Nepotisme Kepala Desa Pada Pelayanan Publik (Studi Analisis : Kepala Desa Purba Sinombah, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun)

(1)

NEPOTISME KEPALA DESA PADA PELAYANAN PUBLIK

(Studi Analisis : Kepala Desa Purba Sinombah, Kecamatan Silimakuta,

Kabupaten Simalungun)

SKRIPSI

ELIZABETH GIRSANG 100906030

Dosen Pembimbing : Drs. Zakaria, M.SP

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

ELIZABETH GIRSANG (100906030)

NEPOTISME KEPALA DESA PADA PELAYANAN PUBLIK

(Studi Analisis : Kepala Desa Purba Sinombah, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun)

Rincian isi skripsi, 99 halaman, 1 surat kabar, 17 buku, 2 Perundang-undangan, 2 jurnal dan 9 situs internet.

ABSTRAK

Penelitian ini menguraikan tentang nepotisme kepala desa pada pelayanan publik. Nepotisme pada dasarnya adalah serangkaian strategi politik manusia yang bertujuan unutk memperoleh kekuasaan agar kekuasaan tersebut tetap berada dipihaknya dengan cara mewariskan kekuasaan yang sudah dimiliki kepada orang lain yang mempunyai hubungan keluarga/kerabat dekat dengan pemegang kekuasaan.

Dengan adanya nepotisme maka tindakan akan didasarkan pada hubungan saudara dan bukan berdasarkan kemampuan. Pada masa sekarang ini sudah merupakan rahasia umum bahwa sebagian besar aparatur pemerintah memiliki akar keterkaitan yang mengarah kepada nepotisme. Sementara pelayanan public merupakan istilah yang dipergunakan untuk memberikan pelayanan terhadap apa yang dibutuhkan masyarakat. aparatur pemerintah memiliki tugas untuk melakukan pelayanan public. Namun seiring dengan maraknya nepotisme, pelayanan public yang dilakukan oleh aparatur pemerintah semakin menipis. Kepercayaan masyarakat semakin menurun karena tidak jarang dalam pengurusan sesuatu para aparatur pemerintah bertindak tidak adil sehingga memberika perlakuan yang berbeda terhadap masyarakat.

Nepotisme dalam pelayanan publik dapat memberikan dampak positif dan dampak negatif. Dampak positifnya yaitu bagi masyarakat yang memiliki hubungan dengan aparatur pemerintahan akan lebih mudah dalam memperoleh pelayanan. Sementara dampak negatifnya yaitu bagi masyarakat yang tidak memiliki hubungan keluarga/kerabat dengan aparatur pemerintah akan mendapat pelayanan yang berbeda. Hal inilah yang membuat masyarakat apatis dengan aparatur pemerintahan dan menunjukkan bahwa nepotisme tersebut telah mempengaruhi rendahnya pelayanan publik.


(3)

Desa Purba Sinombah memiliki seorang kepala desa dimana struktur desanya itu terindikasi adanya nepotisme yang dilakukan oleh kepala desa, sehingga hal ini berdampak terhadap pelayanan publik yang dilakukan oleh kepala desa. Nepotisme yang terjadi di desa ini berbeda dengan nepotisme pada umumnya sebab pelayanan publik yang dilakukan kepala desa tidaklah menguntumakan kerabat atau keluarga kepala desa saja. Dalam hal ini, terlihat bahwa nepotisme yang terjadi tidak selamanya mengurangi kualitas pelayanan publik.


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

ELIZABETH GIRSANG (100906030)

NEPOTISME KEPALA DESA PADA PELAYANAN PUBLIK

(Studi Analisis : Kepala Desa Purba Sinombah, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun)

Detail of contents of the thesis, 99 pages, 1 newspaper, 17 books, 2 legislations, 1 journal and 9 internet sites.

ABSTRACT

This research describes nepotism village chief in the public service. Nepotism is basically a series of human political strategy which aims to gain power so that these powers remain in that site with how to bequeath the powers that already belonged to another person who has family relationship/relatives close to the holders of power.

With the nepotism then actions will be based on relatives and not based on ability. At present this is already a public secret that most of the Government apparatus have roots linkages leading to nepotism. While the public service is a term that is used to provide a service to the community what it needs. Government agencies have a duty to do the service of the public. But along with rampant nepotism, public service performed by depleting Government apparatus. Declining public confidence because it is not uncommon in the management the government apparatus is acting something unjust so as to supply a different treatment to the community.

Nepotism in the public service can provide a positive impact and negative effect. Positive impact that is for the people that have a relationship with the apparatus of Government will be easier to obtain service. While the impact of the downside for people who do not have family with government apparatus and pointed out that such nepotism had influenced the low public service.

Sinombah Village have a village chief structure where the structure of the village it is alleged nepotism practiced by the village chief, so it does have an impact on the public service performed by the village chief. Nepotism which occurred in the village should not be confused with nepotism in general for the public service does not priorities the villages chief family only. In this case, it


(5)

looks that the nepotism that happen not always reduce the quality of public service.


(6)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh : Nama : Elizabeth Girsang

NIM : 100906030

Departemen : Ilmu Politik

Judul : Nepotisme Pada Pelayanan Publik (Studi Analisis : Kepala Desa Purba Sinombah, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun)

Menyetujui :

Ketua Departemen Ilmu Politik Dosen Pembimbing

(Dra. T. Irmayani, M.Si) (Drs. Zakaria, M.SP)

NIP. 196806301994032001 NIP.

195801151986011002

Mengetahui : Dekan FISIP USU

(Prof. Dr. Badaruddin, M.Si) NIP. 196805251992031002


(7)

Karya Ini Dipersembahkan Kepada Ayahanda dan Ibunda Tercinta


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Bapa di Surga untuk setiap penyertaan, kekuatan dan kemampuan yang dianugerahkan-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian dan skripsi ini. Ada begitu banyak tantangan yang peneliti alami dalam penelitian dan penulisan skripsi ini. Akan tetapi, Tuhan tetap sertai, berkati dan mampukan penulis untuk bisa menyelesaikan skripsi ini yang merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Strata satu (S1) di Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul “Nepotisme Pada Pelayanan Publik (Studi Analisis : Kepala Desa Purba Sinombah, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun)”.

Proses penyelesaian skripsi ini berlangsung ketika penulis berada pada semester kedelapan di Departemen Ilmu Politik, FISIP, USU. Hal ini terlaksana karena banyak pihak yang turut mendukung penyelesaian skripsi ini. Oleh karenanya peneliti ingin berterimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M. Si, sebagai Dekan FISIP USU. Kepada Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si sebagai Ketua Jurusan Departemen Ilmu Politik, Bapak Drs. P. Anthonius Sitepu, M.Si, sebagai Sekretaris Departemen Ilmu Politik FISIP USU dan Dosen Pembimbing Akademik yang sudah mendukung peneliti selama perkuliahan dan memberikan banyak bimbingan.

Peneliti juga berterimakasih kepada Bapak Drs. Zakaria M,SP. sebagai Dosen Pembimbing yang senantiasa memberikan waktu dan banyak bimbingan berupa masukan dan kritik yang sangat membangun dalam penyelesaian skripsi ini. Selanjutnya, peneliti ingin berterimakasih kepada seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Politik yang telah membimbing, menambah wawasan dan pengetahuan peneliti selama perkuliahan. Terimakasih kepada pegawai Departemen Ilmu Politik dan FISIP USU yang membantu penulis dalam urusan administratif kampus, peneliti berterimakasih untuk semuanya.


(9)

Dalam penulisan skripsi ini, secara khusus peneliti menyampaikan rasa terima kasih kepada orangtua tercinta, Ayahanda Rajawalmen Girsang dan Ibunda Riana Damanik yang telah membesarkan, mendidik, menyayangi, mendukung dan mendoakan peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Kepada kakak tersayang Margaret Girsang yang telah memberi dukungan, semangat, nasehat dan doa dan juga kepada seluruh keluarga besar peneliti yang tidak dapat di sebutkan satu persatu.

Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada Frans Judea Samosir yang telah membangkitkan semangat dan percaya diri peneliti. Terimakasih atas dukungan dari sahabat-sahabat terkasih, Chen Lorida Saragih, Weny Deviana Ginting, Meva Mariati, Juwita Theodora, Ira Purnamasari Tambunan, Agnes Sibagariang, Ricky Sihaloho, Mentari Silalahi, Ponty Baringbing, Lestari Simanjuntak, Maria Juli Insani Simbolon, Handoko Hutasoit, Josmagel Sianturi, Rinaldi Sitio, Monika Lingga, seluruh teman-teman Relawan Turun Tangan, teman-teman IMAS-USU dan teman-teman Ilmu Politik stambuk 2010 yang tidak dapat di sebutkan satu persatu namanya dan sukses buat kita semua.

Peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari kesalahan dan kekurangan. Oleh sebab itu, peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya peneliti mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan studi Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Medan, Juli 2014

Elizabeth Girsang 100906030


(10)

DAFTAR ISI

Halaman Halaman Judul

Abstrak --- i

Abstract --- iii

Halaman Persetujuan --- v

Lembar Persembahan --- vi

Kata Pengantar --- vii

Daftar Isi --- viii

Daftar Tabel --- xi

Daftar Gambar --- xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang --- 1

B. Rumusan Masalah --- 9

C. Batasan Masalah --- 10

D. Tujuan Penelitian --- 11

E. Manfaat Penelitian --- 11

F. Kerangka Teori --- 12

1. Konsep Nepotisme --- 12

2. Teori Pelayanan Publik --- 16

3. Konsep Pemerintahan Desa --- 30

G. Metodologi Penelitian --- 37

1. Metode Penelitian --- 37

2. Lokasi Penelitian --- 38

3. Jenis Data --- 39

4. Teknik Pengumpulan Data --- 40

5. Teknik Analisa Data --- 42


(11)

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Desa Purba Sinombah --- 45

1. Letak Geografis Desa Purba Sinombah --- 45

2. Karakteristik Desa Purba Sinombah --- 45

3. Mata Pencaharian Penduduk Desa Purba Sino --- 47

4. Kondisi Sosial Budaya --- 47

B. Organisasi Pemerintahan Desa --- 48

C. Kewenangan Desa --- 54

1. Jenis-Jenis Kewenangan Desa (Pasal 203 UU.32/2004 dan Pasal 7 PP.72/2005) --- 55

2. Klasifikasi Kewenangan Desa Berdasarkan Bidang Tugas Pemerintahan Desa --- 58

D. Etika Pemerintahan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Nagori --- 61

E. Profil Kepala Desa Purba Sinombah --- 67

BAB III ANALISIS NEPOTISME KEPALA DESA PADA PELAYAN PUBLIK ( STUDI ANALISIS : KEPALA DESA PURBA SINOMBAH, KECAMATAN SILIMAKUTA, KABUPATEN SIMALUNGUN ) A. Dampak Nepotisme Kepala Desa Purba Sinombah terhadap Pelayanan Publik --- 69

B. Dampak Nepotisme Kepala Desa terhadap Pembentukan Struktur Pemerintahan --- 75

C. Pola Pelayanan Publik Kepala Desa di Desa Purba Sinombah --- 87

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan --- 93

B. Saran --- 95


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Komposisi Persebaran Penduduk --- 46

Tabel 2.2 Struktur Organisasi Pemerintahan Desa --- 68


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.1 Partisipasi Dalam Pelayanan Publik --- 20


(14)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

ELIZABETH GIRSANG (100906030)

NEPOTISME KEPALA DESA PADA PELAYANAN PUBLIK

(Studi Analisis : Kepala Desa Purba Sinombah, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun)

Rincian isi skripsi, 99 halaman, 1 surat kabar, 17 buku, 2 Perundang-undangan, 2 jurnal dan 9 situs internet.

ABSTRAK

Penelitian ini menguraikan tentang nepotisme kepala desa pada pelayanan publik. Nepotisme pada dasarnya adalah serangkaian strategi politik manusia yang bertujuan unutk memperoleh kekuasaan agar kekuasaan tersebut tetap berada dipihaknya dengan cara mewariskan kekuasaan yang sudah dimiliki kepada orang lain yang mempunyai hubungan keluarga/kerabat dekat dengan pemegang kekuasaan.

Dengan adanya nepotisme maka tindakan akan didasarkan pada hubungan saudara dan bukan berdasarkan kemampuan. Pada masa sekarang ini sudah merupakan rahasia umum bahwa sebagian besar aparatur pemerintah memiliki akar keterkaitan yang mengarah kepada nepotisme. Sementara pelayanan public merupakan istilah yang dipergunakan untuk memberikan pelayanan terhadap apa yang dibutuhkan masyarakat. aparatur pemerintah memiliki tugas untuk melakukan pelayanan public. Namun seiring dengan maraknya nepotisme, pelayanan public yang dilakukan oleh aparatur pemerintah semakin menipis. Kepercayaan masyarakat semakin menurun karena tidak jarang dalam pengurusan sesuatu para aparatur pemerintah bertindak tidak adil sehingga memberika perlakuan yang berbeda terhadap masyarakat.

Nepotisme dalam pelayanan publik dapat memberikan dampak positif dan dampak negatif. Dampak positifnya yaitu bagi masyarakat yang memiliki hubungan dengan aparatur pemerintahan akan lebih mudah dalam memperoleh pelayanan. Sementara dampak negatifnya yaitu bagi masyarakat yang tidak memiliki hubungan keluarga/kerabat dengan aparatur pemerintah akan mendapat pelayanan yang berbeda. Hal inilah yang membuat masyarakat apatis dengan aparatur pemerintahan dan menunjukkan bahwa nepotisme tersebut telah mempengaruhi rendahnya pelayanan publik.


(15)

Desa Purba Sinombah memiliki seorang kepala desa dimana struktur desanya itu terindikasi adanya nepotisme yang dilakukan oleh kepala desa, sehingga hal ini berdampak terhadap pelayanan publik yang dilakukan oleh kepala desa. Nepotisme yang terjadi di desa ini berbeda dengan nepotisme pada umumnya sebab pelayanan publik yang dilakukan kepala desa tidaklah menguntumakan kerabat atau keluarga kepala desa saja. Dalam hal ini, terlihat bahwa nepotisme yang terjadi tidak selamanya mengurangi kualitas pelayanan publik.


(16)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

ELIZABETH GIRSANG (100906030)

NEPOTISME KEPALA DESA PADA PELAYANAN PUBLIK

(Studi Analisis : Kepala Desa Purba Sinombah, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun)

Detail of contents of the thesis, 99 pages, 1 newspaper, 17 books, 2 legislations, 1 journal and 9 internet sites.

ABSTRACT

This research describes nepotism village chief in the public service. Nepotism is basically a series of human political strategy which aims to gain power so that these powers remain in that site with how to bequeath the powers that already belonged to another person who has family relationship/relatives close to the holders of power.

With the nepotism then actions will be based on relatives and not based on ability. At present this is already a public secret that most of the Government apparatus have roots linkages leading to nepotism. While the public service is a term that is used to provide a service to the community what it needs. Government agencies have a duty to do the service of the public. But along with rampant nepotism, public service performed by depleting Government apparatus. Declining public confidence because it is not uncommon in the management the government apparatus is acting something unjust so as to supply a different treatment to the community.

Nepotism in the public service can provide a positive impact and negative effect. Positive impact that is for the people that have a relationship with the apparatus of Government will be easier to obtain service. While the impact of the downside for people who do not have family with government apparatus and pointed out that such nepotism had influenced the low public service.

Sinombah Village have a village chief structure where the structure of the village it is alleged nepotism practiced by the village chief, so it does have an impact on the public service performed by the village chief. Nepotism which occurred in the village should not be confused with nepotism in general for the public service does not priorities the villages chief family only. In this case, it


(17)

looks that the nepotism that happen not always reduce the quality of public service.


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nepotisme yang terjadi di Indonesia merupakan sebuah fakta yang sudah terjadi dimana-mana. Nepotisme berarti lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Kata ini biasanya digunakan dalam konteks derogatori (bentuk penyalahgunaan profesionalitas). Sebagai contoh, kalau seorang manajer mengangkat atau menaikkan jabatan seorang saudara, bukannya seseorang yang lebih berkualifikasi namun bukan saudara, manajer tersebut akan bersalah karena nepotisme. Pakar-pakar berdasarkan naluri, sebagai salah satu bentuk dari

Nepotisme merupakan serangkaian strategi politik manusia, bertujuan untuk memperoleh kekuasaan, agar kekuasaan tersebut tetap berada di pihaknya dengan cara mewariskan kekuasaan yang sudah dimiliki kepada orang lain yang mempunyai hubungan keluarga ataupun kerabat dekat dengan pemegang kekuasaan.

Terdapat pula pengertian positif dan negatif tentang nepotisme. Negatif dan positif tersebut bergantung pada proses dan hasil (outcomes) dari jabatan

kekuasaan yang dipegang oleh jaringan yang bersangkutan. Jika proses pemilihannya fair dan demokratis serta kepemimpinan yang dijalankannya


(19)

mendatangkan kebaikan dalam pembangunan dan kesejahteraan masyarakat maka dapat berarti positif. Akan tetapi, bisa berarti negatif jika yang terjadi sebaliknya. Selain itu, positif dan negatif arti nepotisme juga ditentukan oleh realitas kondisi sosial masyarakat, sistem hukum dan penegakan hukum, dan pelembagaan politik bersangkutan.

Pelaksanaan nepotisme marak terjadi pada masa orde baru, namun walaupun orde baru telah tumbang budaya nepotisme masih berakar hingga pada saat ini. Hal ini terjadi dalam berbagai lapisan baik ekonomi, politik dan lain sebagainya. Sehingga budaya nepotisme ini merusak sistem birokrasi di Indonesia mulai dari lapisan atas sampai lapisan bawah.

Maraknya nepotisme yang terjadi di kalangan pejabat publik membuat masyarakat menjadi apatis terhadap pejabat publik. Politik dianggap sebagai suatu hal yang penuh dengan penipuan dan kebohongan. Banyaknya kasus-kasus nepotisme yang terjadi menjadi indikasi bobroknya suatu sistem pemerintahan. Nepotisme menjadi wujud yang paling buruk dalam pelaksanaan demokrasi. Perwujudan good governance dapat dicapai apabila praktek nepotisme dapat

terkikis. Namun dalam praktiknya, jika seseorang sudah memiliki jabatan tertentu dalam pemerintahan maka nepotisme sulit untuk dihindari lagi. 1

Praktik nepotisme ini banyak tejadi pada kepala-kepala daerah yang ada di negeri ini. Praktek Nepotisme seolah sudah membudaya, banyak orang yang

1

Dwiyanto, Agus dkk. 2002. Reformasi Birokrasi Republik di Indonesia. Yogyakarta : Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gajah Mada. Hal 188


(20)

mempunyai jabatan tertentu seolah tidak merasa bersalah ketika melakukan nepotisme. Hal ini terjadi karena adanya rasa menguasai yang telah dimiliki sehingga lebih leluasa dalam menentukan setiap keputusan termasuk menjadikan saudaranya menjadi bagian dalam instansi tersebut. Dibutuhkan perbaikan untuk semua itu, yang dibutuhkan adalah kemauan politik artinya bukan hanya sekedar kemauan dari para politisi dan orang-orang yang berkecimpung dalam ranah politik. Namun, ada yang lebih penting dari itu semua yaitu keberanian yang didukung oleh kecerdasan sosial masyarakat sipil atau warga negara dari berbagai elemen dan strata sosial masyarakat. Sehingga jabatan politik tidak lagi disalahgunakan atau secara mudah digunakan untuk memperkaya diri, namun sebagai tanggung jawab untuk mengelola dan bertanggungjawab untuk merumuskan gerakan mencapai kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik.

Seperti contoh yang terjadi di Desa Lodan Kulon Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang, Kepala Desa menggunakan kekuasaannya untuk menempatkan keluarganya (istrinya) dalam memimpin suatu kepanitian. Hal ini ditolak oleh masyarakat karena mereka merasa kepala desa telah menyalahgunakan kekuasaannya sehingga sudah tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam hal ini masyarakat menilai masih banyak yang lebih pantas untuk dijadikan ketua panitia. Walaupun dalam menanggapi demonstrasi yang dilakukan warga, kepala desa merasa tidak bersalah atas keputusannya tersebut. Sebab menurut beliau, keputusan yang diambil sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku dan bersikeras untuk tidak mengubah struktur kepanitiaan yang sudah


(21)

terbentuk.2

Rasa berkuasa seorang kepala daerah tersebut memunculkan dan menumbuhsuburkan perilaku Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) di daerah. Banyak pihak atau kalangan yang mengatakan bahwa aliran dana yang besar menjadi konsekuensi pelaksanaan otonomi daerah telah menimbulkan perilaku korupsi yang dilakukan dari pusat ke daerah. Pendapat ini memang sangat beralasan karena sebelum pelaksanaan otonomi daerah, dana yang ada dan dikelola oleh daerah hanya cukup untuk digunakan membayar biaya operasional perkantoran Pemerintah Daerah dan gaji pegawai, sehingga peluang dan kesempatan untuk korupsi sangat kecil atau bisa dikatakan tidak terbuka sama sekali.

Keputusan ini sudah bertentangan dengan prinsip pelayanan publik dimana dalam mengambil kebijakan harus berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Sementara keputusan untuk tidak mengubah kepanitiaan tersebut merupakan keputusan sepihak oleh kepala desa telah mengesampingkan aspirasi masyarakat. Masyarakat berpikir dengan terpilihnya keluarga (istri) kepala desa dalam membentuk suatu kepanitiaan, maka keanggotaan kepanitiaan tersebut pun pasti merujuk hanya kepada saudara-saudara kepala desa.

Sama halnya juga terjadinya perilaku kolusi yaitu pemufakatan atau kerja sama antar penyelenggara negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat ataupun negara. Perilaku kolusi ini tumbuh dengan suburnya diberbagai daerah sebagai dampak langsung dari pelaksanaan pemilihan kepala

2

Nepotisme Pemilihan Panitia Perangkat Desa, Warga Demo Kades


(22)

daerah secara langsung dimana para kandidat calon kepala daerah selalu dibantu oleh Tim Sukses untuk memenangkan pertarungan dalam pemilihan. Tim sukses itu sendiri terdiri dari berbagai kalangan masyarakat yang berpengaruh dalam masyaraat seperti pengurus partai politik, tokoh masyarakat, pengusaha, lembaga kemasyarakatan dan keagamaan. Ketika seorang kandidat calon kepala daerah berhasil memenangkan pertarungan dalam pemilihan dan berhasil diangkat dan menduduki jabatan kepala daerah, maka semua kegiatan yang akan dilakukan oleh sang penguasa baru ini mulai dari penentuan posisi pejabat birokrasi pemerintahan, pembagian pekerjaan ataupun proyek pembangunan sarana dan prasaranan, sampai kepada hal yang sekecil-kecilnya harus tetap melibatkan tim sukses tersebut. Kolusi akan terlihat jelas dilapangan ketika tiba-tiba muncul para kontraktor baru yang melaksanakan pekerjaan proyek pembangunan prasarana fisik seperti pengaspalan jalan, pembangunan gedung perkantoran dan sebagainya, padahal yang bersangkutan sebelumnya adalah seorang pengukur jalan yang tidak mempunyai pekerjaan tetap. Yang bersangkutan tadi tiba-tiba muncul sebagai kontraktor baru karena kedudukannya sebagai tim sukses kepala daerah dalam pemilihan kepala daerah.

Kemudian adanya perilaku nepotisme yang dalam pengertian Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas KKN Pasal 1 angka 5 bahwa “Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan


(23)

negara”.3

Nepotisme dapat diartikan secara sempit yaitu memperlihatkan sirkulasi kepentingan dalam suatu ikatan kekerabatan yang dekat. Contohnya Ratu Atut yang menyalahgunakan kekuasaannya dengan mengangkat keluarga dekatnya dalam pemerintahan. Diawali kemunculan Airin Rachmi Diany, adik ipar Atut, dalam Pilkada Kabupaten Tangerang 2008. Istri Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan (adik Atut) itu jadi calon wakil bupati mendampingi Jazuli Juwaini dari PKS. Namun, pasangan ini dikalahkan pasangan petahana, Ismet Iskandar-Rano Karno.Tahun yang sama, adik tiri Atut, Tubagus Haerul Jaman, maju sebagai calon wakil wali kota Serang berpasangan dengan Bunyamin (mantan Bupati Serang) dan menang. Kurang dari tiga tahun berkuasa, 1 Maret 2011, Bunyamin meninggal dunia. Jaman lalu diangkat menjadi Wali Kota Serang. Saat Pilkada Kota Serang 2013, ia kembali mencalonkan diri dan menang.

Perilaku nepotisme ini merupakan perilaku paling buruk dari seorang penguasa daerah dan akan sangat merusak tatanan penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam jangka panjang. Hal paling kental dengan jelas dalam penempatan pejabat birokrasi pemerintahan daerah. Apalagi bila seorang kepala daerah memiliki anak, saudara, sepupu, keponakan, bahkan cucu yang berstatus Pegawai Negeri Sipil, maka seluruh pejabat pada posisi jabatan strategis dapat dipastikan akan diduduki oleh keluarga dan kroni kepala daerah yang bersangkutan.

3

Mur. Arsad. 13 Juni 2011. Otonomi Daerah dan Perilaku KKN Pejabat Daerah,


(24)

Tahun 2010, adik Atut, Ratu Tatu Chasanah, mengikuti Pilkada Kabupaten Serang. Ia terpilih jadi Wakil Bupati Serang 2010-2015 mendampingi Taufik NurimanAirin yang gagal di Pilkada Kabupaten Tangerang coba peruntungan di Pilkada Kota Tangerang Selatan 2010. Airin yang berpasangan dengan Benyamin Davnie terpilih sebagai Wali Kota Tangerang Selatan 2011-2015. Ibu tiri Atut, Heryani, juga tak ketinggalan. Ia terpilih menjadi Wakil Bupati Pandeglang pada Pilkada 2011 mendampingi Erwan Kurtubi. Pada tahun yang sama, Atut kembali mencalonkan diri sebagai gubernur Banten didampingi Rano Karno. Untuk kedua kalinya, Atut terpilih sebagai Gubernur Banten.4

Dalam kasus Ratu Atut jelas terlihat nepotisme dan bukanlah merupakan dinasti politik, karena dinasti politik sendiri berarti pewarisan jabatan kepada anak dari kepala daerah tanpa adanya pemilihan langsung oleh masyarakat, melainkan diangkat langsung. Dalam dinasti politik jelas dikatakan bahwa pewarisan jabatan dilakukan secara vertikal sejak dahulu misalnya dari kakek kepada ayah kepada anaknya yang sedang menjabat. Artinya tingakatannya sudah bertingkat-tingkat dan biasanya terjadi di kerajaan. Jadi disini kasus Ratu Atut merupakan penyalahgunaan kekuasaannya yang menimbulkan adanya nepotisme.

Praktek nepotisme yang terjadi sangat berdampak panjang pada pelayanan publik. Mental nepotisme yang masih tertanam pada pejabat-pejabat daerah membuat semakin menipisnya kepercayaan serta pelayanan terhadap masyarakat. contohnya saja pada sebuah desa dimana sistem kekeluargaan masih sangat kental 4

Roni Ariyanto Nugroho. 18 Desember 2013. Dinasti Politik Ratu Atut Setelah Delapan Tahun Berkuasa,


(25)

sehingga aparatur desa masih mendahulukan kepentingan keluarganya daripada kepentingan masyarakat. Bahkan tidak jarang masyarakat awam mendapat perlakuan yang berbeda sehingga dalam pengurusan sesuatu membutuhkan waktu yang lebih lama dari waktu yang seharusnya. Hal inilah yang menjadi problema dalam pelayanan publik. Pola pelayanan public pada dasarnya ada 5 macam yaitu : Pola pelayanan publik dapat dibedakan dalam 5 macam pola, yaitu : Pertama, Pola Pelayanan Teknis Fungsional adanya pola pelayanan masyarakat yang diberikan oleh suatu instansi pemerintah sesuai dengan bidang tugas, fungsi dan kewenangannya. Kedua, Pola Pelayanan Satu Pintu merupakan pola pelayanan masyarakat yang diberikan secara tunggal oleh suatu unit kerja pemerintah berdasarkan pelimpahan wewenang dari unit kerja pemerintah terkait lainnya yang bersangkutan. Ketiga, Pola Pelayanan Satu Atap yaitu pola pelayanan disini dilakukan secara terpadu pada satu instansi pemerintah yang bersangkutan sesuai kewenangan masing-masing. Keempat, Pola Pelayanan Terpusat adalah pola pelayanan masyarakat yang dilakukan oleh suatu instansi pemerintah yang bertindak selaku koordinator terhadap pelayanan instansi pemerintah lainnya yang terkait dengan bidang pelayanan masyarakat yang bersangkutan. Kelima, Pola Pelayanan Elektronik adalah pola pelayanan yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi yang merupakan otomasi dan otomatisasi pemberian layanan yang bersifat online sehingga dapat menyesuaikan diri dengan keinginan

dan kapasitas pelanggan. Namun dengan adanya nepotisme membuat pola pelayanan public tidak berjalan sebagaimana seharusnya.


(26)

Nepotisme dalam pelayanan publik dapat memberikan dampak positif dan dampak negatif. Dampak positifnya yaitu bagi masyarakat yang memiliki hubungan dengan aparatur pemerintahan akan lebih mudah dalam memperoleh pelayanan. Sementara dampak negatifnya yaitu bagi masyarakat yang tidak memiliki hubungan keluarga/kerabat dengan aparatur pemerintah akan mendapat pelayanan yang berbeda. Hal inilah yang membuat masyarakat apatis dengan aparatur pemerintahan dan menunjukkan bahwa nepotisme tersebut telah mempengaruhi rendahnya pelayanan publik.

Desa Purba Sinombah memiliki seorang kepala desa dimana struktur desanya itu terindikasi adanya nepotisme yang dilakukan oleh kepala desa, sehingga hal ini berdampak terhadap pelayanan publik yang dilakukan oleh kepala desa. Nepotisme yang terjadi di desa ini berbeda dengan nepotisme pada umumnya sebab pelayanan publik yang dilakukan kepala desa tidaklah menguntumakan kerabat atau keluarga kepala desa saja. Dalam hal ini, terlihat bahwa nepotisme yang terjadi tidak selamanya mengurangi kualitas pelayanan publik. Inilah yang membuat penulis tertarik untuk melihat bagaimana nepotisme kepala desa dalam melakukan pelayanan publik. Maka, dalam hal ini mengangkat judul penelitian “Nepotisme Kepala Desa Pada Pelayanan Publik (Studi Analisis : Kepala Desa Purba Sinombah, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun)”.

B. Rumusan Masalah

Nepotisme merupakan suatu perbuatan/tindakan atau pengambilan keputusan secara subyektif dengan terlebih dahulu mengangkat atau memberikan


(27)

jalan dalam bentuk apapun bagi keluarga/kelompok/golongannya untuk suatu kedudukan atau jabatan tertentu. Nepotisme berarti lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Sementara pelayanan publik adalah suatu sistem pelayanan umum dimana objeknya adalah masyarakat. Dalam pemerintahan desa, pelayanan public bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat di desa tersebut. Dalam pemerintahan desa terdapat struktur pemerintahan desa, yang merupakan implementor pelayanan publik. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya struktur pemerintahan desa kerap sekali melakukan tindakan nepotisme dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat. Dengan demikian rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana nepotisme kepala desa dalam memberikan pelayanan publik di Desa Purba Sinombah, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun.

C. Batasan Masalah

Dalam melakukan penelitian, perlu membuat pembatasan masalah terhadap apa yang diteliti, dengan tujuan untuk memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian dan hasil penelitian yang dihasilkan tidak menyimpang dari tujuan awal penulisan yang ingin dicapai. Penelitian ini hanya berfokus pada nepotisme kepala desa dalam melakukan pelayanan publik di Purba Sinombah, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun. Dimana yang menjadi batasan masalahnya adalah bagaimana dampak positif dan negatif dari nepotisme kepala desa terhadap pelayanan publik.


(28)

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian, dan adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah :

1. Menganalisis dampak nepotisme terhadap pelayanan publik dan struktur pemerintahan desa Purba Sinombah, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun.

2. Menganalisispola pelayanan publik di Desa Purba Sinombah yang terkait adanya nepotisme oleh Kepala Desa di Desa Purba Sinombah, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik bagi peneliti maupun bagi orang lain, terutama untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara akademis penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bidang Ilmu Politik khususnya dalam kajian pemerintahan desa dan diharapkan dapat menjadi referensi/kepustakaan bagi Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bagi institusi penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Kepala Desa Purba Sinombah, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab selaku kepala desa.


(29)

3. Bagi masyarakat penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukanserta informasi kepada masyarakat di Desa Purba Sinombah, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun.

F. Kerangka Teori

Teori merupakan seperangkat proporsi yang menggambarkan suatu gejala terjadi seperti itu. Proporsi yang dikandung dan yang membentuk teori terdiri atas beberapa konsep dalam bentuk hubungan sebab-akibat. Namun, karena di dalam teori juga mengandung konsep teoritis, berfungsi menggambarkan realitas dunia sebagaimana yang dapat diobservasi.5

digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah :

Penggunaan teori penting kiranya dalam menelaah suatu masalah atau fenomena sehingga masalah atau fenomena tersebut dapat diterangkan secara eksplisit dan sistematis. Adapun teori-teori yang

1. Konsep Nepotisme a. Pengertian Nepotisme

Nepotisme berasal dari istilah bahasa Inggris “Nepotism”yang secara

umum mengandung pengertian “mendahulukan atau memprioritaskan keluarganya/kelompok/golongan untuk diangkat dan atau diberikan jalan menjadi pejabat negara atau sejenisnya. Dengan demikian nepotisme merupakan suatu perbuatan/tindakan atau pengambilan keputusan secara subyektif dengan terlebih

5


(30)

dahulu mengangkat atau memberikan jalan dalam bentuk apapun bagi keluarga/kelompok/golongannya untuk suatu kedudukan atau jabatan tertentu.6

Nepotisme berarti lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Kata ini biasanya digunakan dalam konteks derogatori. Sebagai contoh, kalau seorang manajer mengangkat atau menaikan jabatan seorang saudara, bukannya seseorang yang lebih berkualifikasi namun bukan saudara, manajer tersebut akan bersalah karena

nepotisme. Pakar-pakar

nepotisme adalah berdasarkan naluri, sebagai salah satu bentuk dari

Kata nepotisme berasal dari kata Latin nepos, yang berarti "keponakan"

atau "cucu". Pada mengambil janji "chastity", sehingga biasanya tidak mempunyai anak kandung -

memberikan kedudukan khusus kepada keponakannya seolah-olah seperti kepada anaknya sendiri.7

Beberapa paus diketahui mengangkat keponakan dan saudara

lainnya menjadi

melanjutkan "dinasti" kepausan. Contohnya, Borja, mengangkat dua keponakannya menjadi kardinal; salah satunya, Rodrigo, kemudian menggunakan posisinya kardinalnya sebagai batu loncatan ke posisi paus, menjadi

6

Wordpress.com. Nepotisme. 2014 pukul 19.45 WIB.

7

Wikipedia.org, Nepotisme, 19.l2 WIB.


(31)

Farnese, adik kekasih gelapnya, menjadi kardinal; Farnese kemudian menjadi keponakannya (umur 14 tahun dan 16 tahun) sebagai Kardinal. Praktek seperti ini akhirnya diakhiri oleh Romanum decet pontificem pada tahunBulla kepausan ini melarang semua paus di seluruh masa untuk mewariskan tanah milik, kantor, atau pendapatan kepada saudara, dengan pengecualian bahwa seseorang saudara yang paling bermutu dapat dijadikan seorang Kardinal.

Di Indonesia, tuduhan adanya nepotisme bersama dengan korupsi dan kolusi (KKN) dalam pemerintahan Orde Baru, dijadikan sebagai salah satu

pemicu gerakan reformasi yang mengakhiri kekuasaan presiden Soekarno.8

b. Bentuk-Bentuk Nepotisme

Sudah menjadi rahasia umum bahwa sebagian besar pegawai negeri memiliki akar keterkaitan yang mengarah pada nepotisme. Kecenderung neotisme ini dapat dilihat dalam berbagai bentuk, mulai dari yang paling umum seperti Ikatan Kekeluargaan, College Tribalism, Organizational Tribalism, sampai Institutional Tribalism. 9

8

Wikipedia.org, Nepotisme, 19.l2 WIB.

9

Wordpress.com, Konsep Nepotisme menurut Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia


(32)

1. Ikatan Kekeluargaan

Merupakan bentuk nepotisme yang paling sederhana, karena mudah dikenali. Hal ini terjadi karena biasanya ikatan kekeluargaan tercermin dari kesamaan nama belakang atau kemiripan wajah. Memang lucu apabila diperhatikan dijajaraan pegawai negeri, terutama di Kantor Pemda, banyak yang memiliki wajah yang mirip serta nama belakang yang sama. Mereka memang dalam kehidupan sebagai rakyat biasa adalah bersaudara.

Lebih luas dari ikatan kekeluargaan ini adalah adanya fenomena pegawai suatu instansi yang berasal dari suku atau suatu daerah tertentu. Sebagai contoh fenomena yang terjadi di kantor Pemda DKI. Walaupun berganti-ganti gubernur, tetapi para pejabat terasnya biasanya berasal dari suatu daerah yang dikenal dengan sebutaan “Babi Kuning”, yaitu dari daerah Batak, Bima dan Kuningan. Atau fenomena “Pen-Jabar-an” di Kantor Depdagri pada waktu menterinya berasal dari Jawa Barat dan contoh lainnya.

2. College Tribalism

Adalah bentuk nepotisme yang biasanya terjadi bilamana para pelakunya alumni dari perguruan tinggi atau jurusan yang sama. Tidaklah aneh ketika pimpinan suatu unit kerja adalah alumni suatu perguruan tinggi atau jurusan tertentu, maka mereka akan merekrut sebagian besar staffnya dari alumni perguruan tinggi atau jurusan yang sama. Bahkan, lebih jauh lagi, counterpart di instansi teknis, serta rekanannya juga siatur sedemikian tupa sehingga merupakan rombongan dari perguruan tinggi atau jurusan yang sama.


(33)

3. Organizational Tribalism

Adalah bentuk nepotisme dimana para pelakunya adalah sama-sama anggota suatu organisasi, seperti partai politik, organisasi profesi, organisasi pemuda, dan lainnya. Bentuk nepotisme ini akan sangat berbahaya apabila mereka memiliki misi untuk memperjuangkan suatu kepentingan politik. Hal ini akan menyebabkan pegawai negeri menjadi orang-orang partisan. Disamping itu, patut disadari bahwa korupsi untuk membiayai kepentingan politik memerlukan biaya yang sangat besar.

4. Institutional Tribalism

Adalah bentuk nepotisme dimana para pelakunya adalah berasal dari instansi yang sama diluar instansinya saat ini. Biasanya seorang pimpinan yang berasal dari instansi lain akan membawa pegawai yang datang secara bergerombol maupun bertahap. Bentuk nepotisme ini juga dicirikan dengan masih kentalnya ikatan pegawai instansi tersebut dengan instansi asalnya.

2. Teori Pelayanan Publik a. Defenisi Pelayanan Publik

Penggunaan istilah pelayanan publik (public service) di Indonesia

dianggap memiliki kesamaan arti dengan istilah pelayanan umum atau pelayanan masyrakat. Oleh sebab itu ketiga istilah tersebut dipergunakan bersamaan dan tidak memiliki perbedaan yang mendasar. Pelayanan berfungsi sebagai sebuah sistem yang menyediakan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.


(34)

Sementara istilah public, yang berasal dari bahasa Inggris (public),

terdapat beberapa pengertian, yang memiliki arti dari bahasa Indonesia, yaitu umum, masyarakat dan negara. Sedangkan dalam pengertian negara satu-satunya adalah public authorities (otoritas negara), public building (bangunan negara),

public revenue (penerimaan negara) dan public sector (sector negara). Dalam hal

ini, pelayanan merujuk pada pengertian masyarakat atau umum.

Namun demikian pengertian publik yang melekat pada pelayanan public tidak sepenuhnya sama dengan pengertian masyarakat. Karakteristik khusus dari pelayanan publik yang membedakan dari pelayanan swasta adalah10

a. Sebagian besar layanan pemerintah berupa jasa, dan barang tak nyata. Contohnya yaitu sertifikat, perijinan, transportasi, ketertiban, kebersihan dan lain sebagainya.

:

b. Selalu terkait dengan jenis pelayanan-pelayanan yang lain, dan membentuk sebuah jalinan sistem pelayanan yang berskala nasional. Contohnya dalam hal pelayanan transportasi.

c. Pelanggan internal cukup menonjol, sebagai akubat dari tatanan organisasi pemerintahan yang cenderung birokratis. Dalam pelayanan berlaku prinsip utamakan pelanggan eksternal lebihh dari pelanggan internal. Namun kondisi nyata dalam hal hubungan antar lembaga pemerintahan sering menonjolkan petugas pelayanan agar mendahulukan pelanggan internal.

10

Kerangka Teori, 2014 Pukul 17.29 WIB.


(35)

d. Efisiensi dan efektivitas pelaynan akan meningkat seiring dengan peningkatan mutu pelayanan. Semakin tinggi mutu pelayanan bagi masyarakat, maka semakin tinggi pula kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Dengan demikian akan semakin tinggi pula peran serta masyarkat dalam kegiatan pelayanan.

e. Masyarakat secara keseluruhan diperlakukan sebagai pelanggan tak langsung, yang sangat berpengaruh kepada upaya-upaya pengembangan pelayanan. Desakan untuk memperbaiki pelayanan oleh polisi bukan dilakukan oleh hanya pelanggan langsung (mereka yang pernah mengalami gangguan keamanan saja), akan tetapi juga oleh seluruh lapisan masyarakat.

f. Tujuan akhir dari pelayanan publik adalah terciptanya tatanan kehidupan masyarakat yang berdaya untuk mengurus persoalannya masing-masing.

b. Ruang lingkup Pelayanan Publik

Secara umum, pelayanan dapat berbentuk barang yang nyata (tangible),

barang tidak nyata (intangible), dan juga dapat berupa jasa. Layanan barang tidak

nyata dan jasa adalah jenis layanan yang identik. Jenis-jenis pelayanan ini memiliki perbedaan mendasar, misalnya bahwa pelayanan barang sangat mudah diamati dan dinilai kualitasnya, sedangkan pelayanan jasa relatif lebih sulit untuk dinilai. Walaupun demikian dalam prakteknya keduanya sulit untuk dipisahkan. Suatu pelayanan jasa biasanya diikuti dengan pelayanan barang, demikian pula sebaliknya pelayanan barang selalu diikuti dengan pelayanan jasanya.


(36)

Nurcholis membagi fungsi pelayanan publik ke dalam bidang-bidang sebagai berikut11

a. Pendidikan :

b. Kesehatan c. Keagaman

d. Lingkungan : tata kota, kebersihan, sampah, penerangan e. Rekreasi : taman, teater, museum.

f. Sosial g. Perumahan h. Pemakaman

i. Registrasi penduduk : kelahiran, kematian j. Air minum

k. Legalitas (hokum), seperti KTP, Paspor, sertifikat, dll

Gambar dibawah ini berikut menjelaskan keonsep dasar peran pemerintah sebagai penyedia layanan umum dan peran warga masyarakat sebagai pengguna atau penerima layanan sekaligus peran dalam membantu penyelenggaraan pelayanan publik.

11 ibid


(37)

Gambar 1.1

Partisipasi Dalam Pelayanan Publik

Sumber : Suwarno, Yogi. 2005

Dalam gambar ini dikenal istilah co-producer yang berarti penghasil jasa

atau layanan. Co-Producer ini adalah masyarakat yang terlibat dalam

penyelenggaraan pemberian layanan umum, sebagai bentuk partisipasi. Ini berangkat dari konsep ko-produksi yang dijelaskan oleh Ostrom. Dalam defenisinya Ostrom menjelaskan bahwa “coproduction as the process through

which inputs used to produce a good or service are contributed by individuals

who are not “in” the same organization”, yaitu bahwa co-production adalah

proses di mana input yang digunakan untuk menghasilkan barang atau jasa diberikan oleh individu yang bukan berasal dari organisasi yang sama.

Dalam Keputusan Menpan No: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, pengelompokan pelayanan publicsecara garis besar adalah :

Service

Citizenry

Goverment Co-Producer


(38)

1. Pelayanan administratif 2. Pelayanan barang 3. Pelayanan jasa

Dari berbagai jenis pengelolaan pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintahan tersebut, umumnya akan timbul beberapa persoalan dalam hal penyediaan pelayanan publik. LAN mengidentifikasi persoalan-persoalan sebagai berikut12

1. Kelemahan yang berasal dari sulitnya menentukan atau mengukur output maupun kualitas dari pelayanan yang diberikan oleh pemerintahan.

:

2. Pelayanan yang diberikan pemerintahan memiliki ketidakpastian tinggi dalam hal teknologi produksi sehingga hubungan antara output dan input tidak dapat ditentukan dengan jelas.

3. Pelayanan pemerintahan tidak mengenal “bottom line” artinya seburuk

apapun kinerjanya, pelayanan pemerintah tidak mengenal istilah bangkrut.

4. Berbeda dengan mekanisme pasat yang memiliki kelemahan dalam pemecahan masalah ekternalities, organisasi pelayanan pemerintah

menghadapi masalah berupa internalities. Artinta, organisasi

pemerintah sangat sulit mencegah pengaruh nilai-nilai dan kepentingan para birokrat dari kepentingan umum masyarakat yang seharusnya

12 ibid


(39)

dilayaninya.

c. Standar Pelayanan Publik

Dalam upaya mencapai kualitas pelayanan yang baik, diperlukan penyusunan standar pelayanan publik yang dapat menjadi tolok ukur pelayanan yang berkualitas. Penetapan standar pelayanan public merupakan fenomena yang berlaku baik di negara maju maupun dinegara berkembang. Di Amerika Serikat pada era pemerintahan Presiden Bill Clinton, ditandai dengan dikeluarkannya executive order 12863, yang mengharuskan semua instansi pemerintah untuk

menetapkan standar pelayanan standar pelayanan konsumen (setting customer

service standart).

Isi executive order intinya adalah adanya upaya identifikasi pelanggan

yang (harus) dilayani oleh instansi, mensurvei pelanggan untuk menentukan jenis dan kualitas pelayanan yang mereka inginkan dan untuk menentukan tingkat kepuasan pelanggan dengan pelayanan yang sedang berjalan, mengukur hasil yang terbaik, menyediakan berbagai pilihan sumber-sumber pelayanan kepada pelanggan dan sistem pengaduan yang mudah diakses, serta menyediakan sarana untuk menampung dan menyelesaikan keluhan/pengaduan.

Di Indonesia, upaya untuk menetapkan standar pelayanan publik dalam rangkapeningkatan kualitas pelayanan publik sebenarnya telah lama dilakukan. Upaya tersebutantara lain ditunjukan dengan terbitnya berbagai kebijakan, diantaranya adalah UU RI No.25Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.


(40)

Namun sejauh ini standar pelayanan publik sebagaimana yang dimaksud masih lebih banyak berada pada tingkat konsep, sedangkan implementasinya masih jauh dari harapan. Hal ini terbukti dari masih buruknya kualitas pelayanan yang diberikan oleh berbagai instansi pemerintah sebagai penyelenggara layanan publik.

Adapun yang dimaksud dengan standar pelayanan (LAN, 2003) adalah suatu tolok ukur yang dipergunakan untuk acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai komitmen atau janji dari pihak penyedia pelayanan kepada pelanggan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas. Sedangkan yang dimaksud dengan pelayanan berkualitas adalah pelayanan yang cepat, menyenangkan, tidak mengandung kesalahan, serta mengikuti proses dan prosedur yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Jadi pelayanan yang berkualitas tidak hanya ditentukan oleh pihak yang melayani, tetapi juga pihak yang ingin dipuaskan ataupun dipenuhi kebutuhannya. Manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya standar pelayanan antara lain adalah:

1. Memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa mereka mendapat pelayanan dalamkualitas yang dapat dipertanggungjawabkan, memberikan fokus pelayanan kepadapelanggan/masyarakat, menjadi alat komunikasi antara pelanggan dengan penyedia pelayanan dalam upaya meningkatkan pelayanan, menjadi alat untuk mengukur kinerja pelayanan serta menjadi alat monitoring dan evaluasi kinerja pelayanan.


(41)

2. Melakukan perbaikan kinerja pelayanan publik. Perbaikan kinerja pelayanan publik mutlak harus dilakukan, dikarenakan dalam kehidupan bernegara pelayanan publik menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas. Hal ini disebabkan tugas dan fungsiutama pemerintah adalah memberikan dan memfasilitasi berbagai pelayanan publikyang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan ataupun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, utililitas, sosial dan lainnya.

3. Meningkatkan mutu pelayanan. Adanya standar pelayanan dapat membantu unit-unit penyedia jasa pelayanan untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat pelanggannya. Dalam standar pelayanan ini dapat terlihat dengan jelas dasar hukum, persyaratan pelayanan, prosedur pelayanan, waktu pelayanan, biaya serta proses pengaduan, sehingga petugas pelayanan memahami apa yang seharusnya mereka lakukan dalam memberikan pelayanan.

Masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan juga dapat mengetahui dengan pasti hakdan kewajiban apa yang harus mereka dapatkan dan lakukan untuk mendapatkan suatu jasa pelayanan. Standar pelayanan juga dapat membantu meningkatkan transparansi dana kuntabilitas kinerja suatu unit pelayanan.

Dengan demikian, masyarakat dapat terbantu dalam membuat suatu pengaduan ataupun tuntutan apabila tidak mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Berdasarkan uraian di atas, maka standar


(42)

pelayanan menjadi faktor kunci dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik. Upaya penyediaan pelayanan yang berkualitas antara lain dapat dilakukan dengan memperhatikan ukuran-ukuran apa saja yang menjadi kriteria kinerja pelayanan.13

d. Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan telah menjadi salah satu isu penting dalam penyediaan layanan publik di Indonesia. Kesan buruknya pelayanan publik selama ini selalu menjadi citra yang melekat pada institusi penyedia layanan di Indonesia. Selama ini pelayanan publik selalu identik dengan kelambanan, ketidakadilan, dan biaya tinggi. Belum lagi dalam hal etika pelayanan di mana perilaku aparat penyedia layanan yang tidak ekspresif dan mencerminkan jiwa pelayanan yang baik.

Kualitas pelayanan merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Oleh karenanya kualitas pelayanan berhubungan dengan pemenuhan harapan atau kebutuhan pelanggan. Penilaian terhadap kualitas pelayanan ini dapat dilihat dari beberapa sudut pandang yang berbeda misalnya dari segi:

1. Product Based, di mana kualitas pelayanan didefinisikan sebagai suatu fungsi

yang spesifik, dengan variabel pengukuran yang berbeda terhadap karakteristik produknya.

13 ibid


(43)

2. User Based, di mana kualitas pelayanan adalah tingkatan kesesuaian pelayanan

dengan yang diinginkan oleh pelanggan.

3. Value Based, berhubungan dengan kegunaan atau kepuasan atas harga.

e. Permasalahan Pelayanan Publik

1. Penyelenggaraan

Dilihat dari sisi penyelenggaraannya, pelayanan publik di Indonesia umumnya masih memiliki beberapa kelemahan, diantaranya :

a. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan sampai dengan tingkatan penanggungjawab instansi, respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat sering kali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali.

b. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya di sampaikan kepada masyarakat, lambat penyampaiannya, atau bahkan tidak sampai sama sekali kepada masyarakat.

c. Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan tertelak jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan.

d. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan tumpang kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait.


(44)

e. Terlalu birokratis. Pelayanan, khususnya pelayanan perijinan, pada umumnya di lakukan dengan melalui proses yang terdiri dari beberapa meja yang harus di lalui, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama.

f. Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya aparat pelayanan kurang peduli terhadap keluhan/saran/aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan diberikan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu kewaktu.

g. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan, khususnya dalam pelayanan perijinan, sering kali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan.

2. Sumber Daya Manusia

Dilihat dari sisi sumber daya manusianya, kelemahan utama pelayanan public oleh pemerintah adalah tentang kurangnya profesionalisme, kompetensi, empati dan etika. Dan salah satu unsur utama yang sangat perlu dipertimbangkan untuk perbaikan/peningkatan mutu pelayanan publik adalah masalah sistem remunersi (penggajian) yang sesuai bagi birokrat dapat dikurangi, atau dibersihkan.

3. Kelembagaan

Kelemahan utama kelembagaan birokrasi pemerintah terletak pada desain organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat yang efisien dan optimal, tetapi justru hirarkis, sehingga


(45)

membuat pelayanan menjadi berbeli-belit (birokratis) dan tidak terkoordinasi dengan baik. Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi pengaturan dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat dominan dilakukan oleh pemerintah, sehingga pelayanan publik menjadi tidak efisien. Sebaiknya, kedua fungi tersebut dibagi secara seimbang antara pemerintah danmasyarakat, yaitu pemeritah sebagai pemegang fungsi pengaturan, sedangkan dalam hal-hal tertentu yang memungkinkan, masyarakat dilibatkan dalam fungsi

penyelenggaraan, misalnya perencanaan dan pembangunan.14

f. Jenis dan Pola Pelayanan Publik

Kewajiban pemerintah adalah memberikan pelayanan public menjadi hak setiap warga negara ataupun memberikan pelayanan kepada warganegara yang memenuhi kewajibannya terhadap negara. Kewajiban pemerintah, maupun hak setiap warga pada umumnya disebutkan dalam konstitusi suatu negara. Bentuk pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis pelayanan, yaitu :

Pertama, pelayanan administratif yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya. Dokumen-dokumen ini antara lain Kartu Tanda Penduduk (KTP), Akte Pernikahan, Akte Kelahiran, Akte Kematian, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), SuratIjin Mengemudi (SIM), Surat Tanda

14


(46)

Kendaraan Bermotor (STNK), Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Paspor, Sertifikat Kepemilikan/Penguasaan Tanah dan sebagainya. Kedua, pelayanan barang yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk/jenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan telepon, penyedia tenaga listrik, air bersih dan sebagainya. Ketiga, pelayanan jasa yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh public, misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan transportasi, pos dan lain sebagainya.

Pola pelayanan publik dapat dibedakan dalam 5 macam pola, yaitu :

Pertama, Pola Pelayanan Teknis Fungsional adanya pola pelayanan masyarakat yang diberikan oleh suatu instansi pemerintah sesuai dengan bidang tugas, fungsi dan kewenangannya. Kedua, Pola Pelayanan Satu Pintu merupakan pola pelayanan masyarakat yang diberikan secara tunggal oleh suatu unit kerja pemerintah berdasarkan pelimpahan wewenang dari unit kerja pemerintah terkait lainnya yang bersangkutan. Ketiga, Pola Pelayanan Satu Atap yaitu pola pelayanan disini dilakukan secara terpadu pada satu instansi pemerintah yang bersangkutan sesuai kewenangan masing-masing. Keempat, Pola Pelayanan Terpusat adalah pola pelayanan masyarakat yang dilakukan oleh suatu instansi pemerintah yang bertindak selaku koordinator terhadap pelayanan instansi pemerintah lainnya yang terkait dengan bidang pelayanan masyarakat yang bersangkutan. Kelima, Pola Pelayanan Elektronik adalah pola pelayanan yang


(47)

menggunakan teknologi informasi dan komunikasi yang merupakan otomasi dan otomatisasi pemberian layanan yang bersifat online sehingga dapat menyesuaikan

diri dengan keinginan dan kapasitas pelanggan. 15

3. Konsep Pemerintahan Desa

Bagaimanapun kecilnya suatu negara, negara tersebut tetap akan membagi-bagikan pemerintahan menjadi sistem yang lebih kecil (pemerintah daerah) untuk memudahkan pelimpahan tugas dan wewenang, namun demikian pemerintah pusat juga tidak urung merasa curiga terhadap timbulnya separatisme dari hasil pemberian otonomi daerah.16

a. Pengertian Pemerintahan Daerah

Perubahan ke 4 (empat) UUD 1945 menyatakan jelas mengenai bentuk dan susunan pemerintahan daerah dalam kerangka Negara Republik Indonesia. Pasal 18 ayat (1) berbunyi :

“ Negara Kesatuan Repulik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propisi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur Undang-Undang”.

Sedang Pasal 18 ayat (5) UUD 1945 menyebutkan bahwa:

“pemerintah daerah merupakan daerah otonom yang dapat menjalankan urusan pemerintahan dengan seluas-luasnya serta mendapat hak untuk mengatur kewenangan pemerintahan kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat”.

15

Blogspot.com, Jenis dan Pola Pelayanan Publik

16


(48)

Definisi Pemerintahan Daerah di dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pasal 1 ayat 2, adalah sebagai berikut:

“Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip NegaraKesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

Melihat definisi pemerintahan daerah seperti yang telah dikemukakan diatas, maka yang dimaksud pemerintahan daerah disini adalah penyelenggaraan daerah otonom oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi dimana unsur penyelenggara pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan perangkat daerah.

b. Fungsi Pemerintah Daerah

Fungsi pemerintah daerah dapat diartikan sebagai perangkat daerah menjalankan, mengatur dan menyelenggarakan jalannya pemerintahan. Fungsi pemerintah daerah menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 adalah :

a. Pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

b. Menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintahan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah.


(49)

c. Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah. Dimana hubungan tersebut meliputi wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya.

c. Asas Pemerintahan Daerah

Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan, khususnya pemerintahan daerah, sangat bertalian erat dengan beberapa asas dalam pemerintahan suatu negara, yakni sebagai berikut17

a. Asas sentralisasi :

Asas sentralisasi adalah sistem pemerintahan dimana sistem pemerintahan di mana segala kekuasaan dipusatkan di pemerintah pusat.

b. Asas desentralisasi

Asas desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan dalam sistem Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

c. Asas dekonsentrasi

17Dian. 28 April 2013. Pengertian, Fungsi dan Asas Pemerintah Daerah.

2014 pukul 19.30 WIB.


(50)

Asas dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah kepada instansi vertikal wilayah tertentu.

d. Asas tugas pembantuan

Asas tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa; dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota dan/atau desa; serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk tugas tertentu.

Asas desentralisasi dalam pemerintahan daerah di Indonesia dapat ditanggapi sebagai hubungan hukum keperdataan, dimana terdapat penyerahan sebagian hak dari pemilik hak kepada penerima sebagain hak, dengan obyek tertentu. Pemilik hak pemerintahan adalah di tangan pemerintah, dan hak pemerintahan tersebut diberikan kepada pemerintah daerah, dengan obyek hak berupa kewenangan pemerintah dalam bentuk untuk mengatur urusan pemerintahan, dengan tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ditinjau dari sudut penyelenggaraan pemerintahan, desentralisasi antara lain bertujuan meringankan beban pekerjaan Pemerintah Pusat. Dengan desentralisasi tugas dan pekerjaan dialihkan kepada Daerah. Pemerintah Pusat dengan demikian dapat memusatkan perhatian pada hal-hal yang bersangkutan dengan kepentingan nasional atau negara secara keseluruhan.

Dengan demikian, menurut hemat penulis desentralisasi merupakan asas yang menyatukan penyerahan sejumlah urusan pemerintahan dari pemerintah


(51)

pusat atau dari pemerintah daerah yang lebih tinggi kepada pemerintah daerah yang lebih rendah sehingga menjadi urusan rumah tangga sendiri daerah itu. Untuk itu semua prakarsa, wewenang dan tanggungjawab mengenai urusan-urusan diserahkan sepenuhnya menjadi tanggungjawab daerah itu.

Tujuan utama yang ingin dicapai melalui kebijaksanaan desentralisasi yaitu: tujuan politik dan tujuan administratif.

a. Tujuan politik akan memposisikan Pemerintah Daerah sebagai medium pendidikan politik bagi masyarakat di tingkat lokal dan secara agregat akan

berkontribusi pada pendidikan politik secara nasional untuk mencapai terwujudnya civil society.

b. Tujuan administratif akan memposisikan Pemerintah Daerah sebagi unit pemerintahan di tingkat lokal yang berfungsi untuk menyediakan pelayanan masyarakat secara efektif, efisien, dan ekonomis yang dalam hal ini terkait dalam pelayanan publik.

Sejalan dengan pendapat tersebut, ide desentralisasi yang terwujud dalam konsep otonomi daerah sangat terkait dengan konsep pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu dalam desentralisasi terdapat 3 (tiga) dimensi utama, yaitu:

1) Dimensi ekonomi, rakyat memperoleh kesempatan dan kebebasan untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga mereka secara relatif melepaskan ketergantungannya terhadap bentuk-bentuk intervensi pemerintah, termasuk didalamnya mengembangkan paradigma pembangunan yang berorientasi pada ekonomi kerakyatan.


(52)

Dalam konteks ini, eksploitasi sumber daya dilakukan untuk kepentingan masyarakat luas, dilakukan oleh masyarakat lokal;

2) Dimensi politik, yakni berdayanya masyarakat secara politik, yaitu ketergantungan organisasi-organisasi rakyat dari pemerintah;

3) Dimensi psikologis, yakni perasaan individu yang terakumulasi menjadi perasaan kolektif (bersama) bahwa kebebasan menentukan nasib sendiri menjadi sebuah keniscayaan demokrasi. Tidak ada perasaan bahwa “orang pusat” lebih hebat dari “orang daerah” dan sebaliknya.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, tampak bahwa tujuan yang akan diwujudkan dengan dianutnya konsep desentralisasi adalah agar tidak terjadi penumpukan kekuasaan (concentration of power) pada satu pihak saja, yakni

Pemerintah Pusat. Dan dengan desentralisasi diharapkan terjadi distribusi kekuasaan (distribution of power) maupun transfer kekuasaan (transfer of power)

dan terciptannya pelayanan masyarakat (public services) yang efektif, efisien dan

ekonomis serta terwujudnya pemerintahan yang demokratis (democratic

government) sebagai model pemerintahan modern serta menghindari lahirnya

pemerintahan sentralistik yang sebenarnya sudah tidak populer. Pemerintahan sentralistik menjadi tidak popular karena tidak mampu memahami dan menterjemahkan secara cepat dan tepat nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di daerah, serta kurangnya pemahaman terhadap sentiment lokal. Salah satu alasan karena warga masyarakat merasa lebih aman dan tentram dengan badan


(53)

pemerintah lokal yang lebih mengetahui keinginan, aspirasi dan kepentingan masyarakat daerah, serta lebih baik secara fisik dan juga secara psikologis.

Kebijakan desentralisasi yang dijalankan di Indonesia sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004 tidak lagi merujuk pada istilah tingkatan karena hubungan provinsi dan daerah kita bersifatcoordinate dan independent. Distribusi fungsi

diberikan pada provinsi atau pada tingkatan pertama dalam pembagian dan kabupaten atau kota setara dengan tingkatan ke dua. Selain itu, UU No. 32 Tahun 2004 juga mengatur distribusi fungsi pada pemerintahan desa yang setara dengan tingkatan ketiga. Namun dalam hal pelaksanaannya, distribusi fungsi pada pemerintahan desa dijalankan dibawah subordinasi dan bergantung pada daerah kabupaten atau kota.

Sistem otonomi daerah yang memberikan sebagian wewenang yang tadinya harus diputuskan pada pemerintah pusat kini dapat di putuskan di tingkat pemerintah daerah. Kelebihan sistem ini adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan di pusat. Namun kekurangan dari sistem desentralisasi pada otonomi khusus untuk daerah adalah euforia yang berlebihan di mana wewenang tersebut hanya mementingkan kepentingan golongan dan kelompok serta digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau oknum. Hal tersebut terjadi karena sulit untuk dikontrol oleh pemerintah di tingkat pusat.

Pemberian otonomi daerah sebagai perwujudan dari desentralisasi pada hakekatnya memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan


(54)

mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat (UU No. 32 Tahun 2004).

Desentralisasi diselenggarakan untuk mewakili kepentingan nasional. Desentralisasi diselenggarakan untuk mewakili kepentingan masyarakat setempat (lokal) di daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mengingat masyarakat tiap masyarakat lokal memiliki keunikan masing-masing, dengan demikian hanya cocok jika instrumen desentralisasi diterapkan.

Desentralisasi menurut berbagai pakar memiliki segi positif, diantaranya : secara ekonomi, meningkatkan efisiensi dalam penyediaan jasa dan barang publik yang dibutuhkan masyarakat setempat, megurangi biaya, meningkatkan output dan lebih efektif dalam penggunaan sumber daya manusia. Secara politis, desentralisasi dianggap memperkuat akuntabilitas, political skills dan integrasi

nasional. Desentralisasi lebih mendekatkan pemerintah dengan masyarakatnya, memberikan/menyediakan layanan lebih baik, mengembangkan kebebasan,

persamaan dan kesejahteraan.

G. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara yang ditempuh oleh peneliti untuk menjawab permasalahan penelitian atau rumusan masalah.18

18

Dr. Saifuddin.2010.Metode Penelitian.Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Hal 1.

Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian deskriptif menuturkan pemecahan masalah yang ada


(55)

sekarang berdasarkan data-data, menyajikan data, menganalisis, menginterpretasi dan juga bersifat komperatif dan korelatif.19

Metode penelitian yang akan digunakan untuk menjawab penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (1992:21-22) dalam buku Pengantar Metodologi Penelitian karya Jusuf Soewadji, MA menjelaskan bahwa penelitian kuanlitatif diartikan sebagai salah satu prosedur penelitian yang paling menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati seperti individu, kelompok, ataupun organisasi tertentu dalam suatu koneksi tertentu yang dikaji dari sudut pandang

Penelitian kualitatif deskriptif yaitu menganalisis dampak nepotisme kepala desa pada pelayanan publik. Hal tersebut dimaknai dengan apakah ada perbedaan pelayanan antara masyarakat yang memiliki kekerabatan dengan kepala desa dan yang tidak memiliki hubungan kekerabatan. Semua itu akan diteliti dengan mengadakan survey ke Desa Purba Sinombah secara langsung.

yang utuh, komprehensif dan holistik. 20

2. Lokasi Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini diadakan di Desa Purba Sinombah, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.

19

Cholid Narbuko dan Abu Achmadi. 1997. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara. Hal 44.

20


(56)

3. Jenis Data

Kegiatan penelitian baik penelitian sosial ataupun penelitian eksakta selalu berkaitan dengan sumber data. Didalam sejarah perkembangan penelitian, pada awalnya yang dikatakan sebagai sumber data hanyalah apa yang ditemui pada saat itu baik yang dilihat ataupun yang didengar tanpa mempertimbangkan segi perkembangan dan waktu.

Perkembangan atau lebih tepatnya perubahan akan terjadi selama mekanisme kegiatan manusia dan akan berinteraksi seiring dengan waktu. Oleh sebab itu peranan waktu akan semakin menentukan dalam perkembangan ataupun kejadian perubahan. Perubahan akan terjadi dengan nyata apabila terdapat rekaman awal, rekaman selama terjadinya interaksi dan rekaman akhir. Kumpulan perubahan tersebut yang dalam hal ini disebut sebagai sumber data.21

a. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan. Dilakukan sengan metode wawancara mendalam (indepth-interview) yang dipandu

dengan pedoman wawancara. Wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara bebas terpimpin. Dimana model wawancara bebas terpimpin yaitu diartikan sebagai wawancara yang menggunakan pedoman wawancara (daftar pertanyaan) namun berupa kalimat-kalimat yang tidak permanen atau mengikat.

Pada penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder, yaitu :

22

21

Sukandarrumidi. 2006. Metodologi Penelitian (Petunjuk Praktis Untuk Peneliti

Pemula). Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal 44.

Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung dan

22

Iin Tri Rahayu dan Tristiadi Hardi. 2004. Observasi dan Wawancara. Malang: Bayu Media Publishing. Hal 79.


(57)

terbuka kepada informan atau pihak-pihak yang berhubungan dan memiliki relevansi terhadap masalah yang berhubungan dengan penelitian.

b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh baik yang belum diolah maupun yang telah diolah, baik dalam bentuk angka maupun uraian. Data diperoleh dari literatur yang relevan dengan judul penelitian seperti buku-buku, jurnal, artikel, makalah, undang-undang, peraturan-peraturan, internet serta sumber-sumber lain yang dapat memberikan informasi mengenai judul penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian, data sangat dibutuhkan sebagai acuan untuk menjamin keakuratan dalam menganalisis penelitian tersebut. Maka peneliti dalam hal ini melakukan teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder. Pengambilan data primer dilakukan dengan wawancara secara langsung. Dalam hal ini, peneliti menggunakan metode purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang disesuaikan dengan tujuan

dan syarat tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan dan masalah penelitian. Wawancara ini dilakukan secara langsung kepada informan ataupun narasumber yang dianggap paling sesuai dengan objek penelitian, serta melakukan tanya jawab secara mendalam terkait permasalahan yang diteliti kepada informan dan narasumber dalam objek penelitian ini. Pihak-pihak yang diwawancarai dilibatkan dalam penggalian data sebagai informan dengan tujuan agar memperoleh


(58)

informasi yang tersaring tingkat akurasinya sehingga keseimbangan informasi dapat diperoleh.23

1. Bue Sipayung selaku Tokoh Agama

Maka, peneliti mengambil informan sebanyak 8 orang yaitu :

2. Hotman Sihombing selaku Tokoh Adat

3. Kardiaman Saragih selaku Tokoh Pendidikan

4. Marudin Saragih selaku Kepala Dusun Purba Sinombah, 5. K.Sipayung sebagai dari Dusun Purba Sinombah,

6. Kastira Girsang dari Dusun Purba Sinombah, 7. Hotria Sinaga dari Dusun PCS,

8. Panly Saragih dari Dusun Parmonangan.

Selain dengan metode wawancara, peneliti juga menggunakan pengumpulan data sekunder yaitu dengan mencari data dan informasi melalui buku, internet, jurnal dan lainnya yang berkaitan dengan penelitian. Data-data tersebut digunakan sebagai acuan untuk menggambarkan konsep yang dituliskan dalam penelitian ilmiah ini. Selain itu, peneliti juga mencari informasi dan referensi tambahan melalui buku-buku terkait nepotisme dan pelayanan publik, peraturan-peraturan desa, petunjuk pelaksanaan pengawasan tindak pidana KKN, artikel-artikel koran dan jurnal-jurnal penelitian dan sebagainya yang bisa

membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

23

Sukandarrumidi. 2006. Metodologi Penelitian (Petunjuk Praktis Untuk Pmeneliti Pemula). Yogyakarta: Gajah Mada University Press.Hal 113.


(59)

5. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa data kualitatif. Analisa data kualitatif memberikan hasil penelitian untuk memperoleh gambaran terhadap proses yang diteliti dan juga menganalis makna yang ada dibalik informasi, data dan proses tersebut.24

Setelah data-data primer dan data-data sekunder terkumpul kemudian dilanjutkan dengan menganalis data secara deskriptif berdasarkan fenomena yang terjadi di lapangan yakni data yang diperoleh kejelasan atas permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Kemudian dilakukan penarikan kesimpulan dari

Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan data-data primer dan data-data sekunder. Metode ini sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa hasil wawancara dari para narasumber maupun data-data tertulis. Data hasil wawancara akan diuraikan melalui petikan wawancara dengan masing-masing informan.

hasil penelitian.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan penjabaran rencana penulisan untuk lebih mempermudah dan terarah dalam penulisan karya ilmiah. Agar mendapat gambaran yang jelas dan terperinci, maka penulis membagi penulisan skripsi ini ke dalam 4 (empat) bab. Adapun susunan sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

24

Burhan Bungin. 2009. Penelitiian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial


(60)

BAB I PENDAHULUAN

Dalam BAB I ini berisi tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan.

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Dalam BAB II ini mendeskripsikan Deskripsi Lokasi Penelitian yaitu Desa Purba Sinombah, Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Purba Sinombah, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun.

BAB III ANALISIS NEPOTISME KEPALA DESA PADA PELAYAN PUBLIK (STUDI ANALISIS : KEPALA DESA PURBA SINOMBAH, KECAMATAN SILIMAKUTA, KABUPATEN SIMALUNGUN )

Pada BAB III ini menyajikan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang Nepotisme Kepala Desa terhadap pelayanan publik (Studi Analisis : Kepala Desa Purba Sinombah, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun) dengan menggunakan teori-teori serta konsep-konsep yang sudah terdapat di kerangka teori, sekaligus dipaparkan hasil analisis data yang telah diperoleh dari lapangan untuk menjawab permasalahan penelitian.


(61)

BAB IV PENUTUP

Pada BAB IV ini berisi kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya.


(62)

BAB II

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Desa Purba Sinombah 1. Letak Geografis Desa Purba Sinombah

Purba Sinombah merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun Sumatera Utara.Desa ini juga berbatasan dengan daerah-daerah lainnya, adapun batas-batas wilayah Desa Purba Sinombah adalah sebagai berikut :

Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Dolok Silau Sebelah Barat : berbatasan dengan Kelurahan Saribudolok Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Dolok Silau Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Dolok Silau

2. Karakteristik Desa Purba Sinombah

Desa Purba Sinombah terbentang luas dengan luas 400 Ha. Desa yang tergolong ramai ini terdiri dari 215 kepala keluarga. Komposisi penduduk di Desa Purba Sinombah tersebar dalam 3 bagian atau dusun yaitu di Dusun Purba Sinombah, Dusun PCS dan Dusun Parmonangan. Pembagian menjadi tiga bagian tersebut disebabkan karena desa ini masih berada pada lokasi agraris sehingga pemukiman penduduk menjadi tersebar. Penyebaran ini tidak dilakukan dengan memilah-milah penduduk. Penggolongan dusun kependudukan didasarkan oleh


(63)

pemukiman penduduk yang berdekatan satu sama lain. Jarak tempuh antara desa bagian atau dusun sekitar 10 menit dengan berjalan kaki.

Di desa ini terdapat 4 Rumah Ibadah (3 Gereja dan 1 Masjid) serta 2 balai. Masyarakat biasanya mengadakan pertemuan atau sosialisasi di dusun PCS atau di dusun Purba Sinombah karena disanalah dibangun masing-masing 1 balai pertemuan. Pertemuan penduduk biasanya dilakukan saat akan ada kegiatan didesa dan saat mendiskusikan atau mensosisalisasikan hal-hal penting terkait desa tersebut. Pemerintah setiap dusun atau disebut Gamot di daerah Kabupaten Simalungun biasanya menyampaikan informasi dengan cara dari mulut ke mulut. Informasi yang disampaikan mengenai pengadaan pertemuan di balai sehingga masyarakat dapat saling menginformasi satu dengan yang lain. Pertemuan ini biasanya tidak dihadiri oleh semua warga yang tersebar di tiga dusun, namun perwakilan akan dikirimkan untuk menghadiri pertemuan.

Tabel 2.1

Komposisi persebaran penduduk

No. Nama Dusun Jumlah Penduduk (kk) Persentase (%)

1. Dusun Purba Sinombah 43 20 %

2. Dusun PCS 57 26, 5 %

3. Dusun Parmonangan 115 53,5 %


(64)

3. Mata Pencaharian Penduduk Desa Purba Sinombah

Kondisi lahan yang ada di Desa Purba Sinombah berbukit-bukit sehingga dimanfaatkan oleh warga sebagai lahan perkebunan dan pertanian. Banyak nya lahan yang memiliki kadar kesuburan yang baik membuat masyarakat sudah merasa nyaman dengan bercocok tanam dalam memenuhi kebutuhan pangan dan ekonomi. Di Desa Purba Sinombah mayoritas petani, sehingga sebagian besar wilayah yang ada di desa tersebut digunakan untuk areal pertanian dan perkebunan seperti kebun kopi, kebun jeruk, serta tanaman muda seperti sayur-mayur dan buah-buahan.Masyarakat akan memasok hasil pertaniannya setiap hari Rabu ke Kelurahan Saribudolok.

Selain itu masyarakat juga cenderung memiliki kolam ikan yang mana di desa ini juga tidak ada kesulitan dalam pengairan. Pengairan di desa ini cukup lancar karena dialiri oleh dua sungai sehingga memudahkan masyarakat mendapat air dengan jangkauan yang cukup dekat dengan pemukiman penduduk.

4. Kondisi Sosial Budaya

Persebaran penduduk di Desa Purba Sinombah ini didominasi oleh suku Simalungun. Namun suku lain juga tidak terlalu kontras perbandingannya dengan suku asli setempat seperti Karo,Batak Toba dan lainnya. Masyarakat multicultural

ini juga saling berbaur satu sama lain tanpa membeda-bedakan suku. Sama hal nya dengan komposisi agama yang mana 60 % merupakan Agama Kristen dan 40 % merupakan Agama Islam.Masyarakat berbeda agama dan keyakinan ini berusaha saling menghargai dan membantu dalam kehidupan sehari-hari.


(65)

Contohnya seluruh masyarakat tergabung dalam STM (Serikat Tolong Menolong). Masyarakat terbagi dalam 2 STM tanpa membeda-bedakan suku dan agama.

Di Desa Purba Sinombah ini juga merupakan desa yang sangat menjunjung tinggi nilai adat. Adat yang berlaku di desa ini adalah adat simalungun yang tampak dari perayaan pesta panen yang dilakukan setiap tahunnya, pesta pernikahan dan perayaan-perayaan lain. Masyarakat berkumpul dibalai desa yang mana masyarakat biasa menyebutnya losd. Mereka berkumpul dan mengadakan acara disana sesuai adat setempat. Masyarakat sangat menjunjung tinggi adat sehingga dalam setiap halakan dikaitkan sesuai dengan adat, sehingga seluruh masyarakat akan paham dan melaksanakan setiap kegiatan sesuai adat. Masyarakat tunduk pada hukum adat karena sejak dahulu mereka sudah berpatokan pada adat setempat seperti dalam hal tolong-menolong, kerjasama dan menghormati antar sesama masyarakat. Contoh lain misalnya pada pesta pernikahan dengan adat simalungun, masyarakat harus mengikuti seluruh alur pernikahan yang begitu panjangdan rumit. Namun masyarakat tidak pernah mengeluh akan hal itu karena adat tersebut merupakan salah satu pegangan hidup mereka.

B. Organisasi Pemerintahan Desa

Dalam Peraturan Pemerintah Daerah Nomor 72 Tahun 2005 tentang desa, yang dimaksud dengan pemerintahan Desaterdiri dari pemerintahan desa dan badan permusyawaratan desa (pasal 11). Pemerintahan desa sebagaimana


(1)

Pola pelayanan publik yang dilakukan Kepala Desa bersifat terpusat sehingga komando pemerintahan berjalan sesuai dengan arahan dari kepala desa. Walaupun demikian, hubungan antara kepala desa dengan perangkat desa tetap berjalan dengan baik sehingga pelayanan terhadap masyarakat tetap berjalan dengan lancar dan semua instruksi dari kepala desa dapat berjalan dengan baik di masyarakat.

Dengan pola pelayanan tersebut membuat masyarakat lebih mudah dalam mengurus segala bentuk administrasinya. Hal ini terlihat dari antusiasme warga terhadap kebijakan-kebijakan kepala desa. Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain seperti dalam hal administrasi atau pengurusan surat-surat, pembagian raskin dan penyelesaian konflik. Dalam hal administrasi ataupun pengurusan surat-surat, masyarakat mengakui bahwa kepala desa dan aparatur desa lainnya tidak pernah menyulitkan baik dalam hal waktu pengurusan surat dan biaya pengurusan. Kepala desa dan aparatur desa konsisten dalam melayani masyarakat sehingga masyarakat merasa mudah jika berurusan dengan kepala desa. Dalam hal pembagian raskin kepala desa membuat suatu kebijakan yang berbeda dengan daerah lainnya, yaitu membagian raskin kepada seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Jadi, semua masyarakat akan mendapatkan raskin yang sama porsinya tanpa membeda-bedakan antar masyarakat. Kepala desa beranggapan bahwa seluruh rakyat pasti membutuhkan, sehingga tercipta keadilan dalam pembagian raskin. Kemudian, kepala desa cukup tegas dalam hal penyelesaian konflik. Penyelesaian konflik di Desa Purba Sinombah ini dilakukan dengan member


(2)

makan seluruh masyarakat setempat. Hal tersebut telah disepakati oleh aparatur desa dan masyarakat, sehingga masyarakat sudah mengetahui konsekuensinya jika berkonflik dengan yang lain. Konsekuensi tersebut membuat masyarakat tetap mengembangkan budaya harmoni sosial dalam kehidupan bermasyarakat sehingga tercipta kerukunan antar masyarakat.

Nepotisme di Desa Purba Sinombah ini jelas berdampak positif terlihat dari out comes yang nyata terjadi pada masyarakat. Masyarakat tidak mempermasalahkan mengenai nepotismenya tapi melihat pelayanan oleh kepala desa dan aparatur desa. Masyarakat puas akan pelayanan yang diberikan kepala desa yang membuat mereka tentram dan aman berada di desa tersebut. Kepala desa memberikan pelayanan dengan sungguh-sungguh dan tidak mengabaikan masyarakatnya seebagai penikmat pelayanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kepala desa hanya melakukan nepotisme pada pemilihan aparatur desanya bukan pada pelayanan publik.

B. Saran

Untuk memberantas nepotisme memang tidak mudah karena seperti sudah menjadi kebiasaan dan membudaya. Jenis perilaku nepotisme ini bahkan sudah menyebar mulai level nasional sampai lokal seperti di desa. Perlu usaha sungguh-sungguh dari setiap individu untuk memberantasnya walaupun perlu perjuangan ekstra keras dan jangka waktu yang amat panjang.


(3)

dalam setiap lembaga serta dibutuhkan lembaga pengawas di luar birokrasi yang kuat, seperti LSM, Ormas untuk dapat mengawasi jalannya pemerintahan. Jika fenomena nepotisme ini tetap dibiarkan saja dan tidak ada tindakan yang tegas dari pemerintah, maka nepotisme akan semakin menggerogoti seluruh sendi kehidupan bangsa. Nepotisme juga mengurangi kesempatan orang lain untuk bersaing dalam memperoleh sesuatu, artinya nepotisme turut menghilangkan hak sebagian orang. Secara otomatis jika nepotisme masih marak maka penerapan demokrasi di Indonesia tidak sempurna.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Balandier, Georges. 1996. Antropologi Politik. Jakarta : Raja Grafindo Persada Bungin,Burhan. 2009. Penelitiian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan

Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana.

Dr. Saifuddin. 2010. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dwiyanto, Agus dkk. 2002. Reformasi Birokrasi Republik di Indonesia. Yogyakarta : Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gajah Mada.

Hadari, Nawawi. 1987. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Kencana, Drs.Inu Syafiie.1993.Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Meyer, Prof. Dr. Thomas. 2007. Politik Identitas Tantangan Terhadap Fundamentalisme Moderen. Friedrich Ebert Stiftung.

Narbuko, Cholid dkk. 1997. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara. Nasution, M. Arif dkk. 2008. Metode Penelitian Sosial, Medan: Fisip Usu Press. Rozi, Syafuan. 2006. Zaman Bergerak, Birokrasi Dirombak : Potret Birokrasi

dan Politik di Indonesia. Jakarta. Pustaka Pelajar.

Sitepu, P Anthonius. 2012. Teori-Teori Politik. Yogyakarta : Graha Ilmu. Soekadijo, R.G. 1987. Antropologi Politik Suatu Orientasi. Jakarta: Erlangga.


(5)

Soewadji, Jusuf. 2012. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: Mitra Wacana Media.

SP.Varma, 2001.Teori Politik Modern, Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Sukandarrumidi. 2006. Metodologi Penelitian (Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula). Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Strauss, Ansen. 2003. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, Tata Langkah dan Teknik-teknik Teorisasi Data, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tri, Iin Rahayu dkk. 2004. Observasi dan Wawancara. Malang: Bayu Media Publishing.

Undang-undang:

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Melekat, Tindak Pidana KKN Dan Disini

Pegawai Negeri Sipil Tahun 2005. Jakarta: Penerbit CV. Tamita Utama.

Jurnal :

Cahyono Heru. 2005. Konflik Elite Politik di Pedesaan : Relasi antara Badan Perwakilan Desa dan Pemerintah Desa. Jakarta. Jurnal Penelitian Ilmu Politik.

Web :

Ana Qonita, 28 Juni 2014. Pandangan Al-Quran terhadap Praktek Kolusi dan Nepotisme.


(6)

Blogspot.com, 29 Juni 2014. Jenis dan Pola Pelayanan Publik,

Dian. 28 April 2013. Pengertian, Fungsi dan Asas Pemerintah Daerah,

Mataiarradio.net. 20 Juni 2013. Nepotisme Pemilihan Panitia Perangkat Desa, Warga Demo Kades,

Mur. Arsad. 13 Juni 2011. Otonomi Daerah dan Perilaku KKN Pejabat Daerah,

Roni Ariyanto Nugroho. 18 Desember 2013. Dinasti Politik Ratu Atut Setelah Delapan Tahun Berkuasa,

Uajy.ac.id. 29 Juni 2014. Tinjauan Pustaka.

Wikipedia.org.28 April 2013. Nepotisme Wordpress.com. 19 Maret 2012. Nepotisme.