KEBUTUHAN DALAM LINGKUP ASUHAN

  

KEBUTUHAN DALAM LINGKUP ASUHAN

BAYI BARU LAHIR NORMAL DAN BERMASALAH

Disusun Oleh :

  1. Ayu Indriyani (31716237)

  2. Entin Awalurrokhmah (38716340)

  3. Friskilia G. Oktavianus (32716925)

  4. Indriyanti (33716519)

  5. Kinanti A.L. Soplanit (33716917)

  6. Nabila Rafida (35716216)

  7. Neneng Sayati (35716383)

  8. Putri Rahma Wulan (35716868)

  9. Qothrunnada (35716884)

  10. Tria Indah Wati (37716438)

  

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN

UNIVERSITAS GUNADARMA

TAHUN 2017

I. LINGKUP ASUHAN PADA BAYI BARU LAHIR

A. BAYI BARU LAHIR NORMAL

  Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37 – 42 minggu dan berat badannya 2.500 – 4.000 gram (ilmu kebidanan sarwono, 2010).

  1. Ciri-ciri bayi baru lahir normal Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010) :

  a. Berat badan lahir 2500-4000 gram

  b. Umur kehamilan 37-40 minggu

  c. Bayi segera menangis

  d. Bergerak aktif

  e. Kulit kemerahan

  f. Menghisap ASI dengan baik

  g. Tidak ada cacat bawaan Menurut Dewi (2010) : a.

  Panjang badan 48-52 cm b. Lingkar dada 30-38 cm c. Lingkar lengan 11-12 cm d. Frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit e. Pernapasan 40-60 x/menit f. Lanugo tidak terlihat dan rambut kepala tumbuh sempurna g. Kuku agak panjang dan lemas h. Nilai APGAR >7 i. Refleks rooting (mencari puting susu dengan rangsangan taktil pada pipi dan daerah mulut), reflek sucking (isap dan menelan), reflek morro (gerakan memeluk jika dikagetkan) dan reflek grasping (menggenggam) sudah terbentuk dengan baik. j.

  Organ genetalia pada bayi laki-laki testis sudah berada pada skrotum dan penis berlubang, pada bayi perempuan vagina dan uretra berlubang serta adanya labia minora dan mayora k. Mekonium sudah keluar dalam 24 jam pertama berwarna hitam kecoklatan

B. Menjaga Kehangatan Bayi/Menjaga Suhu Tubuh Bayi

  Pada waktu baru lahir bayi belum mampu mengatur suhu tubuhnya dan membutuhkan pengaturan dari luar untuk membuatnya tetap hangat (pelayanan kesehatan maternal dan neonatus,tahun 2009) Cara menjaga kehangatan bayi adalah sebagai berikut: 1. Keringkan bayi segera setelah lahir.

  Untuk mencegah kehilangan panas yang disebabkan oleh evaporasi cairan ketuban pada tubuh bayi, keringkan bayi dengan handuk atau kain yang telah disiapkan di atas perut ibu, keringkan bayi mulai dari bagian muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali tangan.

  2. Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat Segera setelah mengeringkan tubuh bayi dan memotong tali pusat, ganti handuk atau kain yang dibasahi oleh cairan ketuban kemudian selimuti tubuh bayi dengan selimut atau kain yang hangat, kering, dan bersih.

  3. Selimuti bagian kepala bayi Pastikan bagian kepala bayi ditutupi atau diselimuti setiap saat karena bagian kepala bayi memiliki luas permukaan yang relatif luas dan bayi akan dengan cepat kehilangan panas jika bagian tersebut tidak tertutup.

  4. Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya.

  Pelukan ibu pada tubuh bayi dapat menjaga kehangatan tubuh bayi dan mencegah kehilangan panas anjurkan ibu untuk menyusukan bayinya segera setelah lahir, sebaiknya dilakukan dalam waktu satu jam pertama kelahiran.

  5. Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir.

  Karena bayi baru lahir cepat dan mudah kehilangan panas tubuhnya (terutama jika tidak berpakaian), sebelum melakukan penimbangan, terlebih dulu selimuti bayi dengan kain atau selimut yang bersih dan kering berat badan bayi dapat dinilai dari selisih berat badan bayi saat berpakaian dikurangi berat pakaian.

  6. Tempatkan bayi dilingkungan yang hangat Idealnya bayi baru lahir ditempatkan ditempat tidur yang sama dengan ibunya menempatkan bayi bersama ibunya adalah cara yang paling mudah untuk menjaga agar bayi tetap hangat, mendorong ibu segera menyusukan bayinya dan mencegah terkena infeksi pda bayi.

C. Membersihkan Jalan Nafas

  Bayi normal akan menangis spontan segera setelah lahir apabila bayi tidak langsung menangis, penolong segera membersihkan jalan nafas dengan cara sebagai berikut :

  1. Letakan bayi pada posisi terlentang ditempat yang keras dan hangat.

  2. Gulung sepotong kain dan letakan dibawah bahu sehingga leher bayi lebih lurus dan kepala tidak menekuk posisi kepala lurus dan sedikit tengadah ke belakang.

  3. Bersihkan hidung, rongga mulut, dan tenggorokan bayi dengan jari tangan yang dibungkus kasa steril.

  4. Tepuk kedua telapak kaki bayi sebanyak 2-3 kali atau gosok kulit bayi dengan kain kering dan kasar.

  D. Mengeringkan dan Tetap Menjaga Kehangatan.

  E. Memotong dan Merawat Tali Pusat

  Tali pusat dipotong sebelum atau sesudah plasenta lahir tidak begitu menentukan dan tidak akan mempengaruhi bayi, kecuali pada bayi kurang bulan, tali pusat dipotong 5 cm dari dinding perut bayi dengan gunting steril dan diikat dengan pengikat steril, apabila masih ada perdarahan dapat dibuat ikatan baru. Perawatan tali pusat adalah dengan tidak membungkus tali pusat atau mengoleskan cairan/bahan apa pun pada tali pusat (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Perawatan rutin untuk tali pusat adalah selalu cuci tangan sebelum memegangnya, menjaga tali pusat karena menghambat pelepasan tali pusat, dan melipat popok di bawah umbilikus (Lissauer, 2013).

F. Lakukan IMD (Inisiasi Menyusui Dini)

  Langkah IMD (inisiasi menyusui dini) adalah sebagai berikut :

  1. Bayi harus mendapat kontak kulit dengan kulit ibunya segera setelah lahir selama paling sedikit satu jam.

  2. Bayi harus menggunakan naluri alamiahnya untuk melakukan IMD dan ibu dapat mengenali bayinya untuk menyusui serta memberi bantuan jika diperlukan.

  3. Menunda semua prosedur lainya yang harus dilakukan kepada bayi baru lahir hingga

  IMD selesai dilakukan, seperti: menimbang, pemberian antibiotik salep mata, vitamin K1 dan lain-lain Keuntungan IMD untuk bayi adalah:

  1. Memberikan kekebalan pasif pada bayi

  2. Meningkatkan kecerdasan

  3. Meningkatkan jalinan kasih sayang ibu-bayi

  4. Mencegah kehilangan panas 5. Membantu bayi mengkoordinir kemapuan hisap, telan dan napas.

  G. Pemberian Salep Mata

  Pemberian salep atau tetes mata diberikan untuk pencegahan infeksi mata. Beri bayi salep atau tetes mata antibiotika profilaksis (tetrasiklin 1%, oxytetrasiklin 1% atau antibiotika lain). Pemberian salep atau tetes mata harus tepat 1 jam setelah kelahiran. Upaya pencegahan infeksi mata tidak efektif jika diberikan lebih dari 1 jam setelah kelahiran (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

  H. Memberikan Suntikan Vitamin K1

  Semua bayi baru lahir harus diberi penyuntikan vitamin K1 (Phytomenadione) 1 mg intramuskuler di paha kiri, untuk mencegah perdarahan BBL akibat defsiensi vitamin yang dapat dialami oleh sebagian bayi baru lahir (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Pemberian vitamin K sebagai proflaksis melawan hemorragic disease of the newborn dapat diberikan dalam suntikan yang memberikan pencegahan lebih terpercaya, atau secara oral yang membutuhkan beberapa dosis untuk mengatasi absorbsi yang bervariasi dan proteksi yang kurang pasti pada bayi (Lissauer, 2013). Vitamin K dapat diberikan dalam waktu 6 jam setelah lahir.

I. Pemberian Imunisasi Hepatitis B

  Imunisasi Hepatitis B bermafaat untuk mencegah infeksi hepatitis B terhadap bayi, terutama jalur penularan ibu-bayi terdapat 2 jadwal pemberian imunisasi hepatitis B yaitu: jadwal pertama ,imunisasi Hepatitis B sebanyak 3 kali, yaitu pada usia 0 (segera setelah bayi lahir menggunakan injeksi), 1 bulan dan 6 bulan, jadwal kedua imunisasi Hepatitis B sebanyak 4 kali,yaitu pada usia 0, dan DPT + Hepatitis B pada 2,3 dan 4 bulan usia bayi.

  (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

II. BAYI BARU LAHIR BERMASALAH

A. Masalah yang perlu tindakan segera dalam 1 jam :

  1. Tidak bernapas atau sulit bernapas Penanganan umum yang bisa diberikan adalah :

  a. Keringkan bayi atau ganti kain yang basah dan bungkus dengan pakaian hangat dan kering b. Segera potong dan klem tali pusat

  c. Letakkan bayi pada tempat yang keras dan hangat

  d. Lakukan pedoman pencegahan infeksi dalam melakukan setiap tindakan

  e. Lakukan resusitasi bila terdeteksi adanya kegagalan napas setelah bayi lahir

  f. Jika resusitasi tidak berhasil, maka berikan ventilasi

  2. Sianosis/kebiruan dan sukar bernapas Jika bayi mengalami sianosis (kebiruan), sukar bernapas (frekuensi < 30 atau > 60 x/ menit), ada tarikan dada ke dalam, atau merintih, maka lakukan hal berikut : a. Isap mulut dan hidung untuk memastikan jalan napas tidak tersumbat

  b. Berikan oksigen 0,5 liter/menit

  c. Rujuk ke kamar bayi atau tempat pelayanan yang men-support kondisi bayi

  d. Tetap menjaga kehangatan bayi

  3. Bayi berat lahir rendah (BBLR) < 2.500 gram

  Bayi dengan berat badan lahir rendah yaitu bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram). Komplikasi yang dapat terjadi pada bayi dengan berat badan lahir rendah diantaranya adalah penyakit hipotermia, gangguan pernafasan, membran hialin, ikterus, pneumonia, aspirasi dan hiperbilirubinemia (Prawirohardjo, 2010).

  Ada dua macam BBLR, yang pertama bayi lahir kecil akibat kurang bulan, dan yang kedua adalah bayi lahir kecil dengan BB yang seharusnya untuk masa gestasi (dismatur).

  a. Bayi lahir kecil akibat kurang bulan Masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi itu atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan (Manuaba, 2007).

  1) Masa gestasi <37 minggu 2) Faktor penyebabnya adalah sebagai berikut :

  a) Ibu mengalami pendarahan antepartum, trauma fisik/psikologis dan DM, atau usia ibu masih terlalu muda (<20 tahun) b) Keadaan sosial ekonomi rendah

  c) Kehamilan ganda atau hidramnion 3) Ciri-ciri bayi prematur adalah sebagai berikut :

  a) Berat kurang <2.500 gram

  b) Lingkar dada < 30 cm

  c) Panjang badan <45 cm

  d) Lingkar kepala <35 cm

  e) Kepala lebih besar dari badannya

  f) Kulitnya tipis transparan dan banyak lanugo

  g) Lemak subkutan minimal

  b. Bayi lahir kecil dengan berat badan yang seharusnya untuk masa gestasi (dismatur). Kondisi ini dapat terjadi preterm, aterm maupun posterm. Bayi yang lahir dengan berat yang sangat kecil (BB <1.500 gram atau usia <32 minggu)

  1) sukar bernapas 2) sukar minum (mengisap) 3) ikterus berat 4) infeksi 5) rentan hipotermi 6) segera rujuk jika bayi mengalami kondisi kondisi tersebut

  4. Letargi Tonus otot rendah dan tidak ada gerakan sehingga sangat mungkin bayi sedang sakit berat. Jika ditemukan kondisi demikian, maka segera rujuk.

  o

  5. Hipotermi (suhu < 36

  C)

  o

  Bayi mengalami hipotermi berat jika suhu aksila < 35

  C. Untuk mengatasi kondisi tersebut, lakukan hal berikut : a. Gunakan alat yang ada inkubator, radian heater, kamar hangat atau tempat tidur hangat b. Rujuk ke pelayanan kesehatan yang mempunyai Neonatal Intensif Care Unit

  (NICU)

  c. Jika bayi sianosis, sukar bernapas, atau ada tarikan dinding dada dan merintih, segera berikan oksigen.

  6. Kejang Kejang pada neonatus bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala penting akan adanya penyakit lain sebagai penyebab kejang atau adanya kelainan susunan saraf pusat. Penyebab utama terjadinya kejang adalah kelainan bawaan pada otak, sedangkan sebab sekunder adalah gangguan metabolik atau penyakit lain seperti penyakit infeksi. Di negara berkembang, kejang pada neonatus sering disebabkan oleh tetanus neonatorum, sepsis, meningitis, ensefalitis, pendarahan otak, dan cacat bawaan (Tanto, Liwang, 2014).

  7. Diare Bayi dikatakan mengalami diare jika terjadi pengeluaran feses yang tidak normal, baik dalam jumlah maupun bentuk (frekuensi lebih dari normal dan bentuknya cair). Bayi dikatakan diare bila sudah lebih dari 3 kali buang air besar, sedangkan neonatus dikatakan diare bila sudah lebih dari 4 kali buang air besar.

  8. Obstipasi Obstipasi adalah penimbunan feses yang keras akibat adanya penyakit atau adanya obstruksi pada saluran cerna, atau bisa didefinisikan sebagai tidak adanya pengeluaran feses 3 hari atau lebih. Lebih dari 90% bayi baru lahir akan mengeluarkan mekonium dalam 24 jam pertama, sedangkan sisanya akan mengeluarkan mekonium dalam 36 jam pertama kelahiran. Jika hal ini tidak terjadi maka harus dipikir adanya obstipasi. Namun harus diingat bahwa ketidakteraturan defekasi bukanlah suatu obstipasi pada bayi yang menyusu, karena pada bayi-bayi yang mengonsumsi ASI umumnya sering tidak mengalami defekasi selama 5-7 hari dan kondisi tersebut tidak menunjukkan adanya gangguan karena nantinya bayi akan mengeluarkan feses dalam jumlah yang banyak sewaktu defekasi. Seiring dengan bertambahnya usia dan variasi dalam dietnya, lambat laun defekasi akan menjadi lebih jarang dan feses yang dikeluarkan menjadi lebih keras.

  9. Infeksi Infeksi perinatal adalah infeksi pada neonatus yang terjadi pada masa antenatal, intranatal dan postnatal.

  10. Sindrom kematian bayi mendadak (Sudden Infant Death Syndrome/SIDS)

  Sudden Infant Death Syndrome (SIDS) terjadi pada bayi yang sehat secara

  mendadak, ketika sedang ditidurkan tiba-tiba ditemukan meninggal beberapa jam kemudian. Angka kejadian SIDS sekitar 4 dari 1000 kelahiran hidup. Insiden puncak SIDS terjadi pada bayi usia 2 minggu dan 1 tahun.

III. GIZI

A. Perkembangan Kemampuan Bayi untuk Makan

  Bayi normal setelah lahir siap mengisap dan menelan ASI atau air susu formula. Pada tahun pertama sesudah lahir, seiring dengan peribahan struktur mulut terjadilah perkembangan dalam cara bayi menghisap ASI dari putting susu (Sunita Almatsier, 2011).

  2. TABEL URUT-URUTAN PERKEMBANGAN BAYI UNTUK MAKAN

  

Usia Reflek Perkembangan otot mulut, otot halus dan

kasar

  1-3 bulan Refleks mencari, mengisap dan Kontrol kepala lemah. Bayi memperoleh ASI menelan sudah ada sejak lahir . dengan cara mengisap, lidah menonjol refleks menggerakan leher . sewaktu menelan. Pada akhir bulan ketiga, pengontrolan kepalah telah terbentuk. 4-6 bulan Refleks di atas berangsur Kekuatan menghisap meningkat (mengisap menghilang. dengan mantap). Mulai dapat mengunyah.

  Bayi mulai memegang dengan telapak tangan benda yang di pegang dibawa ke mulut dan digit. 7-9 bulan Mulai mengunyah makanan. Gerakan mengunyah dilakukan bila diberi

  Reflek tersedak dapat dihindari. makanan padat. Mengunyah dengan memutar lidah dimulai; dapat duduk sendiri dan memegang botol sendiri. Bayi mulai dapat memegang makanan dengan jari. 10-12

  Bayi menggigit puting susu, sendok, dan bulan makanan. Bayi menjangkau botol atau makanan dan memasukannya kedalam mulut.

  Bayi dapat minum dari cangkir yang dipegangkan. Bayi menggunakan lidah untuk menjilat sisah makanan dari bibir. Bayi makan makanan makanan yang di pegang dengan tangan; mulai dapat makan sendiri.

  Sumber: Worthington Roberts, B.S. dan S.R Williams, 2000. Nutrition throughout the Life Cycle, ed. 4, hal. 208. McGraw-Hill International Ed., Singapore.

B. Kebutuhan gizi bayi 0-6 bulan

  Selama kehamilan , bayi menerima makanan dari ibu melalui plasenta setelah bayi lahir, makanan bayi hanya didapat dari ibu yaitu air susu ibu (ASI). Pemberian ASI harus dilakukan segera setelah bayi lahir dalam waktu 1 jam pertama. Sampai pada usia 6 bulan, bayi cukup mendapatkan asupan makanan dari ASI tanpa ditambah makanan atau memenuhi seluruh kebutuhan gizi bayi pada 6 bulan pertama kehidupannya. Hal ini dikenal dengan istilah ASI eksklusif (Hariyani ,2011). ASI pertama yang diberikan pada bayi disebut kolostrum. Kolostrum ini sedikit lebih kental dan berwarna kekuning kuningan. Kolostrum mengandung lemak, protein dan sistem kekebalan. sistem kekebalan pada bayi diperoleh dari ibunya dan tetap ada sampai beberapa bulan setelah lahir. beberapa hari setelah persalinan, komposisi ASI kolostrum ini berubah menjadi komposisi normal ASI yang disebut mature milk. Pemberian asi biasanya diberikan sebanyak 5-7 kali dengan total jumlah ASI perhari 750-960 ml, sedangkan jumlah asi yang diberikan untuk setiap kali bayi disusui berjumlah 100-200 ml (Hariyani ,2011).

C. Kebutuhan Gizi Bayi 6-12 Bulan

  Setelah usia 6 bulan ASI tetap diberikan namun tidak sebagai makan utama bagi bayi sehingga bayi sudah harus diperkenalkan dengan makanan yang dikenal dengan istilah makanan pendamping ASI. Makan pendamping dibutuhakan untuk memenuhi kebutuhan pangan bayi yang semakin meningkat sesuai dengan pertambahan umur (Hariyani ,2011). Setelah usia 6 bulan, bayi biasanya memiliki tanda tanda yang mengidentifikasikan bahwa bayi siap menerima makanan lain selain ASI diantaranya

  1. Memiliki kontrol terhadap kepala yang ditunjukan dengan kemampuan bayi mempertahankan posisi kepala yang tegak dan mantap

  2. Memiliki kemampuan untuk duduk dengan nyaman , minimal 10 menit

  3. Membuat gerakan mengunyah

  4. Menun jukan adanya peningkatan berat badan

  5. Mulai tertarik terhadap makanan Makanan pendamping untuk bayi usia 6-12 bulan adalah berupa bubur susu sampai nasi tim lumat . pemberian makanan dimulai dengan yang bertekstur lembut dan encer kemudian bertahap ke bentuk yang lebih kental. Frekuensi pemberian makan pendamping sebanyak 2 kali sehari dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur, usia 6 bulan diberikan 6 sendok makan, usia 7 bulan 7 sendok makan, dan memasuki usia 8 bulan sebnayak 8 sendok makan , usia 9 bulan 9 sendok makan , usia 10 bulan 10 sendok makan, 11 bulan 11 sendok makan dan usia 12 bulan 12 sendok makan. Jika telah memasuki usia 10-12 bulan frekuensi pemberian makanan pendamping dapat sebesar 3 kali sehari atau lebih tergantung kemampuan bayi dalam menerima makanan (Hariyani Sulistyoningsih 2011).

D. Angka Kecukupan Gizi Baru Lahir

  2

  10 Mangan (mg) 0,003 0,6 Flour (mg) 0,01 0,4

  5

  7 Yodium (µg) 90 120 Seng (mg) 1,3 7,9 Selenium (µg)

  40 Kalsium (mg) 200 400 Fosfor (mg) 100 225 Besi (mg) 0,5

  40

  80 Piridoksin (mg) 0,1 0,3 Vitamin B12 (µg) 0,4 0,5 Vitamin C (mg)

  65

  4 Asam folat (µg)

  Perkiraan kebutuhan energi dan zat-zat gizi bayi dilakukan dengan pencatatan asupan bayi yang tumbuh normal dan dari kandungan gizi ASI. Angka kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) untuk bayi ditetapkan dua priode enam bulan baru lahir,hinga enam bulan dan dari tuju bulan hinga sebelas bulan (Sunita Almatsier, 2011).

  Tabel Angka Kecukupan Gizi (AKG) Zat gizi 0-6 bulan 7-11 bulan

  5

  5 Vitamin K (µg)

  4

  5 Vitamin E (µg)

  5

  16 Vitamin A (RE) 375 400 vitamin D (µg)

  10

  Energi (kkal) 550 650 protein (gr)

  10 Tiamin (mg) 0,3 0,4 Ribloflavin (mg) 0,3 0,4 Niasin (mg) Almatsier, dkk. 2011. Gizi Seimbang dalam daur kehidupan. Jakarta : PT Gramedia Pusaka Utama.

  Buku pelayanan kesehatan maternal dan neonatus,tahun 2009 Dewi, Vivian Nanny Lia. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika Kementerian Kesehatan Indonesia, 2010, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010, Jakarta : Kementerian Kesehatan RI Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Lissauer, Avroy. 2013. Selayang Neonatalogi. Edisi kedua. Jakarta : Indeks. 150-156 Sulistyoningsih, Hariyani. 2011. Gizi Untuk Kesehatan Ibu Dan Anak, Yogyakarta : Graha Ilmu.

  Manuaba, Ida Bagus Gede. 2007. PengantarKulish Obstetry. EGC. Jakarta. Tanto C, Liwang F, Hanifati S 2014. Neurologi. Kapita selekta kedokteran jilid I Edisi ke 4. Jakarta : Media Aesculapius