Relasi Kekuasaan Kepala Daerah Dengan Kepala Desa (Melihat Good Governance Kepala Desa Nagori Dolok Huluan, Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun)

(1)

RELASI KEKUASAAN KEPALA DAERAH DENGAN

KEPALA DESA

(

MELIHAT GOOD GOVERNANCE KEPALA DESA NAGORI DOLOK HULUAN, KECAMATAN RAYA KABUPATEN SIMALUNGUN)

Jan Roi Purba 100906058

Dosen pembimbing : Dra. Evi Novida Ginting, M.SP

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

JAN ROI PURBA (100906058)

RELASI KEKUASAAN KEPALA DAERAH DENGAN KEPALA DESA

(MELIHAT GOOD GOVERNANCE KEPALA DESA NAGORI DOLOK HULUAN, KECAMATAN RAYA KABUPATEN SIMALUNGUN)

.

Rincian isi Skripsi, 94 halaman, 2tabel, 2 bagan, 21 buku, 3 undang undang, , 2 situs internet, majalah mingguan, 2 situs internet, serta 5 wawancara (kisaran buku 1987-2011)

Penelitian ini mencoba menguraikan bagaimana hubungan kekuasaan antara kepala desa sebagai pemerintahan terendah dalam bernegara dengan kepala daerah yakni pemerintah yang supra desa yang langsung membawahi pemerintahan desa, perjalanan Undang Undang yang mengatur pemerintah daerah secara otomatis mengubah berbagai kinerja pemerintah desa.

Dengan penerapan undang undang yang baru maka pemerintah desa akan langsung berhubungan dengan pemerintah supradesa yakni pemerintah kabupaten, berbagai dana untuk kepentingan percepatan kinerja pemerintah desa tentu saja akan sangat dibutuhkan

Teori yang digunakan dalam menjelaskan permasalahan ini yakni teori demokrasi lokal, teori kekuasaan dan teori good governance, Good governance merupakan wacana baru dalam kosa kata ilmu politik. Konsep ini semakin menguat di negara ini semakin menjadi isu sentral dewasa ini ketika konsep otonomi daerah diberlakukan di indonesia,

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode desktiptif.Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara langsung, dan studi kepustakaan.Adapun yang menjadi unit analisis dan informan dalam penelitian ini adalah kepala desa, kepala BPD dan sekretaris desa.

Penerapan good governance dalam pemerintahan desa akan berkaitan dengan hubungan antara kepala desa dengan kepala daerah, dalam kasus kepala desa dolok huluan, hubungan kekuasaan antara kepala desa dengan kepala daerah terbentuk karena adanya persamaan wilayah dan sebagai akibat dari perpindahan ibukota kabupaten ke Kecamatan Raya yang merupakan kecamatan dari desa Dolok Huluan.


(3)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE

JAN ROI PURBA (100906058)

POWER RELATIONS WITH THE REGIONAL HEAD OF THE VILLAGE HEAD

(SEE GOOD GOVERNANCE HEAD VILLAGE OF NAGORI DOLOK HULUAN, SUBDISTRIC RAYA, REGENCY SIMALUNGUN)

Details of the contents 94 pages, 2tabel, 2 charts, 21 books, 3 laws,, 2 websites, weekly magazines, 2 websites, as well as 5 interviews (range 1987-2011 book)

This study tried to describe how the power relations between the heads of the village as the lowest government in the state with the regional heads of government who are directly in charge supra-village government village, trips Law governing local government automatically adjusts the various village government performance.

With the implementation of the new law, the village government will be directly associated with the government upper the village government namely regency government, the various funds for the benefit of the village government performance acceleration of course would be needed.

The theory used to explain the problem is local democratic theory, power theory and the theory of good governance, good governance is a new discourse in political science vocabulary. This concept is further strengthened in this country is increasingly becoming a central issue today when the concept of regional autonomy was implemented in Indonesia,

This study used a qualitative research method desktiptif. Data were collected by direct interview method, and literature study. the unit of analysis and the informants in this study is the village head, village secretary and the head of Badan Perwakilan Desa.

Implementation of good governance in the village administration will be related to the relationship between the head of the village with head of regency, the village head Dolok huluan case, the power relations between the head of the village with the head of regency formed by the equation and as a result of the transfer of the capital Simalungun Regency to Subdistric Raya taht subdistrict of village Dolok Huluan.


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Pengesahan

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan panitia penguji skripsi Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Dengan Judul: RELASI KEKUASAAN KEPALA DAERAH DENGAN KEPALA DESA (MELIHAT GOOD GOVERNANCE KEPALA DESA NAGORI DOLOK HULUAN, KECAMATAN RAYA KABUPATEN SIMALUNGUN)

Dilaksanakan pada :

Hari :

Tanggal : Pukul : Tempat :

Majelis Penguji : Ketua Penguji :

Nama ( )

NIP

Penguji Utama :

Nama ( )

NIP

Penguji Tamu :

Nama ( )


(5)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

Halaman Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh Nama : Jan Roi Purba

NIM : 100906058 Departemen : Ilmu Politik

Judul :Relasi kekuasaan kepala daerah dengan kepala desa(melihat good governance kepala desa nagori dolok huluan, kecamatan raya kabupaten simalungun)

Menyetujui

Dosen Pembimbing Ketua Departemen Ilmu Politik

Dra. Evi Novida Ginting, M.SP

NIP. 196611111994032004 NIP. 196806301994032001 Dra. T. Irmayani, M. Si

Mengetahui: Dekan FISIP USU,

NIP. 196805251992031002 Prof. Dr. Badaruddin, M.Si


(6)

Karya ini ini dipersembahkan untuk Keluarga besar saya Purba Sidagambir


(7)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini berjudul relasi kekuasaan kepala daerah dengan kepala desa (melihat good governance kepala desa nagori dolok huluan, kecamatan raya kabupaten simalungun

)

Skripsi ini diajukan guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Strata satu (S1) Jurusan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politi Universitas Sumatera Utara.

Puji syukur kepada Tuhan Yesus sebab oleh oleh karuniaNya saya dapat menyelesaikan Skripsi ini.

Skripsi ini berupaya memaparkan hubungan kepala desa dengan kepala daerah untuk membantu mewujudkan good governance di suatu desa, Penulis berharap saran dan kritik yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini sehingga lebih bermanfaat bagi penelitian selanjutnya. Karena penulis menyadari dengan keterbatasan waktu dan dana, maka panelitian ini jauh dari rasa memuaskan dan sempurna.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada Ibunda tercinta yang selalu mendoakan saya dalam pengerjaan skripsi ini, doa beliau sungguh menjadi motivasi bagi saya dalam menyelesaikan penelitian skripsi ini, kepada ayah saya yang selalu mendukung saya dalam pengerjaan skripsi ini dengan berbagai gayanya yang khas. Kepada kedua kakak saya yang sudah terlebih dahulu mengenal skripsi dan abang saya yang selalu rajin mengingatkan dan menanya ‘kabar’ dari skripsi ini.


(8)

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara;Dra. T. Irmayani, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara;Drs. P. Anthonius Sitepu, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara; Dra Evi Novida Ginting, MSP selaku Dosen Pembimbing.

Penulis juga mengucapkan terimaksih kepada kawan kawan organisasi yang sudah memperkenalkan banyak pelajaran bagi saya terimakasih kepada FMN, P3KS, IMAS-USU, IMADIP, Pemuda GKPS Padang Bulan. Tentu saja terimakasih yang khusus kepada kawan kawan saya, abang dan adik, keluarga baru saya dalam seperjuang di Ilmu Politik 2010 BOZZOUR FAMS.

Medan, Agustus 2014

100906058 Jan Roi Purba


(9)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ……….. i

Abstrak………. ii

Abstract……… iv

Halaman Pengesahan……… v

Halaman Persetujuan………...… vi

Lembar Persembahan……….. vii

Kata Pengantar………... viii

Daftar isi………...……….. xii

Daftar Tabel dan Gambar………... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang……….……. 1

B. Rumusan Masalah……….……... 8

C. Pembatasan Masalah ... 9

D. Tujuan Penelitian ……….……… 9

E. Manfaat Penelitian……….……... 9

F. Kerangka Teori……… 10

1 Demokrasi lokal…...…………....…………...……….….10

2 Kekuasaan ...…..……....………..…... 12

3 Good Governance ...…………...…………..………..…… 19

G. Metodelogi Penelitian….……….………….... 25


(10)

2 Lokasi Penelitian……….………....…….… 25

3 Jenis Penelitian………...……… 25

4 Teknik Pengumpulan Data………....………... 26

5 Teknik Analisis Data………....……….... 27

G. Sistematika Penelitian……….………… 27

BAB II DESKRIPSI SINGKAT OBJEK PENELITIAN A. Kabupaten Simalungun .…………...……….…..….... 29

1 Sejarah Singkat ….. ...………...……….….…... 31

B. Kecamtan Raya ………...…….……. 35

C. Desa dan Pemerintahan Desa ... 38

D. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa ... 48

E. Peraturan Desa ... 50

F. Nagori Dolok Huluan ... 51

G. Struktur Organisasi Pemerintahan Nagori Dolok Huluan ... 55

H. Badan Permusyawaratan Desa (Maujana Nagori ) ...56

I. Konfigurasi Politik Nagori Dolok Huluan ...56

BAB III RELASI KEKUASAAN KEPALA DAERAH DENGAN KEPALA DESA A.Fase Historis Pengaturan Hubungan antara Kepala Daerah Dengan Kepala Desa ... 59

B.Penyelenggaran Pemerintahan Nagori Dolok Huluan …... 76


(11)

D. Transparansi Pemerintah Nagori Dolok Huluan ... 84 E. Partisipasi Masyarakat Nagori Dolok Huluan ... 86 F. Rule of law Pemerintah Nagori Dolok Huluan ... 88 BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ... 90

Daftar Tabel

2.1 Luas Wilayah desa/kelurahan di kecamatan Raya …….………. 36 2.2 Jumlah penduduk berdasarkan Jenis Kelamin………...………….. 54 Daftar Bagan

2.1 Struktur Pemerintahan Nagori Dolok Huluan …………...…..…… 55 2.2 Badan Permusyawaratan Desa (Maujana Nagori )…...… 56


(12)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

JAN ROI PURBA (100906058)

RELASI KEKUASAAN KEPALA DAERAH DENGAN KEPALA DESA

(MELIHAT GOOD GOVERNANCE KEPALA DESA NAGORI DOLOK HULUAN, KECAMATAN RAYA KABUPATEN SIMALUNGUN)

.

Rincian isi Skripsi, 94 halaman, 2tabel, 2 bagan, 21 buku, 3 undang undang, , 2 situs internet, majalah mingguan, 2 situs internet, serta 5 wawancara (kisaran buku 1987-2011)

Penelitian ini mencoba menguraikan bagaimana hubungan kekuasaan antara kepala desa sebagai pemerintahan terendah dalam bernegara dengan kepala daerah yakni pemerintah yang supra desa yang langsung membawahi pemerintahan desa, perjalanan Undang Undang yang mengatur pemerintah daerah secara otomatis mengubah berbagai kinerja pemerintah desa.

Dengan penerapan undang undang yang baru maka pemerintah desa akan langsung berhubungan dengan pemerintah supradesa yakni pemerintah kabupaten, berbagai dana untuk kepentingan percepatan kinerja pemerintah desa tentu saja akan sangat dibutuhkan

Teori yang digunakan dalam menjelaskan permasalahan ini yakni teori demokrasi lokal, teori kekuasaan dan teori good governance, Good governance merupakan wacana baru dalam kosa kata ilmu politik. Konsep ini semakin menguat di negara ini semakin menjadi isu sentral dewasa ini ketika konsep otonomi daerah diberlakukan di indonesia,

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode desktiptif.Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara langsung, dan studi kepustakaan.Adapun yang menjadi unit analisis dan informan dalam penelitian ini adalah kepala desa, kepala BPD dan sekretaris desa.

Penerapan good governance dalam pemerintahan desa akan berkaitan dengan hubungan antara kepala desa dengan kepala daerah, dalam kasus kepala desa dolok huluan, hubungan kekuasaan antara kepala desa dengan kepala daerah terbentuk karena adanya persamaan wilayah dan sebagai akibat dari perpindahan ibukota kabupaten ke Kecamatan Raya yang merupakan kecamatan dari desa Dolok Huluan.


(13)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE

JAN ROI PURBA (100906058)

POWER RELATIONS WITH THE REGIONAL HEAD OF THE VILLAGE HEAD

(SEE GOOD GOVERNANCE HEAD VILLAGE OF NAGORI DOLOK HULUAN, SUBDISTRIC RAYA, REGENCY SIMALUNGUN)

Details of the contents 94 pages, 2tabel, 2 charts, 21 books, 3 laws,, 2 websites, weekly magazines, 2 websites, as well as 5 interviews (range 1987-2011 book)

This study tried to describe how the power relations between the heads of the village as the lowest government in the state with the regional heads of government who are directly in charge supra-village government village, trips Law governing local government automatically adjusts the various village government performance.

With the implementation of the new law, the village government will be directly associated with the government upper the village government namely regency government, the various funds for the benefit of the village government performance acceleration of course would be needed.

The theory used to explain the problem is local democratic theory, power theory and the theory of good governance, good governance is a new discourse in political science vocabulary. This concept is further strengthened in this country is increasingly becoming a central issue today when the concept of regional autonomy was implemented in Indonesia,

This study used a qualitative research method desktiptif. Data were collected by direct interview method, and literature study. the unit of analysis and the informants in this study is the village head, village secretary and the head of Badan Perwakilan Desa.

Implementation of good governance in the village administration will be related to the relationship between the head of the village with head of regency, the village head Dolok huluan case, the power relations between the head of the village with the head of regency formed by the equation and as a result of the transfer of the capital Simalungun Regency to Subdistric Raya taht subdistrict of village Dolok Huluan.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Desa merupakan organisasi terkecil yang berhubungan langsung dengan rakyat, secara hirarki desa menjadi pemerintahan terkecil dalam struktur negara. Namun secara umum desa berada jauh dari pusat kekuasaan yang berada diatasnya, padahal desa memiliki arti penting dalam penyelengaraan pelayanan publik serta berperan besar memfasilitasi publik dalam hal pemenuhan hak hak publik di tingkat lokal.

Desa dikatakan sebagai suatu wilayah terkecil dari negara yang dikelola secara formal dan mandiri oleh kelompok masyarakat yang berdiam didalamnya dengan aturan-aturan yang disepakati bersama dengan tujuan menciptakan keteraturan, kebahagiaan dan kesejahteraan bersama yang dianggap menjadi hak dan tanggung jawab bersama kelompok masyarakat tersebut.

Secara umum masyarakat desa bertempat tinggal di suatu wilayah administrasi dimana setiap penduduk saling mengenal dan masih didominasi nilai nilai leluhur dari penduduk desa tersebut, desa sebagai tempat hidup masyarakat didominasi oleh mata pencaharian dari pertanian dan juga biasanya desa bersifat homogen penduduknya.


(15)

Masyarakat desa sebagai sistem sosial berbeda dengan contoh sistem sosial lain seperti kelompok sosial atau organisasi sosial. Mayarakat desa merupakan sistem sosial yang komprehensif, artinya di dalam masyarakat desa terdapat semua bentuk pengorganisasian atau lembaga lembaga yang diperlukan untuk kelangsungan hidup dan untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan dasar manusia. Namun ini tidak berarti 100% masyarakat itu secara ekonomi betul betul dapat memenuhi kebutuhan kebutuhannya sendiri1

Pemerintahan desa memiliki peranan signifikan dalam pengelolaan proses sosial di dalam masyarakat, tugas utama yang harus diemban pemerintah desa

.

Dari sudut pandang politik desa akan diidentifikasi sebagai sebuah organisasi kekuasaan. Undang - Undang No. 22 Tahun 1999 menyatakam bahwa pemerintahan desa adalah pelaksana kegiatan penyelenggara pemerintahan yang terendah langsung di bawah Pemerintahan Kecamatan. Pemerintahan desa terdiri atas, kepala desa, BPD dan perangkat desa yaitu sekretaris desa dan perangkat desa lainnya. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 64 Tahun 1999 telah memberikan peluang dan kesempatan bagi desa dalam memberdayakan masyarakat desa, untuk menghidupkan kembali parlemen desa dengan tujuan membangun relasi yang demokratis (desentralisasi dan demokrasi lokal) melalui perluasan ruang partisipasi politik pada masyarakat desa, untuk menghapus dan mengakhiri sentralisasi dalam mewujudkan suatu masyarakat yang otonom ( desa otonom ).

1


(16)

adalah bagaimana menciptakan kehidupan demokratik, memberikan pelayanan sosial yang baik sehingga dapat membawa warganya pada kehidupan yang sejahtera, rasa tentram dan berkeadilan2

Pemerintah Orde Baru mengatur Pemerintahan Desa/Marga melalui UU No. 5/1979 tentang Pemerintahan Desa. Undang-undang ini bertujuan untuk menyeragamkan nama, bentuk, susunan dan kedudukan Pemerintahan Desa. Pada

. Pemerintahan Desa diharapkan harus mampu mewujudkan peran aktif masyarakat, agar masyarakat senantiasa memiliki dan turut bertanggung jawab terhadap perkembangan kehidupan bersama sebagai sesama warga desa.

Jika dilihat dari segi kewilayahan maka desa merupakan pemerintahan yang menyelengggarakan fungsi fungsi pelayanan publik langsung kepada masyarakat, Pemerintahan Desa merupakan subsistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan nasional, sehingga harus mampu memberikan pelayanan secara efektif kepada masyarakat, serta mampu mewujudkan penyelengaraan pemerintahan desa yang demokratis. Pada dasarnya kehidupan berdemokrasi yang dapat di sesuaikan secara langsung dengan nilai nilai yang ada pada bangsa ini dapat dimulai dari demokrasi di desa. Secara historis pun akar pemerintahan Indonesia adalah pemerintahan desa atau system pemerintahan desa. Artinya sebelum Pemerintahan Indonesia eksis yang ada adalah pemerintahan desa, di Indonesia sekarang terdapat kurang lebih 70.000 buah desa dan masyarakat indonesia mayoritas masih tinggal di desa.

2


(17)

masa ini hak ulayat desa tidak dijadikan salah satu hal yang dapat menjadi nilai nilai dalam mengambil keputusan terkait kepentingan desa, sebagai institusi dengan kedudukannya sebagai pemerintahan terendah di level bernegara tepat

dibawah kekuasaan pemerintahan kecamatan, tentu saja penyelenggaraan pemerintahan dan tata kelola desa akan didominasi persetujuan berdasarkan dari

pihak Kecamatan. Secara otomatis kemandirian desa akan terpasung dan masyarakat desa yang diwakili oleh pemerintahan desa tidak memiliki kewenangan dalam mengelola serta mengatur wilayahnya sendiri.

Demokrasi yang diharapakan sebagai jembatan peningkatan kesejahteraan masih jauh dari harapan pada masa ini, desa sebagai pemerintahan level terendah tidak bisa bertindak sesuai dengan kehendaknya sendiri. Dalam kenyataan dengan berbagai peraturan dan ketentuan, masyarakat desa bukan diberdayakan akan tetapi lebih dibudidayakan/diperlemah karena diambil berbagai sumber penghasilannya dan hak ulayatnya sebagai masyarakat tradisonal, hal yang sangat bertolak belakang dengan maksud penyeragaman desa untuk memperkuat pemerintahan desa agar mampu menggerakkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Pasca berahirnya orde baru dengan lengsernya presiden soeharto Pemerintahan Desa diatur dalam UU No. 22/1999 yang diperbarui menjadi 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, setelah hadirnya Undang Undang ini Indonesia memasuki era desentralisasi dimana daerah diberikan kewenangan untuk mengurusi apa yang menjadi urusanya sendiri. Provinsi, kabupaten, kota,


(18)

dan bahkan desa pada hari ini tidak lagi menjadi kepanjang tangan pusat melainkan sebagai mitra strategis dalam menjalankan dan mengelola pemerintahan diberbagai sektor

Bab XI pasal 200 s/d 216. Menurut undang-undang ini, Desa atau disebut dengan nama lain yang disesuikan dengan daerah dan bahasa daerahnya, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memilik kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yg diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di Daerah Kabupaten. Desa dapat dibentuk, dihapus, dan/atau digabung dengan memperhatikan asal-usulnya atas prakarsa masyarakt dengan persetujuan Pemerintah Kabupaten dan DPRD.

.

Setelah lahirnya UU ini maka desa tidak lagi dibawah kontrol langsung kecamatan, namun dikontrol langsung oleh kabupaten selain itu terdapat pemisahan antara eksekutif (kepala desa) dan legislatif (badan perwakilan desa). Melalui Undang - Undang No. 32 Tahun 2004 sebagai pengganti UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, undang – undang ini memberikan wacana dan paradigma baru dalam upaya mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan pemberdayaan, dan peran serta masyarakat dalam proses pembangunan, serta daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, dan keadilan.


(19)

Dalam UU 32 Tahun 2004 pasal 209 terjadi perubahan mendasar terhadap peran dan fungsi BPD, dimana LKMD diganti dengan istilah Badan Permusyawaratan Desa dan mengalami penurunan derajat wewenang, sehingga tidak ada lagi fungsi kontrol terhadap kepala desa, BPD juga tidak memiliki kewenangan dalam pengolahan keuangan desa, termasuk penetapan APBDes dan penetapan tata cara pungutan objek pendapatan dan belanja desa. Undang – undang ini menempatkan lembaga BPD bukan dibawah kepala desa implisit di sini adalah bahwa BPD sebagai partner kepala desa dalam memfasilitasi warganya.

Melalui Undang Undang ini desa akhirnya menjadi suatu daerah otonom yang dapat mengatur wilayahnya sendiri, otonomi desa telah menghadirkan hak dan wewenang desa untuk mengatur dan menyelenggarakan pemerintahan desa yang telah ditetapkan bersama BPD, urusan pemerintahan yang menjadi wewenang desa mencakup

A. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa;

B. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;

C. tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau kabupaten/kota;


(20)

D. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundangperundangan diserahkan kepada desa3

meskipun pemerintahan desa memiliki wewenang otonomi dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, namun pemerintahan desa harus tetap menjaga keseimbangan kewenangan dengan penyelenggaraan otonomi daerah Kabupaten/Kota.

Eksistensi desa selama ini tidak bisa dilepaskan dari relasi kekuasaan dan kepentingan kekuatan supra desa,seperti pemerintah pusat atau pemerintah daerah di atasnya yaitu Kabupaten. Pembangunan desa dilakukan oleh Kabupaten / Kota dan pihak ketiga mengikutsertakan Pemerintah Desa dan Badan Permusyawratan Desa.4 pembangunan desa sering dikaitkan dengan upaya atau usaha bagaimana memajukan desa tersebut menjadi lebih baik dan berkualitas, baik dari sumber daya alamnya, sumber daya manusia, ataupun mengembangkannya melalui inudstri kreatif. Mensejahterakan penduduk desa tersebut itu tujuan utama dari adanya pembangunan desa. Pada dasarnya

Kenyataan menunjukkan bahwa Desa memiliki sumber-sumber keuangan yang sangat terbatas, walaupun sudah ada yang mengatur urusan keuangan desa di dalam UU 32 sehingga pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu

pembangunan di desa adalah bagian terkecil yang tidak bisa dipisahkan dari rencana pembangunan nasional yang mencakup seluruh aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat.

3

UU 32 Pemerintahan Daerah pasal 206

4


(21)

memberikan perhatian khusus terhadap upaya peningkatan pendapatan desa yang bersumber dari bantuan pemerintah, pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota, serta bagi hasil penerimaan pajak dan retribusi daerah.

B. Perumusan Masalah

Program pembangunan desa dari kabupaten merupakan salah satu cara untuk mempercepat laju pembangunan di desa. Perencanaan pembangungan desa merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan daerah kabupaten/kota. Kabupaten/kota secara kelembagaan pemerintah kabupaten/kota memiliki peran untuk menjamin pembangunan di desa-desa berlangsung, demi terjaminya pemerataan pembangunan di desa. Mengingat sampai dengan hari ini masih banyak desa-desa di Indonesia yang masih terpinggirkan dan jauh dari sentuhan pembangunan pemerintah kabupaten maupun pusat. Sehingga sebuah hubungan antara kepala desa dan kepala daerah akan sangat menentukan laju pembangunan sebuah desa, sebab dengan banyaknya desa di suatu daerah kabupaten kota akan menimbulkan persaingan antara desa untuk menyuarakan kebutuhannya.

Berangkat dari latar belakang dan penjelasan singkat diatas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana relasi kekuasaan antara kepala daerah dengan kepala desa dalam mewujudkan good

governance di nagori Dolok Huluan, Kecamatan Raya, kabupaten


(22)

C. Pembatasan Masalah

Dalam sebuah penelitiaan dibutuhkan adanya pembatasan masalah terhadap hal yang akan diteliti, pembatasan ini diperlukan agar hasil penelitian lebih terfokus dan tidak menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai menjadi karya tulis yang sistematis. Adapun yang mejadi Batasan masalah dalam penelitian ini adalah

1. Hubungan kepala desa dengan kepala derah

2. Peran kepala desa dalam mewujudkan Good governance pada tahun 2009-2014

D.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengeksplorasi dan mendeskripsikan relasi kekuasaan antara kepala Daerah dan kepala Desa dalam pengelolaan Pemerintahan Nagori di Nagori Dolok Huluan, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun.

2. Menganalisis peran Kepala desa dalam mewujudkan Good governance setelah pergantian kepala daerah di Kabupaten Simalungun.


(23)

Dalam setiap penelitian, secara teoritis diharapkan mampu memberikan manfaat bagi masyarakat. Terlebih lagi untuk perkembangan Ilmu pengetahuan. Adapun yang menjadi manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Dengan penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi terkait pelaksanaan good governance di suatu desa.

2. Dengan penelitian ini penulis semakin mengasah kemampuan analisa penulis sendiri.

3. Menambah rujukan bagi mahasiswa ilmu politik mengenai penelitian tentang politik di desa.

F. Kerangka Teori 1. Demokrasi Lokal

Demokrasi lokal adalah demokrasi yang terjadi di level lebih bawah dari hirarki pemerintahan suatu negara. Sementara itu, kajian Birokrasi dan Demokrasi utamanya ditujukan mengefektifkan tujuan-tujuan pemerintahan demokrasi dalam memenuhi janji terhadap para konstituen. Salah satunya adalah, lewat penitikberatan pada kinerja birokrasi. Publik diarahkan lebih mendekati “kerja-kerja nyata” pemerintahan, tidak seperti kondisi saat ini yang seperti “teralienasi” dari implementasi perilaku pemerintah.

Dengan lain perkataan, diupayakan suatu pengalihan titik perhatian dari aspek input sistem politik kepada output. Salah satu upaya kea rah pemberdayaan partisipasi politik public ini adalah dengan demokrasi tingkat local. Jarak antara konstituen dengan pejabat public terpilih relative lebih dekat dengan “daerah”


(24)

ketimbang “pusat.” Terlebih kini daerah telah punya kewenangan yang semakin besar dalam memproduksi dan mengimplentasikan kebijakan yang punya efek atas masyarakat.

Signifikansi demokrasi di tingkat local semakin terlihat tatkala banyak keputusan-keputusan yang khas ditujukan hanya pada satu wilayah. Keputusan spesifik ini membutuhkan persetujuan dari public, baik tatkala disusun maupun dijalankan.

Demokrasi tingkat lokal adalah suatu konsep yang berupaya mendekatkan alam bernegara kepada individu. Jarak, sebagai suatu hal yang kerap membuat warganegara punya political efficacy yang rendah, dipangkas oleh konsep ini. Sebab itu, demokrasi local kerap dipahami sebagai cara berdemokrasi (memerintah) di:

1.Dalam lembaga-lembaga pemerintahan local seperti walikota, dewan kota atau DPRD, komite-komite, dan pelayanan administrative;

2.Dalam pengorganisasian dan aktivitas masyarakat (civil society).

Secara ideal, kedua elemen di atas (pemerintah dan civil society) bekerja sama dalam melakukan penyusunan dan implementasi kebijakan. Keduanya merupakan partner kerja, kendati di alam kenyataan keduanya lebih merupakan “sparring enemy.” Sebab itu, demokrasi mengutamakan masyarakat lokal sesungguhnya adalah fondasi utama dalam gagasan modern mengenai kewarganegaraan, sebab


(25)

lembaga-lembaga masyarakat yang ada beserta segala proses pengambilan keputusannya memungkinkan terwujudnya praktik demokrasi yang lebih langsung, yang di dalamnya suara individu dapat didengar dengan lebih mudah5

2. Kekuasaan

.

Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan keinginan para pelaku6

Kekuasaaan merupakan suatu kondisi yang memunculkan dua pemahaman pertama pemahaman tentang orang yang memperoleh kekuasaan dan kedua pemahaman tentang orang yang dikuasai atau tunduk pada kekuasaan. Pemahaman sentral yang berkenaan dengan ini berkisar pada sumber kekuasaan

. Konsep kekuasaan erat sekali hubungnnya dengan konsep kepemimpinan. Dengan kekuasaan pimpinan memperoleh alat untuk mempengaruhi pengikutnya.

Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan dalam arti bahwa ada satu pihak yang memerintah dan ada pihak yang diperintah satu pihak yang memberi perintah, satu pihak yang mematuhi perintah dari yang memerintah. Tidak ada persamaan martabat, hirarki hadir sebagai aturan utama, selalu yang satu lebih tinggi daripada yang lain dan selalu ada unsur paksaan dalam hubungan kekuasaan. Paksaan tidak selalu perlu dipakai secara gamblang, tetapi adanya kemungkinan paksaan itu dipakai, sering sudah cukup.

5

pukul 20.30 6


(26)

sebagai legitimasi atas kekuasaan itu pada satu sisi dan kemauan seseorang untuk tunduk pada kekuasaan yang maknanya adalah pembatasan dan bahkan menerima tekanan pada sisi lain.

Legitimasi sebagai dasar berfungsinya kekuasaan bisa bermacam macam, di dalam perspektif lebih teknis rincian dari sumber kekuasaan khususnya secara formal administrartif ada 6 sebagai berikut :

1. Kekuasaan balas jasa (reward power) yaitu kekuasaan yang legitimasinya bersumber dari sejumlah balas jasa yang bersifat positif (uang perlindungan, perkembangan karir, janji positif dan sebagainya) yang diberikan kepada pihak penerima guna melaksanakan perintah ataub persyaratan lain. Faktor ketundukan seseorang pada kekuasaan dimotivisir oleh hal itu dengan harapan jika telah melakukan sesuatu akan memperoleh seperti yang dijanjikan.

2. Kekuasaan paksaan ( coercive power ) berasal dari perkiraan yang dirasakan orang bahwa hukuman (dipecat, ditegur,) akan diterima jika mereka tidak melaksanakan perintah pimpinan. Kekuasaan menjad suatu motivasi yang bersifat refresif terhadap kejiwaan seseorang untuk tunduk pada kekuasaan pimpinan itu dan melakukan seperti apa yang dikehendaki. Jika tidak paksaan yang diperkirakan akan dijatuhkan

3. Kekuasaan legitimasi (legitimate power ) kekuyasaan yang berkembang atas dasar dan berangkat dari nilai nilai intern yang mengemuka dari dan sering bersifat konvensional bahwa seorang pimpinan mempunyai hak sah


(27)

untuk mempengaruhi bawahannya . sementara itu pada sisi lain seorang mempunyai kewajiban untuk menerima pengaruh tersebut karena seorang lainnya ditentukan sebagai pimpinannya atau petinggi sementara dirinya seorang bawahan. Legitimasi demikian bisa diperoleh atas dasar aturan formal tetapi bisa juga bersumber pada kekuasaan yang muncul karena kekuatan alamiah dan kekuatan akses dalam pergaulan bersama yang mendudukkan seseorang beruntung memperoleh legitimasi suatu kekuasaan.

4. Kekuasaan pengendalian atas informasi kekuasaan ini ada dan berasal dari kelebihan atas suatu pengetahuan dimana orang lain tidak mempunyai. Cara ini digunakan dengan pemberian atau penahanan informasi yang dibutuhkan oleh orang lain yang mau tidak mau tunduk (secara terbatas) pada kekuasaan pemilik informasi. Pemilik informasi dapat mengatur segala sesuatu yang berkenaan denga peredaran informasi, atas legitimasi kekuasaan yang dimiliki.

5. Kekuasaan panutan (referent power ) kekuasaan ini muncul di dadsarkan atas pemahaman secara kultural dari orang orang dengan yang berstatus sebagai pemimpin. Masyarakat menjadikan pemimpim tersebut sebagai panutan atau simbol dari perilaku mereka. Aspek kultural yang biasanya muncul dari pemahaman religiusitas direfleksikan pada kharisma pribadi, keberanian,sifat simpatik dan sifat sifat lain yang tidak ada pada


(28)

kebanyakan orang. Hal ini menjadikan orang lain tunduk pada kekuasaannya.

6. Kekuasaan keahlian (expert power) kekuasaan ini ada dan merupakan hasil dari tempaan yang lama dan muncul karena suatu keahlian atau ilmu pengetahuan. Kelebihan ini menjadikan seorang menjadi winasis dan secara alamiah berkedudukan sebagai pemimpin dalam bidang keahliannya itu. Sang pemimpin bisa mereflesikan kekuasaan dalam batas bats keahliannya itu dan secara terbatas pula orang tunduk pada kekuasaan yang bersumber dari keahlian yang dimiliki karena adanya kepentingan terhadap keahlian sang pemimpin7

Konsep kekuasaan (politik) diupayakan sebagai suatu elaborasi dengan menjadikan kekuasaan itu sebagai fenomena politik kekuasaan

.

8

. Untuk memahami fenomena kekuasaan politik, Charles F Andrain dan Ramlan Surbakti seperti yang dikutip oleh P. Anthonius Sitepu dapat ditinjau dari enam (6) dimensi yaitu9

1. Dimensi Potensial dan Aktual :

Seseorang yang dipandang mempunyai kekuasaan potensial apabila mempunyai atau memiliki sumber-sumber kekuasaan seperti kekayaan, tanah, senjata, pengetahuan informasi, popularitas, status sosial yang tinggi, massa yang terorganisir, dan jabatan. Sebaliknya seseorang

7

Samsul Wahidin. Dimensi Kekuasaan Negara Indonesia. Yogjakarta: Pustaka pelajar. hal 3

8

P. Anthonius Sitepu. 2012. Studi Ilmu Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu. hal.130

9


(29)

yang dipandang memiliki kekuasaan aktual apabila telah menggunakan sumber-sumber yang dimilikinya kedalam kegiatan-kegiatan politik secara efektif.

2. Dimensi Konsensus dan Paksaan

Dalam menganalisis hubungan kekuasaan harus membedakan kekuasaan yang berdasarkan paksaan dan kekuasaan yang berdasarkan consensus. Para analisis politik yang lebih menekankan aspek konsensus dari kekuasaan akan cenderung melihat elit politik sebagai orang yang tengah berusaha menggunakan kekuasaan untuk mencapai tujuan masyarakat secara keseluruhan. Sementara itu, apabila menekankan pada aspek paksaan dari kekuasaan akan cenderung memandang politik sebagai perjuangan, pertarungan, dominasi, dan konflik.

3. Dimensi Positif dan Negatif

Tujuan umum pemegang kekuasaan adalah untuk mendapatkan ketaatan atau penyesuaian diri dari pihak yang dipengaruhi. Tujuan umum ini dapat dikelompokkan menjadi dua aspek yang berbeda yakni, tujuan positif dan negatif. Kekuasaan positif adalah penggunaan sumber-sumber kekuasaan untuk mencapai tujuan yang dianggap penting dan diharuskan. Sedangkan kekuasaan negatif adalah penggunaan sumber-sumber kekuasaan untuk mencegah orang lain mencapai tujuan yang tidak hanya dipandang tidak perlu akan tetapi juga merugikan pihaknya.


(30)

Dalam masyarakat yang sudah maju dan mapan, kekuasaan terkandung erat dalam jabatan-jabatan. Penggunaan kekuasaan yang terkandung dalam jabatan secara efektif tergantung pada kualitas pribadi yang dimiliki dan ditampilkan oleh setiap pribadi yang memegang jabatan. Dalam masyarakat yang masih sederhana, struktur kekuasaan didasarkan atas realitas pribadi lebih menonjol daripada kekuasaan yang terkandung di dalam jabatan itu. Dalam hal ini, pemimpin yang melaksanakan kekuasaan efektifitas kekuasaannya terutama berasal dari kualitas pribadi. 5. Dimensi Implisit dan Eksplisit

Kekuasaan implisit adalah kekuasaan yang tidak terlihat dengan kasat mata akan tetapi dapat dirasakan. Sedangkan kekuasaan eksplisit adalah pengaruh yang terlihat dan dapat dirasakan. Adanya kekuasaan dimensi eksplisit, menimbulkan perhatian orang pada segi rumit hubungan kekuasaan yang disebut dengan “azas memperkirakan reaksi dari pihak lain”.

6. Dimensi Langsung dan Tidak Langsung

Kekuasaan langsung adalah penggunaan sumber-sumber kekuasaan untuk mempengaruhi pembuat dan pelaksana keputusan politik dengan melakukan hubungan secara langsung tanpa melalui perantara. Yang termasuk dalam kategori sumber-sumber kekuasaan adalah sarana paksaan fisik, kekayaan dan harta benda (ekonomi) normatif jabatan, keahlian, status sosial popularitas pribadi, massa yang terorganisasi,


(31)

senjata, penjara, kerja paksa, teknologi, aparat yang menggunakan senjata. Sedangkan kekuasaan yang tidak langsung adalah penggunaan sumber-sumber kekuasaan untuk mempengaruhi pembuat dan pelaksana keputusan politik dengan melalui perantara pihak lain yang diperkirakan mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap pembuat dan pelaksana keputusan politik.

1. Teori dan Konsep Pembagian Kekuasaan

Dalam sebuah negara gagasan tentang pemisahan kekuasaan diasumsikan sebagai suatu cara untuk menjadikan negara tidak berpusat pada satu tangan (monarkhi) melainkan harus memiliki batasan-batasan kewenangan. Dalam hal ini John Locke (1632-1704) mengemukakan gagasan tentang teori yang memisahkan kekuasaan dari tiap-tiap negara kedalam tiga bagian antara lain yaitu Kekuasaan Legislatif, yakni kekuasaan untuk membuat undang-undang, kekuasaan Eksekutif, yakni kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang, kekuasaan Federatif, yakni kekuasaan mengadakan perserikatan dan aliansi serta segala tindakan dengan semua orang dan badan-badan luar negeri10. Pada dasarnya, dalam perspektif pembagian kekuasaan John Locke lebih menginginkan pembagian kekuasaan dalam arti sebagai sebuah konsistensi atas perlindungan terhadap hak-hak rakyat dari kesewenang-wenangan penguasa11

10

Moh. Mahfud MD. 2001. Dasar dan struktur ketatanegaraan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. hal. 72.

11

Samsul Wahidin. 2007. Dimensi Kekuasaan Negara Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hal.16.


(32)

Menurut John Locke, ketiga kekuasaan ini harus dipisahkan satu dari yang lainnya12

1. Kekuasaan Legislatif dilaksanakan oleh suatu badan perwakilan rakyat (parlemen). Isi ajaran Montesquieu ini adalah mengenai pemisahan kekuasaan (the Separation of Power) yang dikenal dengan Istilah Trias Politica istilah yang diberikan oleh Imanuel Kant. Keharusan pemisahan kekuasaan negara menjadi tiga jenis itu adalah agar tindakan sewenang-wenang oleh raja dapat dihindarkan.

. Sementara itu, dalam pandangan Montesquieu (1689-1755) dalam suatu pemerintahan negara, ketiga jenis kekuasaan itu harus terpisah, baik mengenai fungsi (tugas) maupun mengenai alat kelengkapan (organ) yang melaksanakan. Montesquieu membagi kekuasaan kedalam tiga organ yaitu :

2. Kekuasaan Eksekutif, dilaksanakan oleh pemerintah (presiden atau raja dengan bantuan menteri-menteri atau kabinet).

3. Kekuasaan Yudikatif, dilaksanakan oleh badan peradilan (Mahkamah Agung dan pengadilan dibawahnya) melainkan kekuasaan itu harus terpisah13

3. Good Governance

.

Good governance merupakan wacana baru dalam kosa kata ilmu politik. Konsep ini semakin menguat di negara ini semakin menjadi isu sentral dewasa ini ketika konsep otonomi daerah diberlakukan di indonesia, semangat

12

C.S.T Kansil. 2003. Sistem pemerintahan Indonesia. Jakarta: Bumi aksara. hal. 8

13


(33)

reformasi telah mendayai aparatur negara dengan tuntutan untuk kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara.

Good governance yang dimaksud adalah proses penyelenggaraan kekuasaan dalam melaksanakan penyediaan public goods and service disebut governance, (pemerintahan atau kepemerintahan) sedangkan praktek terbaiknya disebut good governance (kepemerintahan yang baik) 14

1. Teori political society (masyarakat politik : partai politik,birokrasi,negara) .

Good governance menurut Bank Dunia (World Bank) adalah cara kekuasaan digunakan dalam mengelola berbagai sumberdaya sosial dan ekonomi untuk pengembangan masyarakat (The way state power is used in managing economic and social resources for development of society).

Ada 3 teori yang menjadi kata kunci dalam pembahasan mengenai konsep good governance yaitu :

Adalah kumpulan organisasi organisasi dalam masyarakat yang tujuan pendirian dan aktivitas utamanya adalah untuk memperoleh dan menjelaskan kekuatan politik.

2. Teori econic Society (masyarakat ekonomi)

Adalah kumpulan organisasi-organisasi di dalam masayarakat yang tujuan pendirian dan aktivitas utamanya untuk memperoleh keuntungan finansial.

14

Dr. Sedarmayanti. Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah. Bandung: Mandar Maju. hal 2


(34)

3. Teori Civil Society (masyarakat sipil masyarakat madani )

Adalah kumpulan organisasi organisasi di dalam masyarakat yang tujuan pendirian dan aktivitas utamanya memiliki empat ciri

a. Non politis dan non ekonomi

b. Inisiatif pendirian datang dari bawah(grassroots) c. Menjunjung pluralitas

d. Mengembangkan demokrasi egaliter15

Secara sederhana good governance dapat diartikan sebagai prinsip dalam mengatur pemerintahan yang memungkinkan layanan publik efesien, sistem pengadilannya bisa diandalkan dan administrasinya bertanggung jawab kepada publik. Menurut hardijanto pengertian governance mengandung makna yang lebih luas daripada government , karena tidak hanya mengandung arti sebagai proses pemerintahan, tetapi termasuk di dalammnya mencakup mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan sektor negara, masyarakat, dan swasta (negara dana non negara)16

1. asas kecermatan formal.

.

Ada 9 asas umum pemerintahan yang baik (good governance principles), yang selama ini menjadi acuan berbagi literatur, yaitu

2. Fair play

15

Adi Sujatno. 2007. Moral Dan Etika Kepemimpinan : merupakan landasan ke arah pemerintahan yang baik (good governance). Jakarta: Team 4s. hal 42-43.

16

Dr. Pandji Santosa. 2008. Administrasi Publik Teori Dan Aplikasi Good Governance. Bandung: PT. Refika Aditama. hal 55.


(35)

3. Perimbangan

4. Kepastian hukum formal 5. Kepastian hukum material 6. Kepercayaan

7. Persamaan 8. Kecermatan

9. Asas keseimbangan17

Selain asas, konsep good governance sebagai hubungan yang sinergis dan konnstruktif antara negara, sektor swasta dan masyarakat memiliki karakteristik dasar yakni sebagi berikut:

1. Participation. Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermeditasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi seperi ini dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif

2. Rule of law. Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa perbedaan, terutama hukum hak asasi manusia

3. Transparenacy. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Proses lembaga dan informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan.Informasi harus dapat dipahami dan dapat dipantau

17


(36)

4. Responsiveness. Lembaga dan proses harus mencoba untuk melayani setiap stake holders.

5. Consensus Orientation. Good governance menjadi perantara kepentinganyang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan maupun prosedur. 6. Effectiveness and effeciency. Proses dan lembaga mengahsilkan sesuai

dengan apa yang digariskan dengan menggunakan sumber yang tersedia sebaiki mungkin

7. Accountabilty. Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektoe swasta dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab kepada publik dan lembaga stakeholders. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentinga internal atau eksternal organisasi.

8. Starategic Vision. Para pemimpin dan publik harus perspektif good governance dan pengembangan manusia yang luas serta jauh ke depan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini 18

Negara, Sektor swasta dan masyarakat merupakan domain utama dalam good governance, dan dari ketiga domain tersebut negara menjadi aktor dominan dalam mewujudkan good governance, negara diharapkan menerapkan good governance meliputi sistem adaministrasi negara. Keseluruhan karakteristik dari good governance tersebut merupakan karakteristik yang saling memperkuat dan

.

18


(37)

saling terkait serta tidak bisa berdiri sendiri. Sehingga dapat dikerucutkan bahwa terdapat empat prinsip utama yang dapat memberi gambaran good governance adminisitrasi publik yang berciri kepemerintahan yang baik yaitu sebagai berikut :

1. Accountabilty 2. Transparenacy 3. Participation 4. Rule of law

Di lingkungan negara (pemerintah) dikembangkan etika pemerintahan, di lingkungan sektor swasta disebarluaskan etika bisnis, dan lingkungan civil society ditanamkan etika sosial atau kemasyarakatan.walaupun ketiga pelaku termaksud memiliki ideologi berbeda tetapi bukan berarti mereka tidak akan mendapatkan titik temu etika pemerintahan, etika bisnis, dan etika sosial atau kemasyarakatan demi kepentingan umum.

Setiap pelaku Good governance memiliki peran dan tugas masing-masing dalam mencapai tujuan hidup bernegara. Negara (pemerintah) berperan menciptakan lingkungan politik dan hukum kondusifbeberapa dan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan publik, penyelenggaraan kekuasaan memerintah, dan membangun lingkungan kondusif bagi tercapainya tujuan pembangunan pada tingakat lokal, nasional maupun internasional dan global.


(38)

G. Metodologi Penelitian 1. Metode penelitian

Metode yang dipergunakan penulis dalam penelitian ini adalah deskriptif. Metode penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan suatu situasi atau arena populasi tertentuyang bersifat faktual secara sistematis dan akurat19. Metode penelitian ini dimaksudkan sebuah proses pemecahan suatu masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau menerangkan keadaan sebuah objek maupun subjek penelitian seseorang, lembaga maupun masarakat pada saat sekarang dengan berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya20

2. Lokasi penelitian

.

Pelaksanaan penelitian ini diadakan di Nagori Dolok Huluan, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.

3. Jenis Penelitian

Jenis penelian ini adalah kualitatif, Penelitian kualitatif bermaksud untuk memberi makna atas fenomena secara holistik dan harus memerankan dirinya secara aktif dalam keseluruhan prose studi. Orientasi penelitian kualitatif yaitu pada upaya memahami fenomena secara menyeluruh21

19

Sudarwan Danin. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif, Ancangan Metodologi, Presentasi Dan Publikasi Hasil Penelitian Untuk Mahasiswa Dan Peneliti Pemula Bidang Ilmu Ilmu Sosial, Pendidiakan Dan Humaniora. Bandung: Pustaka Setia. hal 41.

20

Hadari Nawawi.1987. Metodologi Penelitian Bidang Sosial.Yogyakarta:Gajahmada University Press. hal.63.

21

Opcit, Sudarwan Danin, hal.41.

. Penelitian kualitatif berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan, mengandalkan manusia sebagai alat


(39)

penelitian, memanfaatkan metode kualitatif, mengadalkan analisis data secara induktif, bersifat deskriftif, membatasi studi dengan fokus22

Dalam hal ini peneliti menggunakan metode purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang disesuaikan dengan tujuan dan syarat tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan dan masalah penelitian

.

23

4. Teknik Pengumpulan Data

. Oleh karena penelitian ini menggunakan metode kualitatif maka peneliti membutuhkan informan kunci (key informan).

Key informan yang dipilih yaitu Pangulu, Maujana nagori, dan perangkat nagori serta tokoh masyarakat dengan daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya. Peneliti akan melaksanakan wawancara secara langsung dan bertemu dengan informan yang dianggap dapat memberikan informasi mengenai judul penelitian. Pihak-pihak yang diwawancarai dilibatkan dalam penggalian data sebagai informan dengan tujuan agar memperoleh informasi yang tersaring tingkat akurasinya sehingga keseimbangan informasi dapat diperoleh.

Ada beberapa tekik pengumpulan data yang dapat digunakan, antara lain penelitian perpustakaan(library research), yang sering disebut metode dokumentasi, dan penelitian lapangan, seperti wawancara dan observasi24

22

Lexy J Moleong, metode penelitian Kualitatif, Bandung, remaja rosdakarya, 1994, hal 27.

23

Hadari Nawawi. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta : Gajah Mada Press.hal.157.

24

Ibid , hal 130


(40)

dapat memperoleh data berupa fakta di lapangan yang adalah informasi asli maka penulis melakukan teknik pengumpulan data sebagai berikut

1. Metode Library research atau studi kepustakaan

Studi yang dilakukan ini adalah dengan cara pengumpulan data dengan cara menghimpun dan mengumul buku buku, dokumen dokumen,makalah,arsip arsip dan literatur literatur serta seluruh sarana informasi lainnya yang tentu saja berhubungan dengan masalah penelitian ini.

2. Wawancara

Teknik pengumpulan data secara langsung dengan memberikan kepada pertanyaan pertanyaan kepada informan, untuk mendapatkan data secara langsung yang berkaitan dengan penelitian ini.

4. Teknik analisa data

Sesuai dengan metode penelitian dalam menganalisis data pada penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah teknik kualitatif, yaitu teknik tanpa menggunakan alat bantu dengan rumus statistik.

H. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan merupakan penjabaran rencana penulisan agar lebig mudah dan teraqrah untuk menyusun karya ilmiah ini, maka penulis membagi sistematika penulisan ini menjadi empat bab, yaitu :


(41)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah yang akan diteliti, perumusan masalah, pembatasan masalah, Tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Dalam bab ini akan menguraikan tentang profil Desa Dolok Huluan dan profil Kepala Desa (pangulu) Dolok Huluan.

BAB III RELASI KEKUASAAN BUPATI SIMALUNGUN DENGAN

PANGULU NAGORI DOLOK HULUAN DALAM

MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DI NAGORI

DOLOK HULUAN

Dalam bab ini akan membahas secara garis besar hasil penelitian sekaligus menganalisi hubungan kekuasaan antara bupati dengan pangulu dalam mewujudkan Good governance di Nagori Dolok Huluan.

BAB IV PENUTUP

Dalam bab yang terakhir ini, berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Pada bab ini juga akan terjawab pertanyaan terhadap penelitian yang dilakuakan.


(42)

BAB II

DESKRIPSI SINGKAT OBJEK PENELITIAN

A.Kabupaten Simalungun

Kabupaten Simalungun terletak di antara 02’36,03’1 lintang utara dan 98’32-99’35 bujur timur Kecamatan yang paling luas adalah Kecamatan tanah jawa dengan luas 49.175 ha, sedangkan yang paling kecil luasnya adalah Kecamatan dolog pardamean dengan luas 9.045 ha.

Sesuai amanah PP No. 70 Tahun 1999 tentang Perpindahan Ibukota Daerah Kabupaten Simalungun dari Wilayah Daerah Kota Pematangsiantar ke Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun maka pada tanggal 23 Juni 2008 pada masa pemerintahan Bupati Simalungun Periode 2005-2010 yakni Zulkarnain Damanik pusat pemerintahan Kabupaten Simalungun dipindahkan dari Pematang Siantar ke Pematang Raya, Ibukota Kabupaten ini juga resmi di pindahkan ke Pematang Raya, Pematang Siantar yang sebelumnya merupakan ibukota Simalungun kemudian menjadi daerah otonom dan mempunyai pemerintah kota tersendiri.

Secara batas wilayah Kabupaten Simalungun berbatasan dengan 7 Kabupaten /Kota yang berada di kawasan danau Toba, secara lebih rinci Kabupaten Simalungun berbatasan dengan :


(43)

Sebelah Utara : Kab. Deli Serdang dan Kab. Serdang Bedagai

Sebelah Timur : Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batubara

Sebelah Selatan : Kabupaten Tobasa

Sebelah Barat : Kabupaten Karo

Sektor pertanian dan hasil perkebunan menjadi komoditi utama yang dihasilkan di Kabupaten Simalungun. Penggunaan lahan secara keseluruhan didominasi untuk sektor pertanian dan perkebunan. Hal ini sesuai dengan data yang dirilis dalam artikel “Profil Kabupaten Simalungun Tahun 2012” yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Simalungun mengenai luas keseluruhan lahan yang dimanfaatkan untuk sektor pertanian dan perkebunan yaitu sebesar 346.195 Ha atau 78,92 % dari total wilayah Kabupaten Simalungun25. Selama tahun 2012, Kabupaten Simalungun menghasilkan antara lain 440.992 ton 383.813 ton

25

Artikel “Profil Kabupaten Simalungun 2012.pdf” yang dirilis oleh Pemerintah Kabupaten Simalungun melalui situs resm

yang menjadikan Kabupaten Simalungun sebagai penghasil padi, jagung, dan ubi kayu terbesar di Sumatera Utara. Produksi tanaman pangan lainnya yang cukup besar dari kabupaten ini adalah kedelai, kacang tanah, dan ubi jalar.


(44)

Luas Wilayah Kabupaten Simalungun adalah 438.660 Ha (4,486,60 Km2) merupakan 6,12 % dari luas wilayah Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Simalungun terdiri dari 31 kecamatan26.

Gambar 2.1 Peta Kabupaten Simalungun 1. Sejarah Singkat

26

31 kecamtan yang ada di Kabupaten Simal


(45)

Penduduk asli kabupaten Simalungun adalah suku simalungun. Meskipun Kabupaten Simalungun adalah tanah leluhur orang Simalungun, namun belakangan ini secara statistic orang Simalungun adalah penduduk peringkat mayoritas ke-tiga di kabupaten Simalungun, setelah orang jawa dan orang yang berasal dari Toba. Orang Simalungun justru diperkirakan lebih banyak tingggal di luar wilayah Simalungun. Sedangkan suku pendatang di simalungun adalah suku jawa dan suku batak toba.

Sejarah mencatat bahwa sebelum negara indonesia terbentuk di simalungun sudah terdapat pemerintahan feodalisme yakni :

1.Kerajaan Siantar, yang adalah kelanjutan dari kerajaan Nagur ibukotanya di Pamatang dan raja terakhirnya adalah Raja Sawadin Damanik

2.Kerajaan Tanoh Djawa, berdiri di perkampungan orang jawa ibukotanya dalah Pamatang Tanoh Djawa dan raja terakhirnya dalah Raja Kaliamsyah Sinaga

3.Kerajaan Panei letaknya di Kecamatan Panei sekarang ibukotanya di Pematang Panei dan raja terakhir adalah Tuan Bosar Sumalam Purba Dasuha

4.Kerajaan Dolog Silau beribukota di Pamatang Dolog Silau (dekat saran padang ) dan raja terakhir adalah Tuan Bandar Alam Purba Tambak

Kedatangan belanda dengan politik devide et imperanya telah berhasil memecah kerajan kerajaan di Simalungun sehingga terbentuklah 3 kerajaan baru yaitu :


(46)

1.Kerajaan Raya pada awalnya adalah partuanon dibawah Kerajaan Dolog Silau ibukotanya di Pematang Raya dan raja terakhir adalah Tuan Djaulan Kadoek Saragih

2.Kerajaan Purba pada awalnya adalah partuanon di bawah Kerajaan Dolog Silau ibukotanya di Pematang Purba rumah bolonnya masih ada sampai sekarang dan butuh perhatian dari pemkab Simalungun dan raja terakhirnya adalah Tuan Mogang Purba Pakpak

3.Kerajaan Silima Kuta pada awalnya merupakan partuanon di bawah kerajaan Dolog Silau dan raja terakhir adalah Tuan Padi Raja Girsang

Setelah terpecah menjadi 7 kerajaan ,maka dengan mudah belanda akhirnya memaksa para raja untuk menandatangani Korte Verklaring dan resmilah wilayah Kerajaan Nagur dijajah oleh Belanda.

Nama Simalungun resmi di pergunakan sejak 1906 dalam lembaran negara Hindia Belanda, Secara etimologis Simalungun berasal dari kata Sima dan lungun.Sima berarti peninggalan dan lungun artinya sepi nama simalungun di sebut oleh orang yang berada di luar wilayah kerajaan nagur untuk menyebut bekas Kerajaaan Nagur yang sepi dan sekaligus di rindukan.

Kolonialisme belanda dengan gaya kapitalis mereka telah merusak tatanan adat dan nilai di Simalungun setelah berhasil menjajah Simalungun Belanda mengubah Simalungun menjadi daerah pekebunan untuk pangsa pasar di eropa dan kebijakan pertama sekali adalah dibukanya perkebunan teh di Naga Huta pada


(47)

tahun 1910 dan disusul oleh perluasan perkebunan lainnya Orang Simalungun tidak bisa di harapkan menjadi pekerja di perkebunan sebab karakter mereka yang terbentuk adalah santai dan bukan pekerja keras selain itu budaya membayar upeti kepada raja membuat karakternya tidak terlalu ingin bekerja keras. Hal karakter ini membuat Belanda mendatangkan para pekerja dari jawa sebab orangnya tekun bisa diatur dan tidak banyak berontak dan akhirnya mereka lah yang menjadi pekerja di perkebunan, kemudian kendala kembali muncul terkait bahan pangan dari migran jawa ini sehingga orang belanda kembali mendatangakan orang orang yang bisa menjadi penyedia makan bagi migran jawa, kresidenan tapanuli yang menguasi wilayah toba akhirnya menjatuhakan pilihan kepada batak toba yang mendiami sekeliling danau toba.kelompok sub suku ini merupakan kelompok terbesar orang batak dan dianggap yang termaju terutama dalam bidang pertanian sawah dan pendidikan dibanding kelompok yang lain dan tanah yang tepat untuk dijadikan persawahan adalah wailayah Kerajaaan Siantar,Panei dan Tanah Djawa sehingga tidak mengherankan jika jumlah penduduk di daerah tersebut adalah mayoritas batak toba perpindahan ini terjadi pada tahun 1910-an akibat tinginya migrasi tersebut akhirnya menjadi faktor yang membuat jumlah etnis Simalungun menjadi minoritas di tanah leluhurnya sendiri.

B.Kecamatan Raya

Kecamatan Raya merupakan daerah yang menjadi Kota pendidikan di Kabupaten Simalungun. Selain kota pendidikan daerah daerah yang menjadi desa di kecamtan ini merupakan penghasil hasil pertanian yang cukup produktif yakni


(48)

jahe dan kopi sebagai komoditi andalan. Secara statistik lebih dari 60 persen lahan di kecamtan Raya merupakan lahan pertanian non sawah. Kecamatan ini memiliki luas 328,50 Km2, Ibukota Kabupaten Simalungun teletak di kecamatan ini dengan letak geografis sebagai berikut :

- Utara berbatasan dengan Kecamatan Raya Kahean dan Kecamatan Silou Kahean,

- Selatan berbatasan dengan Kecamatan Dolok Pardamean,

- Barat berbatasan dengan Kecamatan Purba dan Kecamatan Dolok Silou,

- Timur berbatasan dengan Kecamatan Panombeian Panei.

Desa-desa Kecamatan Raya berada pada ketinggian 251-1400 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan topografinya daerah ini berada di wilayah perbukitan, dimana sekitar 53,80 % dari keseluruhan wilayah berada pada ketinggian 751-1000 m di atas permukaan laut. Menurut kemiringan/ kelerengan tanah, wilayah kecamatan Raya terletak pada lahan yang terjal, dengan sekitar 57,72 % lahan berada pada kemiringan di atas 15%.

Kecamatan Raya mencakup 17 nagori/desa yaitu: Nagori Dolog Huluan, Raya Usang, Raya Bayu, Dalig Raya, Merek Raya, Bahapal Raya, Sondi Raya, Bah Bolon, Raya Huluan, Siporkas, Silou Huluan, Silou Buttu, Bonguron Kariahan, Sihubu Raya, Raya Bosi, Simbou Baru, Bintang Mariah dan 1 kelurahan, yaitu Kelurahan Pematang Raya.


(49)

TABEL 2.1

LUAS WILAYAH DESA/KELURAHAN DI KECAMATAN RAYA

NO NAGORI/KELURAHAN LUAS WILAYAH

1 DOLOK HULUAN 15,20

2 RAYA USANG 17.80

3 RAYA BAYU 26

4 DALIG RAYA 12,20

5 PEMATANG RAYA 38

6 MEREK RAYA 16,60

7 BAHAPAL RAYA 24

8 SONDI RAYA 28,80

9 BAH BOLON 9,80

10 RAYA HULUAN 10,20

11 SIPORKAS 17,60

12 SILAU HULUAN 14,80

13 SILAU BUTTU 18,10

14 BUNGORUN KARIAHAN 14,40

15 SIHOBU RAYA 17,20

16 RAYA BOSI 13,20

17 SIMBOU BARU 22

18 BINTANG MARIAH 13

RAYA 328,50

Sumber : BPS Kabupaten Simalungun

Berikut ini merupakan Visi dan Misi Kantor Kecamatan Raya:

Visi: Terwujudnya aparatur pemerintahan yang profesional, produktif, survive dan memiliki semangat juang yang tinggi dalam memberikan pelayanan masyarakat, meningkatkan kinerja kecamatan dan memajukan Kecamatan Raya.


(50)

Misi:

• Meningkatkan kualitas sumber daya manusia aparatur pemerintahan kecamatan dalam membina, mengembangkan, institusi pengelola pendidikan, pertanian, peternakan, jasa dan industri

• Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana kehidupan beragama.

• Memberdayakan masyarakat dalam mengembangkan sarana dan prasarana infrastruktur di lingkungan perkotaan dan pedesaan.

• Menegakan hukum, keamanan dan ketertiban.

• Memelihara kelestarian sumber daya alam dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup

• Mengembangkan kapasitas dan kemampuan lembaga pelayanan masyarakat

• Mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif, meningkatkan daya tahan perekonomian masyarakat menghadapi dampak krisis ekonomi dan mengembangkan daya saing yang berbasis keunggulan komparatif dan kompetitif.


(51)

C.Desa dan Pemerintahan Desa

Desa merupakan arena politik paling dekat bagi relasi antara masyarakat dengan pemegang kekuasaan (perangkat Desa). Di satu sisi, para perangkat Desa menjadi bagian daari birokrasi negara yang mempunyai daftar tugas kenegaraan, yakni menjalankan birokratisasi di level Desa, melaksanakan program-program pembangunan, memberikan pelayanan administratif kepada masyarakat. Tugas penting pemerintah Desa adalah memberi pelayanan administratif (surat-menyurat) kepada warga.

Di sisi lain, karena dekatnya arena, secara normatif masyarakat akar-rumput sebenarnya bisa menyentuh langsung serta berpartisipasi dalam proses pemerintahan dan pembangunan di tingkat Desa. Dalam praktiknya antara warga dan penyelenggaran pemerintah desa mempunyai hubungan kedekatan secara personal yang mungkin diikat dengan tali kekerabatan maupun ketetanggaan, sehingga kedua unsur itu saling menyentuh secara personal dalam wilayah yang lebih privat ketimbang publik.

Pergantian kekuasaan pemerintahan Orde Baru oleh pemerintahan reformasi secara langsung berimplikasi pada perubahan kehidupan demokrasi di desa. Perubahan kehidupan berdemokrasi ini tampak dari semangat adaptasi atas demokrasi yang cukup besar mulai tahun 1999. Bisa disimak kehadiran Badan Perwakilan Desa dan kemudian menjadi Badan Permusyawaratan Desa yang


(52)

bertindak sebagai badan legislatif baru di desa, menggantikan peran Lembaga Musyawarah Desa (LMD.

Praktek demokrasi desa di bawah UU nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa memberikan landasan yang kuat bagi tegak kokohnya kekuasaan sentralistik Orde Baru bagi pengaturan pemerintahan di tingkat desa. Karakter evolusi kehidupan demokrasi kebanyakan masih bersifat seragam, tidak banyak pilihan dalam pelaksanaan demokrasi desa. Begitu pula istilah, struktur dan mekanisme pemerintahan desa telah dibakukan. Namun, ketika kekuasan otoritarian Orde Baru berakhir, maka bermunculanlah semangat anti sentralisme

Reformasi dengan mahasiswa sebagi pelaku nya telah memberikan dampak yang sangat luar biasa bagi bangsa ini, tuntutan reformasi menuntut perubahan mendasar dari sitem demokrasi Negara ini, proses penyelenggaraan pemerintahan daerah menjadi salah satu sasarannya . Untuk memenuhi tuntutan reformasi yang disampaikan mahasiwa pemeritahan Habibie mengeluarkan undang undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dalam undang undang ini terdapat pengaturan tentang desa yaitu bab XI pasal 93 sampai dengan pasal 111. Seiring bergantinya pengusa undang undang tentang pemerintahan daerah kemudian di revisi kembali melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 serta diubah kembali menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah.

Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 dan PP No 72 Tahun 2005, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup :


(53)

A. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa; B. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang

diserahkan pengaturannya kepada desa;

C. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota;

D. Urusan pemerintahan lainya yang oleh peraturan perundang undangan diserahkan kepada desa.

Dalam rangka memperkuat desa pemerintah mengeluarkan peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 30 tahun 2006 tentang tata cara penyerahan urusan pemerintah Kabupaten/Kota kepada Desa dalam peraturan ini dijelaskan bahwa urusan pemerintah kabupaten kota yang dapat diserahkan kepada desa antara lain :

1. Bidang pertanian dan ketahanan pangan

2. Bidang pertambangan dan energi serta sumber daya mineral 3. Bidang kehutanan dan perkebunan

4. Bidang perindustrian dan perdangan 5. Bidang koperasi dan usaha kecil menengah 6. Bidang penanaman modal

7. Bidang tenaga kerja dan transmigrasi 8. Bidang kesehatan

9. Bidang pendidikan dan kebudayaan 10.Bidang sosial


(54)

12.Bidang pemukiman/perumahan 13.Bidang pekerjaan umum 14.Bidang perhubungan 15.Bidang lingkungan hidup

16.Bidang politik dalam negeri dan administrasi publik 17.Bidang otonomi desa

18.Bidang perimbangan keuangan 19.Bidang tugas pembantuan 20.Bidang pariwisata

21.Bidang pertanahan

22.Bidang kependudukan dan catatan sipil

23.Bidang kesatuan bangsa dan perlindungan masyarakat dan pemerintahan umum

24.Bidang perencanaan

25.Bidang penerangan informasi dan komunikasi

26.Bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak 27.Bidnag keluarga berencana dan keluarga sejahtera

28.Bidang pemuda dan olahraga

29.Bidang pemberdayaan masyarakat desa 30.Bidang arsip dan perpustakaan27

27


(55)

Hal hal diatas bisa menjadi kompetensi kabupaten/kota yang dapat diesrahkan pengaturan dan pengurusannya kepada desa melalui peraturan daerah kabupaten/ kota.

D. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Pemerintahan Desa merupakan lembaga perpanjangan pemerintah pusat memiliki peran yang strategis dalam pengaturan masyarakat desa/kelurahan dan keberhasilan pembangunan nasional. Karena perannya yang besar, maka perlu adanya Peraturan-peraturan atau Undang-Undang yang berkaitan dengan pemerintahan desa yang mengatur tentang pemerintahan desa, sehingga roda pemerintahan berjalan dengan optimal

Penyelenggaran pemerintah desa dilakukan oleh pemerintah desa dan badan permusyarawatan desa (BPD). Pemerintah desa adalah organisasi pemerintah desa yang terdiri atas

a. Unsur pimpinan, yaitu kepala desa

Kepala desa adalah adalah pemimpin sebuah kesatuan wilayah terkecil di di pemerintah dan dapat diperpanjang lagi untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Semenjak diberlakukannya UU no 32 tahun 2004 memberikan otonomi kepada desa, namun otonomi yang diberlakukan kepada desa bukan berasal dan sebagai dampak dari peraturan


(56)

perundang undangan, namun berasal dari asal usul dan adat istiadat desa sendiri yang dikembangakan dan dipelihara oleh penduduk desa. Hal ini lah yang membuat nama desa atau wilayah kesatuan terkecil berbeda beda di beberapa tempat demikian juga nama kepala desa nya. Untuk daerah Kabupaten simalungun nama desa diberi identitas dengan Nagori dan kepala desa menjadi Pangulu Nagori.

b. Unsur pembantu kepala desa yang terdiri atas

1. Sekretariat desa yaitu unsur staf atau pelayanan yang diketuai oleh sekretaris desa

2. Unsur pelaksana teknis yaitu unsur pembantu kepala desa yang melaksanakan urusan teknis di lapangan seperti urusan pengairan, keagamaan dan lain lain

3. Unsur kewilayahan yaitu pembantu kepala desa di wilayah kerjanya sepertiu kepala dusun 28

Tugas kepala desa yaitu menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Dalam melaksanakan tugas, kepala desa mempunyai wewenang yaitu29

a. Memimpin penyelenggaraan pemerintah desa; :

b. Menyusun rancangan APB Desa;

28

Ibid hal 73

29


(57)

c. Menetapkan peraturan desa setelah dimusyawarahkan bersama dengan BPD;

d. Merencanakan pembangunan desa; e. Memfasilitas kehidupan masyarakat desa;

f. Mengembangkan usaha ekonomi masyarakat dan perekonomian desa; g. Mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif;

h. Mengembangkan teknologi tepat guna;

i. Mewakili desa di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan

j. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam melaksanakan tugas dan wewewnagnya kepala desa mempunyai kewajiban

a. Memegang teguh dan mengamalkan pancasila, melaksanakan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia

b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat

c. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat d. Melaksanakan kehidupan demokrasi

e. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme


(58)

f. Menjalalin hubungan kerja dengan seluruh mitrea kerja pemerintahyan desa

g. Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang undangan h. Menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik

i. Melakasanakan dan mepertanggungjawabkan pengelolaan keunagan desa

j. Melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa k. Mendamaikan perselisihan masyarakat di desa

l. Mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa

m. Membina, mengayomi dan melestarikan nilai nilai sosial budaya dan adat istiadat

n. Memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa dan

o. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup.

Badan Permusyaratan Desa berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintah desa jadi dalam menyelenggarakan pemerintahan desa terdapat dua lembaga pemerintah desa dan BPD. Pemerintah berfungsi menyelenggrakan kebijakan pemerintah atasnya dan kebijakan desa,. Sedangkan fungsi dari BPD adalah menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, oleh karenanya BPD disamping menjalankan


(59)

fungsinya sebagai jembatan penghubung antara Kepala Desa dengan masyarakat desa, juga harus menjalankan fungsi utamanya, yakni fungsi representasi30

1. Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat;

.

Keanggotaan BPD ditetapkan dalam Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004 Pasal 210, yang berbunyi:

2. Pimpinan BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD;

3. Masa jabatan BPD adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih lagi untuk 1 (satu) masa jabatan berikutnya;

4. Syarat dan tata cara penetapan anggota dan pimpinan BPD diatur dalam peraturan Daerah (Perda) yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah (PP).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Pasal 29, menyebutkan BPD berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan mempunyai kewajiban sebagai berikut31

1. Mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang- Undang Dasar 1945 dan mantaati segala peraturan perundang- undangan;

:

2. Melakanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah desa;

30

Sadu Wasistono & MS. M.Irawan Tahir.2007. Prospek Pengembangan Desa. Bandung : CV Fokus Media.hal.35

31


(60)

3. Mempertahankan dan memelihara hukum Nasional serta keutuhan Negara kesatuan Republik Indonesia;

4. Menyerap, menampung, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;

5. Memproses pemilihan kepala desa;

6. Mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan;

7. Menghormati nilai- nilai sosial budaya dan adat istiadat setempat; 8. Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan masyarakat.

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Pasal 35, menyatakan bahwa BPD mempunyai wewenang sebagai berikut:

1. Membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa;

2. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa;

3. Mengusulkan pengangkatan kepala desa dan pemberhentian kepala desa; 4. Membentuk panitia pemilihan kepala desa;

5. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat;

6. Menyusun tata tertib Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Anggota BPD juga mempunyai hak sebagai berikut:


(61)

2. Mengajukan pertanyaan;

3. Menyampaikan usul dan pendapat; 4. Memilih dan dipilih;

5. Memperoleh tunjangan;

Dalam membiayai penyelenggaraan Pemerintahan Desa tentang sumber keuangan desa terdiri dari pendapatan asli desa, bantuan dari pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi dan pemerintah serta sumber penerimaan ketiga dan pinjaman desa. Sumber Pendapatan Asli Desa (PAD) meliputi : hasil usaha desa, kekayaan desa, swadaya dan partisipasi serta gotong royong dan pendapatan lain yang sah. Sumber pendapatan desa sebagaimana tersebut diatur dan dikelola dalam Anggaran dan Pendapatan Desa (APBDes) yang setiap tahunnya ditetapkan oleh Kepala Desa bersama dengan BPD yang kemudian dituangkan dalam peraturan desa.

Kedudukan BPD dalam bidang pembangunan masyarakat desa yakni sejajar dan menjadi mitra dari Pemerintahan Desa. BPD memiliki tugas untuk memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah desa terhadap kebijakan yang menyangkut kepentingan masyarakat desa. berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa fungsi BPD dalam rangka demokratisasi desa sebagai berikut :


(62)

a. Mengayomi, yaitu menjaga kelestarian adat-istiadat yang hiudp dan berkembang di desa yang bersangkutan sepanjang menunjang kelangsungan pembangunan;

b. Legislasi, yaitu merumuskan dan menetapkan Peraturan Desa bersama dengan Pemerintahan Desa;

c. Pengawasan, yaitu meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa, APDes,serta Keputusan Desa;

d. Menampung aspirasi masyarakat desa, yaitu menangani dan menyalurkan aspirasi yang diterima dari masyarakat desa kepada aparatur Pemerintahan Desa.

Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyarawah dan mufakat. Anggota BPD terdiri atas ketua rukun warga, pemangku adat, golongan profesi pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan angota BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Jumlah anggota BPD ditetapkan dengan jumlah ganjil, palimg sedikit 5 orang dan paling banyak 11 orang dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk dan kemampuan keuangan desa, untuk pimpinan BPD terdiri atas satu orang ketua satu orang wakil ketua dan satu orang sekretaris, pimpinan BPD dipilih langsung dan dari anggota BPD dalam suatu rapat khusus.


(63)

E.Peraturan Desa

Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa bersama dengan Badan Permusyawaratan Desa dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Peraturan Desa yang wajib dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 adalah sebagai berikut :

1. Peraturan Desa tentang susunan organisasi dan tata kerja Pemerintahan Desa;

2. Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;

3. Peraturan Desa Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMD);

4. Peraturan desa tentang pengelolaan keuangan desa;

5. Peraturan desa tentang pembentukan Badan Milik Usaha Desa, apabila pemerintah desa membentuk BUMD;

6. Peraturan desa tentang Pembentukan Badan Kerjasama; 7. Peraturan desa tentang Lembaga Kemasyarakatan.

Selain peraturan desa yang wajib dibentuk seperti tersebut diatas, pemerintah desa juga dapat membentuk peraturan desa yang merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari peraturan daerah dan perundang-undangan lainya yang sesuai dengan kondisi sosial budaya stempat, antara lain:

1. Peraturan desa tentang pembentukan panitia pencalonan dan pemilihan kepala desa;


(64)

2. Peraturan desa tentang penetapan yang berhak menggunakan hak Pilih dalam pemilihan kepala desa;

3. Peraturan desa tentang penentuan tanda gambar calon, pelaksanaan kampanye, cara pemilihan dan biaya pelaksanaan pemilihan kepala desa;

4. Peraturan desa tentang pemberian penghargaan kepada mantan kepala desa dan perangkat desa;

5. Peraturan desa tentang penetapan pengelolaan dan pengaturan pelimpahan/pengalihan fungsi sumber-sumber pendapatan dan kekayaan desa;

6. Peraturan desa tentang pungutan desa.

F. Nagori Dolok Huluan

Pemerintahan desa di Kecamatan Raya sama hal nya dengan pemerintahan desa di wilayah lainnya di indonesia yakni memberikan pelayanan publik. Untuk wilayah kabupaten Simalungun sebutan desa dinamakan dengan Nagori, dan untuk kepala desa dinamakan dengan pangulu dan untuk BPD dinamakan dengan Maujana.

1. Letak Nagori Dolok Huluan

Nagori Dolok huluan merupakan satu nagori dari 17 nagori yang ada di kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun, untuk mencapai desa ini dibutuhkan


(65)

waktu kurang lebih 1 jam 30 menit dari kota pematang Siantar dengan melewati jalur partuakan dan kira kira 1 jam jika melewati jalur Pematang Raya. Jarak nagori ini ke ibukota kabupaten 18 km dan jalan raya dari nagori ini menuju ibukota sudah cukup baik setelah pemerintahan DR. JR saragih ( bupati Simalungun 2010-2015). Ketinggian wilayah rata rata di atas 862-900 m dpl (diatas permukaan laut) dan rata-rata suhu sekitar 25 ° C dengan kategori daerah Dingin/Sejuk.

Secara administratif nagori Dolok Huluan memiliki 7 dusun yang terdiri dari Dusun 1 Huta Bagas, Dusun II Huta Darat, Dusun III Silau Marihat, Dusun IV Simpang Empat, Dusun V Hosianna, Dusun VI Tambu Marisi dan Dusun VII kampug baru. Masing masing dusun di kepalai oleh seorang kepala dusun yang dalam wilayah administratfi dinamakan dengan Gamot. Adapun yang menjadi Gamot di setiap dusun yakni :

Dusun 1 Huta Bagas : Sokerius Purba

Dusun II Huta Darat: Sudiarman Saragih

Dusun III Silau Marihat : Japanten Damanik

Dusun IV Simpang Empat : Mangapul Rajagukguk

Dusun V Hosianna : Reskot Saragih

Dusun VI Tambu Marisi : Warisman Purba


(66)

Nagori Dolok Huluan memiliki batas batas wilayah Sebagai acuan seberapa luas wilayah yang mencakup daerah Nagori Dolok Huluan, batas batas wilayah tersebut dibatasi dengan Nagori Nagori yang berada di sekitar Nagori Dolok Huluan yakni sebagai berikut :

Sebelah Utara : Nagori Raya Usang

Sebelah Timur : Nagori Bah Bolon

Sebelah Selatan : Nagori Dolok Saribu

Sebelah Barat : Nagori Raya Huluan

2. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk Nagori Dolok Huluan pada tahun 2014 sebanyak 3242 jiwa dengan komposisi penduduk Laki-laki sebesar 1630 jiwa dan komposisi penduduk perempuan sebesar 1612 jiwa. Jumlah penduduk di nagori ini terbilang cukup besar dibandingkan dengan nagori nagori yang ada di kecamatan Raya, sehingga jumlah penduduk ini harus diperhatikan mengingat merekalah yang menjadi subjek pelayanan dari pemerintah.


(67)

Tabel 2.2

Jumlah penduduk berdasarkan Jenis Kelamin

Tahun 2014

Jumlah Laki-laki (jiwa) 1630

Jumlah Wanita (jiwa) 1612

Total (jiwa) 3242

Jumlah penduduk di Nagori ini berdasarkan wawancara dengan sekeretaris desa (Ruslen Purba) merupakan data statistik penduduk terakhir, yakni pada tahun 2014. Berdasrkan tabel diatas terlihat komposisi penduduk Nagori Dolok Huluan jumlah penduduk perempuan lebih rendah dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki.


(68)

G.Struktur Organisasi Pemerintahan Nagori Dolok Huluan

Pemerintahan Nagori dolok Huluan memiliki struktur organisasi sebagai berikut: Bagan 1

Struktur Pemerintahan Nagori Dolok Huluan

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Nomor 72 Tahun 2005 pasal 1 yang dimaksud dengan Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Simalungun Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Nagori pasal 81 tentang


(1)

Permasalahan masyarakat seringkali hanya berkutat pada masalah batas batas ladang, Pangulu Nagori Dolok Huluan selalu menyerukan penyelesaian sengketa tanah dengan kekeluargaan.namun ketika masalah kekeluargaan tidak menemukan jalan tengah pangulu biasanya menyerukan penyelesaian maslah dengan merembukkan batas batas tanah masyarakat dengan penatua desa, sebab pasca kemerdekaan Republik Indonesia tanah tanah di Nagori Dolok Huluan dibagi kepada masyarakat, seiring berakhirnya pemerintahan Feodal di daerah ini. Dan jalan terakhir ketika tidak menemui titik tengah permasalahan pangulu sendiri seringkali menyarankan kedua pihak yang berperkara agar menyelsaikannya di pengadailan namun pangulu sendiri selalu mengatakan akan memakan biaya yang cukup besar. Untuk urusan pertengkaran sesama warga yang berupa adu fisik seringkali disarankan oleh pangulu untuk berdamai di tempat.


(2)

BAB IV

PENUTUP

A.Kesimpulan

Pola relasi kepala daerah dan kepala desa menjadi suatu hal menarik ketika undang undang nomor 22 tahun 1999 menegaskan bahwa desa bukan lagi merupakan wilayah administaratif bahkan tidak lagi menjadi bawahan atau unsur pelaksanaan daerah tetapi menjadi daerah yang istimewa dan bersifat mandiri yang berada dalam wilayah kabupaten sehingga setiap warga desa berhak berbicara atas kepentingan sendiri sesuai kondisi sosial budaya yang hidup di lingkungan masyarakatnya.

Status desa adalah satuan pemerintahan di bawah kabupaten/kota. Desa tidak sama dengan kelurahan yang statusnya di bawah camat, kemudian di dalam Undang Undang No. 32/2004 semakin dipertegas kecamatan bukan lagi sebagai wilayah administrasi yang membawahi desa-desa, melainkan hanyalah wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah kabupaten, dengan demikian menimbulkan dampak kepala desa menjadi dibawah pembinaan bupati/walikota.

Hasil penelitian penulis menunjukkan bahwa relasi antara kepala derah dan kepala desa akan sangat membantu dalam hal mewujudkan good governance di desa desa yang ada di wilayah kabupaten, terutama dalam hal pembangunan yang berkaitan dengan pemenuhan dana, secara khusus Nagori Dolok Huluan dibawah pemerintahan Pangulu Nagori Dolok Huluan cukup beruntung memiliki


(3)

seorang kepala daerah dari kecamatan Raya yang merupakan kecamatan dari Nagori Dolok Huluan.

Pemindahan Ibukota kabupaten Simalungun Sesuai amanah PP No. 70 Tahun 1999 tentang Perpindahan Ibukota Daerah Kabupaten Simalungun dari Wilayah Daerah Kota Pematangsiantar ke Kecamatan Raya Kabupaten pada tahun 2008 ketika pemerintahan bupati Simalungun Zulkarnain Damanik, secara langsung berdampak terhadap kemajuan pembangunan di daerah Nagori Dolok Huluan.

Dengan menjadi ibukota kabupaten, Kecamatan Raya menjadi sasaran utama arah pembangunan di kabupaten Simalungun yang memiliki 31 kecamatan, ditambah lagi dengan bupati terpilih yang merupakan Putra Daerah Kecamatan Raya yang juga merupakan seorang pengusaha yang banyak memindahkan asetnya ke ibukota kabupaten Simalungun. Dengan bermodalkan keadaan diatas maka berbagai dana bantuan selain dana alokasi desa berhasil ditembuskan oleh pangulu Nagori Dolok Huluan ke pemerintah Supra Desa, tentunya dengan bantuan dan kemampuan lobby pangulu nagori kepada anggota DPRD terpilih dari daerah pemilihan yang didalamnya terdapat Nagori Dolok Huluan.

Karakter Pangulu Nagori yang dominan sebagai akibat tingkat pendidikannya yang tamatan diploma dan juga seorang Putra Nagori yang menganut agama Minoritas yakni Katolik menjadi nilai lebih bagi pangulu nagori untuk menjalankan pemerintahan nagori, konsep good governance yang menjadi


(4)

indikator menilai kinerja pemerintah, dalam penelitian ini penulis mengambil 4 indikator yang berhasil dilaksanakan oleh pangulu Nagori, berbagai hambatan yang dialami oleh pemerintah desa hadir dari masih rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia dalam berpartisipasi mengawal pemerintahan Nagori. Fungsi pembangunan fisik desa berupa jalan usaha tani menjadi nilai lebih bagi pangulu nagori periode 2009-2015 Pangulu Nagori cukup bijak untuk menarik dana dari pemerintah supra desa.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ari, Aagn Dwi Payana. 2003. Membangun Good governance Di Desa.Yogjakarta: Ire Pres.

Budiardjo. 2008. Miriam Dasar Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Danin, Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif ; Ancangan Metodologi, Presentasi Dan Publikasi Hasil Penelitian Untuk Mahasiswa Dan Peneliti Pemula Bidang Ilmu Ilmu Sosial, Pendidiakan Dan Humaniora. Bandung: Pustaka Setia.

Gaffar,Karim. Abdul (Editor). 2003. Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Bekerjasama dengan Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM.

Kansil, C.S.T 2003. Sistem pemerintahan Indonesia. Jakarta: Bumi aksara. Kartono,Kartini. 2003. Pemimpin Dan Kepemimpinan.Jakarta: Rajawali Press. MacAndrews,Colin Ichlasul Amal. 1995. Hubungan Pusat – Daerah Dalam Pembangunan. Jakarta : Raja Grafindo persada.

Mahfud Md, Moh. 2001. Idasar dan Struktur ketatanegaraan Indonesia. Jakarta : Rineke Cipta.

Martoyo,Susilo. 1999. Sumber Daya Manusia. Yogjakarta: Bfte Press.

Moleong, Lexy J. 1994. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

MS. M.Irawan Tahir, Sadu Wasistono. 2007. Prospek Pengembangan Desa. Bandung : CV Fokus Media

Nawawi,Hadafi.1987 Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajahmada University Press.

Nurcholis, Hanif. 2011. Pertumbuhan Dan Penyelengaraan Pemerintahan Desa. Jakarta: Erlangga.

Santosa, Pandji.2008. Administrasi Publik Teori Dan Aplikasi Good Governance.Bandung: Pt. Refika Aditama.

Santoso,Purwo. 2003. Pembaharuan Desa Secara Partisipatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


(6)

Sedarmayanti. 2003. Good governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangkja Otonomi Daerah. Bandung: Mandar Maju.

Sitepu, P. Anthonius. 2012. Studi Ilmu Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sujatno, Adi.2007. Moral Dan Etika Kepemimpinan : Merupakan Landasan Ke Arah Pemerintahan Yang Baik (Good Governance). Jakarta: Team 4s.

Tarik, Jabal Ibrahim. 2003. Sosiologi Pedesaan.Malang: Umm Pres.

Wahidin Samsul.2007. Dimensi Kekuasaan Negara Indonesia.Yogjakarta: Pustaka Pelajar.

Widjaja,Haw. 2003. Otonomi desa merupakan otonomi yang asli bulat dan utuh. Jakarta : Pt Raja Grafindo persada.

Zudan, Arif Fakrulloh. 2004. Kebijakan Desentralisasi di Persimpangan. Jakarta : Cv. Cipruy.

Undang-Undang :

Undang Undang Nomor 5 tahun 1979 Tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintaha Daerah.

Situs Internet :

diaksekes tanggal 6 maret 2014 pukul 20.30


Dokumen yang terkait

Peran Kantor Pertanahan Kabupaten Simalungun Terhadap Masyarakat Dikecamatan Sidamanik Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Serta Pelaksanaannya Berdasarkan Uu Pa Dan Peraturan Pemerintah Nomor24 Tahun 1997

2 111 115

Relasi Antara Kepala Desa Dengan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Kasus: Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara)

1 62 186

Peran Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Mewujudkan Good Governance"(Suatu Penelitian Deskriptif Kualitatif di Desa Sigalapang Julu Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal)

27 139 108

Dampak Relokasi Pusat Pemerintahan Kabupaten Simalungun Terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Raya

2 36 189

BAB II DESKRIPSI SINGKAT OBJEK PENELITIAN A. Kabupaten Simalungun - Relasi Kekuasaan Kepala Daerah Dengan Kepala Desa (Melihat Good Governance Kepala Desa Nagori Dolok Huluan, Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun)

1 3 30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Relasi Kekuasaan Kepala Daerah Dengan Kepala Desa (Melihat Good Governance Kepala Desa Nagori Dolok Huluan, Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun)

0 0 28

Relasi Kekuasaan Kepala Daerah Dengan Kepala Desa (Melihat Good Governance Kepala Desa Nagori Dolok Huluan, Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun)

0 0 11

RELASI ANTARA KEPALA DESA DENGAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Analisis relasi kekuasaan dalam pemerintahan desa :Suatu Studi Terhadap Relasi Kekuasaan Kepala Desa dengan Maujana Nagori di Nagori Simattin, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun. Content, 104 p

0 0 28

Analisis relasi kekuasaan dalam pemerintahan desa :Suatu Studi Terhadap Relasi Kekuasaan Kepala Desa dengan Maujana Nagori di Nagori Simattin, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun. Content, 104 pages, 5 tables, 2 graphichs, 1 map, 23 books,

0 0 11