PENGEMBANGAN SUMBER DAYAMANUSIA and POTE

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa
yang

telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini

dapat diselesaikan.
Makalah ini disusun untuk diajukan sebagai tugas mata kuliah Filsafat
Pendidikan dengan judul “Pengembangan Potensi Peserta Didik”

.

Terima kasih disampaikan kepada dosen mata kuliah Pengembangan Sumber
Daya Manusia yang telah membimbing dan memberikan mata kuliah demi lancarnya
tugas ini.
Demikianlah makalah ini disusun semoga bermanfaat, agar dapat memenuhi
tugas mata kuliah Pengembangan Sumber Daya Manusia.

Padang, 28 November 2017


Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) suatu bangsa sangat menentukan
keberhasilan pembangunan nasional suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara
berkembang berupaya melaksanakan pembangunan di berbagai bidang termasuk
pendidikan. Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan perilaku seseorang untuk
mempersiapkan setiap individu yang akan berperan dalam pembangunan bangsa
melalui pengajaran dan pelatihan, sehingga pendidikan merupakan hal yang sangat
penting untuk meningkatkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dalam
memajukan suatu bangsa.
Tujuan pembelajaran hakekatnya adalah membantu peserta didik untuk
mengembangkan potensinya secara optimal, oleh karena itu guru seyogyanya
mengenali dan memahami potensi peserta didik yang menjadi siswa asuhnya. Dengan
memahami potensi peserta didik, guru dapat memberi gambaran tentang kekuatan dan
kelemahan, kelebihan dan kekurangan peserta didik, serta dapat mengetahui potensi
yang perlu ditingkatkan dan kelemahan yang perlu diminimalisasi. Dengan demikian

guru dapat merencanakan pembelajaran yang tepat agar peserta didik mencapai
prestasi terbaiknya sesuai dengan potensinya.
B. Rumusan Masalah
Dalam menyusun makalah ini terdapat beberapa rumusan masalah, antara lain adalah
sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan potensi?
2. Apa sajakah jenis-jenis potensi belajar yang ada dalam diri siswa?
3. Bagaimanakah cara mengembangkan potensi siswa?
4. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi potensi pada diri siswa?

C. Tujuan
Dalam menyusun makalah ini terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai
oleh penulis antara lain adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan berbagai jenis potensi yang ada dalam diri siswa.
2. Mampu mengembangkan potensi yang ada dalam diri siswa.
3. Menigkatkan mutu pendidikan dengan mengembangkan potensi siswa.

BAB II
PENDAHULUAN


A. Pengertian Potensi
Potensi adalah kemampuan yang masih terkandung dalam diri peserta didik
yang diperoleh secara herediter (pembawaan). Menurut Sukmadinata (2007:159)
kecakapan potensial merupakan kecakapan-kecakapan yang masih tersembunyi,
masih kuncup belum terwujudkan, dan merupakan kecakapan yang dibawa dari
kelahiran. Dengan demikian potensi merupakan modal dan sekaligus batas-batas bagi
perkembangan kecakapan nyata atau hasil belajar. Peserta didik yang memiliki
potensi yang tinggi memungkinkan memiliki prestasi yang tinggi pula, tapi tidak
mungkin prestasinya melebihi potensinya.
B. Jenis-Jenis Potensi Siswa
Potensi psikologis berkaitan dengan kecerdasan, bakat (aptitude) dan kreativitas.
Kecerdasan diantaranya yaitu kecerdasan umum (kemampuan intelektual), kecerdasan
majemuk, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual.
Bakat terbagi menjadi bakat sekolah (scholastic aptitude) dan bakat dalam pekerjaan
(vocational aptitude).
1. Potensi Fisik
Potensi fisik berkaitan dengan kondisi dan kesehatan tubuh, ketahanan dan kekuatan
tubuh, serta kecakapan motorik (Desmita,2014:53). Ada di antara individu yang
memiliki potensi fisik yang luar biasa, mampu membuat gerakan fisik yang efektif
dan efisien serta memiliki kekuatan fisik yang tangguh. Menurut Gardner

(Sukmadinata, 2007:95) individu yang memiliki kecerdasan kinestetis, berbakat
dalam bidang fisik mampu mempelajari olah raga dengan cepat dan selalu
menunjukkan permainan yang baik atau individu yang berbakat dalam seni tari
mampu menguasai gerakan-gerakan yang indah dan lentur.

2. Potensi Psikologis
a. Kecerdasan
1) Potensi Kecerdasan Umum
Kecerdasan umum (general intelligence) atau kemampuan intelektual merupakan
kemampuan mental umum yang mendasari kemampuannya untuk mengatasi
kerumitan kognitif (Gunawan, 2006:218) . Kemampuan umum dikaitkan dengan
kemampuan untuk pemecahan masalah, berpikir abstrak, keahlian dalam
pembelajaran. Menurut Sukmadinata (2007:256) seseorang yang memiliki
kecerdasan yang tinggi maka memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengenal,
menerima,

dan

memahami


pengetahuan,

menganalisa,

mengevaluasi,

dan

memecahkan masalah, membaca, menulis, serta mengingat fakta. Inteligensi atau
kemampuan intelektual merupakan potensi bawaan (potential ability) yang
dikaitkan dengan keberhasilan peserta didik dalam bidang akademik di sekolah.
2) Kecerdasan Majemuk
Menurut Gardner (Sukmadinata, 2011:95) tingkat inteligensi atau IQ bukan
satu-satunya kecerdasan yang dapat meramalkan kesuksesan, akan tetapi ada
kecerdasan dalam spektrum yang lebih luas yaitu kecerdasan majemuk (multiple
intelligentce) . Dalam diri anak terdapat berbagai potensi atau kecerdasan majemuk.
Menurut Gardner setiap anak memiliki kecenderungan dari delapan kecerdasan,
meskipun memiliki tingkat penguasaan yang berbeda.
1) Kecerdasan bahasa (verbal-linguistic intelligence), kecakapan berpikir melalui
kata-kata, menggunakan bahasa untuk menyatakan dan memaknai arti yang

kompleks (penulis, ahli bahasa, sastrawan, jurnalis, orator, penyiar adalah
orang-orang yang memiliki inteligensi linguistik yang tinggi.
2) Kecerdasan matematika – logis (logical-mathematical intelligence), kecakapan
untuk menghitung, mengkuantitatif, merumuskan proposisi dan hipotesis, serta
memecahkan perhitungan-perhitungan matematis yang kompleks (para ilmuwan,
ahli matematis, akuntan, insinyur, pemrogram komputer).
3) Kecerdasan spasial–visual (visual-spatial intelligence), kecakapan berpikir dalam
ruang tiga dimensi (pilot, nakhoda, astronot, pelukis, arsitek, dll.)

4) Kecerdasan kinestetis atau gerakan fisik (kinesthetic intelligence). Kecakapan
melakukan gerakan dan keterampilan-kecekatan fisik (olahragawan, penari,
pencipta tari, perajin profesional, dokter bedah).
5) Kecerdasan musik (musical intelligence). Kecakapan untuk menghasilkan dan
menghargai musik, sensitivitas terhadap melodi, ritme, nada, tangga nada,
(komposer, musisi, kritikus musik, penyanyi, pengamat musik).
6) Kecerdasan hubungan sosial (interpersonal intelligence). Kecakapan memahami
dan merespon serta berinteraksi dengan orang lain secara efektif (guru, konselor,
pekerja sosial, aktor, pimpinan masyarakat, politikus)
7) Kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intelligence). Kecakapan mengenali dan
memahami diri serta menata diri sendiri secara efektif (agamawan, psikolog,

psikiater, filsuf).
8) Kecerdasan naturalis adalah kecakapan manusia untuk mengenali tanaman,
hewan dan bagian lain dari alam semesta (petani, ahli botani, arkeolog, antropolog,
ahli ekologi, ahli tanah,atau pecinta lingkungan).
Dalam pandangan Gardner tidak ada manusia bodoh, terutama jika individu
diberikan rangsangan yang tepat. Setiap peserta didik memiliki tingkat kecerdasan
yang berbeda-beda dari 8 kecerdasan majemuk.
3) Kecerdasan Emosi
Konsep kecerdasan emosi semakin popular dan meluas serta menyadarkan
masyarakat tentang pentingnya kecerdasan emosi dalam mencapai keberhasilan, hal
itu terjadi setelah Goleman menerbitkan buku Emotional Intelligence tahun 1995.
Kecerdasan emosi memiliki peran yang penting dalam pendidikan, maupun dunia
kerja bahkan ke semua bidang kehidupan yang melibatkan hubungan antar manusia.
Menurut Goleman (1997:57) setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda dalam
wilayah kecerdasan emosi, misalnya beberapa orang amat terampil dalam menangani
kecemasan

sendiri

tetapi


sulit

mengatasi

rasa

marah.

Kecerdasan

emosi

dikembangkan melalui proses belajar.
4) Kecerdasan Spiritual
Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan fitrah sebagai hambaNya
untuk beribadah kepadaNya. Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian ahli
psikologi/syaraf Michael Persinger dan V.S.Ramachandran ahli syaraf dari universitas
California yang


menemukan eksistensi God-Spot dalam otak manusia. Pada God-spot itulah terdapat
fitrah manusia yang terdalam. Danah Zohar dan Ian Marshal adalah penggagas
pertama mengenai konsep kecerdasan spiritual (SQ). Materi kecerdasan spiritual akan
dibahas pada materi khusus (Agustian, 2001).
b. Bakat
Bakat merupakan kecakapan dasar atau suatu potensi yang merupakan pembawaan
untuk memperoleh suatu pengetahuan atau keterampilan pada bidang tertentu. Setiap
individu memiliki bakat hanya berbeda baik dalam derajat maupun jenisnya. Bakat
dapat dikelompokkan menjadi bakat bilangan, bakat bahasa, bakat tilikan ruang,
tilikan hubungan sosial, dan bakat gerak motoris (Makmun, 2009:55). Pembagian
jenis bakat mungkin dikaitkan dengan bidang studi atau bakat sekolah (scholastic
aptitude) atau bidang pekerjaan (vocational aptitude). Bakat sekolah berkaitan dengan
kemampuan penguasaan ilmu, penguasaan mata pelajaran, seperti bakat matematika,
bahasa, fisika, sejarah, IPS, olah raga, musik, menggambar dan keterampilan. Bakat
pekerjaan berkaitan dengan penguasaan bidang pekerjaan seperti bidang teknik,
pertanian, dan ekonomi.
c. Kreativitas
Kreativitas memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Dengan kreativitas
individu dapat mencapai keberhasilan dan kebahagiaan. Orang kreatif adalah orang
yang unggul, mereka terus belajar dan membuat kreasi. Banyak karya-karya besar

baik dalam bidang seni lukis, seni musik, ilmu pengetahuan dan teknologi, lahir dari
orang-orang kreatif. Setiap orang memiliki potensi kreatif meskipun dalam derajat
yang berbeda. Seperti halnya potensi yang lain bakat kreatif dikembangkan melalui
interaksinya dengan lingkungan
.
Menurut DePorter (2001:293) orang kreatif selalu ingin tahu, suka mencoba, senang
bermain, intuitif, dan setiap orang mempunyai potensi untuk menjadi orang kreatif
seperti itu. Orang kreatif menggunakan pengetahuan yang kita semua memilikinya
dan membuat lompatan yang memungkinkan mereka memandang segala sesuatu
dengan cara-cara baru. Hal itu merupakan cara berpikir lateral.

C. Mengembangkan Potensi peserta didik
1.

Pengembangan Pengetahuan pada Usia Belajar
Pengembangan pengetahuan terhadap anak dimulai sejak usia belajar, menurut

Neisser (1976) ada tiga alasan mengapa harus dimulai pada masa dini.
Pertama; pengetahuan awal, memungkinkan pendidikan, orang tua dan guru
memberikan pengetahuan padanya sesuai tingkat kemampuan kondisi anak, namun

demikian perkembangan psikologis anak diperhatikan, Menurut J.Byl, Aristoteles,
dan Kretshmer (dalam Sujanto, 1980;69) bahwa anak siap untuk belajar dan mendapat
pengetahuan dimulai pada usia 7 tahun (disebut masa intelek). Pada usia ini sang-anak
sudah siap diisi dan dibekali dengan pengetahuan.
Kedua; anak memiliki keyakinan, kepercayaan, yang semu, dalam arti kata ia
butuh bimbingan rohani dan mental pada usia belajar orang tua dan guru mendapat
kesempatan yang banyak memantapkan keyakinan dan kepercayaan anak untuk
mengisi dan membekali dengan pengetahuan, manakala ia sudah dewasa, ia telah
mendapat keyakinan, kepercayaan yang sangat sukar untuk diubah oleh seorang
pendidik, baik orang tua maupun guru di sekolah.
Ketiga;

anak

memiliki

banyak

pengharapan

terhadap

sesuatu,

pengharapan-pengharapan pada diri anak memungkingkan untuk dilakukan,
diciptakan melalui pengetahuan yang diberikan kepadanya. Kita dapat memberi
contoh, tauladan yang banyak kepada anak, yang pada akhirnya dia dapat menemui
pengharapannya, namun pengharapan itu dibekali dengan motivasi ekstinsik
disamping motivasi intrinsic yang telah ada pada diri sang anak.
2.

Menyeimbangkan antara Intellegensi dan Emosi
Bukanlah menjadi jaminan bagi seseorang yang memikili intellegensi yang

tinggi akan dapat berkembang tanpa memiliki kecakapan emosional yang tinggi.
Akan tetapi bagi seseorang yang memiliki intellegensi yang tinggi belum tentu
memiliki kecakapan emosional yang tinggi pula.Anak yang berbakat adalah anak
yang memiliki intellegensi yang tinggi dan kecakapan emosional yang tinggi, mereka
kelak menjadi orang yang mampu berbuat, berkarya, aktif, kreatif, dan mandiri.
Kemampuan otak seseorang membutuhkan latihan terus menerus, ia ibarat
sebilah pisau dari besi yang bagus, bila tidak diasah di atas gerinda ia tidak akan tajam.
Pengasahannya tidak dilakukan sekali saja akan tetapi berkali-kali dilakukan. Otak

perlu selalu diasah dengan berfikir, seperti menganalisa, memecahkan masalah,
berhitung, berdiskusi, bermain catur, mengisi teka teki silang, dan lain sebagainnya.
D. Peranan Guru dalam Mengembangkan Potensi Peserta Didik.
Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 39 ayat (2) menyebutkan pendidik merupakan tenaga profesional yang
bertugas merencanakan dan melaksankan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian
dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Sedangkan dalam pasal 32 ayat (1) disebutkan bahwa pendidik khusus merupakan
pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, sosial dan/atau memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa.
Dalam pembelajaran guru sebagai pendidik berinteraksi dengan peserta didik
yang mempunyai potensi beragam. Untuk itu pembelajaran hendaknya lebih
diarahkan kepada proses belajar kreatif dengan menggunakan proses berpikir
divergen (proses berpikir ke macam-macam arah dan menghasilkan banyak alternatif
pnyelesaian) maupun proses berpikir konvergen (proses berpikir mencari jawaban
tungal yang paling tepat).
Dalam konteks ini guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator dari pada
pengarah yang menentukan segala-galanya bagi peserta didik. Sebagai fasilitator guru
lebih banyak mendorong peserta didik (motivator) untuk mengembangkan inisiatif
dalam

menjajagi

tugas-tugas

baru.

Guru

harus

lebih

terbuka

menerima

gagasan-gagasan peserta didik dan lebih berusaha menghilangkan ketakutan dan
kecemasan peserta didik yang menghambat pemikiran dan pemecahan masalah secara
kreatif.
E. Prinsip-Prinsip Pengembangan Diri
Beberapa prinsip hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan diri antara lain
sebagai berikut :
a. Pengembangan diri dimulai dari diri kita sendiri, dengan keinginan atau kemauan
(willingness) untuk berupaya untuk melakukan tugas-tugas atau pekerjaan sebaik
mungkin, mencoba mengatasi kesulitan pekerjaan, dan sebagainya.

b. Setelah kita mempunyai keinginan tersebut, selanjutnya kita perlu pemahaman
tentang belum optimumnya hasil kerja kita, sehingga menimbulkan ketidakpuasan
serta keinginan ingin meningkatkannya.
c. Setelah kita mendiagnosis diri kita sendiri, kita dapat membuat beberapa alternatif
dalam rangka pengembangan diri kita, yakni ke arah mana kita akan mengembangkan
diri.
d. Setelah menentukan target-target pengembangan diri, kita mulai mencari sumber
belajar untuk pengembangan diri tersebut.
e. Mulai

melaksanakan

program

pengembangan

diri,

yakni

melakukan

aktivitas-aktivitas dalam rangka pengembangan diri yang telah ditargetkan tersebut.
f. Akhirnya, apabila program atau kegiatan pengembangan diri telah dilaksanakan,
perlu pemantauan dan evaluasi, untuk mengetahui sejauh mana kita telah mencapai
tujuan pengembangan diri yang telah direncanakan tersebut.
F. Faktor-Faktor Yang Menghambat peran guru dalam pengembangan potensi
siswa
Faktor-faktor yang mempengaruhi potensi, sehingga terdapat perbedaan
intelegensi seseorang dengan yang lain ialah:
1. Pembawaan, Pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan cirri yang dibawah
sejak lahir. Batas kesangupan kita yakni dapat tidaknya memecahkan suatu
soal, pertama ditentukan oleh pembawaan kita. Kematangan, tiap organ dalam
tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik
maupun non fisik) dapat dikatakan telah matang jika telah mencapai
kesangupan menjalangkan fungsinya masing-masing. Anak tidak dapat
memecahkan soal-soal tertentu karena soal-soal itu masih terlampau sukar
baginya.Organ-organ tubuhnya dan fungsi-fungsi jiwanya masih belum matang
untuk mengenai soal itu dan kematangan erat hubungannya dengan umur.
2. Pembentukan, pembentukan ialah segala keadaan diluar diri seseorang yang
mempengaruhi perkembangan intelegensi. Dapat kita bedakan pembentukan
sengaja seperti yang dilakukan disekolah-sekolah) dan pembentukan tidak
sengaja (pengaruh alam sekitar)
3. Minat dan pembawaan yang khas, Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu
tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia
terdapat dorongan – dorongan(motif-motif) yang mendorong manusia untuk

berinteraksi dengan dunia luar. Motif menggunakan dan menyelidiki dunia luar
(manipulate and exploring motivasi) dari manipulasi dan eksplorasi yang
dilakukan terhadap dunia luar itu, lama kelamaan timbulah minat terhadap
sesuatu, apa yang mereka minat seseorang mendorongnya untuk berbuat lebih
giat dan lebih baik
1. Kebebasan, kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih
metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah.
Manusia mempunyai kebebasan memilih metode juga bebas dalam
memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya. Dengan adanya kebebasan
ini berarti bahwa minat itu tidak selamanya menjadi syarat dalam
pembentukan intelegensi. (Dalyono, 2007.)
Sedangkan untuk membangkitkan motivasi belajar siswa, menurut E.
Mulyasa (2003) perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Bahwa siswa akan belajar lebih giat apabila topik yang dipelajarinya
menarik dan berguna bagi dirinya;
2. Tujuan pembelajaran harus disusun dengan jelas dan diinformasikan
kepada siswa sehingga mereka mengetahui tujuan belajar yang hendak
dicapai. Siswa juga dilibatkan dalam penyusunan tersebut;
3. Siswa harus selalu diberitahu tentang hasil belajarnya;
4. Pemberian pujian dan hadiah lebih baik daripada hukuman, namun
sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan;
5. Manfaatkan sikap-sikap, cita-cita dan rasa ingin tahu siswa;
6. Usahakan untuk memperhatikan perbedaan individual siswa, seperti :
perbedaan kemampuan, latar belakang dan sikap terhadap sekolah atau
subyek tertentu;
7. Usahakan

untuk

memenuhi

kebutuhan

siswa

dengan

jalan

memperhatikan kondisi fisiknya, rasa aman, menunjukkan bahwa guru
peduli terhadap mereka, mengatur pengalaman belajar sedemikian rupa
sehingga

siswa

mengarahkan

memperoleh

pengalaman

kepuasan

belajar

kearah

dan

penghargaan,

keberhasilan,

mencapai prestasi dan mempunyai kepercayaan diri.

serta

sehingga

G. Tahap-tahap Perkembangan Peserta Didik
Menurut Piaget sejak lahir peserta didik mengalami tahap-tahap perkembangan
Kognitif. Setiap tahapan perkembangan kognitif tersebut mempunyai karakteristik
yang berbeda-beda. Perkembangan peserta didik sesuai dengan tugas-tugas
perkembangannya baik dalam aspek kognitif maupun aspek non kognitif, melalui
tahap-tahap sebagai berikut :
1. Perkembangan kemampuan peserta didik usia sampai 5 tahun (TK).
Pada usia ini, anak (peserta didik) berada dalam periode “praoperasional” yang
dalam menyelesaikan persoalan, ditempuh melalui tindakan nyata dengan jalan
memanipulasi benda atau objek yang bersangkutan. Peserta didik belum mampu
menyelesaikan persoalan melalui cara berpikir logik sistematik. Kemampuan
mengolah informasi dari lingkungan belum cukup tinggi untuk dapat menghasilkan
tranformasi yang tepat. Demikian juga perkembangan moral peserta didik masih
berada pada tingkatan moralitas yang baku.
Peserta didik belum sampai pada pemilihan kaidah moral sendiri secara naral.
Perkembangan nilai dan sikap sangat dipengaruhi oleh situasi yang berlaku dalam
keluarga. Nilai-nilai yang berlaku dalam keluarga akan diadopsi oleh peserta didik
melalui proses imitasi dan identifikasi. Keterkaitan peserta didik dengan suasana dan
lingkungan keluarga sangat besar.
2.

Perkembangan Kemampuan peserta didik usia 6-12 tahun (SD).
Pada usia ini peserta didik dalam periode operasional konkrit yang dalam

menyelesaikan masalah sudah mulai ditempuh dengan berpikir, tidak lagi terlalu
terikat pada keadaan nyata. Kemampuan mengolah informasi lingkungan sudah
berkembang sehingga ransformasi yang dihasilakan sudah lebih sesuai dengan
kenyataan.
Demikian juga perkembangan moral anak sudah mulai beralih pada tingkatan
moralitas yang fleksibel dalam rangka menuju ke arah pemilihan kaidah moral sendiri
secara nalar. Perkembangan moral perserta didik masa ini sangata dipengaruhi oleh
kematangan intelektual dan interaksi dengan lingkungannya. Dorongan untuk keluar
dari lingkungan rumah dan masuk ke dalam kelompok sebaya mulai nampak dan
semakin berkembang. Pertumbuhan fisik mendorong peserta didik untuk memasuki
permainan yangmembutuhkan otot kuat.
3. Perkembangan kemampuan peserta didik usia 13-15 tahun (SLTP).

Pada usia ini peserta didik memasuki masa remaja, periodeformal operasional
yang dalam perkembangan cara berpikir mulai meningkat ke taraf lebih tinggi, abstrak
dan rumit. Cara berpikir yang bersifat rasional, sistematik dan eksploratif mulai
berkembang pada tahap ini. Kecendrungan berpikir mereka mulai terarah pada hal-hal
yang bersifat hipotesis, pada masa yang akan datang, dan pada hal-hal yang bersifat
abstrak.

Kemampuan

berkembang.

mengolah

informasi

dari lingkungan

sudah semakin

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Peserta didik adalah individu unik yang mempunyai eksistensi, yang memiliki
jiwa sendiri, serta mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal
sesuai dengan iramanya masing-masing yang khas. Peserta didik bagaikan aneka
macam bunga elok di taman sari yang indah. Mereka memiliki pesonanya
masing-masing sehingga tidak bisa diseragamkan begitu saja atau dipangkas sama
rata. Mereka sunguh memerlukan perlakuan khusus dan individual selain sekedar
perlakuan kolektifikasi.
B. SARAN
Untuk para pengajar yang dimasa dewasa ini kurang mengerti dan kurang
memperhatikan potensi belajar siswa, hingga terkadang ada beberapa cara atau model
pembelajaran yang membuat siswa sulit menyerap materi, hendaknya dengan makalah
ini para pengajar dapat mengerti.

DAFTAR PUSTAKA
Notoatmodjo, soekidjo. (2009). Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Rineka Cipta
Yuniarsih, tjutju. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: CV. Alfabeta
Reni Akbar, dkk. (2001). Keberbakatan Intelektual. Jakarta : Grasindo

Kamaluddin, Laode. (1993). Pengembangan Pendidikan Nilai SebagaiUpaya
Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia.Maklah Seminar Nasional: Jakarta
Hilton Convenntion Centre.