Pengaruh Tayangan Super Girl Terhadap Ke

Pengaruh Acara Televisi Sebagai Salah Satu Popular Culture Terhadap Kehidupan
Sosial-Politik Cina Kontemporer
(Studi Kasus: Tayangan Super Girl Produksi Hunan Satellite Television)
Televisi merupakan salah satu media yang paling banyak digunakan sebagai
pemberi informasi maupun sebagai hiburan. Diantara semua jenis hiburan, menonton
televisi berada pada posisi paling atas dari aktivitas yang dilakukan oleh para remaja /
kaum muda di waktu luangnya dengan menghabiskan waktu rata-rata 3 sampai 4 jam per
hari.1 Dan bila dibandingkan dengan media lain seperti surat kabar dan majalah, televisi
merupakan media yang menghasilkan dampak paling besar terhadap masyarakat, baik itu
secara sosial maupun politik. Salah satu program televisi yang paling menarik perhatian
kaum muda di awal abad ke-21 ini adalah reality show, khususnya ajang pencarian bakat,
tidak terkecuali bagi kaum muda di Cina. Pada tahun 2004, Hunan Satellite Television
sebagai stasiun TV terbesar kedua di Cina setelah CCTV (China Central Television), mulai
menayangkan acara pencarian bakat dengan nama Super Girl Contest yang diadaptasi dari
program British Pop Idol dan American Idol. Konten acara yang disuguhkan dalam Super
Girl pun hampir sama dengan kontes bakat dari AS maupun Inggris tersebut, yang
membedakan hanyalah kontestan dalam Super Girl haruslah wanita.2 Esai ini akan
mendiskusikan isu Super Girl sebagai salah satu tayangan TV di Cina dan pengaruhnya
terhadap kehidupan sosial-politik Cina kontemporer. Saya yakin bahwa tayangan Super
Girl yang ditayangkan oleh Hunan Satellite TV ini membawa pengaruh dan dampak yang
cukup signifikan terhadap tatanan sosial-politik Cina. Untuk itu, saya akan memusatkan

fokus saya pada tiga argumen, yaitu Super Girl membuat praktik demokrasi skala nasional
berlangsung di Cina untuk pertama kalinya, membuka ruang bagi wanita untuk
berpartisipasi secara aktif di dalam masyarakat yang didominasi oleh pria, dan westernisasi
pola hidup dan tingkah laku kaum muda di Cina.
Pop culture telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan kaum
muda di Cina. Terdapat pengaruh yang lebih jauh dari sekedar hiburan yang didapat oleh
kaum muda Cina dari budaya populer tersebut. Ajang pencarian bakat yang ditayangkan
oleh Hunan Satellite TV ini membawa pengaruh politik yang luar biasa bagi tatanan
1

B. Stelter, ‘ Youths Are Watching, but Less Pften on TV’, The New York Times
(daring), February 8 2012,
, diakses 2 januari 2013.
2
A. Minter, ‘China’s ‘Super Girl’ Goes Down, Raising Sparks’, Bloomberg.com
(daring), September 23 2011, , diakses 3 Januari 2013.

masyarakat Cina, entah itu dirasakan secara langsung atau tidak oleh mereka. Super Girl,
yang diadaptasi dari talent show asal barat ini pun menerapkan sistem yang sama dengan
negeri asalnya dalam menentukan siapa yang layak menjadi juara, yakni dengan voting,

yang berarti bahwa terdapat sistem demokrasi dalam kontes tersebut. Sama seperti sistem
pemilihan di banyak negara demokrasi, Super Girl memberi kebebasan dan keleluasaan
kepada masyarakat Cina untuk dapat memilih idola mereka. Mereka dapat dengan bebas
menentukan pilihannya sendiri, dan itu merupakan sesuatu hal yang sama sekali baru dan
belum pernah terjadi sebelumnya di Cina. Sebagaimana kita ketahui bahwa Cina
merupakan negara komunis di mana sistem demokrasi tidak berjalan dan tidak
diperbolehkan. Masyarakat sama sekali tidak bisa memilih figur pemimpin yang mereka
inginkan, namun dengan adanya Super Girl, setidaknya mereka dapat memilih penyanyi
favoritnya secara langsung. Dan antusiasme mereka cukup tinggi untuk sekedar menonton
acara tersebut hingga memberi dukungan terhadap idolanya melalui SMS. Pada final Super
Girl tahun 2005, tayangan yang disiarkan oleh Hunan Satellite TV ini berhasil menarik
perhatian masyarakat Cina tidak kurang dari 400 juta penonton, atau sepertiga dari jumlah
penduduk Cina saat ini, dan terdapat 8 juta suara yang mengalir dari masyarakat untuk
idola mereka melalui SMS,3 angka tersebut cukup luar biasa mengingat Cina adalah negara
komunis.
Kondisi seperti yang telah dijelaskan di atas, menurut John Hartley dapat disebut
dengan istilah ‘democratainment’, yang berarti bahwa media –dalam kasus ini televisi–
mempunyai peran dalam mempromosikan nilai-nilai politik ke masyarakat melalui praktik
demokrasi.4 Dengan tingginya antusiasme masyarakat Cina terhadap acara tersebut dan
kontribusinya untuk memberikan dukungan suara, mendatangkan kekhawatiran tersendiri

bagi pemerintah Cina. Pemerintah Cina khawatir dengan dampak yang akan ditimbulkan
lebih jauh dari sistem voting acara tersebut terhadap stabilitas politik negara, karena bisa
saja rakyat menuntut kembali perubahan sistem politik di Cina seperti yang pernah
dilakukan pada tahun 1989 saat peristiwa Tiananmen. Presiden Hu Jintao pun menyatakan
bahwa:

3

_____, ‘Chinese ‘X-Factor’ is banned from TV after viewing voting started to
look a little bit like democracy’, MailOnline (daring), September 19 2011,
, diakses 3 Januari 2013.
4
A. Haruna, ‘Case “Democratainment”’, Suara Hati (daring), 3 Febuari 2009,
, diakses 2
Januari 2013.

“International forces are trying to westernise and divide us by using
ideology and culture. We need to realise this and be alert to this danger.”5
Setelah adanya kekhawatiran yang cukup tinggi, pemerintah Cina pun
memberhentikan penayangan acara tersebut pada tahun 2006. Masyarakat Cina percaya

bahwa demokrasi adalah hal yang baik, tetapi mereka harus memilih antara pertumbuhan
ekonomi dan stabilitas sosial di satu sisi, atau partisipasi politik dan hak kebebasan
individual di sisi yang lain, dan mereka lebih cenderung pada opsi pertama di mana
kesejahteraan ekonomi tercipta. Dapat dikatakan bahwa walaupun masyarakat Cina
menyukai praktik demokrasi, mereka masih belum siap akan hal itu. Seperti yang pernah
dikatakan oleh Zhao Suisheng mengenai demokrasi di Cina bahwa:
“Demokrasi dapat dimaknai dengan liberalisasi politik. Namun yang
dibutuhkan oleh masyarkat Cina adalah kebahagiaan materi, bukan suatu
reformasi politik dan demokrasi.”6
Di samping membawa praktik demokrasi dalam masyarakat Cina, acara Super Girl
pun telah membuat partisipasi wanita meningkat di tengah dominasi penduduk laki-laki,
wanita di Cina juga dapat berekspresi lebih bebas dengan adanya acara tersebut.
Sebagaimana kita semua akui bahwa menyanyi merupakan cara untuk mengekspresikan
diri paling sederhana, dan Super Girl dengan slogannya ‘Sing! If you want to sing” telah
berhasil menggerakan berjuta wanita muda di Cina untuk dapat lebih bebas berekspresi.
Kontes menyanyi ini telah memberi semua wanita muda di Cina kesetaraan yang belum
pernah didapat sebelumnya, kesetaraan untuk dapat menunjukkan kemampuannya di
hadapan masyarakat Cina secara nasional. Kesetaraan ini pun tidak dibatasi oleh statusnya
dalam masyarakat, entah dia merupakan pelajar, pekerja kantoran, bangsawan (taipan),
buruh, ataupun petani sekalipun, semuanya memiliki hak yang sama untuk dapat mengikuti

kontes tersebut dan menjadi terkenal. Selama mereka masih wanita Cina, mereka
mempunyai waktu setidaknya 30 detik untuk mencapai impian dan didengar suaranya oleh
masyarakat banyak. Banyak diantara mereka yang rela menunggu lama selama pendaftaran

5

M. Moore, ‘ China Cuts two-thirds of popular television shows’, The Telegraph
(daring), January 4 2012,
, diakses 3 Januari 2013.
6
N. R. Yuliantoro, ‘Demokrasi Di Cina’, 15 Oktober 2012, Mata Kuliah Politik dan
Ekonomi Cina Kontemporer, Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, UGM.

hingga bolos sekolah dan kerja untuk dapat mencoba kesempatan yang sangat jarang
terjadi di Cina ini, bahkan tidak pernah terjadi sebelumnya.7
Untuk beberapa orang di Cina, masuk TV merupakan sebuah kesuksesan tersendiri.
Banyak dari wanita Cina yang mendaftar dan ikut berpartisipasi dalam Super Girl,
mendapatkan perhatian dari keluarganya, rekan kerja, teman sekolah, maupun dari guru
mereka. Mereka yang sebelumnya bukanlah apa-apa, menjadi lebih ‘sesuatu’ setelah

mengikuti kontes tersebut, walaupun hanya dapat berpartisipasi pada putaran pertama.
Itulah mengapa dengan tampil dalam kontes bakat di televisi dapat mengangkat status
seseorang, khususnya di Cina. Tidak hanya kontestan dan wanita Cina yang berpartisipasi
dalam kontes tersebut yang dapat menikmati kebebasan berekspresi, penonton pun
mendapat hal serupa. Melalui ribuan blog dan forum yang tersedia di internet, masyarakat
Cina dapat lebih mudah berekspresi dan berapresiasi mengenai pendapat mereka terkait
suatu isu. Di tiga halaman web Cina seperti ‘Sina’, ‘Baidu’, dan ‘Xialala’, terdapat ribuan
debat dan pembicaraan mengenai isu Super Girl.8
Ajang pencarian bakat ini juga membawa pengaruh yang cukup luar biasa bagi
kehidupan sehari-hari kaum muda di Cina, khususnya para gadis di sana. Tidak hanya
sistem voting ala barat yang dihadirkan dalam kontes ini, tetapi juga seluruh konten di
dalamnya berbau barat. Super Girl menyuguhkan hal yang sama sekali baru dan sangat
tidak umum di Cina, mulai dari tipe lagu, pakaian, dan tarian yang disuguhkan. Sepanjang
kontes tersebut berlangsung, tidak ada lagu berbau nasional yang dinyanyikan oleh para
kontestan, melainkan lagu romantisme dan bertema kasih sayang lah yang banyak
dinyanyikan, bahkan tidak jarang lagu berbahasa Inggris dinyanyikan. Hal ini tidak
mencerminkan masyarakat tradisional Cina pada umumnya yang sangat nasionalis.
Cara berpakaian wanita Cina pun kini sangat jauh dari kesan ketimurannya.
Bermula pada saat Li Yuchun –juara Super Girl 2005– yang berpakaian layaknya pria
dalam setiap penampilannya dalam Super Girl dan kontestan lainnya yang berpenampilan

cukup vulgar saat kontes berlangsung. Hal ini memicu para wanita Cina untuk dapat
berpakaian sesuai apa yang mereka inginkan, tanpa harus memperdulikan etika sosial
masyarakat Cina atau adat ketimurannya, dan tanpa takut hal tersebut dapat menurunkan
7

M. Qing, ‘’Super Voice Girls’ challenges China’s TV culture’, China Daily
(daring), August 12 2005,
,
diakses 5 Januari 2013.
8
T. N. Duong, China’s Super Girl Show: Democracy and Female Empowerment
Among Chinese Youth, Lund University Press, Lund, 2009, p. 23.

kualitas kewanita-timurannya.9 Dan yang cukup menyita perhatian bahwa dalam kontes
Super Girl, para kontestan tidak segan-segan untuk melakukan tarian yang cukup liar di
atas panggung.10 Praktik ini sesungguhnya sangat tidak sesuai dengan kehidupan
tradisional masyarakat Cina, apalagi untuk dipertontonkan secara nasional. Namun kaum
muda di sana justru menyukai hal-hal tersebut, hal dengan nilai ‘kebaratan’ yang cukup
tinggi. Karena hal-hal yang telah disebutkan di ataslah saya berpendapat bahwa adanya
westernisasi dalam pola kehidupan kaum muda di Cina yang diakibatkan oleh tayangan

Super Girl.
Ketiga argumen di atas, yaitu munculnya praktik demokrasi skala nasional yang
berlangsung di Cina untuk pertama kalinya, terbukanya ruang bagi wanita untuk
berpartisipasi secara aktif di dalam masyarakat yang didominasi oleh pria, dan adanya
westernisasi pola hidup dan tingkah laku kaum muda di Cina akibat tayangan Super Girl,
telah menunjukkan bahwa Super Girl sebagai ajang pencarian bakat yang diadaptasi dari
tayangan American Idol asal AS memang membawa banyak sekali dampak dan
pengaruhnya bagi kehidupan sosial-politik di Cina kontemporer dengan cukup signifikan.
Dan dengan banyaknya pengaruh Super Girl terhadap kehidupan sosial-politik masyarakat
Cina tersebut, membuat pemerintah Cina sangat takut dan khawatir bila masyarakat akan
menuntut pemerintah untuk melakukan reformasi politik, dimana demokrasi menjadi pilar
utama negara tersebut dan liberalisasi ala barat dijalankan di semua bidang. Karena
kepedulian masyarakat untuk melakukan demokrasi dengan memberi vote kepada idolanya
dalam Super Girl cukup tinggi, dan akan terus bertambah jika dibiarkan, maka pemerintah
memberhentikan tayangan tersebut untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya revolusi
seperti pada tahun 1989. Jadi, dampak yang diberikan oleh Super Girl tidak sebatas kepada
masyarakat Cina saja, melainkan hal tersebut sudah melebar menjadi isu nasional di mana
pemerintahan ikut campur di dalamnya.

9


Duong, p. 37.
D. Barboza, ‘Authorities might ground China’s ‘Supergirl’ contest’, The New
York Times (daring), March 21 2006,
, diakses 7
Januari 2013.
10

Daftar Pustaka
Ebook 
Duong, T.N., China’s Super Girl Show: Democracy and Female Empowerment Among
Chinese Youth, Lund University Press, Lund, 2009.
Internet 
_____, ‘Chinese ‘X-Factor’ is banned from TV after viewing voting started to look a little
bit like democracy’, MailOnline (daring), September 19 2011,
, diakses 3 Januari 2013.
Barboza, D., ‘Authorities might ground China’s ‘Supergirl’ contest’, The New York Times
(daring), March 21 2006, , diakses 7 Januari 2013.
Haruna, A., ‘Case “Democratainment”’, Suara Hati (daring), 3 Febuari 2009,
, diakses

2 Januari 2013.
Minter, A., ‘China’s ‘Super Girl’ Goes Down, Raising Sparks’, Bloomberg.com (daring),
September 23 2011, , diakses 3 Januari 2013.
Moore, M., ‘ China Cuts two-thirds of popular television shows’, The Telegraph (daring),
January 4 2012, , diakses 3 Januari 2013.
Qing, M., ‘’Super Voice Girls’ challenges China’s TV culture’, China Daily (daring),
August 12 2005,
,
diakses 5 Januari 2013.
Stelter, B., ‘ Youths Are Watching, but Less Pften on TV’, The New York Times (daring),
February 8 2012, , diakses 2
januari 2013.

Sumber lain 
N. R. Yuliantoro, ‘Demokrasi Di Cina’, 15 Oktober 2012, Mata Kuliah Politik dan
Ekonomi Cina Kontemporer, Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, UGM.