Optimasi carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan dalam sedian gel anti-aging ekstrak spirulina platensis dengan aplikasi desain faktorial.

(1)

INTISARI

Penuaan dini pada kulit yang disebabkan oleh radikal bebas dapat diatasi dengan penggunaan antioksidan secara topikal. Ekstrak Spirulina platensis memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi karena mengandung senyawa golongan fikobiliprotein. Pada penelitian ini ekstrak Spirulina platensis diformulasikan dalam bentuk sediaan gel. Komposisi gelling agent dan humektan merupakan hal yang sangat menentukan sifat fisik dari sediaan gel. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang dominan dalam menentukan sifat fisik sediaan gel diantara gelling agent carbopol 940, humektan propilen glikol, dan interaksi keduanya, mengetahui area komposisi optimum dan mengetahui stabilitas sediaan gel yang dihasilkan.

Penelitian ini menggunakan metode desain faktorial dengan dua faktor pada dua level, gelling agent carbopol 940 pada 2 g dan 4 g dan humektan propilen glikol pada 20 g dan 40 g. Analisis statistika dilakukan dengan menggunakan software Design Expert 9.0.6 untuk mengetahui efek yang dominan dalam menentukan sifat fisik sediaan gel ekstrak Spirulina platensis dan mengetahui area komposisi optimum dan menggunakan sotfware R i386 3.2.2 untuk mengetahui stabilitas sediaan.

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa carbopol 940 merupakan faktor yang dominan dalam menentukan sifat fisik sediaan, area komposisi optimum dari ditemukan dengan carbopol 940 pada 2 – 4 g dan propilen glikol pada 20 – 40 g, dan sediaan gel yang dihasilkan merupakan sediaan yang stabil.


(2)

ABSTRACT

Premature aging of the skin caused by free radicals can be overcome with the use of topical antioxidants. Spirulina platensis extract has high antioxidant activity because it contains compounds of phycobiliprotein class. In this study, extract of Spirulina platensis formulated in a gel dosage form. The composition of gelling agent and humectant is crucial for the physical properties of the gel formulation. The aim of this study was to determine the dominant factor in determining the physical properties of the gel dosage form between gelling agent carbopol 940, humectant propylene glycol, and their interaction, determine the area of optimum composition and determine the stability of the resulting gel preparation.

This study used a factorial design with two factors at two levels, gelling agent carbopol 940 at 2 g and 4 g and humectant propylene glycol at 20 g and 40 g. Statistical analysis was done using Design Expert 9.0.6 software to determine the dominant effect in determining the physical properties of Spirulina platensis extract gel and determine the area of optimum composition and using R i386 3.2.2 software to determine the stability of the preparation.

Results from this study were that the carbopol 940 was the dominant factor in determining the physical properties of the preparation, area of the optimum composition was discovered with carbopol 940 at 2 – 4 g and propylene glycol at 20 – 40 g, and the resulting gel formulations was a stable preparation. Keywords: Spirulina platensis, gel, carbopol 940, propylene glycol, a factorial design


(3)

OPTIMASI CARBOPOL 940 SEBAGAI GELLING AGENT DAN PROPILEN GLIKOL SEBAGAI HUMEKTAN DALAM SEDIAAN GEL ANTI-AGING EKSTRAK Spirulina platensis DENGAN APLIKASI DESAIN

FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Scholastika Sihwilosowati NIM : 128114109

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

i

OPTIMASI CARBOPOL 940 SEBAGAI GELLING AGENT DAN PROPILEN GLIKOL SEBAGAI HUMEKTAN DALAM SEDIAAN GEL ANTI-AGING EKSTRAK Spirulina platensis DENGAN APLIKASI DESAIN

FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Scholastika Sihwilosowati NIM : 128114109

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kubersembahkan untuk:

Orang tuaku

Kakak & adikku~Lia, Elys, Ema, & Na

Almamaterku

A dream doesn’t become real

ity through magic;

it takes sweat, determination, and hard work

~Colin powell~


(8)

(9)

(10)

vii

PRAKATA

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Optimasi Carbopol 940 sebagai Gelling Agent dan Propilen Glikol sebagai Humektan dalam Sediaan Gel Anti-aging Ekstrak Spirulina platensis dengan Aplikasi Desain Faktorial” dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana farmasi (S.Farm.) program studi farmasi.

Selama menjalani perkuliahan S1 tentunya tidak lepas dari doa, dukungan, semangat, bimbingan, kritik, dan saran berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Orang tua atas doa, kasih sayang, dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

2. Ibu Aris Widayati M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Septimawanto Dwi Prasetyo M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, kritik, saran, dan dukungan selama proses penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Wahyuning Setyani, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji atas kritik, saran, dan masuka yang diberikan kepada penulis.

5. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku dosen penguji atas kritik, saran, dan masukan yang diberikan kepada penulis.

6. Segenap dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah berbagi ilmu dan pengalaman selama masa perkuliahan penulis

7. Pak Musrifin, Pak Agung, Pak Kayat, Pak Wagiran, Pak Parlan, dan Pak Bimo yang telah membantu dalam pelaksanaan skripsi.

8. Rekan-rekan skripsi yang telah berjuang bersama selama proses penyusunan skripsi.


(11)

viii

9. Vincentius Henry Susanto atas dukungan, semangat, dan kasih yang telah diberikan kepada penulis.

10.Teman-teman kos: Anindita Dhiaksa, Raras Ganita, Margaretha Wulan Kurniasari, dan Valentina Retno Pujiati atas dukungan dan kebersamaannya.

11.Teman-teman angkatan 2012 atas keceriaan dan kebersamaannya.

12.Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua pihak, terutama dibidang kefarmasian.

Yogyakarta, 4 Januari 2016

Penulis


(12)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... v

PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

INTISARI ... xvii

ABSTRACT ... xviii

BAB I PENGANTAR ... 1

A.Latar Belakang ... 1

1. Rumusan masalah... 4

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian ... 5

B.Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan umum ... 6


(13)

x

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 7

A.Kulit ... 7

1. Lapisan epidermis ... 7

2. Lapisan dermis ... 9

3. Lapisan hipodermis ... 9

B.Sinar Ultraviolet ... 9

C.Penuaan Dini ... 11

D.Spirulina platensis ... 13

1. Klasifikasi ... 14

2. Kandungan ... 14

3. Manfaat ... 15

E. Antioksidan ... 16

F. Ekstraksi ... 17

G.Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ... 18

H.Gel ... 20

I. Bahan Formulasi ... 23

1. Carbopol 940 ... 23

2. Propilen glikol ... 25

3. Metil paraben ... 25

4. Trietanolamin ... 26

5. Aquadest ... 27

J. Desain Faktorial ... 28


(14)

xi

L. Hipotesis ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 31

A.Rancangan dan Jenis Penelitian ... 31

B.Variabel Penelitian ... 31

1. Variabel bebas ... 31

2. Variabel tergantung ... 31

3. Variabel pengacau terkendali ... 31

4. Variabel pengacau tidak terkendali ... 32

C.Definisi Operasional ... 32

D.Bahan Penelitian ... 34

E. Alat Penelitian ... 34

F. Tata Cara Penelitian ... 35

1. Pembuatan ekstrak ... 35

2. Uji aktivitas antioksidan ... 35

3. Optimasi formula gel... 35

4. Pembuatan gel ... 36

5. Evaluasi sediaan gel ... 37

G.Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

A.Pengumpulan Simplisia ... 40

B.Pembuatan Ekstrak Spirulina platensis ... 40

C.Pengujian Aktivitas Antioksidan ... 41


(15)

xii

E. Pembuatan Sediaan Gel Anti-aging Ekstrak Spirulina platensis ... 47

F. Sifat Fisik Sediaan Gel Anti-aging Ekstrak Spirulina platensis ... 49

1. Organoleptis ... 50

2. Homogenitas ... 50

3. pH ... 50

4. Viskositas ... 51

5. Daya sebar ... 51

G.Efek Faktor terhadap Sifat Fisik Sediaan Gel Anti-aging Ekstrak Spirulina platensis ... 52

H.Optimasi Area Komposisi Optimum Sediaan Gel Anti-aging Ekstrak Spirulina platensis ... 58

I. Stabilitas Sediaan Gel Anti-aging Ekstrak Spirulina platensis ... 61

1. Stabilitas penyimpanan satu bulan ... 61

2. Stabilitas freeze-thaw ... 62

J. Subjective Assesment ... 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

A.Kesimpulan ... 66

B.Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

LAMPIRAN ... 71


(16)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kandungan nutrisi Spirulina platensis ... 15

Tabel II. Formula desain faktorial 2x2 ... 29

Tabel III. Formula acuan ... 36

Tabel IV. Formula modifikasi ... 36

Tabel V. Jumlah carbopol 940 dan respon ... 44

Tabel VI. Jumlah propilen glikol dan respon ... 45

Tabel VII. Viskositas sediaan gel ... 51

Tabel VIII. Daya sebar sediaan gel ... 52

Tabel IX. Efek faktor dan interaksi terhadap viskositas, p-value efek, dan p-value persamaan viskositas ... 54

Tabel X. Efek faktor dan interaksi terhadap daya sebar, p-value efek, dan p-value persamaan daya sebar ... 57


(17)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur kulit ... 8

Gambar 2. Kerusakan yang terjadi akibat paparan sinar matahari ... 11

Gambar 3. Morfologi Spirulina platensis diamati menggunakan scanning electron micrograph ... 13

Gambar 4. Pemanenan Spirulina platensis ... 13

Gambar 5. Mekanisme keseimbangan penentu oxidative stress ... 16

Gambar 6. Reaksi DPPH menjadi DPPH-H ... 20

Gambar 7. Monomer asam akrilat dari carbopol ... 23

Gambar 8. Struktur propilen glikol ... 25

Gambar 9. Struktur metil paraben ... 25

Gambar 10. Struktur Trietanolamin ... 27

Gambar 11. Profil KLT uji aktivitas antioksidan ... 42

Gambar 12. Respon viskositas terhadap carbopol 940 ... 44

Gambar 13. Respon daya sebar terhadap carbopol 940 ... 45

Gambar 14. Respon viskositas terhadap propilen glikol ... 46

Gambar 15. Respon daya sebar terhadap propilen glikol ... 46

Gambar 16. Hubungan faktor carbopol 940 terhadap respon viskositas ... 53

Gambar 17. Hubungan faktor propilen glikol dan respon viskositas ... 53

Gambar 18. Contour plot respon viskositas ... 55

Gambar 19. Hubungan faktor carbopol 940 terhadap respon daya sebar ... 56

Gambar 20. Hubungan faktor propilen glikol dengan respon daya sebar ... 56


(18)

xv

Gambar 21. Contour plot respon daya sebar ... 58

Gambar 22. Contour plot superimposed solusi 13 ... 59

Gambar 23. Contour plot superimposed solusi 32 ... 59

Gambar 24. Contour plot superimposed solusi 47 ... 59

Gambar 25. Pergeseran viskositas penyimpanan 1 bulan ... 62

Gambar 26. Pergeseran viskositas uji stabilitas freeze thaw ... 63


(19)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Keterangan Kebenaran Spesies ... 72

Lampiran 2. Surat Keterangan Hasil Uji Kadar Air ... 73

Lampiran 3. Dokumentasi Ekstraksi ... 74

Lampiran 4. Dokumentasi Sediaan Gel Anti-aging Ekstrak Spirulina platensis ... 75

Lampiran 5. Dokumentasi Pengukuran Respon ... 76

Lampiran 6. Data Organoleptis, Ph, dan Homogenitas... 78

Lampiran 7. Dokumentasi Stabilitas Freeze-Thaw ... 79

Lampiran 8. Data Viskositas Sediaan Gel Anti-aging Ekstrak Spirulina platensis ... 80

Lampiran 9. Data Daya Sebar Sediaan Gel Anti-aging Ekstrak Spirulina platensis ... 86

Lampiran 10. Data Validasi ... 88


(20)

xvii

INTISARI

Penuaan dini pada kulit yang disebabkan oleh radikal bebas dapat diatasi dengan penggunaan antioksidan secara topikal. Ekstrak Spirulina platensis memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi karena mengandung senyawa golongan fikobiliprotein. Pada penelitian ini ekstrak Spirulina platensis diformulasikan dalam bentuk sediaan gel. Komposisi gelling agent dan humektan merupakan hal yang sangat menentukan sifat fisik dari sediaan gel. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang dominan dalam menentukan sifat fisik sediaan gel diantara gelling agent carbopol 940, humektan propilen glikol, dan interaksi keduanya, mengetahui area komposisi optimum dan mengetahui stabilitas sediaan gel yang dihasilkan.

Penelitian ini menggunakan metode desain faktorial dengan dua faktor pada dua level, gelling agent carbopol 940 pada 2 g dan 4 g dan humektan propilen glikol pada 20 g dan 40 g. Analisis statistika dilakukan dengan menggunakan software Design Expert 9.0.6 untuk mengetahui efek yang dominan dalam menentukan sifat fisik sediaan gel ekstrak Spirulina platensis dan mengetahui area komposisi optimum dan menggunakan sotfware R i386 3.2.2 untuk mengetahui stabilitas sediaan.

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa carbopol 940 merupakan faktor yang dominan dalam menentukan sifat fisik sediaan, area komposisi optimum dari ditemukan dengan carbopol 940 pada 2 – 4 g dan propilen glikol pada 20 – 40 g, dan sediaan gel yang dihasilkan merupakan sediaan yang stabil.


(21)

xviii ABSTRACT

Premature aging of the skin caused by free radicals can be overcome with the use of topical antioxidants. Spirulina platensis extract has high antioxidant activity because it contains compounds of phycobiliprotein class. In this study, extract of Spirulina platensis formulated in a gel dosage form. The composition of gelling agent and humectant is crucial for the physical properties of the gel formulation. The aim of this study was to determine the dominant factor in determining the physical properties of the gel dosage form between gelling agent carbopol 940, humectant propylene glycol, and their interaction, determine the area of optimum composition and determine the stability of the resulting gel preparation.

This study used a factorial design with two factors at two levels, gelling agent carbopol 940 at 2 g and 4 g and humectant propylene glycol at 20 g and 40 g. Statistical analysis was done using Design Expert 9.0.6 software to determine the dominant effect in determining the physical properties of Spirulina platensis extract gel and determine the area of optimum composition and using R i386 3.2.2 software to determine the stability of the preparation.

Results from this study were that the carbopol 940 was the dominant factor in determining the physical properties of the preparation, area of the optimum composition was discovered with carbopol 940 at 2 – 4 g and propylene glycol at 20 – 40 g, and the resulting gel formulations was a stable preparation. Keywords: Spirulina platensis, gel, carbopol 940, propylene glycol, a factorial design


(22)

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara dengan iklim tropis yang terletak di daerah Khatulistiwa dengan penyinaran matahari yang terjadi sepanjang tahun. Hal ini menyebabkan intensitas paparan sinar ultraviolet (UV), yang termasuk dalam spektrum sinar matahari, sangat tinggi (Rifai, Seni, Tongkukut, dan Raharjo, 2014). Paparan sinar UV ini memiliki efek langsung terhadap kulit sebagai pertahanan pertama tubuh. Sinar UV mampu menyebabkan penuaan dini pada kulit dengan memicu pembentukan radikal bebas. Radikal bebas adalah atom yang tidak stabil dan akan merebut elektron dari organ-organ tubuh (Lees, 2012).

Selain disebabkan oleh paparan sinar UV, radikal bebas juga dapat terbentuk akibat paparan asap rokok, polusi udara, dan dari metabolisme normal tubuh. Akumulasi radikal bebas ini akan menyebabkan penuaan dini pada kulit yang ditandai dengan penampakan kulit yang kasar, terdapat kerutan, terdapat noda-noda hitam pada kulit, dan turunnya elastisitas kulit (Lees, 2012; Helfrich, Sachs, dan Voorhees, 2008).

Penuaan dini dapat diatasi dengan penggunaan antioksidan secara topikal. Antioksidan adalah suatu senyawa yang akan memberikan elektron kepada atom radikal sehingga radikal tersebut menjadi stabil dan tidak merusak kulit. Antioksidan ini dapat juga disebut sebagai anti-aging karena aktivitas antioksidan


(23)

tersebut digunakan sebagai penangkal radikal bebas yang menyebabkan penuaan dini.

Kebutuhan akan antioksidan telah mendorong dilakukan berbagai penelitian yang bertujuan untuk mencari aktivitas antioksidan dari bahan alam. Bahan alam menjadi sumber antioksidan yang banyak dicari karena dianggap lebih aman dibandingkan dengan senyawa-senyawa sintetik. Salah satu bahan alam yang memiliki kandungan antioksidan yang sangat tinggi yaitu ganggang hijau-biru seperti Spirulina platensis. Spirulina platensis adalah ganggang yang berwarna hijau kebiruan yang disebabkan karena kandungan berbagai macam pigmen. Golongan pigmen yang paling banyak terdapat pada Spirulina platensis adalah golongan fikobiliprotein. Fikobiliproretin merupakan golongan senyawa yang larut dalam air (Kabinawa, 2006). Menurut Shalaby dan Shanab (2013) ekstrak air Spirulina platensis yang mengandung pigmen fikobiliprotein ini memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi, yaitu ± 95,3%.

Spirulina platensis umumnya dikonsumsi sebagai suplemen makanan

karena memiliki kandungan nutrisi yang tinggi. Spirulina platensis juga telah digunakan dibidang kosmetika secara topikal sebagai masker wajah (POM, 2015). Cara penggunaannya adalah dengan menambahkan air pada serbuk Spirulina

platensis, kemudian diaplikasikan pada wajah dan ditunggu mengering. Setelah

mengering, maka masker wajah dibilas dengan air. Cara penggunaan ini dapat dikatakan kurang praktis dan tidak efektif. Hal yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kekurangan tersebut adalah memperbaiki bentuk sediaannya.


(24)

Beberapa bentuk sediaan yang digunakan secara topikal dengan efek lokal diantaranya adalah sediaan gel, krim, lotion, dan salep. Sediaan gel merupakan sediaan yang paling cocok digunakan untuk membawa senyawa-senyawa aktif yang larut air seperti ekstrak air Spirulina platensis. Gel adalah sediaan semi padat yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik kecil atau molekul organik besar, dan terpenetrasi oleh suatu cairan (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI,1995). Jika dibandingkan dengan bentuk sediaan topikal lain seperti lotion, krim, dan salep, sediaan gel memiliki beberapa keunggulan, yaitu mampu melepaskan zat aktif dari basis dengan baik, tidak berminyak, mudah dan nyaman digunakan, mudah dicuci, dan memberikan kesan dingin (Allen, 2002; Sharma, Pawar, dan Jain, 2012).

Pada penelitian ini dilakukan formulasi sediaan gel anti-aging dengan menggunakan ekstrak Spirulina platensis sebagai zat aktif. Sediaan gel anti-aging yang dibuat ditujukan untuk penggunaan secara topikal pada kulit wajah. Penelitian ini menggunakan metode desain faktorial 2 x 2, yaitu menggunakan dua faktor pada dua level. Faktor yang digunakan adalah gelling agent carbopol 940 dan humektan propilen glikol. Pemilihan faktor yang diteliti ini disebabkan karena kedua faktor inilah yang sangat berpengaruh terhadap sifat fisik dari suatu sediaan gel. Dua level yang digunakan adalah level tinggi dan level rendah dari masing-masing faktor. Hasil akhir yang dapat diperoleh dengan menggunakan metode desain faktorial adalah dapat diketahui efek mana yang lebih dominan antara dua faktor yang diteliti, yaitu gelling agent carbopol 940 dan humektan propilen glikol, dan interaksi keduannya dalam menentukan respon viskositas dan


(25)

daya sebar. Selain itu juga dapat diketahui formula komposisi optimum dan stabilitas dari sediaan gel yang dihasilkan.

Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain ekstraksi, identifikasi aktivitas antioksidan, orientasi level, formulasi menggunakan metode desain faktorial, pengukuran respon dan stabilitas, analisis data, dan validasi persamaan.

1. Rumusan masalah

a. Manakah yang lebih dominan dalam menentukan sifat fisik gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis diantara gelling agent carbopol 940, humektan propilen glikol, dan interaksi keduanya?

b. Adakah area optimum komposisi gelling agent carbopol 940 dan humektan propilen glikol pada contour plot superimposed yang diprediksikan sebagai formula optimum gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis?

c. Bagaimana stabilitas gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis selama penyimpanan satu bulan dan selama siklus freeze-thaw?

2. Keaslian penelitian

Penelitian terdahulu yang terkait:

a. Preparation and Evaluation of Topical Gel of Valdecovid yang dilakukan oleh Rupal, Kaushal, Mallikarjuna, dan Dipti pada tahun 2010. Penelitian ini terkait formulasi dan evaluasi sediaan gel dengan menggunakan berbagai macam gelling agent, salah satunya adalah carbopol 940, dan propilen glikol sebagai humektan.


(26)

b. Antiradical and Antioxidant Activities of Different Spirulina platensis Extracts againts DPPH and ABTS Radical Assays yang dilakukan oleh

Shalaby dan Shanab pada tahun 2013. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengevaluasi dan membandingkan aktivitas antiradikal dan antioksidan dari berbagai ekstrak Spirulina platensis dengan menggunakan metode DPPH dan ABTS.

Sejauh penelusuran pustaka yang telah dilakukan penulis, penelitian mengenai optimasi carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan dalam sediaan gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis dengan aplikasi desain faktorial belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Menambah pengetahuan mengenai bentuk sediaan gel dengan zat aktif yang berasal dari bahan alam dengan menggunakan carbopol940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan. b. Manfaat metodologis. Menambah pengetahuan dalam bidang kefarmasian mengenai penggunaan desain faktorial dalam formulasi gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis.

c. Manfaat praktis. Menghasilkan sediaan gel ekstrak Spirulina platensis sebagai anti-aging sehingga pengembangan bahan alam dalam sediaan gel dapat ditingkatkan.


(27)

B.Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Membuat gel dari bahan alam yaitu ekstrak Spirulina platensis sebagai

anti-aging dengan menggunakan carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen

glikol sebagai humektan. 2. Tujuan khusus

a. Mengetahui faktor yang lebih dominan dalam mempengaruhi sifat fisik dan gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis diantara carbopol 940, propilen glikol, dan interaksi keduanya.

b. Mengetahui area komposisi optimum carbopol 940 dan propilen glikol pada

contour plot superimposed yang diprediksikan sebagai formula optimum gel

anti-aging ekstrak Spirulina platensis.

c. Mengetahui stabilitas gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis selama penyimpanan satu bulan dan selama siklus freeze-thaw.


(28)

7

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A.Kulit

Kulit adalah lapisan paling luar yang menyelimuti tubuh. Kulit merupakan organ tubuh yang paling luas dan berkontak langsung dengan lingkungan. Kulit memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai pertahanan terhadap faktor lingkungan, pengatur suhu tubuh, organ ekskresi, dan sebagai organ sensori. Fungsi kulit sebagai pertahanan atau perlidungan terhadap faktor lingkungan meliputi perlidungan dari faktor fisik (trauma mekanik, suhu, dan radiasi), kimia (agen perusak, xenobiotika, dan alergen), dan biologi (bakteria dan virus). Kulit juga dapat berfungsi untuk menjaga keadaan homeostatis dengan mencegah kehilangan air dan ion yang tidak terkontrol dari tubuh ke lingkungan sekitar (Dalenski, Kazandjeva, dan Tsanov, 2011).

Kulit manusia tersusun atas beberapa lapisan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Terdapat tiga lapisan, yaitu lapisan epidermis, lapisan dermis, dan lapisan hipodermis yang tersusun dari luar ke dalam (Farage, Miller, dan Maibach, 2010).

1. Lapisan epidermis

Lapisan epidermis merupakan lapisan terluar dari kulit. Lapisan ini merupakan lapisan tanpa pembuluh darah dengan ketebalan antara 50-100µm. Epidermis terdiri dari sel keratin, matriks yang kaya dengan lemak, dan stratum


(29)

Gambar 1. Struktur kulit (Farage dkk., 2010).

korneum. Stratum korneum merupakan lapisan yang tersusun dari sel-sel keratin yang sudah mati yang disebut sebagai korneosit. Stratum korneum adalah penghalang primer untuk permeasi obat, terutama obat-obat yang larut air. Hal ini dikarenakan stratum korneum berfungsi untuk melindungi kulit dari kerusakan eksternal. Oleh karena itu, penghantaran obat melalui stratum korneum merupakan hal yang sangat penting dalam desain sediaan dengan sistem penghantaran dermal. Stratum korneum juga berfungsi untuk mengatur hidrasi dari jaringan internal karena mengandung lapisan asam hyaluronat dan gliserol (Farage dkk., 2010; Kaur dan Guleri, 2013).


(30)

2. Lapisan dermis

Lapisan dermis merupakan lapisan kedua setelah epidermis. Lapisan dermis memiliki ketebalan antara 2-3 mm. Lapisan ini tersusun dari pembuluh darah, saraf, folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar minyak. Lapisan ini juga mengandung elastin, yang bertanggung jawab terhadap elastisitas kulit, kolagen, yang merupakan massa penyusun kulit terbesar dan bertanggung jawab untuk renggangan kulit, serta asam hyaluronat yang berfungsi untuk hidrasi kulit (Farage dkk., 2010; Kaur dan Guleri, 2013).

3. Lapisan hipodermis

Lapisan hipodermis adalah lapisan terdalam dari kulit. Lapisan ini merupakan jaringan pengikat longgar yang terdiri dari banyak pembuluh darah dan lemak subkutan. Lapisan ini berfungsi sebagai bantalan, sekat, pengatur suhu, dan menstabilkan kulit dengan menghubungkan kulit dengan organ dibawahnya (Farage dkk., 2010).

B.Sinar Ultraviolet

Sinar Ultraviolet berasal dari sinar matahari yang memiliki panjang gelombang antara 200-400 nm. Berdasarkan panjang gelombangnya, sinar ultraviolet dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sinar UV A, sinar UV B, dan sinar UV C. Sinar UV A memiliki panjang gelombang antara 315-400 nm. Sinar UV A memiliki energi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan sinar UV B, akan tetapi sinar ini tersedia dalam jumlah yang lebih banyak. Sinar UV A terpenetrasi lebih dalam dari pada sinar UV B, yaitu sampai kepada bagian


(31)

dermis. Walaupun sinar UV A dianggap tidak lebih berbahaya dari sinar UV B, akan tetapi sinar ini juga mampu menyebabkan pembentukan radikal bebas seperti

reactive oxygen species (ROS) dan reactive nitrogen species (RNS) yang dapat

menggangu struktur protein, lemak, dan DNA (Kulka, 2013; Ichihashi, Ando, Yoshida, Niki, dan Matsui, 2009).

Sinar UV B memiliki panjang gelombang antara 280-315 nm. Sebagian dari sinar UV B diserap oleh lapisan ozon yang ada di atmosfer. Sinar UV B memiliki energi yang lebih besar dari sinar UV A, oleh karena itu sinar ini dikatakan lebih berbahaya dari sinar UV A. Sinar UV B ini terpenetrasi sampai pada lapisan epidermis kulit saja. Pada lapisan epidermis inilah terjadi pembentukan radikal bebas ROS dan RNS yang diinduksi oleh sinar UV B (Dupont, Gomez, dan Bilodeu, 2013).

Sinar UV C memiliki panjang gelombang antara 200-280 nm. Sinar UV C juga disebut sebagai radiasi gelombang pendek atau radiasi ionisasi. Sinar UV C merupakan sinar UV yang paling berbahaya karena memiliki energi yang paling besar jika dibandingkan dengan sinar UV yang lain. Sinar UV C dapat menyebabkan kematian pada organisme yang secara langsung terpapar radiasi sinar tersebut. Untungnya, sinar UVC tidak sampai kepermukaan bumi karena telah diserap oleh gas yang terdapat pada atmosfer, yaitu ozon, sehingga sinar ini tidak ikut berperan dalam kerusakan kulit yang disebabkan oleh sinar UV (Dupont dkk., 2013).

Radikal bebas yang terbentuk akibat paparan sinar UV dapat memicu kerusakan oksidatif yang berakibat pada terjadinya penuaan dini pada kulit.


(32)

Penuaan dini tersebut biasa disebut dengan skin photoaging. Gambar 2 menunjukkan kerusakan yang dapat terjadi akibat paparan sinar UV. Skin

photoaging sebenarnya dapat terjadi akibat paparan sinar UV sampai dengan sinar

infrared, akan tetapi faktor utama penyebab skin photoaging adalah sinar UV,

karena energinya yang tinggi (Dupont dkk., 2013).

C. Penuaan Dini

Penuaan adalah hal yang tidak dapat dihindari sebagai konskuensi dari pertambahan usia. Namun karena berbagai faktor, penuaan dapat terjadi bukan hanya karena pengaruh pertambahan usia saja, sehingga seseorang dapat mengalami penuaan pada usia yang lebih muda, yang disebut sebagai penuaan dini. Penuaan dini disebabkan oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu adanya pembentukan radikal bebas yang dihasilkan dari metabolisme tubuh,

Gambar 2. Kerusakan yang terjadi akibat paparan sinar matahari (Dupont dkk., 2013).

Content in sunlight 5% 50% 45%

Photoaging ROS/RNS generation

Heat DNA

oxidaton

Sunburn DNA damage Blocked by

atmophere

Immune

supression Oxidative damage

to DNA and other molecules


(33)

sedangkan faktor ekstrinsik meliputi radiasi sinar UV, stres fisik dan psikologi yang berat, dan polusi udara yang berasal dari asap rokok dan asap kendaraan bermotor. Radiasi UV merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap proses penuaan dini (Lees, 2012).

Kulit yang berfungsi untuk melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan memiliki resiko tinggi terkena dampak dari radiasi sinar UV. Dampak yang dapat ditimbulkan dari radiasi sinar UV adalah penuaan dini pada kulit yang dinamakan dengan skin photoaging. Sinar UV menyebabkan skin photoaging dengan cara memicu pembentukan radikal bebas. Akumulasi radikal bebas yang terbentuk akan meningkatkan kerusakan kolagen dan menurunkan pembentukan kolagen baru. Hal tersebut akan menurunkan jumlah kolagen total sehingga akan timbul tanda-tanda seperti kerutan. Selain itu radikal bebas juga bekerja dengan cara mengambil elektron dari permukaan membran sel dan kulit, sehingga akan membentuk radikal bebas baru yang akan menyebabkan reaksi berantai dan berakibat juga pada kerusakan kulit (Helfrich dkk., 2008).

Tanda-tanda dari kulit yang mengalami penuaan dini adalah adanya kerutan, noda-noda hitam pada kulit, kulit menjadi kasar dan kering, terjadi pigmentasi, dan turunnya elastisitas kulit (Helfrich dkk., 2008). Cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menggunakan antioksidan secara topikal. Antioksidan adalah senyawa penangkal radikal bebas yang bekerja dengan cara memberikan elektron kepada radikal bebas yang membutuhkan elektron untuk menjadi senyawa yang lebih stabil (Lees, 2012).


(34)

D. Spirulina platensis

Spirulina platensis merupakan organisme prokariotik golongan

sianobakteria yang dapat berfotosintesis, uniseluler, dan berbentuk filamen menyerupai spiral. Filamen Spirulina platensis memiliki panjang 200 - 400 µm dan lebar 3-4 µm mikrometer. Satu filamen merupakan koloni yang dapat bergerak (Sedjati, Yudiati, dan Suryono, 2012). Spirulina platensis membentuk

Gambar 3. Morfologi Spirulina platensis diamati menggunakan scanning electron micrograph (El-sumragy, 2012).


(35)

populasi yang masif pada perairan di daerah tropis dan subtropis dengan kadar karbonat dan bikarbonat tinggi, pH yang tinggi (sampai pH = 11), dan memiliki salinitas yang tinggi (Ali dan Saleh, 2012). Gambar 3 menunjukkan morfologi dari Spirulina platensis dan Gambar 4 menunjukkan bentuk dan cara pemanenan

Spirulina platensis dengan cara filtrasi.

1. Klasifikasi

Divisi : Cyanophyta

Kelas : Cyanophyceae

Ordo : Nostocales

Famili : Oscillatoriaceae

Marga : Spirulina

Jenis : Spirulina platensis

(Kabinawa, 2006). 2. Kandungan

Spirulina platensis adalah suatu ganggang hijau-biru yang kaya akan

kandungan nutrisi. Kandungan nutrisi yang paling banyak terkandung dalam

Spirulina platensis adalah protein. Tabel I menunjukkan kandungan nutrisi dari

Spirulina platensis dalam 100 g serbuk kering. Kandungan protein pada Spirulina

platensis adalah sebesar 60-70%, sisanya merupakan kandungan lain berupa

karbohidrat, lemak, mineral, dan air (Kabinawa, 2006).

Warna hijau-biru dari Spirulina platensis disebabkan karena kandungan berbagai macam pigmen. Fikobiliprotein adalah golongan pigmen yang paling banyak terdapat pada Spirulina platensis, kandungannya dapat mencapai 20% dari


(36)

100 g serbuk kering. Fikobiliprotein merupakan golongan pigmen fotosintetik yang berperan dalam tranfer energi secara efisien pada rantai fotosintetis (Kabinawa, 2006).

Kandungan Persentase (%) Protein 60 – 70 Karbohidrat 15 – 25 Lemak 6 – 8 Mineral 7 – 18

Serat 8 – 10

Air 3

Fikobiliprotein merupakan golongan senyawa hirofilik, berwarna hijau-biru, dan merupakan jenis pigmen protein yang dapat berfluoresensi. Pigmen golongan fikobiliprotein terdiri dari 3 macam pigmen, yaitu fikosianin (biru tua), fikoeritrin (merah tua), dan allofikosianin (hijau kebiruan). Berdasarkan penelitian, ekstrak air yang mengadung pigmen golongan fikobiliprotein dari

Spirulina platensis terbukti memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi, yaitu ±

95,3%, dengan menggunakan metode DPPH (Kamble, Gaikar, Padalia, dan Shide, 2013; Shalaby dan Shanab, 2013).

3. Manfaat

Secara umum manfaat lain dari Spirulina platensis adalah sebagai berikut:

a. suplemen makanan, b. antiviral,

c. antikanker,

d. mengurangi Pre Mentrual Syndrome (PMS),


(37)

e. memperkuat kekebalan tubuh (Kabinawa, 2006; Kamble dkk., 2013).

E. Antioksidan

Antioksidan adalah suatu inhibitor untuk proses oksidasi yang bekerja dengan cara memberikan elektron kepada radikal bebas. Ketika radikal bebas telah menerima elektron, maka radikal bebas tersebut akan berubah menjadi senyawa yang lebih stabil dan tidak dapat menyebabkan kerusakan pada tubuh. Tubuh manusia dapat menghasilkan antioksidan secara alami. Contoh dari antioksidan adalah superoxide dismutase (SOD), glutathione peroxidase,

thioredoxin, dan vitamin (Devasagayam,Tilak, Boloor, Sane, Ghaskadbi, dan

Lele, 2004; Lees, 2012).

Terjadi mekanisme keseimbangan antara radikal bebas dengan antioksidan didalam tubuh. Menurut Badarinath, Rao, Chetty, Ramkanth, Rajan, dan Ghanaprakash (2010) apabila keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan didalam tubuh terganggu maka akan terjadi oxidative stress. Hal ini dapat terjadi

Equilibrium (AOX – ROS)

Oxidative stress (Excess ROS and

Deplated AOX)

ROS

ROS AOX

AOX

Gambar 5. Mekanisme keseimbangan penentu oxidative stress (Kunwar dan Priyardarsini, 2011).


(38)

ketika jumlah radikal bebas dalam tubuh menjadi berlebih ataupun karena terjadi penurunan jumlah antioksidan dalam tubuh. Oleh karena itu dibutuhkan antioksidan eksogen untuk memenuhi kebutuhan akan antioksidan tersebut. Gambar 5 menunjukkan mekanisme keseimbangan yang terjadi dalam tubuh yang dapat menentukan terjadinya oxidative stress.

Kebutuhan akan antioksidan tersebut mendorong pengembangan penggunaan antioksidan alami dari bahan alam. Aktivitas antioksidan dari beberapa tanaman telah banyak dilaporkan. Senyawa-senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas tersebut antara lain, senyawa golongan polifenol, melatonin, carotenoids, retinal, tiol, dan allicin (Kunwar dan Priyadarsini, 2011)

Berdasarkan fungsinya, antioksidan dibedakan sebagai berikut :

1. mencegah terbentuknya reactive oxygen species (ROS), misalnya superoxide

dismutase (SOD) yang merupakan enzim yang mengkatalisis dismutasi dari

superoxide menjadi H2O2 dan mengkatalisis H2O2 menjadi air,

2. meredam radikal bebas, misalnya vitamin C dan vitamin E,

3. memperbaiki enzim yang terlibat dalam reaksi oksidasi, misalnya glutation (Devasagayam dkk., 2004).

F. Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu cara yang digunakan untuk mengambil suatu senyawa kimia dengan menggunakan suatu pelarut yang dapat melarutkan zat yang dituju, sehingga zat tersebut akan terpisah dari bahan yang tidak larut. Ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa macam metode, diantaranya adalah


(39)

maserasi, sokletasi, perkolasi, dan destilasi uap. Metode ekstraksi yang paling sederhana adalah metode maserasi. Maserasi dapat digunakan untuk mengekstraksi senyawa dalam jumlah yang banyak yang mudah larut dalam cairan pengekstraknya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1985).

Maserasi merupakan suatu metode ekstraksi yang dilakukan dengan perendaman simplisia menggunakan suatu pelarut tertentu yang sesuai. Simplisia yang diekstraksi biasanya berbentuk serbuk halus. Pelarut yang digunakan adalah pelarut yang dapat melarutkan zat yang dituju. Pelarut ini akan mendesak masuk melalui dinding sel, kemudian akan sampai pada rongga sel dan melarutkan zat yang dituju. Perbedaan konsentrasi zat pada simplisia dan pada pelarut menyebabkan zat yang diinginkan berdifusi kedalam pelarut. Difusi zat kimia yang dituju akan berhenti ketika terjadi keseimbangan, dimana konsentrasi zat dalam pelarut sama besar dengan konsentrasi zat pada simplisia. Maserasi dilakukan dengan penggojogan sesekali atau terus-menerus untuk mengganggu keseimbangan tersebut, sehingga lebih banyak lagi zat yang akan terlarut dan berdifusi dalam cairan pengekstrak (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1985).

G. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis adalah suatu kromatografi planar dengan menggunakan fase diam yang dilapiskan secara tipis dan seragam pada pelat kaca, pelat alumunium, atau pelat plastik. Fase diam dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter 10-30 µm. Semakin kecil kisaran ukuran fase


(40)

diam, maka semakin baik kinerja KLT. Fase diam yang biasanya digunakan adalah silika dan serbuk selulosa. Fase gerak yang digunakan bisa mengacu dari pustaka ataupun dilakukan orientasi terlebih dahulu. Sistem fase gerak yang paling sederhana adalah campuran dua pelarut organik. Daya elusi fase gerak bisa diatur sedemikian rupa sehingga dapat terjadi pemisahan yang optimal (Gandjar dan Rohman, 2007).

Uji aktivitas antioksidan pada ekstrak tanaman dapat dilakukan dengan metode KLT. Saat pengujian tidak diperlukan pemurnian sampel, karena pada KLT akan terjadi pemisahan senyawa akibat adanya interaksi antara sampel dengan fase diam dan fase gerak. Kemudian pemisahan senyawa ini akan dilanjutkan dengan pendeteksian aktivitas peredaman radikal bebas oleh senyawa dalam ekstrak tanaman yang memiliki aktivitas antioksidan (Badarinath dkk., 2010).

Uji aktivitas antioksidan dengan menggunakan KLT dapat dilakukan dengan pewarnaan menggunakan 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH). DPPH adalah suatu radikal bebas yang stabil pada suhu ruang dan berwarna ungu apabila dilarutkan dalam metanol. Saat radikal bebas bereaksi dengan antioksidan, DPPH akan tereduksi karena menerima elektron dari antioksidan dan sifat radikal bebas tersebut akan hilang. Hal ini ditandai dengan adanya perubahan warna DPPH dari warna ungu menjadi kuning. Reaksi antara DPPH dengan antioksidan ditunjukkan dengan Gambar 6. Suatu ekstrak tanaman dinyatakan memiliki aktivitas antioksidan apabila pada pengujian dihasilkan bercak berwarna kuning dengan latar berwarna ungu dari penyemprotan DPPH. Metode ini merupakan metode


(41)

yang mudah, efektif, dan cepat untuk mengetahui profil dari ekstrak tanaman, dan potensi dari ekstrak tanaman dapat segera diketahui (Badarinath dkk., 2010).

H. Gel

Gel adalah sediaan semi padat yang terdiri dari suspensi yang terbuat dari partikel anorganik kecil atau molekul organik besar, dan terpenetrasi oleh suatu cairan (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI,1995). Gel tersusun atas dua kompartemen, yaitu jaringan tiga dimensi dan fase kontinyu berupa air. Jaringan tiga dimensi tersebut terhubung satu sama lain dengan ikatan silang (crosslinking). Jaringan tiga dimensi ini terpenetrasi oleh fase kontinyu dalam jumlah yang proporsional membentuk struktur jaringan yang kaku sehingga membatasi gerak dari cairan tersebut. Gel dengan rute pemberian secara topikal umumnya diaplikasikan pada permukaan kulit, namun dapat juga diberikan pada rektal, optalmik, dan vaginal (Kaur dan Guleri, 2013).

Gelling agent merupakan suatu bahan pembentuk jaringan tiga dimensi

dalam sediaan gel. Pemilihan gelling agent harus diperhatikan, karena gelling


(42)

agent sangat menentukan sifat fisik dari sediaan gel yang dihasilkan. Gelling

agent yang biasa digunakan dalam sediaan gel antara lain carbopol, HMPC,

CMC-Na, polivinil alkohol, sodium alginat, tragakan, gelatin, dan etilselulosa. Selain komponen gelling agent, dalam sediaan gel terdapat komponen humektan yang berfungsi untuk menjaga kestabilan sediaan dengan cara menyerap lembap dari lingkungan dan mengurangi penguapan air dari sediaan. Humektan juga mempengaruhi sifat fisik sediaan. Contoh dari humektan yang biasa digunakan adalah propilen glikol, gliserin, sorbitol, dan butilen glikol. Karakteristik dari humektan adalah memilki gugus hidroksil. Gugus hidrosil ini akan berikatan dengan air melalui ikatan hidrogen, sehingga akan menarik air dan akan menjaga kelembapan sediaan dan kulit. Fungsi dari kedua komponen yang sangat berpengaruh pada sifat fisik dan stabilitas sediaan menjadikan kedua komponen tersebut sangat penting dalam sediaan gel (Arikumalasari, Dewantara, dan Wijayanti, 2013).

Sifat-sifat dari gel adalah sebagai berikut:

1. gelling agent untuk farmasetikal dan kosmetik harus inert, aman, dan tidak

bereaksi dengan komponen lain dalam formulasi,

2. gelling agent memberikan sifat yang menyerupai zat padat selama

penyimpanan, namun ketika diberi gaya geser, maka sifat menyerupai zat padat ini dapat berubah menyerupai zat cair,

3. sediaan gel harus memiliki sifat antimikrobia untuk mencegah kontaminasi mikroba,


(43)

Gel diklasifkasikan sebagai berikut:

1. gel fase tunggal dan gel fase ganda. Gel fase tunggal adalah gel yang terdiri dari makromolekul organik yang tersebar dalam suatu cairan sedemikian rupa sehingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul besar yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik seperti carbopol dan gom alam seperti tragakan. Gel fase ganda adalah gel yang terdiri dari jaringan partikel yang terpisah, misalnya adalah gel Al(OH)3 (Yanhendri

dan Yenny, 2012).

2. sifat dari pelarutnya, gel dibedakan menjadi 3, yaitu hydrogels, organicgels, dan xerogels. Hyrogels mengandung air sebagai fase kontinyunya, sedangkan

organicgels mengandung suatu pelarut bukan air, dan xerogels mengandung

pelarut dalam jumlah yang sedikit. Contoh dari ketiga jenis gel tersebut secara berturut-turut adalah carbopol, plastibase, dan polistiren (Kaur dan Guleri, 2013).

3. sifat reologinya, gel biasanya menunjukkan sifat alir non-newtonian, yaitu gel plastik, gel pseudoplastik, dan gel tiksotropi. Gel tiksotropi, pada saat didiamkan gel akan bersifat menyerupai zat padat, tetapi apabila dikocok atau diberi tekanan, sifatnya akan menyerupai zat air. Hal ini disebabkan ikatan antara partikel-partikel dalam gel sangat lemah, dan dapat dirusak dengan dikocok, namun ikatan tersebut akan terbentuk kembali saat gel didiamkan. Contoh dari gel berdasarkan reologinya secara berturut-turut adalah alumunium hidroksida, carbopol, dan kaolin (Kaur dan Guleri, 2013).


(44)

Jika dibandingkan dengan sediaan topikal lain, sediaan gel memiliki beberapa keuntungan. Keuntungan dari gel yaitu, jika dibandingkan dengan sediaan salep, gel merupakan sediaan yang tidak berminyak, sehingga nyaman digunakan dan dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam menggunakan obat. Selain itu gel merupakan sediaan yang mudah digunakan, mampu melepaskan obat dengan baik dari basisnya, mudah dicuci, dan memberikan kesan dingin

(Sharma, Pawar, dan Jain, 2012).

I. Bahan Formulasi 1. Carbopol 940

Karbomer adalah serbuk higroskopis, berwarna putih, dan sedikit berbau. Karbomer atau biasa disebut sebagai carbopol adalah polimer sintetik yang tersusun dari asam akrilat yang berikatan silang dengan alil sukrosa atau alil eter pentaeritritol. Gambar 7 menunjukkan struktur dari asam akrilat. Carbopol mengandung gugus asam karboksilat antara 52%-68% dan memiliki bobot molekul antara 7 x 105 sampai 4 x 109 g/mol (Rowe dkk., 2009).


(45)

Carbopol digunakan dalam formulasi sediaan cair dan semi padat seperti krim, gel, lotion, dan salep yang digunakan secara topikal. Carbopol dapat digunakan sebagai emulsifying agent, suspending agent, tablet binder,

controlled-release agent, dan gelling agent. Sebagai gelling agent carbopol biasanya

digunakan pada rentang 0,5-2,0%. Carbopol inkompatibel dengan fenol, polimer kationik, asam kuat, dan elektrolit pada kadar yang tinggi serta dengan beberapa pengawet. Adanya besi atau logam golongan transisi lain dalam jumlah yang kecil dapat mengkatalis degradasi dari dispersi carbopol (Rowe dkk., 2009).

Carbopol perlu dinetralisasi untuk mencapai viskositas yang diinginkan. Carbopol yang tidak dinetralkan memiliki pH antara 2,5-3,5, tergantung dari konsentrasi carbopol. Carbopol yang tidak dinetralisasi akan memiliki viskositas yang sangat rendah. Ketika suatu bahan penetral ditambahkan maka carbopol akan segera mengental. Viskositas maksimum dari carbopol dapat dicapai pada pH 6-7,

kemudian akan menurun pada pH ≥ 9. Pada pH dibawah 5 atau diatas 9 diperlukan carbopol dengan konsentrasi yang lebih tinggi untuk meningkatkan viskositas. Bahan penetral yang dapat digunakan untuk menetralkan karbomer misalnya NaOH, KOH, diisopropanolamin, dan trietanolamin (TDS, 2010).

Carbopol yang sering digunakan dalam sediaan gel adalah carbopol 940. Hal ini karena carbopol 940 memiliki beberapa keuntungan, yaitu merupakan

gelling agent yang baik dan efisien, memiliki tingkat kejernihan yang bagus

sehingga penampilannya menarik, stabil pada temperatur tinggi, stabil pada siklus

freeze-thaw dan bersifat sebagai antimikrobia (TDS, 2009; Ben, Suardi, Chalid,


(46)

dan perlu penambahan bahan penetral untuk mencapai viskositas yang diinginkan (TDS, 2010).

2. Propilen glikol

Propilen glikol adalah cairan bening, tidak berwarna, kental dan tidak berbau, dengan rasa yang manis seperti gliserol. Gambar 8 menunjukkan struktur dari propilen glikol. Propilen glikol inkompatibel bila berada bersama dengan reakgen pengoksidasi seperti potasium permanganat. Propilen glikol juga dikenal sebagai senyawa yang tidak toksik. Dalam bidang kefarmasian, propilen glikol dapat digunakan sebagai pengawet, pelarut atau kosolven, dan sebagai humektan. Penggunaan propilen glikol sebagai humektan dalam sediaan topikal adalah lebih dari 15%. Kelebihan propilen glikol adalah merupakan senyawa yang tidak toksik, murah, dapat sebagai enhancer bagi pelepasan obat, dan dapat meningkatkan aktivitas metil paraben sebagai pengawet pada rentang propilen glikol 2-5% (Rowe dkk., 2009).

3. Metil paraben

Gambar 8. Struktur propilen glikol (Rowe dkk., 2009).


(47)

Metil paraben adalah kristal tidak berwarna atau berwarna putih dan tidak berbau. Struktur dari metil paraben ditunjukkan pada Gambar 9. Metil paraben menghambat pertumbuhan mikroba pada pH 4-8. Sifat sebagai pengawet ini akan berkurang pada pH yang lebih tinggi, karena akan terjadi pembentukan anion fenolat. Metil paraben berfungsi sebagai pengawet dan biasanya lebih aktif dalam melawan jamur dan kapang jika dibandingkan dengan aktivitasnya terhadap bakteria. Metil paraben juga lebih aktif melawan bakteri gram positif dibandingkan dengan bakteri gram negatif. Aktivitas dari metil paraben dapat ditingkatkan melalui kombinasi jenis paraben yang lain seperti etilparaben, propilparaben dan butilparaben. Aktivitas metilparaben juga dapat ditingkatkan dengan menggunakan bahan tambahan lain, seperti propilen glikol. Rentang penggunaan metil paraben yang diperbolehkan dalam sediaan topikal adalah antara 0,02-0,3% (Rowe dkk., 2009).

Metil paraben inkompatibel dengan surfaktan nonionik, bentonit, magnesium trisilikat, talk, tragakan, sodium alginat, essensial oils, sorbitol, dan atropin. Metil paraben juga dapat bereaksi dengan beberapa macam gula dan alkoholnya. Penyerapan metil paraben oleh wadah plastik juga harus diperhatikan. Penyerapan metil paraben oleh wadah plastik ini tergantung dari jenis plastiknya. Hanya ada dua jenis plastik yang tidak menyerap metilparaben, yaitu low-density dan high-density polyethylene (Rowe dkk., 2009).

4. Trietanolamin

Trietanolamin merupakan cairan kental yang jernih, tidak berwarna sampai berwarna kuning pucat, dan memiliki bau seperti amonia. Gambar 10


(48)

menunjukkan struktur dari trietanolamin. Trietanolamin memiliki pH = 10,5 pada konsentrasi 0,1 N. Sifat basa dari trietanolamin tersebut disebabkan karena memiliki kandungan 2,2’,2’’-nitrilotriethanol, dietanolamin, dan monoetanolamin. Trietanolamin bersifat sangat higroskopis, memiliki kandungan lembap 0,09%, titik didih pada 335oC, titik beku pada 21,6oC, dan meleleh pada suhu 20-21oC (Rowe dkk., 2009).

Trietanolamin dapat digunakan untuk menyesuaikan atau menetralisasi pH dari sediaan gel karena memiliki sifat sebagai basa. Netralisasi ini dilakukan untuk mendapatkan viskositas yang diinginkan. Viskositas maksimum dari sediaan gel dengan gelling agent carbopol dapat dicapai pada pH antara 6-7, penurunan viskositas akan terjadi pada pH ≥ 9 (Swabrick dan Boylan, 1992). 5. Aquadest

Aquadest adalah air yang telah melalui tahap destilasi. Aquadest

merupakan cairan yang tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak memiliki rasa dengan berat molekul 18,02 g/mol. Air digunakan sebagai bahan baku atau pelarut dalam pembuatan produk farmasetika dan juga sebagai reakgen. Air dapat bereaksi hebat dengan logam alkali dan bentuk oksidanya, seperti kalsium oksida dan magnesium oksida. Air bereaksi dengan garam anhidrat sehingga terbentuk


(49)

bentuk hidratnya, dan juga bereaksi dengan beberapa senyawa organik dan kalsium karbida (Rowe dkk., 2009).

J. Desain Faktorial

Desain faktorial adalah desain eksperimen dengan adanya dua atau lebih faktor yang dimanipulasi. Desain faktorial paling sederhana adalah dengan menggunakan dua faktor, atau yang dinamakan dengan two factor experiment. Desain faktorial two factor experiment atau disebut sebagai desain faktorial 2 x 2

menggunakan dua faktor, dimana masing-masing faktor mempunyai dua level. Jumlah kelompok yang digunakan dalam penelitian ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

Jumlah kelompok = 2n = 22 = 4

Jadi, jumlah kelompok yang digunakan dalam penelitian adalah sebanyak 4 kelompok (Santoso, 2010).

Contoh dari penggunaan metode desain faktorial 2x2 adalah pada suatu percobaan yang bertujuan untuk mengetahui efek dari konsentrasi obat dan konsentrasi lubrikan pada waktu disolusi suatu tablet. Konsentrasi obat dan konsentrasi lubrikan adalah faktor dari percobaan tersebut, kedua faktor tersebut digunakan pada dua level, yaitu level rendah dan level tinggi. Jumlah formula yang dibuat dalam percobaan ini adalah sebanyak 4 formula. Formula yang dibuat dalam percobaan ditunjukkan pada Tabel II (Bolton dan Bon, 2010).

Keterangan: 2 = level n = faktor


(50)

Simbol Formula (1) Obat dan lubrikan pada level rendah

a Obat pada level tinggi dan lubrikan pada level rendah b Obat pada level rendah dan lubrikan pada level tinggi ab Obat dan lubrikan pada level tinggi

Uji yang dilakukan menjadi lebih kompleks karena melibatkan lebih dari satu faktor. Uji yang dilakukan tidak hanya menguji ada tidaknya sebab-akibat antara faktor dan respon, namun juga perlu diketahui ada tidaknya interaksi diantara faktor itu sendiri, sehingga dapat ditentukan efek yang dominan dan efek dari interaksi antar faktor (Santoso, 2010).

K. Landasan Teori

Intensitas paparan sinar UV di Indonesia yang tinggi dapat memicu pembentukan radikal bebas dan menyebabkan penuaan dini pada kulit. Tanda-tanda kulit yang mengalami penuaan dini antara lain kulit terlihat kasar dan kering, terdapat kerutan, terdapat noda-noda hitam pada kulit, dan terjadi penurunan elastisitas kulit. Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan penggunaan antioksidan secara topikal. Antioksidan disini juga dapat disebut sebagai anti-aging.

Spirulina platensis merupakan sumber antioksidan alami yang kaya akan kandungan senyawa golongan fikobiliprotein. Fikobiliprotein merupakan golongan senyawa yang larut air. Berdasarkan penelitian ekstrak air Spirulina

platensis terbukti memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi. Ekstrak air Spirulina

platensis ini sangat cocok diformulasikan dalam sediaan gel untuk penggunaan


(51)

topikal. Sediaan gel merupakan sediaan yang sangat baik dalam menghantarkan bahan aktif yang larut dalam air. Komponen penting dari sediaan gel adalah

gelling agent dan humektan, hal ini karena keduanya dapat mempengaruhi sifat

fisik dan stabilitas dari sediaan gel.

Pada penelitian ini dilakukan formulasi sediaan gel anti-aging dari ekstrak Spirulina platensis. Penelitian ini menggunakan metode desain faktorial dengan dua faktor, yaitu gelling agent carbopol 940 dan humektan propilen glikol, pada dua level, yaitu level rendah dan level tinggi. Desain penelitian yang demikian memungkinkan dapat diketahui faktor yang lebih dominan dalam menentukan sifat fisik gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis dan ada tidaknya area komposisi optimum carbopol 940 dan propilen glikol pada contour plot

superimposed yang diprediksikan sebagai formula optimum gel anti-aging ekstrak

Spirulina platensis.

L. Hipotesis

Faktor yang dominan diantara carbopol 940, propilen glikol, dan interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisik dari gel anti-aging ekstrak Spirulina

platensis dapat diketahui, area komposisi optimum carbopol 940 dan propilen

glikol ditemukan pada contour plot superimposed, dan sediaan gel yang dihasilkan merupakan sediaan yang stabil selama penyimpanan 1 bulan dan selama 5 siklus freeze-thaw.


(52)

31

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan rancangan penelitian eksperimental murni menggunakan metode desain faktorial dengan dua faktor, yaitu gelling agent carbopol 940 dan humektan propilen glikol, pada dua level, yaitu level tinggi dan level rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang dominan dalam menentukan sifat fisik sediaan gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis, mengetahui area komposisi optimum dari gel anti-aging ekstrak Spirulina

platensis, dan mengetahui stabilitas sediaan gel yang dihasilkan.

B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan pada level tinggi dan level rendah.

2. Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik gel yaitu organoleptis, homogenitas, viskositas, daya sebar, pH dan stabilitas selama penyimpanan 1 bulan dan selama 5 siklus freeze-thaw.

3. Variabel pengacau terkendali

Variabel pengacau terkendali pada penelitian ini adalah alat dan bahan yang digunakan, lama dan kecepatan pengadukan, cara dan lama penyimpanan.


(53)

4. Variabel pengacau tidak terkendali

Variabel pengacau tidak terkendali pada penelitian ini adalah suhu dan kelembaban saat penelitian.

C. Definisi Operasional

1. Gelling agent adalah bahan pembentuk massa gel, dalam penelitian ini adalah

carbopol 940.

2. Humektan adalah bahan yang digunakan untuk menjaga stabilitas sediaan gel dengan menyerap lembab dari lingkungan dan mencegah penguapan air dari sediaan, dalam penelitian ini adalah propilen glikol.

3. Gel anti-aging adalah sediaan gel yang memiliki khasiat untuk mengurangi tanda-tanda penuaan dini karena mengandung antioksidan. Dalam penelitian ini, gel anti-aging mengandung antioksidan yang berasal dari ekstrak

Spirulina platensis.

4. Ekstrak Spirulina platensis adalah ekstrak air dari Spirulina platensis yang diperoleh melalui maserasi.

5. Sifat fisik gel adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui kualitas dari gel yang dihasilkan, yaitu berupa organoleptis, homogenistas, viskositas, daya sebar, pH dan stabilitas selama penyimpanan selama satu bulan dan selama 5 siklus freeze-thaw.

6. Organoleptis adalah suatu pengujian untuk melihat warna, bau, dan tekstur dari sediaan gel yang dihasilkan.


(54)

7. Homogenitas adalah suatu keadaan dimana gel yang dihasilkan tidak menunjukkan adanya butiran pada saat sejumlah kecil sediaan dijepit diantara dua kaca.

8. Viskositas adalah tahanan untuk mengalir dari sediaan gel setelah pemberian gaya. Kriteria viskositas optimum adalah antara 200 - 300 d.Pa.s.

9. Daya sebar adalah diameter penyebaran 1 g gel pada alat uji daya sebar yang diberi beban 125 g dan didiamkan selama 1 menit. Kriteria daya sebar optimum adalah 5-7 cm.

10. pH adalah kondisi yang menunjukkan tingkat keasaman atau kebasaan suatu sediaan gel yang dihasilkan. Diukur dengan indikator pH universal, perubahan warna dicocokan dengan skala pH, sehingga pH dapat ditentukan. pH sediaan topikal disesuaikan dengan pH kulit, yaitu antara 4,5 – 6,5.

11. Stabilitas dari sediaan gel diuji pada penyimpanan selama 1 bulan dan selama 5 siklus freeze-thaw. Stabilitas selama penyimpanan 1 bulan ditunjukkan dengan pergeseran viskositas. Stabilitas selama 5 siklus freeze-thaw ditunjukkan dengan pergeseran viskositas dan persen sineresis. Signifikansi pergeseran viskositas selama siklus freeze-thaw dan penyimpanan sediaan gel selama 1 bulan dianalisis secara statistik pada taraf kepercayaan 95%. Sediaan gel yang stabil akan menunjukkan p-value kurang dari 0,05.

12. Subjective assesment adalah suatu uji untuk mengetahui gambaran

penerimaan konsumen terhadap sediaan gel yang dihasilkan. Persentase kolom tingkat persetujuan yang paling banyak dipilih menunjukan gambaran dari penerimaan tersebut.


(55)

13. Desain faktorial dalam penelitian ini adalah suatu rancangan penelitian dengan menggunakan dua faktor, yaitu gelling agent carbopol 940 dan humektan propilen glikol, pada dua level, yaitu level rendah dan level tinggi. 14. Faktor adalah besaran yang mempengaruhi respon atau merupakan variabel

bebas dari penelitian, dalam penelitian ini adalah gelling agent carbopol 940 dan humektan propilen glikol.

15. Level adalah nilai atau tetapan suatu faktor, dalam penelitian ini digunakan 2 level, yaitu level tinggi dan level rendah dari faktor yang digunakan.

16. Respon adalah besaran yang diamati dan besarnya dapat dikuantifikasi, dalam penelitian ini adalah viskositas dan daya sebar.

17. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi level dari faktor.

D. Bahan Penelitian

Serbuk Spirulina platensis (CV. Blue Green Alga Biotechnology),

aquadest, propilen glikol, carbopol 940, Metil paraben, trietanolamin (TEA),

silica gel GF254, butanol, dan asam asetat glasial.

E. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, kertas perkamen, gelas ukur, Erlenmeyer, batang pengaduk, alumunium foil,

shaker, tabung sentrifugasi, pipet tetes, centrifuge, kertas saring, corong kaca,

lempeng kaca fase diam, chamber Kromatografi Lapis Tipis (KLT), pipa kapiler, cawan petri, corong pisah, sendok, wadah plastik, plastic wrap, mixer, stopwatch,


(56)

gelas Beaker, sudip, seperangkat alat uji daya sebar, viskotester seri VT 04 (Rion-Japan), indikator pH universal, gelas objek, klem, statif, dan kemasan kaca.

F. Tata Cara Penelitian 1. Pembuatan ekstrak

Serbuk Spirulina platensis ditimbang seksama sebanyak 10 gram, dimasukan kedalam Erlenmeyer 250 mL. Kemudian aquadest dingin ditambahkan sebanyak 100 mL, dan ditutup dengan alumunium foil. Serbuk Spirulina platensis dimaserasi diatas shaker pada kecepatan putar 140 rpm selama 2 jam. Hasil maserasi kemudian disentrifugasi pada kecepatan putar 4.000 rpm selama 30 menit. Supernatan yang terbentuk kemudian disaring menggunakan kertas saring dan corong kaca, sehingga diperoleh ekstrak cair Spirulina platensis.

2. Uji aktivitas antioksidan

Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode KLT. Ekstrak Spirulina platensis yang telah dibuat dan rutin 0,2% ditotolkan pada lempeng fase diam silica gel GF 254 berukuran 5x15 cm2 dan dielusi pada jarak elusi 10 cm dengan menggunakan fase gerak campuran aquadest, butanol, dan asam asetat glassial (5:4:1). Lempeng fase diam diangkat dan dikeringkan setelah elusi selesai. Lempeng fase diam disemprot dengan DPPH (0,2%) kemudian didiamkan dalam ruang gelap selama 30 menit dan diamati perubahan warna yang terjadi.


(57)

3. Optimasi formula gel

Formula acuan dalam penelitian ini seperti ditunjukkan pada Tabel III. Formula acuan tersebut kemudian dimodifikasi dan dilakukan orientasi untuk menentukan level dari masing-masing faktor yang digunakan. Formula hasil modifikasi ditunjukkan pada Tabel IV.

Bahan Formula (g)

f1 Fa fb fab

ekstrak Spirulina platensis 0,5 0,5 0,5 0,5

carbopol 940 2 4 2 4

propilen glikol 20 20 40 40

metil paraben 0,4 0,4 0,4 0,4

TEA 0,8 0,8 0,8 0,8

Aquadest 180 180 180 180 Keterangan:

f1 = formula dengan carbopol 940 dan propilen glikol pada level rendah fa = formula dengan carbopol 940 tinggi dan propilen glikol level rendah fb = formula dengan carbopol 940 rendah dan propilen glikol level tinggi fab = formula dengan carbopol 940 dan propilen glikol pada level rendah

Bahan Komposisi (%)

valdecoxid 1

carbopol 940 1

propilen glikol 10

Alkohol 50

metil paraben 0,64 propil paraben 1,24

TEA q.s.

aquadest ad.100

Tabel III. Formula acuan (Rupal, Kaushal, Mallikarjuna, dan Dipti, 2010)


(58)

4. Pembuatan gel

Carbopol 940 ditimbang sesuai formula dan dikembangkan dengan

aquadest dalam wadah plastik selama 24 jam. Carbopol 940 yang telah

dikembangkan dicampur dengan menggunakan mixer selama 3 menit. Metil paraben dilarutkan dalam propilen glikol dan ditambahkan kedalam wadah plastik, kemudian dicampur dengan mixer selama 2 menit. TEA ditambahkan kedalam wadah plastik dan dicampur dengan menggunakan mixer selama 1 menit. Kemudian, ekstrak Spirulina platensis ditambahkan dan dicampur dengan

mixer selama 3 menit. Pengadukan dilakukan sampai sediaan homogen pada

kecepatan putar mixer leve1 1 dengan waktu total pengadukan selama 9 menit. 5. Evaluasi sediaan gel

a. Uji organoleptis. Sediaan gel diamati warna, bau, dan teksturnya. Uji dilakukan setelah 48 jam pembuatan gel selesai.

b. Uji pH. Sediaan gel dioleskan kepermukaan indikator pH universal dengan menggunakan batang pengaduk, ditunggu beberapa saat hingga terjadi perubahan warna, kemudian bandingkan dengan skala warna pada kemasan indikator dan tentukan pH dari sediaan gel tersebut setelah 48 jam dari pembuatan sediaan.

c. Uji homogenitas. Sejumlah tertentu sediaan dioleskan pada dua keping kaca objek, kemudian diamati ada tidaknya partikel atau butiran kasar pada sediaan setelah 48 jam dari pembuatan sediaan.

d. Uji viskositas. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan viskotester seri VT 04 (Rion-Japan). Sediaan gel dimasukan dalam cup dan dipasang


(59)

pada portable viscotester. Viskositas gel diukur menggunakan padel nomor 2. Viskositas gel diketahui dengan mengamati jarum penunjuk viskositas. Pengujian ini dilakukan pada 48 jam setelah sediaan gel dibuat. e. Uji daya sebar. Sediaan gel ditimbang sebanyak 1 gram dan diletakan ditengah kaca bulat berskala. Kemudian diatas gel diletakan kaca bulat lain dan pemberat dengan total berat 125 gram. Gel didiamkan selama satu menit dan dicatat diameter penyebarannya. Pengujian ini dilakukan pada 48 jam setelah sediaan dibuat.

f. Uji stabilitas penyimpanan 1 bulan. Sediaan gel disimpan pada suhu ruang selama satu bulan dan viskositas dari sediaan diukur setiap minggu selama satu bulan penyimpanan dan diamati adanya pergeseran viskositas yang terjadi pada sediaan gel.

g. Uji stabilitas freeze-thaw. Gel dibekukan pada suhu -18oC selama 22 jam, kemudian disimpan pada suhu 30oC selama 2 jam. Proses ini dilakukan sebanyak 5 siklus, pada tiap akhir siklus dilakukan pengukuran viskositas yang dilakukan dengan langkah-langkah seperti pada poin d.

h. Sineresis. 10 g sediaan gel masing-masing formula dimasukan kedalam tabung sentrifugasi, kemudian disentrifigasi selama 15 menit pada kecepatan putar 900 rpm. Ukur volume air yang memisah dari sediaan dengan menggunakan gelas ukur.

i. Subjective assesment. Kuesioner dibagikan kepada 30 orang responden


(60)

yang dihasilkan. Kuesioner yang digunakan terlebih dahulu telah divalidasi.

G. Analisis Data

Data yang dihasikan dalam penelitian ini berupa data kualitatif aktivitas antioksidan dan sifat fisik sediaan meliputi organoleptis, homogenitas, pH, daya sebar dan viskositas setelah 48 jam pembuatan, viskositas selama 1 bulan penyimpanan, viskositas selama 5 siklus freeze-thaw, dan persen sineresis. Analisis data dilakukan dengan menggunakan software Design Expert 9.0.6 dan R i386 3.2.2 pada taraf kepercayaan 95%.

Data viskositas dan daya sebar sediaan gel dianalisis dengan menggunakan Design Expert 9.0.6. Uji yang dilakukan adalah uji ANOVA. Analisis data dengan menggunakan Design Expert 9.0.6 dapat memberikan informasi mengenai efek yang dominan dalam menentukan sifat fisik sediaan gel dan area komposisi optimum.

Data viskositas selama penyimpanan 1 bulan dan data viskositas selama 5 siklus freeze-thaw dianalisis dengan menggunakan software R i386 3.2.2. Uji

Shapiro-Wilk dilakukan untuk mengetahui normalitas data. Data dinyatakan

normal apabila memiliki p-value >0,05. Uji dilanjutkan dengan Levene’s test untuk mengetahui kesamaan variansi. Data dinyatakan homogen apabila memiliki

p-value >0,05. Selanjutnya dilakukan uji ANOVA pada untuk mengetahui

signifikansi data. Data dikatakan berbeda signifikan jika memiliki p-value <0,05. Uji signifikansi dilakukan dengan uji Kruskal-Wallis apabila data tidak normal.


(61)

40

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengumpulan Simplisia

Serbuk Spirulina platensis yang digunakan diperoleh dari CV. Blue Green Algae Biotechnology, Jepara. Surat keterangan yang menjelaskan kebenaran spesies ganggang yang digunakan ditunjukkan pada Lampiran 1. Surat keterangan hasil pengujian serbuk Spirulina platensis ditunjukkan pada Lampiran 2 dan Lampiran 3.

B. Pembuatan Ekstrak Spirulina platensis

Serbuk simplisia Spirulina platensis diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut aquadest seperti yang dilakukan oleh Shalaby dan Shanab (2013). Maserasi adalah proses perendaman sampel untuk menarik komponen yang diinginkan dengan kondisi dingin. Metode maserasi ini digunakan karena memberikan beberapa keuntungan, seperti sederhana, mudah, jumlah pelarut yang digunakan sedikit, dan tidak memerlukan pemanasan. Pelarut yang digunakan untuk merendam sampel adalah pelarut yang dapat melarutkan senyawa yang dituju. Pelarut tersebut akan mendesak masuk melalui dinding sel, kemudian masuk kedalam rongga sel dan akan melarutkan senyawa yang dituju (Putra, Bogoriani, Diantariani, dan Sumadewi, 2014; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1985).

Pelarut yang digunakan untuk maserasi serbuk Spirulina platensis adalah


(62)

tidak toksik, dan mampu melarutkan senyawa yang diinginkan, yaitu senyawa golongan fikobiliprotein. Senyawa tersebut akan berdifusi dari serbuk Spirulina

platensis menuju ke pelarut akibat adanya perbedaan konsentrasi fikobiliprotein

pada serbuk Spirulina platensis dan pada pelarut aquadest. Difusi ini akan berhenti sampai pelarut jenuh dengan zat terlarut. Ketika difusi berlangsung maka pelarut yang berkontak langsung dengan serbuk akan lebih cepat jenuh dan difusi akan terhenti, sedangkan pelarut yang tidak berkontak langsung dengan serbuk belum jenuh dengan zat terlarut. Cara yang dapat dilakukan supaya difusi tetap berlangsung sampai seluruh pelarut jenuh dengan zat terlarut adalah dengan melakukan penggojogan menggunakan shaker. Ketika dilakukan penggojogan dengan shaker maka zat terlarut akan terdistribusi secara homogen pada seluruh pelarut, kemudian akan terjadi perbedan konsentrasi kembali antara serbuk dengan pelarut dan difusi akan berlangsung sampai seluruh pelarut jenuh dengan zat terlarut.

Ekstrak Spirulina platensis yang dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan, yaitu berwarna biru tua dan berbau khas Spirulina platensis. Ekstrak

Spirulina platensis yang dihasilkan ditunjukkan pada Lampiran 4.

C. Pengujian Aktivitas Antioksidan

Pengujian aktivitas antioksidan ekstrak Spirulina platensis dilakukan menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT) dengan pewarnaan 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH). Tujuan dari uji aktivitas antioksidan ini adalah untuk memastikan bahwa ekstrak Spirulina platensis yang dihasilkan


(63)

Gambar 11. Profil KLT uji aktivitas antioksidan.

memiliki aktivitas antioksidan seperti yang dilaporkan oleh Shalaby dan Shanab (2013).

Uji dilakukan dengan menggunakan fase diam silica gel GF254 dan fase gerak campuran aquadest, butanol, dan asam asetat glasial (5:4:1) dengan menggunakan kontrol positif yaitu Rutin. Senyawa rutin digunakan sebagai kontrol positif karena senyawa ini telah diketahui memiliki aktivitas antioksidan. Ketika bercak dari rutin pada fase diam disemprot dengan menggunakan larutan DPPH, maka bercak tersebut akan berwarna kuning. Hal ini karena DPPH akan tereduksi akibat menerima elektron dari rutin sehingga DPPH akan berubah warna dari ungu menjadi kuning (Badarinath dkk., 2010).

Keterangan:

fase diam = silica gel GF254

fase gerak= aquadest : butanol : asam asetat glasial (5 : 4 : 1) R = rutin (Rf = 0,71)

S = ekstrak Spirulina platensis (Rf = 0,96)

Deteksi = visibel

= bercak positif antioksidan

R S

1

0,5


(64)

Profil KLT dari uji aktivitas antioksidan ekstrak Spirulina platensis ditunjukkan pada Gambar 11. Kedua bercak yang terbentuk berwarna kuning. Warna kuning dari bercak Rutin lebih tajam dibandingkan warna bercak ekstrak

Spirulina platensis. Hal ini menunjukkan bahwa keduanya sama-sama memiliki

aktivitas antioksidan, akan tetapi aktivitas antioksidan dari rutin lebih kuat dari pada ekstrak Spirulina platensis yang dihasilkan.

D. Orientasi Level Kedua Faktor

Tujuan dari orientasi adalah untuk menentukan level rendah dan level tinggi dari kedua faktor. Dua faktor yang diteliti yaitu gelling agent carbopol 940 dan humektan propilen glikol. Penentuan level dilakukan dengan melihat respon berupa viskositas dan daya sebar. Rentang viskositas yang diinginkan adalah antara 200-300 d.Pa.s dan rentang dari daya sebar yang diinginkan adalah antara 5-7 cm (Aeni, Sulaiman, dan Mulyani, 2012; Garg, Aggarwal, Garg, dan Sigla, 2002).

Orientasi level carbopol 940 dilakukan dengan membuat beberapa formula menggunakan carbopol 940 dengan jumlah yang berbeda pada jumlah propilen glikol yang dibuat tetap. Jumlah carbopol 940 yang ditambahkan pada masing-masing formula dan respon yang diamati, yaitu viskositas dan daya sebar ditunjukkan pada Tabel V, Gambar 12, dan Gambar 13.

Orientasi dilakukan dengan menggunakan 5 formula. Gambar 12 menunjukkan bahwa semakin besar jumlah carbopol 940 maka respon viskositas juga akan semakin besar. Hal ini terjadi pada rentang jumlah carbopol 940 antara


(65)

1 g – 4 g. Kemudian, pada penambahan carbopol 940 dengan jumlah yang lebih besar, yaitu 5 g, justru terjadi penurunan respon viskositas. Respon daya sebar ditunjukkan pada Gambar 13. Pada respon daya sebar, diketahui bahwa respon daya sebar berbanding terbalik dengan penambahan jumlah carbopol 940. Semakin banyak jumlah carbopol 940 yang ditambahkan, maka daya sebar yang dihasilkan akan semakin kecil. Rentang carbopol 940 dalam penelitian ini adalah antara 2 g - 4 g, karena pada rentang tersebut menunjukkan peningkatan respon viskositas dan penurunan respon daya sebar yang paling linier dan masuk rentang respon yang diinginkan. Level carbopol 940 yang digunakan ditentukan dari rentang yang telah diperoleh. Level rendah carbopol 940 adalah pada 2 g, sedangkan level tinggi carbopol 940 adalah 4 g.

Carbopol 940 (g) Viskositas (d.Pa.s) Daya sebar (cm)

1 180 9,000

2 240 7,000

3 255 6,550

4 275 5,850

5 270 5,700

Tabel V. Jumlah carbopol 940 dan respon

0 50 100 150 200 250 300

0 1 2 3 4 5 6

V is ko si ta s (d .P a .s )

Carbopol 940 (g)


(66)

Selanjutnya pada orientasi penentuan level propilen glikol juga dilakukan dengan penambahan propilen glikol pada beberapa tingkatan jumlah dan menggunakan carbopol 940 pada jumlah yang dibuat tetap. Jumlah propilen glikol yang ditambahkan pada tiap formula dan respon yang diamati ditunjukkan pada Tabel VI, Gambar 14, dan Gambar 15.

Gambar 14 menunjukkan bahwa pada awalnya penambahan propilen glikol dari 10 g ke 20 g terjadi kenaikan respon viskositas. Kemudian pada penambahan jumlah propilen glikol dari 20 g – 40 g terjadi penurunan respon viskositas yang dilanjutkan dengan kenaikan viskositas pada penambahan

Propilen glikol (g) Viskositas (d.Pa.s) Daya sebar (cm)

10 260 5,200

20 270 5,250

30 245 5,400

40 235 5,500

50 240 5,800

Tabel VI. Jumlah propilen glikol dan respon

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0 1 2 3 4 5 6

D a y a s e b a r (c m )

Carbopol 940 (g)


(67)

propilen glikol 50 g. Gambar 15 menunjukkan bahwa semakin banyak propilen glikol yang ditambahkan, maka respon daya sebar akan semakin naik. Rentang propilen glikol yang digunakan dalam penelitian ini adalah antara 20 g – 40 g. Hal ini karena pada rentang tersebut terjadi penurunan viskositas dan peningkatan daya sebar yang relatif linier dan semua respon masuk dalam rentang yang diinginkan. Berdasarkan rentang propilen glikol yang telah diperoleh, maka level

230 235 240 245 250 255 260 265 270 275

0 10 20 30 40 50 60

V is ko si ta s (d .P a .s )

Propilen glikol (g)

5,1 5,2 5,3 5,4 5,5 5,6 5,7 5,8 5,9

0 10 20 30 40 50 60

D a y a s e b a r (c m )

Propilen glikol (g)

Gambar 15. Respon daya sebar terhadap propilen glikol. Gambar 14. Respon viskositas terhadap propilen glikol.


(1)

Waktu Formula

Formula 1 Formula a Formula b Formula ab Siklus 0 0,6369** 0,6369** 1** 0,7804 Siklus 1 2,2 x 10-6* 0,6369** 2,2 x 10-6* 1** Siklus 2 0,6369** 2,2 x 10-6* 0,6369** 1** Sikus 3 2,2 x 10-6* 2,2 x 10-6* 1** 2,2 x 10-6* Sikus 4 1** 2,2 x 10-6* 1** 2,2 x 10-6* Siklus 5 2,2 x 10-6* 1** 2,2 x 10-6* 2,2 x 10-6*

Bila *p-value<0,05 maka sebaran data tidak normal; **p-value>0,05 maka sebaran data normal

Semua formula memiliki data yang sebarannya tidak normal, oleh karena itu dilanjutkan dengan uji nonparametrik, yaitu Uji Kruskal Wallis

Uji Kruskal Wallis

p-value Uji ANOVA dan Uji Kruskal Wallis

Formula p-value

Formula 1 0,2146** Formula a 0,7108** Formula b 0,1849** Formula ab 0,1899**

Bila *p-value<0,05 maka berbeda signifikan; **p-value>0,05 maka berbeda tidak signifikan


(2)

Lampiran 9. Data Daya Sebar Sediaan Gel Anti-aging Ekstrak Spirulina

platensis

Data daya sebar 48 jam setelah pembatan

Formula Replikasi Daya Sebar Formula Replikasi Daya Sebar

(1)

1 6.75

b

1 7.025

2 6.9 2 6.625

3 6.675 3 6.8

Mean ± SD 6,775 ± 0,115 Mean ± SD 6,817 ± 0,201 A

1 5.775

ab

1 5.975 2 5.625 2 6.025 3 5.873 3 6.075 Mean ± SD 5,091 ± 1,057 Mean ± SD 5,692 ± 0,535

1. Pengaruh carbopol 940 dan propilen glikol terhadap daya sebar sediaan gel

anti-aging ekstrak Spirulina platensis

a. Efek carbopol 940, propilen glikol, dan interaksi keduanya terhadap daya sebar


(3)

(4)

Lampiran 10. Data Validasi

A. Data Viskositas

F Carbopol 940 (g) Propilen glikol (g) Viskositas Teoritis (d.Pa.s) Viskositas Hasil (d.Pa.s) P-value

s3 2,36973 29,0935 253,482

250

0,3633** 255

240 Mean ± SD 248,334

± 7,637

s32 3,14662 21,6392 265,885

260

0,4397** 270

255 Mean ± SD 261,667

± 7,637

s47 3,65491 35,6225 279171

280

0,7173** 285

265

Mean ± SD 276,667 ± 10,408

B. Data Daya Sebar

F Carbopol 940 (g) Propilen glikol (g) Daya sebar Teoritis (cm) Daya sebar

Hasil (cm) P-value

s3 2,36973 29,0935 6,62489

6,75

0,3162** 6,70

6,6

Mean ± SD 6,684 ± 0,076

s32 3,14662 21,6392 6,20576

6,75

0,4109** 6,5

6,025

Mean ± SD 6,425 ± 0,368

s47 3,65491 35,6225 6,11167

5,850

0,9789** 6,075

6,425

Mean ± SD 6,116 ± 0,289

Bila p-value <0,05* maka berbeda signifikan; p-value >0,05** maka berbeda tidak signifikan.


(5)

(6)

BIOGRAFI PENULIS

Scholastika Sihwilosowati lahir di Wonosobo pada 22 Februari 1994. Putri dari pasangan Thomas Tugiyo dan Maria Sujini ini merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Penulis mengawali pendidikan di TK Pertiwi 1 Reco pada tahun 1998-2000, dilanjutkan di SD N 1 Reco pada tahun 2000-2006, SMP Tarakanita Magelang pada tahun 2006-2009, dan SMA N 3 Magelang pada tahun 2009-2012. Selanjutnya penulis melanjutkan studi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma pada tahun 2012-2016.

Selama menjalani masa perkuliahan penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Dasar (2013) dan asisten praktikum Kimia Organik II (2014). Selain itu penulis juga aktif mengikuti kepanitian dan organisasi. Penulis pernah menjadi anggota divisi dana dan usaha Desa Mitra I & 2 (2013), anggota divisi pengabdian masyarakat JMKI periode 2012/2013, wakil ketua Kampanye Informasi Obat (2013), Bendahara Seminar Nasional JMKI (2013), dan Komisasris JMKI periode 2013/2014. Penulis juga pernah menjalankan PKM-M yang didanai dikti pada tahun 2015 dan menjadi asisten pamong Sanata Dharma


Dokumen yang terkait

Optimasi sodium carboxymethyl cellulose sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan dalam sediaan gel anti-aging ekstrak spirulina platensis menggunakan aplikasi desain faktorial.

0 4 117

Optimasi gelling agent carbopol 940 dan humektan gliserin terhadap sediaan gel anti-aging ekstrak spirulina platensis dengan aplikasi desain faktorial.

3 16 126

Optimasi sodium carboxymethyl cellulose sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan dalam sediaan gel anti-aging ekstrak spirulina platensis menggunakan aplikasi desain faktorial.

2 13 114

Optimasi gelling agent CMC Na dan humektan propilen glikol dalam sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) dengan aplikasi desain faktorial.

7 60 112

Optimasi gelling agent Carbopol dan humektan gliserin dalam sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) dengan aplikasi desain faktorial.

2 30 132

Optimasi Carbopol® 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan dalam sediaan emulgel sunscreen ekstrak Kencur (Kaempferia galanga L.) : aplikasi desain faktorial.

1 10 115

Optimasi gelling agent Carbopol dan humektan propilen glikol dalam sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) dengan aplikasi desain faktorial.

3 29 115

Optimasi Carbopol 940 sebagai Gelling Agent dan Gliserin sebagai Humectant dalam emulgel minyak cengkeh sebagai penyembuh jerawat dengan aplikasi desain faktorial.

0 0 107

Optimasi proses pencampuran gel repelan citronella oil dengan carbopol@6403%b/v sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan - USD Repository

0 1 105

Optimasi formula gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh (averrhoa bilimbi, l) dengan carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humectant - USD Repository

0 0 95