SUMBER HUKUM TATA NEGARA. docx

MAKALAH HUKUM TATA NEGARA

SUMBER HUKUM TATA NEGARA

Nama
NIM
Mata Kuliah
Rombel

:
:
:
:

BAGAS BIMO SETO
8111416037
Hukum Tata Negara
06

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG

2017

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hukum Tata Negara adalah seperangkat aturan hukum (baik tertulis maupun tidak
tertulis) yang mengatur struktur umum organisasi negara, alat-alat perlengkapan negara,
hubungan tata kerja dan kewenangan antar lembaga negara termasuk dengan pemerintahan
lokal serta kedudukan warga negara dan hak asasinya.
Para ahli hukum yang menggunakan istilah Constitutional Law berpandangan bahwa
dalam Hukum Tata Negara unsur konstitusi lebih menonjol; Sedangkan mereka yang
menggunakan istilah State Law berpandangan bahwa Hukum Negara-nyalah yang lebih
penting.

1.2 Rumusan Masalah
a. Apa pengertian sumber hukum ?
b. Apa saja sumber hukum tata negara ?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui apa pengertian sumber hukum.
b. Mengetahui apa saja sumber hukum tata negara.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sumber Hukum
Sumber hukum (soure of law)mempunyai banyak arti, tergantung dari sudut mana
orang melihatnya. Bagi ahli sejarah tentu memiliki pengertian yang berbeda dengan
pengertian sumber hukum yang dibuat oleh ahli sosiologi, bagi ahli ekonomi tentu saja akan
memiliki perngertian yang berbeda dengan ahli hukum. Bagi ahli ekonomi, tentu saja faktorfactor dan sudut pandang ekonomi akan lebih banyak mempengaruhi pemikiran mengenai
sumber hukum, sedangkan bagi ahli sosiologi, kenyataan sosial (masyarakat) adalah sumber
hukum itu sendiri. Jadi untuk mengetahui sumber hukum itu, terlebih dahulu harus ditentukan
dari sudut pandang mana sumber hukum itu dilihat.

C.S.T. Kansil (1986 : 34) mengartikan sumber hukum sebagai ”segala apa saja yang
menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturanaturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata. Sumber hukum bisa
dilihat dari faktor yang mempengaruhinya atau dilihat dari bentuknya. Pada umumnya yang
dimaksud dengan sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat mrenimbulkan aturan
hukum serta tempat diketemukannya aturan hukum (S.F Marbun dan Mahfud MD, 2000 ;
21). Dengan demikian ada dua macam sumber hukum, yaitu sumber hukum formil dan
sumber hukum materiil.
1. Sember Hukum Materiil

Sumber hukum materiil adalah sumber hukum yang menentukan isi/materi hukum,
dalam arti segala hal yang seharusnya menjadi bahan pertimbangan pembentuk hukum atau
Undang – Undang terhadap materi/isi hukum itu sendiri. Dari mana materi hukum itu berasal,
maka disitulah sumber hukum materiil itu. Sumber hukum materiil meliputi sumber historis,
sumber filosofis dan sumber sosiologis – antropologis (S.F Marbun dan Mahfud MD, 2000;
22).
Sumber hukum historis dapat berupa sejarah hukum atau sejarah lainnya (lain dari
pada sejarah tentang hukum, misalnya dalam studi perkembangan hukum). Dari sudut
pandang sejarah ada dua jenis sumber hukum yaitu : 1) Undang – Undang dan sistem hukum
tertulis yang berlaku pada masa lampau disuatu tempat, 2) Dokumen – dokumen dan surat
keterangan lain dari masa lalu (dengan dokumen tersebut dapat diperoleh gambaran tentang
hukum yang berlaku masa itu). Sumber hukum dari sudut historik ini yang paling relevan
adalah undang – undang dan sistem hukum tertulis, karena itulah hukum yang benar – benar
berlaku. Sedangkan dokumen – dokumen dan surat – surat hanya bersifat mengenalkan
aturan hukum (S.F Marbun dan Mahfud MD, 2000 ; 22).
Sumber hukum sosiologis/antropologis adalah rakyat itu sendiri faktor – faktor yang
terdapat dalam masyarakat serta kenyataan sosial hukum masyarakat. Kualitas penggalian
sumber hukum sosiologis/antropologis ini akan menentukan kesesuaian antara aturan hukum
dengan apa yang diinginkan oleh masyarakat, apakah aturan hukum yang dibuat sesuai
dengan apa yang dirasakan sebagai hukum oleh masyarakat. Aturan hukum yang responsif

terhadap kenyataan sosial (masyarakat), maka aturan tersebut akan menjelma menjadi hukum
yang benar – benar hidup (living law) dan terpelihara, dan bukan hukum yang tidur (sliping
law), karena hanya tertulis di dalam kertas (law in book). Dapat juga dikatakan bahwa dari

sudut sosiologis/antropologis adalah faktor – faktor dalam masyarakat yang ikut menentukan
hukum positif, meliputi pandangan atau faktor – faktor politik, ekonomis, pandangan agamis,
psikologis, hubungan Internasional dan lain sebagainya.
Sumber hukum filosofis adalah sumber hukum dilihat dari faktor – faktor filsafatnya/falsafah kehidupan yang dianut oleh suatu bangsa. Sumber hukum filosofi dimaksudkan agar
penguasa yang berwenang dalam menentukan hukum positif memperhatikan faktor – faktor
filosofis (Sumbodo, 1988 ; 54). Terdapat dua masalah penting yang dapat menjadi sumber
hukum. Dua masalah tersebut adalah, 1) ukuran untuk menentukan bahwa sesuatu itu bersifat
adil atau tidak, 2) faktor yang mempengaruhi seorang mau tunduk pada hukum (S.F Marbun
dan Mahfud MD, 2000; 23). Apa yang dirasakan masyarakat sebagai keadilan, apa yang
diyakini sebagai nilai – nilai kebenaran dan kebaikan, termasuk juga mengapa rakyat sebagai
adresat hukum mau taat dan patuh pada hukum adalah termasuk faktor – faktor filosofis yang
wajib diperhatikan oleh pembentuk hukum. Dalam arti yang demikian, maka terdapat
hubungan yang erat antara sumber hukum dalam arti sosiologis dan filosofis.
Sebagai falsafah hidup bangsa, dasar dan ideology negara, Pancasila adalah
merupakan sumber hukum dalam arti materiil yang harus menjiwai setiap produk hukum di
Indonesia. Dalam UU No.10 Tahun 2004, Pancasila disebut sebagai sumber dari segala

sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan Undang – Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi
negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara sehingga setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang – undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai – nilai yang
terkandung dalam Pancasila (Penjelasan Pasal 2 UU N0.10 Tahun 2004).
2. Sumber Hukum Formil
Sumber hukum dalam arti formil adalah hukum yang dikenal bentuknya. Karena
bentuknya itu menyebabkan hukum berlaku umum, diketahui dan ditaati (E. Utrecht dalam
Moh. Kusnardi dan Harmaily, 1988 ; 55). Sumber hukum tersebut berasal dari aturan – aturan
hukum yang sudah mempunyai bentuk sebagai pernyataan berlakunya hukum. Pengertian
Utrecht tersebut melihat sumber hukum dari bentuknya.
Sumber hukum formal adalah yang terpenting, karena disitulah akan diketemukan
hukum yang berlaku sekarang (hukum positif). Baru ketika ia menganggap perlu akan asal
muasal hukum itu, ia akan memperhatikan sumber hukum dalam arti materiil. Berbeda

dengan sumber hukum materiil yang penggaliannya memerlukan pengkajian yang relatif
mendalam, makan dalam sumber hukum formil tidak begitu sulit, karena bentuk – bentuknya
telah dituangkan dalam penerbitan atau dokumen – dokumen resi negara, misalnya dalam
Lembaran Negara, Berita Negara atau arsip – arsip putusan Pengadilan (Moh. Kusnardi dan
Harmaily, 1988 ; 45).

B. Sumber Hukum Tata Negara
1. Undang – Undang Dasar dan Peraturan Perundang – Undangan
Sumber hukum formil dalam Hukum Tata Negara Indonesia tidak hanya terbatas
pada sumber hukum tertulis saja, ada pula yang tidak tertulis namun terpelihara dalam
praktek ketatanegaraan. Pertama – tama sumber hukum formil Hukum Tata Negara dapat
dilihat pada UUD 1945. Dalam UU No.10 Tahun 2004, UUD 1945 disebut sebagai Hukum
Dasar dalam peraturan perundang-undangan. Dari UUD inilah kemudian mengalir peraturan–
peraturan pelaksanaan yang bersusun secara hierarkhis.
Undang – Undang Dasar merupakan konstitusi yang tertulis, disampingnya juga
terdapat konstitusi yang tidak tertulis. Jimly Assidiqie (2006 ; 167) membedakan antara
(i) pengertian konstitusi dalam arti textual/tertulis (textually written constitutional rules),
(ii) norma konstitusi dalam pikiran warga negara, dan (iii) norma konstitusi dalam perilaku
setiap warga negara. Indonesia pernah memiliki beberapa UUD yang berbeda, yaitu : UUD
1945 (periode I), Konstitusi RIS 1949, UUDS 1950, UUD 1945 (periode II/UUD Dekrit
Presiden 5 Juli 1959), dan UUD 1945 (versi III/versi perubahan i - iv). Naskah terakhir yang
diubah tahun 2002, diberi dengan nama resmi UUD NRI Tahun1945, dimana terdiri dari 5
dokumen, yaitu : Naskah UUD 1945 Dekrit Presiden 5 Juli 1959, ditambah 4 naskah
lampiran, naskah UUD 1945 Perubahan ke - I (1999), Perubahan ke – II (2000), Perubahan
ke – III (2001) dan naskah Perubahan ke – IV (2002).
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah sumber

hukum pertama dalam Hukum Tata Negara Indonesia, hal ini disebabkan, karena UUD 1945
adalah hukum dasar tertulis yang mengatur masalah kenegaraan, membentuk bangunan
negara Indonesia, disamping itu UUD 1945 merupakan hukum dasar bagi pengembangan
(pembentukan) peraturan perundang – undangan dibawah Undang – Undang Dasar.

2. Kebiasaan Ketatanegaraan (Konvensi)
Dalam ilmu ketatanegaraan dikenal pula apa yang disebut sebagai konvensi
ketatanegaraan. Konvensi merupakan sumber huku yang tidak tertulis. Ia hidup dan
dijalankan secara berulang ulang dalam praktek ketatanegaraan tanpa adanya penolakan dari

rakyat. Konvensi ini mempunyai kekuatan yang sama seperti undang – undang, karena
diterima dan dijalankan. Bahkan seringkali kebiasaan ketatanegaraan ini dapat menggeser
peraturan – peraturan hukum yang tertulis. Berapapun pentingnya konvensi – konvensi itu
berlaku dalam kehidupan ketatanegaraan, namum oleh karena ia bukan hukum, maka
pelanggaran yang terjadi terhadap konvensi tersebut tidak mempunyai sanksi hukum.
Kebiasaan akan menjadi hukum, manakala ia diberi sanksi. Contoh konvensi di Indonesia
adalah keluarnya Maklumat Wakil Presiden RI No.X Tanggal 16 Oktober 1945 dan
Maklumat Pemerintah Tanggal 14 Nopember 1945 yang telah membawa Indonesia kedalam
sistem parlementer.
3. Traktat (Perjanjian)

Sumber hukum formil yang lain adalah traktat atau perjanjian internasional. Selain
sebagai sumber hukum formil, traktat juga merupakan sumber hukum materiil. Meskipun
traktat termasuk dalam bidang hukum internasional, akan tetapi sepanjang traktat atau
perjanjian tersebut menentukan segi hukum ketatanegaraan yang hidup bagi masing – masing
negara, maka ia adalah sumber hukum formil Hukum Tata Negara. Bentuknya tidak selalu
tertulis karena mungkin terjadi perjanjian tersebut hanya diadakan dengan pertukaran nota.
Contoh traktat yang merupakan sumber Hukum Tata Negara adalah perjanjian dwi
kewarganegaraan antara Indonesia dan China. Perjanjian tersebut adalah sumber Hukum Tata
Negara karena mengatur tentang kewarganegaraan, dimana hukum kewarganegaraan adalah
termasuk kajian dari Hukum Tata Negara.
4. Yurisprudensi/Putusan Hakim Sebagai Sumber Hukum Tata Negara
Yurisprudensi adalah putusan hakim terdahulu yang dapat digunakan oleh hakim
selanjutnya untuk memutus suatu perkara dimana dari dua perkara tersebut terdapat
kemiripan atau keserupaan kasus. Yurisprudensi dapat menjadi sumber Hukum Tata Negara
manakala putusan tersebut menyangkut Hukum Tata Negara. Di Indonesia Putusan
Mahkamah Konstitusi dapat menjadi sumber Hukum Tata Negara. Seorang Hakim dalam
memeriksa suatu sengketa dapat terjadi perkara yang diperiksa sudah ada aturan hukum in
abstraktonya, sehingga hakim tinggal menetapkan hukum in abstrakto tersebut dalam bentuk
putusan (in concerto), atau dapat pula aturan in abstrakto belum ada, sehingga kreatifitas
hakim dalam menggali hukum khususnya Hukum Ketatanegaraan sangat diperlukan agar

dihasilkan putusan yang bermutu.
Tidak semua putusan pengadilan dapat menjadi yurisprudensi. Dipersyaratkan bahwa
putusan tersenut harus i) Putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, ii) Dinilai baik
dalam arti mengandung nilai keadilan, iii) Putusan tersebut berulang beberapa kali, iv) Norma
didalam putusan tidak terdapat dalam peraturan tertulis, kalaupun ada tidak begitu jelas

putusan tersebut memenuhi syarat sebagai yurisprudensi dan direkomendasikan oleh tim
eksaminasi yang dibentuk MA dan MK (Jimly A, 2006 ; 177).
5. Doktrin Ilmu Hukum
Doktrin adalah pendapat para ahli hukum (yang ternama) mengenai hukum, dari
pendapat tersebut kemudian lahirlah teori – teori hukum. Doktrin dapat berlaku sebagai
hukum formal apabila diterima oleh masyarakat, sebaliknya apabila doktrin tersebut sudah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan, maka ia tidak berlaku lagi sebagai sumber hukum
tanpa dilakukan pencabutan. Doktrin atau pandangan ahli hukum itu memiliki otoritas dan
kredibilitas sehingga dapat dijadikan rujukan yang mengikat dalam membuat keputusan
hukum.
Dalam kenyataannya, banyak terjadi pendapat para ahli hukum ikut memberikan
pengaruh dalam pengambilan putusan Hakim. Dalam dasar putusan Hakim, tidak jarang
terlihat, seorang hakim mendasarkan putusannya pada pendapat seorang atau beberapa pakar
hukum. Pada kondisi yang demikian itu, maka doktrin dapat menjelma menjadi bentuk

sumber hukum yang lain, yaitu “Yurisprudensi”. Dengan perubahan bentuk tersebut, maka
kekuatan hukumnya pun menjadi lebih kuat, tidak lagi hanya tergantung pada penerimaan
masyarakat.

Daftar Pustaka
Jimly, Asshiddiqie. 2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta, Konstitusi Press
Martitah. 2014, Hukum Tata Negara Suatu Pengantar, Semarang, Fakultas Hukum