lukisan Walter Spies yang hilang
https://www.facebook.com/notes/1034062849946347/?pnref=story
Lukisan Bali Kuno
9 Juli 2015 pukul 16:11
Saya Leonardo Rimba di Jakarta, penulis buku-buku spiritual. Sudah pernah bertanya kepada
Amir Sidharta pada tahun 2009 lewat inbox akun facebook saya yg lama dan sekarang hilang
tentang lukisan bertanda-tangan W Spies yg ada di saya. Waktu itu Pak Amir menyarankan
untuk mengontak pihak Yayasan Walter Spies. Menurutnya supaya lebih obyektif. Dan
sarannya itu sudah saya lakukan. Sebelumnya saya pernah bertemu sekali dengan Pak Amir
di Hotel Hyatt Aryaduta, Jakarta Pusat, mungkin di tahun 2000 pada saat pameran untuk
lelang lukisan. Saya masih buta dengan lukisan saat itu. Pak Amir bilang agar saya datang
saja ke kantornya, mungkin di Universitas Pelita Harapan saat itu. Saya tidak ingat pasti
karena kartu namanya hilang. Saya dapat lagi nomor telpon Pak Amir dari Ibu Srie, restorator
lukisan di Bintaro, Tangerang Selatan, pada tahun 2008. Tapi Pak Amir belum sempat saya
hubungi. Ibu Srie sendiri sudah melihat lukisan bertanda-tangan W Spies yg akan saya
jelaskan di bawah ini. Menurutnya itu lukisan asli dengan alasan tekniknya terlalu tinggi dan
tidak ada yg bisa buat. Selain karena usianya jelas tua, diperkirakan dibuat di tahun 1930-an.
Agung Rai dari ARMA menjabat sebagai ketua Yayasan Walter Spies di Bali. Sudah saya
perlihatkan langsung lukisannya di Bali pada tahun 2003. Saya bilang saya mau menitipkan
lukisan tua itu karena saya bukan kolektor lukisan dan cuma kebetulan memperolehnya di
Jakarta pada tahun 1999. Agung Rai bilang itu lukisan asli, harusnya tidak perlu divernis, dan
menurut dia pelukisnya Louis Koke bukan Spies. Sayangnya Agung Rai tidak mau
memperlihatkan lukisan Koke yg dimilikinya untuk saya bandingkan dengan lukisan Spies yg
saya bawa. Yg dibicarakannya malahan soal gallery lukisannya yg kurang laku. Mungkin
saya dikira pedagang lukisan dari Jakarta sehingga saya pikir tidak ada gunanya untuk bicara
terus dengan Agung Rai yg tadinya saya pikir tertarik juga kepada pelestarian peninggalan
budaya tentang Bali.
Ketua Yayasan Walter Spies di Jerman bernama Horst Jordt juga sudah saya kontak. Saya
kirimkan foto lukisan dan datanya. Tapi dia menolak untuk bertemu saya untuk cek sendiri
lukisannya. Mungkin karena yg dijadikannya patokan hanya lukisan-lukisan Spies yg ada di
dalam katalog. Dan lukisan yg ada di saya tidak ada di katalog. Tidak termuat di dalam buku
"Walter Spies and Balinese Art" (1980) oleh Hans Rhodius dan John Darling. Padahal kalau
dia mau cek dan pegang langsung maka akan tahu teknik Walter Spies seperti apa.
Lukisannya tidak ada goresan. Seperti foto yg diberikan sapuan tipis cat minyak. Padahal asli
lukisan cat minyak di atas kanvas.
Yg pertama-kali saya perlihatkan lukisan ini adalah Bapak Sudarmaji, mantan direktur
Museum Seni Rupa Jakarta, pada bulan Desember 1999. Karena saya sudah ada lukisan
bertanda-tangan WG Hofker yg sudah pernah dibuatkan sertifikatnya oleh Pak Sudarmaji
sekaligus ditanda-tangani bagian belakangnya. Tetapi sertifikat ini hilang tak pernah kembali
setelah dipinjam oleh seorang pemilik art gallery. Untung dulu saya bertahan tidak
meminjamkan lukisannya juga. Lukisan bertanda-tangan W Spies sudah dilihat oleh Pak
Sudarmaji pada saat itu, dan Pak Sudarmaji bilang itu asli. Tapi belum sempat saya buatkan
sertifikatnya karena Pak Sudarmaji keburu meninggal pada awal tahun 2000. Saya ingat Pak
Sudarmaji bilang kepada saya bahwa koleksi katalog pameran lukisannya yg banyaknya satu
lemari dan sudah dikumpulkannya selama puluhan tahun akan diambil alih oleh Amir
Sidharta. Mungkin untuk Museum Universitas Pelita Harapan. Pak Sudarmaji baik sekali,
saya ikut sedih mengetahui sertifikat-sertifikatnya dipalsukan dan tidak dihargai. Lukisan
bertanda-tangan WG Hofker yg ada di saya tetap ada tanda-tangan Pak Sudarmaji di
belakangnya dan tidak saya mintakan duplikat sertifikatnya kepada anak Pak Sudarmaji.
Kalaupun saya datang nanti cuma untuk mengembalikan buku milik Pak Sudarmaji yg saya
pinjam waktu saya terakhir kali datang sebelum Pak Sudarmaji meninggal. Masih ada di saya
buku referensi milik Pak Sudarmaji berjudul "Bali" oleh Miguel Covarrubias.
Kurator-kurator papan atas sudah saya hubungi untuk minta pendapatnya. Jim Supangkat
hanya bersedia mengamati foto lukisannya dan menolak untuk mencek langsung. Pak Jim
rupanya berpegang kepada ingatannya tentang Spies yaitu lukisan-lukisan bertemakan
mitologi, sedangkan lukisan yg ada di saya berobyek seorang penari perempuan. Agus
Dermawan T malahan sama sekali tidak mau melihat fotonya dengan alasan semua kurator
Indonesia yg bekualitas sudah dikontrak oleh rumah-rumah lelang berskala internasional
sehingga menurutnya saya harus mengontak rumah lelang. Pada pihak lain rumah lelang
internasional mungkin berpegang kepada hasil lelang sebelumnya atau provenance. Kalau
beli dari mereka maka jual juga di mereka. Sedangkan lukisan yg ada di saya belum pernah
kemana-mana. Dari ahli waris pemilik asal ke saya sudah 16 tahun, di pemilik asalnya
mungkin sejak tahun 1960-an. Jadi kalau ditanya tentang provenance, saya cuma bisa
menunjuk pemilik sebelum saya, yg pada gilirannya bisa menunjuk almarhum ayah
kandungnya sebagai pemilik sebelumnya. Sebelum itu ada dimana kita tidak tahu. Saya
sendiri sejak dahulu cuma mau lukisan ini disimpan di satu museum di Indonesia sehingga
bisa dilestarikan. Atau setidaknya di tangan seorang kolektor yg mengerti. Tidak ada gunanya
saya simpan terus karena saya bukan kolektor. Selain tidak ada lagi yg bisa menyimpan
dengan aman apabila saya tidak ada. Karena tidak ada yg mengerti.
Berikut keterangan singkatnya:
LUKISAN JANGER, W SPIES
Obyek Lukisan : Penari Janger
Medium : Cat minyak di atas kanvas
Ukuran : 55 cm x 45 cm
Tanda-tangan : W Spies (kiri bawah)
-
KETERANGAN ASAL-USUL LUKISAN: Pada akhir tahun 1999 saya berkenalan dengan
seseorang di Jakarta yg memiliki sebuah lukisan tua warisan dari orang-tuanya. Lukisan yg
saya maksud terbuat dari cat minyak di atas kanvas, berukuran 55 cm x 45 cm, dengan obyek
seorang penari Bali yg belakangan baru saya tahu namanya penari Janger.
Nama tarian Janger itu sendiri baru saya ketahui dari buku "Dance and Drama of Bali" (1938)
karya Walter Spies dan Beryl de Zoete. Buku ini memuat foto-foto tarian Bali tradisional yg
dibuat oleh Walter Spies dan penjelasannya dituliskan oleh Beryl de Zoete. Di dalam buku itu
saya melihat foto seorang penari Janger yg menurut saya mirip sekali wajahnya dengan
penari Janger yg menjadi obyek di dalam lukisan yg saya peroleh. Yaitu penari yg berdiri di
sebelah kiri.
Seperti bisa dilihat dengan jelas di foto lukisan Janger, ada bekas gosokan dengan kain pada
tanda-tangan "W. Spies" di sebelah kiri bawah. Digosok oleh pemilik sebelumnya yg ingin
menghilangkan tanda-tangan lukisan. Ternyata tidak bisa hilang. Waktu saya baru peroleh,
lukisan itu juga sobek di sebelah kiri atas di bagian yg kosong, sobekan mana telah dijahit
dengan benang biasa saja pada saat itu. Kanvasnya tebal sekali seperti terpal, dan robeknya
sepanjang sekitar 3 cm. Lukisan itu kemudian saya bawa ke seorang kawan saya yg menjadi
restorator lukisan, namanya Arizal, dulu tinggal di Jalan Radio Dalam, Jakarta Selatan,
sekarang sudah meninggal. Robek sepanjang 3 cm itu kemudian ditambal olehnya sehingga
sekarang tidak kelihatan dari arah depan. Tetapi bekas rusak itu tetap ada, dan bisa dilihat di
belakang lukisan itu. Di belakang lukisan terdapat sebuah sketsa rumah adat Sumatra. Sketsa
ini dibuat seperti ditorehkan dengan pisau di kanvas yg sangat tebal itu. Ini bukan sketsa
Rumah Gadang dari Sumatra Barat melainkan rumah adat Sumatra di wilayah Aceh Selatan
tempat Walter Spies diinternir oleh Belanda.
Dari restorator lukisan itu saya juga belajar bahwa segala sapuan cat yg ditambahkan
belakangan ke suatu lukisan cat minyak setelah lukisan itu jadi akan rontok dengan
sendirinya ketika lukisan dibersihkan dengan larutan kimia bernama toluene. Toluene
digunakan di depan saya untuk membersihkan lukisan Janger ini, dan ternyata lukisan itu
tetap tidak berubah. Segala kotorannya rontok, tetapi tanda tangan di sebelah kiri bawah
bertuliskan "W. Spies" tetap tidak terpengaruh. Yg tetap ada hanyalah bekas-bekas gosokan
dengan kain yg jelas terlihat di foto lukisan. Bekas ini menyebabkan kanvas menjadi sedikit
berubah, agak melesak ke dalam, dan tidak bisa diperbaiki.Sampai saat ini juga, masih
banyak yg mengasosiasikan Walter Spies dengan lukisan berjudul Calon Arang. Lukisan itu
berada di Museum ARMA, Bali, dan berukuran 55 x 45 cm, sama persis dengan ukuran
lukisan Janger yg ada di saya. Bedanya, lukisan Calon Arang bertemakan mitologi dan
berobyek manusia yg ukurannya tidak proporsional.
Pada tahun 2001 diadakan pameran lukisan 100 tahun Sukarno di Jakarta. Di pameran itu
saya melihat lukisan-lukisan karya W Spies yg dikoleksi oleh Istana Presiden RI dan menurut
saya satu genre dengan lukisan yg ada di saya, yaitu realistis dan proporsional. Berikut adalah
salah satu karya W Spies yg realistis dan proporsional, dan sekarang disimpan di Istana
Negara, Jakarta. Lukisan ini relatif besar dan juga tidak ada di katalog. Tidak ada di dalam
buku "Dance and Drama of Bali". Saya memperoleh fotonya langsung dari Perpustakaan
Goethe Institut karena lukisan ini pernah dipamerkan di Jakarta setelah direstorasi dengan
bantuan Jerman.
Lukisan Janger yg ada di saya aslinya tidak divernis. Setelah direstorasi bagian yg robek,
saya mencoba-coba untuk membersihkan sendiri lukisan itu dengan toluene. Ternyata masih
bisa dibersihkan lagi sehingga warnanya menjadi lebih muda. Tetapi saya tidak teruskan
karena terlalu melelahkan. Sekaligus saya takut lukisan menjadi rusak. Akhirnya saya
sapukan saja varnish merk Winsor. Akibatnya, lukisan susah sekali difoto karena varnish akan
memantul. Tentu saja varnish bisa diangkat lagi oleh ahlinya di laboratorium penyelamatan
lukisan.Pada awal tahun 2011, saya bawa lukisan ini untuk dicek di Centre for Cultural
Materials Conservation, University of Melbourne, Australia. Ada tanda-terimanya. Dengan
berbagai peralatan canggih, saya bisa melihat di layar bahwa lukisan ini tunggal, tidak ada
lapisan-lapisan lain. Semua catnya asli. Yg menarik, bagian belakang lukisan ini tampak jelas
di layar, ternyata bukan hanya rumah Sumatra saja yg menjadi obyek dari sketsa itu,
melainkan juga berlapis-lapis pemandangan pegunungan, seperti biasanya kita lihat di banyak
lukisan Spies. Kemungkinannya besar sekali kalau lukisan ini dibuat di Sumatra ketika Spies
diinternir oleh Belanda. Kehabisan cat dan kanvas sehingga membuat sketsa di balik lukisan
terakhirnya.
Lukisan Bali Kuno
9 Juli 2015 pukul 16:11
Saya Leonardo Rimba di Jakarta, penulis buku-buku spiritual. Sudah pernah bertanya kepada
Amir Sidharta pada tahun 2009 lewat inbox akun facebook saya yg lama dan sekarang hilang
tentang lukisan bertanda-tangan W Spies yg ada di saya. Waktu itu Pak Amir menyarankan
untuk mengontak pihak Yayasan Walter Spies. Menurutnya supaya lebih obyektif. Dan
sarannya itu sudah saya lakukan. Sebelumnya saya pernah bertemu sekali dengan Pak Amir
di Hotel Hyatt Aryaduta, Jakarta Pusat, mungkin di tahun 2000 pada saat pameran untuk
lelang lukisan. Saya masih buta dengan lukisan saat itu. Pak Amir bilang agar saya datang
saja ke kantornya, mungkin di Universitas Pelita Harapan saat itu. Saya tidak ingat pasti
karena kartu namanya hilang. Saya dapat lagi nomor telpon Pak Amir dari Ibu Srie, restorator
lukisan di Bintaro, Tangerang Selatan, pada tahun 2008. Tapi Pak Amir belum sempat saya
hubungi. Ibu Srie sendiri sudah melihat lukisan bertanda-tangan W Spies yg akan saya
jelaskan di bawah ini. Menurutnya itu lukisan asli dengan alasan tekniknya terlalu tinggi dan
tidak ada yg bisa buat. Selain karena usianya jelas tua, diperkirakan dibuat di tahun 1930-an.
Agung Rai dari ARMA menjabat sebagai ketua Yayasan Walter Spies di Bali. Sudah saya
perlihatkan langsung lukisannya di Bali pada tahun 2003. Saya bilang saya mau menitipkan
lukisan tua itu karena saya bukan kolektor lukisan dan cuma kebetulan memperolehnya di
Jakarta pada tahun 1999. Agung Rai bilang itu lukisan asli, harusnya tidak perlu divernis, dan
menurut dia pelukisnya Louis Koke bukan Spies. Sayangnya Agung Rai tidak mau
memperlihatkan lukisan Koke yg dimilikinya untuk saya bandingkan dengan lukisan Spies yg
saya bawa. Yg dibicarakannya malahan soal gallery lukisannya yg kurang laku. Mungkin
saya dikira pedagang lukisan dari Jakarta sehingga saya pikir tidak ada gunanya untuk bicara
terus dengan Agung Rai yg tadinya saya pikir tertarik juga kepada pelestarian peninggalan
budaya tentang Bali.
Ketua Yayasan Walter Spies di Jerman bernama Horst Jordt juga sudah saya kontak. Saya
kirimkan foto lukisan dan datanya. Tapi dia menolak untuk bertemu saya untuk cek sendiri
lukisannya. Mungkin karena yg dijadikannya patokan hanya lukisan-lukisan Spies yg ada di
dalam katalog. Dan lukisan yg ada di saya tidak ada di katalog. Tidak termuat di dalam buku
"Walter Spies and Balinese Art" (1980) oleh Hans Rhodius dan John Darling. Padahal kalau
dia mau cek dan pegang langsung maka akan tahu teknik Walter Spies seperti apa.
Lukisannya tidak ada goresan. Seperti foto yg diberikan sapuan tipis cat minyak. Padahal asli
lukisan cat minyak di atas kanvas.
Yg pertama-kali saya perlihatkan lukisan ini adalah Bapak Sudarmaji, mantan direktur
Museum Seni Rupa Jakarta, pada bulan Desember 1999. Karena saya sudah ada lukisan
bertanda-tangan WG Hofker yg sudah pernah dibuatkan sertifikatnya oleh Pak Sudarmaji
sekaligus ditanda-tangani bagian belakangnya. Tetapi sertifikat ini hilang tak pernah kembali
setelah dipinjam oleh seorang pemilik art gallery. Untung dulu saya bertahan tidak
meminjamkan lukisannya juga. Lukisan bertanda-tangan W Spies sudah dilihat oleh Pak
Sudarmaji pada saat itu, dan Pak Sudarmaji bilang itu asli. Tapi belum sempat saya buatkan
sertifikatnya karena Pak Sudarmaji keburu meninggal pada awal tahun 2000. Saya ingat Pak
Sudarmaji bilang kepada saya bahwa koleksi katalog pameran lukisannya yg banyaknya satu
lemari dan sudah dikumpulkannya selama puluhan tahun akan diambil alih oleh Amir
Sidharta. Mungkin untuk Museum Universitas Pelita Harapan. Pak Sudarmaji baik sekali,
saya ikut sedih mengetahui sertifikat-sertifikatnya dipalsukan dan tidak dihargai. Lukisan
bertanda-tangan WG Hofker yg ada di saya tetap ada tanda-tangan Pak Sudarmaji di
belakangnya dan tidak saya mintakan duplikat sertifikatnya kepada anak Pak Sudarmaji.
Kalaupun saya datang nanti cuma untuk mengembalikan buku milik Pak Sudarmaji yg saya
pinjam waktu saya terakhir kali datang sebelum Pak Sudarmaji meninggal. Masih ada di saya
buku referensi milik Pak Sudarmaji berjudul "Bali" oleh Miguel Covarrubias.
Kurator-kurator papan atas sudah saya hubungi untuk minta pendapatnya. Jim Supangkat
hanya bersedia mengamati foto lukisannya dan menolak untuk mencek langsung. Pak Jim
rupanya berpegang kepada ingatannya tentang Spies yaitu lukisan-lukisan bertemakan
mitologi, sedangkan lukisan yg ada di saya berobyek seorang penari perempuan. Agus
Dermawan T malahan sama sekali tidak mau melihat fotonya dengan alasan semua kurator
Indonesia yg bekualitas sudah dikontrak oleh rumah-rumah lelang berskala internasional
sehingga menurutnya saya harus mengontak rumah lelang. Pada pihak lain rumah lelang
internasional mungkin berpegang kepada hasil lelang sebelumnya atau provenance. Kalau
beli dari mereka maka jual juga di mereka. Sedangkan lukisan yg ada di saya belum pernah
kemana-mana. Dari ahli waris pemilik asal ke saya sudah 16 tahun, di pemilik asalnya
mungkin sejak tahun 1960-an. Jadi kalau ditanya tentang provenance, saya cuma bisa
menunjuk pemilik sebelum saya, yg pada gilirannya bisa menunjuk almarhum ayah
kandungnya sebagai pemilik sebelumnya. Sebelum itu ada dimana kita tidak tahu. Saya
sendiri sejak dahulu cuma mau lukisan ini disimpan di satu museum di Indonesia sehingga
bisa dilestarikan. Atau setidaknya di tangan seorang kolektor yg mengerti. Tidak ada gunanya
saya simpan terus karena saya bukan kolektor. Selain tidak ada lagi yg bisa menyimpan
dengan aman apabila saya tidak ada. Karena tidak ada yg mengerti.
Berikut keterangan singkatnya:
LUKISAN JANGER, W SPIES
Obyek Lukisan : Penari Janger
Medium : Cat minyak di atas kanvas
Ukuran : 55 cm x 45 cm
Tanda-tangan : W Spies (kiri bawah)
-
KETERANGAN ASAL-USUL LUKISAN: Pada akhir tahun 1999 saya berkenalan dengan
seseorang di Jakarta yg memiliki sebuah lukisan tua warisan dari orang-tuanya. Lukisan yg
saya maksud terbuat dari cat minyak di atas kanvas, berukuran 55 cm x 45 cm, dengan obyek
seorang penari Bali yg belakangan baru saya tahu namanya penari Janger.
Nama tarian Janger itu sendiri baru saya ketahui dari buku "Dance and Drama of Bali" (1938)
karya Walter Spies dan Beryl de Zoete. Buku ini memuat foto-foto tarian Bali tradisional yg
dibuat oleh Walter Spies dan penjelasannya dituliskan oleh Beryl de Zoete. Di dalam buku itu
saya melihat foto seorang penari Janger yg menurut saya mirip sekali wajahnya dengan
penari Janger yg menjadi obyek di dalam lukisan yg saya peroleh. Yaitu penari yg berdiri di
sebelah kiri.
Seperti bisa dilihat dengan jelas di foto lukisan Janger, ada bekas gosokan dengan kain pada
tanda-tangan "W. Spies" di sebelah kiri bawah. Digosok oleh pemilik sebelumnya yg ingin
menghilangkan tanda-tangan lukisan. Ternyata tidak bisa hilang. Waktu saya baru peroleh,
lukisan itu juga sobek di sebelah kiri atas di bagian yg kosong, sobekan mana telah dijahit
dengan benang biasa saja pada saat itu. Kanvasnya tebal sekali seperti terpal, dan robeknya
sepanjang sekitar 3 cm. Lukisan itu kemudian saya bawa ke seorang kawan saya yg menjadi
restorator lukisan, namanya Arizal, dulu tinggal di Jalan Radio Dalam, Jakarta Selatan,
sekarang sudah meninggal. Robek sepanjang 3 cm itu kemudian ditambal olehnya sehingga
sekarang tidak kelihatan dari arah depan. Tetapi bekas rusak itu tetap ada, dan bisa dilihat di
belakang lukisan itu. Di belakang lukisan terdapat sebuah sketsa rumah adat Sumatra. Sketsa
ini dibuat seperti ditorehkan dengan pisau di kanvas yg sangat tebal itu. Ini bukan sketsa
Rumah Gadang dari Sumatra Barat melainkan rumah adat Sumatra di wilayah Aceh Selatan
tempat Walter Spies diinternir oleh Belanda.
Dari restorator lukisan itu saya juga belajar bahwa segala sapuan cat yg ditambahkan
belakangan ke suatu lukisan cat minyak setelah lukisan itu jadi akan rontok dengan
sendirinya ketika lukisan dibersihkan dengan larutan kimia bernama toluene. Toluene
digunakan di depan saya untuk membersihkan lukisan Janger ini, dan ternyata lukisan itu
tetap tidak berubah. Segala kotorannya rontok, tetapi tanda tangan di sebelah kiri bawah
bertuliskan "W. Spies" tetap tidak terpengaruh. Yg tetap ada hanyalah bekas-bekas gosokan
dengan kain yg jelas terlihat di foto lukisan. Bekas ini menyebabkan kanvas menjadi sedikit
berubah, agak melesak ke dalam, dan tidak bisa diperbaiki.Sampai saat ini juga, masih
banyak yg mengasosiasikan Walter Spies dengan lukisan berjudul Calon Arang. Lukisan itu
berada di Museum ARMA, Bali, dan berukuran 55 x 45 cm, sama persis dengan ukuran
lukisan Janger yg ada di saya. Bedanya, lukisan Calon Arang bertemakan mitologi dan
berobyek manusia yg ukurannya tidak proporsional.
Pada tahun 2001 diadakan pameran lukisan 100 tahun Sukarno di Jakarta. Di pameran itu
saya melihat lukisan-lukisan karya W Spies yg dikoleksi oleh Istana Presiden RI dan menurut
saya satu genre dengan lukisan yg ada di saya, yaitu realistis dan proporsional. Berikut adalah
salah satu karya W Spies yg realistis dan proporsional, dan sekarang disimpan di Istana
Negara, Jakarta. Lukisan ini relatif besar dan juga tidak ada di katalog. Tidak ada di dalam
buku "Dance and Drama of Bali". Saya memperoleh fotonya langsung dari Perpustakaan
Goethe Institut karena lukisan ini pernah dipamerkan di Jakarta setelah direstorasi dengan
bantuan Jerman.
Lukisan Janger yg ada di saya aslinya tidak divernis. Setelah direstorasi bagian yg robek,
saya mencoba-coba untuk membersihkan sendiri lukisan itu dengan toluene. Ternyata masih
bisa dibersihkan lagi sehingga warnanya menjadi lebih muda. Tetapi saya tidak teruskan
karena terlalu melelahkan. Sekaligus saya takut lukisan menjadi rusak. Akhirnya saya
sapukan saja varnish merk Winsor. Akibatnya, lukisan susah sekali difoto karena varnish akan
memantul. Tentu saja varnish bisa diangkat lagi oleh ahlinya di laboratorium penyelamatan
lukisan.Pada awal tahun 2011, saya bawa lukisan ini untuk dicek di Centre for Cultural
Materials Conservation, University of Melbourne, Australia. Ada tanda-terimanya. Dengan
berbagai peralatan canggih, saya bisa melihat di layar bahwa lukisan ini tunggal, tidak ada
lapisan-lapisan lain. Semua catnya asli. Yg menarik, bagian belakang lukisan ini tampak jelas
di layar, ternyata bukan hanya rumah Sumatra saja yg menjadi obyek dari sketsa itu,
melainkan juga berlapis-lapis pemandangan pegunungan, seperti biasanya kita lihat di banyak
lukisan Spies. Kemungkinannya besar sekali kalau lukisan ini dibuat di Sumatra ketika Spies
diinternir oleh Belanda. Kehabisan cat dan kanvas sehingga membuat sketsa di balik lukisan
terakhirnya.