuasaan untuk mempengaruhi pembuat dan pelaksana keputusan politik dengan melalui perantara pihak lain yang diperkirakan mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap pembuat dan pelaksana keputusan politik.
1. Teori dan Konsep Pembagian Kekuasaan
Dalam sebuah negara gagasan tentang pemisahan kekuasaan diasumsikan sebagai suatu cara untuk menjadikan negara tidak berpusat pada satu tangan (monarkhi) melainkan harus memiliki batasan-batasan kewenangan. Dalam hal ini John Locke (1632-1704) mengemukakan gagasan tentang teori yang memisahkan kekuasaan dari tiap-tiap negara kedalam tiga bagian antara lain yaitu Kekuasaan
Legislatif, yakni kekuasaan untuk membuat undang-undang, kekuasaan Eksekutif,
yakni kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang, kekuasaan Federatif, yakni kekuasaan mengadakan perserikatan dan aliansi serta segala tindakan dengan
semua orang dan badan-badan luar negeri . Pada dasarnya, dalam perspektif pembagian kekuasaan John Locke lebih menginginkan pembagian kekuasaan dalam arti sebagai sebuah konsistensi atas perlindungan terhadap hak-hak rakyat
dari kesewenang-wenangan penguasa .
10 11 Moh. Mahfud MD. 2001. Dasar dan struktur ketatanegaraan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. hal. 72.
Samsul Wahidin. 2007. Dimensi Kekuasaan Negara Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hal.16.
Menurut John Locke, ketiga kekuasaan ini harus dipisahkan satu dari yang
lainnya . Sementara itu, dalam pandangan Montesquieu (1689-1755) dalam suatu pemerintahan negara, ketiga jenis kekuasaan itu harus terpisah, baik mengenai fungsi (tugas) maupun mengenai alat kelengkapan (organ) yang melaksanakan. Montesquieu membagi kekuasaan kedalam tiga organ yaitu : 1.
Kekuasaan Legislatif dilaksanakan oleh suatu badan perwakilan rakyat (parlemen). Isi ajaran Montesquieu ini adalah mengenai pemisahan kekuasaan (the Separation of Power) yang dikenal dengan Istilah Trias
Politica istilah yang diberikan oleh Imanuel Kant. Keharusan pemisahan
kekuasaan negara menjadi tiga jenis itu adalah agar tindakan sewenang- wenang oleh raja dapat dihindarkan.
2. Kekuasaan Eksekutif, dilaksanakan oleh pemerintah (presiden atau raja dengan bantuan menteri-menteri atau kabinet).
3. Kekuasaan Yudikatif, dilaksanakan oleh badan peradilan (Mahkamah Agung dan pengadilan dibawahnya) melainkan kekuasaan itu harus
terpisah .
3. Good Governance Good governance merupakan wacana baru dalam kosa kata ilmu
politik. Konsep ini semakin menguat di negara ini semakin menjadi isu sentral 12 dewasa ini ketika konsep otonomi daerah diberlakukan di indonesia, semangat 13 C.S.T Kansil. 2003. Sistem pemerintahan Indonesia. Jakarta: Bumi aksara. hal. 8
C.S.T Kansil. ibid. hal. 8-9 reformasi telah mendayai aparatur negara dengan tuntutan untuk kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara.
Good governance yang dimaksud adalah proses penyelenggaraan
kekuasaan dalam melaksanakan penyediaan public goods and service disebut governance, (pemerintahan atau kepemerintahan) sedangkan praktek terbaiknya
disebut good governance (kepemerintahan yang baik) .
Good governance menurut Bank Dunia (World Bank) adalah
cara kekuasaan digunakan dalam mengelola berbagai sumberdaya sosial dan ekonomi untuk pengembangan masyarakat (The way state power is used in managing economic and social resources for development of society).
Ada 3 teori yang menjadi kata kunci dalam pembahasan mengenai konsep
good governance yaitu : 1.
Teori political society (masyarakat politik : partai politik,birokrasi,negara) Adalah kumpulan organisasi organisasi dalam masyarakat yang tujuan pendirian dan aktivitas utamanya adalah untuk memperoleh dan menjelaskan kekuatan politik.
2. Teori econic Society (masyarakat ekonomi)
Adalah kumpulan organisasi-organisasi di dalam masayarakat yang tujuan 14 pendirian dan aktivitas utamanya untuk memperoleh keuntungan finansial.
Dr. Sedarmayanti. Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah. Bandung: Mandar Maju. hal 2
3. Teori Civil Society (masyarakat sipil masyarakat madani )
Adalah kumpulan organisasi organisasi di dalam masyarakat yang tujuan pendirian dan aktivitas utamanya memiliki empat ciri a.
Non politis dan non ekonomi b. Inisiatif pendirian datang dari bawah(grassroots) c. Menjunjung pluralitas
d.
Mengembangkan demokrasi egaliter Secara sederhana good governance dapat diartikan sebagai prinsip dalam mengatur pemerintahan yang memungkinkan layanan publik efesien, sistem pengadilannya bisa diandalkan dan administrasinya bertanggung jawab kepada publik. Menurut hardijanto pengertian governance mengandung makna yang lebih luas daripada government , karena tidak hanya mengandung arti sebagai proses pemerintahan, tetapi termasuk di dalammnya mencakup mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan sektor negara, masyarakat, dan swasta (negara dana non negara)
Ada 9 asas umum pemerintahan yang baik (good governance principles), yang selama ini menjadi acuan berbagi literatur, yaitu
1. asas kecermatan formal.
2. 15 Fair play
Adi Sujatno. 2007. Moral Dan Etika Kepemimpinan : merupakan landasan ke arah pemerintahan yang 16 baik (good governance) . Jakarta: Team 4s. hal 42-43.
Dr. Pandji Santosa. 2008. Administrasi Publik Teori Dan Aplikasi Good Governance. Bandung: PT. Refika Aditama. hal 55.
3. Perimbangan 4.
Kepastian hukum formal 5. Kepastian hukum material 6. Kepercayaan 7. Persamaan 8. Kecermatan 9. Asas keseimbangan
17 Selain asas, konsep good governance sebagai hubungan yang sinergis dan
konnstruktif antara negara, sektor swasta dan masyarakat memiliki karakteristik dasar yakni sebagi berikut:
1. Participation. Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermeditasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi seperi ini dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif 2. Rule of law. Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa perbedaan, terutama hukum hak asasi manusia
3. Transparenacy. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Proses lembaga dan informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan.Informasi harus dapat dipahami dan dapat dipantau 17 Ibid hal 56.
4. Responsiveness. Lembaga dan proses harus mencoba untuk melayani setiap stake holders.
5. Consensus Orientation. Good governance menjadi perantara kepentinganyang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan maupun prosedur.
6. Effectiveness and effeciency. Proses dan lembaga mengahsilkan sesuai dengan apa yang digariskan dengan menggunakan sumber yang tersedia sebaiki mungkin 7. Accountabilty. Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektoe swasta dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab kepada publik dan lembaga stakeholders. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentinga internal atau eksternal organisasi.
8. Starategic Vision. Para pemimpin dan publik harus perspektif good
governance dan pengembangan manusia yang luas serta jauh ke depan
sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini .
Negara, Sektor swasta dan masyarakat merupakan domain utama dalam good governance, dan dari ketiga domain tersebut negara menjadi aktor dominan dalam mewujudkan good governance, negara diharapkan menerapkan good
governance meliputi sistem adaministrasi negara. Keseluruhan karakteristik dari 18 good governance tersebut merupakan karakteristik yang saling memperkuat dan Opcit, Dr Sedarmayanti hal 8. saling terkait serta tidak bisa berdiri sendiri. Sehingga dapat dikerucutkan bahwa terdapat empat prinsip utama yang dapat memberi gambaran good governance adminisitrasi publik yang berciri kepemerintahan yang baik yaitu sebagai berikut : 1.
Accountabilty 2. Transparenacy 3. Participation 4. Rule of law
Di lingkungan negara (pemerintah) dikembangkan etika pemerintahan, di lingkungan sektor swasta disebarluaskan etika bisnis, dan lingkungan civil society ditanamkan etika sosial atau kemasyarakatan.walaupun ketiga pelaku termaksud memiliki ideologi berbeda tetapi bukan berarti mereka tidak akan mendapatkan titik temu etika pemerintahan, etika bisnis, dan etika sosial atau kemasyarakatan demi kepentingan umum.
Setiap pelaku Good governance memiliki peran dan tugas masing-masing dalam mencapai tujuan hidup bernegara. Negara (pemerintah) berperan menciptakan lingkungan politik dan hukum kondusifbeberapa dan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan publik, penyelenggaraan kekuasaan memerintah, dan membangun lingkungan kondusif bagi tercapainya tujuan pembangunan pada tingakat lokal, nasional maupun internasional dan global.
G. Metodologi Penelitian
1. Metode penelitian Metode yang dipergunakan penulis dalam penelitian ini adalah deskriptif.
Metode penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan suatu situasi atau
arena populasi tertentuyang bersifat faktual secara sistematis dan akurat . Metode penelitian ini dimaksudkan sebuah proses pemecahan suatu masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau menerangkan keadaan sebuah objek maupun subjek penelitian seseorang, lembaga maupun masarakat pada saat
sekarang dengan berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya .
2. Lokasi penelitian
Pelaksanaan penelitian ini diadakan di Nagori Dolok Huluan, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.
3. Jenis Penelitian
Jenis penelian ini adalah kualitatif, Penelitian kualitatif bermaksud untuk memberi makna atas fenomena secara holistik dan harus memerankan dirinya secara aktif dalam keseluruhan prose studi. Orientasi penelitian kualitatif yaitu
pada upaya memahami fenomena secara menyeluruh . Penelitian kualitatif berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan, mengandalkan manusia sebagai alat
19 Sudarwan Danin. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif, Ancangan Metodologi, Presentasi Dan Publikasi Hasil Penelitian Untuk Mahasiswa Dan Peneliti Pemula Bidang Ilmu Ilmu Sosial, Pendidiakan Dan Humaniora . 20 Bandung: Pustaka Setia. hal 41.
Hadari Nawawi.1987. Metodologi Penelitian Bidang Sosial.Yogyakarta:Gajahmada University Press.
21 hal.63.Opcit, Sudarwan Danin, hal.41. penelitian, memanfaatkan metode kualitatif, mengadalkan analisis data secara
induktif, bersifat deskriftif, membatasi studi dengan fokus .
Dalam hal ini peneliti menggunakan metode purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang disesuaikan dengan tujuan dan syarat tertentu yang
ditetapkan berdasarkan tujuan dan masalah penelitian . Oleh karena penelitian ini menggunakan metode kualitatif maka peneliti membutuhkan informan kunci (key informan).
Key informan yang dipilih yaitu Pangulu, Maujana nagori, dan perangkat nagori serta tokoh masyarakat dengan daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya. Peneliti akan melaksanakan wawancara secara langsung dan bertemu dengan informan yang dianggap dapat memberikan informasi mengenai judul penelitian. Pihak-pihak yang diwawancarai dilibatkan dalam penggalian data sebagai informan dengan tujuan agar memperoleh informasi yang tersaring tingkat akurasinya sehingga keseimbangan informasi dapat diperoleh.
4. Teknik Pengumpulan Data
Ada beberapa tekik pengumpulan data yang dapat digunakan, antara lain penelitian perpustakaan(library research), yang sering disebut metode
dokumentasi, dan penelitian lapangan, seperti wawancara dan observasi . Untuk
22 23 Lexy J Moleong, metode penelitian Kualitatif, Bandung, remaja rosdakarya, 1994, hal 27. 24 Hadari Nawawi. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta : Gajah Mada Press.hal.157.
Ibid , hal 130 dapat memperoleh data berupa fakta di lapangan yang adalah informasi asli maka penulis melakukan teknik pengumpulan data sebagai berikut
1. Metode Library research atau studi kepustakaan Studi yang dilakukan ini adalah dengan cara pengumpulan data dengan cara menghimpun dan mengumul buku buku, dokumen dokumen,makalah,arsip arsip dan literatur literatur serta seluruh sarana informasi lainnya yang tentu saja berhubungan dengan masalah penelitian ini.
2. Wawancara Teknik pengumpulan data secara langsung dengan memberikan kepada pertanyaan pertanyaan kepada informan, untuk mendapatkan data secara langsung yang berkaitan dengan penelitian ini.
4. Teknik analisa data
Sesuai dengan metode penelitian dalam menganalisis data pada penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah teknik kualitatif, yaitu teknik tanpa menggunakan alat bantu dengan rumus statistik.
H. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan merupakan penjabaran rencana penulisan agar lebig mudah dan teraqrah untuk menyusun karya ilmiah ini, maka penulis membagi sistematika penulisan ini menjadi empat bab, yaitu :
BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang masalah yang akan diteliti,
perumusan masalah, pembatasan masalah, Tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Dalam bab ini akan menguraikan tentang profil Desa Dolok Huluan dan profil Kepala Desa (pangulu) Dolok Huluan.
BAB III RELASI KEKUASAAN BUPATI SIMALUNGUN DENGAN
PANGULU NAGORI DOLOK HULUAN DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DI NAGORI DOLOK HULUAN Dalam bab ini akan membahas secara garis besar hasil penelitiansekaligus menganalisi hubungan kekuasaan antara bupati dengan pangulu dalam mewujudkan Good governance di Nagori Dolok Huluan.
BAB IV PENUTUP Dalam bab yang terakhir ini, berisi tentang kesimpulan dari hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Pada bab ini juga akan terjawab pertanyaan terhadap penelitian yang dilakuakan.