EKSISTENSI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DALAM STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH

  148

EKSISTENSI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

(PPNS) DALAM STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH

  

Firdaus

  Fakult as Hukum Universit as Sult an Ageng Tirt ayasa Bant en E-mail:

  

Abst r act

The i mpl ement at i on of wi dest aut onomi be impl i cat i on t o t he among incr ease l ocal gover nment

busi ness. Gover nment busi ness wit h t r ansf er r ed and af t er war d become t ask and aut hor i t y of local

gover nment , not spar se t o r equir e t he pr ovi sions of cr i mi nal sanct i ons i n or der t o enf or ce val ue and

i nt er est of l aw who want t o be pr ot ect ed by a l ocal l egal pr oduct commonl y ment ioned wit h Local

Regul at i on. One of inst i t ut i ons i nst r umen i n or der t o enf or ce Local Regul at i on by be cont ai n cr i -

mi nal sanct ion i s est abl i shment of of f i cer invest i gat or s speci f i cal l y pl aced i n t he l ocal and given t he

t ask of det ect ion and i nvest igat ion t o t he possi bi l i t y of t he of f enses happen such as r ugul at ed i n t he

l ocal r egul at ion. The of f i cer i nvest i gat or t ask i n t he l ocal r egul at ion enf or ce, be coinci de doubt Of -

f i cer i nvest i gat or posit i on i n t he l ocal gover nment st r uct ur e, whet her as l ocal of f i cer or cent r al

of f i -cer i n t he l ocal ? The appear ment ioned quest ion wi t h r emember of of f i cer i nvest i gat or t ask and

au-t hor it y i ncl ude of cent r al gover nment busi ness cat egor y at t he j udi ci al ar ea. Key wor ds: l ocal r egul at ions and civi l i nvest i gat or .

  

Abst rak

  Pelaksanaan ot onomi seluas-luasnya berimplikasi t erhadap meningkat nya j umlah urusan pemerint ahan daerah. Urusan-urusan Pemerint ah yang diserahkan dan kemudian menj adi t ugas dan wewenang pemerint ahan daerah, t idak j arang membut uhkan ket ent uan-ket ent uan sanksi pidana dalam rangka menegakkan nilai dan kepent ingan hukum yang hendak dilindungi oleh suat u produk hukum daerah yang lazim disebut dengan Perat uran Daerah. Salah sat u perangkat kelembagaan dalam rangka menegakkan perat uran daerah yang memuat sanksi pidana adalah dibent uknya PPNS yang secara khusus di t empat kan di daerah dan diber i t ugas melakukan penyelidikan dan penyidikan t erhadap kemungkinan t erj adinya t indak pidana sebagaimana diat ur dalam suat u perat uran daerah. Tugas PPNS dalam rangka penegakan perat uran daerah, secara bersamaan mempert anyakan kedudukan PPNS dalam st rukt ur pemerint ahan daerah apakah sebagai pej abat daerah at au pej abat pusat di daerah? Pert anyaan t ersebut muncul dengan mengingat t ugas dan wewenang PPNS t ermasuk dalam kat egori urusan Pemerint ah Pusat di bidang yust isi.

  Kat a kunci: Perat uran Daerah dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil.

  

Pendahuluan Pemerint ah Pusat mendesent ralisasikan bebera-

  Ot onomi sebagai konsekuensi demokrat i- pa urusan pemerint ahan kepada pemerint ahan sasi pemerint ahan yang bergulir sej ak ref ormasi daerah unt uk dikelolah secara mandiri berdasar- 1998 menyebabkan pemerint ah daerah menga- kan prakarsa sendiri sesuai dengan kondisi ma-

  2

  lami peningkat an j umlah urusan yang harus di- sing-masing daerah. Penyelenggaraan urusan t angani dan dipert anggungj awabkan bagi t erwu- pemerint ahan berdasarkan prakarsa sendiri ber-

  1

  j udnya masyarakat adil dan makmur. Mening- art i penyelenggaraan urusan mulai dari t ingkat kat nya j umlah urusan pemerint ahan daerah t id- perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan ak lain karena t unt ut an ot onomi yang memaksa 2 H. M. Laica Marzuki , “ Hakikat Desent r al isasi Dal am Sis- 1 t em Ket at anegaraan Indonesi a” , Jur nal Konst i t usi , Vol .

  Syari f Hi dayat , 2007, Too Much Too Soon; Local St at e

  4 No. 1, Maret 2007, Jakart a: MKRI, hl m. 7-14; Syarif Hi- El i t e’ s Per spect i ve on and The Puzzl e of Cont empor ar y dayat , “ Desent r al isasi dan Ot onomi Dal am Per spekt i f Indonesi an Regi onal Aut onomy Pol i cy, Jakart a: Raj awal i St at e-Societ y Rel at ion” , Jur nal Poel i t i k, Vol . 1 No. 1, Eksist ensi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dal am St rukt ur Pemerint ahan Daerah 149

  sampai dengan pengawasan dilakukan oleh pe- rangkat pemerint ahan daerah it u sendiri guna mengakomodasi keanekaragaman nilai dari ke- pent ingan lokal masing-masing daerah.

  lenggaraan urusan pemerint ahan daerah t idak lant as bermakna pemerint ahan daerah dapat bert indak sebebas-bebasnya t et api t et ap senan- t iasa dalam bat as-bat as pembagian kewenangan ant ara pemerint ah pusat dan daerah dalam Ne- gara Kesat uan Republik Indonesia

  4 .

  Besarnya urusan pemerint ahan daerah da- lam penyelenggaraan ot onomi melahirkan ber- bagai perat uran daerah (Perda) dan perat uran kepala daerah sebagai sarana hukum dalam me- nyelenggarakan pemerint ahan di daerah. Tidak j arang di ant ara Perda t ersebut mencipt akan berbagai ket ent uan yang membebankan, sanksi, baik yang bersif at administ rasi maupun pidana. Pembebanan sanksi dalam lapangan hukum ad- minist rasi mungkin t idak t erlalu menj adi soal, sebab penegakan dalam lapangan hukum admi- nist rasi senant iasa berdiri di at as praduga r echt -

  mat i ghei d yang mana seluruh t indakan pej abat

  t at a usaha negara dianggap berdasarkan hukum ( onr echt mat i ge) sampai t erdapat keput usan hu- kum lain yang membat alkan sepert i keput usan pej abat yang mengeluarkan keput usan at au pe- j abat yang lebih t inggi at au keput usan pengadil- an, baik peradilan administ rasi maupun dalam peradilan umum. Berbeda halnya dengan pem- bebanan sanksi pidana oleh suat u perda dimana proses penegakannya membut uhkan keahlian khusus dalam lapangan penyidikan unt uk mem- bukt ikan t erj adinya perbuat an melawan hukum pidana yang secara umum bersif at pelanggaran yang dapat mengganggu ket ent raman dan ket er- t iban umum.

  Keberadaan Perda yang membebankan sanksi pidana, mendorong munculnya gagasan unt uk membent uk Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan pemerint ahan daerah, bah- kan f akt anya, menunj ukkan beberapa daerah 3 Johan Erwin Ishar yant o, “ Upaya Pemberl akuan Hukum

  Negara Dal am Komunit as Lokal ” , Jur nal Medi a Hukum, Vol . 13 No. 1, Juni 2006, Yogyakart a: FH UMY, hl m. 61-

  73. 4 Wasist o Raharj o Jat i, “ Inkonsi st ensi Par adigma Ot onomi Daer ah di Indonesia: Dil ema Sent r al i sasi at au Desent ra- l isasi ” , Jur nal Konst i t usi , Vol . 9 No. 4, Desember 2012,

  t elah membent uk perda t ent ang PPNS di ling- kungan pemerint ahan daerah. Permasalahan yang muncul kemudian adalah bagaimana kedu- dukan PPNS dalam st rukt ur pemerint ahan dae- rah? Permasalahan t ent ang kedudukan PPNS da- lam st rukt ur pemerint ahan daerah berkait an de- ngan keberadaan PPNS it u sendiri sebagai ba- gian dari sist em peradilan pidana. Ket ent uan

3 Penye-

  Pasal 1 angka 1 UU No. 8 Tahun 1981 t ent ang Hukum Acara Pidana Bab I Ket ent uan Umum mengat ur bahwa penyidik adalah pej abat polisi negara Republik Indonesia at au pej abat pegawai negeri sipil t ert ent u yang diberi wewenang khu- sus oleh undang-undang unt uk melakukan penyi- dikan. Ket ent uan lebih lanj ut mengenai hal t er- sebut diat ur dalam Pasal 6 ayat (1) UU No. 8 Ta- hun 1981 yang membedakan penyidik menj adi dua, yait u pej abat polisi negara Republik Indo- nesia dan pej abat pegawai negeri sipil t ert ent u yang diberi wewenang khusus oleh undang-un- dang. Pasal 7 ayat (2) memberikan kewenangan kepada PPNS, di mana PPNS mempunyai wewe- nang sesuai undang-undang yang menj adi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksana- an t ugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik sebagaimana diat ur da- lam Pasal 6 ayat (1) huruf a.

  Berdasarkan ket ent uan Pasal 6 ayat (1) huruf b UU 8 Tahun 1981, dapat disimpulkan bahwa PPNS adalah pej abat pegawai negeri sipil yang diberi wewenang khusus oleh undang-un- dang. Wewenang khusus yang dimaksud adalah wewenang penyidikan sesuai dengan undang- undang sebagai dasar hukum dalam pelaksanaan t ugasnya masing-masing. Hal t ersebut menegas- kan bahwa f ungsi, t ugas dan wewenang penyi- dikan sesungguhnya melekat pada pej abat Ke- polisian Negara Republik Indonesia, sedangkan PPNS adalah pegawai negeri sipil yang diberi t u- gas dan wewenang khusus unt uk melaksanakan penyidikan sesuai dengan undang-undang yang menj adi dasar hukum dalam melaksanakan t u- gasnya. Pengangkat an PPNS secara f ungsional dit uj ukan khusus unt uk melakukan penyidikan pada bidang-bidang t ert ent u sesuai dengan un- dang-undang yang menj adi dasar hukum pelak- sanaan t ugasnya.

  150 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 13 No. 1 Januari 2013

  Perdabat annya kemudian t ert uj u pada

  Pasal 149 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004 t en- t ang Pemerint ahan Daerah yang mengat ur bah- wa melalui Perda dapat j uga dit unj uk pej abat lain yang diberi t ugas unt uk melakukan penyi- dikan t erhadap pelanggaran at as ket ent uan Per- da. Ket ent uan t ersebut secara t idak langsung memberi wewenang kepada daerah melalui Per- da unt uk menunj uk pej abat penyidik yang diberi t ugas melakukan penyidikan t erhadap pelang- garan Perda. Pasal t ersebut t ampak berada pa- da posisi diamet ral dengan Pasal 10 ayat (3) hu- ruf d UU No. 32 Tahun 2004, hal mana pej abat penyidik t ermasuk dalam lingkup urusan peme- rint ah pusat di bidang yust isi. Posisi diamet ral dua pasal t ersebut menimbul pert anyaan ant ara lain: per t ama, bagaimana ruang lingkup kewe- nangan daerah dalam menunj uk pej abat lain un- t uk diberi t ugas melakukan penyidikan t erhadap pelanggaran Perda; dan k edua, bagaimana ke- dudukan PPNS yang dit unj uk melalui Perda un- t uk melakukan penyidikan t erhadap pelanggaran Perda dalam st rukt ur pemerint ahan daerah?

  Pembahasan Perda dan Penegakannya dalam Era Ot onomi

  Perat uran daerah adalah suat u bent uk produk hukum pemerint ahan daerah dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerint ahan daerah berlandaskan pada asas ot onomi dan t u- gas pembant uan. Suat u Perda, secara subst ansi dapat memuat ket ent uan ant ara lain: per t ama, menyangkut hal-hal yang t erkait dengan asas o- t onomi; dan kedua, hal-hal yang t erkait dengan t ugas pembant uan. Hal-hal yang t erkait dengan asas ot onomi meruj uk pada seluruh urusan pe- merint ahan yang t elah didesent ralisasikan, se- hingga penyelenggaraan suat u urusan pemerin- t ahan memiliki deraj at kemandirian yang cukup t inggi berdasarkan prakarsa sendiri sesuai de- ngan aspirasi masyarakat daerah.

  manif est asi ot onomi lebih t ampak sebagai sis- t em yang mandiri. Hal-hal yang t erkait dengan 5 Suryant o, “ Penggambaran Per masal ahan Penyel enggara-

  an Ot onomi Daerah Dal am Medi a Cet ak; St udi Anal isi s Wacana Krit is Terhadap Berit a-Berit a Ot onomi Daerah” , Jur nal Desent r al i sasi , Vol . 6 No. 4, Tahun 2005, Jakar- t a: Pusat Kaj ian Kiner j a Ot onomi Daerah Lembaga Ad-

  t ugas pembant uan berisi ket ent uan yang ber- sif at at uran pelaksana dari ket ent uan perun- dang-undangan yang deraj at nya lebih t inggi, na- mun ket ent uan t ersebut secara t eknis t et ap di- sesuaikan dengan kondisi masyarakat daerah se- t empat .

  6 Pemilahan mat eri muat an Perda ber-

  dasarkan asas ot onomi dan t ugas pembant uan sekedar memudahkan dalam menganalisis, se- bab bagaimanapun keberadaan Perda merupa- kan subsist em perat uran-perundangan secara nasional.

  Ket ent uan Pasal 18 ayat (2) UUD 1945 mengat ur bahwa pemerint ahan daerah provinsi, kabupat en dan kot a mengat ur dan mengurus sendiri urusan pemerint ahan menurut asas ot o- nomi dan t ugas pembant uan, selanj ut nya ayat (5) mengat ur bahwa pemerint ah daerah menj a- lankan ot onomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerint ahan yang oleh undang-undang dit en- t ukan sebagai urusan pusat . Dalam rangka me- laksanakan ot onomi dan t ugas pembant uan, pe- merint ahan daerah diberi hak oleh Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 unt uk menet apkan Perda dan per- at uran-perat uran lainnya. Wewenang unt uk me- net apkan Perda diat ur lebih lanj ut dalam Bab VI Perat uran Daerah dan Perat uran Kepala Daerah Pasal 136 dan Pasal 146 UU No. 32 Tahun 2004. Dalam rangka penegakan Perda, Pasal 143 UU No. 32 Tahun 2004 mengat ur bahwa: per t ama, Perda dapat memuat ket ent uan t ent ang pembe- banan biaya paksaan penegakan hukum, selu- ruhnya at au sebagian kepada pelanggar sesuai dengan perat uran perundangan; kedua, Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan at au denda paling banyak Rp. 50. 000. 000, 00 (lima puluh j ut a rupiah); ket i -

  ga, Perda dapat memuat ancaman pidana at au

  denda selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan yang diat ur dalam perat uran perundangan lainnya.

5 Perda sebagai

  Berdasarkan ket ent uan t ersebut Perda di- mungkinkan memuat suat u ancaman pidana ku- rungan maksimum enam bulan dan denda paling banyak Rp. 50. 000. 000, 00 (lima puluh j ut a rupi- ah). Tidak heran j ika dalam prakt eknya t erda- 6 Sunarno Danusast ro, Penyusunan Pr ogr am Legi sl asi Dae-

  r ah, Jurnal Konst it usi, Vol . 9 No. 4, Desember 2012, Ja- Eksist ensi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dal am St rukt ur Pemerint ahan Daerah 151

  pat banyak Perda yang memuat ancaman pidana sebagaimana ket ent uan t ersebut di at as, sepert i Perda t ent ang ket ert iban umum, perda t ent ang larang pelacuran, perda t ent ang larangan perj u- dian, perda t ent ang kesusilaan perda t ent ang larangan minuman keras dan lain-lain sebagai- nya. Aspek-aspek t ersebut , secara umum se- sungguhnya t elah diat ur dalam buku ket iga Ki- t ab Undang-undang Hukum Pidana Tent ang Pe- langgaran, t et api secara umum ket ent uan yang t erdapat didalamnya sudah cukup t ert inggal de- ngan perkembangan saat ini. Selain it u, ot onomi daerah sebagaimana diat ur dalam UU No. 32 Ta- hun 2004, mewaj ibkan daerah baik provinsi maupun kabubat en dan kot a unt uk menyeleng- garakan ket ert iban umum dan ket ent raman ma- syarakat .

  Penyelenggaraan ket ert iban umum dan ket ent raman masyarakat sesungguhnya meru- pakan urusan pemerint ah. Urusan t ersebut ke- mudian didesent ralisasi kepada daerah ot onom. Sebagai urusan yang didesent ralisasikan, me- nyebabkan daerah dimungkinkan unt uk secara mandiri mengat ur t eknis pelasanaan urusan t er- sebut . Bent uk hukum penyelenggaraan urusan yang disent ralisasikan diat ur lebih lanj ut dalam Perat uran Daerah. Dalam rangka menegakkan ket ert iban umum dan ket ent raman masyarakat , t idak j arang Perda membebankan sanksi baik sangsi administ rasi maupun sanksi pidana. Pem- bebanan sanksi pidana at as perda membut uhkan t enaga-t enaga prof esional sebagai penegak hu- kum dan secara t akt is menj adi bagian dari st rukt ur pemerint ahan daerah.

7 Hal t ersebut

  menimbulkan dilema t ersendiri ant ara wewe- nang penyelenggaraan ket ert iban umum dan ke- t ent raman masyarakat yang menj adi urusan pe- merint ahan daerah pada sat u sisi t et api pada si- si lainnya pengankat an dan pembent ukan penyi- dik t ermasuk dalam lingkup urusan Pemerint ah pusat di bidang yust isi. Dalam ikht iar menj awab dilema t ersebut , Pasal 149 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004 memberi ruang kepada daerah me- 7 Zudan Ar if Fakrul l oh, “ Penegakan Hukum Sebagai Pel u- ang Mencipt akan Keadil an” , Jur nal Jur i spr udence, Vol .

  2 No. 1, Maret 2005, Surakart a: MIH UMS, hl m. 22-34; Nurul Qamar, “ Supremasi Hukum dan Penegakan Hu- kum” , Jur nal Il mi ah Ishl ah, Vol . 13 No. 2, Mei-Agust us

  lalui Perda unt uk menunj uk pej abat yang diberi t ugas melakukan penyidikan t erhadap pelang- garan at as ket ent uan Perda. Apakah ket ent uan t ersebut sebagai suat u pengecualian dari Pasal 10 ayat (3) huruf d UU No. 32 Tahun 2004?. Pemberian kewenangan kepada daerah unt uk menunj uk pej abat yang diberi t ugas menyidik a- t as pelanggaran Perda, apabila dit elaah secara cermat , maka t ampak sebagai sat u pengecu- alian. Namun demikian, kat egori pej abat yang dit unj uk t idak cukup j elas dalam konst ruksi pa- sal t ersebut maupun dalam penj elasannya. Apa- kah kat egori pej abat yang dimaksud adalah pe- j abat penyidik yang t elah diangkat sebagai pe- nyidik oleh Ment eri Hukum dan Hak Asasi Ma- nusia at au pej abat birokrasi biasa yang dit unj uk oleh Perda unt uk diberi t ugas penyidikan dalam penegakan perda? Hal ini t ampaknya t idak ada penj elasan lengkap at as Pasal 149 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004, t et api apabila diperhat ikan konst ruksi kalimat dan ist ilah yang digunakan, t idak dit emukan sat u kat a yang mengisyarat kan adanya kewenangan daerah unt uk membent uk dan mengangkat PPNS. Daerah melalui perda hanya dimungkinkan menunj uk pej abat unt uk melaksanakan t ugas penyidikan t erhadap pe- langgaran perda. Tugas penyidikan membut uh- kan ket erampilan dan keahlian t ert ent u dan o- leh sebab it u, pengangkat an PPNS diperlukan syarat t ert ent u dan dilakukan oleh Ment eri Hu- kum dan HAM. Kat a “ menunj uk pej abat ” yang dimungkinkan kepada daerah melalui perda se- bagaimana dimaksud Pasal 149 ayat (3) adalah bukan pej abat pada umumnya, t et api pegawai negeri sipil di lingkungan pemerinat ah daerah yang t elah diangkat dan dilant ik menj adi PPNS oleh pemerint ah yang dilaksanakan oleh Ment eri Hukum dan HAM. Pemberian wewenang kepada daerah unt uk menunj uk pej abat penyidik, di- maksudkan sebagai sat u perangkat pendukung dalam peningkat an kapasit as ( capaci t y bui l di ng) pemerint ah daerah dalam penyelenggaraan pe- merint ahan, khususnya penegakan Perda yang memuat sanksi pidana

  8 . 8 Al ex Nunn, “ The Capacit y Buil di ng Programme f or En- gl ish Local Government : Eval uat ing Mechanisms f or Del i-

  152 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 13 No. 1 Januari 2013

  Berbagai Ket entuan Tent ang PPNS dan PPNS di Daerah

  PPNS adalah pej abat pegawai negeri sipil yang diberi wewenang khusus oleh undang-un- dang. Def inisi t ersebut dit emukan dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b UU Nomor 8 Tahun 1981, selan- j ut nya pada Pasal 7 ayat (3) menent ukan kewe- nangan PPNS sesuai dengan perat uran perun- dang-undangan yang menj adi dasar hukum da- lam melaksanakan t ugas masing-masing. Pelak- sanaan t ugas PPNS senant iasa berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik kepolisian. Ket ent uan yang t erdapat dalam UU No. 8 Tahun 1981, kemudian diat ur lebih dalam PP No. 27 Tahun 1983 Tent ang Pelaksanaan Kit ab Undang- undang Hukum Acara Pidana. Pada Pasal 2 ayat (1) huruf b menent ukan bahwa unt uk menj adi PPNS minimal berpangkat Pengat ur Muda Ting- kat I (Golongan II/ b) at au disamakan dengan i- t u. Pengangkat an PPNS diangkat oleh Ment eri Kehakiman at as usul depart emen yang memba- wahi pegawai negeri yang bersangkut an di mana sebelum pengangkat an t erlebih dahulu mende- ngar pert imbangan Jaksa Agung dan Kepala Ke- polisian Republik Indonesia. Dalam rangka me- nyesuaikan dengan perkembangan proses pene- gakan hukum, PP No. 27 Tahun 1983 diubah de- ngan PP No. 58 Tahun 2010. Secara khusus da- lam perubahan t ersebut menambahkan sat u ke- t ent uan pada Pasal 1 angka 6 mengenai PPNS yang merumuskan:

  Pej abat Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanj ut nya disebut pej abat PPNS a- dalah pegawai negeri sipil t ert ent u se- bagaimana dimaksud dalam KUHAP, baik yang berada di pusat maupun daerah yang diberi wewenang khusus oleh undang-un- dang. Krit eria unt uk diangkat PPNS diat ur lebih leng- kap dalam Pasal 3A ayat (1) PP No. 85 Tahun 2010 meliput i: per t ama, masa kerj a sebagai pe- gawai negeri sipil paling singkat 2 (dua) t ahun;

  kedua, berpangkat paling rendah Penat a Mu-

  da/ golongan III/ a; ket i ga, berpendidikan paling rendah sarj ana hukum at au sarj ana lain yang se-

  Gover nment St udi es, Vol . 33 No. 3, Juni 2007, Rout l ed-

  t ara; keempat , bert ugas di bidang t eknis opera- sional penegakan hukum; kel i ma, sehat j asmani dan rohani yang dibukt ikan dengan surat ket e- rangan dokt er pada rumah sakit pemerint ah;

  keenam, set iap unsur penilaian pelaksanaan pe-

  kerj aan dalam Daf t ar Penilaian Pelaksanaan Pe- kerj aan pegawai negeri sipil paling sedikit ber- nilai baik dalam 2 (dua) t ahun t erakhir; dan ke-

  t uj uh, mengikut i dan lulus pendidikan dan pe-

  lat ihan di bidang penyidikan. Persyarat an per- t ama dampai dengan keenam diaj ukan kepada Ment eri Hukum dan Hak Asasi Manusia pimpinan kement erian at au lembaga pemerint ah nonke- ment erian yang membawahi pegawai negeri si- pil yang bersangkut an, sedangkan persyarat an ket uj uh diselenggarakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia bekerj asama dengan inst ansi t erkait (Pasal 3A ayat (3)). Persyarat an lainnya adalah calon pej abat PPNS harus mendapat per- t imbangan dari Kepala Kepolisian Negara Repub- lik Indonesia dan Jaksa Agung Republik Indone- sia. Set elah seluruh persyarat an t erpenuhi pe- ngangkat an pej abat PPNS dilakukan oleh Ment e- ri Hukum dan Hak Asasi Manusia at as usul dari pimpinan kement erian at au lembaga pemerin- t ah nonkement erian yang membawahi pegawai negeri sipil t ersebut .

  Perundang-undangan lainnya yang menga- t ur masalah PPNS adalah Pasal 1 angka 11 UU No. 2 Tahun 2002 t ent ang Kepolisian Negara yang merumuskan:

  Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah pe- j abat pegawai negeri sipil t ert ent u yang berdasarkan perat uran perundang-unda- ngan dit unj uk selaku penyidik dan mem- punyai wewenang unt uk melakukan pe- nyidikan t indak pidana dalam lingkup un- dang-undang yang menj adi dasar hukum- nya masing-masing.

  Undang-undang t ersebut mengat ur pula menge- nai koordinasi, pengawasan, dan pembinaan t eknis t erhadap kepolisian khusus, PPNS dan bent uk-bent uk pengamanan swakarsa sebagai bagian dari upaya dalam melaksanakan t ugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia. Tindak lanj ut at as ket ent uan t ersebut oleh Ke- pala Kepolisian Negara Republik Indonesia me- ngeluarkan Perat uran Kepala Kepolisian No. 20 Eksist ensi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dal am St rukt ur Pemerint ahan Daerah 153

  Tahun 2010 t ent ang Koordinasi, Pengawasan dan Pembinaan Peniyidikan Bagi Penyidik Pega- wai Negeri Sipil.

  Penyebut an PPNS di daerah, secara spesi- f ik diat ur pada Pasal 1 angka 6 PP No. 58 Tahun 2010. Dalam ket ent uan t ersebut dsebut kan bah- wa PPNS adalah pegawai negeri sipil t ert ent u sebagaimana dimaksud dalam KUHAP, baik yang berada di pusat maupun daerah yang diberi we- wenang khusus oleh undang-undang. Landasan pengorganisasian PPNS di daerah sebagaimana disebut dalam PP No. 58 Tahun 2010 lebih lan- j ut diat ur dalam Perat uran Ment eri Dalam Nege- ri No. 41 Tahun 2010 t ent ang Organisasi dan Ta- t a Kerj a Kement erian Dalam Negeri. Kebera- daan PPNS secara khusus disebut kan dalam Ba- gian Keenam Direkt orat Polisi Pamong Praj a dan Perlindungan Masyarakat . Ket ent uan Pasal 316 huruf d mengat ur bahwa PPNS sebagai salah sa- t u subdirekt orat di ant ara lima subdirekt orat yang berada di bawah Direkt orat Polisi Pamong Praj a dan Perlindungan Masyarakat , sebelumnya

  Pasal 315 huruf e. menyebut kan bahwa salah sa- t u f ungsi Direkt orat Polisi Pamong Praj a dan Perlindungan Masyarakat adalah penyiapan pe- rumusan kebij akan dan f asilit asi pembinaan PPNS. Subdirekt orat PPNS menyelenggarakan f ungsi: per t ama, penyiapan bahan perumusan kebij akan, f asilit asi dan koordinasi sert a moni- t oring dan evaluasi penyelenggaraan pembinaan operasional penyidik pegawai negeri sipil; dan

  kedua, mempersiapkan bahan perumusan kebi-

  j akan, f asilit asi, koordinasi, monit oring dan eva- luasi, pembinaan dan administ rasi aparat ur pe- nyidik pegawai negeri sipil.

  Ist ilah yang menyebut kan secara langsung PPNS Daerah t erdapat dalam Keput usan Ment eri Dalam Negeri No. 7 Tahun 2003 t ent ang Pedo- man Operasional Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah Dalam Penegakan Perat uran Daerah. Pa- da ket ent uan Pasal 1 angka 1 mengat ur bahwa PPNS Daerah adalah Pej abat Pegawai Negeri Si- pil t ert ent u di lingkungan pemerint ahan daerah yang diberi wewenang khusus oleh undang-un- dang unt uk melakukan penyidikan t erhadap pe- langgarang perat uran daerah. Berdasarkan be- berapa ket ent uan, baik yang lama hingga ke- t ent uan t erbaru, sebagaimana dalam PP No. 58

  Tahun 2010 dan Permendagri No. 41 Tahun 2010 sama sekali t idak dit emukan ist ilah PPNS Daerah sebagaimana dalam Keput usan Mendagri No. 7 Tahun 2003. Hal yang sama j uga t idak dit emu- kan dalam UU No. 32 Tahun 2004 Tent ang Peme- rint ahan Daerah. Pasal 149 ayat (1) mengat ur bahwa Anggot a Sat uan Polisi Pamong Praj a da- pat diangkat sebagai PPNS sesuai dengan pera- t uran perundang-undangan. Penggunaan ist ilah yang berbeda ant ara PPNS Daerah dan PPNS di Daerah dapat menimbulkan t af sir yang berbeda, sehingga dibut uhkan penj elasan khusus dalam ket ent uan umum.

  Kedudukan PPNS dalam St ruktur Pemerint ah- an Daerah

  Kemaj uan peradaban yang t erus berlang- sung dari wakt u ke wakt u di kehidupan masya- rakat , menyebabkan modus t indak pidana kej a- hat an dan pelanggaran j uga t erus mengalami perkembangan. Banyaknya modus t indak pidana dengan beragam cara yang sangat rapih, sist e- mat is, t erencana, rumit dan t idak j arang meng- gunakan ilmu penget ahuan dan t eknologi, me- nunt ut prof esi penyidik harus memiliki kemam- puan dan keahlian t ert ent u guna mengungkap t erj adinya t indak pidana dengan rangkaian pem- bukt ian yang dapat dipert anggungj awabkan. Pe- nyidikan dalam era modern yang berkembang hingga saat ini, bermula dari akt if it as det ekt if di sekit ar ant ara abad XVIII dan IX yang dikenal dengan ist ilah Thief Taker s. Thi ef Taker s t erdiri dari dua suku kat a yakni t hief berart i maling/ pencuri, sedangkan t aker s berart i pengambil, pembeli at au penerima t aruhan. Oleh St ephen Tong mendef inisikan, “ Thief -t aker s wer e i ndivi -

  dual s pr epar ed t o r ecover st ol en pr oper t y f or a r ewar d, announced by t he t own cr i er .

  9 Berda-

  sarkan penj elasan t ersebut , dapat dipahami bahwa t hi ef t aker s merupakan para individu- individu penyedia j asa yang mempersi-apkan diri unt uk bekerj a menerima t ant angan mene- mukan kembali hart a kekayaan yang dicuri de- ngan mendapat kan uang sebagai hadiah. Beker- j anya t hi ef t aker s dimulai saat ada pengu- 9 St ephen Tong, Robi n P. Bryant , Mir anda A. H. Horvat h,

  2009, Under st andi ng Cr i mi nal Invest i gat i on, Oxf ord:

  154 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 13 No. 1 Januari 2013

  t er pr eneur , sert a manopoli yang dilakukan oleh

   14 Virginia J. Hunt er, 1994, Pol i ci ng At hens: Soci al Cont r ol i n t he At t i c Law sui t 420-320 B. C. , New Jer sey: Pr in- cet on Uni versit y Press, hl m. 2-3. 15

  t ugas-t ugas t ersebut memposisikan kepolisian sebagai bagian dari t ugas-t ugas Pemerint ah t er- ut ama menegakkan perat uran perundang-unda- ngan dan berbagai kebij akan pemerint ah yang menyangkut kesej aht eraan rakyat , sedangkan penyidikan at as pelanggaran perat uran perun- dang-undangan t erut ama hal-hal yang bersif at t indak pidana t ampaknya menj adi bagian dari f ungsi peradilan dan oleh karena it u, organ pe- nyidikan menj adi organ yang dit empat kan di ba- wah ot orit as pengadilan. Tidak dapat dipungkiri 12 Ibi d. 13

  15 Rangkaian at as

  Kepolisian dalam kesan sej arah yang di- gambarkan oleh Virginia J. Hunt er t erkait de- ngan penj agaan ket ert iban, keamanan dan ke- t ent raman masyarakat kot a.

  t ersebut memberi gambaran bahwa f ungsi pe- nyidikan dalam perkembangannya t idak ident ik dengan inst it usi kepolisian melainkan suat u t u- gas t ersendiri dibawa ot orit as pengadilan.

  14 Narasi

  kan j ulukan t erhadap lembaga f ormal oleh kare- na lingkup kerj anya berada di bawa ot orit as pengadilan yang berkant or di Bow St r eet . Pem- ayaran gaj i diberikan oleh pengadilan dengan dana yang bersumber dari pemerint ah pusat . Jauh sebelum pelembagaan secara f ormal f ungsi penyidikan di Inggris, prakt ek yang sama t elah berlangsung di At hena kuno dengan lingkup t u- gas berada di bawa ot orit as pengadilan.

  13 The Bow St r eet Runner s merupa-

  Runner s dengan t ugas menj alankan f ungsi-f ungsi penyidikan.

  t ersebut merupakan polisi prof esional pert ama di Inggris yang dikenal dengan The Bow St r eet

  12 Lembaga

  para pengusaha. Prot es t ersebut mendorong di- bent uknya sat u lembaga prof esional, mandiri dan t erorganisir pada t ahun 1744.

  Gelombang ket idakpuasan masyarakat beruj ung pada prot es t erhadap t hi ef t aker s, ba- ik karena kinerj a yang t idak prof esional maupun karena manopoli yang dilakukan oleh pr ivat en-

  muman dari pet ugas kot a dengan pola sepert i sayembara berhadiah. Oleh sebab it u, t hief t a-

  konspirasi unt uk memperoleh keunt ungan di- 10 Ibi d. , hl m. 2. 11 banding kerj a prof essional dalam usaha me- nemukan dan mengembalikan hart a kekayaan yang dicuri.

  t hi ef t aker s yang t idak lebih dari rangkaian

  decept ion and deal s ar e done as par t of t he pr ocess of convi ct i ng f el ons and t he r ecover i ng of st olen pr oper t y” .

  “ … t hat negot iat ion, exchangi ng f avour s,

  kan unt uk menemukan kembali hart a kekayaan yang dicuri dengan pembayaran sej umlah uang t ert ent u; kedua, berkembang sebagai inst it usi sosial yang melaksanakan t ugas penyidikan dan berusaha mengungkapkan f akt a-f akt a t erj adinya t indak bidana. Thi ef t aker s kemudian mendak- wanya dengan mot ivasi unt uk meraih prest asi guna meningkat kan karir dan st at us sosialnya di t engah masyarakat . Keberadaan t hi ef t aker s baik berangkat dari mot ivasi bisnis maupun mo- t ivasi prest asi sosial, pada perkembangannya t idak menunj ukkan kinerj a yang baik dalam me- ngat asi maupun menemukan berbagai rangkaian t indak pidana. Hasil penelit ian Hobbs mengemu- kakan bahwa,

  neur ) penyedia j asa penyidik pribadi (pr i vat i n- vet i gat or ) t erhadap siapa saj a yang membut uh-

  da dua area kepet ingan yakni: per t ama, ber- kembang menj adi ruang bisnis ( pr i vat ent er pr e-

  t hief t aker s mengarah pa-

  “ The r ank and f i l e of t hose r ecr ui t s cons- t i t ut ed a di st i nct br eed, but t wo cl ear - cut di f f er ences i n mot ivat ion set some a- par t f r om ot her s. One ki nd wer e hi r e- l i ngs; wi t h mer cenar y mot ives, t hey wo- ul d pl ay bot h si des of t he st r eet . The ot - her ki nd wer e soci al cl i mber s who, i n or - der t o move i nt o r espect abl e societ y, wo- ul d i ncr i mi nat e t hei r conf eder at es”

  dua bent uk yang digambarkan oleh Ost erburg dan Ward sebagai berikut :

  Thi ef t aker s kemudian berkembang dalam

  penerima t ant angan at au t aruhan menemukan pencuri sert a mengembalikan hart a kekayaan yang dicuri unt uk mendapat kan hadiah berupa sej umlah uang.

  ker s sering pula dit erj emahkan dengan orang

10 Perkembangan

11 Simpulan t ersebut mendeskripsikan cara kerj a

  Eksist ensi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dal am St rukt ur Pemerint ahan Daerah 155

  gas dan f ungsi t ersebut merupakan sat u kesa- t uan rangkaian dalam rangka penegakan pene- gakan hukum. Selain penyidik ut ama, t erdapat PPPNS yakni pegawai negeri sipil yang diangkat menj adi penyidik unt uk melakukan penyidikan pada lingkungan kerj a masing-masing berdasar- kan undang-undang yang mengat urnya. Berda- sarkan penj elasan t ersebut dapat disimpulkan bahwa penyidik at au i nvest igat ion dalam bahasa Inggris dan opspor ung dalam bahasa Belanda

  Jur nal Sosi al , Vol . 9 No. 2, Sept ember 2008, Mal ang: Po-

  3, Sept ember 2011, Purwokert o FH Unsoed, hl m. 381- 390; W. M. Herry Susil owat i dan Noor Tri Hast ut i , Kedu- dukan Hi r ar ki Pr osedur Tet ap Bagi Anggot a Kepol i si an Negar a Republ i k Indonesi a Dal am Menangani Ker usuhan Massa dan Hubungannya dengan HAM, Jurnal Perspekt if , Vol . 16 No. 1, Januar i 2011, Surabaya: UWKS, hl m. 1-11. 18 Bambang Sukarj ono, “ Eksi st ensi Penyi dik Pegawai Nege- ri Si pil Dal am Penyi dikan Tindak Pidana Keimigrasian” ,

  bab it u, dalam penegakannya t idak j arang mem- but uhkan t enaga penyidik t ersendiri yang secara personil maupun kelembagaan berada dalam st rukt ur Pemerint ah daerah. Hal demikian t idak berart i bahwa perda t idak t ermasuk dalam sat u- kesat uan t at a hukum nasional dan seakan di luar dari t ugas dan wewenang kepolisian. Na- 17 Agus Raharj o dan Angkasa, Pr of esi onal i sme Pol i si Dal am Penegakan Hukum, Jurnal Dinamika Hukum, Vol . 11 No.

  Era ot onomi daerah yang berlangsung se- t elah ref ormasi 1998 menyebabkan daerah mengalami peningkat an urusan unt uk dikelola secara mandiri berdasarkan prakarsa sendiri. U- rusan-urusan t ersebut diat ur lebih lanj ut dalam berbagai Perda. Tidak sedikit dari perda t erse- but memuat ket ent uan sanksi pidana. Oleh se-

  adalah f ungsi yang dapat diberikan baik kepada seorang polisi at au seorang pegawai negeri sipil unt uk melakukan t ugas-t ugas penyidikan t erkait dengan t erj adinya pelanggaran hukum. Penyidik dapat dit empat kan pada semua t ingkat an peme- rint ahan baik di pusat maupun di daerah dengan t ugas melakukan penyidikan t erhadap pelang- garan perat uran perundang-undangan.

  18

  17 Keseluruhan t u-

  bahwa pengungkapan berbagai kasus t indak pi- dana merupakan sat u rangkaian t ugas dalam menj aga ket ert iban, keamanan dan ket ent ram- an masyarakat . Oleh sebab it u, pada perkem- bangannya f ungsi penyidikan menj adi bagian da- ri t ugas dan wewenang Pemerint ah ( execut i ve) dan secara kelembagaan dilet akkan di bawa ke- polisian. Penyat uan f ungsi penyidikan sebagai bagian dari t ugas-t ugas kepolisian berlangsung di Inggris set elah dibent uknya Cr imi nal Invest i -

  Fungsi penyidik, secara kelembagaan dint egrasi dalam organ kepolisian. Pengit egrasian t ersebut memposisikan inst it usi kepolisian sebagai penyi- dik ut ama, sekaligus menegaskan bahwa f ungsi penyidikan merupakan bagian int egral dari t ug- as-t ugas dalam menj aga keamanan, ket ert iban dan ket ent raman masyarakat .

  Penyidik adalah sebuah f ungsi yang dile- kat kan oleh negara t erhadap seseorang yang di- anggap cakap dan memenuhi kualif ikasi t ert en- t u unt uk melaksanakan t ugas-t ugas t ersebut . 16 St ephen Tong, Robi n P. Bryant , Mir anda A. H. Horvat h,

  Dalam rangka memaksimal t ugas-t ugas penyidikan, penyidik diberi wewenang memerin- t ahkan seseorang berhent i, melakukan penang- kapan, penahanan, penyit aan dokumen dan ba- rang bukt i lainnya yang dicurigai digunakan at au akan digunakan melakukan t indak pidana. We- wenang t ersebut merupakan kekuasaan yang cu- kup besar dan oleh sebab it u, diperlukan peng- awasan unt uk menghindari t erj adinya kesewe- nang-wenangan at au penyalahgunaan wewenang yang berakibat t erlanggarnya hak-hak asasi ma- nusia dan hak-hak warganegara. Prosedur st an- dar pengawasan dalam pelaksanaan penyidikan dilakukan melalui at uran hukum sebagaimana diat ur dalam hukum acara pidana. Hal demikian dilakukan, mengingat proses penyidikan it u sen- diri secara t idak langsung dalam rangka pene- gakan hak-hak asasi manusia dalam pengert ian yang lebih luas. Kewenangan yang besar pada sat u sisi, sert a aspek penegakan dan perlindung- an hukum pada sisi lainnya menyebabkan peng- angkat an penyidik dilakukan dengan krit eria khusus. Wewenang pengangkat an pej abat pe- nyidik t ermasuk dalam lingkup urusan Pemerin- t ah di bidang yust isi.

  bagai met ode penyidikan diperkenalkan, t erma- suk penggunaan ilmu penget ahuan dan t ekno- logi, sepert i ilmu kedokt eran f orensik, t eknologi inf ormasi dan lain sebagainya.

  det ekt if t erhadap Kepolisian Met ropolit an dan kepolisian pada daerah lainnya di Inggris.

  gat ion Depar t ment (CID) yang memperkenalkan

16 Ber-

  156 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 13 No. 1 Januari 2013

  mun demikian, hal t ersebut lebih memanif es- t asikan adanya pembagian urusan pemerint ahan ant ara Pemerint ah pusat dan Pemerint ah Da- erah. Pembagian urusan secara t idak langsung memet akan produk hukum ant ara pemerint ah pusat dan pemerint ahan daerah. Demikian pula dengan proses penegakannya, di mana kepoli- sian secara st rukt ur berada di bawah dan meru- pakan aparat pemerint ah pusat . Oleh sebab it u, lingkup t ugas dan wewenang kepolisian lebih pada penegakan perat uran perundang-undangan dan kebij akan pemerint ah di seluruh wilayah NKRI dibanding dengan penegakan perda. Pene- gakan Perda umumnya laksanakan oleh sat uan polisi pamong praj a yang dibent uk oleh peme- rint ah daerah dan secara st rukt ural berada di bawah pemerint ah daerah, akan t et api dalam kondisi t ert ent u keduanya dapat saling berkoor- dinasi t erkait dengan pelaksanaan t ugas-t ugas dalam menj aga ket ert iban, keamanan dan ke- t ent raman masyarakat .

  (SATPOL PP) sebagai aparat penegak hukum, khususnya penegakan Perda dan berbagai kebi- j akan pemerint ah daerah lainnya, mereposisi f ungsi-f ungsinya t idak hanya sebagai penj aga keamanan, ket ert iban dan ket ent raman masya- rakat , t et api t ermasuk menj alankan f ungsi dan t ugas penyidikan t erhadap t erj adinya pelanggar- an Perda. Penyidik adalah f ungsi j abat an negara yang dapat diberikan kepada polisi dan/ at au pe- gawai negeri sipil yang memenuhi syarat unt uk it u. Pengangkat an penyidik t ermasuk dalam u- rusan pemerint ah pusat di bidang yust isi dan a- t as dasar it u, penyidik t ermasuk pej abat pusat di daerah. Namun demikian, pegawai negeri si- pil daerah yang memenuhi syarat t idak menut up kemungkinan diangkat oleh Pemerint ah menj adi PPNS. Pengangkat an Pegawai Negeri Sipil Dae- rah (PNSD) menj adi PPNS menyebabkan PNSD dalam dua kedudukan, yait u: Per t ama, PNSD berkedudukan sebagai pegawai daerah dan secara kelembagaan bert anggungj awab kepada Pemerint ah Daerah dalam menyelenggarakan u- rusan pemerint ahan yang menj adi t ugas dan we- 19 Sanyot o, “ Penegakan Hukum di Indonesi a” , Jurnal Di na-

  mika Hukum, Vol . 8 No. 3, Sept ember 2008, Purwoker-

  wenangnya; dan Kedua, sebagai PPNS berkedu- dukan sebagai pej abat pusat di daerah dan oleh sebab it u pelaksanaan t ugas-t ugas secara ke- lembagaan bert anggungj awab dan berkoordinasi kepada kepolisian maupun kej aksaan sebagai pej abat pemerint ah pusat . Penegakan hukum a- t as pelanggaran perda yang memuat sanksi pi- dana t ermasuk dalam sist em peradilan pidana

  20 .

  Kedudukan PPNS sebagai pej abat pusat di daerah dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 1 j o Pasal 6 huruf b UU No. 8 Tahun 1981 yang men- dif inisikan penyidik sebagai pej abat polisi ne- gara Republik Indonesia at au pej abat pegawai negeri sipil t ert ent u yang diberi wewenang khu- sus oleh undang-undang unt uk melakukan penyi- dikan. Penyidikan adalah serangkaian t indakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang di- at ur dalam undang-undang ini unt uk mencari sert a mengumpulkan bukt i yang dengan bukt i i- t u membuat t erang t ent ang t indak pidana yang t erj adi guna menemukan t ersangkanya. Berda- sarkan ket ent uan t ersebut , maka secara perso- nal unt uk disebut penyidik apakah pej abat ke- polisian at au pej abat pegawai negeri sipil yang t elah memenuhi syarat sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang berlaku. Persyarat an unt uk menj adi penyidik yang dit et apkan dalam perat uran perundang-undangan menunj ukkan bahwa unt uk menj adi penyidik, seseorang polisi at au pegawai negeri sipil harus memenuhi kualif ikasi t ert ent u. Wewenang unt uk mengang- kat PPNS dilakukan oleh Ment eri Hukum dan Hak Asasi Manusia at as usul pimpinan kement erian at au lembaga pemerint ah nonkement erian. We- wenang Ment eri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang dit unj uk oleh perat uran perundang-unda- ngan sebagai inst ansi pemerint ah yang berwe- nang mengangkat pej abat PPNS menunj ukkan bahwa kedudukan PPNS merupakan pej abat pe- merint ah pusat , t erlebih lagi bahwa f ungsi, t u- gas dan wewenang PPNS t ermasuk urusan peme- rint ah dalam bidang yust isi sebagaimana diat ur pada ket ent uan Pasal 10 ayat (3) huruf UU No.

19 Keberadaan Sat uan Polisi Pamong Praj a

  32 Tahun 2004. Oleh karena it u, pengangkat an 20 J Paj ar Widodo, “ Ref ormasi Si st em Peradil an Pi dana Da-

  l am Rangka Penanggul angan Maf i a Peradil an” , Jur nal Di - nami ka Hukum, Vol . 12 No. 1, Januar i 2012, Purwoker- kart a: MKRI;

  t i t usi . Vol. 9 No. 4. Desember 2012. Ja-

  2005. Surakart a: MIH UMS; Hidayat , Syarif . “ Desent ralisasi dan Ot onomi Da- lam Perspekt if St at e-Societ y Relat ion” .

  Ot onomi Daerah di Indonesia: Dilema Sen- t ralisasi at au Desent ralisasi” . Jur nal Kons-

  2006. Yogyakart a: FH UMY; Jat i, Wasist o Raharj o. “ Inkonsist ensi Paradigma

  Jur nal Media Hukum. Vol. 13 No. 1. Juni

  New Jersey: Princet on Universit y Press; Isharyant o, Johan Erwin. “ Upaya Pemberlakuan Hukum Negara Dalam Komunit as Lokal” .

  Hunt er, Virginia J. 1994. Pol i cing At hens: Soci al Cont r ol i n t he At t i c Lawsuit 420-320 B. C.

  El i t e’ s Per spect i ve on and The Puzzle of Cont empor ar y Indonesi an Regional Aut o- nomy Pol i cy. Jakart a: Raj awali Press;

  Jakar-t a: UNAS;

  Jur nal Poel it i k. Vol. 1 No. 1. Tahun 2008.

  nal Jur i spr udence. Vol. 2 No. 1. Maret

  Eksist ensi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dal am St rukt ur Pemerint ahan Daerah 157

  No. 4. Desember 2012. Jakart a: MKRI; Fakrulloh, Zudan Arif . “ Penegakan Hukum Seba- gai Peluang Mencipt akan Keadilan” . Jur -

  gi sl asi Daer ah. Jurnal Konst it usi. Vol. 9

Dokumen yang terkait

ANALISIS YURIDIS TENTANG PENYIDIKAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN KAYU DI KAWASAN TAMAN NASIONAL MERU BETIRI

0 4 17

DAMPAK PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN LAMONGAN

0 4 56

EFEKTIFITAS BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH DALAM PENEMPATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI LAMPUNG

16 71 84

PERAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS PERHUBUNGAN DALAM PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA BANDAR LAMPUNG

10 94 56

PERAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL TERHADAP PERLINDUNGAN SUMBER DAYA PERIKANAN DI PROVINSI LAMPUNG

0 0 15

PERANAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL BEA CUKAI DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN ROKOK VIA TOL LAUT

0 0 16

KOORDINASI ANTARA PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) BEA DAN CUKAI DENGAN PENYIDIK POLRI DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANAEKSPOR ILEGAL PASIR TIMAH (Studi di Kantor Pelayanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Bandar Lampung)

0 1 15

PERANAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) PERPAJAKAN DAN PENYIDIK POLRI DALAM PENANGANAN TINDAK PIDANA PERPAJAKAN

0 1 12

TESIS KEPINDAHAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM SISTEM OTONOMI DAERAH

0 0 94

EKSISTENSI INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN TINGGI KEPAMONGPRAJAAN DALAM MENGISI JABATAN PADA PEMERINTAHAN DAERAH Oleh: Bayi Priyono NPM. 129313033 Abstrak - EKSISTENSI INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI SEBAGAI LEMBAGA PENDID

0 0 38