SEJARAH DEKLARASI BERSAMA TENTANG AJARAN

MAKALAH

SEJARAH DEKLARASI BERSAMA
TENTANG AJARAN PEMBENARAN IMAN
ANTARA PROTESTAN DAN KATOLIK

OLEH

:

RAMLI SN HARAHAP

NIM

:

242106

DOSEN

:


Pdt.Dr.JAN SIHAR ARITONANG,Ph.D

TUGAS MAKALAH PADA AREA KONSENTRASI STUDI III

PROGRAM STUDI PASCASARJANA
MAGISTER THEOLOGIAE
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI JAKARTA
(STT JAKARTA)
JL.PROKLAMASI No.27 JAKARTA, 10320

0

Jakarta, 21 Agustus 2008
PENDAHULUAN
Sejak munculnya gerakan Reformasi pada tahun 1500-an, khususnya Reformasi
Martin Luther (1517), Gereja Katolik Roma (GKR) menganggap Gereja Reformasi
atau Protestan sebagai musuh dan bahkan bidat. Kecaman demi kecaman disampaikan
GKR kepada para Reformator seperti Martin Luther yang dianggap sebagai penyesat. 1
Kutukan ini tidak hanya dikenakan kepada para Reformator itu saja bahkan kepada

para pengikut Reformator itu sendiri pun pihak GKR terus bermusuhan. Memang
harus diakui bahwa sejak munculnya gerakan Reformasi perbedaan ajaran di antara
GKR dan Protestan semakin jauh. Banyak hal yang diprotes oleh Reformator kepada
GKR baik dalam ajaran maupun dalam ritus-ritus keagamaan itu sendiri.
Dengan adanya gerakan Reformasi ini maka kedua belah pihak baik GKR dan
Protestan semakin menggali dan mengembangkan doktrin-doktrinnya. Di satu sisi
GKR membaharui diri dari dalam dan melawan doktrin-doktrin Protestan melalui
Konsili-konsili dan hasil Konsili-konsili ini mau melawan doktrin yang dikeluarkan
oleh pihak Protestan. Sementara itu, pihak Protestan pun semakin gencar melawan
praktik-praktik GKR yang dianggap tidak sesuai dengan iman Protestan. Secara
umum doktrin yang berseberangan di antara GKR dan Protestan adalah Sakramen,
Mariologi, pemahaman tentang Kitab Suci sebagai sumber kebenaran, penafsiran
Kitab Suci, simbol-simbol atau ikon-ikon, devosi-devosi kepada orang kudus, dan
doktrin yang selalu diperdebatkan adalah doktrin tentang keselamatan (soteriologi)
khususnya tentang pembenaran oleh iman.
Pertikaian doktrin antara GKR dan Protestan ini sudah berlangsung selama lebih
kurang lima abad sejak tahun 1500-an hingga tahun 1990-an. Jurang pemisah di
antara GKR dan Protestan ini bagi kalangan Protestan khususnya Lutheran sudah
perlu diperbaiki kembali. Kerinduan untuk menjembatani pertemuan di antara GKR
dan Protestan ini pun dimulai dengan membahas salah satu di antara perbedaan itu

yakni doktrin pembenaran oleh iman.
Makalah ini akan membahas dan menguraikan sejarah pertemuan GKR dan
Protestan dalam sebuah dokumen yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak
pada tanggal 31 Oktober 1999 di Augsburg yakni "Dokumen Deklarasi Bersama
tentang Pembenaran oleh Iman“ (Joint Declaration on the Doctrine of
Justification by Faith).
1

Lih. Kurt Aland, A History Of Christianity, (Philadelphia: Fortress Press, Vol.II, 1986), hlm.43-75.

1

1. PEMAHAMAN TENTANG AJARAN PEMBENARAN OLEH IMAN
1.1

DEFINISI PEMBENARAN
Menurut KUBI, kata “membenarkan” adalah membuat supaya benar;

meluruskan; membetulkan, memperbaiki, mengatakan benar, menganggap benar.
Pembenaran itu sendiri berarti proses, perbuatan, cara membenarkan. 2 Menurut

Kamus Teologi, justification adalah anugerah penyelamatan berupa pembenaran
membuat manusia berkenan dan diterima oleh Allah. Pembenaran datang karena iman
akan Yesus Kristus (Rm. 1:17; 9:30-31), bukan dari pekerjaan hukum (Rm. 3:28; Gal.
2:16).3 Sementara dalam Kamus Alkitab, kata kerja ‘membenarkan’ lebih berkenaan
dengan pemulihan hubungan, daripada menjadikan, atau seolah-olah menjadikan sifat
yang baru.4
Istilah “pembenaran” dan kata kerja “membenarkan” mempunyai arti “masuk ke
dalam suatu hubungan yang benar dengan Allah”, atau mungkin juga “dijadikan benar
di hadapan pandangan Allah”. Ajaran pembenaran dilihat sebagai berhubungan
dengan pertanyaan tentang apa yang harus dilakukan oleh seorang individu supaya
diselamatkan. Pertanyaan ini di sepanjang sejarah gereja masih terus diperdebatkan
bahkan mengalami kekacauan. Mengapa? Menurut McGrath ada beberapa faktor yang
menyebabkannya. Pertama, tidak adanya pengumuman resmi dari gereja mengenai
masalah ini selama lebih dari seribu tahun. Kedua, ajaran mengenai pembenaran
tampaknya telah menjadi topik perdebatan yang disukai di antara teolog-teolog
periode akhir Abad Pertengahan dengan hasil bahwa sejumlah pendapat yang tidak
proporsional atas persoalan itu masuk ke dalam peredaran.5
Menurut Thiessen, dari pembawaannya, setiap orang bukan saja merupakan
anak si jahat, tetapi juga seorang yang melakukan pelanggaran dan kejahatan (Rm.
3:23; 5:6-10; Ef. 2:1-3; Kol. 1:21; Tit. 3:3). Ketika dilahirkan kembali maka seseorang

menerima hidup dan perangai yang baru; ketika mengalami pembenaran, ia menerima
kedudukan yang baru. Pembenaran dapat dijelaskan sebagai tindakan Allah yang
2

Team Penyusun Kamus, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, Ed. Ke-2, Cet.4,
1995), hlm. 114.
3
Gerald O’Collins & Edward G.Farrugia, Kamus Teologi, (terj. I.Suharyo) (Yogyakarta: Kanisius,
2006), hlm. 237.
4
W.R.F.Browing, Kamus Alkitab, (terj. Lim Khiem Yang & Bambang Subandrijo) (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2007), hlm.315.
5
Alister E.McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, (terj.Liem Sien Kie) (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2002), hlm.115-117.

2

menyatakan sebagai benar orang yang percaya kepada Kristus. 6 Menurut Ladd,
“Pokok gagasan pembenaran ialah penyataan Allah, hakim yang adil, bahwa orang

yang percaya kepada Kristus, sekalipun penuh dengan dosa, dinyatakan benar –
dipandang sebagai benar, karena di dalam Kristus orang tersebut telah memasuki
suatu hubungan yang benar dengan Allah”.7
Pembenaran merupakan suatu tindakan deklaratif, bukanlah sesuatu yang
dikerjakan di dalam manusia, tetapi sesuatu yang dinyatakan tentang manusia.
Pembenaran tidak menjadikan seseorang benar, tetapi hanya menyatakan dia benar.
Menurut Thiessen, ada beberapa hal yang tecakup dalam pembenaran: 8 (1)
pembenaran adalah penghapusan hukuman. Artinya, hukuman yang seyogianya
dikenakan kepada manusia telah ditiadakan oleh dan di dalam kematian Kristus, yang
menanggung hukuman dosa-dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib (Yes. 53:5-6;
1 Pet. 2:24).9 (2) Pembenaran adalah pemulihan hubungan baik. Artinya orang yang
telah dibenarkan kini menjadi sahabat Allah (2 Taw. 20:7; Yak. 2:23). (3) Pembenaran
adalah penghitungan kebenaran. Dihitung artinya dianggap sebagai atau dimasukkan
dalam bilangan. Yang dimasukkan bukanlah kebenaran sebagai sifat Allah, tetapi yang
diperhitungkan ialah kebenaran yang disediakan Allah bagi mereka yang percaya
kepada Kristus. Oleh karena itu, orang yang telah dibenarkan itu telah diampuni
dosanya dan telah dihapus hukumannya; ia juga telah memperoleh kembali hubungan
baik dengan Allah melalui penghitungan kebenaran Kristus.
1.2


DASAR ALKITABIAH AJARAN PEMBENARAN OLEH IMAN
Pembenaran bukan hanya merupakan salah satu manfaat yang besar dari

kematian Kristus, tetapi juga merupakan ajaran yang pokok dalam kekristenan, karena
hal itu membedakan kekristenan sebagai agama anugerah dan iman. Dan anugerah
dan iman merupakan dasar dalam ajaran tentang pembenaran.
Kata yang dipergunakan untuk “membenarkan” di dalam Perjanjian Lama (PL)
adalah hitsdik (Ibrani), yang dalam sebagian besar pemakaiannya berarti “secara
6

Henry C.Thiessen, Teologi Sistematika, (Malang: Penerbit Gandum Mas, 2008), hlm. 421.
George Eldon Ladd, A Theology of the New Testament, (Grand Rapids: Wm.B.Eerdmans Publishing
Co., 1974), hlm.437.
8
Henry C.Thiessen, Teologi Sistematika, hlm. 422-424.
9
bnd. Pendapat Ladd, "Doktrin pembenaran berarti bahwa sekarang ini Allah telah menyatakan
pembebasan orang beriman dari penghukuman pada akhir zaman, bahkan sebelum penghukuman akhir
itu terjadi.“ (George Eldon Ladd, A Theology of the New Testament, hlm.437).
7


3

yuridis mengumumkan bahwa keadaan seseorang selaras dengan tuntutan hukum”
(Kel. 23:7; Ul. 25:1; Ams. 17:15; Yes. 5:23).10 Artinya, kata pembenaran itu lebih
bersifat hukum. Kata kerja lainnya adalah qdx (tsadaq). Istilah ini lebih bersifat
religius daripada etis. Kata kerja ini artinya “sesuai dengan tolok-ukur yang
diberikan”; dalam bentuk hiphil kata kerja ini artinya “menyatakan sebagai benar atau
membenarkan”.11
Kata yang digunakan dalam Perjanjian Baru (PB) lebih variatif seperti: (1)
‘dikaio-o’ yang berarti “menyatakan bahwa seseorang benar” dan kadang-kadang juga
dipakai untuk menunjuk suatu pernyataan pribadi sesuai menurut hukum (Mat. 12:37;
Luk. 7:29; Rm.3:4). (2) ‘Dikaios’ . Kata ini dipakai dalam kaitan dengan manusia jika
manusia dalam penilaian Tuhan mempunyai hubungan yang sesuai dengan hukum. (3)
‘Dikaiosis’ , pembenaran yang dijumpai di dua tempat, yaitu Rm. 4:25, 5:18 yang
menunjukkan tindakan Tuhan yang menyatakan bahwa manusia bebas dari kesalahan
dan dapat diterima oleh-Nya.12 Berdasarkan data tersebut, maka pembenaran dalam
PB merupakan tindakan Allah yang bersifat hukum atau menyatakan kita benar seperti
halnya keputusan hakim yang membebaskan seorang terdakwa.13
Membenarkan berarti menyatakan benar. Baik kata Ibrani (tsadaq) maupun kata

Yunani (dikaio-o) berarti mengumumkan putusan yang menyenangkan, menyatakan
benar. Konsep ini tidak berarti menjadikan benar, tetapi menyatakan kebenaran. Hal
itu merupakan

konsep dalam persidangan, sehingga membenarkan

berarti

memberikan putusan benar. Perhatikan perbedaan antara membenarkan dan
menyatakan salah dalam Ul. 25:1; 1Raj. 8:32; dan Ams. 17:15. Sama halnya seperti
menyatakan salah tidak membuat seseorang jahat, demikian pula menyatakan benar
tidak menjadikan seseorang benar. Namun demikian, mempersalahkan atau
membenarkan itu berarti mengumumkan keadaan yang benar dan sesungguhnya dari
orang itu. Akan tetapi, orang yang jahat memang sudah jahat pada waktu putusan

10

Louis Berkhof, Teologi Sistematika 4: Doktrin Keselamatan, (Surabaya: Momentum, cet.ke-6,2006),
hlm. 217.
11

Millard J.Erickson, Teologi Kristen, (terj. Nugroho) (Malang: Penerbit Gandum Mas, Vol.3, 2004),
hlm. 173. Millard mengutip pendapatnya ini dari Francis Brown, S.R.Driver, & Charles A.Briggs,
Hebrew and English Lexicon of the Old Testament, (New York: Oxford University, 1955), hlm. 842843; J.A.Ziesler, The Meaning of Righteousness in Paul, (Cambridege: Cambridge University, 1972),
hlm. 18.
12
Louis Berkhof, Op.Cit., hlm. 218-219.
13
Millard J.Erickson, Op.Cit., hlm. 176-177.

4

hukuman diumumkan. Demikian juga, orang yang benar memang sudah benar pada
waktu putusan pembenaran diumumkan.14
Dalam Perjanjian Baru (PB), pembenaran oleh iman ini kita temukan dalam
perumpamaan Tuhan Yesus tentang orang Farisi dan pemungut cukai (Luk. 18:9-14).
Orang Farisi dan pemungut cukai pergi ke Bait Allah untuk berdoa. Orang Farisi
bangga dan sombong terhadap apa yang telah diperolehnya, mengucap syukur kepada
Allah atas kekudusan dan moralitasnya yang baik. Hal yang kontras, pemungut cukai
itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia
memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. Yesus

menyimpulkan bahwa tindakan pemungut cukai ini disebut sebagai dedikaiomenos
(perfek pasif dari dikaio-o). Kata Yunani dedikaiomenos dalam Lukas 18:14
diterjemahkan bervariasi: “justified” (KJV/AV; RV; RSV), “justified before God”
(NIV), “acquitted of sins” (NEB), “at rights with God” (JB), “in the right with God”
(TEV) dan “orang yang dibenarkan Allah” (LAI).15
Dalam Perjanjian Lama (PL), kata yang digunakan untuk menerjemahan sdq
(bahasa Ibrani) adalah kata Yunani dikaioo. Para ahli menyetujui kata ini dikaitkan
dengan keadilan di dalam perjanjian yang Allah buat dalam pemilihan umat Israel.
Dikaioo merujuk pada hukum tanah dan tradisi dalam penafsiran mereka. Dalam
kenyataan, tidak ada kata di dalam PL Ibrani yang secara harfiah berarti “sebuah
pengadilan” (a court). Kata yang biasa digunakan adalah “pintu kota” (the gate of the
city). Kata Ibrani sdq berarti “menjadi benar” atau “menyatakan menjadi benar”.16
Dalam tulisan-tulisan Paulus, pembenaran oleh iman ditemukan dalam surat
Galatia dan Roma, namun masih ditemukan juga dalam tulisan-tulisan lainnya seperti
dalam Filipi 3:9-11 dan Titus 3:3-7. Ajaran pembenaran oleh iman bukanlah berita
yang aktual yang harus dikhotbahkan kepada orang kafir oleh Paulus. Namun,
pembenaran oleh iman ini merupakan penjelasan bagaimana Injil didasarkan pada
tema-tema PL mengenai kebenaran Allah dan iman manusia. Ajaran pembenaran oleh
iman ini ditujukan Paulus kepada orang kafir di Galatia. 17 Menurut Paulus,
14

Bnd. R.Sudarmo, IkhtisarDogmatika, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), hlm. 210-212. Menurut
Sudarmo, di dalam pembenaran kita dapat membedakan 3 unsur: (1) Allah Bapa yang membenarkan,
yaitu: Ia yang menganggap hak Tuhan Yesus Kristus sebagai hak orang percaya. (2) Kristus yang
membenarkan, artinya: Ia juga mencapai segala sesuatu hingga tidak dapat diberikan kepada manusia.
(3) Roh Suci membenarkan, yaitu: Ia yang melanjutkan, mengenakan pembenaran kepada orang
percaya, hingga orang yang dibenarkan merasakan kegirangan.
15
Peter Toon, Justification and Sanctification, (London: Marshall Morgan & Scott, 1983), hlm.13.
16
Ibid., hlm. 14.
17
Ibid., hlm.21.

5

pembenaran manusia di dalam Allah tidak tergantung pada banyaknya atau sedikitnya
ia mematuhi hukum Taurat; manusia dibenarkan oleh anugerah semata-mata. Manusia
tidak dapat mengusahakan sendiri anugerah itu, tetapi harus menerimanya dari kasih
Allah di dalam Yesus Kristus.18 Bagi Paulus, iman bukanlah suatu perbuatan,
melainkan sebaliknya penerimaan anugerah Allah dalam Yesus Kristus (bnd. Rm. 1:67) dan dengan demikian justru iman itulah merupakan inti dan sumber dari kehidupan
rohani, termasuk perbuatan-perbuatan (bnd. Rm. 9:31-10:3).19 Maksud Allah
membenarkan manusia oleh karena iman (Rm. 3:30; Gal. 3:8) adalah bahwa Ia
menerima manusia, bukan karena manusia itu beriman (karena manusia itu benar),
melainkan karena kebaikan-Nya sendiri. Kebenaran manusia bukanlah dasar bagi
kebenaran Allah. Sebaliknya kebenaran Allah adalah kesempatan bagi manusia untuk
menerima (= percaya kepada) kebenaran Allah itu. Dengan membenarkan manusia
yang berdosa, Allah tidak berarti membenarkan dosa manusia itu sendiri. Kebenaran
oleh iman bukanlah asuransi hidup kekal, melainkan kesempatan baru yang diberikan
Allah kepada manusia yang dilumpuhkan dosa, untuk hidup sebagai anak-anak-Nya.20
Dalam surat Roma, secara ringkas dapat dikatakan, ajaran Paulus tentang
pembenaran didasarkan pada kenyataan bahwa semua manusia telah berdosa dan
kehilangan kemuliaan Allah (3:23), entah dia adalah orang Yahudi atau bukan, dan
oleh anugerah-Nya telah dibenarkan dengan cuma-cuma melalui penebusan dalam
Yesus Kristus (3:24). Karena itulah dalam ayat 21 dikatakan bahwa tanpa hukum
Taurat pembenaran Allah telah dinyatakan, seperti yang disaksikan dalam Kitab
Taurat dan Kitab-kitab Para Nabi. Dasar untuk memperolehnya bukanlah perbuatan
tetapi berdasarkan iman (3:27), karena manusia dibenarkan karena iman, bukan
karena melakukan hukum Taurat (3:28). Mengenai iman, Paulus tidak memberikan
rumusan pengertian yang eksplisit. Van den End 21 mengatakan bahwa makna dari kata
“iman” dalam pengajaran Paulus ini baru dapat dilihat sepenuhnya jika
dipertentangkan dengan “perbuatan hukum Taurat”. Keselamatan melalui hukum
Taurat akan berpasangan dengan sikap manusia yang berusaha memenuhi tuntutan
Taurat itu. Sedangkan keselamatan tanpa hukum Taurat berpasangan dengan sikap
yang sama sekali lain, yaitu sikap manusia yang mengharapkan keselamatan
18

William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Galatia dan Efesus, (terj. S.Wismoady Wahono)
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), hlm. 34.
19
J.J.Gunning, Tafsiran Alkitab: Surat Galatia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994), hlm. 36.
20
Ibid., 38-39.
21
Th.van den End, Tafsiran Alkitab: Surat Roma, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), hlm. 142-148.

6

sepenuhnya dari rahmat Allah saja. Itulah iman. Mengenai perbuatan, Rasul Paulus
sangat pesimis terhadap setiap upaya manusia untuk melakukan setiap tuntutan
Hukum Taurat. Dalam ayat 20, dengan tegas Rasul Paulus menyatakan bahwa tidak
seorang pun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah karena melakukan hukum
Taurat. Justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa. Ajaran Rasul Paulus ini
sebenarnya merupakan refleksi dari perjalanan kehidupannya, sekaligus menjadi
keyakinannya. Bagaimanapun juga, dalam keadaan yang sangat jauh dari iman kepada
Kristus bahkan menjadi penganiaya jemaat, dia diterima oleh Allah untuk perkerjaan
Pemberitaan Injil. Perbuatan-perbuatan yang dulu dianggapnya baik karena
didasarkannya pada ketaatan kepada Taurat, justru menjadi suatu hal yang
dianggapnya sebagai suatu hal yang tidak berguna. 22 Manusia dibenarkan oleh iman,
artinya kita boleh memiliki damai dengan Allah karena kita percaya dengan segenap
hati, bahwa apa yang Yesus katakan kepada kita tentang Allah adalah benar.23 Roma
1:16-17 berbunyi: "Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang
yang percaya. Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan
memimpin kepada iman, seperti ada tertulis, orang benar akan hidup oleh iman".
Kebenaran Allah adalah tindakan Allah yang mendirikan dan memelihara hubungan
yang ‘benar’ antara diri-Nya dengan manusia dan antara manusia dengan sesama.
Maka, kalau manusia mau memiliki kebenaran, datangnya harus dari Allah.24
Di bagian lain, Yakobus memberikan kontribusi pengajaran teologis yang cukup
kontroversial mengenai hubungan iman (faith), perbuatan-perbuatan baik (works) dan
pembenaran (justification). Yakobus menekankan kepercayaan yang benar harus
diikuti dengan perbuatan yang benar (Yak. 2:17, 20, 26). Dia mengkhawatirkan
tentang orang-orang yang membatasi iman hanya dengan pengakuan verbal saja
(2:19) atau berpura-pura, tidak bersungguh-sungguh mengharapkan yang baik (1516). Iman seperti ini adalah iman yang mati (17, 26) dan bebal (20) serta tidak akan
bermanfaat pada hari penghakiman (14). Iman seperti ini, diakui oleh banyak orang
yang tidak sama dengan iman yang diajarkan oleh Yakobus. Yakobus melihat iman
sebagai sebuah keyakinan, ketetapan hati yang tidak terselubung bagi Allah dan

22

Christian Tanduk, “Iman, Perbuatan dan Pembenaran” dalam http: // forumteologi.com / blog /
2007/04/24/ iman-perbuatan-dan-pembenaran.
23
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Roma, (terj. Nanik Hardjono & Jakub Susabda)
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), hlm. 92.
24
Th.van den End, Tafsiran Alkitab: Surat Roma, hlm. 151.

7

Kristus (2:1) yang diuji dan disaring dengan pencobaan-pencobaan (1:2,4) dan yang
mengandung berkat Allah dalam doa (1:5-8; 5:14-18).25
Adalah salah jika menganggap konsep iman milik Yakobus sebagai bagian lain
atau berbeda dengan ajaran Paulus atau Kristen. Sebaliknya, ajaran Paulus dan
Yakobus sepakat dan saling melengkapi. Sebagaimana Paulus sendiri mengatakan di
Galatia 5:6, "hanya iman yang bekerja oleh kasih" yang berkenan kepada Allah, dan
Yakobus mencatat, "iman tanpa perbuatan adalah mati”. Di sisi lain, Yakobus dan
Paulus dianggap tidak sepakat: mengajarkan iman sebagai syarat pembenaran. Paulus
menekankan bahwa, iman saja cukup untuk membenarkan: "karena kami yakin,
bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum
Taurat" (Rom.3:28). Sedangkan, Yakobus mengklaim bahwa, "manusia dibenarkan
karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman" (Yak. 2:24). Beberapa
orang telah melihat dua perspektif ini sebagai kontradiksi, dan menganggapnya
sebagai dua reprensentasi permasalahan doktrin keselamatan dalam gereja perdana.
Padahal dalam pengertian yang sebenarnya tidaklah seradikal itu. Berdasarkan
konteks masing-masing, dan dengan berhati-hati memperhatikan penggunaan istilahistilah kunci yang mereka gunakan, maka kita dapat dengan mudah mengharmoniskan
kedua pandangan ini.26
Pertama, Paulus dan Yakobus mengkombinasikan dua permasalahan yang
berbeda. Paulus mempertentangkan suatu kecenderungan orang Yahudi yang
mengandalkan Hukum Taurat untuk keselamatan. Sedangkan, Yakobus berjuang
melawan sikap yang membelokkan doktrin ortodoks; oleh iman saja. Secara wajar,
apa yang mereka katakan dalam kasus ini merupakan dua perspektif yang berbeda.
Kedua, Paulus mengklaim bahwa seseorang tidak dapat dibenarkan atas dasar
perbuatan hukum yang menyebutkan bahwa pekerjaan baik yang mendahulu
pertobatan. Sedangkan Yakobus berbicara tentang pekerjaan baik yang berasal dan
dihasilkan oleh iman: pekerjaan baik didahului oleh pertobatan. Pekerjaan baik yang
dilakukan sebagai akibat dari iman di dalam Kristus.

25

Bnd. H.P.Hamann & W.J.Hassold, ChiRho Commentary Series: James-Jude, (Adelaide: Lutheran
Pubishing House, 1986), hlm. 38-42.
26
Walter A. Elwell, EDBT: "James" (G.R. Michigan: BakerBook, 1996), 386-387; bnd. J.J.Guning,
Tafsiran Alkitab: Surat Yakobus, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994), hlm. 33. Paulus dan Yakobus
setuju dalam hal berikut: perbuatan-perbuatan harus ada. Tetapi mereka berbeda dalam menghadapi
ketidak-adaan perbuatan itu. Yakobus memberikan kesan bahwa kita harus menyempurnakan iman
dengan perbuatan, barulah kita akan dibenarkan. Paulus akan tetap mempertahankan: bila perbuatanperbuatan sudah mulai mempunyai peran dalam hal keselamatan, maka iman itu sendiri akan dirugikan.

8

Ketiga, yang paling penting di sini adalah masalah pembenaran (justification).
Dalam membicarakan tentang pembenaran ini, Paulus dan Yakobus sedang berbicara
tentang dua hal yang berbeda. Paulus menggunakan kata kerja bahasa Yunani,
dikaioo, justify, untuk menggambarkan dinamika aktivitas rahmat Allah yang
memberikan kepada orang berdosa sebuah status baru. Status baru bagi orang berdosa
ini didasarkan pada kesatuan orang berdosa dengan Kristus melalui iman. Oleh sebab
itu, menurut Paulus, dikaioo adalah sebuah tema yang merujuk kepada pemindahan
seseorang dari kuasa dosa dan kematian ke dalam kuasa kekudusan dan kehidupan.
Sedangkan Yakobus menggunakan istilah dikaioo, dengan arti yang didukung dalam
Perjanjian Lama, dalam sumber-sumber Yahudi, dan di dalam Injil Matius (misalnya,
di 12:37). Yakobus merujuk kepada sebuah keputusan yang didasarkan pada faktafakta dan kasus-kasus aktual: Allah membenarkan seseorang berdasarkan perbuatan
yang berdasarkan iman. Paulus melihat pada permulaan kehidupan Kristen.
Sedangkan, Yakobus melihat akhir kehidupan Kristen. Paulus membuat menjelaskan
bahwa oleh iman saja kita masuk ke dalam sebuah persekutuan dengan Allah.
Sedangkan Yakobus mengajarkan bahwa persekutuan atau hubungan dengan Allah itu
diteguhkan dan ditunjukkan dengan perbuatan yang keluar dari iman inilah yang akan
digunakan oleh Allah pada saat penghakiman terakhir sebagai bukti dari kemurnian
kesatuan kita dengan Kristus.
1.3

PANDANGAN AUGUSTINUS DAN THOMAS AQUINAS TENTANG
AJARAN PEMBENARAN OLEH IMAN
Ajaran Protestan khususnya Luther tentang pembenaran oleh iman pada

dasarnya tidak terlepas dari pengaruh ajaran Augustinus dari Hippo atau para teologteolog lain pada Abad

Pertengahan. Hal ini dibuktikan oleh G.S.Faber dalam

karyanya The Primitive Doctrine of Justification (1837) yang mengklaim bahwa
pengajaran Protestanisme memiliki substansi yang sama dengan pengajaran Yunani
mula-mula dan Bapa-bapa Gereja Latin.27
Misalnya saja Augustinus, dia mengerti bahwa kata ‘membenarkan’ (‘to justify’)
berarti ‘memegang’ (‘to hold just’) atau ‘menghitung’ (‘to account just’). 28 Dalam
bukunya Confessiones, Augustinus membahas banyak hal tentang keterbatasan
27

Peter Toon, Justification and Santification, hlm.45.
Anthony N.S.Lane, Justification by Faith in Catholic–Protestant Dialogue, An Evangelical
Assesment, (London: T & T Clark, 2002), hlm.45.
28

9

kebebasan manusia dan perlunya rahmat ilahi. 29 Pandangan Augustinus tentang
keselamatan (rahmat) hanya dapat dipahami kalau mengingat pandangannya
mengenai dosa, yakni sebagai suatu kuasa yang mengurung, membelenggu dan
memperbudak manusia. Kuasa dosalah yang disebut “dosa asal”. Karena dosa Adam,
manusia sudah masuk ke dalam lingkaran setan yang mengurungnya. Artinya, apa saja
yang secara konkret diperbuat oleh manusia, hanya mengukuhkan saja perbudakannya
terhadap dosa, biarpun perbuatan konkret itu dilakukannya secara bebas dan atas
tanggung jawab sendiri. Dari dirinya sendiri manusia tidak dapat keluar dari lingkaran
ini. Secara harfiah manusia berada dalam kuasa setan. Yang dapat menyelamatkan
manusia dari kuasa dosa itu hanyalah Allah. Dan, Allah memang membebaskan
manusia dari “lingkaran setan” itu. Tindakan Allah itulah yang oleh Augustinus
disebut “rahmat”. Istilah rahmat dipakainya karena tindakan Allah itu bukan karena
jasa atau hak manusia, melainkan semata-mata karena anugerah bebas dari Allah yang
diberikan-Nya dengan cuma-cuma. Dari dalam kebebasan cinta kasih-Nya Allah
masuk ke dalam hati manusia dan mengubahnya secara radikal.30
Secara ringkas pengajaran Agustinus tentang pembenaran dapat diringkas
sebagai berikut:31 (1) Kebenaran Allah di dalam pengajaran Paulus bukan sebuah
atribut Allah, tetapi dengan demikian Allah membenarkan dan memberikan
keselamatan pada orang berdosa. Augustinus menggunakan surat Roma sebagai dasar
pembenarannya (Rm.1:17; 3:21). (2) Membenarkan artinya membuat benar.
Augustinus memutuskan bahwa justificare berarti “membuat benar”. Augustinus
menyakini orang berdosa dijadikan benar di dalam pembenaran. (3) Pembenaran
terlihat dalam keseluruhan hidup orang Kristen. Pembenaran terlihat melalui baptisan,
di mana saat itu Allah mengampuni dosa. Sejak baptisan itu maka orang berdosa telah
dibenarkan sepanjang perjalanan kehidupannya. (4) Pembenaran oleh iman dan kasih.
Bagi Augustinus, untuk menerima Injil dan otoritas Gereja perlu iman, dan iman
membutuhkan kasih. (5) Anugerah Allah mempersiapkan kehendak bebas manusia
bagi pembenaran dan menguatkan kehendak bebas dalam pembenaran. Augustinus
membuat pembedaan anugerah operatif dan anugerah kooperatif di dalam pembenaran
orang percaya. Augustinus beranggapan setiap manusia memiliki kehendak bebas
29

Lih. Augustinus, Pengakuan-Pengakuan, (terj.Ny.Winarsih Arifin & Th.van den End) (Jakarta &
Yogyakarta: BPK Gunung Mulia & Kanisius, 1997), hlm.243-244.
30
Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika: Ekonomi Keselamatan, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), jilid
2, hlm.155-156; bnd. L.Berkhof, The History of Christian Doctrines, (Grand Rapids Michigan:
Wm.B.Eerdmans Publishing Company, 1953), hlm.135.
31
Peter Toon, Justification and Santification, hlm.48-50.

10

tetapi kebebasan yang sepantasnya. Manusia berdosa membutuhkan bantuan anugerah
ilahi di dalam hidupnya.
Berbeda dengan Thomas Aquinas. Thomas32 mengajarkan Allah sebagai "ada
yang tak terbatas" (ipsum esse subsistens). Allah adalah "ada yang tertinggi", yang
mempunyai keadaan yang paling tinggi. Allah adalah penggerak yang tidak bergerak.
Tampak sekali pengaruh filsafat Aristoteles dalam pandangannya. Dunia ini dan hidup
manusia terbagi atas dua tingkat, yaitu tingkat adikodrati dan kodrati, tingkat atas dan
bawah. Tingkat bawah (kodrati) hanya dapat dipahami dengan mempergunakan akal.
Hidup kodrati ini kurang sempurna dan ia bisa menjadi sempurna kalau
disempurnakan oleh hidup rahmat (adikodrati). "Tabiat kodrati bukan ditiadakan,
melainkan disempurnakan oleh rahmat," demikian kata Thomas Aquinas.
Mengenai manusia, Thomas mengajarkan bahwa pada mulanya manusia
memunyai hidup kodrati yang sempurna dan diberi rahmat Allah. Ketika manusia
jatuh ke dalam dosa, rahmat Allah (rahmat adikodrati) itu hilang dan tabiat kodrati
manusia menjadi kurang sempurna. Manusia tidak dapat lagi memenuhi hukum kasih
tanpa bantuan rahmat adikodrati. Rahmat adikodrati itu ditawarkan kepada manusia
lewat gereja. Dengan bantuan rahmat adikodrati itu manusia dikuatkan untuk
mengerjakan keselamatannya dan memungkinkan manusia dimenangkan oleh Kristus.
Mengenai pembenaran, Thomas menguraikannya dalam tiga hal dalam
tulisannya.33 Pertama, Thomas mendiskusikannya dalam hubungannya dengan
sakramen tobat dalam karyanya Commentary on the Sentences of Peter Lombard
(1252 dan 1256). Permulaan pembenaran sebagai proses membuat benar dapat dilihat
dalam baptisan. Restorasi pembenaran dilihat sebagai efek anugerah Allah melalui
sakramen tobat. Kedua, dalam tulisannya Quaestiones Disputate de Veritate (12561259). Baptisan adalah sakramen yang melaluinya pembenaran dimulai, dengan
sakramen tobat dan perjamuan kudus memberikan proses pembenaran. Dan ketiga,
diskusi yang matang tentang topik ini diulasnya dalam Summa Theologiae
(Blackfriars edition, vol. 30). Dalam buku ini, Thomas secara ringkas menjelaskan:
(1) anugerah diberikan kepada manusia dari luar manusia sebagai hasil pekerjaan Roh
Kudus yang bekerja di dalam nama Yesus Kristus. (2) Anugerah dimasukkan ke dalam
esensi jiwa dan tinggal di dalamnya. (3) Anugerah tidak perlu bagi manusia untuk
memenuhi tujuannya di dalam kodratnya sebagai manusia, tetapi penting bagi
32

F.D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1993), hlm. 19.
33
Peter Toon, Justification and Santification, hlm.50-54.

11

manusia untuk memperoleh hidup yang kekal. Mengenai pembenaran, Thomas
berkeyakinan bahwa Anugerah sekaligus membenarkan dan menguduskan orang
berdosa. Pembenaran orang yang tidak benar adalah akibat operatif anugerah. Allah
sendiri yang membuat proses pembenaran itu. Allah adalah Pemindah supernatural,
dan orang yang tidak benar dipindahkan-Nya menjadi baik. Dikatakan pembenaran
sebab pembenaran adalah proses orang berdosa menjadi memliki kebenaran
supernatural. Dengan memperhatikan pembenaran sebagai proses atau perpindahan,
pembenaran boleh dikatakan memiliki empat unsur logika yang membedakan yakni:
“pembangkitan anugerah” (the infusion of grace), perpindahan pemilihan bebas
langsung kepada Allah oleh iman, perpindahan pilihan bebas langsung kepada dosa,
dan pengampunan dosa. Lebih dalam Thomas beranggapan, di dalam proses
pembenaran baptisan Kristen memperoleh keuntungan akibat operatif anugerah
(gratia cooperans).
1.4

PANDANGAN PROTESTAN TENTANG AJARAN PEMBENARAN
OLEH IMAN
Pandangan Protestan tentang pembenaran oleh iman ini lahir dari hasil

pergumulan dari para reformator atas doktrin yang dipahami GKR dan para Bapabapa Gereja. Tema besar pertama dari pemikiran Reformasi adalah ajaran tentang
pembenaran oleh iman.34 Rumusan doktrin pembenaran ini banyak ditemukan dalam
dokumen-dokumen Reformasi seperti dalam Buku Konkord, Luther’s Work, Rumus
Konkord, Konfesi Augusburg, Institutio, Katekismus Heidelberg, Pengakuan Iman
Reformasi (1561), dan lain sebagainya.
Dokumen-dokumen tersebut membahas doktrin pembenaran oleh iman.
Misalnya, dalam Konfesi Augsburg disebutkan, kita tidak dapat memperoleh
pengampunan dosa dan kebenaran di hadapan Allah dengan kebaikan, perbuatan baik
atau kekudusan kita, melainkan kita menerima pengampunan dosa dan menjadi benar
di hadapan Allah hanya oleh anugerah, demi Kristus melalui iman, ketika kita percaya
bahwa Kristus menderita bagi kita dan demi dosa kita agar kita memperoleh
kehidupan yang kekal.35 Buku Konkord (The Book of Concord) mengatakan, manusia
yang berdosa dibenarkan di hadapan Allah dan diselamatkan semata-mata hanya oleh
34

Alister E.McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, hlm.111.
The Augsburg Confession, (Adelaide: Lutheran Publishing House, 1980), hlm. 11; The Book of
Concord, (terj.Theodore G.Tappert) (Philadelphia: Fortress Press, 1976), hlm. 31.
35

12

iman dalam Yesus Kristus sendiri sehingga hanya Kristus sajalah kebenaran kita. Ia
adalah Allah dan manusia yang sesungguhnya karena di dalam Dia hakikat ilahi dan
manusia dipadukan yang satu dengan yang lain (Yer. 23:6; 1 Kor. 1:30; 2 Kor. 5:21). 36
Lebih lanjut dikatakan, kebenaran manusia semata-mata hanya oleh anugerah Allah,
tanpa pekerjaan, jasa, atau kebajikan kita yang mendahuluinya sehingga kita diterima
oleh Allah ke dalam anugerah-Nya dan kita dianggap benar. Iman adalah satu-satunya
alat dan jalan untuk menerima Kristus dan di dalam Yesus Kristus kita mendapatkan
“kebenaran yang menolong di hadapan Allah” dan bahwa demi Yesus Kristus iman
seperti itu diperhitungkan menjadi kebenaran (Rm. 4:5).37
Pada awal kehidupan Luther sebagai seorang biarawan, ia dikungkungi oleh
perasaan bersalah yang muncul dari dirinya sendiri dan ketidakmampuannya untuk
menemukan perdamaian dengan Allah. Selama periode kehidupannya ini, ia merasa
sangat terganggu dengan persoalan tentang

dirinya sendiri dan tentang arti dari

kalimat dalam Surat Paulus, “Orang benar akan hidup oleh iman” (Rm. 1:17). 38 Tidak
mengherankan jika Luther menyimpulkan bagian surat yang di dalamnya ia mencatat
pencerahannya yang luar biasa itu dengan ungkapan:39
Kalau kamu mempunyai iman yang benar bahwa Kristus adalah Juruselamatmu,
maka saat itu juga kamu menggapai Allah yang rahmani karena iman menuntun
kamu masuk dan membukakan hati dan kehendak Allah sehingga kamu akan
melihat anugerah yang murni dan kasih yang meluap. Hal ini adalah untuk melihat
Allah dalam iman sehingga kamu akan memandang hati-Nya yang ramah,
kebapaan, yang di dalamnya tidak ada kemurkaan maupun ketidakramahan. Ia
yang melihat Allah sebagai yang murka tidak melihat Dia secara benar, tetapi
melihat hanya melalui tirai, seolah-olah awan gelap telah turun melintasi wajahNya.

Pandangan Luther tentang pembenaran ini dimulai dalam kuliah-kuliah yang
disampaikannya kepada mahasiswanya. Pada mulanya Luther adalah seorang
pengikut yang setia dari pandangan via moderna. Allah telah mendirikan suatu
36

The Book of Concord, hlm. 472-473.
Ibid.,, hlm. 473-474.
38
Linwood Urban, Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen, (terj. Liem Sien Kie), (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2003), hlm. 155. Luther menulis kerisauannya sendiri sebagai berikut: Aku sangat rindu untuk
memahami Surat Paulus kepada Jemaat di Roma dan tidak ada sesuatu pun yang menghalanginya
kecuali pernyataan tersebut, “kebenaran Allah”, karena aku mengambilnya dengan arti bahwa
kebenaran di mana Allah itu benar dan bertindak adil dalam menghukum orang yang tidak benar.
39
Linwood mengutip tulisan Roland Bainton, Here I Stand: A Life of Martin Luther, (New York:
Abingdon Press, 1950), hlm.66 (Linwood Urban, Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen, hlm. 157).
37

13

perjanjian (pactum) dengan manusia. Melalui perjanjian itu Allah wajib membenarkan
siapa saja yang mencapai persyaratan minimum tertentu (quod in se est). Akibatnya,
Luther mengajarkan bahwa Allah memberikan anugerah-Nya kepada orang yang
rendah hati sehingga semua orang yang merendahkan hatinya di hadapan Allah dapat
mengharapkan untuk dibenarkan seperti yang sudah selayaknya. Oleh karena orangorang berdosa melihat kebutuhan mereka akan anugerah dan datang kepada Allah agar
Ia mengaruniakannya, maka ini berarti menempatkan Allah di bawah kewajiban untuk
melakukan hal itu, dengan demikian membenarkan orang berdosa. Dengan kata lain,
orang-orang berdosa memegang inisiatif, dengan datang kepada Allah: orang berdosa
dapat melakukan sesuatu yang memberikan keyakinan bahwa Allah menjawab dengan
membenarkan dia.40
Menurut Luther, iman yang benar membenarkan kita tanpa hukum Taurat dan
perbuatan baik melalui anugerah Allah yang nyata di dalam diri Yesus Kristus
(LW.25). Perbuatan baik sama seperti buah pohon. Buah pohon yang baik tidak
membuat pohon yang baik, maka perbuatan baik tidak bisa membenarkan seseorang.
Tetapi perbuatan baik datang dari orang yang telah dibenarkan oleh iman sama seperti
buah pohon yang baik berasal dari pohon yang telah tumbuh dengan baik (LW. 3536).41 Luther mengajarkan bahwa perbuatan baik tidak berbagian dalam keselamatan.
Perbuatan baik merupakan hasil atau buah dari keselamatan, tetapi tidak pernah
bagian keselamatan.42 Bagi Lutheran, Hukum Taurat tidak dapat membebaskan kita
dari dosa atau kebenaran kita, tetapi janji pengampunan dosa dan pembenaran telah
diberikan oleh sebab Kristus. Dia telah diberikan kepada kita untuk mengadakan
penebusan dosa duni ini dan telah dipilih sebagai perantara dan juru damai. Janji ini
tidak bersyaratkan jasa kita, melainkan pengampunan dosa dan pembenaran diberikan
dengan cuma-cuma. Seperti Paulus berkata, “Tetapi jika hal itu terjadi karena kasih
karunia, maka bukan lagi karena perbuatan, sebab jika tidak demikian, maka kasih
karunia itu bukan lagi kasih karunia” (Rm.11:6). Pendamaian tidak terletak pada jasa
kita karena jika hal itu terletak pada jasa kita, maka hal itu menjadi tak berguna (Apol.
IV.40-42).43 Pembenaran itu bukan persetujuan terhadap satu lakon (perbuatan) yang
tertentu melainkan terhadap pribadi itu keseleluruhan… Kita dibenarkan bila kita
40

Alister E.McGrath, Sejarah Pemikiran …, hlm.117-119.
Luther’s Works, (ed. Lewis W.Spitz) (Philadelphia: Muhlenberg Press, vol.34, 1960), hlm.111.
42
Paul Enns, The Moody Handbook of Theology 2, (terj. Rahmiati Tanudjaja) (Malang: Literatur SAAT,
cet.ke-4, 2007), hlm.79.
43
G.D.Dahlenburg, Konfesi-konfesi Gereja Lutheran, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), hlm. 38-39.
41

14

berpegang kepada Kristus, Juru-damai, dan percaya bahwa demi Dia, Allah bermurah
hati kepada kita. Jangan diharapkan pembenaran tanpa Kristus, Juru-damai itu (Apol.
IV. 222).44
Lebih dalam Luther mengatakan bahwa dalam pembenaran, Allah adalah aktif,
dan manusia adalah pasif. Ungkapan “pembenaran oleh anugerah melalui iman” (sola
fide) memberikan arti dari ajaran itu dengan lebih jelas; pembenaran orang berdosa
didasarkan atas anugerah dan diterima melalui iman. Luther berkata, “Anugerah Allah
yang membenarkan kita demi Kristus hanya melalui iman, tanpa perbuatan-perbuatan
baik, sedangkan iman dalam pada itu berlimpah dalam perbuatan-perbuatan baik”.
Artinya ajaran tentang pembenaran hanya oleh iman merupakan suatu penegasan
bahwa Allah melakukan segala sesuatu yang perlu untuk keselamatan. Bahkan iman
itu sendiri adalah pemberian Allah, bukan perbuatan manusia. 45 Keyakinan Luther
bahwa keselamatan hanya diperoleh berdasar kasih karunia melalui iman (sola gratia
dan sola fide), diungkapkan dengan jelas di dalam penafsiran dan pengandalan gerejagereja Lutheran atas Alkitab, dan dalam cara mereka merayakan Perjamuan Kudus. Di
dalam pemberitaan Firman dan pelayanan Perjamuan Kudus selalu ditekankan
pengakuan dosa dan pengampunan yang disediakan Allah lewat pengorbanan
Kristus.46
Menurut Luther, hakikat pembenaran mengubah status sebelah luar dari orang
berdosa dalam pandangan Allah (coram Deo), sedangkan kelahiran kembali
mengubah sifat dasar bagian dalam dari orang berdosa itu.47 Bagi Luther, orang-orang
berdosa mempunyai kebenaran di dalam diri mereka sendiri. Mereka tidak
mempunyai apa pun di dalam diri mereka yang dapat dianggap sebagai dasar bagi
keputusan yang mahamurah dari Allah untuk membenarkan mereka. “Kebenaran yang
asing dari Kristus” (iustitia Christi aliena) membuat jelas bahwa kebenaran yang
membenarkan orang-orang berdosa adalah di luar mereka. 48 Bagi Luther, iman yang
membenarkan tidak lain dari keyakinan akan kemurahan Allah yang mengampuni
dosa demi Kristus. Trente sendiri sepenuhnya mengakui bahwa kehidupan Kristen
dimulai melalui iman, jadi sebenarnya sangat dekat dengan pandangan Luther.49 Bagi
44

Ibid., 40.
Alister E.McGrath, Sejarah Pemikiran …, hlm.129.
46
Jan S.Aritonang, Berbagai Aliran Di Dalam dan Di Sekitar Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1995), hlm. 44.
47
Alister E.McGrath, Op.Cit., hlm.147-148.
48
Ibid., hlm.149-150.
49
Alister E.McGrath, Sejarah Pemikiran …, hlm.150-151.
45

15

Luther, seseorang dapat benar-benar yakin akan keselamatannya. Keselamatan
didasarkan pada kesetiaan Allah pada janji-janji kemurahan-Nya.50
Menurut Ernst Ziegler, istilah “pembenaran oleh iman” secara mencolok tidak
terdapat di dalam tulisan-tulisan para reformator Swiss. Zwingli melihat Reformasi
sebagai sesuatu yang mempengaruhi gereja dan masyarakat yang bersifat moral dan
spiritual. Tekanan pembenaran iman tidak ditemukan dalam ajaran Zwingli. Namun
bagi Zwingli, pembenaran iman itu cenderung untuk memperlakukan Kristus sebagai
suatu teladan moral yang dari luar daripada suatu kehadiran yang pribadi sifatnya di
dalam diri orang percaya. Tidak benar mengatakan bahwa Zwingli mengajarkan
pembenaran oleh perbuatan dalam periode awal dari pembaruannya. Ide-ide Zwingli
mengenai pembenaran iman ini lebih dekat dengan Luther. Bagi Luther, Kitab Suci
menyatakan janji-janji Allah, yang memulihkan kembali dan menghiburkan orang
percaya. Bagi Zwingli, Kitab Suci menyatakan tuntutan-tuntutan moral yang dibuat
Allah untuk orang-orang percaya.51
Bagi Bucer,52 pembenaran itu ada dua tahap yang dikenal dengan “pembenaran
ganda” . Tahap pertama, “pembenaran orang yang tidak beriman” (iustificatio impii)
yang terdiri atas pengampunan yang penuh kemurahan dari Allah atas dosa manusia
(bagi Protestan: = “pembenaran”). Tahap kedua, “pembenaran orang salah”
(iustificatio pii) yang terdiri atas suatu tanggapan ketaatan manusia akan tuntutantuntutan moral dari Injil (bagi Protestan: = kelahiran kembali). Dengan demikian,
suatu hubungan kausal didirikan antara pembenaran dan kelahiran kembali. Orang
berdosa tidak dapat disebut telah dibenarkan kecuali jika keduanya terjadi. Sedangkan
menurut Calvin, iman mempersatukan orang pecaya dengan Kristus di dalam suatu
“kesatuan mistis”. Persatuan dengan Kristus ini mempunyai dampak rangkap dua
yang disebut sebagai anugerah ganda yakni: pertama, persatuan antara orang percaya
dengan Kristus membawa secara langsung para pembenaran dirinya. Melalui Kristus
orang percaya dinyatakan menjadi benar dalam pandangan Allah. Kedua, oleh karena
persatuan orang percaya dengan Kristus, orang percaya itu mulai melakukan proses
menjadi seperti Kristus melalui kelahiran kembali.
Pada umumnya Calvin sepakat dengan Luther dalam hal pembenaran oleh iman.
Calvin juga menekankan pembenaran sebagai tindakan forensik (legal), di mana Allah
mendeklarasikan orang berdosa yang percaya sebagai orang benar, suatu tindakan
50

Ibid., hlm.151-152.
Ibid.,, hlm.142-144.
52
Bnd. J.L.Ch.Abineno, Bucer & Calvin, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), hlm. 71-72.
51

16

yang dimungkinkan berdasarkan anugerah Allah. Kontras dengan Luther, Calvin
memulai doktrin keselamatan dengan pemilihan Allah atas orang berdosa. Calvin
memahami pemilihan untuk keselamatan sebagai tanpa syarat, karena “apabila
pemilihan bergantung pada iman dan perbuatan baik manusia, maka anugerah itu
tidak cuma-cuma, dan pada faktanya akan berhenti menjadi anugerah“. 53 Menurut
Calvin, manusia dikatakan dibenarkan di hadapan Allah, bila ia menurut penilaian
Allah dianggap benar, dan karena kebenarannya itu berkenan pada Allah. Dan
dibenarkanlah barangsiapa yang tidak dianggap sebagai orang yang berdosa, tetapi
sebagai orang yang benar, dan karena itu dapat bertahan di hadapan peradilan Allah,
tempat semua orang yang berdosa tersungkur. Jadi, barangsiapa dalam kehidupannya
menunjukkan kemurnian dan kesucian yang begitu besar di hadapan Allah, dialah
yang dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya. 54

Bagi Calvin,

hanya dengan

perantaraaan kebenaran Kristuslah kita dapat dibenarkan di hadirat Allah. Sama
artinya bila dikatakan bahwa manusia tidak benar dalam dirinya sendiri, tetapi karena
kebenaran Kristus diperhitungkan kepadanya sehingga ia mendapat bagian di
dalamnya.55
Doktrin keselamatan Calvin menghasilkan tonggak peringatan, di mana ia
menghubungkan pembenaran dengan pengudusan. Kristus tidak membenarkan
seseorang yang Ia tidak juga kuduskan. Pembenaran, menurut Calvin, menjadi
motivasi

seseorang

untuk

pengudusan.

Meskipun

pembenaran

cuma-cuma,

pengudusan menjadi respons ucapan syukur dari orang percaya.56
Pembenaran dapat dijabarkan sebagai tindakan di mana orang berdosa yang
tidak benar dibenarkan di hadapan Allah yang kudus dan adil. Kebutuhan utama dari
orang yang tidak benar adalah kebenaran. Kebenaran yang tidak dimiliki inilah yang
disediakan oleh Kristus kepada orang berdosa yang percaya. Pembenaran berdasarkan
iman saja berarti pembenaran yang terjadi oleh karena usaha Kristus semata-mata,
bukan karena kebaikan kita atau perbuatan-perbuatan baik kita.
Fokus dari perihal pembenaran terletak pada pertanyaan usaha dan anugerah
atau kasih karunia. Pembenaran berdasarkan iman berarti usaha yang kita lakukan
tidak cukup baik untuk menghasilkan pembenaran. Paulus menyatakan sebagai
53

Paul Enns, The Moody Handbook of Theology 2, hlm.80.
Yohanes Calvin, Institutio: Pengajaran Agama Kristen, (terj.Ny.Winarsih dan J.S.Aritonang dkk.)
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, cet.ke-6, 2008), hlm.164.
55
Yohanes Calvin, Institutio, hlm.166-167.
56
Paul Enns, Op.Cit., hlm.80.
54

17

berikut: "Sebab tidak seorangpun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena
melakukan hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa"
(Rm. 3:20). Pembenaran adalah forensik, yaitu kita dinyatakan, diperhitungkan atau
dianggap benar pada waktu Allah mengaruniakan kebenaran Kristus pada diri kita.
Kondisi yang dibutuhkan untuk ini adalah iman.
Teologi Protestan mengakui bahwa iman merupakan alat yang menyebabkan
pembenaran, dengan demikian iman merupakan alat di mana karya Kristus teraplikasi
di dalam diri kita. Teologi Katolik Roma mengajarkan bahwa baptisan merupakan
penyebab utama untuk pembenaran dan bahwa sakramen pengakuan dosa merupakan
penyebab kedua, dalam kaitan dengan pemulihan. (Teologi Katolik Roma melihat
pengakuan dosa sebagai tingkat kedua dari pembenaran bagi mereka yang telah
menghancurkan jiwa mereka, yaitu mereka yang telah kehilangan anugerah
pembenaran karena melakukan dosa yang fatal, seperti membunuh). Sakramen
pengakuan dosa menuntut usaha pemuasan di mana umat manusia mencapai usaha
yang dibutuhkan untuk mendapatkan pembenaran. Pandangan Katolik Roma
menerima bahwa pembenaran berdasarkan iman, tetapi menyangkali bahwa
pembenaran itu hanya berdasarkan iman. Dengan kata lain, perbuatan-perbuatan baik
perlu ditambahkan untuk dapat dibenarkan.
Iman yang membenarkan adalah iman yang hidup, bukan iman pengakuan yang
kosong. Iman merupakan kepercayaan yang bersifat pribadi yang bergantung kepada
Kristus saja untuk keselamatan. Iman yang menyelamatkan juga merupakan iman
pertobatan yang menerima Kristus sebagai Juruselamat dari Tuhan.
Alkitab mengatakan bahwa kita tidak dibenarkan oleh karena perbuatanperbuatan baik kita, tetapi dengan apa yang diberikan kepada kita berdasarkan iman,
yaitu kebenaran Kristus. Sebagai sintesis, sesuatu yang baru ditambahkan pada
sesuatu yang dasar. Pembenaran kita merupakan sintesis, oleh karena kita memiliki
kebenaran Kristus yang ditambahkan kepada kita. Pembenaran kita adalah
berdasarkan imputasi (pelimpahan), yang artinya Allah memindahkan kebenaran
Kristus kepada kita berdasarkan iman. Ini bukan merupakan "legal yang bersifat
fiksi." Allah telah melimpahkan kepada kita karya Kristus yang nyata, dan sekarang
kita telah menerima karya-Nya. Ini merupakan pelimpahan yang nyata.
1.5

PANDANGAN KATOLIK TENTANG AJARAN PEMBENARAN OLEH
IMAN

18

Ajaran pembenaran oleh iman di kalangan Katolik baru mulai dibicarakan
setelah keluarnya ajaran Luther tentang pembenaran hanya oleh iman (sola fide).
Mengapa Katolik menaruh perhatian atas ajaran pembenaran ini? Menurut Schmidt, 57
setidaknya ada tiga alasan yakni: pertama, pembenaran membutuhkan sebuah
internalisasi kehidupan keagamaan, yang secara tajam berbeda dari bentuk eksistensi
orang Kristen. Kedua, pembenaran memperbaiki aturan ilahi di dalam pembenaran,
melawan kecenderungan pemusatan pada aturan manusia. Dan ketiga, pembenaran
diperhitungkan sebagai sebuah deklarasi yang tersembunyi atas perang kepausan
Roma. Sangat sedikit dokumen yang dipublikasikan Katolik yang membicarakan
ajaran ini periode 1520-1545, misalnya karya Tommaso de Vio Cajetan, De fide et
operibus (1532).
Menurut pemahaman GKR, rahmat Roh Kudus mempunyai kekuatan untuk
membenarkan manusia, artinya Roh Kudus membersihkan dan memberikan kepada
manusia "kebenaran Allah karena iman dalam Yesus Kristus“ (Rm. 3:22) melalui
Pembaptisan.58

Karya pertama rahmat Roh Kudus adalah pertobatan yang

menghasilkan pembenaran. Manusia digerakkan oleh rahmat supaya mengarahkan diri
kepada Allah dan menjauhkan diri dari dosa. Dengan demikian manusia menerima
pengampunan dan pembenaran dari atas. Inilah unsur-unsur dari “pembenaran itu
sendiri, yang bukan hanya pengampunan dosa, melainkan juga pengudusan dan
pembaharuan manusia batin” (Konsili Trente: DS 1528). Pembenaran melepaskan
manusia dari dosa, yang berlawanan dengan kasih kepada Allah dan memurnikan
hatinya. Pembenaran terjadi karena prakarsa-prakarsa kerahiman Allah yang
menawarkan pengampunan. Pembenaran mendamaikan manusia dengan Allah,
membebaskannya dari kuasa dosa dan menyembuhkannya. 59
Pembenaran serentak berarti bahwa orang menerima kebenaran Allah melalui
iman akan Yesus Kristus. “Kebenaran” menyatakan keluhuran kasih ilahi.
Pembenaran diperoleh bagi kita melalui sengsara Kristus, yang menyerahkan Diri di
salib sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Allah dan yang
darah-Nya telah menjadi alat pemulih bagi dosa semua manusia. Pembenaran itu
diberikan kepada manusia melalui Pembaptisan dan Sakramen iman. Tujuan

57

Alister E.McGrath, Iustitia Dei: A History of the Christian Doctrine of Justification From 1500 to the
Present Day, (Cambridge: Cambridge University Press, 1994), hlm.54.
58
Lih. Katekismus Gereja Katolik, (Ende: Percetakan Arnoldus Ende, 1998), hlm.486.
59
Ibid.

19

pembenaran itu sendiri adalah untuk kemuliaan Allah dan Kristus demikian juga
kehidupan abadi (Konsili Trente: DS 1529).60
Lebih jauh menurut pemahaman Katolik, pembenaran mendasari satu kerja sama
antara rahmat Allah dan kebebasan manusia. Ia terungkap dalam kenyataan bahwa
manusia dengan percaya menerima Sabda Allah, yang mengajaknya untuk bertobat
dan bahwa ia bekerja sama dalam kasih dengan dorongan Roh Kudus, yang
mendahului persetujuan kita dan menopangnya.