TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP MANIPULASI MENSTRUASI DALAM MASA IDDAH (Telaah Perbandingan Pemikiran Yusuf Qardhawi Dan Imam Malik Bin Anas)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP MANIPULASI MENSTRUASI
DALAM MASA IDDAH (Telaah Perbandingan Pemikiran Yusuf Qardhawi Dan
Imam Malik Bin Anas)

Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar
Sarjana Hukum Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum
Pada Fakultas Syariah Dan Hukum
UIN Alauddin Makassar

Oleh:
BAGUS TRI HARTONO
NIM. 10400113005

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2017

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama

: Bagus Tri Hartono

NIM

: 10400113005

Tempat/Tgl.Lahir

: Makassar, 28 januari 1995

Jurusan

: Perbandingan Mazhab dan Hukum

Fakultas

: Syariah dan Hukum


Alamat

: Jl. Abd.Dg.Sirua No. 56

Judul

: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Manipulasi Menstruasi
Dalam Masa Iddah (Telaah Perbandingan Pemikiran Yusuf
Qardhawi Dan Imam Malik Bin Anas)
Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini

benar adalah hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ini merupakan
duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka
skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

Samata, 19 Mei 2017
Penyusun,

Bagus Tri Hartono
Nim : 10400113005


ii

iii

KATA PENGANTAR

   

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat,
rahmat, taufik dan hidayah-Nya, penyusunan skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Manipulasi Menstruasi Dalam Masa Iddah Telaah Perbandingan
Pemikiran Yusuf Qardhawi Dan Imam Malik Bin Anas” dapat diselesaikan dengan
baik.
Saya menyadari bahwa, tidaklah mudah untuk menyelesaikan skripsi ini tanpa
bantuan dan doa dari berbagai pihak. Penyusun mengucapkan terima kasih yang
teristimewa untuk kedua orang tua saya Ayahanda Slamet Mulyono dan Ibunda
Endang Rahmawati yang tak henti-hentinya mendoakan, memberikan dorongan moril
dan materil, mendidik dan membesarkan saya dengan penuh cinta kasih sayang, serta
kakak saya Agung Prasetio, Dwi Fitriana Dewi, dan adik saya Muh. Feri Prayoga atas

semua perhatian dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih juga kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Musafir Pababbari, M.Si, selaku Rektor UIN Alauddin Makassar
2. Bapak Prof. Dr. Darussalam Syamsuddin, M.Ag,selaku Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum, Bapak Dr. H. Abd. Halim Talli, M.Ag, selaku Wakil Dekan bidang
Akademik dan pengembangan lembaga, Bapak Dr. Hamsir, SH.,M.Hum, selaku
Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum dan Keuangan, Dr. H. M. Saleh
Ridwan, M.Ag, selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Segenap
Pegawai Fakultas yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.
iv

3. Bapak Dr. Abdillah Mustari, M.Ag, dan Bapak Dr. Achmad Musyahid Idrus,
M.Ag selaku Ketua dan Sekertaris Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar yang selalu memberikan
bimbingan, dukungan, nasehat, motivasi demi kemajuan penyusun.
4. Dr. Abdillah Mustari, M.Ag dan Dr. Azman M.Ag Selaku pembimbing skripsi
yang telah sabar memberikan bimbingan, dukungan, nasihat, motivasi demi
kemajuan penyusun.
5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen serta jajaran Staf Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Alauddin Makassar terkhusus Ibu Maryam dan Jihan yang telah memberikan
ilmu, membimbing penyusun dan membantu kelancaran sehingga dapat menjadi

bekal bagi penyusun dalam penulisan skripsi ini dan semoga penyusun dapat
amalkan dalam kehidupan di masa depan.
6. Teman-teman seperjuangan di Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum
terkhusus Angkatan 2013 “ARBITER” Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Alauddin Makassar.
7. Kepada teman Sudirman, Taufik, Ril, Liman, Saleh, Rahmat, Rika, Eka, Bunga,
Janni, Inha, dan Astrid yang telah memberikan doa, dukungan, perhatian serta
kasih sayangnya dan terima kasih atas kesabaran yang tak henti-hentinya
menyemangati dan memberikan motivasi selama penyusunan skripsi ini.
8. Orang terdekat saya, yaitu Tri Wulan Purnamei yang telah memberikan semangat
dan dukungan moril kepada saya selama penyusunan skripsi ini.
9. Semua Pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
bantuannya bagi penyusun dalam penyusunan penulisan skripsi ini baik secara
materil maupun formil.
v

Penyusun menyadari bahwa tidak ada karya manusia yang sempurna di dunia ini.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penyusun menerima kritik dan saran
yang membangun sehingga dapat memperbaiki semua kekurangan yang ada dalam
penulisan hukum ini.Semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi siapapun

yang membacanya. Amin Yaa Rabbal Alamin.

Samata, 12 Mei 2017
Penyusun,

Bagus Tri Hartono
NIM: 10400113005

vi

DAFTAR ISI

JUDUL............................................................................................................................i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .......................................................................ii
KATA PENGANTAR .................................................................................................iii
DAFTAR ISI ................................................................................................................vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................................viii
ABSTRAK .................................................................................................................. xv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

A. Latar Belakang ................................................................................................... 2
B. Rumusan Masalah.............................................................................................. 3
C. Definisi Oprasional dan Ruang Lingkup ........................................................... 3
D. Kajian Pustaka ................................................................................................... 4
E. Metodologi Penelitian........................................................................................ 6
F. Tujuan dan Kegunaan penelitian ....................................................................... 8

BAB II TINJAUAN SECARA UMUM TENTANG IDDAH..................................... 10
A. Pengertian dan Dasar Hukum Penetapan Iddah............................................... 10
B. Macam-macam Iddah ...................................................................................... 13
C. Hak dan Kewajiban Perempuan dalam masa Iddah ........................................ 17
D. Hikmah disyariatkan Iddah.............................................................................. 21
BAB III BIOGRAFI YUSUF QARDHAWI dAN IMAM MALIK BIN ANAS ........ 27
A. Yusuf Qardhawi ............................................................................................... 27
vii

1. Riwayat Hidup ........................................................................................... 27
2. Pola Pemikiran ........................................................................................... 30
B. Imam Malik Bin Anas...................................................................................... 40
1. Riwayat Hidup ........................................................................................... 40

2. Pola Pemikiran ........................................................................................... 41
BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMIKIRANYUSUF QARDHAWI DAN IMAM
MALIK BIN ANAS TENTANG MANIPULASI MASA IDDAH ................ 47
A. Analisis Pemikiran Yusuf Qardhawi Tentang Manipulasi Masa Iddah .......... 47
B. Analisis Pemikiran Imam Malik Bin Anas Tentang Manipulasi Masa Iddah . 51
C. Persamaan dan Perbedaan Peemikiran Yusuf Qardhawi dan Imam Malik Bin
Anas ................................................................................................................. 54
BAB V PENUTUP ...................................................................................................... 56
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 56
B. Implikasi Penelitian ......................................................................................... 57
KEPUSTAKAAN ........................................................................................................ 58

viii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN DAN SINGKATAN

A. Transliterasi Arab-Latin
Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat
dilihat pada tabel berikut :
1.


Konsonan

Huruf Arab

Nama

Huruf Latin

Nama

‫ا‬

Alif

Tidak dilambangkan

Tidak dilambangkan

‫ب‬


Ba

B

Be

‫ت‬

Ta

T

Te

‫ث‬

ṡa




es (dengan titik diatas)

‫ج‬

Jim

J

Je

‫ح‬

ḥa



ha (dengan titik dibawah)

‫خ‬

Kha

Kh

ka dan ha

‫د‬

Dal

D

De

‫ذ‬

Zal

Z

zet (dengan titik diatas)

‫ر‬

Ra

R

Er

‫ز‬

Zai

Z

Zet

‫س‬

Sin

S

Es

‫ش‬

Syin

Sy

es dan ye

‫ص‬

ṣad



es (dengan titik dibawah)

‫ض‬

ḍad



de (dengan titik dibawah)

‫ط‬

ṭa



te (dengan titik dibawah)

‫ظ‬

ẓa



zet (dengan titik dibawah)

ix

‫ع‬

‘ain

̒

apostrof terbalik

‫غ‬

Gain

G

Ge

‫ف‬

Fa

F

Ef

‫ق‬

Qaf

Q

Qi

‫ك‬

Kaf

K

Ka

‫ل‬

Lam

L

El

‫م‬

Mim

M

Em

‫ن‬

Nun

N

En

‫و‬

Wau

W

We

ƿ

Ha

H

Ha

‫ء‬

Hamzah

̓

Apostrof

‫ى‬

Ya

Y

Ye

Hamzah (‫ )ء‬yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda
apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda ( ̓ ).
2.

Vokal
Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal

atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
Vokal tunggal bahasa Arab yang lambanya berupa tanda atau harakat,
transliterasinya sebagai berikut:
Tanda

Nama

Huruf Latin

Nama

َ‫ا‬

fatḥah

A

A

ِ‫ا‬

Kasrah

I

I

ُ‫ا‬

ḍammah

U

U

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat
dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:

x

Tanda

Nama

Huruf Latin

Nama

‫ي‬
َ

fatḥah dan yā̓

ai

a dan i

‫َو‬

fatḥah dan wau

au

a dan u

Contoh:

3.

‫ﻛﯿﻒ‬

: kaifa

‫ھﻮ ل‬

: haula

Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf,

transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Harakat dan

Nama

Huruf

Huruf

dan Nama

tanda

‫ي‬
َ … / َ‫… ا‬.

Fatḥah dan alif atau yā̓

Ā

a dan garis di atas

‫ي‬

Kasrah dan yā

Ī

i dan garis di atas

‫و‬

ḍammah dan wau



u dan garis di
atas

Contoh:

4.

‫ﻣﺎ ت‬

: māta

‫رﻣﻰ‬

: ramā

‫ﻗﯿﻞ‬

: qīla

‫ﯾﻤﻮ ت‬

: yamūtu

Tā marbūṭah
Tramsliterasi untuk tā’ marbūṭah ada dua yaitu: tā’ marbūṭah yang hidup atau

mendapat harakat fatḥah, kasrah, dan ḍammah, transliterasinya adalah (t).
xi

sedangkantā’ marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya
adalah (h).
Kalau pada kata yang berakhir dengan tā’ marbūṭah diikuti oleh kata yang
menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka tā’
marbūṭah itu ditransliterasikan dengan ha (h).
Contoh:
‫ رو ﺿﺔ اﻻ طﻔﺎ ل‬: rauḍah al-aṭfāl

5.

‫اﻟﻤﺪﯾﻨﺔ اﻟﻔﺎ ﺿﻠﺔ‬

: al-madīnah al-fāḍilah

‫اﻟﺤﻜﻤﺔ‬

: rauḍah al-aṭfāl

Syaddah (Tasydīd)
Syaddah atau tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan

sebuah tanda tasydīd ( ‫)ﹼ‬, dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulangan
huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.
Contoh:
‫رﺑﻨﺎ‬

: rabbanā

‫ﻧﺠﯿﻨﺎ‬

: najjainā

‫اﻟﺤﻖ‬

: al-ḥaqq

‫ﻧﻌﻢ‬

: nu”ima

‫ﻋﺪو‬

: ‘duwwun

Jika huruf ‫ ى‬ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf kasrah
( ‫)ـــــ‬, maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah menjadi ī.
Contoh:
‫ﻋﻠﻲ‬

: ‘Ali (bukan ‘Aliyy atau ‘Aly)

‫ﻋﺮﺑﻲ‬

: ‘Arabī (bukan ‘Arabiyy atau ‘Araby)

xii

6.

Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf ‫( ال‬alif

lam ma’arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi seperti
biasa, al-,baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsyiah maupun huruf qamariah. Kata
sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandang
ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar
( - ).
Contoh :
‫ اﻟﺸﻤﺲ‬: al-syamsu (bukan asy-syamsu)
‫ اﻟﺰاﻟﺰ ﻟﺔ‬: al-zalzalah (az-zalzalah)

7.

‫اﻟﻔﻠﺴﻔﺔ‬

: al-falsafah

‫اﻟﺒﻼد‬

: al- bilādu

Hamzah.
Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof ( ‘ ) hanya berlaku bagi
hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletah
di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.
Contoh :
‫ ﺗﺎﻣﺮون‬: ta’murūna

8.

‫اﻟﻨﻮع‬

: al-nau’

‫ﺷﻲء‬

: syai’un

‫اﻣﺮت‬

: umirtu

Penulisan Kata Arab yang Lazim Digunakan dalam Bahasa Indonesia
Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau

kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat
yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau
sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, atau lazim digunakan dalam dunia
akademik tertentu, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya, kata
xiii

al-Qur’an (dari al-Qur’ān), Alhamdulillah, dan munaqasyah. Namun, bila kata-kata
tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka harus ditransliterasi
secara utuh. Contoh:
Fī Ẓilāl al-Qur’ān
Al-Sunnah qabl al-tadwīn
9.

Lafẓ al-jalālah (‫ﷲ‬

)

Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya atau
berkedudukan sebagai muḍā ilaih (frasa nominal), ditransliterasi tanpa huruf hamzah.
Contoh:
‫دﯾﻦ ﷲ‬

dīnullāh ‫ ﺑﺎ ﷲ‬billāh

Adapun tā’ marbūṭah di akhir kata yang disandarkan kepada lafẓ al-jalālah,
ditransliterasi dengan huruf (t).contoh:
‫ ﻓﻲ رﺣﻤﺔ اﻟﻠﮭﮭﻢ‬hum fī raḥmatillāh
10. Huruf Kapital
Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf capital (All caps), dalam
transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf
capital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf
capital, misalnya, digunakan untuk menulis huruf awal nama diri (orang, tempat,
bulan) dan huruf pertama permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata
sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap dengan huruf awal nama
diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat,
maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-). Ketentuan
yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh kata
sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK, DP,
CDK, dan DR). contoh:
Wa mā Muḥammadun illā rasūl
Inna awwala baitin wuḍi’a linnāsi lallaẓī bi bakkata mubārakan
xiv

Syahru Ramaḍān al-lażī unzila fih al-Qur’ān
Naṣīr al-Dīn al-Ṭūsī
Abū Naṣr al-Farābī
Al-Gazālī
Al-Munqiż min al-Ḋalāl
Jika nama resmi seseorang menggunakan kata Ibnu (anak dari) dan Abū
(bapak dari) sebagai nama kedua terakhirnya, maka kedua nama terakhir itu harus
disebutkan sebagai nama akhir dalam daftar pustaka atau daftar referensi. Contoh:
Abū al-Walīd Muḥammad ibn Rusyd, ditulis menjadi: Ibnu Rusyd, Abū alWalīd Muḥammad (bukan: Rusyd, Abū al-Walīd Muḥammad Ibnu)
Naṣr Ḥāmid Abū Zaīd, ditulis menjadi: Abū Zaīd, Naṣr Ḥāmid (bukan: Zaīd,
Naṣr Ḥāmid Abū).
B. Daftar Singkatan
Beberapa singkatan yang dibakukan adalah:
swt.

: subḥānahū wa ta’ālā

saw.

: ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam

M

: Masehi

QS…/…: 4

: QS al-Baqarah/2: 4 atau QS Āli ‘Imrān/3: 4

HR

: Hadis Riwayat

xv

ABSTRAK
Nama : Bagus Tri Hartono
Nim

: 10400113005

Judul

: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Manipulasi Menstruasi Dalam Masa
Iddah (Telaah Perbandingan Pemikiran Yusuf Qardhawi Dan Imam
Malik Bin Anas)

Pokok masalah pada penelitian ini adalah bagaimanakah Manipulasi
Menstruasi Dalam Masa Iddah Telaah Perbandingan Pemikiran Yusuf Qardhawi Dan
Imam Malik Bin Anas? pokok permasalahan tersebut selanjutnya dibagi kedalam
beberapa sub masalah, yaitu: 1) Apa yang di maksud dengan manipulasi masa iddah?
2) Bagaimana pola pemikiran imam Malik bin Anas dan Yusuf Qardhawi? 3)
Bagaimanakah hukum manipulasi menstruasi dalam masa iddah telaah perbandingan
pemikiran Yusuf Qardhawi dan Imam Malik Bin Anas?
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan syar’i,
penelitian ini jenis penelitian pustaka (library research), data dikumpulkan dengan
menggunakan data pustaka berupa buku-buku sebagai sumber datanya. Penelitian ini
dalam tiga konsentrasi yaitu, tinjauan umum tentang manipulasi menstruasi dalam
masa iddah, pola pemikiran Imam Malik Bin Anas dengan Yusuf Qardhawi, dan
pandangan Yusuf Qardhawi serta Imam Malik Bin Anas tentang manipulasi
menstruasi dalam masa iddah.
Dari penelitian tinjauan umum tentang manipulasi menstruasi dalam masa
iddah diperoleh hasil yaitu, manipulasi menstruasi dalam masa iddah merupakan
suatu tindakan atau keputusan yang diambil seorang janda yang baru saja ditalak,
ditinggal mati, atau ditinggalkan tanpa ada kejelasan (waktu lama) oleh mantan
suaminya, agar dapat mempercepat maupun memperlambat proses terjadinya
menstruasi. Sehingga seorang janda tersebut dapat menikah lebih awal ataupun
mendapatkan nafkah iddah lebih dari mantan suami. Adapun pola pemikiran Yusuf
Qardhawi dan Imam Malik Bin Anas memberikan ciri khas dan karakter tersendiri.
Seperti Yusuf Qardhawi yang banyak memiliki fatwa-fatwa tentang kesehatan jiwa
dan raga. Berbeda dengan Imam Malik Bin Anas yang memiliki karakter yang sangat
berhati-hati dalam berfatwa, dikarenakan ia harus membutuhkan sebanyak 70 ulama
yang sependapat dengannya. Hukum manipulasi menstruasi dalam masa iddah
menurut pandangan Yusuf Qardhawi dan Imam Malik Bin Anas, itu diperbolehkan.
Karena didalamnya banyak kemaslahatan atau kebaikan yang diperoleh serta banyak
mudharat atau dampak negatif yang dapat dihindari.
Implikasi dari penelitian ini adalah manipulasi menstruasi dalam masa iddah
dapat dilakukan, apabila kemaslahatan atau kebaikan yang diperoleh lebih banyak
dibandingkan dengan mudharat atau dampak negatif yang ditimbulkan pada seorang
janda.

xvi

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam datang untuk membawa manusia dari kegelapan menuju cahaya terang
benderang, kegelapan dengan segala macam dan tingkatannya, ke alam penuh cahaya
dengan segala macam tingkatannya. Di antaranya ialah membawa mereka dari
gelapnya alam primitf dan lingkungan pedalam ke cahaya peradaban dan kemajuan. 1
Allah berfirman dalam Q.S. At-Taubah/9: 97:

‫ۡٱﻷَﻋۡ َﺮابُ أَ َﺷ ﱡﺪ ﻛُﻔۡ ٗﺮا َوﻧِﻔَﺎﻗٗ ﺎ َوأ َۡﺟ َﺪ ُر‬
ٞ‫َﺣﻜِﯿﻢ‬

Terjemahnya:
Orang-orang Arab Badwi itu, lebih sangat kekafiran dan kemunafikannya, dan
lebih wajar tidak mengetahui hukum-hukum yang diturunkan Allah kepada
Rasul-Nya. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.2
Setiap orang ingin memiliki pernikahan yang harmonis, tanpa ada perceraian.
Namun tidak bisa di pungkiri pula bahwa hal itu sangat sulit untuk di hindari bagi

sebagian orang. Dalam membina rumah tangga itu memang bukan perkara mudah
pasti selalu ditemukan masalah, namun cara menyelesaikannya lebih bijak dalam
mengambil tindakan.
Pernikahan itu tidak bisa terlepas permasalahan-permasalahan baik itu dari
yang kecil sampai besar. Tapi hal inilah yang membuat setiap orang menjadi dengan
konflik rumah tangga, sehingga tidak diperbolehkan orang yang ingin menikah namun
belum siap rohani dan jasmani. Karena dikhawatirkan bisa berdampak negatif bagi
kelangsungan rumah tangga seperti, kekerasan dalam rumah tangga dan bahkan
berujung ke perceraian. Ini memang bukan hal yang gampang untuk dilakukan bagi

1

Yusuf Qardhawi, As-sunnatu mashdaran lil ma'rifati wal hadharati, terj. Abduh
Zulfidar, Dadi M.H Basri, Abdul Hayyie Al-Kattani, Sunnah, Ilmu pengetahuan dan Peradaban,
(Yogayakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 2001), h. 293.
2
Kementrian Agama R.I., al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung: PT Syaamil Cipta
Media), h. 202.

1

2
`

orang yang belum siap untuk malaksanakan kewajiban ketika mempunyai rumah
tangga.
Perceraian merupakan akhir dari hubungan pernikahan, nafkah lahir dan batin.
Dikarenakan ikrar yang dulu di ucapkan sewaktu berlangsungnya akad pernikahan,
telah di cabut oleh putusan hakim didalam persidangan. Sehingga pada saat itu pula
semua kebiasaan yang pernah dilakukan selama pernikahan, tidak bisa dilaksanakan
seperti dulu lagi.
Namun masih ada satu perkara yang masih ditanggung oleh mantan suami
yaitu menafkahi mantan isteri selama tiga kali masa iddah. Sebagaimana Allah
berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah/2: 228 :

ٓ‫ﻲ‬
‫ﻚ إ ِۡن أَ َرادُوٓ ْا‬
َ
Terjemahnya :
Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali
quru´. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam
rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suamisuaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para
suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang
dengan kewajibannya menurut cara yang ma´ruf. Akan tetapi para suami,
mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.3
Hal ini memang di lakukan di karenakan mantan isteri tidak boleh di pinang
oleh laki-laki lain selama 3 kali quru’ atau suci. Karena mantan isteri masih dalam
tanggungan mantan suami sehingga tidak boleh menerima lamaran dari laki-laki lain
sebelum masa iddah dari mantan isteri selesai.
Namun ada sebagian wanita yang ingin memanipulasi perkara masa iddah itu.
Ada yang ingin mempercepat masa haid nya tapi adapula memperlama. Hal ini
dilakukan bukan tanpa sebab melainkan telah ada strategi yang di pikirkan
sebelumnya. Wanita yang ingin mempercepat masa iddah nya disebabkan mau
menikah cepat dengan suami barunya namun sungguh ironis, dikarenakan ketika itu

3

Kementrian Agama R.I., Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 36.

3
`

terjadi maka pernikahan yang di lakukan semasa iddah itu tidak sah. Sehingga dapat
dikatakan mereka zina terus-menerus.
Yusuf Qardhawi merupakan ulama kontemporer di Mesir. Di antara bukubukunya yang telah beredar di Indonesia, peneliti belum mendapatkan hukum yang
membahas tentang manipulasi masa iddah. Sehingga hal itu sangat perlu untuk dikaji
ketentuan hukumnya dengan menggunakan pandangan Yusuf Qardhawi. Imam Malik
Bin Anas adalah salah seorang ulama terdahulu yang di kenal sebagai ulama hadis
dan merupakan salah satu dari empat pemegang mazhab. Dua Ulama ini akan di
jadikan bahan perbandingan terhadap pemikiran tentang hukum manipulasi
menstruasi dalam masa iddah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka pokok masalah dalam penulisan ini
yaitu " Tinjauan Hukum Islam Terhadap Manipulasi Menstruasi Dalam Masa Iddah
Telaah Perbandingan Pemikiran Yusuf Qardhawi dan Imam Malik Bin Anas?". Untuk
membahas lebih rinci dan terarah, maka penulis membagi sub masalahnya sebagai
berikut.
1.

Apa yang di maksud dengan manipulasi masa iddah?

2.

Bagaimana pola pemikiran imam Malik bin Anas dan Yusuf Qardhawi?

3.

Bagaimanakah hukum manipulasi menstruasi dalam masa iddah telaah
perbandingan pemikiran Yusuf Qardhawi dan Imam Malik Bin Anas?

C. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus
Tinjauan adalah hasil meninjau; pandangan; pendapat (sesudah menyelidiki,
mempelajari, dan sebagainya).
Hukum Islam adalah peraturan dan ketentuan yang berkenaan dengan
kehidupan berdasarkan Alquran dan hadis; hukum syarak.

4
`

Manipulasi adalah upaya kelompok atau perseorangan untuk memengaruhi
perilaku, sikap, dan pendapat orang lain tanpa orang itu menyadarinya.4
Iddah adalah masa menunggu bagi seorang istri setelah diceraikan suaminya,
dan tidak boleh menikah dengan orang lain selama masa tertentu, jika suaminya wafat
atau bercerai dengannya.5
Telaah adalah penyelidikan; kajian; pemeriksaan; penelitian.
Berdasarkan uraian pengertian judul di atas, bahwa yang dimaksud peneliti
ialah bagaimana pandangan hukum Islam terhadap manipulasi dengan cara
mempercepat dan perlambat masa iddah melalui kajian perbandingan pemikiran
antara Yusuf Qardhawi dan Imam Malik bin Anas.
D. Kajian Pustaka
Karya ilmiah yang membahas tentang manipulasi masa iddah pada dasarnya
masih kurang yang membahas baik dalam bentuk skripsi, disertasi, maupun karya
ilmiah lain.
Cahyo Muhammad Yusuf dalam skripsinya yang berjudul: “Iddah Wanita
Karena Khuluk (Studi Pemikiran Imam Malik dan Ibnu Taimiyyah)”. Kesimpulan dari
penelitian ini ialah Imam Malik menempatkan kedudukan khuluk adalah sama dengan
talak, maka konsekuensi dari hal tersebut adalah khuluk bersifat mengurangi jumlah
talak yang tiga, apabila khuluk tersebut jatuh lebih dari tiga kali maka suami tidak
dapat rujuk kepada mantan istrinya. Sedangkan menurut Ibnu Taimiyyah yang
menempatkan khuluk sebagai fasakh, pendapat Ibnu Taimiyyah tersebut mempunyai
konsekuensi khuluk dapat di jatuhkan lebih dari tiga kali dan tidak mengurangi jumlah
talak yang tiga, karena khuluk berbeda dengan talak.6
4

“Kamus Besar Bahasa Indonesia”. http://kbbi.web.id/ (23 april 2017).
Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi, fiqh as Sunnah Sayyid Sabiq, terj. Ahamad
Tirmidzi, Futuhal Arifin, dan Farhan Kurniawan, Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq (Jakarta
Timur: Pustaka Al-Kausar, 2009), h. 539.
6
Cahyo Muhammad Yusuf , “Iddah Wanita Karena Khuluk: Studi Pemikiran Imam
Malik dan Ibnu Taimiyyah” (Skripsi, Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, 2014), h. 76.
http://digilib.uin-suka.ac.id/13503/2/BAB%20I,%20V,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf (23 April
2017).
5

5
`

Farid Mushoffa dalam skripsinya yang berjudul: “Iddah Bagi Wanita Zina
Studi Komparatif Pendapat Imam Malik dan Imam Syafi’i”. Menjelaskan bahwa
menurut Imam Malik ketentuan masa iddah bagi wanita zina gairu muhsan sama
hukumnya dengan wanita yang dicampuri secara syubhat yaitu dia wajib menjalani
masa iddah. Apabila wanita zina tidak sedang dalam mengandung maka iddahnya tiga
kali haid, apabila dalam keadaan hamil maka iddahnya sampai melahirkan, tetapi
apabila ditinggal mati tidak perlu melakukan iddah wafat. Adapun menurut Imam
Syafi’i wanita zina gairu muhsan tidak perlu ber iddah karena iddah bertujuan untuk
mengetahui baraah ar-rahmi, sedangkan haraah ar-rahmi itu sendiri tidak
diperhitungkan bagi wanita zina gairu muhsan.7
Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi dalam bukunya yang berjudul:
“Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq”. Sebuah kitab terjemahan yang lengkap
membahas tentang fikih. Buku ini tidak menjelaskan secara detail tentang manipulasi
masa iddah namun hanya menjelaskan secara umum saja mengenai iddah seperti
iddah bagi yang tidak haid, iddah istri yang suaminya meninggal, hukum wanita
dicerai yang belum melihat haid.8
Syaikh al-Allamah Muhammad bin ‘Abdurrahman ad-Dimasyqi dalam
bukunya yang berjudul: “Fiqih Empat Mazhab”. Dibuku ini membahas tentang
perbandingan dan persamaan pendapat Imam Mazhab seperti, Imam Hanafi, Maliki,
Syafi’i, dan Hambali. Pembahasan tentang iddah di buku ini banyak, namun tidak ada
secara spesifik yang membahas tentang manipulasi masa iddah.9

7

Farid Mushoffa “Iddah Bagi Wanita Zina: Studi Komparatif Pendapat Imam Malik dan
Imam Syafi’i” (Skripsi, Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, 2007), h. 88.
http://digilib.uin-suka.ac.id/18300/1/BAB%20I,%20V,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf
(23April
2017).
8
Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi, fiqh as Sunnah Sayyid Sabiq, terj. Ahamad
Tirmidzi, Futuhal Arifin, dan Farhan Kurniawan, Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq (Jakarta
Timur: Pustaka Al-Kausar, 2009), h. 540.
9
Syaikh al-Allamah Muhammad bin ‘Abdurrahman ad-Dimasyqi, Rahmah al-Ummah fi
Ikhtilaf al-A’immah, terj, Abdullah Zaki Alkaf, Fiqih Empat Mazhab, (Bandung: Hasyimi, 2013), h.
380.

6
`

DR. Yusuf Qaradhawi dalam bukunya yang berjudul: “Fatwa-Fatwa
Kontemporer Jilid 3”. Buku ini banyak membahas tentang fatwa-fatwa permasalahan
modern yang sangat menarik untuk ditelaah. Diantara puluhan fatwa yang ada pada
buku ini terdapat satu pembahasan yang berkenaan dengan pembahasan sekarang,
yakni iddah hamil wanita yang berzina. Kesimpulan dari fatwa tersebut ialah para
ulama berselisih pendapat. Namun, Yusuf Qardhawi lebih cenderung memilih
pendapat mazhab Hanafi, Syafi’i, dan ats-Tsauri, yang menyatakan bahwa wanita
yang berzina tidak ada iddahnya. Walaupun sedang mengandung anak dari hasil
berzina, tetap tidak ada iddahnya.
Iddah disyariatkan untuk menjelaskan status keturunan anak. Sedangkan orang
yang berzina keturunannya tidak berkaitan dengan nasab (dianggap tidak bernasab),
maka tidak diwajibkan diberlakukan masa iddah.10
Pada tahun 2004 telah ada yang meneliti tentang tinjauan hukum Islam
terhadap manipulasi menstruasi dalam masa iddah akan tetapi berhubung situs yang
menyediakan file tersebut itu, tidak dapat dibuka. Maka peneliti berkesimpulan bahwa
judul skripsi sebelumnya berbeda, dikarenakan titik fokus konsentrasi dalam
pembahasan sekarang lebih cenderung pada telaah perbandingan pemikiran antara
Yusuf Qardhawi dan Imam Malik bin Anas.
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis dan pendekatan penelitian
a. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian pustaka (library research), yaitu
penelitian yang objek kajiannya menggunakan data pustaka berupa buku-buku
sebagai sumber datanya. Penelitian ini dilakukan dengan cara membaca, menelaah,
mengutip, mengulas dan menganalisi berbagai literatur yang ada berupa al-Quran,
10

Yusuf Qaradhawi, Hadyul Islam Fatawi Mu’ashirah, terj, Abdul Hayyie al-Kattani,
dkk, Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid: III, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), h. 792.

7
`

hadis, kitab-kitab terjemahan, maupun hasil penelitian mempunya relevansi dengan
masalah yang dibahas dan kemudian menyimpulkan.
b. Pendekatan Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini yaitu:
1) Pendekatan teologi normatif (syar'i) yaitu mengkaji ketentuan. Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Manipulasi Menstruasi Dalam Masa Iddah Telaah
Perbandingan Pemikiran Yusuf Qardhawi dan Imam Malik bin Anas.
2) Pendekatan pemikiran Yusuf Qardhawi dan Imam Malik bin Anas
2. Sumber Data
Pengertian sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat
diperoleh. Sumber data ini diambil dari buku-buku rujukan atau penelitian-penelitian
mutkhir baik yang sudah dipublikasikan maupun belum diterbitkan. Dalam penelitian
umumnya terdapat dua jenis data yang dibutuhkan, yaitu data primer dan data
sekunder.
a. Data Primer
Data primer adalah data yang langsung memberikan data-data pada peneliti.
Adapun data yang dijadikan sebagai sumber data primer alam penelitian ini meliputi
yaitu al-Qur'an, hadis, dan fatwa-fatwa atau pendapat ulama kontemporer.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah semua data yang berhubungan dengan kajian yang di
bahas selain dari sumber data primer yang disebutkan diatas, baik berupa buku, jurnal,
artikel-artikel baik dalam media elektronik atau cetak.
3. Metode Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, metode yang di gunakan pengumpulan data adalah telaah
pustaka dan dokumentasi, yaitu mencari dan mengumpulkan data mengenai hal-hal
atau variabel yang berupa catatan transkip, buku, surat kabar, majalah dan situs-situs

8
`

yang ada di internet. Sehingga dari hasil pengambilandata-data tersebut dapat
diklarifikasikan, dikutip, dihimpun, diulas, dianalisa, dan di ambil kesimpulannya.
4. Instrumen Penelitian
Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode telaah
pustaka dan dokumentasi, maka adapun alat yang akan di gunakan untuk
mengumpulkan data-data tersebut yaitu berupa alat tulis, catatan-catatan kecil dan
alat-alat elektronik seperti laptop, dan handphone.
5. Teknik Penelitian dan Analisis Data
a. Teknik Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis. Deskriptif berarti menggambarkan
permasalahan secara lengkap di dalam aspek yang di selidiki agar jelas keadaan dan
kondisinya.
b. Analisi Data
Pembahasannya ialah menelaah dalil dari masing-masing pendapat serta
alasan dalam menetapkan manipulasi masa iddah. Metode komperatif menjelaskan
hubungan atau relasi dari dua pemikiran tentang permasalahan manipulasi masa iddah
telaah perbandingan pemikiran Yusuf Qardhawi dan Imam Malik bin Anas. Dalam
komparasi ini sifat-sifat objek penelitian terlihat jelas. Dengan demikian akan terlihat
utuh dan jelas karakter dari masing-masing konsep pemikiran yang di gunakan.
F. Tujuan dan Kegunaan
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan manipulasi masa iddah.
b. Untuk mengetahui Tinjauan Hukum Islam Terhadap Manipulasi Menstruasi
Dalam Masa Iddah Telaah Perbandingan Pemikiran Yusuf Qardhawi dan Imam Malik
Bin Anas.

9
`

2. Kegunaan penelitian
a. Secara ilmiah, menambah pengetahuan dan keagamaan dalam masalah yang
berhubungan dengan Manipulasi Menstruasi Dalam Masa Iddah Telaah Perbandingan
Pemikiran Yusuf Qardhawi dan Imam Malik Bin Anas.
b. Secara praktis, memberikan kontribusi pemikiran sebagai bahan

pelengkap dan

penyempurna bagi studi selanjutnya, khususnya mengenai Manipulasi Menstruasi
Dalam Masa Iddah Telaah Perbandingan Pemikiran Yusuf Qardhawi dan Imam
Malik Bin Anas.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Dan Dasar Hukum Penetapan Iddah
1. Pengertian Iddah
Istilah iddah sebenarnya sudah dikenal sejak zaman Jahiliyah. Dimana
orang-orang pada saat itu hampir tidak pernah meninggalkan kebiasaan iddah ini.
Kemudian ketika Islam datang kebiasaan ini diakui dan dijalankan terus, karena
ada beberapa kebaikan yang terkandung di dalamnya. Kemudian para ulama
sepakat iddah itu wajib hukumnya.
Iddah berasal dari kata al-ad dan al-ihsha’, yakni apa yang dijaga oleh
perempuan dan yang dihitung dari hari-hari dan waktu suci. Iddah adalah masa
menunggu bagi seorang istri setelah diceraikan suaminya, dan tidak boleh
menikah dengan orang lain selama masa tertentu, jika suaminya wafat atau
bercerai dengannya.1
para ulama telah merumuskan pengertian iddah menjadi beberapa
pengertian, seperti imam Malik bin Anas memberikan definisi iddah sebagai
berikut:

‫ﷲِ ْﺑ ِﻦ ﻗُ َﺴ ْﯿ ٍﻂ اﻟﻠﱠ ْﯿﺜِ ﱢﻲ‬
‫َﺣ ﱠﺪﺛَﻨِﻲ ﯾَﺤْ ﯿَﻰ ﻋَﻦْ ﻣَﺎﻟِﻚ ﻋَﻦْ ﯾَﺤْ ﯿَﻰ ْﺑ ِﻦ ﺳَﻌِ ﯿ ٍﺪ َوﻋَﻦْ ﯾَﺰِﯾ َﺪ ْﺑ ِﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ ﱠ‬
ً ‫ﻀﺔ‬
َ ‫ﺿ ْﺘ َﺤ ْﯿ‬
َ ‫ب أَﯾﱡ َﻤﺎ ا ْﻣ َﺮأَ ٍة طُﻠﱢﻘَ ْﺘﻔَ َﺤﺎ‬
ِ ‫ﺐ أَﻧﱠﮫُ ﻗَﺎ َل ﻗَﺎ َل ُﻋ َﻤ ُﺮ ﺑْﻦُ ا ْﻟ َﺨﻄﱠﺎ‬
ِ ‫ﻋَﻦْ َﺳﻌِﯿ ِﺪ ﺑْﻦِ ا ْﻟ ُﻤ َﺴﯿﱠ‬
‫ﻚ‬
َ ِ‫ﻀﺘُﮭَﺎ ﻓَﺈِﻧﱠﮭَﺎ ﺗَ ْﻨﺘَﻈِ ُﺮ ﺗِ ْﺴ َﻌﺔَ أَ ْﺷﮭُ ٍﺮ ﻓَﺈ ِنْ ﺑَﺎنَ ﺑِﮭَﺎ َﺣ ْﻤ ٌﻞ ﻓَ َﺬﻟ‬
َ ‫ﻀﺘَ ْﯿ ِﻦ ﺛُ ﱠﻢ َرﻓَ َﻌ ْﺘﮭَﺎ ﺣَ ْﯿ‬
َ ‫أَوْ ﺣَ ْﯿ‬
ْ‫َوإ ﱠِﻻ ا ْﻋﺘَﺪﱠتْ ﺑَ ْﻌ َﺪ اﻟﺘﱢ ْﺴ َﻌ ِﺔ أَ ْﺷﮭُ ٍﺮ ﺛ ََﻼﺛَﺔَ أَ ْﺷﮭُ ٍﺮ ﺛُ ﱠﻢ َﺣﻠﱠﺖ‬
Artinya:
Telah menceritakan kepadaku Yahya dari Malik dari Yahya bin Sa'id dan
dari Yazid bin Abdullah bin Qusaith Al Laitsi dari Sa'id Ibnul Musayyab
ia berkata, Umar Ibnul Khattab berkata; "Wanita mana saja yang dicerai
kemudian dia mengalami sekali atau dua kali haid dan setelah itu dia
1

Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi, fiqh as Sunnah Sayyid Sabiq, terj.
Ahamad Tirmidzi, Futuhal Arifin, dan Farhan Kurniawan, Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq
(Jakarta Timur: Pustaka Al-Kausar, 2009), h. 539.

10

11

monopause (tidak lagi haid), maka hendaklah dia menunggu sampai
sembilan bulan. Jika dia dalam keadaan hamil maka ia menjadi halal
setelah melahirkan, tetapi jika tidak hamil maka ia harus menjalani masa
iddah lagi selama tiga bulan. Setelah itu dia boleh menikah.2
2. Dasar Hukum Penetapan Iddah
a. Al-Quran
Dalam Al-Quran banyak ayat yang menunjukkan kewajiban bagi
perempuan untuk beriddah, diantaranya dalam Q.S. Al-Baqarah/2: 228, Q.S. AlBaqarah/2: 234, Q.S. Al-Ahzab/33: 49 :

             
              
             
 
Terjemahnya:
Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali
quru'. tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah
dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan
suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka
(para suami) menghendaki ishlah. dan para wanita mempunyai hak yang
seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi
para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.3
Q.S. Al-baqarah/2: 234 :

           
            
 

2

Lidwa Pusaka, Ensiklopedi Hadis Kitab 9 Imam, [CD ROM], Muwatha’ Malik

hadis no. 1066.
3

Kementrian Agama R.I., Al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung: PT Syaamil Cipta

Media), h. 36.

12

Terjemahnya:
Orang-orang yang meninggal dunia diantaramu dengan meninggalkan
isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (beriddah)
empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila Telah habis iddahnya, Maka
tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri
mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.4
Q.S. Al-Ahzab/33: 49 :

          
          



Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuanperempuan yang beriman, Kemudian kamu ceraikan mereka sebelum
kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka iddah
bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka
mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya.5
b. Hadis
Dalam Sunnah Nabi yang dijadikan sebagai dasar hukum tentang iddah
diantaranya:
Hadis riwayat Bukhari :

‫ﺿ َﻲ‬
ِ ‫ﷲِ ْﺑ ِﻦ ُﻋﻤَﺮَ َر‬
‫ﻚ ﻋَﻦْ ﻧَﺎﻓِ ٍﻊ ﻋَﻦْ َﻋ ْﺒ ِﺪ ﱠ‬
ٌ ِ‫ﷲِ ﻗَﺎ َل َﺣ ﱠﺪﺛَﻨِﻲ ﻣَﺎﻟ‬
‫َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ إِ ْﺳﻤَﺎﻋِﯿ ُﻞ ﺑْﻦُ َﻋ ْﺒ ِﺪ ﱠ‬
‫ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬
‫ﺻﻠﱠﻰ ﱠ‬
َ ِ‫ﷲ‬
‫ﻖ ا ْﻣ َﺮأَﺗَﮫُ َوھِﻲَ َﺣﺎﺋِﺾٌ َﻋﻠَﻰ َﻋ ْﮭ ِﺪ َرﺳُﻮ ِل ﱠ‬
َ ‫ﷲُ َﻋ ْﻨﮭُﻤَﺎأَﻧﱠﮫُ طَﻠﱠ‬
‫ﱠ‬
ِ‫ﷲ‬
‫ﻚ ﻓَﻘَﺎ َل َرﺳُﻮ ُل ﱠ‬
َ ِ‫ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻋَﻦْ َذﻟ‬
‫ﺻﻠﱠﻰ ﱠ‬
َ ِ‫ﷲ‬
‫ب رَ ﺳُﻮ َل ﱠ‬
ِ ‫ﻓَ َﺴﺄ َ َل ُﻋ َﻤ ُﺮ ﺑْﻦُ ا ْﻟ َﺨﻄﱠﺎ‬
‫ﻄﮭُﺮَ ﺛُ ﱠﻢ‬
ْ َ‫ﻄﮭُﺮَ ﺛُ ﱠﻢ ﺗَ ِﺤﯿﺾَ ﺛُ ﱠﻢ ﺗ‬
ْ َ‫ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻣُﺮْ هُ ﻓَ ْﻠﯿُ َﺮا ِﺟ ْﻌﮭَﺎ ﺛُ ﱠﻢ ﻟِﯿُﻤْﺴِ ْﻜﮭَﺎ ﺣَ ﺘﱠﻰ ﺗ‬
‫ﺻﻠﱠﻰ ﱠ‬
َ
‫ﻖ‬
َ ‫ﷲُ أَنْ ﺗُﻄَﻠﱠ‬
‫ﻚ ا ْﻟ ِﻌ ﱠﺪةُ اﻟﱠﺘِﻲ أَ َﻣ َﺮ ﱠ‬
َ ‫ﻖ ﻗَ ْﺒ َﻞ أَنْ ﯾَﻤَﺲﱠ ﻓَﺘِ ْﻠ‬
َ ‫ﻚ ﺑَ ْﻌ ُﺪ َوإِنْ ﺷَﺎ َء طَﻠﱠ‬
َ ‫إِنْ ﺷَﺎ َء أَ ْﻣ َﺴ‬
‫ﻟَﮭَﺎ اﻟﻨﱢﺴَﺎ ُء‬

Artinya :

Telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Abdullah ia berakta; Telah
menceritakan kepadaku Malik dari Nafi' dari Abdullah bin Umar
radliallahu 'anhuma, bahwa pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam, ia pernah menceraikan isterinya dalam keadaan haid, maka
Umar bin Al Khaththab pun menanyakan hal itu kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Perintahkanlah agar ia segera meruju'nya, lalu menahannya
hingga ia suci dan haid kembali kemudian suci. Maka pada saat itu, bila ia

4
5

Kementrian Agama R.I., Al-Quran dan Terjemahnya, h. 38
Kementrian Agama R.I., Al-Quran dan Terjemahnya,, h. 424

13

mau, ia boleh menahannya, dan bila ingin, ia juga boleh menceraikannya.
Itulah Al Iddah yang diperintahkan oleh Allah untuk mentalak isteri."6
Hadis riwayat Muslim :

‫ﺲ ﻋَﻦْ ﻧَﺎﻓِ ٍﻊ ﻋَﻦْ ا ْﺑ ِﻦ‬
ٍ َ‫ﻚ ْﺑ ِﻦ أَﻧ‬
ِ ِ‫َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ﯾَﺤْ ﯿَﻰ ﺑْﻦُ ﯾَﺤْ ﯿَﻰ اﻟﺘﱠﻤِﯿﻤِﻲﱡ ﻗَﺎ َل ﻗَ َﺮأْتُ َﻋﻠَﻰ ﻣَﺎﻟ‬
‫ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻓَ َﺴﺄ َ َل‬
‫ﺻﻠﱠﻰ ﱠ‬
َ ِ‫ﷲ‬
‫ﻖ ا ْﻣ َﺮأَﺗَﮫُ َو ِھ َﻲ َﺣﺎﺋِﺾٌ ﻓِﻲ َﻋ ْﮭ ِﺪ َرﺳُﻮ ِل ﱠ‬
َ ‫ُﻋ َﻤ َﺮأَﻧﱠﮫُ طَﻠﱠ‬
‫ﺼﻠﱠﻰ‬
َ ‫ُﻮﻻﻟﻠﱠ ِﮭ‬
ُ ‫ﻚ ﻓَﻘَﺎ َل ﻟَﮫُ َرﺳ‬
َ ِ‫ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻋَﻦْ َذﻟ‬
‫ﺻﻠﱠﻰ ﱠ‬
َ ِ‫ﷲ‬
‫ب َرﺳُﻮ َل ﱠ‬
ِ ‫ُﻋ َﻤ ُﺮ ﺑْﻦُ اﻟْﺨَ ﻄﱠﺎ‬
‫ﻄﮭُﺮَ ﺛُ ﱠﻢ إِ ْﻧﺸَﺎ َء‬
ْ َ‫ﻄﮭُ َﺮ ﺛُ ﱠﻢ ﺗَﺤِ ﯿﺾَ ﺛُ ﱠﻢ ﺗ‬
ْ َ‫ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻣُﺮْ هُ ﻓَ ْﻠﯿُ َﺮا ِﺟ ْﻌﮭَﺎ ﺛُ ﱠﻢ ﻟِﯿَ ْﺘ ُﺮ ْﻛﮭَﺎ ﺣَ ﺘﱠﻰ ﺗ‬
‫ﱠ‬
‫ﻖ‬
َ ‫ﷲُ َﻋ ﱠﺰ وَ َﺟ ﱠﻞ أَنْ ﯾُﻄَﻠﱠ‬
‫ﻚ ا ْﻟ ِﻌ ﱠﺪةُ اﻟﱠﺘِﻲ أَ َﻣ َﺮ ﱠ‬
َ ‫ﻖ ﻗَ ْﺒ َﻞ أَنْ ﯾَﻤَﺲﱠ ﻓَﺘِ ْﻠ‬
َ ‫ﻚ ﺑَ ْﻌ ُﺪ َوإِنْ ﺷَﺎ َء طَﻠﱠ‬
َ ‫أَ ْﻣ َﺴ‬
‫ﻟَﮭَﺎ اﻟﻨﱢﺴَﺎ ُء‬
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya At Tamimi dia
berkata; Saya membaca di hadapan Malik bin Anas dari Nafi' dari Ibnu
Umar bahwa di masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dia pernah
menceraikan istrinya, padahal istrinya sedang haidllh, lantas Umar bin
Khatthab menanyakan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
mengenai hal itu, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda
kepadanya: "Perintahkanlah dia (Ibnu Umar) untuk kembali (meruju')
kepadanya, kemudian tunggulah sampai dia suci, lalu dia haidl kemudian
suci kembali, setelah itu jika dia masih ingin bersamanya, (dia boleh
bersamanya) atau jika dia berkehendak, dia boleh menceraikannya
sebelum dia menggaulinya, itulah maksud iddah yang di perintahkan Allah
Azza Wa Jalla dalam menceraikan wanita."7
Dalil-dalil diatas menunjukkan bahwa iddah ialah masa tunggu perempuan
setelah diceraikan atau ditinggal mati suami (cerai mati), perbedaan ketentuan
waktu ditetapkan sesuai jenis-jenis iddah yang berlaku.
B. Macam-macam Iddah
Secara umum, pembagian iddah sebagai berikut:
a. iddah seorang isteri yang masih mengalami haid yaitu dengan tiga kali Haid
b. Iddah seorang isteri yang sudah tidak haid (menopause) yaitu tiga bulan:
1) Iddah seorang isteri yang ditinggal mati oleh suaminya adalah empat bulan

sepuluh hari jika ia tidak dalam keadaan hamil.

6

Lidwa Pusaka, Ensiklopedi Hadis Kitab 9 Imam, [CD ROM], Shahih Bukhari

hadis no. 4850

7

hadis no. 2675.

Lidwa Pusaka, Ensiklopedi Hadis Kitab 9 Imam, [CD ROM], Shahih Muslim

14

2) Iddah seorang isteri yang hamil yaitu sampai melahirkan Dari keempat

bagian itu jika diperincikan terbagi menjadi:
a) Iddah berdasarkan haid Apabila terjadi putus perkawinan disebabkan
karena talaq, baik raj’i maupun ba’in, baik ba’in sughra maupun kubra atau
karena fasakh seperti murtadnya suami atau khiyar bulug dari perempuan
sedangkan isteri masih mengalami haid maka iddahnya dengan tiga kali haid.
Sekalipun ketentuan ini harus memenuhi syarat. Selain itu ada pula ketentuan
bahwa iddah berdasarkan haid juga berkaitan dengan isteri yang ditinggal mati
oleh suaminya dan ia tidak dalam keadaan hamil dalam dua keadaan. Pertama,
apabila ia dicampuri secara syubhat dan sebelum putus perkawinannya suaminya
meninggal maka ia wajib beriddah berdasarkan haid. Kedua, apabila akadnya
fasid dan suaminya meninggal maka ia beriddah dengan berdasarkan haid tidak
dengan empat bulan sepuluh hari yang merupakan iddah atas kematian suami
karena hikmah iddah di sini adalah untuk mengetahui kebersihan rahim dan tidak
untuk berduka terhadap suami karena dalam hal mencampuri secara syubhat
tidak ada suami dan dalam akad yang fasid tidak ada suami secara syari maka
tidak wajib berduka atas suami.
b) Iddah berdasarkan bilangan bulan Apabila perempuan (istri) merdeka
dalam keadaan tidak hamil dan telah dicampuri baik secara hakiki atau hukmi
dalam bentuk perkawinan sahih dan dia tidak mengalami haid karena sebab
apapun baik karena dia masih belum dewasa atau sudah dewasa tetapi telah
menopause yaitu sekitar umur 55 tahun atau telah mencapai umur 15 tahun dan
belum haid kemudian putus perkawinan antara dia dengan suaminya karena
talak, atau fasakh atau berdasarkan sebab-sebab yang lain maka iddahnya adalah
tiga bulan penuh berdasarkan firman Allah dalam Q.S. at-Talaq/65: 4:

15

            
              
 
Terjemahnya:
Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara
perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya),
Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuanperempuan yang tidak haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu
iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan
barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan
baginya kemudahan dalam urusannya.8
Dalam hal ini bagi perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya dan ia
tidak dalam keadaan hamil dan masih mengalami haid Iddahnya empat bulan
sepuluh hari berdasarkan firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah /2 : 234:

           
   