PROSEDUR DAN PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011

PROSEDUR DAN PENYELENGGARAAN BANTUAN
HUKUM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 16
TAHUN 2011

SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Program Studi Ilmu Hukum

Oleh:
JAKA SUPRALE
NIM. 502012155

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
PALEMBANG
2016

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS HUKUM
PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : PROSEDUR DAN PENYELENGGARAAN BANTUAN
HUKUM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 16
TAHUN 2011
Nama
Nim
Program Studi
Program Kekhususan

: JAKA SUPRALE
: 50 2012 155
: Ihnu Hukum
: Hukum Pidana

Pembimbing,
LuU Maknun, SH.MH

PERSETUJUAN OLEH TIM PENGUJl:
Ketua

: Nur Husoi Emilson, SH., Sp.N., 1


Anggota : 1. Burfaanuddin, SH., MH
2. Hj. Susiana Kifli, SH., MH

DISAHKAN OLEH
DEKAN FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

Dr. Hj. S R H C A T M I A T I , SH, M.Hum
NBM/NIDN 791348/0006046009

II

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS HUKUM

PENDAFTARAN UJIAN SKRIPSI

PendaHaran Skripsi Sarjana Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Palembang Strata I bagi:

NAMA

: JAKA SUPRALE

NIM

: 502012155

PRODI

: ILMU HUKUM

JUDUL

: PROSEDUR DAN PENYELENGGARAAN BANTUAN
HUKUM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 16
TAHUN 2011

Dengan diterimanya skripsi ini, sesudah lulus dari Ujian Komprehensif, penulis
berhak memakai gelar

SARJANA HUKUM

Diketabui

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS
Yai^ bertanda tangan di bawah ini:
: Jaka Suprale
Nama
Tempat dan tgl lahir : Palembang, 24 September 1995
NIM
: 502012155
Program Studi
: Ilmu Hukum
Program Kekhususan : Hukum Pidana
Menyatakan bahwa Karya Ilmiah/Skripsi saya yang berjudul:
'^PROSEDUR DAN PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 201U. Adalah bukan

merupakan karya tulis orang lain, baik sebagian maupun keseluruhan, kecuali
dalam bentuk kutipan yang telah saya sebutkan sumbemya. Demikian surat

pemyataan ini saya buat dengan sebenar-benamya dan apabila pemyataan ini
tidak benar, saya bersedia mendapatkan sanksi akademik.
Palembang, Maret 2016
Yang ^enyatakan,
l y ^ T E R A.i
J EM

,iy

PEL

'4^?pSADF898186518

mo
Jaka Suprale

iv

#


MOTTO
" Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kamu supaya
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan
apabila kamu menghukum diantara manusia hendaklah kamu
menghukum dengan adil.'*
(Q.S. An-NissaAyat :58)

Ku persembahkan kepada:
• Ayahanda & Ibunda tercinta
• Saudara-Saudaraku tersayang
• Seseorang yang kusayang
• Sahabat-sahabat seperjuangan
• Agama, Nusa & Bangsa,
• Almamater ku

V

JUDUL SKRIPSI: PROSEDUR DAN PENYELENGGARAAN BANTUAN
HUKUM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 16
TAHUN 2011

Penulis,

Pembimbing

JAKA SUPRALE

Luil Maknun, SH. MH

ABSTRAK
Yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah prosedur pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma ?
2. Apakah tanggung jawab pemberi bantuan hukum yang terbukti secara
sah menerima atau meminta pembayaran dari penerima bantuan hukum
yang terkait dengan perkara yang dibelanya ?
Selaras dengan tujuan yang bermaksud untuk mengetahui prosedur
pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma serta tanggung jawab
pemberi bantuan hukum yang terbukti secara sah menerima atau meminta
pembayaran dari penerima bantuan hukum yang terkait dengan perkara
yang dibelanya, maka jenis penelitian ini adalah penelitian hukum

normative yang bersifat deskriptif (menggambarkan), oleh karenanya tidak
bermaksud untuk menguji hipotesa.
Teknik penggumpulan data dititikberatkan kepada penelitian
kepustakaan dengan cara mengkaji bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tersier.
Teknik pengolahan data dilakukan dengan menerapkan cara analisis
isi (Content Analisys) untuk selanjutnya dikontruksikan ke dalam suatu
kesimpulan.
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Prosedur pemberian bantuan secara cuma-cuma terdapat dalam pasal 15
Undang-undang No. 16 tahun 2011 yaitu Pemohon Bantuan Hukum
mengajukan permohonan Bantuan Hukum kepada Pemberi Bantuan
Hukum, Pemberi Bantuan Hukum dalam jangka waktu paling lama 3
(tiga) hari kerja setelah permohonan Bantuan Hukum dinyatakan
lengkap harus memberikan jawaban menerima atau menolak
permohonan Bantuan Hukum, Dalam hal permohonan Bantuan Hukum
vi

diterima, Pemberi Bantuan Hukum memberikan Bantuan Hukum

berdasarkan surat kuasa khusus dari Penerima Bantuan Hukum, Dalam
hal permohonan Bantuan Hukum ditoiak, Pemberi Bantuan Hukum
mencantumkan alasan penolakan, Ketentuan lebih lanjut mengenai
syarat dan tata cara pemberian Bantuan Hukum diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
2. Tanggung jawab pemberi bantuan hukum yang terbukti secara sah
menerima/meminta pembayaran dari penerima bantuan hukum yang
terkait dengan perkara yang dibelanya dijatuhi sanksi oleh Organisasi
Advokat berupa : teguran lisan; teguran tertulis; pemberhentian
sementara dari profesinya selama 3 (tiga) sampai dengan 12 (dua belas)
bulan berturut-turut; atau pemberhentian tetap dari profesinya.

vii

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahini
Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT dan shalawat serta salam yang
tak henti-hentinya kepada Rasul Allah Nabi Muhammad SAW, sehingga

penulis dapat menyelesaikan sekripsi ini dengan judul : "PROSEDUR
DAN PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011"
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan,
kekeliruan dan kekhilafan semua ini karena penulis adalah sebagai
manusiabiasa yang tak luput dari kesalahan dan banyak kakurangan, akan
tetapi bcrkat adanya bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai
pihak, akhimya kesukaran dan kesulitan tersebut dapat dilampaui, oleh
karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih
yang mendalam kepada :
1. Yth. Bapak Dr. Abid Djazuli, SE. MM., selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Palembang.
2. Yth. Ibu Dr. Hj. Sri Suatmiati, SH. M.Hum, selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang.
3. Yth. Bapak dan Ibu Wakil Dekan I, 11, III dan IV Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Palembang.
4. Yth. Bapak Mulyadi Tanzili, SH. MH, selaku Pit. Ketua Prodi Ilmu
Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang.
5. Yth. Bapak M. Soleh, SH., MS., selaku Penasehat Akademik penulis.


viii

6. Yth. Ibu Luil Maknun, SH. MH, selaku Pembimbing yang telah banyak
memberikan petunjuk-petunjuk dan bimbingan dalam penulisan dan
penyusunan skripsi ini.
7. Yth. Bapak dan Ibu Dosen beserta Staf Karyawan dan karyawati
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang.
8. Yth. Ayahanda dan Ibunda tercinta, yang selama ini tak henti-hentinya
memberikan doa, semangat serta bantuan kepada penulis selama kuliah
9. Saudara-saudaraku yang memberikan semangat serta motifasi dalam
penyelesaian penulisan skripsi ini.
10. Teman-temanku yang telah banyak membantu dalam penyelesaian
skripsi ini.
Semoga semua jasa baik mereka diterima oleh Allah SWT, sebagai
amal sholeh dan mendapatkan ganjaran yang tidak terhingga. Amin
yarobbal Alamin.
Akhir kata segala keritik dan saran dari pembaca, penulis terima
dengan scnang hati dan untuk itu penulis ucapkan terima kasih..
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
2016

JAKA SUPRALE

ix

DAFTAR ISI
Halaman
pALAMAN JUDUL

i

HALAMAN PERSUTUJUAN DAN PENGESAHAN

ii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

iii

ABSTRAK

iv

KATA PENGANTAR

vi

D A F T A R ISI

vii

BAB I

'
I
B A B II

PENDAHULUAN
A. Tatar Belakang

1

B. Rumusan Masalah

10

C. Ruang Lingkup dan Tujuan

11

D. Definisi Operasinal

12

E. Metodelogi Penelitian

12

F. Sistematika Penulisan

14

TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Bantuan Hukum

IS

B. Penyelenggara Bantuan Hukum

21

C. Pemberi Bantuan Hukum

24

D. Hak dan Kewajiban Penerima Bantuan Hukum

33

I

E. Pendanaan Bantuan Hukum

34

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Prosedur Pemberian Bantuan Hukum
Secara Cuma-Cuma

I

B. Tanggung Jawab Pemberian Bantuan Hukum

36

Yang Terbukti Secara Sah Menerima/ Meminta Pembayaran
Dari Penerima Bantuan Dukum Yang Terkait Dengan Yang
|i

Dibelanya

41

|i
|i

BAB IV
I

PENIITUP
A.
KESIMPULAN

45

B.

46

|i

|i

SARAN

|i

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lembaga Bantuan Hukum adalah termasuk lembaga masyarakat
sipil penyedia bantuan hukum, atau unit kerja bantuan hukum pada
organisasi advokat, atau lembaga konsultasi dan bantuan hukum di
perguruan tinggi. Lahimya suatu lembaga bantuan hukum dalam
melakukan

advokasi

hukum

maka

dapat

menumbuhkan,

mengembangkan serta meninggikan kesadaran hukum dari masyarakat
umumnya dan khususnya kesadaran akan hak-haknya sebagai subjek
hukum. Dengan didirikannya LBH maka dapat memajukan hukum dan
pelaksanaan hukum sesuai dengan perkembangan zaman.
Adapun peranan dan fungsi LBH dalam melakukan advokasi
hukum yaitu dapat kita ketahui bahwa sebagian besar masyarakat kita
tergoiong tidak mampu untuk menggunakan dan membayar jasa
advokat, maka lembaga bantuan hukum memberikan jasa-jasanya secara
cuma-cuma bagi orang yang membutuhkan khususnya bagi orang
miskin.
Selama ini, pemberian bantuan hukum yang dilakukan belum
banyak menyentuh orang-orang atau kelompok orang miskin, sehingga
1

mereka kesulitan untuk mengakses keadilan karena terhambat oleh
ketidakmampuan mereka untuk mewujudkan hak-hak konstitusional
mereka.
Frans Hendra Winarta Dosen Fakultas Hukum Universitas Pelita
Harapan menyimpulkan bahwa konsep bantuan hukum di Indonesia
yang dapat melindungi hak konstitusional fakir miskin adalah bantuan
hukum responsif. Akan tetapi, dalam realitas kekinian Indonesia,
bantuan hukum itu terlalu penting untuk hanya diserahkan pada para
advokat. Tantangannya adalah bagaimana mencari sinergi dari berbagai
pihak. Tantangan itu coba diurai secara implisit oleh tiga pembicara
yang mendiskusikan buku baru setebal 221 halaman yang diterbitkan
oleh PT Gramedia Pustaka Utama yaitu : Abdul Hakim G. Nusantara,
Luhut M.P Pangaribuan, dan Johnson Panjaitan. Berikut ini petikanny^.
Pembicara Abdul Hakim G. Nusantara, menjelaskan, terdapat satu titik
yang pelu dikenali sehingga "hak atas bantuan hukum sebagai hak
konstitusional" dapat dimengerti orang. Titik yang dimaksudnya yaitu,
"Dalam upaya memperoleh akses keadilan dan kepastian bantuan
hukum dalam Sistem Negara Hukum Indonesia, tiap orang berhak untuk
memperoleh bantuan hukum baik dari sektor privat (swasta) atau sektor
publik, yaitu negara atau organisasi semi publik yang menyediakan
layanan bantuan hukum kepada para pencari keadilan yang miskin.

3

daiam arti tidak mempunyai pendapatan (income) memadai untuk
membayar biaya yang diperlukan untuk memperoleh keadilan dan
kepastian hukum". Sedangkan makna dari "hak atas bantuan hukum
sebagai hak konstitusional" itu dikatakannya terkandung dalam Pasal 28
D (!) UUD RI 1945 yang merumuskan: "Setiap orang berhak atas
kq>astian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum". Selanjutnya disampaikannya bahwa hak atas bantuan hukum
(the right to legal aid) itu termasuk juga sebagai hak asasi manusia
(HAM). Ditegaskannya, ketika pemegang kekuasaan eksekutif,
legisiatif, dan yudikatif mengabaikan the right to legal aid maka ketika
itu pula mereka tersebut melakukan pelanggaran HAM dan
inkonstitusional.'
Oleh karena itulah dibentuknya Undang-undang tentang Bantuan
Hukum yaitu UU Rl Nomor 16 Tahun 2011. Pengaturan mengenai
pemberian bantuan hukum dalam Undang-undang ini merupakan
jaminan terhadap hak-hak konstitusional orang atau kelompok orang
miskin.
Sebagaimana sebuah produk hukum yang baru di undangkan,
maka memang dibutuhkan waktu untuk mensosialisasikan produk
hukum ini. Sebuah produk hukum mesti dilihat dari aspek yuridis.
' http://variaadvokat.awardspace.info/voil l/bantuan hukum.pdFdi akses pada tanggal 25
oktober20l5.

sosiologis dan filosofis. Selain itu mesti juga dilihat watak politis dari
kehadiran sebuah produk perundang-undangan.
Tata cara pemberian bantuan hukum cuma-cuma selama ini
selalu merujuk pada PP No 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata
Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma, yang merupakan
penteijemahan teknis dari UU Advokat.
Jika dalam UU Advokat, yang dimaksudkan dengan Pemberi
Bantuan Hukum adalah Advokat maka dalam UU Bantuan Hukum ini,
Pemberi Bantuan Hukum adalah Lembaga Bantuan Hukum atau
Organisasi Kemasyarakatan. Hal ini bisa dilihat dalam Pasal I ayat (3)
yang berbunyi : "Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan
hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan
hukum berdasarkan Undang-Undang ini".
Memang tidak semua Lembaga Bantuan Hukum atau Organisasi
Kemasyarakatan dalam konteks aturan ini bisa menjadi pemberi bantuan
hukum.
Dimana di dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) disebutkan :
(1) Pelaksanaan Bantuan Hukum dilakukan oleh Pemberi Bantuan
Hukum yang telah memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang
ini.
(2) Syarat-syarat Pemberi Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:

5

a. berbadan hukum,
b. terakreditasi berdasarkan Undang-Undang ini;
c. memiliki kantor atau sekretariat yang tetap;
d. memiliki Pengurus; dan
e. memiliki program Bantuan Hukum.
Hal diatas sangatlah berbeda pengertiannya dengan definisi
Bantuan Hukum dalam UU Advokat. Pasal 22 UU Advokat berbunyi:
(l)"Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma
kepada pencari keadilan yang tidak mampu".
Sehingga yang dititik beratkan dalam UU Bantuan Hukum adalah
aspek kewajiban dan tanggung jawab negara meialui kementerian terkait
(Kemenkumham), namun dalam teknis pelaksanaannya diserahkan
kepada masyarakat meialui Lembaga Bantuan Hukum atau Organisasi
Kemasyarakatan yang telah memenuhi syarat-syarat dalam UndangUndang atau Peraturan-Peraturan dibawahnya. Sedangkan dalam UU
Advokat yang dititik beratkan adalah kewajiban seorang Advokat
sebagai Officium Nobille.
Walaupun demikian, UU Bantuan Hukum ini secara jelas
menyebutkan posisi Advokat menjadi bagian dari Pemberi Bantuan
Hukum yang dalam hal ini bemaung dalam wadah Lembaga Bantuan
Hukum atau Organisasi Kemasyarakatan.
Untuk itulah maka diharapkan tidak ada kesalahan penafsiran

6

menyangkut ruang lingkup pemberian bantuan hukum antara
seorang Advokat dengan Pemberi Bantuan Hukum dalam konteks
Undang-Undang Bantuan Hukum ini. Prinsipnya adalah tanpa
bemaung dalam lembaga Bantuan Hukum atau Organisasi
Kemasyarakatan, seorang Advokat tetap memiliki kewajiban untuk
memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma bagi orang yang tidak
mampu (miskin).
Dalam konteks UU Bantuan Hukum ini bisa dikatakan bahwa
untuk menjalankan fungsi seperti proses konsultasi, pendidikan hukum,
investigasi maupun dokumentasi dapat dilakukan oleh pembela publik
tainnya, namun untuk menghadap di persidangan tetap harus dilakukan
seorang Advokat,
Untuk mengatasinya biasanya dilakukan dengan merekrut
Voluntary Lawyer, yaitu advokat yang menjadi relawan (part time) di
organisasi bantuan hukum maupun Ghosf Lawyer, yaitu advokat
mempersiapkan segala sesuatu untuk kepentingan persidangan seperti
gugatan, jawab-menjawab dalam peradilan perdata, namun yang
hadir/menghadap di persidangan adalah pencari keadilan sendiri.
UU Bantuan Hukum dilaksanakan atau diselenggarakan
berdasarican asas-asas bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ini berbunyi;
1. Keadilan

2. Pcrsamaan kedudukan di dalam hukum
3. Keterbukaan
4. Efisiensi
5. Efektivitas
6. Akuntabilitas
Dalam penjelasan Pasal 2 yang dimaksud dengan asas-asas ini yaitu :
1. Asas keadilan :
Menempatkan hak dan kewajiban setiap orang secara proporsional,
patut, benar, baik, dan tertib.
2. Asas persamaan kedudukan di dalam hukum:
Bahwa setiap orang mempunyai hak dan perlakuan yang sama di
depan hukum serta kewajiban menjunjung tinggi hukum.
3. Asas keterbukaan :
Memberikan akses kepada masyarakat untuk memperoleh informasi
secara lengkap, benar, jujur, dan tidak memihak dalam mendapatkan
jaminan keadilan atas dasar hak secara konstitusional.
4. Asas efisiensi:
Memaksimalkan pemberian bantuan hukum meialui penggunaan
sumber anggaran yang ada.
5. Asas efektivitas :
Menentukan piencapaian tujuan pemberian bantuan hukum secara
tepat.

6. Asas akuntabilitas :
Bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan
bantuan hukum harus dapat dipertanggung, jawabkan kepada
masyarakat.
UU Bantuan Hukum lahir atas tujuan-tujuan khusus sehingga
tujuan dari Penyelenggaraan Bantuan Hukum termuat dalam bunyi Pasal
3 yakni:
(1) Mcnjamin dan memenuhi hak bagi Penerima bantuan hukum (fakir
miskin) untuk mendapatkan akses keadilan,
(2) Mewujudkan hak konstitusional segala warga negara sesuai dengan
prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum
(3) Menjamin kepastian penyelenggaraan bantuan hukum dilaksanakan
secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia;
(4) Mewujudkan

peradilan yang efektif, efisien. dan dapat

dipertanggungjawabkan.
Ruang Lingkup Pemberian Bantuan Hukum tercantum dalam
Pasal 4 dan pasal 5. Dalam pasal 4 disebutkan bahwa :
(1) Bantuan Hukum diberikan kepada penerima bantuan hukum yang
menghadapi masalah hukum.
(2) Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
masalah hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara baik
litigasi maupun nonlitigasi.

9

(3) Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau
melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum Penenma
Bantuan Hukum.
Dalam UU Bantuan Hukum pengertian tentang Penerima
Bantuan Hukum terdapat dalam Pasal 5 yang berbunyi:
(1) Penerima bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(I) meliputi setiap orang atau kelompok orang miskin yang tidak
dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri.
(2) Hak dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak atas
pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan
dan berusaha, dan/atau perumahan.
Menurut penulis rumusan pengertian penerima bantuan hukum
ini telah mengalami penyempitan makna dari "orang yang tidak
mampu" menjadi "orang yang tidak mampu secara ekonomi".
Pertanyaannya adalah b^aimana dengan orang atau kelompok tidak
mampu lainnya, antara lain orang atau kelompok yang termarjinalkan
karena suatu kebijakan publik, orang atau kelompok yang hak-hak sipil
dan politiknya terabaikan; Komunitas masyarakat adat; perempuan dan
penyandang cacat hingga mereka para korban pelanggaran hak-hak
dasar seperti penggusuran dan Iain-lain.
Penyempitan makna ini jelas berbenturan dengan semangat

10

konstitusi, sehingga hal ini mesti di diskusikan kembali oleh para
pembuat dan pengambil kebijakan sebelum Undang-Undang ini
dibeilakukan.
Penerima bantuan hukum yang diterjem^kan dengan orangorang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak
dasar secara layak dan mandiri, memang tidak begitu saja bisa
memperoleh atau mengakses bantuan hukum sebagaimana yang
diamanatkan.
Seperti yang telah disebudcan sebelumnya b ^ w a UndangUndang Bantuan Hukum ini sedikit tidaknya mengadopsi konsep legal
aid merujuk pada pengertian ^'state subsidized ", pelayanan hukum yang
dibiayai atau disubsidi oleh negara. Ide bantuan hukum yang dibiayai
negara (publicly funded legal aid)), Sehingga sangat jelas kepentingan
negara dalam konteks bantuan hukum ini.
Dari uraian-uraian di atas inilah kiranya penulis tertarik
menyusun suatu skripsi dengan judul :
PENYELENGGARAAN

BANTUAN

"PROSEDUR DAN
HUKUM

MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011."
B. Rnmusan Masalah
Sesuai dengan judul yang penulis rumuskan, maka penulis akan
mencoba menganalisa dan memberikan pendapat tentang beberapa

masalah yang bericenaan dengan undang-undang no. 16 tahun 2011
tentang bantuan hukum di Palembang yaitu :
1. Bagaimanakah prosedur pemberian bantuan hukum secara cumacuma ?
2. Apakah tanggung jawab pemberi bantuan hukum yang terbukti
secara sah menenma atau meminta pembayaran dari penerima
bantuan hukum yang terkait dengan perkara yang dibelanya ?
C. Ruang Lingkup dan Tujuan

Agar dalam penelitian dan penulisan sekripsi ini dapat terarah
dan tidak menyimpang dari pokok permasalahan, maka penulis
membatasi ruang lingkup permasalahan yakni mengenai prosedur
pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma dan tanggung jawab
pemberi bantuan hukum yang terbukti secara sah menerima atau
meminta pembayaran dari penerima bantuan hukum yang terkait dengan
perkara yang dibelanya tanpa menutup kemungkinan menyinggung halhal yang lebih relevan.
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan mengenai prosedur pemberian
bantuan hukum secara cuma-cuma.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan tanggung jawab pemberi
bantuan hukum yang terbukti secara sah menerima atau meminta

12

pembayaran dari penerima bantuan hukum yang terkait dengan
perkara yang dibelanya.
Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan
informasi bagi ilmu pengetahuan, khususnya dibidang ilmu hukum
tentang kebijakan pidana, sekaligus merupakan sumbangan pikiran
yang dipersembahkan sebagai pengabdian pada Almamater.
D. Definisi Operasional

1. Prosedur adalah tata cara pemberian bantuan hukum dari pemberi
bantuan hukum kepada penerima bantuan hukum.
2. Bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi
bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan
hukum.
3. Cuma-cuma artinya dalam memberikan bantuan hukum (jasa
hukum) tanpa menerima atau meminta pemberian dalam bentuk
apapun dari pencari keadilan.

£. Metode penelitian

Selaras dengan tujuan yang bermaksud untuk mengetahui
prosedur pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma dan tanggung
jawab pemberi bantuan hukum yang terbukti secara sah menerima atau
meminta pembayaran dari penerima bantuan hukum yang terkait dengan

13

perkara yang dibelanya, maka jenis penelitian ini adalah penelitian
hukum normatif yang bersifat deskriptif (menggambarkan), oleh
karenanya tidak bermaksud untuk menguji hipotesa.
1. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data skunder dititikberatkan kepada
penelitian kepustakaan (library research) dengan cara mengkaji :
a) Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang bersifat
mengikat seperti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan
semua ketentuan peraturan yang berlaku.
b) Bahan skunder yaitu bahan hukum seperti teori, hipotesa,
pendapat para ahli maupun penelitian terdahulu yang sejalan
dengan permasalahan dalam skripsi ini.
c) Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang menjelaskan
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus
bahasa, ensiklopedi dan lain sebagainya.
2. Teknik pengolahan data

Setelah data terkumpul, maka data tersebut diolah guna
mendapatkan data yang terbaik. Dalam pengolahan data tersebut,
penulis melakukan kegiatan editing yaitu data yang diperoleh
diperiksa dan diteliti lagi mengenai kelengkapan, kejelasan dan
kebenarannya, sehingga terhindar dari kekurangan dan kesalahan.

14

3. Analisa data

Analisa data dilakukan secara kualitatif yang dipergunakan
untuk mengkaji aspek-aspek normatif atau yuridis meialui metode
yang bersifat deskriptif analitis yaitu menguraikan gambaran dari
data yang diperoleh dan menghubungkannya satu dengan yang lain
untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang bersifet umum.
F. Sistematika Penulisan

Rencana penulisan skripsi ini akan disusun secara keseluruhan
daiam 4 (empat) Bab dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I

: Merupakan bab pendahuluan yang menguraikan latar
belakang, rumusan masalah, ruang lingkup dan tujuan,
definisi operasinal dan metode penelitian, serta sistematika
penulisan.

BAB II

: Merupakan tinjauan pustaka yang berisi

paparan

tentang kerangka teori yang erat kaitannya dengan
permasalahan yang akan dibahas.
BAB III

; Merupakan pembahasan yang menggambarkan tentang
hasil penelitian, sehubungan dengan permasalahan hukum
yang diangkat.

BAB IV

; Merupakan bagian penutup dari pembahasan yang di
format dalam kesimpulan dan saran.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Bantuan Hukum.

Istilah bantuan hukum terkait dengan profesi advokat. Advokat
dalam bahasa Inggris merupakan kata benda (noun), berarti orang yang
berprofesi memberikan jasa konsultasi hukum dan atau bantuan hukum
baik di dalam maupun di luar pengadilan, kini populer dengan sebutan
pengacara (lawyer.
Sedangkan dalam Hukum Islam, advokat berasal dari bahasa
Arab, yakni almahamy, yang setara maknanya dengan pengacara
(lawyer). Selain itu, dalam bahasa inggris advokat juga terkait dengan
kata kerja (verb), advocacy yang berarti suatu pekerjaan dalam bidang
konsultasi hukum dan bantuan hukum untuk membantu mereka yang
membutuhkan penyelesaian hukum baik di dalam maupun di luar
pengadilan. Dalam konteks bahasa Arab, pekerjaan advokat tersebut
disebut pula al-mahammah yang setara maknanya dengan kata
advocacy.

^ http://id-shvoong com/law-and-politics/law/2288124-pengertian-bantuanhukum/#ixzz
2UJMTzV3, diakses pada tanggal 18 Desember 2015

15

16

Berbicara tentang bantuan hukum sebenamya tidak terlepas dari
fenomena hukum itu sendiri. Seperti telah diketahui keberadaan bantuan
hukum adalah salah satu cara untuk meratakan jalan menuju k e i ^ a
pemerataan keadilan yang penting maksudnya bagi pembangunan
hukum, khususnya di Indonesia.
Bantuan hukum merupakan salah satu istilah dalam hukum yang
hingga saat ini bagi kita di Indonesia belum mendapatkan pengertian
yang pasti. Oleh karena belum adanya pengertian yang pasti mengenai
bantuan hukum tersebut, maka kalangan profesi hukum di Indonesia
mencoba memberikan pengertian tersendiri mengenai bantuan hukum.
Adapun pengertian bantuan hukum telah dijelaskan oleh Jaksa
Agung Republik Indonesia, yaitu pembelaan yang diberikan kepada
seseorang terdakwa dari seseorang penasehat hukum, sewaktu
perkaranya diperiksa dalam pemeriksaan pendahuluan atau dalam proses
pemmksaan perkaranya dimuka pengadilan.
Disamping itu juga didalam Pasal 1 butir 9 Undang-Undang
Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat memberikan suatu penjelasan
bahwa "bantuan hukum, adalah jasa hukum yang diberikan oleh advokat
secara cuma-Cuma kepada klien yang tidak mampu".
Adapun pengertian bantuan hukum menurut Pasal 1 UndangUndang Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum yang berbunyi:
^ Ishaq, Pendidikan Kea(h'okatan, Jakarta, Sinar Grafika, 2010, hal. 5

17

"Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi
bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum."
Selain pengertian bantuan hukum sebagaimana dijelaskan di atas,
ada juga pengertian bantuan hukum yang dijelaskan dari kalangan
profesi hukum di Indonesia, diantaranya sebagai berikut:
1. Lasdian Walas mengatakan bahwa, bantuan hukum adalah jasa
memberikan bantuan hukum dengan bertindak baik sebagai
pembela dari seseorang yang tersangkut dalam perkara pidana
maupun kuasa hukum dalam perkara perdata atau tata usaha
negara di muka pengadilan atau memberi nasihat hukum di luar
pengadilan."*
2. Dengan mengutip pendapat dari K.Smith dan D.J Keenan, Santoso
Poedjosocbroto berpendapat bahwa bantuan hukum atau legal aid
di artikan sebagai bantuan hukum (baik yang berbentuk pemberian
nasihat hukum, maupun yang berupa menjadi kuasa dari pada
seseorang yang berperkara) yang diberikan kepada orang yang
tidak mampu ekonominya, sehingga ia tidak dapat membayar
biaya (honorarium) kepada seorang pembela atau pengacara."^
3. Frans Hendra Winarta menjelaskan, bahwa bantuan hukum adalah
hak dari orang miskin yang dapat diperoleh tanpa bayar (pro bono
* Ishaq, ihid, hal, 5.
' Soerjono Soekanto, Bantuan Hukum Suatu Tinjauan Sosio Yuridis, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1963. hal, 21,

IS

publico) sebagai penjabaran persamaan hak dihadapan hukum. Hal
ini sesuai dengan ketentuan Pasal 34 UUD 1945 dimana
didalamnya ditegaskan bahwa fakir miskin adalah menjadi
tanggung jawab negara. Terlebih lagi, prinsif persamaan
dihadapan hukum (equality before the law) dan hak untuk dibela
advokat (access to legal counsel) adalah hak asasi manusia yang
perlu dijamin dalam rangka tercapainya pengentasan masyarakat
indonesia dari kemiskinan, khususnya dalam bidang hukum.^
Dari beberapa pendapat diatas dapatlah dijelaskan bahwa bantuan
hukum, yaitu adanya pemberian jasa baik yang berbentuk nasehat
hukum maupun yang bertindak sebagai kuasa hukum untuk membela
seseorang yang berpekara secara cuma-cuma, yang diberikan kepada
orang yang tidak mampu ekonominya.
Secara konsepsional, apabila dilihat pada tujuan dan orientasi,
silat, cara pendekatan, dan ruang lingkup aktivitas program bantuan
hukum, khususnya bagi golongan miskin dan buta hukum di indonesia.
Pada dasamya dapat dikategorikanpada dua konsep pokok, yaitu konsep
bantuan hukum tradisional dan konsep bantuan hukum konstitusional/

^ Frans Hendra Winarta, Bantuan Hukum. Suatu Hak Asmi Matmsia Bukan Belas
Kasihan, PT EIek Media Komputindo, Jakarta, 2000, vii.
' Bambang Sunggono, Aries Harianto, Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia, Mandar
Maju, Bandung, 1994, hal. 26.

19

Konsep bantuan hukum tradisional adalah pelayanan hukum yang
diberikan kepada masyarakat miskin secara individual. Sifat dari
bantuan hukum ini pasif, dan cara pendekatannya sangat formal-legal,
dalam arti melihat segala permasalahan hukum kaum miskin sematamata dari sudut hukum yang berlaku. Orientasi dan tujuan bantuan
hukum ini adalah untuk menegakkan keadilan bagi si miskin menurut
hukum yang berlaku, kehendak mana dilakukan atas landasan semangat
derma (charity).
Konsep bantuan hukum konstitusional merupakan bantuan
hukum untuk rakyat miskin yang dilakukan dalam dalam kerangka
us£dia dan tujuan yang lebih luas, seperti:
(a) menyadarkan hak-hak masyarakat miskin sebagai subjek hukum,
(b) penegakan dan pengembangan nilai-nilai hak asasi manusia
sebagai sendi utama bagitegaknya negara hukum.
Dengan demikian, seorang advokat harus memperhatikan
kliennya yang tidak mampu. Sebab dalam kenyataannya yang terlihat
setiap hari di kota-kota besar bantuan hukum yang diberikan oleh
advokat tampaknya hanya berkisar kepada orang-orang yang berada
saja. Jarang sekali dilihat seorang advokat di dalam media massa, baik
berupa televisi, surat kabar, dan majalah diberitakan memberikan jasa
hukum kepada orang yang tidak mampu.

20

Akan tetapi, Undang-undang Nomor 18 tahun 2003 tentang
advokat telah menetapkan dengan tegas tentang bantuan hukum dengan
cuma-cuma kepada pencari keadilan. Hal ini dijelaskan didalam pasal
22 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 18 tahun 2003 tentang
advokat, yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma
kepada pencari keadilan yang tidak mampu.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian bantuan
hukum secara cuma-cuma sebagaimana dimaksud Pada ayat (I),
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22 Undang-undang Nomor 18 tahun 2003 tentang advokat
ini merupakan sebuah sentuhan moral kepada advokat, agar daiam
menjalankan profesinya harus tetap memperhatikan kepentingan orangorang yang tidak mampu. Pasal ini juga merupakan imbauan moral dan
sekaligus mengasah kepekaan sosial.
Menurut Schuyt, Groenendijk dan slooot, Bantuan Hukum
dibedakan antara lima jenis yaitu sebagai berikut:
1. Bantuan hukum preventif (preventif rechtshuip)

yang

merupakan penerangan dan penyuluhan hukum kepada
masyarakat luas.

21

2. Bantuan hukum diagnostik (diagnostik rechtshuip) yaitu
pemberian nasihat hukum yang lazimnya dinamakan
konsultasi hukum.
3. Bantuan hukum pengendalian konflik yang merupakan
bantuan hukum yang bertujuan untuk mengatasi masalahmasalah hukum konkrit secara aktif.
4. Bantuan hukum pembentukan hukum
rechtshuip)

(rechtsvormende

yang intinya adalah untuk

memancing

yurisprudensi yang lebih tegas, tepat, jelas dan benar.
5. Bantuan hukum pembaharuan hukum

(rechtsvemiewende

rechtshuip) yang mencakup usaha-usaha untuk mengadakan
pembaruan hukum meialui hakim atau pembentuk undangundang (datam arti materil).

B. Pesyelenggara Bantuan Hukum.
Bantuan Hukum mempunyai kedudukan penting dalam setiap
system peradilan (justice system), tidak terkecuali di indonesia. Sub
sistem polisi, jaksa, pengadilan, pekerja lembaga kemasyarakatan, dan
advokat harus dapat bekerja sama dalam mencapai tujuan tujuan
bersama mereka yaitu, antara lain mencegah kejahatan, dan
merehabilitasi pelaku kejahatan serta mengembalikan mereka ke
^ Soerjono Soekanto Op.Cit. hal. 27

22

masyarakat. Bantuan hukum sebagai bagian dari profesi advokat dapat
menjalankan peranannya yang penting dalam membela orang miskin.
Undang-undang Bantuan Hukum diselenggarakan

untuk

membantu penyelesaian permasalahan hukum yang dihadapi penerima
bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), (2) dan
ayat (3) undang-undang nomor 16 tahun 2011 tentang bantuan hukum
berbunyi:
(1) Bantuan Hukum diselenggarakan untuk membantu penyelesaian
permasalahan hukum yang dihadapi Penerima Bantuan Hukum.
(2) Pemberian Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum
diselenggarakan oleh Menteri dan dilaksanakan oleh Pemberi
Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini.
(3) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertugas :
a. menyusun dan menetapkan kebijakan penyelenggaraan
Bantuan Hukum,
b. menyusun dan menetapkan Standar Bantuan Hukum
berdasarkan asas-asas pemberian Bantuan Hukum;
c. menyusun rencana anggaran Bantuan Hukum,
d. mengelola anggaran Bantuan Hukum secara efektif, efisien,
transparan, dan akuntabel; dan

23

e. menyusun dan menyampaikan laporan penyelenggaraan
Bantuan Hukum kepada Dewan Perurakifan Rakyat pada
setiap akhir tahun anggaran.
Dalam UU Bantuan Hukum diselenggarakan oleh menteri
terdapat dalam Pasal 7 yang berbunyi :
(1) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (3), Menteri benwenang :
a. mengawasi dan memastikan penyelenggaraan Bantuan Hukum
dan pemberian Bantuan Hukum dijalankan sesuai asas dan
tujuan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini; dan
b. melakukan verifikasi dan akreditasi terhadap lembaga bantuan
hukum atau organisasi kemasyarakatan untuk memenuhi
kclayakan sebagai Pemberi Bantuan Hukum berdasarkan
Undang-Undang ini
(2) Untuk melakukan verifikasi dan akreditasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, Menteri membentuk panitia yang unsumya
terdiri atas:
a. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum dan hak asasi manusia;
b. akademisi;
c. tokoh masyarakat, dan

d. lembaga atau organisasi yang memberi layanan Bantuan
Hukum.
(3) Verifikasi dan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dilakukan setiap 3 (tiga) tahun.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara verifikasi dan akreditasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur dengan
Peraturan Menteri.
Tata cara mekanisme pemberian bantuan hukum dalam perkara
pidana dan perdata bagi pencari keadilan yang tidak mampu di
lingkungan Peradilan umum agar mengacu pada pedoman pemberian
bantuan hukum di lingkungan peradilan umum sebagaimana tercantum
dalam lampiran A Surat Edaran Mahkamah Agung nomor 10 tahun
2010 tentang pedoman pemberian bantuan hukum.
C. Pemberi Bantuan Hukum.

Lasdian Walas menyebutkan bahwa pemberi bantuan hukum itu
dapat dibedakan menjadi dua golongan, sebagai berikut:
1. Pemberi Bantuan Hukum yang menjalankan pekerjaan sebagai
mata pencaharian pokok adalah advokat, pengacara dan
konsultan hukum.
2. Pemberi Bantuan Hukum yang menjalankan pekerjaan tersebut
tidak sebagai mata pencaharian pokok, yakni mereka yang secara

insidentil memberikan bantuan hukum, yaitu pegawai negeri
termasuk TNI, setelah mendapat izin lebih dahulu dari
pimpinannya, komandan, dan oran-orang swasta/
Jika dalam UU Advokat, yang dimaksudkan dengan Pemberi
Bantuan Hukum adalah Advokat maka dalam UU Bantuan Hukum ini,
Pemberi Bantuan Hukum adalah Lembaga Bantuan Hukum atau
Organisasi Kemasyarakatan. Hal ini bisa dilihat dalam Pasal 1 ayat (3)
yang berbunyi:
"Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan hukum atau
organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan Hukum
berdasarkan Undang-Undang ini."
Yang dimaksud dengan Lembaga Bantuan Hukum adaiah
lembaga masyarakat sipil penyedia bantuan hukum, atau unit kerja
bantuan hukumpada organisasi advokat, atau lembaga konsultasi dan
bantuan hukum di perguruan tinggi/**
Suatu perwujudan dari proses bantuan hukum adalah suatu
wadah yang terbentuk di Jakarta dan diberi nama Lembaga Bantuan
Hukum. Terbentuknya lembaga tersebut sebenamya merupakan hasil
dari gagasan Adnan Buyung Nasution. Di dalam buku yang
dikeluarkan oleh Lembaga Bantuan Hukum dengan judul "Dua Tahun
'lshaq,/i>ic/,hal.7,
'** Surat Edaran Mahkama Agung, Ibid, hai, 5.

26

Lembaga Bantuan Hukum" (tahun 1972) tercantum hal-hal, sebagai
berikut : setelah bulat dengan pikirannya maka dalam Kongres 111
Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN), Sdr. Adnan Buyung
Nasution dengan resmi mengajukan gagasan dalam bentuk suatu kertas
keija, (Working Paper) untuk mendirikan Lembaga Bantuan Hukum di
seluruh Indonesia, dengan permulaan di Jakarta sebagai Pilot Project.
Maksudnya jika di Jakarta berhasil, maka lembaga ini akan di perluas
ke seluruh Indonesia.' *
Pada tahun 1%9 Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN)
telah mengadakan kongres di Jakarta yang menghasilkan berdirinya
Lembaga Bantuan Hukum bagi kaum miskin di Indonesia. Lembaga
Bantuan hukum ini menurut Adnan buyung Nasution adalah bertujuan
(sebagai pilot project peradin) meliputi tiga hal yaitu :
1. Memberikan bantuan hukum kepada masyarakat miskin yang
buta hukum;
2. Menumbuhkan dan membina kesadaran warga masyarakat akan
hak-haknya sebagai subjek hukum;
3. Mengadakan pembaruan hukum (modemisasi) sesuai dengan
tuntutan zaman.

" Soeijono Soekanto, [bid, hal. 32
Adnan Buyung Nasution,fia;;ft/a/i//«^Mm//M/onei7a,LP3ES, Jakarta, 1998, hal. 110.

27

Di dalam buku peringatan dua tahun berdirinya Lembaga
Bantuan hukum, dijelaskan mengenai peranan atau fungsi Lembaga
Bantuan Hukum, sebagai berikut:
/. Public Service
Ini sehubungan dengan kondisi sosial ekonomis sebagian sudah di
uraikan sebelumnya di mana karena sebagian besar dari
masyarakat kita tergoiong tidak mampu atau kurang mampu untuk
menggunakan dm membayar jasa advokat, maka Lembaga
Bantuan Hukum memberikan jasa-jasanya scara cuma-cuma.
2. Social Education
Ini hubungannya dengan kondisi social culttiral, dimana lembaga
dengan suatu perencanaan yang matang dan sistematis serta
metode kerja yang praktis harus memberikan peneranganpenerangan dan petunjuk-petunjuk untuk mendidik masyaraakat
agar lebih sadar dan mengerti hak-hak dan kewajibankewajibannya menurut hukum, sehingga dengan demikian
sekaligus menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran hukum
masyarakat.
3. Perbaikan Tertib Hukum
Ini sehubungan dengan kondisi social politic, di mana peranan
lembaga tidak hanya terbatas pada perbaikan-perbaikan di bidang
peradilan pada umumnya dan profesi pembelaan khususnya, akan

28

tetapi juga dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan

ombudsman

selaku partisipasi masyarakat dalam bentuk kontrol dengan kritikkritik dan saran-sarannya untuk memperbaiki kepincangankepincangan atau pun mengoreksi tindakan-tindakan penguasa
yang merugikan masyarakat.
4. Pembaharuan Hukum
Dari pengalaman-pengalaman praktis dalam melaksanakan
fimgsinya Lembaga Bantuan Hukum menemukan banyak sekali
peraturan-peraturan hukum yang sudah usang tidak memenuhi
kebutuhan baru, bahkan kadang-kadang bertentangan atau
menghambat perkembangan keadaan. Berdasarkan pengalaman ini
lembaga dapat mempelopori usul-usul perubahan undang-undang
ke arah pembaharuan hukum sesuai dengan atau untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan baru dalam pembangunan masa sekarang
ini.
5. Pembukaan Lapangan Pekerjaan (labour market)
Sudah menjadi kenyataan bahwa dewasa ini terdapat banyak
pengangguran sarjana-sarjana hukum yang tidak atau belum
bekerja yang relevan dengan bidangnya dalam rangka
pembangunan nasional. Lembaga Bantuan Hukum jika saja dapat
didirikan di seluruh Indonesia misalnya satu kantor Lembaga
Bantuan Hukum di setiap ibu kota propinsi atau kabupaten, maka

29

banyak sekali dari tenaga-tenaga sarjana-sarjana hukum ini dapat
di tampung dan dimanfaatkan.
6. Practical Training
Fungsi terakhir yang tidak kurang pentingnya bahkan diperlukan
oleh lembaga dalam mendekatkan dirinya dan menjaga hubungan
baik dengan sentrum-sentnun ilmu pengetahuan adalah kerja sama
antara lembaga dengan fakultas-fakultas hukum setempat
kerjasama ini dapat memberikan keuntungan kepada kedua belah
pihak. Bagi fakultas-fakultas hukum lembaga dapat dijadikan
tempat latihan praktek bagi para mahasiswa-mahasiswa hukum
dalam rangka mempersiapkan dirinya menjadi sarjana hukum
dimana para mahasiswa dapat menguji teori-teori yang dipelajari
dengan

kenyataan-kenyataan

dan sekaligus

mendapatkan

pengalaman.*^
Memmg tidak semua Lembaga Bantuan Hukum atau Organisasi
Kemasyarakatan dalam konteks aturan ini bisa menjadi Pemberi
Bantuan Hukum.
Dimana di dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) disebutkan:
(1) Pelaksanaan Bantuan Hukum dilakukan oleh Pemberi Bantuan
Hukum yang telah memenuhi syarat berdasarkan UndangUndang ini.
Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal, 123-125

30

(2) Syarat-syarat Pemberi Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. berbadan hukum;
b. terakreditasi berdasarkan Undang-Undang ini;
c. memiliki kantor atau sekretariat yang tetap;
d. memiliki pengurus; dan
e. memiliki program Bantuan Hukum.
Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri
Reydonnizar Moenek mengingatkan, saat itu Pemerintah dan DPR
tengah membahas revisi UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi
Kemasyarakatan (Ormas).
Oleh karena itu, lembaga pemberi bantuan hukum yang
berbentuk ormas juga akan tunduk pada UU Ormas kelak. Termasuk
masalah transparansi pengelolaan keungan.
Dalam konsep UU Bantuan Hukum, kewajiban Pemberi
Bantuan Hukum bukan hanya menyangkut status organisasi, tetapi juga
mekanisme pertanggungjawaban keuangan. Dana bantuan hukum
adalah dana APBN, sehingga pertanggungjawabannya pun tunduk pada
mekanisme pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. ini

berarti ada resiko hukum yang harus diantisipasi oleh organisasi
Pemberi Bantuan Hukum.
Bagi lembaga bantuan hukum yang ada di kampus, status badan
hukum bisa saja melekat pada kampusnya. Misalnya, perguruan tinggi
swasta berbentuk yayasan yang memiliki biro bantuan hukum. Maka,
badan hukum biro bantuan hukum itu melekat langsung pada badan
hukum yayasan tersebut.
Berdasarkan ketentuan Pasal I dan 10 UU Bantuan Hukum,
dijelaskan bahwa hak dan kewajiban pemberi bantuan hukum
menyatakan bahwa Pemberi Bantuan Hukum berhak ;
a. melakukan rekrutmen terhadap advokat, paralegal, dosen, dan
mahasiswa fakultas hukum,
b. melakukan pelayanan Bantuan Hukum;
c. menyelenggarakan penyuluhan hukum, konsultasi hukum, dan
I»'ogram kegiatan lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan
Bantuan Hukum;
d. menerima anggaran dari negara untuk melaksanakan Bantuan
Hukum berdasarkan Undang-Undang ini;

hnpV/www hukumonline corTyberita/baca/lt506927654d640/pernberi-bamuan-hukumib-berbadan-hukum. di akses pada tanggal 18 Desember 2015

32

e. mengeluarican pendapat atau pemyataan dalam membela pericara
yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
f mendapatkan informasi dan data lain dari pemerintah ataupun
instansi lain, untuk kepentingan pembelaan perkara; dan
g. mendapatkan jaminan perlindungan hukum, keamanan, dan
keselamatan selama menjalankan pemberian Bantuan Hukum.
Pemberi Bantuan Hukum berkewajiban untuk :
a. melaporkan kepada Menteri tentang program Bantuan Hukum;
b. melaporkan setiap penggunaan anggaran negara yang digunakan
untuk pemberian Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang
ini;
c. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Bantuan Hukum bagi
advokat, paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum yang
direkrut sebagaimana dimaksud dalam Pasal t huruf a,
d. menjaga kerahasiaan data, informasi, dan/atau keterangan yang
diperoleh dari Penerima Bantuan Hukum berkaitan dengan perkara
yang sedang ditangani, kecuali ditentukan lain oleh undangundang; dan
e. memberikan Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum
berdasarkan syarat dan tata cara yang ditentukan dalam Undang-

33

Undang ini sampai perkaranya selesai, kecuali ada alasan yang sah
secara hukum.
Dari pasal di atas, dapat di ambil kesimpulan bahwa hak dan
kewajiban pemberi bantuan hukum yaitu perekrutan, pendidikan,
perlindungan hukum, dan pelayanan bantuan hukum.
Hak Dan Kewajiban Penerima Bantuan Hukum.

Hak dan kewajiban penerima bantuan hukum berdasarkan
undang-undang nomor 16 tahun 2011 tentang bantuan hukum Pasal 11
yaitu sebagai berikut:
Penerima Bantuan Hukum berhak ;
a. mendapatkan Bantuan Hukum hingga masalah hukumnya selesai
dan/atau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap,
selama Penerima Bantuan Hukum yang bersangkutan tidak
mencabut surat kuasa;
b. mendapatkan Bantuan Hukum sesuai dengan Standar Bantuan
Hukum dan/atau Kode Etik Advokat; dan
c. mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan
pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Penerima Bantuan Hukum wajib :

34

a. menyampaikan bukti, informasi, dan/atau keterangan perkara
secara benar kepada Pemberi Bantuan Hukum;
b. membantu kelancaran pemberian Bantuan Hukum.
Pendanaan Bantuan Hukum

Mengenai pembiyaan penyelenggaraan bantuan hukum di atur
dalam Pasal 16, 17,18 dan 19 UU Bantuan Hukum, yaitu sebagai
berikut:
Pasal 16
(1) Pendanaan Bantuan Hukum yang diperlukan dan digunakan
untuk penyelenggaraan Bantuan Hukum sesuai dengan UndangUndang ini dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan
Beianja Negara.
(2) Selain pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sumber
pendanaan Bantuan Hukum dapat berasal dari:
a. hibah atau sumbangan; dan/atau
b. sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat.
Pasal 17
(1) Pemerintah wajib mengalokasikan dana penyelenggaraan
Bantuan Hukum dalam Anggaran Pendapatan dan Beianja
Negara.

35

(2) Pendanaan penyelenggaraan Bantuan Hukum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dialokasikan pada anggaran kementerian
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan
asasi manusia.
Pasal 18
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyaluran dana
Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1)
kepada Pemberi Bantuan Hukum diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 19
(1) Daerah dapat mengalokasikan anggaran penyelenggaraan
Bantuan Hukum dalam Anggaran Pendapatan dan Beianja
Ifeerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Bantuan
Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Daerah.

BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Prosedur Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-cuma.

Untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang
dicapai setelah berlakunya Undang-Undang No. 16 tahun 2011
tentang Bantuan Hukum terhadap pelaksanaan lembaga bantuan
hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi pelayanan
bantuan hukum berdasarkan undang-undang ini mengacu pada
ketentuan yang ditetapkan menteri. Standar bantuan hukum adalah
pedoman pelaksanaan pemberi bantuan hukum di lingkungan
peradilan umum.
Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan Pos Bantuan
Hukum (Posbakum) adaiah ruangan yang disediakan oleh dan pada
setiap Pengadilan Negeri bagi Advokat piket dalam membenkan
layanan bantuan hukum kepada pemohon bantuan hukum untuk
pengisian formulir permohonan bantuan hukum bantuan pembuatan
dokumen hukum, advis atau konsultasi hukum, memberikan rujukan
lebih lanjut tentang pembebasan biaya perkara dan rujukan lebih
lanjut tentang bantuan jasa advokat dan dijelaskan bertujuan

36

37

memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma yaitu jasa hukum
yang diberikan Advokat tanpa menerima pembayaran honorarium
meliputi menjalankan kuasa, yaitu mewakili, mendampingi,
membela, dan melakukan tindakan hukum lain berdasarkan peraturan
perundang-undangan untuk kepentingan pemohon bantuan hukum
dalam perkara pidana atau perdata. Dan pembebasan biaya perkara
terhadap pemohon bantuan hukum karena negara yang menanggung
biaya perkara untuk semua jenis perkara perdata, baik permohonan
maupun gugatan, dan semua jenis perkara pidana, sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Adapun syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum
sesuai dengan Undang-undang Bantuan Hukum sebagai Berikut;
Pasal 14

(1) Untuk memperoleh Bantuan Hukum, pemohon Bantuan
Hukum harus memenuhi syarat-syarat:
a. mengajukan permohonan secara tertulis yang berisi
sekurang-kurangnya identitas pemohon dan uraian singkat
mengenai pokok persoalan yang dimohonkan Bantuan
Hukum
b. menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan perkara
dan

38

c. melamptrkan surat keterangan miskin dari lurah, kepala
desa, atau pejabat yang setingkat di tempat tinggal
pemohon Bantuan Hukum.
(2) Dalam hal pemohon Bantuan Hukum tidak mampu menyusun
pCTHK^onan secara tertulis, permohonan dapat diajukan secara

lisan.
Pasal 15

(1) Pemohon Bantuan Hukum mengajukan permohonan Bantuan
Hukum kepada Pemberi Bantuan Hukum.
(2) Pemberi Bantuan Hukum dalam jangka waktu paling lama 3
(tiga) hari kerja setelah permohonan Bantuan Hukum
dinyatakan lengkap harus memberikan jawaban menerima atau
menolak permohonan Bantuan Hukum.
(3) Dalam hal permohonan Bantuan Hukum diterima, Pemberi
Bantuan Hukum memberikan Bantuan Hukum berdasarkan
surat kuasa khusus dari Penerima Bantuan Hukum.
(4) Dalam hal permohonan Bantuan Hukum ditoiak, Pemberi
Bantuan Hukum mencantumkan alasan penolakan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pemberian
Bantuan Hukum diatur dengan Peraturan Pemerintah.

39

Dari hasil wawancara lapangan dengan ibu HJ. Wanida, SH
dari Kantor Pos Bantuan Hukum Pengadilan Negeri Kelas 1 A
Palembang, pada tanggal 6 Februari 2013, didapat data bahwa
perkara yang masuk di tahun 2012 saja sebanyak 1852 (seribu
delapan ratus lima puluh dua) yang di tangani oleh Advokat Pos
Bantuan Hukum Pengadilan Negeri Kelas I A Palembang dan hampir
semua perkara yang di tangani sudah di putus dan masih ada
beberapa yang masih menjalani persidangan. Dari data itu
menunjukan bahwa pencapaian tujuan pemberian bantuan hukum
secara tepat di Pos Bantuan Hukum Pengadilan Negeri Kelas 1 A
Palembang sudah sangat bagus banyak masyarakat pencari keadilan
yan

Dokumen yang terkait

PERGESERAN KONSEP BANTUAN HUKUM SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DAN PERBANDINGAN KONSEP DENGAN BANTUAN HUKUM MENURUT HUKUM ISLAM

0 29 28

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

0 3 16

TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM

0 15 87

EKSISTENSI KOMPILASI HUKUM ISLAM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

0 0 18

ANALISIS YURIDIS UNDANG-UNDANG NO. 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DAN UNDANG-UNDANG NO. 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM PEMBERIAN BANTUAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA

0 0 10

EFETIVITAS PEMBERIAN BANTUAN HUKUM TERHADAP KELOMPOK WARGA MISKIN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM (Studi Kasus Kanwil Hukum Dan Ham Provinsi Sulawesi Tengah) Muhammad Arya Hidayat Abdul Wahid Harun Nyak Itam Abu Abstrak

0 0 13

KEDUDUKAN DAN PERANAN PARALEGAL DALAM AKTIVITAS BANTUAN HUKUM DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT jo UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG KUHAP Jo. UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM - repo unpas

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN - KEDUDUKAN DAN PERANAN PARALEGAL DALAM AKTIVITAS BANTUAN HUKUM DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT jo UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG KUHAP Jo. UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN

0 0 20

BAB II - KEDUDUKAN DAN PERANAN PARALEGAL DALAM AKTIVITAS BANTUAN HUKUM DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT jo UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG KUHAP Jo. UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM - rep

0 0 55

ANALISIS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM MELALUI ARBITRASE SYARI’AH DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH (STUDI PERSPEKTIF POLITIK HUKUM ISLAM) - Raden Intan Repository

0 1 142