Fleksibelitas hukum islam dalam perspektif darurat dan maslahat - Repositori UIN Alauddin Makassar

  FLEKSIBELITAS HUKUM ISLAM DALAM PERSPEKTIF DARURAT DAN MASLAHAT SKRIPSI

  

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih

Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I) Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum

pada Fakultas Syari’ah dan Hukum

UIN Alauddin Makassar

  

OLEH

  KURNIATI YUSDONO NIM. 10400109014

  

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

  UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2013

PERSETUJUAN PEMBIMBING

  Pembimbing penulisan skripsi saudara, Kurniati Yusdono, NIM: 10400109014, mahasiswa Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum pada

  

Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, setelah dengan seksama

  meneliti dan mengoreksi skripsi yang bersangkutan dengan judul, “ Fleksibelitas Hukum Islam dalam Perspektif Darurat dan Maslahat ” memandang bahwa skripsi tersebut telah memenuhi syarat-syarat ilmiah dan dapat diajukan ke ujian munaqasyah.

  Demikian persetujuan ini diberikan untuk diproses lebih lanjut.

  Makassar, 31 Juli 2013 Pembimbing I Pembimbing II

  Prof. Dr. H. Ali Parman, M.A Dr. Darsul S Puyu, M.Ag

NIP. 19570414 198603 1 003 NIP. 19640417 199303 1 002

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

  Dengan penuh kesadaran, penyusun yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya penyusun sendiri, jika dikemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh penyusun batal demi hukum.

  Makassar, 31 Juli 2013 Penyusun,

  Kurniati Yusdono NIM. 10400109014

  

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul, “ Fleksibelitas Hukum Islam dalam Perspektif

  

Darurat dan Maslahat” yang disusun oleh Kurniati Yusdono, NIM:

10400109014, mahasiswa Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum pada

  Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, telah diuji dan dipertahankan dalam sidang Munaqasyah yang diselenggarakan pada hari Jumat, tanggal, 31 Juli 2013 M, dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dalam Ilmu Syariah dan Hukum, Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum (dengan beberapa perbaikan).

  Samata, 31 Juli 2013 .

  DEWAN PENGUJI:

  Ketua : Prof. Dr. H. Ali Parman, MA (...........................) Sekretaris : Dr. Abdillah Mustari, S.Ag., M. Ag. (...........................) Penguji I : Dra. St. Aisyah Kara, M.A. Ph. D. (...........................) Penguji II : Achmad Musyahid, S.Ag., M.Ag. (...........................) Pembimbing I : Prof. Dr. Ali Parman, M.A. (...........................) Pembimbing II : Dr. Darsul S Puyu, M.Ag. (...........................)

  Diketahui oleh:

  Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum

  UIN Alauddin Makassar, Prof. Dr. H. Ali Parman, M.A NIP. 19570414 198603 1 003

KATA PENGANTAR

  ب ﻢﯿﺣﺮﻟا ﻦﻤﺣﺮﻟا ﷲ ﻢﺳ Assalamu Alaikum Wr. Wb

  Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah saw,. atas

segala Rahmat dan Hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa terucap untuk Nabiullah

Muhammad saw. yang senantiasa menyebar luaskan tikar-tikar kebenaran.

  Dengan penuh rasa hormat, pertama-tama penulis ingin mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua Sumber inspirasi, Ayahanda

Yusdono dengan Ibunda Sarfiah kedua orang tuaku yang selalu memberiku

semangat ( Spririt ) serta motivasi, sungguh pengorbanan dan budi baik yang tak

akan pernah mampu penulis balas. Tak lupa pula penulis mengucapkan terima

kasih kepada:

  

1. Bapak Prof. DR. Qadir Gassing, selaku Rektor UIN Alauddin Makassar yang

telah memberi ruang kepada penulis untuk menimba ilmu di Kampus Hijau ini.

  

2. Bapak Prof. DR.H. Ali Parman, M.A, sebagai Dekan fakultas Syariah dan

Hukum beserta seluruh staf yang telah banyak membantu selama penulis menjalankan aktifitas akademik.

3. Ayanhanda Dr. Abdillah Mustari, S.Ag.M.Ag, selaku Ketua Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum, terima kasih atas semua dukungannya.

  Juga kepada Bapak Achmad Musyahid., M.Ag, selaku sekretaris jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum, terima kasih atas dukungannya.

  

4. Bapak Prof. Dr. Ali Parman, M.A, selaku pembimbing I serta Ayahanda Dr.

  Darsul S Puyu, M.Ag selaku pembimbing II penulis, terima kasih atas segala bimbingannya.

  

5. Teman-teman PMH angkatan 2009 sukses untuk kita semua saudara-saudara.

  

6. Keluarga besarku yang telah banyak memberi bantuan kepada penulis selama

menempuh pendidikan, terkhusus buat kedua kakandaku Sri Yuni, S.Pd, dan Praka Sudarfenis terima kasih atas dukungannya.

  

7. Adinda Muhaimin Sa’bah Kalisom, Abdu Ra’uf, Nur Rahman, Ayu Wandira

Putri Lestari, Jannatun Na’im, terima kasih atas semua doa dan dukungannya .

  

8. Seluruh staf dosen dan karyawan yang telah memberikan bantuannya selama

penulis berada di kampus hijau ini.

  

9. Teman-teman pengurus HMJ PMH 2010-2011 dan BEM FSH 2011-2012,

  IMM 2009-2011 serta HmI 2010-2012, terima kasih atas kerja sama dan kebersamaannya.

  

10. Saudara-saudara sepupu-sepupuku yang selama ini telah membantu dan

memberikan support selama penulis ada di perantauan, khusus Nining Ernia Fitrah, Muhammad H. Jainuddin, Sri Muliyanah, Asdian (Dian), Eti Kurniati.

  

11. Teman-teman Kerukunan Keluarga Al-Musafir Ngali-Bima Makassar, Asiah

Nuryahati (Chia), Nurhayati (Haya), Mikbar KETUM al-Musafir Ngali.

  

12. Serta tak lupa pula penulis ucapakan terima kasih kepada teman-teman BOM-

BJ (Barisan Oposisi Mahasiswa-Bima Jakarta) atas semangat dan dukungan eksternal yang telah kalian berikan selama ini kepada penulis, terspecial

  Kakanda Erfathin, S.H, semoga sukses selalu, jazakumullah khairan katsira, Penulis hanya berharap segala bantuan dan kebaikan kalian dibalas oleh Allah swt., dengan yang lebih baik.

  Sebagai insan biasa yang tak luput dari kesalahan, penulis menyadari

bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis

mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk perbaikan

kedepan.

  Akhir kata, mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kesalahan

dalam penyusunan skripsi ini. Besar harapan jika skripsi ini dapat bermanfaat

untuk kita semua. Amin Billahi taufik wal hidayah Wassalamu Alaikum Wr. Wb.

  Makassar , 31 Juli 2013 Penyusun, Kurniati Yusdono NIM. 10400109014

  

DAFTAR ISI

  II SEKILAS TENTANG KONSEP DARURAH DAN

  47 B. Panadangan Ulama dalam Menyelesaikan Masalah Darurat dan Maslahat.................................................................................

  A. Kajian Hukum Islam Tentang Darurat dan Maslahat.................................................................................

  MASALAH DARURAT DAN MASLAHAT............ 47-72

  33 BAB III PANDANGAN ULAMA DALAM MENYELESAIKAN

  16 B. Fleksibelitas Hukum Islam dalam perspektif Maslahat........................................................................................

  MASLAHAT........................................................... 16-46 A. Fleksibelitas Hukum Islam dalam Perspektif Darurat..............

  14 BAB

  HALAMAN JUDUL................................................................................. i HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI.............................. ii HALAMAN PENGESAHAN................................................................... iii PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................................. iv KATA PENGANTAR............................................................................... v DAFTAR ISI............................................................................................. viii ABSTRAK................................................................................................ x

  13 G. Garis-Garis Besar Isi Skripsi.........................................................

  12 F. Tujuan dan Kegunaan....................................................................

  10 E. Metode Penelitian..........................................................................

  7 D. Tinjauan Pustaka...........................................................................

  7 C. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian....................

  1 B. Rumusan dan Batasan Masalah.....................................................

  BAB I PENDAHULUAN............................................................. 1-15 A. Latar Belakang Masalah................................................................

  55

  C. Penerapan Fleksibelitas Hukum Islam dalam Perspektif Darurat dan Maslahat ................................................................................

  62 BAB

  IV PENUTUP.......................................................................... 73-74 A. Kesimpulan.....................................................................................

  73 B. Saran...............................................................................................

  74 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................... 75-76 LAMPIRAN...............................................................................................

  77

  

ABSTRAK

  Nama : KURNIATI Nim : 10400109014 Judul : Fleksibelitas Hukum Islam dalam Perspektif Darurat dan Maslahat.

  Sesuai dengan judul skripsi yang penulis bahas yaitu Fleksibelitas Hukum Islam dalam Perspektif Darurat dan Maslahat, maka penulis mencoba mengkaji dalil-dalil yang kuat yang dapat disepakati oleh para ulama fikih tentang Hukum Islam dalam Kondisi Darurat dan Maslahat, yang kemudian dijabarkan dalam rumusan masalah: Bagaimana Fleksibelitas Hukum Islam dalam Perspektif Darurat dan Maslahat ?

  Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif

kualitatif dengan menggunakan pendekatan Syar’i, historis, dan filosofis, dengan

metode pengumpulan data menggunakan metode Library Research. Teknik

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deduktif dan

komperatif. Dan analisis datanya menggunakan cara deskriptif kualitatif.

  Tujuan yang akan dicapai dalam skripsi ini yaitu mencari dalil-dalil

hukum Islam yang berkaitan dengan kondisi darurat dan maslahat agar dapat

disimpulkan bahwa hukum Islam itu bersifat elastis, lentur dan luwes.

  Hasil penelitian atau kajian ini menerangkan bahwa, Hukum Islam tersebut dapat diterapkan kapan saja dan dimana saja, pun hukum Islam adalah ajaran yang universal yang mampu menjawab perubahan dan tantangan zaman sessuai dengan perkembangan zaman. Dalam hal ini Keluwesan hukum Islam mencoba menjangkau banyak aspek dalam kondisi darurat dan dilihat dari kandungan kemaslahatannya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Darurat sebagaimana maslahat, mempunyai pengaruh dalam perubahan status hukum karena keduanya memang mempunyai kaitan yang sangat erat.

  1 Hukum-hukum itu dapat diketahui baik dari nash al-Quran atau dari Sunnah.

  Kedua acuan ini dijadikan sebagai dua sumber orisinil hukum Islam.

  Hukum-hukum tersebut juga dapat diketahui dari ijtihad para ulama dengan memakai metode-metode ijtihat yang telah mereka temukan, seperti qiyas, istihsan dan istihlah lewat upaya istiqra (deduksi) terhadap petunjuk-petunjuk (amarat) dalam nash-nash al-Quran dan sunnah, yang dalam perkembangan selanjutnya dilegalkan sebagai metode istimbath dalam hukum Islam.

  Hukum-hukum Islam yang telah diketahui statusnya lewat sumber-sumber orisinil dan depedensinya (ketergantungan) itu kemudian dalam terminologi keilmuan Islam disebut sebagai fikih. Disisi lain, seluruh umat Islam baik dari kalangan ulama maupun dari kalangan umum sepakat bahwa jika syariat Islam dikomparasikan dengan syariat-syariat sebelum Islam, akan semakin nampak betapa syariat Islam adalah syariat yang sangat moderat dan bahkan sangat toleran

  1 Sunnah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad, saw. Baik dari

segi perkataan, perbuatan maupun dari segi ketetapanya. Diambil dari buku Ilmu Hadis yang kemudian di ikuti sebagai panutan. terhadap umat manusia, elastis dan menempatkan kepentingan umat manusia

  

2

sebagai dasar dari segala bentuk hukum.

  Seiring dengan perkembangan pemikiran dan budaya masyarakat, setumpuk problematika kehidupan yang muncul kepermukaan. Mulai dari permasalahan masyarakat kalangan bawah sampai pada kalangan terknorat dan feodal. Mulai dari masalah pribadi, keluarga, ekonomi, tak terkecuali sosial- politik, semua itu memerlukan jawaban yang mapan.

  Islam sebagai Agama yang menjunjung tinggi harkat manusia dengan misi

  3

utama “ rahmatan lil alamin ”. Dalam rangka mencari yang menguntungkan, dan

  menghindari kemudharatan manusia yang bersifat sangat luas. Maslahat itu merupakan sesuatu yang berkembang berdasar perkembang yang selalu ada di setiap lingkungan.

  Mengenai pembentukan hukum ini, kadang-kadang tampak menguntungkan pada suatu saat, tetapi pada saat yang lain justru mendatangkan

  

madharat . Begitu pula pada suatu lingkungan, terkadang menguntungkan pada

lingkungan tertentu, tetapi madharat pada lingkungan lain.

  Kemudian, maslahat yang syari’ telah disyariatkan untuk melaksanakan

  

maslahat itu berdasarkan pembenaran syara’ terhadap maslahat tersebut, maka

terdapat petunjuk adanya illat hukum yang disyariatkan. 2 3 http://www.kmnu.org File://D:MAZLAHAT/BERBAGI%20UNTUK%SESAMA%20maslahat.htm

  Mengenai maslahat yang dituntut oleh keadaan dan lingkungan baru

  • setelah berhe ntinya wahyu, padahal syari’ belum mensyariatkan maslahah maslahah yang dikehendaki berdasarkan tuntutan tersebut, disamping tidak tedapat dalil syara’ yang mengakui atau menyalahkan maslahah -maslahah tersebut, biasa disebut sebagai al- Munasibu’i -Mursal atau Al- Mushlahatu’I -Mursalah.

  Kemaslahatan yang menjadi tujuan daripada pensyari’atan hu kum ini, disebut sebagai maslahat mursalah, dan para ulama mandasarkan pada maslahat di dalam mensyari’atkan hu kum lantaran mengandung nilai maslahat. Di samping

  

tidak adanya dalil syara’ yang menyalahkannya. Namun d emikian, di dalam

  pembentukan hukum tersebut, mereka tidak semata-mata memandang dari segi maslahat, tetapi lantaran adanya syara’ yang mangakuinya.

  Berdasarkan pembentukan hukum dengan maslahah penulis anggap benar. Sebab, jika jalan ini tidak dibuka, dengan sendirinya pembentukan hukum Islam akan mengalami kebutaan yang tak mampu berjalan bersama dengan perubahan masa dan lingkungan.

  Dan siapa saja yang mengatakan bahwa tiap-tiap bagian dari kemaslahatan yang pada setiap masa selalu diperihara oleh syari’, yang sekaligus telah mensyariatkan dengan nash-nash dasar-dasar yang umum bagi segala sesuatu yang sesuai, hal itu memang tak dapat diragukan lagi. Beberapa kemaslahatan yang adanya memang baru itu tidak terdapat pengakuan syara’ yang mengakui

  4 kemaslahatan.

  Jika penilaian manfaat dan mudarat berkaitan dengan kehendak manusia, maka biasanya aturan-aturan itu menjadi sasaran dari tindakan-tindakan yang tak bermakna dan main-main serta merusak kemaslahatan umum. Karena apa yang dibayangkan oleh manusia sebagai manfaat atau mudarat selalu terpengaruh oleh keinginan-keinginan dan tujuan-tujuan yang khusus, atau hanya terbatas dalam lingkup yang sempit, atau hanya di pandang dari sudut yang tertentu, atau singkat jangkauannya dan tidak mencangkup pada tujuannya.

  Hal mana syariat menjadi cacat, tidak sempurna atau bisa mengalami perubahan dan penggantian yang tidak ada hubungannya dengan perubahan kemaslahatan, dan ketika itu maka keadaan semakin buruk, kerusakan meluas dan kondisipun menjadi goncang, rasa bosan dan marah merajalela, terutama ketika pengaruh keinginan-keinginan khusus ikut berperan.

  Manusia bisa saja melihat yang mudarat itu sebagai manfaat, sehingga ia menghalalkan pencurian atau minum khamar. Sebaiknya, orang bisa melihat yang manfaat itu sebagai mudarat, sehingga ia merasa pembayaran zakat akan mengurangi hartanya, padahal itu pembersih harta dan mengatasi kefakiran.

  Demikian pula seorang laki-laki akan melihat pergi berjihad sebagai mudarat 4 Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, ( PT. Risalah Bandung cet. 1 : 1985 ) hal. 124-131. terhadap dirinya, padahal itu untuk memelihara kemaslahatan orang banyak dan

  5 melindungi negeri.

  Dalam Islam, tolok ukur ( mi’yar ) manfaat maupun mudarat, sebagaimana dinyatakan al-Ghazali (W. 505), tidak dapat dikembalikan pada penilaian manusia karena amat rentan akan pengaruh dorongan nafsu insaniah.

  Dan ungkapan al-Ghazali ini dapat diterima, karena menentukan baik buruk dengan menggunakan tolok ukur nafsu hanya akan terperangkap pada absurditas yang menyesatkan, sebab orang akan menggeneralisasi substansi

  mashlahah tanpa batasan yang pasti. Padahal, bukankah maslahah itu sendiri

  sering terfragmentasi pada peristiwa-pweristiwa hukum yang didalamnya juga ter- cover kadar mafsadah.

  Namun demikian, tidak adanya tolok ukur yang pasti untuk menentukan sesuatu sebagai mashlahah itulah yang sesungguhnya membuat diskursus

  6 diseputar topik mashlahah selalu segar dan menarik.

  Keluwesan hukum Islam, al-Quran sebagai sumber utama hukum Islam di samping mengandung hukum-hukum yang sudah rinci dan menurut sifatnya tidak

5 Wahba Az-Zuhaili, Konsep Darurah dalam Hukum Islam “Studi Banding dengan Hukum

  Positif”, (PT. Gaya media Pratama Jakarta, cet. I ; 1997), hal. 5, Judul Asli, NASHARIYAH AL-

DLARURAH AL-SYAR’IYAH “Muqarannah Ma’al Qanun al-Wadli’. Yang diterjemahkan oleh, Dr.

H. Said Agil Husain al-Munawar, M.A. Drs. M. Hadri Hasan, M.A.

6 H. Abu Yasid, LL.M, Islam Akomodatif “Rekostruksi Pemahaman Islam sebagai Agama Uneversal”, (LKiS Yogyakarta, cet. I ; Mei 2004), H. 77-78.

  berkembang, juga mengandung hukum-hukum yang masih memerlukan penafsiran dan yang mempunyai potensi untuk berkembang.

  Dalam bidang muamalah (bidang kemasyarakatan), dan ini yang terbanyak jumlahnya, hanya sebagian kecil yang hukumnya disebutkan didalam al-Quran secara tegas dan rinci. Disamping itu, dalam ayat-ayat hukum dibidang muamalah itu pada umumnya disebutkan atau di isyaratkan hikmah atau ‘ illat hukumnya, sehingga terbuka peluang pengembangan hukumnya lewat berbagai metode, misalnya, qiyas, istihsan, dan maslahah mursalah serta darurah.

  Dengan demikian jelaslah bahwa sumber hukum Islam, al-Quran dan

  7 Sunnah, memiliki potensi untuk berkembang.

  Suatu kemaslahatan harus sejalan dengan tujuan syara’ atau harus se suai dengan koridor-koridor yang sudah ditentukan dan digariskan oleh syara ’ (Alla swt), karena kemaslahatan manusia tidak selamanya didasarkan pada kehendak

  syara’, tetapi sering didasarkan kepa da kehendak hawa nafsu dan interest (kepentingan personal) dari setiap individu.

  Misalnya, pada zaman Jahiliyah para wanita tidak mendapatkan bagian harta warisan yang menurut keyakinan mereka, hal tersebut mengandung kemaslahatan, sesuai dengan adat istiadat mereka, tetapi pandangan ini tidak sejalan dengan kehendak syara’, karena tidak di namakan maslahat. 7 Nasrun Harun, Konsep Ijtihad Al-Syaukani “Relevansi bagi Pembaharuan Hukum Islam”, (PT. Logos Wacana Ilmu, cet. 1 Jakarta Logos : 1999).

  Oleh sebab itu, menurut versi Imam al-Ghazali yang dijadikan patokan

  dasar dalam menentukan maslahat itu adalah kehendak dan tujuan syara’ bukan

  8 kehendak dan tujuan manusia.

  B. Rumusan Masalah

  Agar supaya tidak menimbulkan penafsiran yang lebih luas dan supaya ada juga penegasan mengenai permasalaha yang akan dibahas, maka penulis perlu memberikan batasan-batasan masalah yang akan dikaji atau dibahas. Antara lain :

  1. Bagaimana bentuk fleksibelitas hukum dalam perspektif darurah dan maslahah ?

  2. Bagaimana pandangan ulama-ulama dalam menyelesaikan masalah darurah dan maslahat ?

  C. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian

a. Definisi Operasional

  Untuk menghindari terjadinya penafsiran yang keliru, dalam memahami variabel-variabel yang ada dalam penulisan maka penulis perlu mendefinisikan kata perkata terkait judul skripsi ini, antara lain :

  1) Fleksibelitas, dalam kamus ilmiah popular, adalah kekenyalan,

  9 8 kelenturan, keluwesan dan atau yang bersifat lentur. Sedangkan secara Minhajuddin, dkk. Buku Daras, UIN Alauddin, (PT. Alauddin Pres : 2009). Hal. 127. terminologinya, adalah suatu hukum atau ketentuan yang dapat berubah- ubah apabila, ada suatu kondisi yang memungkinkan untuk berubah (ada hal yang mendesak). 2) Darurah, adalah datangnya kondisi bahaya atau kesulitan yang amat berat kepada diri manusia, yang membuat dia khawatir akan terjadinya kerusakan (dhahar) atau sesuatu yang menyakiti jiwa, anggota tubuh kehormatan, akal harta yang bertalian dengannya. Namun adapun pendapat-pendapat yang berkaitan dengan definisi dharurah antara lain :

  Al-Jasshash ketika berbicara mengenai makhmashah (kelaparan parah), darurah adalah rasa takut akan ditimpa kerusakan atau kehancuran terhadap jiwa atau sebahagian anggota tubuh bila tidak

  10 makan.

  Al-Zarkasyi dan al-Sayuthi mendefinisikan darurah adalah sampainya seseorang pada batas dimana jika ia tidak mau memakan yang dilarang, maka ia akan binasa, atau mendekati binasa, seperti orang yang terpaksa makan dan memakan sesuatu yang dilarang dimana jika ia bertahan dalam kelaparannya atau tanpa memakai sesuatu yang

  11 9 dimaksud ia akan mati atau hilang sebagian anggota badannya.

  Puis A Partanto, M. Dahlan Al-Barry, kamus ilmiah popular, ( PT. Arkola Surabaya, 2001), hal. 181. 10 11 Ibid 71 Op.cit.,71

  Sedangkan menurut ulama Malikiyah, dharurah adalah khawatir akan binasanya jiwa, baik pasti ataupun dalam perkiraan; atau khawatir akan mengalami kamatian. Dan tidak disyaratkan seseorang harus menunggu sampai datang kematian, tetapi cukuplah dengan adanya kekhawatiran akan kebinasaan sekalipun dalam tingkat perkiraan.

  Menurut ulama Syafiyah darurah adalah rasa khawatir akan terjadinya kematian atau sakit yang menakutkan atau menjadi semakin parahnya penyakit ataupun membuat semakin lamanya sakit; atau terpisahnya rombongan seperjalanan, atau khawatir melemahnya kemampuan berjalan atau mengenderai jika ia tidak makan, dan jika ia tidak mendapatkan yang halal untuk dimakan, sedangkan yang ada hanya yang haram, maka dikala itu ia mesti makan yang haram itu.

  Muhammad Abu Zahra, darurah adalah kekhawatiran akan terancamnya hidup jika tidak memakan yang diharamkan, atau khawatir akan musnahnya seluruh harta atau seseorang yang sedang terancam kepentingannya yang mendasar, dan hal itu tidak dapat dihindari kecuali

  12 dengan makan yang dilarang yang berkaitan dengan hak orang lain.

  3) Maslahat, adalah mempunyai makna yang identik dengan manfaat, keuntungan, kenikmatan, kegembiraan, atau segala upaya yang dapat 12 mendatangkan hal itu. Sedangkan, dalam terminologinya maslahat Loc,cit., hal. 72. adalah suatu kondisi dari upaya untuk mendatangkan sesuatu yang berdampak positif (manfaat) serta menghindarkan diri dari hal-hal

  13 yang berdimensi negatif (madharat).

  Sedangkan menurut Imam al-Ghazali maslahat secara terminologi, terdapat beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar ushul fiqh tetapi seluruh definisi tersebut mengandung pengertian yang sama secara substansial meskipun redaksi definisi bervariasi. Maslahah adalah mengambil manfaat dan menolak

  14 kemudaratan dalam rangka memelihara tujuan- tujuan syara’.

b. Ruang Lingkup Penelitian

  Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis mencoba melakukan kajian dalam buku-buku referensi yang membahas tentang darurat dan maslahat yang berkaitan dengan judul yang ditawarkan oleh penulis sendiri.

D. Tinjauan Pustaka

  Sebagai pijakan dasar dan juga sebagai bahan perbandingan dalam penyusunan penelitian ini, penulis telah mengkaji d an menela’ah beberapa literatur sebagai kajian pustaka.

  13 14 Ibid, hal. 75.

  Ibid, hal. 127

  Dalam bukunya, Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili, yang berjudul Konsep Darurat dalam Hukum Islam Studi Banding dengan Hukum Positif, Judul

  

aslinya, Nazhariyah Al-Dlarurah Al- Syar’iyah, “Muqaranah Ma’a al -Qanun

al- Wadli’i”, yang diterjemahkan oleh Dr. H. Said Agil Husain al-Munawar,

  M.A. dan Drs. M. Hadri Hasan, M.A. yang secara umumnya membahas tentang darurat, batasan-batasannya serta dalil-dalil disyariatkannya prinsip darurat.

  Namun, ada juga buku lain yang membahas tentang darurat, Pengarang Abdul Wahhab Khallaf, judul bukunya yaitu, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, dalam buku ini penulis anggap perlu juga dijadikan sebagai pijakan dalam penyusunannya.

  Referensi lainnya adalah Dr. Abu Yasid, LL. M, yang berjudul Islam akomodatif Rekonstruksi Pemahaman Islam sebagai Agama universal, buku ini mengemukakan definisi-definisi serta batasan-batasan maslahat.

  Namun, ada juga buku lain yang menjadi referensi yang penulis jadikan sumber atau dasar dalam penyusunan ini antara lain; Buku Daras Ushul Fiqh UIN Alauddin, Prof. Dr. Minhajuddin, M.A, dkk.

  Buku ini menarik untuk dijadikan pijakan utama dalam penyusunan ini, karna buku tersebut mencakup tentang definisi-definisi, objek kehujjanannya serta aplikasi maslahah dalam kasus fiqh kontemporer. Namun masih banyak buku pendukung lainnya, seperti: Buku Kaidah-Kaidah Hukum Islam, yang berkaitan dengan masalah Fleksibelitas Hukum dalam Perspektif Darurah dan Maslahat Ini.

E. Metodelogi Penelitian

  1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah penelitian

  

15

kepustakaan (library research).

  Jenis penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan pendapat atau informasi tentang darurah dan maslahat ini dengan bantuan bermacam-macam sumber materi yang terdapat diperpustakaan, seperti; buku-buku, dokumen, catatan-catatan serta kisah-kisah yang berkaitan dengan pokok masalah ini.

  2. Pendekatan Dalam rangka menemukan jawaban terhadap penelitian mengenai fleksibelitas hukum dalam perspektif darurat dan maslahat. Maka penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian ini berupa kajian yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah yang pada dasarnya bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap 15 bahan-bahan pustaka yang relevan.

  Secara definitive, library research adalah penelitian yang dilakukan diperpustakaan dan

penelitian yang berhadapan dengan berbagai macam literature sesuai tujuan dan masalah yang sedang

dipertanyakan. Lihat Masyhuri Dan M. Zainuddin, Metodelogi Penelitian ( Bandung :Refika Aditama,

2008 ), hal. 50

  Telaah pustaka semacam ini biasanya dilakukan dengan mengumpulkan data informasi dari berbagai sumber data yang kemudian disajikan dengan

  16 cara baru dan untuk keperluan baru.

F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

  1) Tujuan Penelitian Untuk memahami literatur fiqih yang memperbolehkan melakukan sesuatu apabila dihimpit dalam keadaan darurat, dan maslahatnya dalam kondisi seperti ini (darurah), serta terkait masalah fleksibelitas hukum Islam dalam perspektif darurat dan maslahat.

  2) Kegunaan Penelitian Namun adapun kegunaan penelitian ini ada dua antara lain, meliputi kegunaan teoritis dan praktis, a. Secara teoritis adalah penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi akademik, mengenai fleksibelitas hukum Islam dalam perspektif darurat dan maslahat.

  b. Sedangkan secara praktisnya adalah penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsi atau konstribusi positif dalam pemahaman dan pengetahuan. Sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan 16 untuk menjelaskan permasalahan fleksibelitas hukum Islam dalam

  Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, ( Jakarta: Rineka Cipta, 1999 ), hal. 2 perspektif darurat dan maslahat, yang berkaitan dengan masalah- masalah kontemporer.

G. Garis-Garis Besar Isi Skripsi

  Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan sistematika penulisan yang disusun kedalam 4 (Empat) bab, masing-masing bab dibagi kedalam beberapa sub bab yang merupakan pokok pembahasan dari bab yang bersangkutan. Dan tiap-tiap bab tersebut disusun sebagai berikut :

  Bab I terdiri dari latar belakang masalah yang menjadi alasan atau pokok bahasan yang menjadi ketertarikan penulis untuk membahas masalah Fleksibelitas Hukum Islam dalam Perspektif Darurat dan Maslahat, yang kemudian merumuskan ke dalam beberapa rumusan masalah dan masalah yang menjadi acuan dalam pembahasan ini.

  Selanjutnya, definisi operasional dan ruang lingkup penelitian, pembahasan ini agar dapat mengemukakan pengertian yang jelas dalam judul yang dimaksud. Didalamnya, diuraikan pula tinjauan pustaka, metodelogi penelitian yang digunakan, tujuan dan kegunaan penelitian ini, dan diakhiri dengan garis besar isi skripsi. Semua pembahasan diatas merupakan kerangka awal dari pembahasan selanjutnya.

  Bab II berisi sekilas tentang konsep darurat dan maslahat, disini membahas tentang pengertian darurat dan maslahat, dasar hukum darurat, kaidah-kaidah tentang darurat, dan kemudian, dilanjut dengan pembahasan tentang pembagian maslahat, maslahat dalam pendangan Fuqaha, kedudukan dan kehujjahan maslahat dalam hukum Islam, kemudian yang terakhir membahas tentang urgensi maslahat dalam prospektif pengembangan hukum Islam.

  Bab III berisi tentang tinjauan tentang fleksibelitas hukum dalam perspektif darurat dan maslahat, didalamnya, disuguhkan terkait berbagai metode bagi pengembangan hukum Islam tentang darurat dan maslahat serta penerapan fleksibelitas hukum dalam perspektif darurat dan maslahat.

  Bab IV penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran yang dari pembahasan sebelumnya, terutama menjawab pokok-pokok masalah yang telah dirumuskan. Selain itu bab ini memuat implikasi dari hasil penelitian dan kajian tentang judul tersebut diatas.

BAB II SEKILAS TENTANG KONSEP DARURAT DAN MASLAHAT A. Fleksibelitas Hukum Islam dalam Perspektif Darurat

  1. Pengertian Darurat Darurat menurut bahasa dari kata ض dan ر yang berarti mudarat atau suatu musibah yang tidak dapat dihindari, atau tanpa ada yang dapat

  1

  menahannya. Ibnu Faris dalam Mu’jam Maqayis al -Lugah mengatakan bahwa ٌﺮ ﱞﺿ yang terdiri dari dua huruf yaitu ﺎ ﻀ ﻟ ا dan ء ا ﺮ ﻟ َا mengandung tiga pengertian pokok, yaitu pertama: ﻊ ﻔ ﻨ ﻟ ا ﺎ ﻓ ﻼ ﺧ (lawan kata manfaat), kedua:

  2 (berhimpunnya sesuatu) dan yang ketiga: ة ﻮ ﻘ ﻟ ا (kekuatan).

  Akan tetapi yang menjadi objek pembahasan dalam skripsi ini adalah pengertian yang pertama yaitu lawan dari kata manfaat. Berdasarkan definisi-definisi yang telah dikemukan oleh ahli bahasa tersebut, dapat disimpulkan bahwa darurat adalah kebutuhan yang sangat. Secara terminologi, darurat itu mempunyai banyak definisi yang telah dikemukakan oleh pakar hukum Islam, tetapi definisi-definisi tersebut hampir sama maknanya.

  Abu Bakar al-Jasas ketika berbicara tentang kelaparan yang parah beliau mengatakan bahwa darurat disini adalah rasa takut akan ditimpa kerusakan atau kehancuran terhadap jiwa atau sebahagian anggota tubuh

  3 bila tidak makan.

  Mustafa al-Zahq a’ mengemukakan definisi darurat sebagai berikut:

  4

  ﺎﻋ ﻮﺟ ك ﻼﮭﻟا ﮫﺘﯿﺸﺧو ﻰﺠﻠﻤﻟا هاﺮﻋﻻا ﻰﻓ ﺎﻤﻋ ﺎﮭﻧ ﺎﯿﺼﻋ ىﺎﻋ ﺐﺗﺮﺘﯾﺎﻣ 1 Artinya:

  Lihat, Ali ibn Muhammad ibn ‘Ali al-Jurjaniy, al-Ta’rifat, Juz 1 (Beirut: Dar Al-Kitab al-‘Arabi, t.th.) h. 180. 2 Lihat, Abu al-Husain ibn Ahmad ibn Faris ibn Zakariyah, Maqayis al-Lugah, Juz III (t.t.:Ittihad al-Kitab al-‘Arabi, 2002), h. 282 3 Lihat, Ahmad ibn Ali al-Makkani Abu Bakar al-Razi al-Jasas al-Hanafi, Ahkam al- Quran , Juz 1 (t.t.: al-Maktabah al-Syamilah, t.th.), h. 326. 4 Lihat, Mustafa Ahmad al-Zahqa’. al-Madkhal al-Fiqhi al-‘Am (Damascus: Universitas

  “S esuatu yang berakibat bahaya, jika dilanggar sebagaimana halnya

  dalam keadaan yang terpaksa dan ketika khawatir akan kebinasaan

  kerena kelaparan.”

  Al- Furu’ ju ga mengemukakan definisi darurat sebagai berikut :

  5

  ما ﺮﺤﻟا لو ﺎﻨﺗ ﺢﯿﺒﯾاﺰھو برﺎﻗوا ﻚﻟﺎھ عﻮﻨﻤ ﻤﻟا لو ﺎﻨﺘﯾ ﻢﻟ نا اﺮﺣ ﮫﻏ ﻮ ﻠ ﺑ ة ر و ﺮ ﻀ ﻟ ا Artinya:

  “D arurat ialah sampainya seseorang pada sebuah batas dimana

  kalau ia tidak mengkonsumsi sesuatu yang dilarang maka ia akan binasa, dan keadaan ini membolehkan seseorang merubah yang haram ” .

  Definisi-definisi tersebut di atas hampir sama atau mirip, yakni hanya menyangkut darurat atau kebutuhan makan saja. Padahal pengertian darurat itu lebih umum, selain mencakup darurat makan juga mencakup mempertahankan diri dari penganiyaan terhadap harta dan kehormatan.

  Oleh karena itu, dalam Ensiklopedi Islam disebutkan bahwa darurat adalah suatu keadaan bahaya atau kesulitan yang bersangatan yang menimpa diri seseorang yang dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan atau penyakit terhadap jiwa, anggota badan, kehormatan, sehingga ketika itu untuk mengatasinya dibolehkan melakukan yang haram atau

  6 meninggalkan yang wajib.

  Wahbah al-Zuhaili mengemukakan definisi sebagai berikut: Darurat ialah datangnya kondisi bahaya atau kesulitan yang amat berat yang menimpa manusia, yang membuat ia khawatir akan terjadi kerusakan atau sesuatu yang menyakitkan jiwa, anggota tubuh kehormatan, akal, harta, dan yang bertalian dengannya. Ketika itu boleh atau tidak ada jalan lain kecuali mengerjakan yang diharamkan atau meninggalkan yang diwajibkan atau menunda waktu pelaksanaannya guna

  5 Lihat, Jalaluddin ‘Abd al -Rahman ibn Abi Bakar al-Suyuti, al-Asybah wa al-Nazair fi al- Furu’ (Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1987), h. 61. 6 Lihat, Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam (ed.), Ensiklopedi Islam, Jilid 1 (Jakarta: PT. menghindari kemudaratan yang diperkirakan dapat menimpa dirinya

  7 selama tidak keluar dari syarat-syarat yang ditentukan.

  Definisi yang dikemukakan oleh Wahbah al-Zuhaili ini mencakup semua jenis kemudaratan, yaitu kemudaratan yang berkaitan dengan makanan yang mengenyangkan dan obat, melakukan sesuatu perbuatan di bawah tekanan teror atau paksaan, mempertahankan jiwa atau harta dan sebagainya.

  2. Dasar Hukum Prinsip Darurat

  a. Dalil Al-Quran Al-Quran telah menjelaskan tentang kondisi darurat itu dalam lima ayat. Diantaranya, secara khusus, menegaskan tentang Makhmasah

  (kelaparan yang parah), yaitu satu ayat dari surah al-Maidah serta beberapa ayat lainnya. Dari ayat tersebut dipahami adanya pembolehan bagi segala yang diharamkan ketika dalam kondisi darurat. Ayat- ayatnya adalah: 1. Firman Allah dalam Q. S al-Baqarah/2: 173.

                        

     

  Terjemahan:

  Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya

  8 Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

  Menurut al- Sa’ad, makna firman Allah “ Tetapi barang siapa 7 terpaksa (memakannya”) ialah, seseorang memakan hal-hal yang

  Lihat, Wahbah al-Zuhaili, Nazariyah al-darurah al-Syar’iyyah Muqarannah Ma’al- Qanun al-Wad’I , (Cet. IV; Beirut: Muassasah al-Risalah, 1985), h. 67-68. 8 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Tarsifnya, Juz II, (Jakarta: PT. Pena Pundi

  diharamkan tersebut semata-mata kerena memang terpaksa. Bukan malah dengan menikmati atau merasakan enaknya. Itu berarti ia menginginkanya.

  Adapun firman Allah “ ” ialah dan tidak (pula) melampaui batas

  9 memakanya hingga sampai batas kenyang.

  Sedangkan menurut Mujahid, Ibn Jubair dan lainnya, makna firman

  Allah “ tetapi barang siapa terpaksa (memakannya), bukan karena dan tidak pula melampaui batas ” ialah keingina dan tindakan berlebiha n yang

  merugikan kaum muslimin. Jadi masuk dalam kategori yang menginginkanya dan yang melampaui batas ialah para penyamun, orang yang menentang penguasa tanpa ada alasan yang dibenarkan oleh Agama, orang yang bepergian untuk tujuan memutus hubungan kekeluargaan, orang yang hendak menyerang kaum muslimin dan lain sebagainya.

  Pendapat tersebut dibenarkan oleh al-Qurtubi. Sebab, makna asal kalimat al-baghyu dalam pengertian bahasa ialah bermaksud membuat kerusakan. Al-Qurtubi berkata, Allah membolehkan seseorang memakan semua yang diharamkan dalam keadaan darurat, kerena ia tidak sanggup mendapatkan semua yang dibolehkan itulah yang menjadi syarat

  10 diperkenankannya sesuatu yang diharamkan.

  Dalam hal ini Allah swt,. Berfirman dalam Q.S. Al-Maidah/5: 3.

            

      

            9 

  Lihat, Abd al-Rahman bin Nasir bin al-Sa’ad, Tafsir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Manan, juz I (t.t.: Mu’assasah al -Rasalah, 2000), h. 81 10 Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr bin Farh al -Qurtubi, al-

  

  

   

  

  

  

  

 

  

   

   

   

   

  Terjemahan:

  Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini orang-orang kafir Telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa Karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, 11 .

Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang

  Menurut al-Qurtubi, arti firman Allah, “tetapi barang siapa

  

terpaksa kerena lapar” ialah, barangsiapa yang karena darurat harus

memakan bangkai dan hal-hal lain yang diharamkan dalam ayat tadi.

  

Maksud firman Allah, “ bukan karena ingin berbuat dosa ” ialah, tanpa

  condong pada sesuatu keharaman dalam arti tidak menginginkan dan tidak melampaui batas. Yang dimaksud dengan tanpa condong pada suatu

  12 keharaman ialah, tanpa punya niat berbuat maksiat.

  Ada beberapa ayat yang menjelaskan tentang kebolehan melakukan 11 sesuatu dalam keadaan darurat seperti: 12 Op. cit ., h. 108.

  Firman Allah swt., dalam Q. S. al- An’am/6 : 145.

  

     