Laporan Akhir Limnologi Baru INdonesia

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM LIMNOLOGI

PERIKANAN-C
KELOMPOK 2

NAMA ANGGOTA KELOMPOK :
Wahyu Budi Sentosa
230110150158
Mohammad Rizki Akbar 230110150161
Fadhiilah
230110150170
Saepudin
230110150177
Diaz Dwi lintang
230110150184
Sri Astuti Prasetia
230110150189
Muthia N Putri
230110150197
Rifaldi
230110150206


UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2015

KATA PENGANTAR

Syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang dengan rahmat dan
hidayahNya. Kami dapat melaksanakan dan menyusun laporan akhir praktikum
limnologi. Atas dukungan moral serta materi yang telah diberikan dalam
penyusunan makalah ini, maka kami mengucapkan banyak terimakasih kepada
Bapak dosen yakni Bapak Henhen dan asisten praktikum limnologi yang telah
membimbing kami untuk menyelesaikan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami telah berusaha dengan segenap
kemampuan kami, sebagai pemula tentunya masih banyak kekurangan dan
kesalahan. Demi kesempurnaan laporan ini kami mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun. Kritikan dan saran sangat kami butuhkan agar laporan
ini menjadi lebih baik dan digunakan sebagaimana mestinya.

Dengan selesainya makalah ini saya mengharapkan akan dapat
memberikan pengetahuan tambahan tentang pemahaman materi tentang Dasardasar manajemen khususnya bagi saya dan umumnya bagi teman-teman. Semoga
karya ilmiah yang saya buat ini dapat menambah pengetahuan bagi kita semua.
Akhir kata semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis
mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi kita semua yang membacanya walaupun laporan ini masih jauh
dari kesempurnaan

Jatinangor, Mei 2016

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

i

DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL


v

DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN

vii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Praktikum
1.2 Manfaat Praktikum
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keadaan Umum Lokasi Praktikum
a. Ciparanje
b. Cekdam
c. Expendca

2.2 Transparansi Cahaya di Perairan
2.3 Karbondioksida Perairan
2.4 pH Perairan

2.5 Alkalinitas Perairan
2.6 Oksigen Terlarut (DO) Perairan
2.7 Oksigen Biokimia (BOD) Perairan
2.8 Total Ammonia ( NH4-N) Perairan
2.9 Ammonia Undissosited ( NH3-N) Perairan
2.10 Fotosintesis dan Respirasi di Perairan
2.11 Produktivitas Primer Perairan ( Net Primary Produktivity)
BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Praktikum
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1

Alat yang Digunakan

3.2.2

Bahan yang Digunakan

3.3 Prosedur Kerja
3.4 Analisa Data

3.4.1

Transparansi Cahaya di Perairan

3.4.2

Karbondioksida Perairan

3.4.3

pH Perairan

3.4.4

Alkalinitas Perairan

3.4.5

Oksigen Terlarut (DO) Perairan


3.4.6

Oksigen Biokimia (BOD) Perairan

3.4.7

Total Ammonia ( NH4-N) Perairan

3.4.8

Produktivitas Primer Perairan ( Net Primary Produktivity)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1

Data Kelompok

a. Transparansi Cahaya di Perairan
b. Karbondioksida Perairan

c. pH Perairan
d. Alkalinitas Perairan
e. Oksigen Terlarut (DO) Perairan
f.

Oksigen Biokimia (BOD) Perairan

g. Total Ammonia ( NH4-N) Perairan
h. Produktivitas Primer Perairan ( Net Primary Produktivity)
4.1.2

Data Angkatan

a. Transparansi Cahaya di Perairan
b. Karbondioksida Perairan
c. pH Perairan
d. Alkalinitas Perairan
e. Oksigen Terlarut (DO) Perairan
f. Oksigen Biokimia (BOD) Perairan
g. Total Ammonia ( NH4-N) Perairan

h. Produktivitas Primer Perairan ( Net Primary Produktivity)

4.2 Pembahasan
4.2.1

Transparansi Cahaya di Perairan

4.2.2

Karbondioksida Perairan

4.2.3

pH Perairan

4.2.4

Alkalinitas Perairan

4.2.5


Oksigen Terlarut (DO) Perairan

4.2.6

Oksigen Biokimia (BOD) Perairan

4.2.7

Total Ammonia ( NH4-N) Perairan

4.2.8

Produktivitas Primer Perairan ( Net Primary Produktivity)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA


DAFTAR TABEL
Tabel 1-8 Data Kelompok
Tabel 1. Transparansi Cahaya di Perairan
Tabel 2. Karbondioksida Perairan
Tabel 3. pH Perairan
Tabel 4. Alkalinitas Perairan
Tabel 5. Oksigen Terlarut (DO) Perairan
Tabel 6. Oksigen Biokimia (BOD) Perairan
Tabel 7. Total Ammonia ( NH4-N) Perairan
Tabel 8. Produktivitas Primer Perairan ( Net Primary Produktivity)
Tabel 9-16 Data Angkatan
Tabel 9. Transparansi Cahaya di Perairan
Tabel 10. Karbondioksida Perairan
Tabel 11. pH Perairan
Tabel 12. Alkalinitas Perairan
Tabel 13. Oksigen Terlarut (DO) Perairan
Tabel 14. Oksigen Biokimia (BOD) Perairan
Tabel 15. Total Ammonia ( NH4-N) Perairan
Tabel 16. Produktivitas Primer Perairan ( Net Primary Produktivity)


DAFTAR GAMBAR

Grafik 1-8 Data Kelompok
Grafik 1. Transparansi Cahaya di Perairan
Grafik 2. Karbondioksida Perairan
Grafik 3. pH Perairan
Grafik 4. Alkalinitas Perairan
Grafik 5. Oksigen Terlarut (DO) Perairan
Grafik 6. Oksigen Biokimia (BOD) Perairan
Grafik 7. Total Ammonia ( NH4-N) Perairan
Grafik 8. Produktivitas Primer Perairan ( Net Primary Produktivity)
Grafik 9-16 Data Angkatan
Grafik 9. Transparansi Cahaya di Perairan
Grafik 10. Karbondioksida Perairan
Grafik 11. pH Perairan
Grafik 12. Alkalinitas Perairan
Grafik 13. Oksigen Terlarut (DO) Perairan
Grafik 14. Oksigen Biokimia (BOD) Perairan
Grafik 15. Total Ammonia ( NH4-N) Perairan
Grafik 16. Produktivitas Primer Perairan ( Net Primary Produktivity)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN PRAKTIKUM KE-1
LAMPIRAN PRAKTIKUM KE-2
LAMPIRAN PRAKTIKUM KE-3
LAMPIRAN PRAKTIKUM KE-4
LAMPIRAN PRAKTIKUM KE-5

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Limnologi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang sifat struktur perairan daratan yang meliputi mata air, sungai, danau,
kolam, dan rawa-rawa, baik yang berupa air tawar maupun air payau. Selain
itu, dikenal oseanologi yang mempelajari tentang ekosistem laut. Lomnologi
dan oseanologi merupakan cabang ilmu ekologi yang khusus mempelajari
tentang sistem perairan yang terdapat di permukaan bumi (Barus, 2001).
Limnologi (dari bahasa Inggris: limnology, dari bahasa Yunani: lymne,
“danau”, dan logos, “pengetahuan”) merupakan padanan bagi biologi perairan
darat, terutama perairan tawar. Lingkup kajiannya kadang-kadang mencakup
juga perairan payau (estuaria). Limnologi merupakan kajian menyeluruh
mengenai kehidupan di perairan darat, sehingga digolongkan sebagai bagian
dari ekologi. Dalam bidang perikanan, limnologi dipelajari sebagai dasar bagi
budidaya perairan (akuakultura) darat.
Istilah Limnologi pertama kali digunakan oleh seorang ilmuwan
berkebangsaan Swiss (François Alfonse Forel) pada tahun 1892 yang
mendefinisikan limnologi sebagai cabang ilmu yang mempelajari komponen
biotik di perairan darat permukaan yang bersifat menggenang atau lentik.
Tahun 1966, Dussart melengkapi definisi tersebut menjadi cabang ilmu yang
mempelajari seluruh fenomena dan saling interaksi antar komponen biotik
dan abiotik yang terjadi di dalamnya, baik pada ekosistem perairan darat
permukaan yang tergenang (lentik) maupun pada perairan darat permukaan
yang mengalir (lotik).
Dalam aspeknya limnologi mempelajari tentang segi kimawi perairan,
misalnya derajat keasaman (pH), fisik perairan contohnya bentuk perairan
dan pembagia zona perairan, dan biologi perairan misalnya kehidupan
organisme perairan antara lain, plankton, bentos, nekton dan tumbuhan air.

Dalam praktikum limnologi ini praktikan akan mempelajari tentang
kualitas kimia air di kolam Ciparanje, Cekdam dan Expedca.
1.2 Tujuan Praktikum
1. Praktikan diharapkan bisa menganalisis kualitas air di kolam Ciparanje,
Cekdam dan Expedca dengan menggunakan parameter kimia dan
parameter fisika
2. Praktikan diharapkan bisa menggunakan alat-alat yang akan di
praktikumkan dengan baik dan benar
3. Praktikan diharapkan bisa menghitung, dan

memahami hasil yang di

dapat setelah praktikum selesai
1.3 Manfaat Praktikum
1. Praktikan bisa mengetahui kualitas air yang ada di kolam Ciparanje,
Cekdam, dan Expedca
2. Praktikan bisa menggunakan alat-alat praktikum dengan baik dan benar
serta teliti
3. Praktikan bisa mengerti cara menghitung DO, BOD dll dengan benar

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Parameter Fisik
2.1.1 Suhu
Suhu adalah suatu sifat fisika perairan yang secara langsung dipengaruhi
oleh adanya radiasi dan perambatan kedalam peraoran. Suhu air mempunyai
pengaruh yang sangat besar terhadap proses kimiawi dan biologis dalam suatu
perairan. Suhu air yang optimal didaerah tropis biasaanya berkisar 25°C-35°C.
Suhu air yang ideal adalah perbedaan antara siang dan malam tidak lebih dari 5°C,
yaitu antara 25° sampai 30°C.
Suhu air juga mempengaruhi pertukaran zat-zat atau metabolisme dari
mahluk hidup dan semakin tinggi suhu suhu, maka semakin sedikit Oksigen yang
terlarut didalamnya. Karena suhu air mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap proses kimiawi dalam perairan. Suhu juga menyebabkan stratifikasi atau
tingkat pelapisan air dimana suhu air dipermukaan lebih panas dibandingkan suhu
air yang berada dilapisan bawahnya.
Oksigen yang berkurang berdampak pada aktivitas ikan berkurang atau
berhenti karena nafsu makannya berhenti. Makanan akan tersisa dan berdampak
pada meningkatnya akumulasi ammoniak di air. Suhu juga berpengaruh terhadap
munculnya serangan penyakit dan jumlah ikan yang terkena penyakit. Secara
umum imun sistem dari ikan akan optimum pada suhu 15 oC.
Pada kegiatan budidaya yang dilakukan di tambak atau di bak-bak
pemeliharaan. Maka yang perlu mendapat perhatian adalah kedalaman dan
volume air. Permasalahan muncul ketika kedalaman tambak kurang dari 80 cm,
volume air di tambak sedikit sehingga suhu air akan lebih tinggi dibanding suhu
air tambak yang lebih dalam dan volume lebih besar. Disamping itu, ketika
plankton tidak tumbuh dengan baik, cahaya matahari akan masuk ke dalam air
tanpa ada penghalang, akibatnya akan meningkatkan suhu air.
Besar kecilnya suhu dapat dibedakan terhadap letak atau wilayah pada
perairan, yakini :

1. Suhu air di wiliayah lintang tinggi
Suhu perairan dilapisan permukaan diwilayah lintang tinggi cenderung
sangat rendah (< -1°C) dan semakin meningkat hingga mencapai 1°C pada lapisan
kedalaman tertentu. Setelah mencapai puncaknya, suhu menurun hingga dasar
perairan.
2. Suhu air diwilayah lintang rendah
Suhu perairan dilapisan permukaan diwilayah lintang rendah cenderung
lebih tinggi (> 24°C) dan semakin menurun hingga 4°C pada wilayah lapisan
perairan dalam. Setelah mencapai puncaknya suhu menurun hingga wilayah dasar
perairan dalam.
3. Suhu air diwilayah lintang tengah
Suhu perairan dilapisan permukaan diwilayah lintang tengah cenderung
lebih tinggi (sekitar 10°C) dan sem akin menurun hingga 4°C hingga wilayah
lapisan dasar laut dalam.
Suhu diukur dengan menggunakan thermometer, dimana menggunakan
satuan unit °C.
Gambar 1. Termometer

2.1.1 Kecerahan
Kecerahan perairan berkaitan dengan kekeruhan perairan. Kecerahan yang
rendah disebabkan karena kekeruhan yang tinggi. Tingkat kecerahan suatu
perairan tergantung pada partikel-partikel koloid dan bahan-bahan tersuspensi
yang terkandung pada partikel-partikel koloid dan bahan-bahan tersuspensi yang

terkandung diperairan.
Kecerahan air yang baik untuk kehidupan organisme perairan berkisar
antara 30 sampai 60 Cm. Kecerahan perairan berkaitan dengan kekeruhan
perairan, mkecerahan yang rendah disebabkan oleh kekeruhan yang tinggi.
Tingkat kecerahan suatu perairan tergantung pada partikel-partrikel koloid dan
padatan tersuspensi yang terkandung dalam perairan. Padatan tersebut berupa
lumpur, bahan organik, plankton, dan zat-zat garam, dimana tingkat kecerahan
suatu perairan tersebut menunjukkan tingkat kedalaman perairan.
Tingkat kecerahan menyatakan tingkat cahaya yang diteruskan ke dalam
kolom air dan dinyatakan dalam persentase (%), dari beberapa panjang
gelombang yang ada yang jatuh agak lurus pada permukaan air.
Pengukuran tingkat kecerahan air menggunakan ‘Secchidisc’.

Gambar 2. Secchi Disc dan Cara Pengukurannya
2.1.3 Kedalaman
Batimetti (dari bahasa Yunani, Barus, berarti kedalam dan ukuran) adalah
ilmu yang mempelejari kedalaman dibawah air dan studi tentang tiga dimensi
lantai samudera atau danau.Kedalaman merupakan parameter yang penting dalam
memecahkan masalah teknik berbagai pesisir seperti erosi.Pertambahan stabilitas
garis pantai, pelabuhan dan kontraksi pelabuhan, evaluasi, penyimpangan pasang

surut, pergerakan pemeliharaan, rute navigasi. Kedalaman akan mempengaruhi
kelimpahan makro zoobenthoss, dan juga mempengaruhi penyebaran suhu pada
perairan. Pedalaman perairan yang baik dan normal untuk kehidupan organisme
aquatik berkisar antara 1,5-2 meter. Bukan hanya itu, kedalaman perairan juga
mempengaruhi jumlah dan jenis jasad renik dalam suatu perairan.
Faktor yang mempengaruhi kedalaman perairan menurut Ariana bathmetri
adalah ukuran tinggi rendahnya dasar laut. Perubahan kondisi hidrografi
diwilayah perairan laut dan pantai disamping disebabkan oleh fenomena
perubahan penggunaan lahan diwilayah tersebut dan proses-proses yang terjadi
diwilayah hulu sungai. Terbawahnya berbagai material partikel dan kandungan
oleh aliran sungai semakin mempercepat proses pendangkalan diperairan pantai.
Kedalaman perairan sangat berpengaruh terhadap kualitas air pada lokasi
tersebut. Lokasi yang dangkal akan lebih mudah terjadinya pengadukan dasar
akibat dari pengaruh gelombang yang pada akhirnya kedalaman perairan lebih
dari dari 3 meter dari pengaruh gelombang yang pada akhirnya kedalaman
perairan lebih dari dasar jaring.
2.2 Parameter Kimiawi
2.2.1 Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman adalah suatu ukuran dari konsentrasi ion hidrogen,
yangh menunjukan suasana asam atau basah. Derajat keasaman merupakan
indikator baik buruknya lingkungan air, sehingga angka pH ini digunakan untuk
memperoleh gambaran tentang daya produksi potensial air. Skala pH berkisar
antara 0 sampai 14, pH 7 adalah bersifat netral artinya air tersebut tidak bersifat
asam dan tidak basa. Apabila nilai pH dibawah 7, berarti air tersebut bersifat
asam. Dan juga apabila pH diatas 7, maka air terrsebut bersifat basa.
Perairan yang produktif dan ideal bagi kehidupan hewan benthos perairan
yang memiliki derajat keasaman (pH) air berkisar 6,5-6,8. Nilai pH di atas 9.2
atau kurang dari 4.8 bisa membunuh ikan dan pH di atas 10.8 dan kurang dari 5.0
akan berakibat fatal bagi ikan-ikan jenis tilapia. Air dengan pH rendah terjadi di
daerah tanah yang bergambut. Nilai pH yang tinggi terjadi di perairan dengan

kandungan alga tinggi, dimana proses photosinthesis membutuhkan banyak CO2.
pH akan meningkat hingga 9.0-10.0 atau lebih tinggi jika bikarbonat di serap dari
air (Svobodova, at al, 1993). Untuk melawan kondisi pH yang rendah atau tinggi
ikan akan memproduksi lendir di kulitnya dan di bagian dalam insang. Nilai pH
juga mempunyai pengaruh yang signifikan pada kandungan ammonia, H 2S, HCN,
dan logam berat pada ikan. Pada pH rendah akan meningkatkan potensi untuk
kelarutan logam berat. Peningkatan nilai pH hingga 1 angka akan meningkatkan
nilai konsentrasi ammonia di dalam air hingga 10 kali lipat dari semula.
Stabilisasi pH dipengaruhi oleh aktivitas respirasi dan photosintesis.Respirasi
akan menurunkan pH, dan sebaliknya fotosintesis menaikan nilai pH.
Tabel 1. Hubungan pH Dengan Dengan Sistem Perairan
Rang pH

Dampak diperairan
 Alga berkembang

9.0-10.0

 NH3 dominan dan beracun
 Proses nitrifikasi oleh bakteri terhambat
 Kalsium karbonat dan logam mengendap
 Kondisi normal air laut

8.0-9.0

 Racun NH3 menjadi masalah
 Optimal untuk proses nitrifikasi
 Kondisi normal rawa-rawa dan estuari

7.0-8.0

 Ion ammonium (NH4+) dominan, ammonia sedikit beracun
 Proses nitrifikasi agak terhambat
 Kondisirawapayau
 Ion ammonium (NH4+) dominan, ammonia sedikit beracun

6.0-7.0

 Proses nitrifikasi terhambat
 Nitrit beracun

 Batuan dan logam terlarut
Penanganan terhadap perubahan pH di dalam kolom air media budidaya
bisa dilakukan. Kondisi pH yang menurun akibat adanya hujan bisa dilakukan
dengan melakukan pengapuran dengan menggunakan kapur atau dolomit degan
dosis 100 - 200 kg/ha (Adhikari, 2003). Sebaliknya bila pH tinggi bisa dilakukan

dengan melakukan pergantian air. Pengukuran biasanya menggunakan alat yang
dinamakan pH-meter. Tetapi, dapat juga menggunakan kertas lakmus.

Gambar 3. Alat Ukur Keasaman
2.2.2 Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut adalah jumlah miligram mol Oksigen per liter atau
konsentrasi kelarutan O2 dalam air. Kandungan oksigen terlarut dalam air sangat
penting bagi kehidupan dan penyebaran hewan dan tumbuhan air yang hidup
didalamnya. Kandungan oksigen rendah hanya didominasi oleh beberapa spesies
saja. Spesies-spesies tertentu dan kelompok makrozoobenthos mempunyi tingkat
penyesuaian yang berbeda terhdap oksigen terlarut dan ada kelompok spesies
yang dapat bertahan dalam kurun waktu yang terbatas, yaitu bila konsentrasi
oksigen terlarut mencapai 1 mg/l.
DO adalah jumlah oksigen yang terlarut di dalam air. Maksimum oksigen
yang terlarut di dalam air dikenal dengan “oksigen jenuh”. Oksigen masuk ke
dalam air ketika permukaan air bergolak dan berasal dari proses photosinthesis.
Peningkatan salinitas dan suhu air akan menurunkan tingkat oksigen jenuh di
dalm air. Air yang mengandung oksigen jenuh cukup untuk mendukung
kehidupan organisme air, tetapi oksigen akan cepat habis bila organisma/ikan
ditebar dalam jumlah yang padat.Tingkat oksigen terlarut dipengaruhi oleh suhu,
salinitas dan ketinggian dari permukaan laut (dpl). Salinitas, suhu, dan ketinggian

dpl meningkat maka oksigen terlarut akan menurun. Oksigen terlarut di air laut
lebih rendah dibanding dengan air tawar.
Faktor biologi yang mempengaruhi jumlah oksigen terlarut di dalam air
adalah proses respirasi dan fotosintesis. Respirasi mengurangi oksigen di dalam
air sedangkan fotosintesis menambah oksigen ke dalam air. Dari sisi lain oksigen
terlarut akan berkurang akibat organisme aerobik yang menghancurkan bahan
organik di dalam air dan oleh proses respirasi berbagai organisme yang ada di
dalam air.

Tabel 2. Hubungan Antara Suhu Dan Salinitas Air Terhadap Oksigen
Terlarut

Oksigen terlarut biasanya diukur dengan menggunakan DO-meter. Dimana
alat ini terbagi menjadi dua, yakni DO-meter manual, dan DO-meter digital

.
Gambar 4. DO-meter

2.2.3 Salinitas
Salintas merupakan salah satu parameter lingkungan yang mempengaruhi
proses biologi dan secara langsung akan mempengaruhi laju pertumbuhan dan
kehidupan organisme antara lain uyaitu mempengaruhi laju pertembuhan, jumlah
makanan yang dikonsumsi, nilai konversi makanan, daya kelangsungan hidup.
Salinitas adalah ukuran jumlah garam yang terlarut di dalam air. Garam di
laut adalah ada dalam bentuk NaCl. Secara umum jenis Crustacea tidak sensitif
terhadap perubahan salinitas hingga 5 ppt (Malone & Burden, 1988). Suhu sangat
mempengaruhi kondisi salinitas perairan, semakin tinggi suhu akan berdampak
pada tingginya salinitas.

Proses evaporasi akibat suhu yang meningkat akan

meningkatkan salinitas walaupun lambat, seperti pada sistem resirkulasi budidaya
soft shell (Malone & Burden, 1988), dan sistem resirkulasi pendederan kerapu
macan (Udi Putra, et al. 2007a; 2007b).
Organisme perairan yang mempunyai teloransi salinitas sempit dikenal
dengan stenohaline seperti ikan-ikan yang hidup di air tawar, sebaliknya dikenal
dengan euryhaline seperti ikan-ikan laut, dan estuaria. Seperti udang mampu
hidup dengan baik pada kisaran salinitas 0.5 – 40 ppt. uk mengatasi masalah
tersebut adalah dengan melakukan penambahan air tawar atau penambahan air
laut.
Salinitas dipengaruhi oleh beberapa hal, yakni :
1. Pola sirkulasi air,
2. Penguapan,
3. Curah hujan, dan
4. Aliran air.

Tabel 3. Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Salinitas

Tingkatan salinitas dapat diukur dengan menggunakan alat refraktometer.
2.2.4 Gas Nitrogen, Amonia, Karbon Dioksida (CO2) Dan Nitrat
A. Gas Nitrogen
Nitrogen yang terlarut di dalam air terdapat dalam 5 bentuk yakni gas
nitrogen (N2), nitrogen organik, ammonia, nitrit, dan nitrat (Malone & Burden,
1988). Istilah organik nitrogen berkaitan dengan jumlah nitrogen di dalam bahan
organik yang terlarutkan atau tersuspensi di dalam air (Malone & Burden, 1988).
Ammonia, nitrit dan nitrat merupakan produk kimia yang dihasilkan oleh
organisma dan bakteri melalui proses biologi. Ammonia dan nitrit adalah dua
bentuk nitrogen yang mempunyai daya racun yang tinggi bagi ikan, tapi
sebaliknya bagi nitrat.
B. Amonia
Ammonia berasal dari kandungan nitrogen yang bersumber dari limbah
rumah tangga ataupun industri. Di lain pihak bisa berasal dari sisa pakan dan sisa
feses (sisa metabolisme protein oleh ikan) yang dihasilkan ikan itu sendiri dan
bahan organik lainnya. Hampir 85% nitrogen pakan untuk udang dikonversi
menjadi ammonia (Svobodova, at al, 1993). Ammonia di dalam air ada dalam
bentuk molekul (non disosiasi/unionisasi) ada dalam bentuk NH3 dan ada dalam
bentuk ion ammonia (disosiasi) dalam bentuk NH4+. Kedua bentuk ammonia
tersebut sangat bergantung pada kondisi pH dan suhu air.
Dinding sel tidak dapat ditembus oleh ion ammonia (NH4+), akan tetapi
ammonia (NH3) akan mudah didifusi melewati jaringan jika konsentrasinya tinggi

dan berpotensi menjadi racun bagi tubuh ikan. Sehingga kondisi normal ada
dalam kondisi asam seimbang pada hubungan air dengan jaringan. Jika
keseimbangan dirubah, seperti nilai pH di salah satu bagian turun akan
mengudang terjadinya penambahan molekul ammonia (Svobodova, at al, 1993).
Tingkat racun dari ammonia selain karena faktor pH dan ammonia juga
dipengaruhi oleh kandungan oksigen di dalam air (Gambar 1) (Tabel 4). Air
dengan nilai pH rendah maka yang dominan adalah ammonium (NH4+),
sebaliknya bila nilai pH tinggi yang dominan adalah ammonia (NH3). Ammonia
adalah bentuk yang paling beracun dari ammonia.
Pengukurankadarammonia:
1. metodespektrofotometri
2 . testkit(alattescepat)
C. Karbondioksida (CO2)
Karbondioksida yang ideal untuk kehidupan adalah berkisar 10 sampai 20
mg/l. Sumber utama CO2 diperairan adalah proses perombaklan lahan organik
mati oleh mikroorganisme pengurai dan proses respirasi hewan serta tumbuhtumbuhan air yang tenggelam pada waktu malam hari.
Karbondioksida terlarut di dalam air dalam bentuk melekul gas. Kelarutan
CO2 diperoleh dari aktivitas respirasi mikroorganisme dan photosyntesis
phytoplankton. Hanya 10% dalam bentuk asam karbonat (H 2CO3). Ada dua
bentuk CO2 yang kemudian membentuk CO2 bebas. Bentuk ion, penjerapan CO2
terepresentasikan oleh ion bikarbonat, dan karbonat (HCO3- dan CO32-).
Keberadaannya sangat penting sebagai buffer di dalam air. Jumlah CO 2 yang ada
dipermukaan air hanya sedikit dan bervariasi karena sangat berkaitan dengan
proses photosynthesis tumbuhan air dan phytoplankton. Pada bagian permukaan
air mempunyai kandungan CO2 yang rendah dibanding pada strata rendah. Jika
CO2 bebas dipermukaan dipakai untuk photosynthesis maka pH meningkat hingga
8.3, dan di dalam air dengan bikarbonat sedang bisa mencapai 10. dan akan terus
meningkat pada waktu-waktu dimana intensitas cahaya cahaya kuat.
Air dengan

oksigen rendah, CO2 tinggi, dimana pertukaran gas pada

permukaan respirator terbatas, ikan akan meningkatkan peredaran udara, ikan
akan nampak gelisah, kurang keseimbangan dan bisa mati. Karena konsenrasi CO2
yang tinggi akan mengurangi kemampuan ikan/udang mengekstraksi oksigen dari
air dan akan mengurangi tingkat teloransinya terhadap rendahnya kandungan
oksigen di dalam air. Efeknya ke ikan adalah akan meningkatkan konsentasi CO 2
di dalam darah, yang akan mendorong menurunnya pH darah yang akan berperan
pada menurunnya kemampuan darah mengikat oksigen dan memasukannya ke
dalam jaringan.
Munculnya masalah akibat CO2 terjadi karena banyaknya CO2 bebas di
dalam

air

akibat

penggunaan

CO2

untuk

proses

photosynthesis

oleh

phytoplankton. Konsentrasi CO2 bebas kurang dari 1 mg/L bepengaruh pada
keseimbangan asam di dalam jaringan dan darah ikan dan menyebabkan alkalosis.
Kekurangan CO2 bebas khususnya berbahaya bagi anak-anak ikan jenis tilapia
yang baru melewati bentuk pakan endogenous dan eksogenous. Mereka
melakukan respirasi menggunakan permukaan tubuhnya dan tidak dapat mengatur
keseimbangan asam dengan insangnya. Tekanan rendah CO2 bebas di dalam air
menimbulkan tingginya tingkat difusi CO2 dari tubuhnya, menimbulkan alkalosis
dan akhirnya mati. Pemberian aerasi adalah tindakan efektif untuk mengatasi
kelebihan C
D. Nitrit dan Nitrat
Nitrit dan nitrat ada di dalam air sebagai hasil dari oksidasi. Nitrit
merupakan hasil oksidasi dari ammonia dengan bantuan bakteri Nitrisomonas dan
Nitrat hasil dari oksidasi Nitrit dengan bantuan bakteri Nitrobacter. Keduanya
selalu ada dalam konsentrasi yang rendah karena tidak stabil akibat proses
oksidasi dan sangat tergantung pada keberadaan bahan yang dioksidasi dan
bakteri. Kedua bakteri tersebut akan optimal melakukan proses nitrifikasi pada pH
7.0-7.3. Hampir tidak ada nitrat yang masuk di tanah karena proses pencucian dan
penggunan pupuk.
Tingkat racun dari Nitrit sangat bergantung pada kondisi internal dan
eksternal ikan seperti, spesies, umur ikan, dan kualitas air. Ion nitrit masuk ke

dalam ikan dengan bantuan sel Klorida insang. Di dalam darah nitrit akan bersatu
dengan haemoglobin, yang berakibat pada peningkatan methaemoglobin. Ini akan
mengurangi kemampuan transportasi oksigen dalam darah. Peningkatan
methaemoglobin akan terlihat pada perubahan warna ingsang menjadi coklat
begitu juga warna darah. Jika jumlah methaemoglobon tidak lebih dari 50% dari
total haemoglobin, ikan akan tetap hidup, tapi bila melebihi hingga 70-80%
gerakannya akan melamban. Bila terus meningkat maka ikan akan kehilangan
kemampuan untuk bergerak dan tidak akan merespon terhadap stimulan. Akan
tetapi kondisi tersebut akan bisa kembali normal karena eritrosit di dalam darah
terdapat enzim reduktase yang mampu mengkonversi methaemoglobin menjadi
haemoglobin. Proses konversi akan berlangsung hingga menghabiskan waktu 2448 jam. Ini terjadi bila kemudian ikan ditempatkan pada air yang terbebas dari
nitrit.
2.3 Produktivitas Primer
Produktivitas primer menggambarkan jumlah pembentukan bahan organik
baru per satuan waktu. Senyawa organik yang baru akan terbentuk melalui proses
fotosintesis. Kegiatan fotosintesis di perairan waduk dilakukan oleh fitoplankton
dan tanaman air (Boyd 1979). Produktivitas primer ini sering dinyatakan dalam
mg C/m3/jam atau mg C/m3/hari untuk satuan volume air dan mg C/m2/jam atau
mg C/m2/hari satuan luas kolom air. Menurut Suwigyo (1983) produktivitas
primer dapat dipakai untuk menentukan keseburan suatu perairan. Klasifikasi
tingkat kesuburan tersebut adalah: 0-200 mg C/m3/hari termasuk oligotrofik, 200750 mg C/m3/hari termasuk mesotrofik dan lebih dari 750 mg C/m3/hari
termasuk eutrofik (Triyatmo dkk 1997).
Produktivitas primer dapat diartikan sebagai kandungan bahan-bahan
organik yang dihasilkan dari proses fotosintesis oleh organisme berklorofil dan
mampu mendukung aktivitas biologi di perairan tersebut. Produktivitas primer
dapat diketahui nilainya dengan cara mengukur perubahan kandungan DO yang
dihasilkan dari proses fotosintesis. Produksi oksigen dapat menjadi dasar

pengukuran adanya kesetaraan yang kuat antara O2 dan pangan yang dihasilkan
(Odum 1970).
Produktivitas primer dalam bentuk plankton dianggap salah satu unsur
yang penting pada salah satu mata rantai perairan. Plankton-plankton yang ada
dalam perairan akan sangat berguna dalam menunjang sumberdaya ikan, terutama
dari golongan konsumen primer. Densitas dan diversitas fitoplankton dalam
perairan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tersebut. Densitas
fitoplankton akan tinggi apabila perairan yang didiami subur (Boyd 1982).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas
primer perairan. Faktor-faktor tersebut bisa dibagi menjadi 3 yaitu faktor kimia,
fisika, dan biologi. Faktor kimia seperti kandungan fosfat dan nitrat adalah
merupakan hara yang pentong untuk pertumbuhan dan reproduksi phytoplankton.
Bila dikaitkan dengan faktor fisika dan level air maka pada level air yang rendah
dengan tersedianya sinar matahari menghasilkan produktivitas primer yang tinggi.
Disamping faktor kimia dan fisika, faktor biologi seperti perbandingan komposisi
biomassa phytoplankton dan zooplankton, memperlihatkan bahwa jumlah
individu dalam populasi phytoplankton jauh lebih besar dibandingkan dengan
jumlah individu dalam populasi zooplankton, dan karena yang melakukan
fotosintesa didalam ekosistem perairan adalah phytoplankton, ini berakibat
langsung terhadap tingginya produktivitas primer (Kaswadji 1976).
Komposisi dalam suatu perairan dipengaruhi oleh proses-proses fisika,
kimia, dan biologi yang terjadi. Air tawar berasal dari hujan atmosfer yang
mengandung bervariasi zat organik dan anorganik. Partikel-partikel tersebut
berasal dari garam-garam lautan, debu, atau emisi industri sebagai inti dari uap air
yang mengalami kondensasi menjadi awan. Hujan jatuh ke daratan menyebabkan
aliran permukaan diatas tanah dan batuan yang melarutkan bermacam-macam zat
sehingga kandungan mineral air hujan meningkat. Air mengalir mencapai kolam,
danau atau waduk, bahan partikel yang lebih besar mengendap karena gerakan
turbulensi kurang cukup untuk mensuspensi kembali (Boyd 1979).
Produktivitas primer dapat didefenisikan sebagai kandungan bahan-bahan organik
yang dihasilkan dari proses fotosintesis oleh organisme dan mampu mendukung

aktivitas biologi di perairan baik perairan tawar maupun lautan lepas.
Produktifitas primer fitoplankton merupakan suatu kondisi perairan dimana
kandungan zat-zat organik yang dapat dihasilkan oleh fitoplankton dari zat
anorganik melalui proses fotosintesis (Nybakken 1992).

BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Praktikum
Tempat
Kolam Expedca
Kolam Cekdam
Kolam Cekdam

Waktu
Kamis , 31 Maret 2016 pukul 13.00 WIB
Kamis , 14 April 2016 pukul 10.00 WIB
Kamis 21 April 2016 pukul 10.00 WIB dan

Lab. MSP Dekanat FPIK

pukul 15.00 WIB
Rabu, 11 Mei 2016 pukul 08.00 WIB

UNPAD

3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat yang Digunakan
1.

Alat- alat titrasi (biuret, erlenmayer, dan gelas ukur)

2.

Alat tulis dan penggaris (cm)

3.

BOD Incubator

4.

Botol Winkler

5.

Gelas ukur

6.

Keping Secchi (Secchi Disk)

7.

pH- meter

8.

Pipet tetes

9.

Selotip gelap dan terang

10. Spectrofotometer
11. Tabung reaksi
12. Tali rapia
13. Thermometer
14. Thermometer Hg
3.2.2 Bahan yang Digunakan
1. Larutan Indikator Phenolpthealin

2. Larutan NaOH 0,1 N
3. Larutan Indikator Mehtyl red/orange
4. Larutan HCL 0,1 N
5. Larutan pH-buffer 4,0 dan 7,0
6. Larutan Indikator Amylum 1 %
7. Larutan MnSO4 50 %
8. Larutan pereaksi O2
9. Larutan Na2S2O3 0,01 N (Larutan thiosulfat)
10. Larutan H2SO4-pekat
11. Larutan Signette
12. Larutan Nessler
13. Larutan Standard NH4-N 5 µg/l
14. Aquadest

3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Pengukuran Transparansi Cahaya
Keping Secchi

Pertama dimasukkan secara
perlahan hingga tidak
terlihat

Dilihat skala (cm) pada tali
penduga yang terendam
atau bersinggung dengan
permukaan air
Dicatat SD1

Kedua, keping Secchi
dimasukkan ke kolam dari
tidak terlihat sampe terlihat
pertama kali (skala cm)

Dicatat SD2

3.3.2 Pengukuran CO2 – bebas (Metode Titrasi Alkalimetrik)
Ditambahkan 3 tetes larutan
indikator PP (Phenolftalin)

Dititrasi dengan larutan
NaOH 0,1 N sambil di kocok

Diamati hingga terjadi
perubahan warna larutan
dari tidak berwana menjadi
merah muda

Dicatat mL larutan NaOH
yang terpakai titrasi

3.3.3 Pengukuran pH Perairan (Metode Potensiometrik)
Prosedur Pengukuran :
pH-meter

Dilakukan kalibrasi alat pHmeter dengan
menggunakan larutan pH
buffer
Probe dibilas dengan
aquadest

Dimasukkan ujung
sensor/probe pH-meter
kedalam air di lapangan

Diaktifkan saklar on pada
pH-meter

Dibaca skala/angka pH air
pada display alat, hingga
angka pada display stabil

Dicatat hasil pengamatan

3.3.4 Pengukuran Alkalinitas [ Ca( HCO3 )2 ] (Metode Titrasi Asidimetrik)
Prosedur Pengukuran :
Labu Erlenmeyer

Ditambahkan 50 ml air
sampel kolam Cekdam

Ditambahkan 3 tetes larutan
indikator Metil Oranye

Dititrasi dengan larutan HCl
0,1 N sambil dikocok

Diamati hingga terjadi
perubahan warna larutan
dari jingga menjadi merah
muda

Dicatat mL larutan HCl yang
terpakai titrasi

3.3.5 Pengukuran Oksigen Terlarut Perairan
Prosedur Pengukuran:
1. Menggunakan DO Meter
DO Meter

Kalibrasikan DO Meter sehingga
menunjukkan angka 0

Masukkan DO Meter ke dalam
kolam yang akan di uji

Perhatikan angka yang muncul
di dalam DO Meter tersebut

Pada saat angka tersebut diam,
catat sebagai hasil pengukuran

2. Menggunakan Metode Winkler
Botol Winkler

Diisi air sampel kolam Ciparanje
sampai penuh dan pastikan tidak
ada oksigen yang masuk pada
saat pengambilan air sampel
tersebut

Ditambahkan 1 mL MnSO4

Ditambahkan 1 mL O2 reagen 1
M lalu dikocok 10x dan
didiamkan sehingga terbentuk
endapan

Setelah terbentuk endapan,
ditambahkan 2 mLH2SO4, lalu
dikocok 10x sehingga endapan
hilang

Setelah endapan hilang, air
sampel tersebut dimasukkan ke
dalam labu erlenmeyer sebanyak
50 mL

Dititrasi beberapa tetes Na2S2O3
sampai larutan tersebut menjadi
jernih

3.3.6 Pengukuran Oksigen Biokimia (BOD) Perairan (Metode : Winkler,
Titrasi Yodometrik)
1. Pengukuran DO0
Contoh air yang di ambil dari
kolam Expedca (bagian tengah)

Saring contoh air yang di ambil
dari kolam Expedca (bagian
tengah) dengan menggunakan
kertas saring bebas abu

Dimasukkan contoh air hasil
saringan tersebut ke dalam gelas
ukur sebanyak 75 mL

Diencerkan/ditambahkan dengan
akuadest yang telah jenuh
dengan oksigen (sebelumnya
telah di aerasi) hingga mencapai
375 mL

Dihomogenkan (dikocok)

Dimasukkan contoh air hasil
pengenceran tersebut ke dalam 2
buah botol winkler hingga
penuh/ luber

Ditutup kedua botol tersebut
dengan hati-hati (jangan terjadi
gelembung udara)

Salah satu botol winkler
dianalisis kandungan oksigennya
(DO0) dengan metode
Yodometrik

Botol winkler yang kedua
disimpan di inkubator dengan
suhu 20°C, selama 5 hari

Setelah 5 hari, analisis
kandungan oksigen (D05)
dengan prosedur yang sama
2. Pengukuran DO5
Botol winkler yang disimpan di
inkubator selama 5 hari

Dibuka tutup botol tersebut, lalu
ditambahkan 1 mL larutan
MnSO4 50%

Ditambahkan 1 mL larutan O2
Reagent

Ditutup mulut botol tersebut lalu
dikocok

Biarkan hingga endapan
mengendap sempurna

Jika endapan warna putih,
pengukuran tidak dilanjutkan
karena kandungan oksigen 0,0
(nol)

Jika terjadi endapan warna
coklat, dibuka tutup botol
tersebut

Ditambahkan 2 mL larutan
H2SO4 pekat dengan hati-hati

Ditutup kembali botol Winkler
lalu dikocok

Biarkan endapan larut sempurna
hingga larutan dalam botol
Winkler menjadi bening
berwarna orange atau kuning

Dimasukkan 50 mL sampel
kedalam gelas Erlenmeyer

Ditambahkan 3 tetes larutan
amylum 1%

Dititrasi dengan larutan
thiosulfat (Na2S2O3) 0,01 N
hingga larutan berubah warna
dari biru menjadi jernih

Dicatat larutan thiosulfat yang
terpakai (mL)

3.3.7 Pengukuran Total Ammonia (NH4-N) Perairan
Prosedur Pengukuran :
1. Pengukuran total ammonia
Air yang di ambil dari kolam
Cekdam (bagian tengah)

Saring contoh air tersebut
dengan menggunakan kertas
saring whatman(bebas abu) ke
dalam labu Erlenmeyer
sebanyak 100 mL

Diambil sebanyak 25 mL contoh
air yang telah disaring dengan
menggunakan pipet volume
(bulb pipet)

Dimasukkan ke dalam tabung
reaksi

Ditambahkan 1 mL larutan
Signette

Dikocok dan biarkan 3 menit

Ditambahkan 0,5 mL larutan
Nessler dengan mengguakan
pipet volume (bulb pipet)

Dikocok dan biarkan 3 menit

Dimasukkan larutan tersebut ke
dalam cool box

Dikalibrasikan alat
Spectrofotometer

Dimasukkan larutan tersebut dan
juga larutan standard NH4-N 5
µg/l (0,005 mg/l) ke dalam alat
Spectrofotometer

Ukur absorbance kedua larutan
tersebut dengan alat
Spectrofotometer pada panjang
gelombang 425 nm

Catat absorbance dari keduanya
2. Pengukuran suhu
Masukkan termometer ke dalam
kolam yang akan diuji suhu nya

Catat angka yang ditunjukkan
oleh termometer tersebut sebagai
hasil

3. Pengukuran pH
pH-meter

Dilakukan kalibrasi alat pHmeter dengan menggunakan
larutan pH buffer

Probe dibilas dengan aquadest

Dimasukkan ujung sensor/probe
pH-meter kedalam air di
lapangan

Diaktifkan saklar on pada pHmeter

Dibaca skala/angka pH air pada
display alat, hingga angka pada
display stabil

Dicatat hasil pengamatan

3.3.8 Pengukuran Produktivitas Primer (Net Primary Productivity)
Prosedur Pengukuran :
Isi 3 buah botol Winkler (IB, DB
dan LB) dengan contoh air
hingga penuh/luber (jangan
terjadi gelembung udara)

Analisis kandungan oksigen
pada botol Winkler IB (Initial
Bottle) saat itu juga

Catat kandungan oksigen IB
(mg/l)

Inkubasi atau rendam botol DB
dan LB dalam perairan terutama
pada lokasi pengambilan contoh
air sebelumnya

Biarkan kedua botol tersebut
tergantung di lokasi
pengambilan contoh air selama 4
jam

Setelah waktu inkubasi berakhir,
analisis kandungan oksigen dari
kedua botol tersebut

Catat kandungan oksigen DB
(mg/l) dan LB (mg/l)

Hitung Produktivitas primer
bersih (Net Primary
Productivity)

3.4 Analisa Data
3.4.1 Pengukuran Kecerahan
SD1 + SD2
Rumus : SD ( m ) =
2
 Inlet
SD ( m ) =

SD1 + SD2 17+19,5
=18,25 cm=0,182 m
=
2
2

 Tengah
SD ( m ) =

SD1 + SD2
17+19,5
=18,25 cm=0,182 m
=
2
2

 Outllet
SD ( m ) =

SD1 + SD2 17,6+17
=17,3 cm=0,173 m
=
2
2

3.4.2 Pengukuran Karbondioksida Perairan
1000
Rumus : mg/l CO2 – bebas = 50 x ( ml NaOH terpakai ) ×0,1 × 44
 Inlet
1000
mg/l CO2 – bebas = 50 x 1,6 mL × 0,1× 44 = 140,8 ppm
 Tengah
1000
mg/l CO2 – bebas = 50 x 0,29 mL × 0,1× 44 = 25,52 ppm
 Outllet
1000
mg/l CO2 – bebas = 50 x 0,19 mL × 0,1× 44 = 16,72 ppm

3.4.3 Pengukuran pH Perairan
Nilai pH

: Inlet
Tengah
Outlet

= 7,85
= 7,75
= 8,01

3.4.4 Pengukuran Alkalinitas Perairan
1000
Rumus : meq/l CaCO3 – bebas = 50 x ( ml HCl terpakai ) ×0,1 ×50
Inlet
1000
meq/l CaCO3 – bebas = 50 x 1,9 mL× 0,1× 50 = 190 meq/l
Tengah
1000
meq/l CaCO3 – bebas = 50 x 2,3 mL× 0,1× 50 = 230 meq/l
Outlet
1000
meq/l CaCO3 – bebas = 50 x 1,6 mL × 0,1× 50 = 160 meq/l
3.4.5 Pengukuran Oksigen Terlarut Perairan
8000× ml Na 2 S2 O 3 terpakai × Normalita Na 2 S 2 O 3
( V −2 )
Rumus :mg/l O2=
50 × V
Keterangan :
V = 150 ml
Normalitas Na2S2O3= 0,02 M
Inlet
mg/l O2=

8000× 1,4 ml × 0,02 M
224
( 150−2 )
= 49,4 = 4,53 mg/l O2
50× 150

Tengah
8000× 1,8 ml ×0,02 M
288
( 150−2 )
mg/l O2 =
= 49,4 = 5,83 mg/l O2
50× 150
Outllet
8000× 2 ml ×0,02 M
320
( 150−2 )
mg/l O2=
= 49,4 = 6,48 mg/l O2
50 × 150

3.4.6 Pengukuran Oksigen Biokimia (BOD) Perairan
Rumus :
8000× ml Na 2 S2 O 3 terpakai × Normalita Na 2 S 2 O 3
( V −2 )
DO0atau DO5 =
50 × V
Kadar BOD5(mg/l) = DO0(mg/l) – DO5 (mg/l) x “Pengenceran”
Keterangan :
Normalitas Na2S2O3

= 0,01 N

V

= 150 ml

Pengenceran
=5
8000× 4,78 mL × 0,01 N
( 150−2 )
 DO0=
= 7,75 mg/l
50 ×
V
8000× 0 mL × 0,01 N
( 150−2 )
 DO5=
= 0 mg/l
50 × V
 Kadar BOD5(mg/l) = 7,75 (mg/l) – 0 (mg/l) x 5 = 38,75 mg/l
3.4.7 Pengukuran Total Ammonia (NH4-N) Perairan
Rumus

:

1000 |contoh|
Total Ammonia (NH4 – N) (mg/l) = 25 × |standar| ×5 μg /l
Keterangan

:

5 μg/l= 0,005 mg/l


pH

= 7,75

Suhu = 29°C

Total Ammonia (NH4 – N)


Inlet

1000 0,087
5
Total Ammonia (NH4 – N) (mg/l) = 25 × 0,007 × 1000 mg/l

= 2,485 mg/l



Tengah

1000 0,044
5
Total Ammonia (NH4 – N) (mg/l) = 25 × 0,006 × 1000 mg/l
= 1,466 mg/l


Outlet

1000 0,086
5
Total Ammonia (NH4 – N) (mg/l) = 25 × 0,002 × 1000 mg/ l
= 8,6 mg/l
3.4.8 Pengukuran Produktivitas Primer (Net Primary Productivity)
Rumus :
Respirasi

= IB – DB

Gross Primary Productivity (Fotosintesis)

= LB – DB

Net Primari Productivity

= (LB – DB) – (IB – DB)

Keterangan :
IB (Initial Bottle)

= Oksigen terlarut (mg/l) awal/sebelum inkubasi

DB (Dark Bottle)

= Oksigen terlarut (mg/l) pada botol gelap setelah

Inkubasi dalam perairan
LB (Light Bottle)

= Oksigen terlarut (mg/l) pada botol terang setelah

Inkubasi dalam perairan
 Nilai IB

= 6,94 mg/l

 Nilai DB = 9,4 mg/l
 Nilai LB = 7,71 mg/l
 Respirasi
IB – DB

= 6,94 - 9,4 = -2,46 mg/l

 Gross Primary Productivity
LB – DB

= 7,71 - 9,4 = -1,69 mg/l

 Net Primary Productivity
(LB – DB) – (IB – DB) = (-1,69) – (-2,46) = 0,77 mg/l

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Data Kelompok
a. Transparansi Cahaya
Waktu : 21 April 2015, pukul 11.15 WIB
Tabel.1
Lokasi
Kolam Cekdam
Inlet

Perhitungan
Transparansi Cahaya
0,425 m

Tengah

0,54m

Outlet

0,5045m

Grafik 1. Perhitungan Tranparansi Cahaya

Perhitungan Cahaya (m)
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0

Inlet

Tengah

Outlet

b. Karbondioksida Perairan
Waktu : 21 April 2015, pukul 11.26 WIB.
Tabel.2
Lokasi

Pengukuran CO2 ppm

Kolam Cekdam
Inlet

140,8

Tengah

25,52

Outlet

16,72

Grafik 2. Perhitungan Karbondioksida Perairan
Pengukuran CO2 ppm
160
140
120
100
80
60
40
20
0

Inlet

Tengah

Outlet

c. pH Perairan
Waktu : 21 April 2015, pukul 11.25 WIB
Tabel.3
Lokasi

Perhitungan Nilai pH

Kolam Cekdam
Inlet

7,85

Tengah

7,75

Outlet

8,01

Grafik 3. Pengukuran pH Air (Metode Potensiometrik)
Perhitungan Nilai PH
8.05
8
7.95
7.9
7.85
7.8
7.75
7.7
7.65
7.6

Inlet

Tengah

Outlet

d. Alkalinitas Perairan
Waktu : 21 April 2015, pukul 11.40 WIB.
Tabel.4
Lokasi
Kolam Cekdam
Inlet

Pengukuran Alkalinitas
meq/l
190

Tengah

230

Outlet

160

Grafik 4. Pengukuran Alkalinitas [ Ca( HCO3 )2 ] (Metode Titrasi
Asidimetrik)
Pengukuran Alkalinitas meq/l
250
200
150
100
50
0

Inlet

Tengah

e. Oksigen Terlarut Perairan
Sampel Kolam Ciparanje
Inlet
Tengah
4,53 ppm
5,83 ppm
Tabel 5

Outlet

Outlet
6,48 ppm

Grafik 5. Oksigen Terlarut Perairan
Perhitungan Oksigen Terlarut (ppm)
7
6
5
Sampel kolam
Ciparanje

4
3
2
1
0
Inlet

Tengah

Outlet

f. Biochemical Oxygen Demand (Metode : Winkler, Titrasi Yodometrik)
DO0
7,75 mg/l

DO5
0 mg/l
Tabel 6

Kadar BOD5 (mg/l)
38,75 mg/l

Grafik 6. Perhitungan DO0,DO5,BOD
HASIL DO0,DO5,BOD
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

DO0

DO5

Kadar BOD5 (mg/l)

g. Total Ammonia (NH4-N) dan Ammonia Undissosited (NH 3-N)
Perairan (Metode : Spectrofotometrik)
PH

: 7,75

Suhu : 29°C

Lokasi

Total

Pengukuran

Ammonia
Kolam Cekdam
Inlet
2,485 mg/l
Tengah
1,466 mg/l
Outlet
8,6 mg/l
Tabel. 7
Grafik 7. Total Ammonia (NH4-N) dan Ammonia Undissosited (NH3N) Perairan (Metode : Spectrofotometrik)
Total Ammonia mg/l
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

Inlet

Tengah

Outlet

h. Produktivitas Primer (Net Primary Productivity)
Lokasi
Expedca Tengah

IB

DB

LB

6,94

9,4

7,71

Hasil Pengukuran
Gross
Respirasi Primary
Productivity
-2,46
-1,69

Tabel 8.
Grafik 8. Perhitungan Produktivitas Primer

Net Primary
Productivity
0,77

Hasil Pengukuran
12
10
8
6
4
2
0
-2
-4

4.1.2

Data Angkatan

a. Transparasi Cahaya
Kelompok
A1
A2
A3
B1
B2
B3
C1
C2
C3

Lokasi
Inlet
Tengah
Outlet
Inlet
Cekdam
Tengah
Outlet
Inlet
Expedca
Tengah
Outlet
Inlet
Ciparanje Tengah
Outlet
Inlet
Cekdam
Tengah
Outlet
Inlet
Expedca
Tengah
Outlet
Inlet
Ciparanje Tengah
Outlet
Inlet
Cekdam
Tengah
Outlet
Inlet
Expedca
Tengah
Outlet
Tabel 9
Ciparanje

Grafik 9. Transparasi Cahaya

Parameter
Transparansi
Cahaya (cm)
20,84
20,03
17,17
34
30,5
46,35
42,5
54
50,4
25,5
31,1
25,5
-

Transparansi Cahaya (cm)
60
50
40
30
20
10
0

t
t
t
t
t
t
t
t
t
h
h
h
h
le
le
le
le
le
le
le
le
le
ga
ga
ga
ga
In
In
In
In
ut
ut
ut
ut
ut
n
n
n
n
O
O
O
O
O
e
je
Te dc a
Te
Te
Te dc a
a
a
nj
am m
je
je
c
c
an
e
a
a
d
n
j
n
e
a
e
r
r
d
c
d
k
m
a
n
p
d
a
ra
am xp
pa
pe ara
ed
ar
pe
ip
Ce
da
ek
E
Ex
x
x
p
pa ekd
p
k
Ci
C
i
i
C
2
E
E
p
3
C
C
1
1
Ex
C
2
Ce C 3 3
B
Ci
A
1
3
1
A
C
3
B
2
2
1
A
A
C
C
B
A
C
B
In

t
le

b. Karbondioksida Perairan
Kelompok

Lokasi

A1

Ciparanje

A2

Cekdam

A3

Expedca

B1

Ciparanje

B2

Cekdam

B3

Expedca

C1

Ciparanje

C2

Cekdam

Inlet
Tengah
Outlet
Inlet
Tengah
Outlet
Inlet
Tengah
Outlet
Inlet
Tengah
Outlet
Inlet
Tengah
Outlet
Inlet
Tengah
Outlet
Inlet
Tengah
Outlet
Inlet

Parameter
CO2 – bebas
48,4
66
44
26,4
26,4
21,12
57,2
105,6
44
21,12
12,32
54,56
140,8
25,52
16,72
75,68
37,84
22
33,33
33,44
50,28
26,4

C3

Expedca

Tengah
Outlet
Inlet
Tengah
Outlet

Tabel 10.
Grafik 10. Pengkuran CO2 Perairan

c.

Data Angkatan Pengukuran pH

16,76
26,4
12,32
42,24
66

Kelompok

Inlet

Hasil Pengukuran
pH
7,78

Tengah

7,4

Outlet

7,5

Inlet

7,8

Tengah

7,75

Outlet

7,73

Inlet

7,8

Tengah
Outlet
Tabel 11.

8,07
8,13

Lokasi

A1
A2

Ciparanje

A3
B1
Cekdam

B2
B3
C1

Expedca

C2
C3

Grafik 11. Pengukuran pH Data Angkatan
Hasil Pengukuran pH
10
8
6
4
2
0

t
t
t
t
t
t
t
t
t
le
ah nle tle gah nle tle gah nle tle gah nle tle
I
I
I
I
ut ng
u
u
u
u
n
O Te
O
O Ten je
O Ten c a
O
a
e
je
m
a
n
je
dc ca je T da am
d
c
an nje
a
a
n
e
e
r
r
d
c
d
a
am xp pe ran Cek kd ed ipa ara dam xp pe
pa ar
e
E
E
x
x
a
p
p ekd
p
C
k
Ci
i
i
C
E
E
3
C
ip B 2 2
C
1
1
Ex
Ce C 3 3
C
A
1
3 1C
1
A
C
3
2
B
2
A
A
C
C
B
A
C
B
In

t
le

d. Alkalinitas Perairan

Kelompok

Lokasi

A1

Ciparanje

A2

Cekdam

A3

Expedca

Inlet
Tengah
Outlet
Inlet
Tengah
Outlet
Inlet
Tengah

Parameter
Alkalinitas
325
325
325
290
224
176
345
300

B1

Ciparanje

B2

Cekdam

B3

Expedca

C1

Ciparanje

C2

Cekdam

C3

Expedca

Outlet
Inlet
Tengah
Outlet
Inlet
Tengah
Outlet
Inlet
Tengah
Outlet
Inlet
Tengah
Outlet
Inlet
Tengah
Outlet
Inlet
Tengah
Outlet
Tabel 12

Grafik 12. Perhitungan Alkalinitas

255
133
190
157
190
230
160
229
100
200
200
159
152
143
214
180
60
162
160

Alkalinitas (ppm)
400
350
300
250
200
150
100
50
0

t
t
t
t
t
t
t
t
t
le gah nle
le gah nle
le gah nle
le
le gah nle
I
I
I
I
ut
ut
ut
ut
ut
n
n
n
n
O Te
O
a
je
Te am m O Te nje je O
Te dc a a O
je
dc
ca je
c
an
a
a
d
n
n
e
a
r
r
d
c
m
k
m
p
a
pe
d
e
ed
d
ra
ra
a
a
an Ce
x
k
x
pa
p
a
p
e
a
p
i
r
i
d
d
E
E
p
p
k
k
C
C
Ce xp
2
E x ipa
Ex
Ci
Ci
1
1
E
Ce A 3 3
Ce C 3 3
2
B
C
1
1
A
C
3
2
B
2
1
A
A
C
C
B
A
C
B
In

t
le

e. Oksigen Terlarut Perairan
Kelompok

Lokasi

A3
A1
A2
B3
B1
B2
C3
C1
C2

Ciparanje
Cekdam
Expedca
Ciparanje
Cekdam
Expedca
Ciparanje
Cekdam
Expedca

Hasil Pengukuran
DO0
DO5
6,49
2,43
7,78
0,81
7,8
3,57
6,97
1,946
7,14
1,38
7,75
0
7,3
2,91
6,48
0
6,48
3,89

Tabel 13

Grafik 13. Perhitungan Oksigen Terlarut

Hasil Perhitungan Oksigen Terlarut
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

a
a
a
je
je
je
m
m
m
dc
dc
dc
an
an
an
da
da
da
e
e
e
r
r
r
k
k
k
p
p
p
pa
pa
pa
Ce
Ce
Ce
Ex
Ex
Ex
Ci
Ci
Ci
1
1
1
2
2
2
3
3
3
A
B
C
A
B
C
A
B
C

DO0

DO5

f. Oksigen Biokimia (BOD) Perairan
Kelompok
A3
A1
A2
B3
B1
B2
C3
C1
C2

Lokasi
Ciparanje
Cekdam
Expedca
Ciparanje
Cekdam
Expedca
Ciparanje
Cekdam
Expedca
Tabel 14

Hasil
Pengukuran
BOD5
20,3
34,85
21,15
25,12
28,8
38,75
21,95
32,4
12,95

Grafik 14. Perhitungan Oksigen Biokimia (BOD) Perairan

Hasil Perhitungan BOD
40
30
20
10
0

a
a
a
je
je
je
m
m
m
dc
dc
dc
an
an
an
da
da
da
e
e
e
r
r
r
k
k
k
p
p
p
pa
pa
pa
Ce
Ce
Ce
Ex
Ex
Ex
Ci
Ci
Ci
1
1
1
2
2
2
3
3
3
A
B
C
A
B
C
A
B
C

Hasil Pengukuran BOD

g. Total Ammonia (NH4-N) Perairan
Hasil Pengukuran
Kelompok

Lokasi

pH

Suhu

Inlet

7,78

24°C

Total Ammonia
(NH4 – N)
3,022 mg/l

Tengah

7,4

25°C

3,93 mg/l

A3

Outlet

7,5

25°C

5,834 mg/l

B1

Inlet

7,8

27°C

2,485 mg/l

Tengah

7,75

29°C

1,466mg/l

B3

Outlet

7,73

27°C

8,6 mg/l

C1

Inlet

7,8

27°C

8,172 mg/l

Tengah

8,07
8,13

27°C
27°C

8mg/l
4,82 mg/l

A1
A2

B2

C2
C3

Ciparanje

Cekdam

Expedca

Outlet

Tabel 15

Grafik 15. Hasil Perhitungan Total Ammonia (NH4-N) Perairan

35

30

25

20

Hasil Pengukuran pH
Hasil Pengukuran Suhu
Hasil Pengukuran Total
Ammonia (NH4 – N)

15

10

5

0

a. Produktivitas Primer (Net Primary Productivity)
Hasil Pengukuran
Kelompok

Lokasi

C1
C2
C3
A1
A2
A3
B1
B2
B3

Inlet
Ciparanje Tengah
Outlet
Inlet
Cekdam Tengah
Outlet
Inlet
Expedca Tengah
Outlet

IB

DB

LB

Respirasi

6,8
6,16
7,26
6,16
4,31
6,16
7,26
6,94
8,5

6,95
5,09
6,17
5,18
3,98
6,16
11,42
9,4
5,84

5,52
10,48
6,49
5,83
4,15
8,76
9,28
7,71
6,033

1,28
1,07
1,09
0,96
0,33
0
-4,16
-2,46
2,66

Tabel 16
Grafik 16. Perhitungan Produktivitas Primer

Gross
Primary
Productivity
1,43
5,39
0,32
0,65
0,17
2,6
-2,14
-1,69
0,193

Net Primary
Productivity
0,15
4,32
-0,77
-0,31
-0,16
2,6
2,02
0,77
-2,467

Hasil Perhitungan Produktivitas Primer (Net Primary Productivity)
14
12
Hasil Pengukuran IB
Hasil Pengukuran DB
Hasil Pengukuran LB
Hasil Pengukuran Respirasi
Hasil Pengukuran Gross
Primary Productivity
Hasil Pengukuran Net
Primary Productivity

10

Axis Title

8
6
4
2
0
-2
-4
-6

4.2 Pembahasan
4.2.1 Transparansi Cahaya
Pada sampel air Kolam Ciparanje Transparansi Cahayanya sebesar
36,95 cm. Pada sampel air Kolam Cekdam Transparansi Cahayanya
sebesar 49 cm. Pada sampel air Kolam Expedca Transparansi Cahayanya
sebesar 23,36 cm. Transparansi Cahaya tertinggi yaitu pada Kolam
Cekdam sehingga cahaya matahari masuk dapat masuk kedalam perairan
dan dapat membantu kelangsungan hidup organisme air. Transparansi
Cahaya terendah yaitu pada kolam Expedca sehingga cahaya yang masuk
kedalam kolam terbatas atau sedikit.
4.2.2

Karbondioksida Perairan
Kandungan Karbondioksida bebas (CO2) dalam suatu perairan
maksimal 20 ppm (Rahmatin, 1976). Kandungan Karbondioksida bebas
(CO2) pada suatu perairan melebihi 20 ppm, maka membahayakan biota
laut bahkan meracuni kehidupan organisme perairan. Kandungan
karbondioksida bebas dalam suatu perairan lebih tinggi dari 12 ppm dapat

membahayakan kehidupan organisme perairan, dapat diasumsikan bahwa
bila dalam suatu perairan kadar Karbondioksida (CO2) berlebihan dapat
berdampak kritis bagi kehidupan binatang air (Spotte, 1920).
Karbondioksida bebas (CO2) merupakan salah satu gas respirasi
yang penting bagi sistem perairan, kandungan karbondioksida bebas
dipengaruhi oleh kandungan bahan organik terurai, agilasi suhu, pH, dan
aktivitas fotosintesis. Sumber CO2 bebas berasal dari proses pembangunan
bahan organik oleh jasad renik dan respirasi organisme (Soesono 1970),
dan menurut Widjadja (1975) karbondioksida bebas dalam perairan berasal
dari hasil penguraian bahan-bahan organik oleh bakteri dekomposer atau
mikroorganisme, naiknya CO2 selalu diiringi oleh turunya kadar O2 terlarut
yang diperlukan bagi pernafasan hewan-hewan air.
Dengan demikian walaupun CO2 belum mencapai kadar tinggi yang
mematikan, hewan-hewan air