PELUANG DAN TANTANGAN BAGI P E R U JAHAAN DALAM PELAKSANAAN OUTSOURCHING MENURUT IWDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG K E T E N A G A K E R J A A N

P E L U A N G DAN TANTANGAN B A G I P E R U JAHAAN DALAM
PELAKSANAAN OUTSOURCHING MENURUT IWDANG-UNDANG
NOMOR 13 TAHUN 2003 T E N T A N G K E T E N A G A K E R J A A N

SKRIPSI
DUjukan Sebagai Penyaratan Untuk Memperoleh
Gelar Sarjaua Hukum Pada FakuKaa Hukum
Uttivenhas Muhammadiyah Palemhang

OLEH:
AGUNGSAPUTRA
502012326K

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

2016

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH P A L E M B A N G
FAiCULTAS H U K U M


P E R S E T U J U A N DAN PENGESAHAN
Judtd Skripsi : P E L U A N G DAN TANTANGAN BAGI PERUSAHAAN
D A L A M PELAKSANAAN OUTSOURCHING MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 T E N T A N G
KETENAGAKERJAAN

N«M
NIM/NIRM

Prograai Stvdi
Progmin Kekhususan

: AgVBg Saputni
:50 2012326K
: Dmo Hakam
: Hukum Pcrdata

PEMBIMBING
Hi. Nunimah, SE;5H»MH


Palembang,
Penguji:
Ketua

: Khalisah Hayatudin, SH»MJIiun

Anggota

: 1.
2.

M. Soleh Idms, S H ^
Reni Okplrianti, SHJVLHnm

DISETUJUI O L E H
DEKAN FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

2016


PENDAFTARAN UJIAN SKRIPSI

Pendaftaran Skripsi Saijana Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Palembang Starata I b a g i :
Nama

Agung Saputra

Nim

50 2012 326K

Program Studi

Ilmu Hukum

Prog. Kekhususan

Hukum perdata


Judul Skripsi

Peluang
Pelaksanaan

Dan

Tantangan

Outsourching

Bagi Perusahaan
Menurut

Dalam

Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Dengan diterimanya skripsi ini, sesudah lulus dari Ujian Komprehensif,

penulis berhak memakai gelar :

SARJANA H U K U M

Diketahui
Dosen pembimbing

Dekan

H j . Nursimah, S E , S H , M H

H j . D r . Sri Suatmiati, S H , M H

SURAT PERNYATAAN O R O S I N A L I T A S SKRIPSI
Yang bertanda tangan dibawah i n i :
Nama
: Agung Saputra
Tempat Tanggal Lahir
: Tanjung Raja, 28 Ag"stus 1991
Status

: Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Palembang
502012326K
Nim
Ilmu Hukum
Program Studi
Hukum Perdata
Program Kekhususan
Menyatakan bahwa skripsi saya yang beijudul:
PELUANG
DAN TANTANGAN B A G I
PERUSAHAAN
DALAM
P E L A K S A N A A N OUTSOURCING
MENURUT
UNDANG-UNDANG
NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG K E T E N A G A K E R J A A N
Adalah bukan merupakan karya tulis orang Iain, baik sebagian maupun
keselunihan, kecuali dalam bentuk kutipan yang saya sebutkan sumbemya.
Demikian surat pemyataan ini saya buat dengan sebenar-benamya dan apabila

pemyataan ini tidak benar. saya bersedia mendapatkcn sanksi akadcmik.
Palembang,
2015
Yang Menyatakan,
MrtTSRAl
TrtAAPEL
A74E7ADF057996066

6000

m
Agung Saputra

\

"Hat orang-orang yang berintan, mtntaiah periolongan
(kepada allah) dengan sabar dan shaiai, sesungguhnya
Allah beserta orang-orang yang sabar**
(Q.S,Al-Baqarah:I53)


Perscmbahan Kepada:
Almamaterku

P E L U A N G DAN TANTANGAN B A G I PERUSAHAAN D A L A M
PELAKSANAAN OUTSOURCHING M E N U R U T UNDANG-UNDANG
NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG K E T E N A G A K E R J A A N
ABSTRAK
AGUNG SAPUTRA
Berdasarkan hokum ketenagakerjaan, istilah outsourcing bersumber dari
ketentuan yang terdapat dalam Pasal 64 Undang-undang No. 13 Tahun 2003
tentang ketenagakerjaan, yang menyatakan bahwa perusahaan dapat menyerahkan
sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian
pemborogan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja yang dibuat secara tertulis.
Penelitian ini dimaksudkan untuk meneliti permasalahan sebagaiberikut:
1. Bagaimanakah peluang bagi perusahaan dalam pelaksanaan outsourcing
menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 ?
2. Apakah tantangan bagi perusahaan dalam pelaksanaan outsourcing menurut
Undang-undang No. 13 Tahun 2003 ?
Jenis penelitianini tergolong penelitian hukum normatif yang bersifat
deskriptif, sehingga tidak bermaksud menguji hipotesis. Teknik pengolahan data

dilakukan dengan menerapkan cara content analisys terhadap data tekstual untuk
selanjutnya dikontniksi dalam suatu kesimpulan. Berdasarkan hasilpenelitianmaka
1. Peluang Bagi Perusahaan Dalam Pelaksanaan Outsourcing Menurut UndangUndang No. 13 Tahun 2003, pertama perusahaan dapat melakukan efisiensi
dan terhindar dari resiko ekonomis. seperti perselisihan/pemutusan hubungan
kerja, jaminan sosial dan kesejahteraan lainnya. Kedua perusahaan dapat
terhindar dari resiko perburuhan, seperti perselisihan dan/atau PHK yang
dapat menyita waktu tenaga dan dana yang tidak sedikit.
2. Tantangan Bagi Perusahaan Dalam Pelaksanaan Outsourcing Menurut
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, yaitu pertama sulit untuk menentukan
mana yang merupakan pekerjaan pokok atau kegiatan yang berhubungan
langsung dengan proses produksi. Kedua harus menyusun daflar pekerjaan,
yang harus disahkan dalam sebuah peraturan perusahaan agar mendapat
legalisasi hukum. Ketiga perusahaan harus menjaga agar tidak melakukan
perjanjian penyerahan pekerjaan kepada perusahaan yang tidak berbadan
hukum. Keempat penyerahan sebagian pekeijaan kepada perusahaan lain
harus dilakukan dengan perjanjian tertulis.

\

1

I

KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Shalawat dan
Salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, beserta para sahabat,
penulis

dapat

menyelesaikan

TANTANGAN
OUTSOURCHING

BAGI

skripsi ini berjudul

PERUSAHAAN


DALAM

"PELUANG

DAN

PELAKSANAAN

MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN

2003 T E N T A N G K E T E N A G A K E R J A A N " yang merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan tenmakasih yang
sebesar-besamya kepada:
1. Bapak Dr.Abid Djazuli, SE,MM, Rektor Universitas Muhammadiyah
Palembang

2. Ibu Dr. Hj. Sri Suatmiati, SH., M.Hum, selaku Dekan pada Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang

3. Bapak Nur Husni Emilson, SH,CN>1H selaku Wakil Dekan I pada
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang
^ 4. Ibu Khalisah Hayatudin, SH,M.Hum selaku Wakil Dekan 11 pada Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang

5. Bapak Zulfikri Nawawi, SH.MH selaku Wakil Dekan HI pada Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang

6. Ibu Ani Aryati, S.Pd, M.Pd selaku Wakil Dekan IV pada Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Palembang
7. Ibu Hj. Nursimah, SE,SH,MH selaku dosen pembimbing dan Pembimbing
Akademik pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang

8. Bapak Mulyadi, SH, M H selaku Ketua Program Studi Ilmu Huku pada
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang
9. Ibu Mona Wulandari, SH,MH selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Huku
pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang

10. Seluruh staf pengajar dan Administrasi Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Palembang
11. Semua pihak yang telah turut memberikan bantuan moril dan materil

Akhimya besar harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita
semua. Amin.
Palembang,
Penulis,

Agung Saputra

2016

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL
HALAMAN P E R S E T U J U A N DAN PENGESAHAN
HALAMAN M O T T O DAN P E R S E M B A H A N
ABSTRAK
K A T A PENGAIVTAR
D A F T A R ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
B.
C.
D.
E.

BAB H

Latar Belakang
Permasalahan
Ruang Lingkup danTujuan
Metode Penelitian
Sistematika Penulisan

1
10
11
11
12

TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Delik dan Unsur-Unsumya
B . Pengertian Delik Penipuan dan Unsur-Unsumya
C. Pidana dan Pemidanaan

BAB m

i
ii
iii
iv
vi
viii

14
19
35

PEMBAHASAN
A . Penerapan Hukum PidanaMateril Oleh Jaksa
Penuntut Umum Terhadap Pelaku Delik P e n i p u a n 5 8
B . Pertimbangan Berat Ringan Hukuman Terhadap
Pelaku Delik Penipuan
63

BAB I V

PENUTUP
A . Kesimpulan
B . Saran

69
70
\

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam melaksanakan pembangunan di Negara Republik Indonesia
ini faktor ketenagakerjaan sebagai sumber daya manusia, merupakan faktor
yang amat penting, karena tenaga kerja merupakan sarana yang sangat
dominan di dalam kehidupan suatu bangsa.
Dasar konstitusi yang mengatur ketenagakerjaan disebutkan pada
Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 Cita-cita Hukum UUD 1945
bersumber dan dijiwai oleh falsafah Pancasila yang selanjutnya dijelmakan
dalam

Batang

Tubuhnya

yang

ada

relevansinya

dengan

masalah

ketenagakerjaan, terutama ditentukan pada Pasal. 27 ayat (2) UUD 1945, yang
menyebutkan bahwa : "Tiap-tiap Warga Negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan". Di Negara Republik Indonesia
dalam hal ketenagakerjaan banyak kendala dan masalah yang harus dihadapi
dan

memeriukan. pemecahan.

Masalah-masalah

tersebut

antara

Iain

disebabkan oleh banyaknya pekerja yang berpendidikan rendah. Kondisi
ketenagakerjaan yang demikian yang, perlu adanya suatu perangkat bagi
sarana perlindungan dan kepastian hukum terhadap tenaga kerja tersebut
melalui perjanjian kerja, karena dengan ad^ya perjanjian kerja diharapkan
pengusaha tidak memperlakukan pekerja dengan sewenang-wenang. Untuk
teijalinnya komunikasi antara pekerja dan pengusaha biasanya dimulai dengan
1
perjanjian kerja. Perjanjian keija adalah "suatii perjanjian antara orang

1

2

perorangan pada satu pihak dengan pihak lain sebagai majikan untuk
melaksanakan suatu pekerjaan dengan mendapat upah".'
Berdasarkan definisi tersebut di atas, "perjanjian keija itu terjadi
karena adanya kata sepakat antara buruh dan majikan untuk melaksanakan
suatu pekerjaan dan pihak majikan menyanggupi untuk membayar upah".^
Jika perjanjian keija itu telah diadakan antara buruh dan majikan, maka akan
terjadi hubungan keija antara mereka. Hubungan keija ini berisikan hak dan
kewajiban para pihak yang kedudukannya adalah sederajat. Dengan demikian
antara buruh dan majikan adalah saling membutuhkan satu dengan yang lain.
Hal ini memberi petunjuk bahwa harus diupayakan adanya keharmonisan
hubungan, sehingga tujuan yang hendak dicapai oleh perusahaan dapat
dipenuhi atau dialisir seperti yang telah direncanakan.
Dalam hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha tersebut,
timbullah perikatan antara pihak pekerja dan pihak pengusaha, hubungan kerja
tersebut dalam hal melakukan pekeijaan. Bentuk perjanjian semacam ini
secara hukum dapat dibenarkan karena sesuai dengan "Azas kebebasan
berkontrak".^ Menurut Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata bahwa "semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi
mereka yang membuatnya, dengan demikian setiap orang berhak membuat
perjanjian asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang".^

' Wiwohlmo Soejono, 1990, Hukum Perjanjian Kerja, Bina Aksasra, Jakarta, him. 9
^ Ibid, him. 11
^ Saliin, 2003, Huku n Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, him. 11
* Yurespudensi Tanggal 2 Juni 1971 No. 117K/SIP/1971

3

Hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha tersebut didasarkan
pada suatu perjanjian kerja baik dalam bentuk tulisan ataupun lisan. Perjanjian
yang terdapat dalam Pasal 1610a KUHPerdata, yaitu suatu perjanjian dimana
pihak yang satu mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak lain selama v/aktu
tertentu dengan menerima upah. Di dalam perjanjian kerja diletakkan segala
hak dan kewajiban secara timbal balik antara pengusaha dan pekerja. Dengan
demikian "kedua belah pihak dalam melaksanakan hubungan kerja telah
terikat pada apa yang mereka sepakati dalam perjanjian kerja maupun
peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara pihak yang mengadakan
perjanjian kerja pada pinsipnya mempunyai kedudukan dan derajat yang sama
dan seimbang".^
Jika dilihat dari segi objeknya, "perjanjian kerja itu mirip dengan
peijanjian pemborongan yaitu sama-sama menyebutkan bahwa pihak yang
satu menyetujui untuk melaksanakan pekerjaan bagi pihak yang lain dengan
pembayaran upah tertentu".^ Pemberian kesempatan oleh pemerintah kepada
pihak swasta ini dilakukan guna membantu dan membimbing pertumbuhan
serta meningkatkan kemampuan pihak swasta untuk berpartisipasi dalam
proses pemerataan pembangunan industri maupun teknologi.
Pada umumnya perjanjian dibuat dengan jangka waktu yang sudah
ditentukan oleh kedua belah pihak, yang pada dasamya mencegah adanya
sengketa dan perselisihan dikemudian hari, perjanjian tidak dapat berakhir
apabila salah satu pihak tidak menghendakinya, dimasa yang akan datang,

^ Adrian Sutedi, 2009, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, him. 45
^ Ibid, him. 27

4

dengan

perkembangan

teknologi sekarang ini yang semakin canggih

diharapkan semua kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi baik sarana dan
prasarana.
Hubungan kerja dalam arti kata hubungan antara orang yang
melakukan pekerjaan pada atau di bawah pimpinan orang lain atau badan
dengan orang atau badan lain. Hubungan kerja pada dasamya meliputi soalsoal yang berkenaan dengan :
1. Perbuatan perjanjian kerja karena mempakan titik tolak adanya suatu
hubungan kerja.
2. Kewajiban buruh melakukan pekerjaan pada atau dibawah pimpinan
majikan, yang sekaJigus merupakan hak majikan atas pekerjaan buruh.
3. Kewajiban majikan membayar upah kepada buruh yang sekaligus
merupakan hak buruh atas upah.
4. Berakhimya hubungan keija.
5. Caranya perselisihan antara pihak-pihak yang bersangkutan diselesikan
dengan sebaik-baiknya.^
Lain

hainya

dengan

perusahaan

yang

sering

mempekeijakan

karyawannya tempat perusahaan lain.
Kecenderungan beberapa perusahaan untuk mempekeijakan karyawan
dengan sistem outsourcing pada saat ini, umiunnya dilatar belakangi oleh
strategi perusahaan untuk melakukan efisiensi biaya produksi (Cost o f
production). Dengan menggunakan sisteim outsourcing ini, pihak perusahaan
berusaha untuk menghemat pengeluaran dalam membiayai sumber daya
manusia (SDM) yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
Bedasarkan hokum ketenagakerjaan,

istilah outsourcing bersumber

dari ketentuaan yang terdapat dalam Pasal 64 Undang-imdang No. 13 Tahun

' Maimun, 2004, Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, Pradnyaparamita, Jakarta, him.
68

5

2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menyatakan bahwa perusahaan dapat
menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya
melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan Jasa pekerja yang
dibuat secara tertulis.
dalam praktiknya, ketentuan tentang penyediaan jasa pekerja yang
diatur dalam peraturan diatas akhimya memunculkan pula istilah outsourcing
(dalam hal ini maksudnya menggunakan sumber daya manusia dari pihak di
luar perusahaan).
Untuk memudahkan penjelasan mengenai istilah outsourcing penulis
akan memberikan ilustrasi sebagai berikut : A diangkat sebagai karyawan di
perusahaan X . sebelum diangkat sebagai karyawan, antara A dan perusahaan
X dibuat perjanjian kerja yang isinya menyatakan bahwa A bersedia untuk
ditempatkan di perusahaan Y, disini dapat dilihat bahwa perusahaan X adalah
perusahaan penyedia jasa pekerja dan perusahaan Y adalah

perusahaan

pemberi kerja. Setelah perjanjian kerja antara A dan perusahaan X disepakati,
maka perusahaan X akan membuat perjanjian dengan perusahaan Y yang
isinya bahwa perusahaan X akan memperkejakan karyawannya di perusahaan
Y. terhadap penempatan tersebut, perusahaan Y membayar sejumlah dana
kepada perusahaan X .
Berdasarkan ilustrasi di atas, dapat dilihat bahv^/a di dalam sistem
outsourcmg terdapat dua jenis perjanjian itu, yaitu
1. Perjanjian kerja, antara A dengan perusahaan X
2. Perjanjian penempatan A, antara perusahaan X dan penis ahaan Y

6

Dengan adanya dua perjanjian yang terpisah tersebut, walaupun A
sehari-hari bekeria di perusahaan Y, status A tetap sebagai karyawan
peruisahaan X. Oleh karena itu, dalam sistem outsourcing ini pemenuhan hakhak A (seperti perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta
perselisihan yang timbul) tetap merupakan tanggung jawab perusahaan X.
Beberapa praktisi hukum ketenagakerjaan sebenamya banyak yang
mengkritik sistem outsourcing

ini, karena secara legal formal perusahaan

pemberi kerja tidak bertanggung jawab secara langsting terhadap pemenuhan
hak-hak karyawan yang bersangkutan. Oleh karena itu, dalam rangka
melindungi karyawan yang ditempatkan tersebut ditentukan beberapa syarat
untuk meminumalisasi dampak negatif dan sistem outsourcing ini.
Syarat-syarat tersebut wajib dipenuhi oleh perusahaan penyedia jasa
pekerja maupun perusahaan pemberi kerja, agar pekerja atau buruh yang
bersangkutan tetap terlindungi hak-haknya dan tidak mengalami eksploitasi
secara berlebihan syarat-syarat yang wajib dipenuhi adalah sebagai berikut:
1. perusahaan penyedia jasa pekerja merupakan bentuk usaha berbadan
hukum dan memiliki izin dari instansi yang berwenang.
2. pekerja/karyawan

yang

ditempatkan

tidak

boleh

dlgunakan

untk

melaksanakan kegiatan pokok yang berhubungan langsung dengan proses
produksi

^

3. Adanya hubungan kerja yang jelas antara pekeija atau buruh dengan
perusahaan penyedia jasa pekerja, sehingga pekerja yang ditempatkan

7

tersebut mendapatkan perlindungan kerja yang optimal sesuai standar
minimum ketenagakerjaan.
4. Hubungan kerja harus dituangkan dalam perjanjian secara tertulis (dua
perjanjian sebagaimana yang telah disebutkan diatas), yang memuat
seluruh hak dan kewajiban para pihak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. ketenagakerjaan.
Dari uraian tersebut diatas, maka saya bermaksud untuk menelususri
lebih jauh dan menuangkannya dalam suatu penelitian penelitian yang
berjudul

"PELUANG

DAN TANTANGAN

BAGI

PERUSAHAAN

D A L A M P E L A K S A N A A N OUTSOURCING MENURUT

UNDANG-

UNDANG NO. 13 TAHUN 2003".

B. Permasalahan
Bertolak dari latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas,
maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut;
1. Bagaimanakah peluang bagi perusahaan dalam pelaksanaan outsourcing
menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 ?
2. Apakah tantangan

bagi perusahaan dalam pelaksanaan outsourcing

menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 ?

8

C. Ruang lingkup dan Tujuan
Dalam, pembahasan penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup
permasalahan

mengenai peluang dan tantangan bagi perusahaan dalam

pelaksanaan outsourcing menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003.
Adapun tujuan dari penulisan penelitian ini adalah untuk mengetahui
peluang dan tantangan bagi perusahaan dalam pelaksanaan outsourcing
menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003.

D. Definisi Operasional
1.

Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis
usaha yang bersifat tetap, terus menerus dan didirikan, bekerja serta
berkedudukan

dalam

wilayah

negara

Indonesia

dengan

tujuan

memperoleh keuntungan atau laba. (Undang-undang Wajib Daftar
Perusahaan)
2. Outsourching adalah penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau
penyediaan jasa pekerja yang dibuat secara tertulis (Pasal 64 Undangundang Nomor 13 Tahun 2003)

E . Metode Penelitian
Sesuai dengan ruang lingkup dan pennasalahan yang dikemukakan,
maka penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian hukum normatif. Adapun
data yang digunakan adalah melalui studi kepustakaan.

9

Teknik pengumpulan data yang meliputi bahan hukum sebagai berikut:
1. Bahan hukum primer seperti peraturan perundang-undangan yang ada
sangkut pautnya dengan permasalahan
2. Bahan hukum sekunder, yakni )iteratu'"e, pendapat-pendapat para ahli yang
termuat dalam berbagai media dan hasil penelitian.
3. Bahan hukum testier seperti kamus, ensiklopedia dan Iain-lain
Teknik pengolahan data dilakukan dengan menerapkan cara content
analisys terhadap data tekstual untuk selanjutnya dikontniksi dalam suatu
kesimpulan

F. Sistematika Penulisan
Dalam sub bab ini diberikan gambaran yang jelas dan terarah mengenai
penyusunan laporan skirpsi, berikut sistematika dan alur pembahasan yang
terbagi dalam:
BAB I

Pendahuluan yang meliputi latar belakang, permasalahan, ruang
lingkup dan tujuan, definisi operasional, metode penelitian dan
sistematika penulisan

BAB I I

Tinjauan Pustaka yang meliputi tentang Pengertian Outsourcmg,
Kompleksitas Masalah Ketenagakerj aan, Hak dan Kewaj iban
Pekerja, Prinsip-prinsip Dasar Hubungan Industrial, PengSrtian
Perjanjian Kerja

BAB III

Hasil Penelitian dan Pembahasan yang membahas mengenai
peluang bagi perusahaan dalam pelaksanaan outsourcing menurui

10

Undang-undang No. 13 Tahun 2003 dan tantangan bagi perusahaan
dalam pelaksanaan outsourcing menurut Undang-undang No. 13
Tahun z003.
BAB IV

Penutup yang berisi kesimpulan dari seluruh pembahasan yang
kemudian dilanjutkan dengan pemberian saran sebagai upaya
memberikan sumbangan pikiran

\

BAB II
TINJAUAN UMUM

A. Pengertian Outsourcmg
Bedasarkan hukum ketenagakerjaan, istilah outsourcing sebenamya
bersumber dari ketentuan yang terdapat dalam Pasal 64 Undang-Undang No.
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menyatakan bahwa perusahaan
dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan

pekerjaan kepada perusahaan

lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa
pekerja yang dibuat secara tertulis.
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan,

memberikan peluang kepada perusahaan untuk dapat menyerahkan sebagian
pelaksanaan

pekerjaan di dalam perusahaan kepada perusahaan lainnya

melatui*:
1. pemborongan pekerjaan, atau
2. perusahaan penyediaan jasa pekerja (PPJP)
dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
kedua bentuk kegiatan dimaksud dapat dilakukan dengan

syarat-syarat

tertentu. Syarat-syarat dimaksud antara lain ditentukannya dengan wajib
dilakf^anakan

melalui

peijanjian yang dibuat secara tertulis. Adapun

perusahaan penerima pekeijaan tersebut harus berbentuk badan hukum. Untuk

' Mohlmd. S> aufi Syamsuddin, 2005, Peluang dan Tantangan Penyerahan Sebagian
Pekerjaan Kepadc Pihlmak Ketiga (outsourcing), dalam informasi HLMukum Bel. 3 Tahlmun
VII, him. 223

11

12

perusahaan penyediaan jasa pekerja, dipersyaralkan pula selain harus berbadan
hukum, juga terdaftar pada instansi ketenagakerjaan.
DaJam khazanah hukum Indonesia, pemborongan pekerjaan

dan

pemberian jasa bukan merupakan sesuatu yang baru. KUH Perdata sejak
seabad yang lalu malah lebih arif menyikapi kenyataan ini. KUH Perdata
mengakui dan memberi tempat, bahkan melindungi hak perorangan untuk
menjadi pemborong pekerjaan.
Dalam K U H Perdata, pelaksanaannya diatur dan dibedakan lebih
lanjut,

antara pemborongan

pekerjaan

yang dilakukan dengan

hanya

menyediakan jasa tenaga kerja saja atau dengan menyediakan bahannya.
Ketentuan seperti ini tidak diatur lagi dalam Undang-Undang No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa Undang-Undang
No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan melihat kenyataan sosial yang
berkembang di dalam masyarakat. Dengan demikian, tidak membuka lagi
peluang kepada perusahaan yang tidak berbadan hukum untuk melakukan
kegiatan pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja, yang pada
umumnya perusahaan menengah kebawah, kecuali di tempat itu memang
benar-benar tidak ada perusahaan dimaksud yang berbadan hukum.

B. Kompleksitas Masalah Ketenagakerjaan
Masalah ketenagakerjaan

mengandung dimensi ekonomis, sosial

kesejahteraan dan sosial politik. Dari segi dimensi ekonomis, pembangunan
ketenagakerjaan mencakup penyediaan tenaga-tenaga ahli dan terampil sesuai

13

dengan kebutuhan pasar keija. Untuk itu harus dibangun system pelatihan
kerja, system informasi pasar kerja dan system antar kerja, balk secara local
dan antar daerah maupun keluar negri.
Perluasan kesempatan

kerja juga merupakan dimensi ekonomis

ketenagakerjaan, karena melalui kesempatan kerja pertumbuhan ekonomi
dapat tercipta dan meningkatkan daya beli masyarakat. Penciptaan kesempatan
kerja dilakukan dengan menumbuhkan dunia usaha melalui berbagai
kebijakan, antara lain dibidang produksi, moneter, fiscal, distribusi, harga dan
upah, ekkspor impor serta di bidang ketenagakerjaan. Dengan demikian, setiap
pengambi Ian

kebijakan

di

bidang

perluasan

kesempatan

keij a

dan

ketenagakerjaan, selalu mempunyai dimensi ekonomis politis.
Masalah ketenagakerjaan juga mencakup masalah pcngupahan dan
jaminan sosial, penetapan upah minimum, syarat-syarat kerja, perlindungan
tenaga kerja, penyelesaian perselisihan, kebebasan berserikat dan. hubungan
industrial,

serta

hubungan

dan

kerjasama.

intemasional.

Semuanya

mengandung dimensi ekonomis, sosial dan politis. Dengan kata lain, masalah
ketenagakerjaan tersebut mempunyai multidimensi, cakupan luas dan sangat
kompleks^.
Kompleksitas masalah ketenagakerjaan tersebut kurang disadari dan
oleh sebab itu tidak mendapat perhatian pimpinan pemerintahan, sejak orde
baru

hingga pemerintahan sekarang.

Masalah ketenagakerjaan

sering

dipandang hanya sebagai hasil ikutan dari pertumbuhan ekonomi, sehingga

' Adrian Sutedi, 2009, HLMukum Perbnihlman, Sinar Grafika: Jakarta, him. 5

14

yang ditekankan dan yang dikejar hanya laju pertumbuhan. Pada satu masa
dikesankan bahwa gerakan serikat pekerja/serikat buruh dapat mengganggu
investasi, sehingga yang ditekaiikan adalah bagaimana "menjinakkan" serikat
pekerja/bimih. Dalam dua periode terakhir ini terkesan bahwa masalah
ketenagakerjaan hanya mencakup hak-hak pekerja.
Seperti dikemukakan sebelumnya, masalah ketenagakerjaan sangat
luas dan kompleks, antara lain mencakup informasi dan perencanaan tenaga
kerja, antar kerja daerah dan penempatan diluar negeri, pelatihan dan
produktivitas kerja. Masalah ketenagakerjaan Juga mencakup syarat-syarat
kerja, termasuk Jam kerja dan waktu islirahat, upah dan jaminan sosial,
hubungan kerja antara pekerja^u^uh dan pengusaha,
kesehatan

kerja,

peningkatan

produktivitas

keselamatan dan

perusahaan,

penyelesaian

perselisihan, perlindungan tenaga kerja, kebebasan berserikat, perluasan
kesempatan kerja untuk menanggulangi pengangguran dan kemiskinan. Hak
berserikat dan pembinaan serikat kerjaburuh, hanya merupakan bagian kecil
dari masalah ketenagakerjaan.
Dari masalah tenaga kerja yang demikian luas, bangsa Indonesia
sekarang ini sedang menghadapi beberapa masalah ketenagakerjaan mendesak
yang memeriukan perhatian khusus cabinet yang akan datang, yaitu
a. masalah penganggur dan setengah penganggur ^
b. masalah pengiriman tenaga kerja keluar negri
c. masalah pelatihan kerja
1
Ibid, him. 7.

15

d. masalah pembinaan hubungaan industrial
e. masalah perundang-undangan ketenagakerjaan
f.

masalah kesiapan. Aparatur

1. Masalah penganggur dan setengah penganggur
Masalah penganggur berbeda dengan masalah setengah penganggur.
Setengah penganggur atau mereka yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu,
cukup besar. Kama masalah penganggur berbeda dari masalah

setengah

penganggur, maka untuk mmengantisipasinya pun memeriukan kebijakan yang
berbeda.
a. kebijakan mengatasi penganggur
pertumbuhan ekonnomi tidak secara otomatis mampu mengatasi
masalah pengangguran. Pengalaman selama Orde Baru mimunjukkan bahwa
pertumbuhan ekonomi sekitar 7-8% setahun dicapai kama konsentrasi
pembangunan di sektor teknologi tinggi dan jasa keuangan yang mampu
menyerap hanya sebagaian kecil dari tenaga-tenaga terdidik.
Upaya pemerintah sekarang ini dalam, menekan laju inflasi dan tingkat
bunga patut dihargai. Namun, itu sejak tidak cukup mengatasi pengangguran.
Manfaatnya baru dinikmati sekelompok kecil pengusaha besar dan menengah.
Pengusaha kecil dan pekerja keluarga atau pekerja mandiri di sektor informal
belum menikmatinj^^a secara signifikan. Oleh sebab itu, untuk lima tahun masa
kabinet yang akan datang, kebijakan penanggulaiigan pengangguran harus
diarahkan pada dua hal. Pertama, meningkatkan daya serap sektor formal
dengan mendorong dunie usaha yang bersifat padat karya, seperti agrobisnis.

16

industri kecil, industri tekstil, dan industri sepatu. Pada saat yang sama, akses
pengusaha kecil dan pekerja mandiri memproleh kredit serta kompetwnsi
SDM untuk itu harus ditingkatkan.
Kedua, sebagian besar angkatan kerja berpendidikan tinggi harus
dipersiapkan menjadi pekerja mandiri atau menciptakan kesempatan kerja
melalui usaha-usaha kecil. Untuk itu perlu ditingkatkan latihan kewirausahaan
dengan dukimgan penyediaan modal usaha mandiri dan usaha kecil.
b. kebijakan mengatasi masalah setengah penganggur
masalah

setengah penganggur

sangat bervariasi dan kompleks.

setengah penganggur di sektor pertanian terjadi karena pemilikan tanah yang
sangat terbatas, dan hasilnya yang sangat sensitif terhadap waktu pemasaran.
sebagian besar keluarga petani memiliki kurang dari 0,5 hektar lahan
pertanian. Pada musim panen, harga hasil pertanian merosot dan tidak dapat
ditahan lama menunggu harga naik kembali. Disamping itu, sektor pertanian
pada umumanya dikelola secara tradisional sehingga produktivitasnya rendah.
Oleh sebab itu, kebijakan di sektor pertanian perlu diarahkan pada hal-hal
berikut:
1. meningkatkan produktivitas lahan pertanian terbatas melalui diversifikasi
produk, tegnologi dan penyuluhan pertanian.
2. mengembangkan agroindustri untuk menampung dan mengelola hasil-hasil
sektor pertanian.

17

Masalah setengah penganggur dikalangan pekerja mandiri dan sektor
informal

lainnya

terutama

menyangkut

kemampuan

kewirausahaan,

keterbatasan modal dan keterbatasan pemasaran produk.
Oleh karena itu, kebijakan perlu diarahkan pada :
1. peningkatan kemampuan kewirausahaan dan pengambangan modul-modul
usaha mandiri
2. penyediaan kredit usaha mandiri dan usaha kecil
3. pengembangan industri rumah tanggga
4. pengembangan pemasaran industri rumah tangga untuk domestik (seperti
pola Pasar Sarinah) dan untuk ekspor.

2. Pengiriman Tenaga Kerja ke Luar Negeri (ke Timur Tengah dsn
Malaysia)
pengiriman TK ke timur Tengah dan Malaysia mengandung bobot pilitis
yang tinggi karena menyangkut harkat kemanusiaan dan harga diri bangsa. Karena
keterbatasan kesempatan kerja dalam negeri terutama sejak krisis moneter,
manfaat program ini menjadi lebih dirasakan. Namun, telah dirasakan banyak
masalah, sejak dari rekrutmen, pembekalan kemampuan kerja, pemberangkatan,
penempatan, perlindungan sejak rekrutmen dan selama bekerja diluar negeri,
demikian Juga perlindungan pada saat pemulangan ke Indonesia, Tingkat
pendidikan mereka pada umumnya terlalu rendah, sehingga tidak mampu
mengatasi masalah yang mereka hadapi.

18

Oleh sebab itu, kebijakan pengiriman tenaga kerja keluar negri perlu
diarahkan pada hal-hal sebagai berikut:
a. pengiriman tenaga kerja minimum berpendidikan SLTP
b. secara bertahap meningkatkan pengirman tenaga menengah yang terlatih
c. meningkatkan pengawasan rekrutmen secara ketat di dalam negri, terutama
para calo dan PJTKJ
d. perluasan dan diversifikasi pasar luar negri
e. peningkatan kerjasama bilateral dengan berbagai Negara
f.

sistem perlindungan yang komprehensif-efektif

g. menawarkan altematif berwirausaha dalam negri bagi mereka yang bertanya
mempunyai modal dana pribadi 4 juta rupiah atau lebih, bahkan ada yang
mengeluarkan puluhan juta rupiah. Dengan modal keija 2 juta rupiah, sangat
banyak kesempatan atau usaha mandiri atau usaha keluarga yang dapat
diciptakan didesa-desa yang mampu memberi penghasilan untuk hidup layak.
Dengan kata lain, dari pada menantang resiko tinggi di luar negri, sebaiknya
mereka diarahkan dan dipersiapkan untuk membuka dan menekuni pekerjaan
didalam negri.
3. Pelatihan Kerja
Program latihan perlu diproritaskan baik dalam rangka menghadapi era
globalisasi serta mengurangi pengangguran. Kompetensi sumber d^ya manusia
indonesia perlu ditingkatkan setara dengan standar kompetensi intemasional
supaya mampu bersaing dengan tenaga keija dari luar negri. Karena
keterbatsan

kesempatan kerja disektor formal, program pelatihan perlu

19

diarahkan untuk meningkatkan kemampuan kewirausahaan supaya sebagian
besar tenaga kerja indonesia mampu bekerja mandiri dan menciptakan
perusahaan scndiri.

4. Pembinaan Hubungan Industrial
paragdima hubungan industrial di seluruh dunia terpaksa berubah,
terutama dengan deklarasi ILO bulan juni 1998 yang lalu, yang menyatakan
bahwa semua negara harus meratifikasi dan melaksanakan 8 Konvensi Dasar
ILO yang membuat hak-hak dasar pekerja/buruh sendiri dan kesiapan
pengusaha bemitra kerja dengan serikat pekerja/buruh dan lebih dari 100
serikat pekerja/buruh yang tidak berafihasi. Yang menjadi masalah adalah
profesiona! dibidangnya, tidak mempunyai kerja dana sasaran yang jelas, tidak
mempunyai

kemampuan

negosiasi.

Banyak

kasus

yang

terjadi

mengindikasikan bahwa " peijuangan " mereka sangat diragukan untuk
kepentingan pekerja/buruh. Sebagian mempunyai muatan politik, sebagian
lagi lebih menonjolkan kepentingan pribadi.
Tingkah laku serikat pekerja/buruh sekarang ini bukan saja terkesan
menakutkan, tetapi dalam jangka panjang dapat merusak disiplin dan etos
kerja para karyawan. Pengalaman para pengusaha di Amerika Serikat dan
Eropa menghadapi perilaku serik^ pekerja/buruh seperti itu dalam awal tahun
1970-an adalah menciptakan teknologi yang sangat sedikit menggunakan
tenaga kerja. Hal ini dapat di tint di Indonesia. Oleh karena itu, salah satu
prioritas utama ketenagakeijaan saat ini adalah pembekalan dan pemberdayaan

20

para pemimpin serikat pekerja/buruh, supaya betul-betul mepunyai idealisme
memperjuangkan kepentingan pekerja/buruh, memahami perjuangan serikat
pekerja/buruh,

mempunyai

profesionalisme

dalam

mencapai

sasaran

organisasi, serta dapat menjadi mitra pengusaha dalam menciptakan hubungan
industrial

yang

harmonis

supaya

dapat

meningkatkan

kesejahteraan

pekerja/buruh dan keluarganya.

5. Masalah Perundang-udangan Ketenagakerjaan
Sesuai dengan luasnya ruang lingkup ketenagakerjaan,

peraturan

penmdang-undangan yang mengatumya pun cukup luas dan kompleks. ILO
sendiri hingga tahun 2004 telah menerbitkan 186 konvensi. Indonesia sendiri
telah meratifikasi 17 konvensi tersebut. D i samping konvensi ILO tersebut,
indonesia

masih

mempunyai

sejumlah

peraturan

perundang-undangan

nasional. Dengan demikian, tantangan dasar yang dihadapi adalah menjamin
konsistensi dari semua peraturan perundang-undangan tersebut. Disamping
itu, pimpinan departemen perlu memahami latar belakang dan isi setiap
peraturan dimaksud supaya dapat menjelaskannya

dengan tepat kepada

pengusaha, serikat pekerja/buruh dan masyarakat umum.

^. Kesiapan Aparatur
Masalah ketenagakerjaan memang sangat luas dan sangat kompleks.
Masalah sekarang ini demikian membengkak karena terakumulasi sejak
Kabin ;t Pembangunan V I I hingga sekarang ini, yang etrkesan dengan lack of

21

leadership dan sempitnya pemahaman para perumus dan pengambil kebijakan
mengenai masalah ketenagakerjaan tersebut.
Keterbatasan pemahaman aparatur dan perumusan kebijakan tersebu
telah manambah masalah-masalah baru, uang seperti kasus pemutusan
hubungan kerja, masalah TKI/TKW, kerja kontrak, uang pesangon, penerapan
Undang-undang ketenagakerjaan dan masalah hubungan industrial lainnya.
Hingga

sekarang

masih berkesan

bahwa baik

kabinet secara

keselunihan maupun pimpinan Depnakkertrans, belum betul-betul menyadari
dan

memahami masalah ketenagakerjaan

yang dihadapi, serta belum

memberikan perlu betul-betul memahami permasalahan ketenagakerjaan yang
dihadapi. Demikian juga pemimpin di pusat perlu mampu memberdayakan
para pemimpin di daerah dalam menanggulangi masalah ketenagakerjaan di
daerahnya.
Masalah diatas pada akhimya berkaitan erat dengan implikasi buruk
dalam pembangunan hukum diindonesia. Apabila ditelusuri lebih jauh, dapat
disimpulkan wa akar dari semua masalah adalah karena ketidakjelasan politik
ketenagakerjaan nasional. Sekalipun UUD 1945 khususnya pasal 27 dan pasal
34 telah memberikan amanat cukup jelas bagaimana sehamsnya negara
memberikan perlindungan terhadap pekerja/buruh.
Indonesia yang mengalami era refonnasi tahun 1998 secara ambisius
meratifikasi semua konvensi dasar ILO (a basic human rights conventions),
yaitu kebebasan berserikat dan berunding, larangan kerja paksa, penghapusan
deskriminasi keija, batas minimum usia kerja anak, dan larangan bekerja di

22

tempat terburuk. Ditambah dengan kebijakan demokratisasi baru di bidang
politik, telah membuat investor tanpa kaki ini khawatir bahwa demokratisasi
baru selalu diikuti dengan diperkenalkannya undang-undang baru yang
melindungi dan menambah kesejahteraan peker afbumh. Apabila ini yang
terjadi maka konsekuensinya akan ada peningkatan biaya tambahan (labor cost
maupun overhead cost).
Bagi

perusahaan yang masih

bisa

mentolerir kenaikan

biaya

operasional ini, mereka akan terus mencoba bertahan, tetapi akan lain hainya
kepada perusahaan yang keunggulan komparatihiya hanya mengandalkan
upah murah dan longgamya peraturan, mereka akan segera angkat kaki ke
negara yang menawarkan fasilitas bisnis yang kebih bimik.
Itulah

sebabnya

sejak

tahim

1999-2008,

diperkirakan Jutaan

pekeija/buruh telah kehilangan pekerjaan karena perusahaannya bangkrut atau
relokasi ke Cina, Kamboja atau Vietnam. Jenis industri seperti ini telah lama
hilang dan negara-negara industri maju, karena sistem perlindungan hukum
dan kuatnya serikat pekeija/buruh telah membuat industri ini hengkang ke
negara Iain.
Pemerintah tidak boleh mengulangi kesalahan yang sama dengan tetap
memberikan kepercayaan kepada Jenis industri manufaktur sebagai sektor
andalan Indonesia dalam, menyerap tenaga kerja, Indonesia sebaiknya
mengembangkan jenis industri yang memiliki keimggulan absolut (absolute
advantage) seperti industri, perikanan, perkebunan, kehutanan, pertambangan,
pertanian dan kelautan. Inilah jenis industri yang sebenamya kita unggulkan.

24

pekerja/buruh bukan melalui LSM ataupun partai politik bisa berunding untuk
mendapatkan
menambah

hak

tambahan

kesejahteraan

(diluar ketentuan

mereka.

undang-undang)

Apabila masing-masing

untuk

pihak telah

memahami makna dari PKB dan melaksanakannya dengan konsekuen maka
tidak akan timbul masalah. Walapun PKB telah mengatur hak-hak dan
kewajiban pengusaha dan pekerja melalui suatu kesepakatan umum, tidak
mustahil akan terjadi penafsiran yang berbeda dalam. pelaksanaannya. Apabila
terjadi hal-hal yang demikian, kedua belah pihak perlu melihat kembali PKB
yang telah disepakati dan digunakan sebagai pedoman, sehingga segala
perbedaan tersebut dapat diselesaikan secara musyawarah.
Negara-negara

industri maj u

telah membuktikan bahwa

kedua

instrumen diatas telah mengurangi kesenjangan antara kaya dan miskin dan
sekaligus mengurangi potensi kemarahan sosial. Namun, pa yang terjadi di
Indonesia, perlindungan undang-undang

status usahanya profi

oriented,

pemerintah bahkan ikut-ikutan mengambil dana deviden dari keuntungan
jamsostek, sehingga uang pensiun yang diterima buruh tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan pekerja/buruh. Tentu saja jumlah ini tidak mencukupi
kebutuhan pekerja/buruh paska kerja.
Itulah sebabnya banyak pensiun pekerja/buruh jatuh dalam kemiskinan
tragis, sebab^ bahkan saat bekerja saja hidupnya sudah berada pada level
subsistem,

setelah

pensiun

akan

lebih tragis lagi.

Semua

kenyataan

ketidakadilan ini bisa dilihat dan diketahui semua politisi dan pemerintah,
tetapi tidak ada situ pun partai yang membuat inisiatif dalam mengubah

25

undang-undang

peradilan

perburuhan

dan

sistem

jaminan

sosial

ketenagakerjaan.
Otonomi daerah telah menghadirkan sekenario lebih buruk terhadap
peke^ja^uruh, sebab tidak ada efektif lagi pengawasan Depnakertrans pusat.
Semua daerah berlomba memperluas retribusi bask legal maupun ilegal untuk
menambah

APED,

tidak

berkurangnya

minat

perpanjangan

izin

peduli

investor

IKTA,

apa

dampaknya

beroperasi

pungutan

terhadap

semakin

didaerah

itu. Ada retribusi

mendapakkan

kartu kuning, izin

penyimpangan waktu kerja, biaya pendaftaran PKB, dan sebagainya, yang
kesemuanya

menggambarkan kabumya visi pemerintah daerah terhadap

pengembangan perekonomian.

C . Hak dan Kewajiban Pekerja
Pembangunan

nasional

merupakan

pengamalan

Pancasila

dan

pelaksanaan UUD 1945 yang diarahkan pada peningkatan harkat, martabat,
kemampuan manusia, serta kepercayaan pada diri sendiri dalam rangka
mewujudkan masyarakat adil dan makmur, baik material maupun spiritual.
Dalam mewujudkan kesejahteraan kehidupan warganya, negara Indonesia
menekankan kepada terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur secara
merata, Ini berarti negara Indonesia bertekad untuk mewujudkan kesejahteraan
bagi seluruh bangsa Indonesia, bukan hanya bagi sekelompok atau sebagian
masyarakat tertentu saja. Dilihat dari tujuan pembangunan nasional, negara
Indonesia menganut tipe negara kesejahteraan (welfare state).

26

Indonesia sebagai negara penganut tipe kesejahteraan dapat dilihat dari
beberapa hal sebagai berikut. Pertama, salah satu sila dari pancasila sebagai
dasar falsafah negara (sila kelima) adalah keadilan sosial bagi seluruh rdkyat
Indonesia. Kedua, dalam Pembukaan UUD 1945 (alenia ke IV) dikatakan
bahwa tujuan pembentukan negara Indonesia adalah melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejaahteraan

umum,

mencerdaskan

kehidupan

bangsa

dan

ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial. Pemyataan
kesejahteraan

ini merupakan penjabaran

dari

yang akan diwujudkan bangsa Indonesia. Konsekuensinya

negara mengemban empat fiingsi pokok yakni protecional Junction, welfare
Junction, educational Junction, dan peacefulness function.
Ketiga, dalam Pasal 33 ayat (1), (2) dan (3) UUD 1945 dinyatakaan
sebagai berikut:
1. Perekonomian

disusun

sebagai

usaha bersama berdasar atas asas

kekeluargaan
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besamya kemakmuran rakyat
Keempat, dalam GBHN sebagai acuan dalam pembangunan negara,
ditegaskan bahwa tujuan pembangunan nasional adalah membangun manusia
Indonesia seutuhnya dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan

27

makmur secara merata. Dalam melaksanakan pembangunan nasional peran
serta pekerja/buruh semaik meningkat dan seiring dengan itu perlindungan
pekerja/buruh harus semakin ditingkatkan, baik mengenai upah, kesejahteraan,
dan harkatnya sebagai manusia (to make man more human).
Dalam kenyataannya, usaha yang telah dilakukan dalam rangka
perlindungan itu belum beijalan seperti yang diharapkan. Hal ini terbukti
dengan

banyaknya

kasus

unjuk

rasa,

pemogokan

yang

dilakukan

pekerja/buruh yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan, namun ada
kasus unjuk rasa, pemogokan tersebut yang berakhir dengan pemutusan
hubungan kerja yang berakibat memperpanjang barisan pengangguraan.
Berbicara mengenai hak pekerja/buruh berarti kita membicarakan hakhak asasi, maupun hak yang bukan asasi. Hak asasi adalah hak yang melekat
pada diri pekerja/buruh itu sendiri yang dibawa sejak lahir dan jika hak
tersebut terlepas/terpisah dari diri pekerja itu akan menjadi turun derajat dan
harkatnya sebagai manusia." Sedangkan hak yang bukan asasi berupa hak
pekerja/buruh yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
sifatnya nonasasi.
Hak asasi sebagai konsep moral dalam bermasyarakat dan bemegara
bukanlah suatu konsep yang lahir seketika dan bersifat menyeluruh. Hak asasi
lahir setahap demi setahap melalui periode-periode tertentu^di dalam sejarah
perkembangan masyarakat Sebagai suatu konsep moral. Hak asasi di bangun
dan dikembangkan berdasarkan pengalaman kemasyarakatan manusia itu

" Adrian Sutedi, Op Cit, him. 15

28

sendiri. Pengalaman dari kelompok-kelompok sosial di dalam masyarakat
bemegara itulah yang mewamai konsep hak asasi.
Di Indonesia, konsep hak assasi manusia telah secara tegas dan jelas
diakui keberadaannya di dalam UUD 1945 dan dilaksanakan oleh negara di
dalam masyarakat.

Hak asasi pekerja/buruh

adalah untuk memperoleh

pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan yang telah diakui keberadaannya di
dalam UUD 1945 merupakan hak konstitusional. Itu berarti bahwa negara
tidak diperkenakan mengeluarkan kebijakan-kebijakan balk berupa undangundang (legistative policy) maupun bempa peraturan-peraturan pelaksanaan
(bureaucracy policy) yang dimaksudkan untuk mengurangi substansi dari hak
konstitusional. Bahkan di dalam negara hukum modem (negara kesejahteraan)
negara berkewajiban untuk menjamin pelaksanaan hak konstitusional.
Demikian juga hak-hak yang bukan asasi mengalami proses sesuai
dengan kepentingan dan perkembangan masyarakat diatur dalam peraturan
perundang-undangan. Sehubungan dengan adanya kewajiban negara dalam
melaksanakan

hak

konstitusional, negara

dituntut untuk

memberikan

pelayanan yang sebaik-baik dan seluas-luasnya kepada masyarakat

dan

akhimya pasti akan mimcul dua gejala, yakni:
1. campur tanggan pemerintah terhadap aspek kehidupan masyarakat sangat
luas

^

2. dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan sering digunakan asas diskresi.

29

Campur tangan pemerintah dalam proses pembangunan kehidupan
masyarakat dapat dilakukan dengan lima cara, yakni
1. Operasi Langsung {Direct Operation)
Dalam hal ini pemerintah langsung aktif melakukan kegiatan yang
dimaksudkan, misalnya dalam penciptaan lapangan kerja, pemerintah
melaksanakan program padat karya untuk menyediakan lapangan kerja
bagi penganggur.
1. Pengendalian Langsung {Direct Control)
Langkah pemerintah diwujudkan dalam bentuk penggunaan

lisensi,

penjatahan dan Iain-lain, misalnya dalam pengiriman TKJ ke luar negri
sudah barang tentu lembaga pemberi izin (dalam hal ini Depnakertrans)
harus mendapatkan

kewenangan

berdasarkan

peraturan

perundang-

undangan yang berlaku. Oleh karena itu, dituntut adanya pembagian
kewenangan {distribution of outhority) yang tegas dan jelas demi adanya
kepastian hukum.
2. Pengendalian Tidak Langsung {Indirect Control)
Lewat

peraturan

perundang-undangan

yang ada

pemerintah

dapat

menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi untuk terlaksananya suatu
kegiatan tertentu, misalnya dalam penggunaan devisa hasil pengiriman
tenaga kerja keluar negeri dapat diperbolehkan asal untuk kepentingan
kesejahteraan

pekerja/buruh, tentunya dengan

persyaratan-persyaratan

tertentu.
I

^ Gunawi Kartasapoetra, 1983, HLMukum Perburuhlman Pancasila dalam Pelaksanaan
HLMubungan Kerja Armico : Bandung, hlm.9.

30

3. Pemengaruhan Langsung {Direct Influence)
Investasi versi ini dilakukan dengan cara persuasif, pendekatan ataupun
nasehat agar pekerja/buruh mau bertingkah laku seperti yang dikehendaki
oleh

pemerintah.

Misalnya

dengan

pemberian

penyuluhan

bagi

pekerja^u^uh agar displin dan bekerja dengan baik, berproduktivitas yang
tinggi dan lain sebagainya.
4. Pemengaruhan Tidak Langsung {Indirect Influence)
Ini merupakan bentuk involvement yang paling ringan, tatapi tujuannya
tetap untuk menggiring pekerja/buruh agar berbuat seperti yang di
kehendaki oleh pemerintah. Misalnya, pemberian informasi, penjelasan
suatu kebijakan pemerintah, pemberian penghargaan kepada pekerja dan
sebagainya.
Berkaitan

dengan

campur

tangan

pemerintah

dalam

bidang

kesejahteraan pekerja/buruh, pemerintah telah banyak mengambil kebijakan
{legilative and bureaucracy policy) khususnya dalam peraturan perundangundangan dan peraturan pelaksanaannya, seperti undang-undang No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan beserta peraturan pelaksanaannya. Peraturan
Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah, Undang-Undang
No. 3 Tahim 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Undang-undang
No.

3

Tahun

1951

tentang

Pemyataan

Berlakunya

Undang-undang

Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 No. 23 dari Republik Indonesia untuk
Seluruh Indonesia.

31

Semua peraturan perundang-undangan yang dikemukakan diatas, tidak
lain dimaksudkan untuk melindungi pekerja/buruh sebagai pihak yang
posisinya lemah daripada pengusaha, untuk meningkatkan taraf hidup
pekerja/buruh dan keluargannya, untuk mencegah terjadinya kemerosotan
penghasilan

dan daya

beli

masyarakat

khususnya

pekerja/buruh

serta

melindungi pekerja/buruh dan keluarganya dari kehilangan pekerjaan atau
berkurangnya penghasilan akibat terjadinya kecelakaan kerja atau meninggal
{fob security).
Namun, seperti telah dikemukakan sebelumnya meskipun telah ada
aturan

yang

menjadi

tuntunan

dalam

hubungan

industrial belumlah

memperoleh hasil sebagaimana diinginkan baik oleh pekerja/buruh sendiri
maupun pemerintah. Banyak faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan
peraturan perundang-undangan. Hak pekerja/buruh tersebut dapat terwujud
secara efektif apabila diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. para pekerja/buruh sebagai pemegang hak-hak dapat menikmati hak-hak
mereka tanpa ada hambatan dan gangguan dari pihak manapun.
2. para pekerja/buruh selaku pemegang hak tersebut dapat melakukan
tuntutan melalui prosedur hukum adressant Dengan kata lain, bila ada
pihak-pihak yang mengganggu, menghambat atau tidak melaksanakan hak
tersebut, pekerja/buruh dapat menuntut melalui prosedur hukum yang^ada
untuk merealisasi hak dimaksud.
Guna terlaksananya hak-hak pekerja/buruh {rights) ada beberapa
syarat, yaitu sebagai berikut:

32

1. Adanya penggetahuan dan pemahaman para pekeija/buruh terhadap hakhak mereka yang telah secara tegas diatur dalam peraturan perundangundangan.
2. Hak tersebut dipandang dan dirasakan oleh para pekeija/buruh sebagai
sesuatu yang esensial untuk melindungi kepentingan mereka.
3. Adanya prosedur hukum yang memadai yang diperlukan guna menuntut
agar hak para pekerja/buruh itu tetap dihormati dan dilaksanakan.
4. Adanya kecakapan dari para poker afburuh untuk memperjuangkan dan
mewujudkan haknya
5. Adanya sumber daya politik yang memadai yang diperlukan oleh para
pekerja/buruh guna memperjuangkan pcrwujudan hak mereka.
Tanpa bermaksud memilah-milah mana yang terpenting dari kelima
syarat diatas, pekerja/buruh dituntut kecakapan untuk memperjuangkan
pelaksanaan hak-hak

mereka.

Kecakapan

disini bukanlah semata-mata

pengetahuan dan pemahaman atas hak-hak normatif saja, tetapi lebih dari itu
para pekerja/buruh harus cakap melakukan berbagai ikhtiar yang halal yang
diperlukan bagi evektifitas pelaksanaan hak-haknya. Kecakapan pekerja/buruh
yang diperlukan itu meliputi kemampuan lain sebagai berikut:
1. Kemampuan untuk mengindentifikasi dan mengartikulasikan kepentingankepentingan bersama serta kaitannva dengan hak-hak sebagai dasar
legitimasi untuk memperjuangkan kepentingan be

Dokumen yang terkait

E V A L U A S I T E R H A D A P P E L A K S A N A A N R U JU K A N B E R JE N JA N G K A S U S K E G A WA T D A R U T A N M A T E R N A L D A N N E O N A T A L P A D A P R O G R A M JA M P E R S A L D I P U S K E S M A S K E N C O N G T A H U N 2012

0 2 19

KEBERADAAN MODAL SOSIAL DAN STRATEGI P E N G E M B A N G A N T E R H A D A P P E N G E L O L A A N D A N A P U A P K E C A M A T A N U M B U L S A R I K A B U P A T E N J E M B E R

0 3 204

D IN A M IK A P E N G U A S A A N M A T E R I P E L A J A R A N IB A D A H S H A L A T F A R D L U P A D A S IS W A K E L A S IV D E N G A N S T R A T E G I M E M B E N T U K K E L O M P O K B E L A J A R DI SD N E G E R I D E R S A N S A R I 02 T A H U N

0 1 103

P E N G A R U H K E P E M I M P I N A N DAN DISIPLIN K E R J A T E R H A D A P K I N E R J A K A R Y A W A N PADA P T M U L I A J A Y A P A L E M B A N G SKRIPSI

0 2 101

G A M B A R A N P E N G E T A H U A N DAN S I K A P IBU T E R H A D A P PAP S M E A R DI P U S K E S M A S K E N T E N P A L E M B A N G TAHUN 2013

0 0 83

P E N E G A K A N H U K U M T E R H A D A P T I N D A K PIDANA P E R J U D I A N DAN K E N D A L A N Y A DI P O L S E K B E L I T A N G I I

0 0 79

U J I K A N D U N G A N UNSUR H A R A M A K R O (FfPK) D E N G A N P E N A M B A H A N R A G I T A P E T E R H A D A P U R I N E MANUSIA DAN P E N G A J A R A N N Y A DI SMA N E G E R I 4 P A L E M B A N G

0 1 119

K E B I J A K A N H U K U M PIDANA D A L A M M E N A N G G U L A N G I T I N D A K PIDANA P E R P A J A K A N M E N U R U T U N D A N G - U N D A N G N0.28 T A H U N 2007 T E N T A N G P E R P A J A K A N

0 0 83

T A N G G U N G JAWAB DAN SANKSI H U K U M T E R H A D A P P E L A K U P E N A M B A N G A N B A T U B A R A TANPA IZIN DI K A B U P A T E N M U A R A E N I M

0 0 82

P E N E R A P A N S I S T E M AKUNTANSI UTAMA UNTUK M E N Y A J I K A N L A P O R A N K E U A N G A N B E R D A S A R K A N STANDAR AKUNTANSI K E U A N G A N E N T I T A S TANPA A K U N T A B I L I T A S P U B L I K PADA K O P E R A S I PIONIR D E S A M E

0 1 95