SIstem input proses output outcome pendi

SISTEM INPUT-PROSES-OUTPUT-OUTCOME PENDIDIKAN
BERMUTU: FUNGSIONAL, PRODUKTIF, EFEKTIF, EFISIEN DAN
AKUNTABEL
ESSAY

Ujian Akhir Semester mata kuliah Pendidikan: Fakta, Kebijakan, Teori dan Filsafat
diampu oleh Prof. Dr. H. Achmad Sanusi dan Dr. Yosal Iriantara

Oleh
Denny Kodrat
NPM: 4103810413007

PROGRAM DOKTOR ILMU PENDIDIKAN/MANAJEMEN
PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
2013

Denny Kodrat |Sistem Input-Proses-Output-Outcome

0


“If you want an education, join the revolution” (Ernesto Che Guevara, dalam
Walker,1981:120)

Pendahuluan
Pendidikan (education) tidaklah dibatasi oleh sekadar pergi ke sekolah, duduk di
ruang kelas, mendengarkan, menyimak dan melakukan instruksi guru di dalam
kelas. Pendidikan tidak dapat dipersempit dengan mengikuti pendidikan formal
dari level sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas
hingga pendidikan tinggi. Pendidikan tidak bisa diukur oleh berapa banyak ijasah
formal yang dimiliki. Pendidikan sejatinya merupakan bagian dari naluri manusia.
Dia ada setua peradaban manusia. Oleh karenanya, mengutip bahasa Prof.
Achmad Sanusi, bahwa pendidikan sebagai upaya untuk mengajari manusia
berpikir (higher order thinking skills) (Sanusi, 2013), oleh karenanya tidaklah
keliru saat Indonesia dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, selain menyelenggaran pendidikan formal, juga mengakui
keberadaan

pendidikan non-formal dan informal. Ini berarti, pemaknaan


mengenai pendidikan tidaklah harus dipersempit dengan hanya mendirikan
pusat-pusat pendidikan formal yang barangkali hanya menyentuh 50 persen
penduduk Indonesia, tetapi juga bagaimana pemerintah dan masyarakat
mengembangkan dan memantapkan pendidikan non-formal dan informal, untuk
mencapai tujuan pendidikan yang diamanatkan dalam Undang Undang Dasar
1945, yaitu untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Oleh karenanya tidaklah keliru saat Che Guevara mengatakan, “If you want an
education, join the revolution” (Jika anda ingin pendidikan, maka bergabunglah
dalam revolusi), ungkapan ini dapat dimaknai sebagai pembentukan diri
manusia, dimana kondisi revolusi, perang yang penuh dengan ketidakstabilan,
akan mampu “memaksa” manusia untuk menghadirkan potensi-potensi dirinya,
salah satunya adalah berpikir: memikirkan dunia yang lebih baik pasca revolusi,
memikirkan menjadi insan yang berguna pasca revolusi, yang hal tersebut bisa
jadi sulit dihadirkan dalam kondisi-kondisi yang nyaman, aman, damai seperti
yang tengah dialami Indonesia saat ini.
Dalam konteks yang hampir sama, Driyarkara (1980) menyebutkan bahwa
pendidikan adalah memanusiakan manusia muda. Pengangkatan manusia muda
ke taraf mendidik. Sementara itu, Crow and Crow (1960) menyebut pendidikan
Denny Kodrat |Sistem Input-Proses-Output-Outcome


1

sebagai modern educational theory and practice not only are aimed at
preparation for future living but also are operative in determining the pattern of
present, day-by-day attitude and behavior. Dua pendapat ini sejatinya sudah
cukup untuk menggambarkan mengenai tujuan pendidikan, yang meminjam
istilah dosen saya Dr. Yosal Iriantara, untuk menciptakan manusia-manusia yang
benar dan tidak menjadi beban masyarakat.
Mikro Pendidikan
Untuk merealisasikan cita-cita mulia pendidikan tersebut, dalam konteks
pendidikan formal, terdapat sistem input-proses-output-outcome pendidikan
yang tentu saja dalam perspektif flsafat chaos and complexity tidak selalu mulus
dalam menciptakan manusia-manusia mulia tersebut.
PROSES
VISI-MISI SEKOLAH, SISWA, GURU

INPUT

DAN


PTK,

DANA,

SARPRAS,

KURIKULUM

OUTPU

OUTCO

T

ME

Dalam input, meski pemerintah membuat standar kompetensi lulusan dan
ujian


nasional,

namun

nilai

yang

tertera

di

ijasah

tidak

secara

benar


mencerminkan prestasi siswa. Oleh karenanya, pada umumnya sekolah-sekolah
ditingkat lanjut melakukan tes saringan masuk. Tentunya, dengan tes saringan
masuk ini, menimbulkan konsekuensi siswa yang tidak masuk saringan yang
akhirnya mencari alternatif sekolah lain dan juga memunculkan fenomena
sekolah

favorit.

Masyarakat

melekatkan

sekolah

favorit

dengan

sekolah


berkualitas/bermutu. Padahal pemerintah dengan regulasi PP No. 19 Tahun 2005
tentang standar nasional pendidikan, yang kemudian ditata dalam Peraturan
Pemerintah No. 32 tahun 2013 menstandarkan kualitas minimal pendidikan di
seluruh wilayah hukum Republik Indonesia dari Sabang hingga Merauke.
Dalam proses pendidikan pun siswa mengalami hubungan-hubungan
fungsional dengan guru, kepala sekolah, kurikulum, dana, sarana-prasarana,
tenaga kependidikan, bahkan semua elemen mikro pendidikan ini saling
pengaruh-mempengaruhi

secara

fungsional

dengan

visi-misi

sekolah.

Singkatnya, yang terjadi di dalam lingkup proses bukan hanya proses belajar

mengajar antara guru dan siswa, melainkan terdapat hubungan-hubungan
Denny Kodrat |Sistem Input-Proses-Output-Outcome

2

fungsional dengan seluruh elemen sekolah. Hubungan fungsional ini dapat
disebut produktif, efektif dan efsien bila ia dapat menghasilkan keluaran yang
sesuai dengan visi-misi sekolah. Hubungan ini pun dapat disebut akuntabel
apabila

sekolah

dapat

mempertanggungjawabkan

seluruh

proses


yang

berlangsung di mikro pendidikan ini kepada masyarakat.
Dalam satu kesempatan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. M.
Nuh

mengatakan

memerangi

bahwa

kemiskinan

pendidikan

dan

adalah


keterbelakangan

satu-satunya
peradaban.

senjata
Artinya,

untuk
sistem

pendidikan dibuat untuk mengarahkan warga negara menjadi warga negara
yang berdaya, produktif. Pendidikan sebagai human investment yang membawa
manusia kepada nilai-nilai luhurnya: berperadaban tinggi dan mampu berpikir
tinggi.
Kepemimpinan

(leadership)

menjadi


kata

kunci

dalam

manajemen

pendidikan yang melibatkan faktor pendukung sekolah, kepala sekolah, siswa,
guru dan tenaga kependidikan, dana, sarana dan prasarana. Kepemimpinan
yang efektif akan dapat mensinergiskan komponen-komponen tersebut sehingga
proses pendidikan di level mikro dapat berjalan secara efektif, efesien dan
akuntabel.

Dewey

(dalam

Sanusi,

2013)

membandingkan

sekolah

dan

pendidikan sebagai berikut.
SEKOLAH
Mengajar
Informasi
Generik
Kompetensi
Linear
Bisa Bekerja

PENDIDIKAN
Belajar
Pengetahuan
Pengetahuan
Kualitas
Kompleks
Kemanusiaan

Ada yang cukup menarik untuk digali saat seorang pendidik dari Malaysia,
M. Aziz Abdul Rahim mengkritik cukup hebat pendidikan saat ini. Beliau
mengkritik bahwa pendidikan sudah melupakan tujuan hidup. Di saat output
sekolah lebih dimaknai dengan angka-angka ujian nasional atau kompetensikompetensi yang disesuaikan dengan selera industri, seakan-akan pendidikan itu
hanya bersifat material dan tidak memikirkan untuk kehidupan berikutnya.
Dominasi filsafat konstruktivisme dapat terlihat jelas dalam desain
kurikulum 2013, bagaimana teori belajar yang dikembangkan menggunakan
pendekatan

flsafat

konstruktivisme.

Dalam

pandangan

flsafat

ini

siswa

diberikan keleluasaan untuk mengkonstruk/membangun pengetahuan sendiri.
Ilmu pengetahuan tidak bisa dipindahkan bila tidak ada keaktifan dari siswa
Denny Kodrat |Sistem Input-Proses-Output-Outcome

3

(Maksum, 2010). Guru berperan sebagai fasilitator dan tidak boleh hanya
semata-mata memberikan ilmu pengetahuan, melainkan harus membangun ilmu
pengetahuan tersebut dalam benak siswa.
Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih
mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan
bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan
asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Belajar
merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan
terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekadar tersusun secara hirarkis.
Disamping itu, flsafat positivisme (modernisme) masih mempengaruhi
proses sistem penilaian terhadap siswa. Pengkuantitatifan prestasi siswa,
psikomotor siswa dan juga afektif siswa menjadi arus utama dalam sistem
penilaian di negeri ini. Termasuk evaluasi belajar dalam ujian nasional hanya
mengukur aspek-aspek kognitif siswa dengan dibatasi beberapa mata pelajaran
dari puluhan pelajaran yang diajari sejak sekolah dasar, menengah hingga atas.
Pengaruh positivisme yang kentara adalah dengan pembiasaan berpikir ilmiah
dengan tahapan-tahapan yang digariskan dalam pendekatan kuantitatif. Inilah
salah satu dominasi flsafat positivisme dalam sistem pendidikan nasional
(Abidin, 2006).
Disamping itu, flsafat neo-liberalisme diam-diam mewarnai paradigma
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Beberapa pasal menegaskan pentingnya sekolah atau penyelenggara pendidikan
untuk

memperhatikan

kebutuhan

masyarakat.

Tiga

kata

akhir

ini,

“memperhatikan kebutuhan masyarakat” mengisyaratkan bahwa penyesuaian
kualitas lulusan dengan permintaan pasar. Di sinilah flsafat neo-liberalisme
dapat dibaca bahwa kualitas pendidikan yang baik adalah kualitas yang
memenuhi keinginan penggunanya, sehingga output pendidikan, outcome dan
effect sangat bergantung pada mekanisme keinginan pasar (Maksum, 2010),
daya serap tenaga kerja yang bisa jadi menafkan atau tidak memprioritaskan
tujuan sejati dari pendidikan nasional itu sendiri. Di samping itu, upaya
membangun jiwa enterpreneurship siswa nampak tidak terakomodasi dalam
undang-undang sistem pendidikan nasional, begitupula dalam aturan mengenai
perguruan tinggi. Ini berakar dari flsafat neo-liberalisme yang diadopsi oleh
pemerintah.
Bila output pendidikan hanya dimaknai dengan angka dan kompetensi
yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar, maka outcome (pengaruh/dampak)
Denny Kodrat |Sistem Input-Proses-Output-Outcome

4

dari pendidikan untuk memanusiakan manusia agak sulit terwujud. Oleh
karenanya, pentingnya hakikat pendidikan yang harus dicapai harus dipahami
oleh masyarakat.
Kesimpulan
Visi yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bisa tercapai
bila manajemen yang dilakukan khususnya di level mikro pendidikan mampu
menghadirkan kepemimpinan yang kuat (strong leadership) dan transformatif.
Begitupula dengan kompleksitas permasalahan yang dialami oleh pendidikan
saat ini, dimana Indonesia tengah digiring dalam model pendidikan MBS, yang
mana masyarakat turut dilibatkan, maka upaya untuk penyiapan masyarakat
yang berpikir, menganggap pendidikan sebagai human investment/capital.
Dengan munculnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pendidikan
sebagai

sebuah

investasi

penting

untuk

mewujudkan

peradaban,

maka

masyarakat dapat berperan aktif dalam mengawasi dan membantu proses
penyelenggaraan pendidikan baik di level messo dan mikro. Wallahu’alam
bishawwab

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal. 2006. Filsafat Manusia: Memahami Manusia melalui Filsafat.
Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya
Crown, LLD, Crow. I960. An
Administration. New York:
Oxford University Press

Introduction

to

Education

in

Educational

Driyarkara. 1980. Tentang Pendidikan. Jakarta: Yayasan Kanisius
Maksum, Ali. 2010. Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik hingga Postmodernisme.
Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media Grup

Denny Kodrat |Sistem Input-Proses-Output-Outcome

5

Mulyasa, Enco. 2012. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya
___________. 2013. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya
Sanusi, Achmad. 2013. Kepemimpinan Pendidikan: Strategi
Semangat Pengabdian,
Manajemen Modern. Bandung: Penerbit Nuansa Cendekia

Pembaruan,

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan,
sebagaimana
diubah dalam Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013 Tentang
Perubahan atas PP No. 19
Tahun 2005
Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional
Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2004 Tentang Guru dan Dosen
Walker, Jim. 1981. The End of Dialogue: Paulo Freire on Politics and Education.
Dalam Robert MacKie
(Editor), Literacy and Revolution: the Pedagogy of Paulo Freire. New
York: Continuum

Denny Kodrat |Sistem Input-Proses-Output-Outcome

6