Dasa Aksara Sumber kekuatan Alam dan Man

Dasa Aksara - Gama Bali

Dasa Aksara sumber kekuatan alam
Om Awighnamastu Namo Siddham - Semoga tiada halangan.

Ini merupakan wejangan yang teramat mulia, diceritakan dalam setiap tubuh manusia
terdapat hurup – hurup yang sangat disucikan, diceritakan pula bahwa Dewa - dewa dari hurup
suci tersebut bersatu menjadi sang hyang ‘dasa aksara’.
Dasa aksara merupakan sepuluh hurup utama dalam alam ini yang merupakan simbol
dari penguasa alam jagat raya dan sangat erat hubungannya dengan dewata nawasanga. Dari
sepuluh hurup bersatu menjadi panca brahma (lima hurup suci untuk menciptakan dan
menghancurkan), panca brahma menjadi tri aksara (tiga hurup), tri aksara menjadi eka aksara
(satu hurup). Ini hurupnya: “OM”. Bila sudah hafal dengan pengucapan hurup suci tersebut agar
selalu di ingat dan diresapi, karena ini merupakan sumber dari kekuatan alam semesta yang
terletak didalam tubuh kita (bhuana alit) ataupun dalam jagat raya ini (bhuana agung) .
Dan ketahuilah kandaning Sang Hyang Aksara, kawruhake na lungguhe, pasurupe,
hanaring Buwana Alit, ring angga sariranta. 20 akweh ikang aksara, ane dadi bungkahing
sastra, yang kawruhe, away wera, apan mula dahat tutur iki, wenang managa buwana. Iki
luwirnya:



ha na ca ra ka = ada utusan,



da ta sa wa la = pada peperangan,



pa dha ja ya nya = sama saktinya,



ma gab ha tha nga = sama-sama mati.

Disini yang digunakan referensi aksara Jawa. Karena lebih lengkap dan mudah
dipahami. Ke 20 aksara itu menggambarkan suatu proses penciptaan Tuhan, yang dilewatkan
kepada manusia.
Maka penjelasannya sebagai berikut:



ha na ca ra ka = Ada utusan, utusan dari Hyang Widhi, dua orang manusia, laki dan
perempuan. Yang dalam mitos cerita Aji Saka bernama Dora dan Sembada.

dikumpulkan oleh jro kubayan guwang

1

Dasa Aksara - Gama Bali



da ta saw a la = Membawa pesan atau tugas yang tidak boleh tidak, harus dilaksanakan.
Tugas Dora adalah mempertahankan keris, yang ditipkan Aji Saka kepadanya. Sedangkan
tugas Sembada kembali meminta keris tersebut.



pa da ja ya nya = perintahnya pasti, “Dora kutitip keris ini kepadamu, dan tidak boleh
siapapun mengambil kembali, selain aku”, kata Aji Saka. Dan setelah itu, Sembada pun
diperintah. “Semada ambilah keris yang kutitipkan pada Dora, jangan pernah kembali

tanpa keris tersebut”, kata Aji Saka pula.



ma ga bat ha nga = Itulah alasannya, kenapa kedua utusan itu lalu bertempur. Namanya
juga murid Aji Saka, pastilah bukan manusia sembarangan. Karena sama-sama saktinya,
maka keduanya pun akhirnya sama-sama mengalami kematian.

lebih dalam, dapat diselami artinya sebagai berikut:


Aji Saka melambangkan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa.



Dora adalah manusia laki-laki dewasa, dan



Sembada adalah manusia perempuan dewasa.




Keris ini adalah symbol purusha = purus; kemaluan laki-laki.



Saung keris yang dibawa Sembada, sebagai bukti ia utusan Aji Saka, adalah simbol
predana = vagina; kemaluan wanita.



Bertempur adalah simbol persetubuhan, senggama antara laki-laki dan perempuan.
Sama-sama lelah, karena api asmara yang tadi telah membakar dirinya telah padam,
telah mati.
Karena itulah kerajaan Aji Saka bernama Medang Kemulan, yang berarti Medal

Kemulan atau keluar dari kemaluan lewat pergumulan, persetubuhan.
Dan karena itu pula, bila tiba-tiba ada seorang wanita remaja ataupun dewasa
kedapatan hamil dan tidak ada yang mengaku bertanggung jawab, maka agar anaknya nanti

tidak menjadi anak bebinjat, dia bisa dikawinkan atau dinikahkan dengan sebuah keris. Karena
keris dianggap simbol purusha.
Selanjutnya dikatakan :

dikumpulkan oleh jro kubayan guwang

2

Dasa Aksara - Gama Bali



ha na ca ra ka, unggwanya Wetan (Timur) adalah kawitan atau wiwitan (permulaan)
adanya wujud manusia,



pa dha ja ya nya, unggwanya Kulon (barat) berarti bapak-ibu kelonan (tidur bersama),




da ta sa wa la, unggwanya kidul (selatan) berarti kemaluan bapak ndudul (menerobos
kemaluan ibu), kemudian si ibu menjadi bunting, hamil.



ma ga ba tha nga, unggwanya Lor (utara) artinya lahir, melahirkan anak.

Dengan adanya kelahiran manusia inilah ajaran Kanda Pat menjadi ada. Bila tidak ada
kelahiran ini, maka ajaran Kanda Pat pun takkan pernah ada.
Menurut sastra Kejawen, aksara 20 itu, bila diucapkan secara terbalik, akan menjadi
ilmu penolak yang sangat ampuh. Bisa menolak segala malapetaka. Termasuk menolak tuju,
teluh, teranjana, leak, desti, pepasangan, sesawangan, rerajahan dan sebagainya. Inilah
mantranya :
“Nga Tha Ba Ga Ma, Nya Ya Ja Dha Pa. La Wa Sa Ta Da, Ka Ra Ca Na Ha”.
Penjelasannya adalah sebagai berikut :


Nga Tha Ba Ga Ma = Tidak ada kematian,




Nya Ya Ja Dha Pa = Tidak ada kesaktian,



La Wa Sa Ta Da = Tidak ada peperangan,



Ka Ra Ca Na Ha = Tidak ada utusan.

Lebih jauh penjabaran aksara 20 dalam kaitannya dengan ajaran Kanda Pat Dewa,
adalah begini:


Ha Na Ca Ra Ka, Dewanya Bhatara Iswara, rupanya putih, senjatanya Bajra,
tunggangannya Gajah.




Da Ta Sa Wa La, Dewanya Bhatara Brahma rupanya Abang, senjatanya Danda,
tunggangannya Angsa.



Pa Dha Ja Ya Nya, Dewanya Bhatara Mahadewa, rupanya kuning, senjatanya Nagapasah,
tunggangannya Naga.

dikumpulkan oleh jro kubayan guwang

3

Dasa Aksara - Gama Bali



Ma Ga Ba Tha Nga, Dewanya Bhatara Wisnu, rupanya ireng, senjatanya Cakra,
tunggangannya Garuda.


Dari aksara 20 (dwidasa aksara) inilah kemudian lahir dari Dasaksara, dadi pancaksara,
dadi triaksara, dadi Rwabhineda.


Sabdaning Pancaksara adalah Na Ma Si Wa Ya. Catatan : Mang, Ang, Ong, Ung, Yang, Sa,
Ba, Ta, A, I, Na, Ma, Si, Wa, Ya. Semua disebutkan Pancaksara.



Sabdaning Rwabhineda adalah : Ang Ah, dadi Purusa-Predana, Akasa-Pretiwi, LemahPeteng, dan Urip kelawan Pati.



Triaksara ring Buwana Alit, Ang ring ati, Ung ring ampru, Mang ring papusuh. Dan juga,
Ang ring bayu, Ung ring sabda dan Mang ring idep. Ang berwujud api, Ung berwujud air,
dan Mang berwujud angin. Ang Dewanya Brahma, Ung Dewanya Wisnu, dan Mang
Dewanya Iswara.

Begini caranya menyatukan ataupun menempatkan sang hyang dasa aksara dalam badan ini.
Yang pertama;

sang hyang sandhi reka yang terletak dalam badan kita ini. Beliau
bertapa-beryoga sehingga beliau menjelma menjadi sang hyang eka jala resi.
Sang hyang eka jala rsi beryoga muncul sang hyang ketu dan sang hyang rau.
Sang hyang rau menciptakan kala (waktu), kegelapan, niat jahat yang
sangat banyak, sedangkan sang hyang ketu menciptakan tiga aksara yang sangat
berguna, diantaranya wreasta (ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa, la, ma, ga, ba,
nga, pa, ja, ya, nya), beserta swalalita dan modre. Sehingga jumlah hurupnya
adalah dua puluh hurup. Aksara modre bersatu dengan sembilan hurup wreasta
yaitu dari ha –wa, yang kemudian disebut dasa sita. Aksara swalelita, bersatu
dengan sembilan hurup wreasta lainnya yaitu dari la – nya, yang kemudian
disebut ‘dasa sila’ dan ‘dasa bayu’. Bertemu ketiga induk dari aksara suci
tersebut; dasa sita, dasa sila, dasa bayu menjadi ‘dasa aksara’.

dikumpulkan oleh jro kubayan guwang

4

Dasa Aksara - Gama Bali

Kedelapan belas aksara ini dapat dirangkaikan menjadi suatu kalimat

untuk memudahkan menghapalkannya, yakni: Hana caraka gata mangaba
sawala pada jayanya. Artinya: ada (dua orang) hamba berpengalaman
membawa surat, sama perwiranya.
Tetapi ada pula yang menulis aksara ini sebagai berikut: Hana caraka
dhata sawala pada jayanya magabathanga. Artinya: Ada (dua) prajurit berkelahi,
sama saktinya (akhirnya) keduanya menjadi mayat.
Kedelapan belas aksara ini merupakan wreastra, yakni aksara yang
tampak dan dapat diajarkan kepada siapa saja. Sedangkan aksara yang tidak
tampak yang terdiri atas dua buah aksara disebut swalalita yaitu Ah dan Ang;
merupakan aksara yang tidak boleh diajarkan kepada sembarang orang.

Kedua;
aksara swalalita ini dilengkapi dengan pangangge sastra, yaitu
kelengkapan aksara berupa ardha-candra berbentuk bulan sabit, windu yang
melambangkan matahari berbentuk bulatan dan nada melambangkan bintang
yang dilukis sebagai segi tiga.

Ketiga;
pangangge sastra ini sering dipasangkan dengan aksara huruf hidup: a, i,
u, e, o sehingga dibaca menjadi: ang, eng, ing, ong, dan ung. Suku kata ini
disebut: ang-kara, eng-kara, ing-kara, ong-kara, dan ung-kara. Bentuk seperti ini
disebut modre.
Kelengkapan ketiga aksara swalalita ini sering dihubungkan dengan
kekuatan dan simbol dari dewa, sehingga bentuk windu adalah lambang agni,
Dewa Brahma, sama dengan aksara Ang. Bentuk ardha-candra adalah lambang
air, Dewa Wisnu sama dengan aksara Ung. Dan bentuk nada adalah lambang
udara, Dewa Siwa sama dengan aksara Mang.

dikumpulkan oleh jro kubayan guwang

5

Dasa Aksara - Gama Bali

Ketiga aksara ini jika disatukan akan menjadi Ang-Ung-Mang atau A-U-M
yang dibaca Aum atau Om. Di Bali diucapkan Ong. Aksara Ong-kara inilah sumber
dari semua aksara, sehingga disebut wija-aksara, aksara yang maha suci, lambang
Dewa Trimurti.

Kedudukan kedelapan belas aksara Bali tersebut di dalam tubuh manusia atau bhuana
alit adalah sebagai berikut:


Ha di ubun-ubun



Na di antara kedua alis



Ca di dalam kedua mata



Ra di kedua telinga



Ka di dalam hidung



Da di dalam mulut



Ta di dalam dada



Sa di tangan (lengan) kanan



Wa di tangan (lengan) kiri



La di hidung



Ma di dalam dada kanan



Ga di dalam dada kiri



Ba di pusar



Nga di dalam alat kelamin



Pa di dalam pantat (anus)



Ja di kedua tungkai (kaki)



Ya di tulang belakang



Nya di tulang ekor

Kelengkapan atau pangangge aksara mempunyai kedudukan atau tempat pula di
dalam tubuh manusia, yakni:


Ulu di kepala (dalam otak)

dikumpulkan oleh jro kubayan guwang

6

Dasa Aksara - Gama Bali



Taling di hidung



Surang di rambut



Nania di lengan (tangan)



Wisah di telinga



Pepet di batok kepala



Cecek di lidah



Guwung di kulit



Suku di tungkai (kaki)



Carik di persendian



Pamada di alur jantung

ini merupakan maksud/arti dari sastra wreastra, dibaca dari belakang. diantaranya;


nyaya, berarti sang Hyang Pasupati, tuhan



japa, berarti sang hyang mantra,



ngaba, berarti Sang Hyang guna,



gama, berarti kekal, abadi,



lawa, berarti manusia



sata, berarti hewan dan binatang



daka, berarti pendeta, nabi, orang suci



raca, berarti tumbuhan



naha, berarti moksa, nirvana

ini pertemuan sastra yang delapan belas (wreastra) , bertemu ujung dengan pengkalnya
menjadi dasa aksara, diantaranya;


ha – nya menjadi sa



na – ya menjadi na



ca – ja menjadi ba



ra – pa menjadi ma



ka – nga menjadi ta

dikumpulkan oleh jro kubayan guwang

7

Dasa Aksara - Gama Bali



da – ba menjadi si



ta – ga menjadi a



sa – ma menjadi wa



wa – la menjadi i dan ya

begini cara menempatkan sang hyang dasa aksara didalam badan, yang merupakan
linggih (stana) dewata nawasanga di dalam tubuh manusia, diantaranya;


sa ditempatkan di jantung, dewa Iswara.



ba ditempatkan di hati, dewa Brahma.



ta ditempatkan di kambung, dewa Mahadewa.



a ditempatkan di empedu, dewa Wisnu.



I ditempatkan di dasar hati, dewa Siwa.



na ditempatkan di paru - paru, dewa Maheswara.



ma ditempatkan di usus halus, dewa Rudra.



si ditempatkan di ginjal, dewa Sangkara.



wa ditempatkan di pancreas, dewa Sambhu.



ya ditempatkan di ujung hati, Dewa Siwa.

Ada pula yang memberikan ulasan tentang dasa aksara ini bahwa setiap aksara itu
mempunyai arti sendiri-sendiri, yaitu:


Sa berarti satu



Ba berarti bayu



Ta berarti tatingkah



A berarti awak



I berarti idep



Nama berarti hormat



Siwa berarti Siwa



Ya berarti yukti

dikumpulkan oleh jro kubayan guwang

8

Dasa Aksara - Gama Bali

Dengan pengertian seperti itu, maka arti dari dasa aksara ini adalah orang yang
mempunyai tingkah laku dan pikiran (idep) yang luhur saja yang mampu mempergunakan beyu
kekuatan dari Siwa. Dengan menyatukan tingkah laku dan pikirannya dia akan mampu
mempergunakan dasa bayu untuk kesehjateraan buana alit dan buana agung.
Dasa aksara tersebut terbentuk dari dua jenis aksara suci, yaitu panca tirta dan panca
brahma.
yang disebut panca tirta, adalah sebagai berikut:


sang sebagai tirta sanjiwani, untuk pangelukatan (membersihkan).



Bang sebagai tirta kamandalu, untuk pangeleburan (menghancurkan).



Tang merupakan tirta kundalini, utuk pemunah (menghilangkan).



Ang merupakan tirta mahatirta, untuk kasidian (agar sakti).



Ing merupakan tirta pawitra, untuk pangesengan (membakar).

Ini yang dikatakan panca brahma, berada dalam diri manusia. Ini aksaranya;


Nang disimpan di suara.



Mang disimpan di tenaga



Sing disimpan di hati/perasaan



Wang disimpan di pikiran



Yang disimpan di nafas.

Kemudian balikkan hurup tersebut:


Yang disimpan di jiwa



Wang disimpan di guna/aura



Sing disimpan di pangkal tenggorokan



Mang disimpan di lidah



Nang disimpan di mulut

Bila Dasa aksara diringkas, aksara yang ada di panca tirtha dipasangkan dengan aksara
panca brahma akan muncul Sang Hyang Panca Aksara. Inilah panca aksara tersebut:


Sa + Na menjadi Mang



Ba + Ma menjadi Ang

dikumpulkan oleh jro kubayan guwang

9

Dasa Aksara - Gama Bali



Ta + Si menjadi Ong



A + Wa menjadi Ung



I + Ya menjadi Yang

Panca brahma dan panca tirta diringkas menjadi tri aksara (a, u, m). Setelah itu baru
turun arda candra (bulan sabit), windu (lingkaran) dan nada (titik). Baru boleh di ucapkan sang,
bang, tang, ang, ing, nang, mang, sing, wang, yang. Jika panca tirtha digabung dengan panca
brahma ditambah dengan tri aksara dan eka aksara akan terjadi catur dasa aksara.
Catur dasa aksara ini terdiri atas: sa-ba-ta-a-i ditambah na-ma-si-wa-ya, serta digabung
dengan ang-ung-mang dan ong-kara yang erat kaitannya dengan catur-dasa-bayu, suatu
kekuatan yang ada di dalam buana alit dan buana agung, yang memungkinkan manusia dan
dunia hidup dengan wajar.
Ini menyimpan Rwa bhineda (dua sisi dunia), ini suaranya; Ong Ung.


Ong di hati putih, ung di hati hitam.



Ung di empedu, ong di pankreas.



Ong di dubur, ung di usus.

lafalkan aksara tersebut lalu letakkan dalam tubuh kita dan alam semesta. Ini
rangkuman intisari dari sastra yang berjumlah lima hurup, yang digunakan untuk memuja
tuhan, memanggil, menghaturkan persembahan, memohon anugrah dari tuhan YME,
diantaranya:


mantra untuk memuja tuhan, Mang Ang Ong Ung Yang.



mantra untuk memanggil agar tuhan berkenan hadir, Ang Ong Ung Yang Mang



mantra untuk mempersembahan sesajen jamuan dari kita, Ong Ung Yang Mang Ang



mantra untuk memohon anugrah dari tuhan YME, Ung Yang Mang Ang Ong

Ini suara inti sari; ekam evam dwityam Brahman, disebut ONG. Berupa api rwa bhineda Ang,
berupa air rwa bineda Ah.


dasar mantra antuk tri aksara; Mang Ang Ung



kemulan mantra; Ang Ung Mang

dikumpulkan oleh jro kubayan guwang

10

Dasa Aksara - Gama Bali



pengastiti widhi dewa bethara; Ung Mang Ang



iki pengeraksa jiwa antuk catur aksara; Mang Ang Ung Ong



pengundang bhuta dengen antuk kahuripan; Ang Ung Ong Mang



pemageh bayu ring raga antuk catur resi; Ung Ong Mang Ang



pangemit bayu antuk catur dewati; Ong Mang Ang Ung

Menurut Lontar Kanda Pat, jika manusia dapat menguasai cara penggunaan pangangge
sastra atau sastra busana, maka dia dianggap telah menguasai ajaran Durga, dewi kematian
yang ada di kuburan. Seseorang yang mampu mempergunakan wisah, yakni, huruf h, maka
orang tersebut akan mampu melakukan aneluh, membencanai orang lain. Bila dia mampu
mempergunakan aksara wisah dan taling maka dia dapat melakukan tranjana (ilmu sihir). Kalau
dia mampu mempergunakan wisah dan cecek, maka dia akan dapat melaksanakan hanuju,
menunjukkan kekuatannya ke suatu sasaran yang tepat. Seseorang yang dapat memanfaatkan
busana sastra wisah, taling, cecek, dan suku sekaligus maka dia dapat menjadi leak. Dia adalah
seorang leak ahli bathin yang amat besar.
Dia mampu mengendalikan semua kekuatan negatif atau pangiwa yang ada di dunia
ini. Untuk mampu menggunakan aksara pangangge ini yang merupakan gambar dan lambing
yang rumit ini perlu ketekunan dan kemauan keras untuk mempelajarinya. Jika salah
mempelajarinya maka kekuatan aksara ini akan dapat membahayakan jiwa orang yang
mempelajarinya. Tetapi bagi orang yang mampu mempelajarinya dengan baik, maka orang ini
dapat mempergunakan kekuatan aksara ini untuk tujuan baik sehingga menjadi balian
panengen, untuk menyembuhkan orang sakit akibat terkena sihir balian pangiwa. Untuk
mempelajari lebih dalam mengenai aksara pangangge ini dapat dibaca di dalam lontar Tutur
Karakah Durakah, Panglukuhan Dasaksara, Tutur Karakah Saraswati, Tutur Bhuwana Mabah,
Usada Tiwas Punggung, Usada Netra dan lainnya lagi.
Setiap aksara apalagi setelah digabungkan beberapa aksara sehingga menjadi dasa
aksara, panca aksara, catur aksara, tri aksara, dwi aksara, dan eka aksara mempunyai gambar
atau lambang sendiri-sendiri dengan kekuatan bayu atau vayu yang dapat dimanfaatkan untuk
kebaikan dan kesehjateraan umat manusia. Tetapi ada pula orang yang mempelajari aksara ini
dikumpulkan oleh jro kubayan guwang

11

Dasa Aksara - Gama Bali

dengan tujuan utnuk membuat sakit orang lain, sehingga dia disebut balian pangiwa. Hal ini
tentunya tidak dikehendaki oleh umat manusia. berikut ini meditasinya:


Ong, niatkan menstanakan dirambut (visualisasi ongkara ngadeg)



Sang, stanakan di Siwadwara (rasakan dewa Iswara Dengan warna Putih)



Bang, stanakan di Kepala (Dewa Brahma, Merah)



Tang, stanakan di Kening ,selaning lelata (Dewa Mahadewa, Kuning),



Ang, stanakan di wajah (DewaWisnu, Hitam),



Ing, stanakan di Lidah (Dewa Siwa, Amancawarna),



Nang, stanakan di Tenggorokan (Dewa Mahesora, dadu),



Mang, stanakan di Hati (Dewa Ludra, Jingga),



Sing, stanakan di Perut (Dewa Sangkara, Hijau),



Wang, stanakan di Nabhi/Pusar (Dewa Sambhu, Biru),



Yang, stanakan di Muladhara (Bhatara Guru, mancawarna)

Barang siapa yang memahami pengetahuan ini akan memiliki kesidian serta kesaktian.
Ajaran ini oleh masyarakat umum dikenal dengan nama, Yoga, Meditasi dan Samadhi. Namanya
berbeda, namun hakekatnya adalah sama saja. Menurut ajaran Yoga di dalam lapisan tubuh
eterik Manusia, terdapat tujuh Cakra utama yang merupakan linggan para Dewa yaitu:


Cakra Muladara, menjadi linggan Dewa Brahma.



Cakra Swadhisthana, menjadi linggan Dewa Wisnu.



Cakra Manipura, menjadi linggan Dewa Rudra.



Cakra Anahata, menjadi linggan Dewa Iswara.



Cakra Wisuda, menjadi linggan Dewa Maheswara.



Cakra Ajna, menjadi linggan Dewa Mahadewa.



Cakra Sahasara menjadi linggan Dewa Siwa.

Untuk Dewa Sambu dan Dewa Sangkara malingga ring Cakra kembar, yang merupakan
cakra menengah. Dimana Dewa Sambu berada di sebelah kanan, dan Dewa Sangkara di sebelah
kiri. Cakra Kembar berada di kedua tangan, kedua mata, kedua telinga dan sebagainya.
dikumpulkan oleh jro kubayan guwang

12

Dasa Aksara - Gama Bali

Tulang punggung yang dikatakan sebagai poros tubuh. Dari dalam badan halus yang
bersesuaian dengan tulang punggung ini, muncul pusat-pusat kesadaran yang disebut dengan
Cakra. Di dalam tubuh halus (eteris) ada banyak sekali Cakra. Namun hanya ada tujuh cakra
yang dianggap utama, meliputi :


Cakra Muladara, bersesuaian letaknya dengan pantat.



Cakra Swadhisthana, bersesuaian letaknya dengan kemaluan.



Cakra Manipura, bersesuaian letaknya dengan pusar.



Cakra Anahata, bersesuaian letaknya dengan jantung.



Cakra Wisuda, bersesuaian letaknya dengan tenggorokkan.



Cakra Ajna, bersesuaian letaknya dengan pertengahan kedua alis (selaning lelata).



Cakra Sahasara, bersesuaian letaknya dengan ubun-ubun. Di dalam Sahasara Cakra
inilah Siwa bersemayam. Bukan berarti Siwa yang ditempatkan, tetapi kekuatanNya
yang dimanifestasikan di sini. Tuhan tidak dapat dibatasi di suatu tempat. Tetapi
manifestasinya dapat dipusatkan dimana saja.

Cakra-cakra itu merupakan pusat energy rohani. Cakra ini tidak tampak dengan mata
biasa, karena cakra itu tidak berbadan fisik, melainkan dilapisan badan halus yaitu badan eteris.
Selain itu, dalam anatomi tubuh halus itu, terdapat juga nadi-nadi tempat aliran energi, yang
memiliki hubungan khusus dengan masing-masing cakra itu. Disebut ida atau pinggala. Kedua
nadi ini, terdapat disebelah kanan dan kiri tulang punggung. Disebutkan bahwa, pengetahuan
tertinggi ditutupi oleh maya sehingga pengetahuan tertinggi tetap bersembunyi. Yoga adalah
jalan untuk menyingkapkan maya dan membuka pengetahuan tertinggi itu. Gheranda Samhita
mengatakan, “Tidak ada ikatan yang melebihi kekuatan maya, dan tidak ada kekuatan melebihi
Yoga untuk membasmi ikatan-ikatan itu”. Dia yang tekun berlatih Yoga akan mendapatkan
bermacam-macam siddhi atau kekuatan gaib.
Badan ini adalah sakti, keperluan badan adalah keperluan sakti. Segala yang terlihat
dan berbuat itulah sakti. Seluruh badan dan pekerjaannya adalah penjelmaan sakti itu. Untuk
menyadari hal ini orang harus menyempurnakan dirinya. Penempatan Dewa pada bagiandikumpulkan oleh jro kubayan guwang

13

Dasa Aksara - Gama Bali

bagian tubuh tertentu, menyimbolkan adanya upaya membuka mengaktifkan dan
mengharmoniskan cakra. Semua cakra harus terbuka dan berfungsi menghisap dan
memancarkan energy (prana), mengatur, mempertahankan, dan mengelola aspek fisik,
emosional, mental dan kejiwaan. Sejalan dengan itu, semakin pandai seseorang memahami
kedudukan Dewa di dalam dirinya, berarti ia semakin mahir mengatur gerakan cakra di dalam
tubuhnya, sehingga gerakan cakra itu semakin harmonis dan sempurna. Seorang dalam
melakukan olah meditasi, yoga atau Samadhi harus mampu memasukkan energi (prana)
ketubuhnya secara teratur, agar pengembangan batinnya berjalan dengan baik. Dengan
demikian, gerakan cakra semakin harmonis dan sempurna, sehingga menghasilkan energi
(prana) yang semakin besar. Energi (prana) yang dihasilkan itulah merupakan modal untuk
menjadi Manusia Setengah Dewa Sakti Manderaguna.
Demikianlah sastra yang ada di alam ini yang berada juga didalam tubuh kita. Jagalah
kesucian dan keseimbangan dari hurup suci tersebut. Semoga setelah membaca dan meresapi
sastra ini, dunia ini akan menjadi semakin sejahtera.

dikumpulkan oleh jro kubayan guwang

14

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24