DOKUMEN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM) KABUPATEN SOPPENG 2017-2021

SOPPENG 2017-2021

BAB III TATA RUANG KABUPATEN SOPPENG

3.1 Arahan Kebijakan dan Rencana Tata Ruang Kabupaten Soppeng

  Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang, maka disusun kebijakan penataan ruang. Kebijakan Penataan Ruang Kabupaten Soppeng, meliputi :

  a. peningkatan kinerja kawasan perkotaan sebagai pusat distribusi pelayanan terhadap kawasan sekitarnya melalui pengembangan fungsi yang berhirarki sesuai dengan skala pelayanan masing- masing kawasan perkotaan;

  b. peningkatan sistem transportasi guna membuka dan meningkatkan askesibilitas terhadap seluruh kawasan; c. peningkatan sistem jaringan infrastruktur wilayah guna mendorong pertumbuhan wilayah dan meningkatkan produktivitas sentra-sentra produksi; d. penetapan dan pelestarian kawasan yang berfungsi lindung sebagai perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup; e. pengelolaan dan pengembangan kawasan budidaya secara optimal guna memacu tingkat produktivitas dan pertumbuhan ekonomi wilayah, sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lahan yang dimiliki;

  f. pengembangan sektor-sektor unggulan dan optimalisasi potensi lokal guna menunjang keterpaduan pembangunan dan pengembangan agro-industri; g. penetapan dan pengelolaan kawasan strategis guna menunjang pengembangan kepentingan ekonomi, sosial budaya, pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, dan kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup; dan h. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.

  Strategi penataan ruang wilayah kabupaten merupakan penjabaran kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten ke dalam langkah-langkah operasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Adapun strategi penataan ruang wilayah Kabupaten Soppeng sebagai berikut :

  (1)

  Strategi peningkatan kinerja kawasan perkotaan sebagai pusat distribusi pelayanan terhadap kawasan sekitarnya melalui pengembangan fungsi yang berhirarki sesuai dengan skala pelayanan masing-masing kawasan perkotaan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a, terdiri atas: a. memantapkan fungsi kawasan-kawasan perkotaan (PKL, PPK dan PPL) sebagai pusat distribusi dan pelayanan yang merata; b. membentuk sistem distribusi dan pemasaran yang berhirarki melalui interkoneksi antar pusat-pusat pelayanan; c. meningkatkan keterhubungan antar kawasan, terutama terhadap kawasan terpencil, serta sentra-sentra produksi guna memacu pertumbuhan ekonomi wilayah; dan d. mendorong pertumbuhan pada kawasan-kawasan yang berpotensi sebagai pusat pelayanan, melalui penyediaan dan peningkatan fungsi pelayanan pada kawasan-kawasan perkotaan.

  

(2) Strategi peningkatan sistem transportasi guna membuka dan meningkatkan aksesibilitas

  terhadap seluruh kawasan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b, terdiri atas:

  a. meningkatkan kualitas jaringan jalan, terutama pada jalan-jalan utama dan jaringan jalan yang menghubungkan ke sentra-sentra produksi; b. meningkatkan aksesibilitas pada dan jalur penghubung antar kawasan dan kepulauan, untuk meningkatkan jalur angkutan barang dan penumpang; c. mengembangkan sarana transportasi melalui pengembangan simpul transportasi dan peralihan moda angkutan (terminal dan pelabuhan) untuk memudahkan sistem koleksi dan distribusi angkutan barang dan penumpang; dan

  d. membuka akses jalan baru (sistem jaringan primer dan sekunder) pada kawasan perkotaan, kawasan perdesaan, kawasan terpencil dan sentra produksi guna pemerataan pelayanan dan pembangunan.

  

(3) Strategi peningkatan sistem jaringan infrastruktur wilayah guna mendorong pertumbuhan wilayah

  dan meningkatkan produktivitas sentra-sentra produksi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c, terdiri atas: a. meningkatkan sistem jaringan energi listrik melalui pengembangan dan penambahan daya dan sambungan listrik terutama pada kawasan perdesaan dan kawasan terpencil yang belum terjangkau dengan sistem interkoneksi kelistrikan PLTD baru serta PLTMH pada kawasan yang memungkinkan sistem aliran sungai deras; b. meningkatkan sistem jaringan telekomunikasi, baik secara kualitas dan jangkauan pelayanan maupun jumlah sambungan sebagai media komunikasi dan informasi internal dan eksternal c. melestarikan dan mengembangkan sumberdaya air baku, untuk menunjang pemenuhan kebutuhan air minum maupun untuk kebutuhan produksi sentra-sentra ekonomi masyarakat; d. mengembangkan sistem jaringan prasarana air baku berupa irigasi, waduk, embung, dan bendungan guna menunjang peningkatan produksi sektor pertanian dan sektor unggulan lainnya;

  e. meningkatkan pemenuhan kebutuhan akan pelayanan air minum, dan pengembangan sistem pengolahan dan sistem jaringan air minum melalui sistem perpipaan dan non perpipaan; f. mengoptimalkan dan mengembangkan sistem pengolahan persampahan dan limbah, terutama pada kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan, sarana kesehatan, sarana pendidikan, perdagangan dan jasa, industri serta pelayanan umum dan pemerintahan; dan

  g. mengoptimalkan dan mengembangkan sistem jaringan drainase terutama pada kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai pengendali banjir perkotaan.

  

(4) Strategi penetapan dan pelestarian kawasan yang berfungsi lindung sebagai perwujudan

  kelestarian fungsi lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d, terdiri atas: a. menetapkan tapal batas kawasan hutan lindung, dan memberikan penegasan terhadap fungsi ruang pada kawasan hutan lindung; b. menegaskan batas dan fungsi kawasan perlindungan terhadap kawasan bawahannya dan kawasan perlindungan setempat; c. menegaskan fungsi ruang pada kawasan perlindungan setempat, melalui peraturan pemanfaatan ruang sesuai dengan kebutuhan dan manfaat ruang; d. menetapkan kawasan lindung secara konsisten agar terjaga fungsinya untuk melindungi kawasan bawahannya, melindungi kawasan setempat, memberi perlindungan terhadap keanekaragaman flora dan fauna beserta ekosistemnya, serta melindungi kawasan rawan bencana; e. melestarikan kawasan lindung terutama kawasan lindung yang mengalami penurunan kualitas lingkungan; f. merehabilitasi dan melestarikan kawasan-kawasan yang teridentifikasi sebagai lahan kritis dan kawasan lindung yang telah dieksploitasi; g. mengembalikan fungsi dan meremajakan kawasan lindung yang selama ini dibubidayakan oleh masyarakat; h. mewujudkan ruang terbuka hijau pada kawasan terbangun terutama pada kawasan perkotaan; dan i. melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan kawasan lindung sehingga dapat secara bersama menjaga kelestarian fungsi kawasan.

  

(5) Strategi pengelolaan dan pengembangan kawasan budidaya secara optimal guna memacu

  tingkat produktivitas dan pertumbuhan ekonomi wilayah, sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lahan yang dimiliki, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e, terdiri atas: a. mengembangkan sektor pertanian, perkebunan, perdagangan dan jasa, industri, dan pariwisata guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah; b. menyediakan sarana dan prasarana penunjang kegiatan sektor pertanian, dan perkebunan untuk memacu pertumbuhan dan produktivitas sektor-sektor unggulan; c. mengembangkan usaha industri, terutama industri pengolahan hasil-hasil pertanian guna menunjang Kabupaten Soppeng sebagai lumbung pangan regional; d. mengembangkan objek-objek wisata alam, budaya, dan buatan yang dapat menarik minat wisatawan mancanegara dan nusantara; e. mengembangkan sarana dan prasarana penunjang kegiatan kepariwisataan, serta melakukan promosi pariwisata untuk meningkatkan jumlah wisatawan; f. mengendalikan dan pengaturan pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya untuk menghindari konflik kepentingan antar sektor; g. mengembangkan dan meningkatkan infrastruktur kawasan perkotaan dan perdesaan; dan

  h. merencanakan dan mengembangkan Desa Pusat Pertumbuhan (DPP), sebagai pusat pertumbuhan baru wilayah perdesaan.

  (6) Strategi pengembangan sektor-sektor unggulan dan optimalisasi potensi lokal guna

  menunjang keterpaduan pembangunan dan pengembangan agro-industri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf f, terdiri atas: a. mengembangkan ekonomi kerakyatan diarahkan pada dukungan sektor pertanian (tanaman pangan, perkebunan, peternakan), yang mendukung peningkatan produksi dan produktivitas b. memperkuat sistem permodalan untuk membantu meningkatkan produktivitas usaha kecil dan nelayan, terutama pada sektor kegiatan perkebunan; c. meningkatkan sarana dan prasarana dasar sosial ekonomi perkotaan maupun perdesaan;

  d. mengembangkan kegiatan usaha industri kecil yang berbasis pada pengolahan hasil-hasil pertanian, perkebunan, dan peternakan, guna meningkatkan taraf ekonomi masyarakat; e. meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui pembinaan, pelatihan dan penyuluhan tentang peningkatan komoditas pertanian, dan perkebunan yang berkualitas; f. mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan, melalui pengembangan industri kecil/menengah dan rumah tangga yang dapat mengelola potensi daerah, dengan melakukan pembinaan komprehensif terhadap pelaku usaha kecil menengah; dan

  g. peningkatan kapasitas SDM, kelembagaan, peralatan dan permodalan pelaku industri rumah tangga dengan pemberian pelatihan keterampilan, bantuan modal kerja dan peralatan, pembinaan manajemen dan pemasaran, serta pengembangan pola kemitraan.

  (7)

  Strategi penetapan dan pengelolaan kawasan strategis guna menunjang pengembangan kepentingan ekonomi, sosial budaya, pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, dan kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud dalam

  Pasal 7 ayat (2) huruf g, terdiri atas:

  a. mengembangkan kawasan yang mempunyai kegiatan sektor strategis yang potensial terutama dalam aspek ekonomi; b. mendelineasi kawasan cagar alam dan pelestarian alam serta mencegah kegiatan budidaya pada daerah sekitarnya yang dapat mengancam kelestarian kawasan cagar alam; c. menstimulasi kawasan-kawasan yang sulit berkembang melalui pengembangan desa-desa pusat pertumbuhan atau pembukaan kegiatan usaha pertanian; d. mengembangkan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai sentra produksi untuk meningkatkan perekonomian wilayah; e. memberdayakan ekonomi rakyat dan mengembangkan usaha produksi masyarakat;

  f. meningkatkan sarana dan prasarana dasar ekonomi; g. memelihara dan melestarikan keberadaan cagar budaya, dan peninggalan sejarah;

  h. melestarikan dan merevitalisasi kawasan-kawasan tradisional dan nilai-nilai budaya tinggi; i. menanggulangi kawasan rawan bencana melalui konservasi lingkungan, pengembangan jalur hijau, mengurangi bahkan meniadakan kegiatan budidaya pada daerah rawan bencana; j. melestarikan dan meremajakan kawasan hutan melalui kegiatan penghijauan; dan k. mempertahankan fungsi kawasan lindung mangrove.

  (8) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara sebagaimana

  dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf h terdiri atas:

  a. mendukung penetapan kawasan strategis nasional dengan fungsi khusus pertahanan dan keamanan; b. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun disekitar kawasan khusus pertahanan dan kemanan; c. mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan sekitar kawasan khusus pertahanan dan keamanan; dan d. turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan dan keamanan negara.

  Kabupaten Soppeng

3.2 Rencana Struktur Ruang Wilayah

3.2.1 Rencana Sistem Perkotaan Wilayah Kabupaten Soppeng

1. Rencana Pengembangan Sistem Perkotaan

a. Pusat Kegiatan Lokal (PKL)

  Pusat Kegiatan Lokal (PKL) kota Watansoppeng mempunyai skala pelayanan wilayah Kabupaten Soppeng dalam klaster ruang di sekitarnya dan diarahkan pada:  Penataan ruang kota melalui perencanaan detail tata ruang kota (RDTR dan RTRK), pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang kota.

   Penyediaan sarana perkotaan sesuai dengan fungsi kota, serta peningkataan ketersediaan prasarana dan sarana produksi bagi kawasan pertanian, dan perkebunan.  Peningkatan prasarana komunikasi antar wilayah pengembangan yang ada di Kabupaten Soppeng.  Peningkatan aksesibilitas ke wilayah belakang yang dilayaninya melalui pengembangan sistem transportasi yang memadai.

   Peningkatan fungsi kota sebagai penyangga fungsi ibukota kabupaten.

  Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) kota kecamatan lainnya mempunyai skala pelayanan di wilayah kecamatan sekitarnya, dan diarahkan pada:

   Peningkatan aksesibilitas ke wilayah PPK dan Ibukota Kabupaten.

   Peningkatan aksesibilitas ke wilayah belakang yang dilayaninya melalui pengembangan  Peningkatan ketersediaan sarana dan prasarana produksi bagi kawasan pertanian, dan perkebunan.  Peningkatan prasarana komunikasi antar sentra produksi

2. Kriteria-kriteria Sistem Perkotaan

  a. Pusat Kegiatan Lokal (PKL)

   Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan; dan/atau  Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan;  Diusulkan oleh pemerintah kabupaten.

  b. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK)

   Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan perdagangan dan jasa yang melayani skala kawasan yang meliputi beberapa kecamatan; dan/atau  Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kawasan yang meliputi beberapa kecamatan;  Diusulkan oleh pemerintah kabupaten.

c. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL)

   Kawasan permukiman yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan sosial yang melayani skala kecamatan dan/atau beberapa desa  Kawasan permukiman yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kecamatan dan atau bebebrapa desa;  Diusulkan oleh pemerintah kabupaten.

3.3 Arahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

  Ditetapkannya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara sistematis, terarah, terpadu, dan tanggap terhadap perubahan (Pasal 2 Ayat 2), dengan jenjang perencanaan jangka panjang (25 tahun), jangka menengah (5 tahun), dan jangka pendek atau tahunan (1 tahun). Selain itu, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).

  Dengan melihat perkembangan lingkungan strategis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), maka issu-issu yang sangat mendasar untuk dijadikan landasan dalam perumusan program untuk mendukung keberadaan agenda utama pembangunan lima tahun yang akan datang adalah :

  Program pembangunan jalan dan jembatan; - Program pembangunan saluran drainase/plat duicker; - Program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan; - Program tanggap darurat jalan dan jembatan; - Program pembangunan sistem informasi/data base jalan dan jembatan; -

  • Program peningkatan sarana dan prasarana kebinamargaan;
  • Program perencanaan pembangunan jaringan irigasi dan pintu-pintu air;

  Program normalisasi saluran; - Program rehabilitasi/pemeliharaan jaringan irigasi, pintu-pintu air dan normalisasi saluran; - Program optimalisasi fungsi jaringan irigasi yang telah dibangun; - Program pemberdayaan petani pemakai air; - Program pembangunan prasarana pengambilan dan saluran pembuang; -

  • Program pembangunan sumur-sumur air tanah;

  Program peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan air dan distribusi air baku; - Program penyediaan sarana dan prasarana air minum bagi masyarakat berpenghasilan - rendah; Program penyediaan sarana dan prasarana air limbah; - Program pengembangan teknologi pengelolaan air minum dan air limbah; - Program pengembangan sistem distribusi air minum; -

  • Program rehabilitasi sarana dan prasarana pengelolaan air minum dan air limbah;
  • Program pembangunan saluran drainase/gorong-gorong;
  • Program pengembangan kinerja pengelolaan air minum dan air limbah;
  • Program pembangunan infrastruktur pedesaan;
  • Program pengembangan perumahan;
  • Program lingkungan sehat perumahan;
  • Program pemberdayaan komunitas perumahan;
  • Program perbaikan perumahan akibat bencana alam/sosial;
  • Program perencanaan tata ruang;
  • Program pemanfaatan ruang;
  • Program pengendalian pemanfaatan ruang;
  • Program peningkatan kinerja pengelolaan sampah; - Program pengelolaan ruang terbuka hijau (RTH). Peningkatan kualitas pembangunan yang dilakukan berdasarkan rencana tata ruang agar pemanfaatan ruang dapat sinergis, serasi dan berkelanjutan dengan program-program sebagai berikut :
  • Program perencanaan tata ruang;
  • Program pemanfaatan ruang;
  • Program pengendalian pemanfaatan ruang;
  • Program kerjasama pemanfaatan ruang; Pembangunan infrastruktur lebih difokuskan pada pembangunan dan peningkatan kualitas serta kuantitas infrastruktur jalan dan jembatan, perumahan dan pemukiman serta sumberdaya air. Adapun program yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut :
  • Program pembangunan jalan dan jembatan;
  • Program pembangunan saluran drainase/plat duicker;
  • Program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan;
  • Program tanggap darurat jalan dan jembatan;
  • Program pembangunan sistem informasi/data base jalan dan jembatan;
  • Program peningkatan sarana dan prasarana kebinamargaan;
  • Program perencanaan pembangunan jaringan irigasi dan pintu-pintu air;
  • Program normalisasi saluran;
  • Program rehabilitasi/pemeliharaan jaringan irigasi, pintu-pintu air dan normalisasi saluran;
  • Program optimalisasi fungsi jaringan irigasi yang telah dibangun;
  • Program pemberdyaan petani pemakai air;
  • Program pembangunan prasarana pengambilan dan saluran pembuang;
  • Program pembangunan sumur-sumur air tanah;
  • Program peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan air dan distribusi air baku;
  • Program penyediaan sarana dan prasarana air minum bagi masyarakat berpenghasilan rendah;
  • Program penyediaan sarana dan prasarana air limbah;
  • Program pengembangan teknologi pengelolaan air minum dan air limbah;
  • Program pengembangan sistem distribusi air minum;
  • Program rehabilitasi sarana dan prasarana pengelolaan air minum dan air limbah;
  • Program pembangunan saluran drainase/gorong-gorong;
  • Program pengembangan kinerja pengelolaan air minum dan air limbah;
  • Program pembangunan infrastruktur pedesaan;
  • Program pengembangan perumahan;
  • Program lingkungan sehat perumahan;
  • Program pemberdayaan komunitas perumahan;
  • Program perbaikan perumahan akibat bencana alam/sosial;
  • Program perencanaan tata ruang;
  • Program pemanfaatan ruang;
  • Program pengendalian pemanfaatan ruang;

  Program peningkatan kinerja pengelolaan sampah; - Program pengelolaan ruang terbuka hijau (RTH). -

  Peningkatan kualitas pembangunan yang dilakukan berdasarkan rencana tata ruang agar pemanfaatan ruang dapat sinergis, serasi dan berkelanjutan dengan program-program sebagai berikut:

  Program perencanaan tata ruang; - Program pemanfaatan ruang; - Program pengendalian pemanfaatan ruang; - Program kerjasama pemanfaatan ruang. -

3.4 Arahan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung

  Penyusunan Perda Bangunan Gedung diamanatkan pada PeraturanPemerintah No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 28tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yang menyatakan bahwapengaturan dilakukan oleh pemerintah daerah dengan penyusunanPeraturan Daerah tentang Bangunan Gedung berdasarkan padaperaturanperundang- undanganyanglebihtinggidenganmemperhatikan kondisi kabupaten/kota setempat serta penyebarluasan peraturan perundang-undangan, pedoman, petunjuk, dan standar teknis bangunan gedung dan operasionalisasinya di masyarakat.

  Perda Bangunan Gedung mengatur tentang persyaratan administrasidan teknis bangunan gedung. Salah satunya mengatur persyaratankeandalan gedung, seperti keselamatan, kesehatan, kenyamanan dankemudahan.Persyaratan ini wajib dipenuhi untuk memberikanperlindungan rasa amanbagi pengguna bangunan gedung dalammelakukan aktifitas di dalamnya dan sebagai landasan operasionalisasipenyelenggaraan bangunan gedung di daerah. Utamanya untuk daerahrawan bencana, Perda Bangunan Gedung sangat penting sebagaipayung hukum di daerah dalam menjamin keamanan dan keselamatanbagi pengguna.Ketersediaan Perda BG bagikabupaten/kotamerupakan salah satu prasyarat dalam prioritas pembangunan bidangCipta Karya di kabupaten/kota.

3.5 Arahan Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM)Kabupaten Soppeng

  Sejalan dengan peran Pemerintah Pusat sebagai fasilitator dalam era otonomi daerah dan dalam kaitan dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Pemerintah telah menerbitkan produk pengaturan setingkat peraturan pemerintah yang memberikan pedoman, baik kepada pemerintah kabupaten/kota dan pihak lainnya yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan air minum maupun kepada masyarakat sebagai pengguna layanan air minum, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Adapun wewenang dan tanggung jawab pemerintah dalam menetapkan norma, standar, pedoman, dan manual (NSPM); (iii) memfasilitasi pemenuhan kebutuhan air baku.

  Penyediaan air minum merupakan salah satu kebutuhan dasar dan hak sosial ekonomi masyarakat yang hares dipenuhi oleh Pemerintah, baik itu Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat. Ketersediaan air minum merupakan salah satu penentu peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang masih diharapkan dengan ketersediaan air minum dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, dan dapat mendorong peningkatan produktivitas masyarakat, sehingga dapat terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, penyediaan sarana dan prasarana air minum menjadi salah satu kunci dalam pengembangan ekonomi wilayah.

  Menilik dari permasalahan tumpang tindihnya program pengembangan sarana dan prasarana air minum yang terjadi di masa lampau, memberi suatu pemikiran untuk menyelesaikan permasalahan tersebut secara sistemik. Di sisi lain, kondisi geografis,topografis dan geologis dan juga aspek sumber daya manusia yang berbeda di setiap wilayah di Indonesia, menyebabkan ketersediaan air baku dan kondisi pelayanan air minum yang berbeda dapat memberikan implikasi penyelenggaraan SPAM yang berbeda untuk masing-masing wilayah. Untuk itu dibutuhkan suatu konsep dasar yang kuat guna menjamin ketersediaan air minum bagi masyarakat sesuai dengan tipologi dan kondisi di daerah tersebut. Rencana Induk Air Minum merupakan jawaban bagi dasar pengembangan air minum suatu wilayah. Diharapkan, dengan adanya Rencana Induk Air Minum, dapat menjadi dasar tersusunnya suatu program pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum wilayah yang berkelanjutan

  (sustainable) dan terarah.

3.6 Arahan Strategi Sanitasi Kota (SSK) Kabupaten Soppeng

  Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup sehat, kondisi lingkungan permukiman serta kenyamanan dalam kehidupan sehari-hari. Sanitasi seringkali dianggap sebagai urusan “sekunder”, sehingga sering terpinggirkan dari urusan-urusan yang lain, namun seiring dengan tuntutan peningkatan standart kualitas hidup masyarakat, semakin tingginya tingkat pencemaran lingkungan dan keterbatasan daya dukung lingkungan itu sendiri menjadikan sanitasi menjadi salah satu aspek pembangunan yang harus diperhatikan.

  Di sisi lain, masih terdapat pelaksanaan pembangunan sanitasi yang berjalan secara parsial dan belum terintegrasi dalam suatu “grand design” yang sifatnya integratif dan memiliki sasaran secara menyeluruh serta jangka waktu yang lebih panjang. Hal tersebut dapat dilihat dari aspek jenis kegiatannya maupun dari aspek kewilayahan. Untuk itu perlu disusun suatu perencanaan sanitasi Selanjutnya program dan kegiatan Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatan, meningkatkan produktifitas dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam pelaksanaan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP), kabupaten/kota wajib menyiapkan dokumen Buku Putih Sanitasi (BPS). Buku Putih Sanitasi merupakan dokumen yang berisi kondisi (existing) sanitasi saat ini. Dokumen Buku Putih Sanitasi berfungsi sebagai data dasar (baseline data) kondisi sanitasi kabupaten/kota dalam penyusunan Strategi Sanitasi Kota (SSK), monitoring dan evaluasi sanitasi.

  Kegiatan Buku Putih Sanitasi merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari semangat kegiatan nasional seiring saat sekarang bangsa Indonesia sedang berpacu dengan waktu untuk mencapai target yang disepakati bersama yaitu meratifikasi Milenium Development Goals (MDGs) yang dihasilkan pada Johanesburg Summit pada tahun 2002, dengan salah satu kesepakatannya adalah mengurangi separuh penduduk pada tahun 2015 yang tidak mendapatkan akses air minum yang sehat serta penanganan sanitasi dasar.

  Ruang lingkup sanitasi dapat dilihat dalam beberapa tinjauan sebagai berikut :  Air limbah domestik, dibagi dalam 2 jenis :

  • Black water : air buangan jamban (urin, tinja, dan air gelontoran) Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan tinja (kotoran) manusia yang tediri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (jamban cemplung) yang dilengkapi dengan unti penompang kotoran dan air untuk membersihkannya. Kementerian kesehatan telah menetapkan syarat dalam bentuk jamban sehat, yaitu : Tidak mencemari air, tidak mencemari tanah permukaan, bebas dari serangga, tidak menimbulkan baud an nyaman digunakan, aman digunakan oleh pemakainya, mudah dibersihkan dan menimbulkan pandangan kurang sopan. Jamban merupakan sanitasi dasar penting yang harus dimiliki setiap masyarakat. Sebenarnya masyarakat sadar dan mengerti arti pentingnya mempunyai jamban, namun nilai kesadaran masih rendah dalam hal penerapan pola hidup sehat (PHBS).
  • Grey Water : air buangan mandi dan cuci Jadi, cakupan air limbah domestik (rumah tangga) juga mencakup pembuangan air mandi dan cuci. Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah volume limbah, kandungan
bahan pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah. Untuk mengatasi hal ini diperlukan pengolahan dan penanganan limbah menurut tingkat perlakuan dan karakteristik limbah.

   Pengelolaan

  persampahan yaitu kegiatan sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Termasuk dalam sanitasi berupa sampah rumah tangga dan sampah sejenis umah tangga. Layanan persampahan. Layanan ini diawali dengan pewadahan sampah dan pengumpulan sampah. Pengumpulan dilakukan dengan enggunakan gerobak atau truk sampah. Layanan sampah juga harus dilengkapi dengan(TPA), atau fasilitas pengolahan sampah lainnya.

   Drainase lingkungan/tersier merupakan sistem saluran awal yang melayani kawasan kota tertentu, seperti kompleks perumahan, area pasar, areal industry, dan perkantoran. Layanan drainase lingkungan adalah penanganan limpasan air hujan menggunakan saluran drainase yang akan menampung limpasan air tersebut dan mengalirkannya ke badan air penerima.

   PHBS adalah aspek non-teknis dari sanitasi yang meliputi promosi kesehatan, perubahan, perilaku, dan sanitasi rumah tangga. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui Pendampingan (Advokasi), bina suasana (Social Support) dan pemberdayaan masyarakat (Empowerment). Dengan demikian masyarakat dapat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri, terutama dalam tatanan masing-masing, dan masyarakat dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dengan menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatannya.

  Sektor sanitasi merupakan salah satu pelayanan publik yang mempunyai kaitan erat dengan kemiskinan. Pembangunan sektor sanitasi di beberapa daerah di Indonesia, seringkali kurang menjadi prioritas dibanding sektor lainnya. Tidak memadainya pembangunan sektor sanitasi akan berdampak pada penurunan kualitas kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan pada umumnya.

  Sanitasi di Indonesia didefinisikan sebagai upaya membuang limbah cair domestik dan sampah untuk menjamin kebersihan dan lingkungan hidup sehat, baik di tingkat rumah tangga maupun di lingkungan perumahan (TTPS, 2010). Pengertian yang lebih teknis dari sanitasi adalah upaya pencegahan terjangkitnya dan penularan penyakit melalui penyediaan sarana sanitasi dasar drainase dan sampah (Bappenas, 2003).

  Wilayah kajian penyusunan buku putih (BPS) dan penyusunan Strategi Sanitasi Kota (SSK) mencakup wilayah yang termasuk kategori kawasan perkotaan berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Daerah (RTRW). Kebijakan ini telah dicermati dan diskusikan dengan mensejajarkan sejumlah kebijakan daerah RPJPD, RP4D, RPJMD, RTBL dan RPI2JM Bidang Keciptakaryaan

3.7 Arahan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)

  Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kabupaten Soppeng tertuju pada Kawasan Perkotaan di Lalabat Rilau Kota Watansoppengyang disusun dengan memperhatikan Pedoman Penataan Bangunan dan Lingkungan serta berbagai Peraturan Pemerintah atau dokumen perencanaan lain yang relevan. Sesuai dengan konsep dan proses penyusunan maka dokumen ini ditulis berdasarkan pedoman penyusunan RTBL dan merupakan Laporan Antara. Secara garis besar Buku Laporan ini berisi Antara, struktur dan sistematika dokumen, kondisi wilayah perencanaan dan arsitektur kawasan, serta arahan pengembangan menurut rencana tata ruang yang sudah ada. RTBL ini digunakan lebih lanjut sebagai pedoman dalam penataan bangunan dan lingkungan di Kabupaten Soppengsesuaikomitmendandukungan pemerintahdaerah.

  ” Dalam rangka perwujudan strategi tersebut, maka program kegiatan terkait pembangunan kawasan dan permukiman yang dimaksud dapat diwujudkan melalui : a. Pembangunan dan peningkatan jalan-jalan lokal dan lingkungan permukiman

  b. Pemasangan sheet pile dan bronjong pada kawasan tepian

  c. Pembuatan pertamanan dan pedestrian

  d. Pembuatan ruang terbuka non-hijau dan elemen pelengkapnya

  e. Pembangunan kawasan kuliner Perkembangan ruang kota di Kota WatansoppengKabupaten Soppeng tidak akan terlepas dari permasalahan perkotaan pada umumnya. Berbagai permasalahan yang mungkin timbul perlu diantisipasi dan ditata dalam sebuah Rencana Ketataruangan.

  Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi yang telah mengalami kemajuan yang pesat seiring dengan berkembangnya potensi-potensi yang dimilikinya. Potensi sumber daya alam yang melimpah dan didukung oleh posisi yang strategis mengakibatkan kegiatan perekonomian diprovinsi ini semakin berkembang. Kondisi Provinsi Sulawesi Selatan yang berkembang pesat hendaknya diimbangi dengan penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik, pelayanan kepada dengan tujuan terciptanya kesejahteraan masyarakat yang seutuhnya dan menyeluruh. Sehingga potensi-potensi daerah baik potensi sumberdaya manusia, sumberdaya alam, dan sebagainya, bisa lebih dioptimalkan untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat.

  Dari gambaran selintas mengenai lokasi dan kondisi geografis Kabupaten Soppeng, memberi penjelasan bahwa secara geografis, Kabupaten Soppeng memang sangat strategis dilihat dari sisi kepentingan ekonomi maupun politik. Dari sisi ekonomi, Kabupaten Soppeng menjadi simpul jasa distribusi di daerah selatan yang tentunya akan lebih efisien dibandingkan daerah lain.

  Berbagai permasalahan yang mungkin timbul perlu diantisipasi dan ditata dalam sebuah Rencana Ketataruangan. Apabila berbagai kegiatan ini dibiarkan tanpa kendali akan memberikan dampak pembangunan yang kurang terarah, termasuk juga faktor kelestarian dan kenyamanan lingkungan. Kerangka pengembangan (urban guidelines) amatlah diperlukan di Kota Watansoppeng untuk mengantisipasi pembangunan yang kurang tertib, munculnya ketidakselarasan lingkungan, serta perangkat pengendali perkembangan kota. Diharapkan melalui melalui upaya penataan dengan disiapkannya kerangka pengembangan dalam bentuk dokumen Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) dapat mencapai kualitas lingkungun yang lebih baik, serta memberi arahan terhadap pemanfaatan lahan sesuai Tata Ruang yang berlaku. RTBL tersebut juga merupakan arahan arsitektur lingkungan setempat yang melengkapi peraturan bangunan yang ada.

  Mengingat potensi serta kecenderungan pertumbuhan fisik secara cepat sering terjadi diruang yang dialokasikan sebagai kawasan pengembangan pembangunan, maka prioritas penanganan penataan terutama dilakukan pada kawasan yang padat, kawasan tumbuh cepat, daerah pusat perdagangan, kawasan dengan fungsi campuran, atau pada kawasan dengan kondisi geografis memerlukan perhatian khusus atas pertimbangan keamanan serta keserasian terhadap lokasi setempat misal daerah tepian air atau waterfront, perbukitan dan sebagainya.

  Gagasan ideal ruang perkotaan merupakan satu kesatuan sistem organisasi yang mampu mengakomodasi kegiatan sosial ekonomi, budaya, memiliki citra fisik maupun non fisik yang kuat, keindahan visual serta terencana dan terancang secara terpadu seimbang dengan upaya pelestarian lingkungan. Untuk meningkatkan pemanfaatan ruang kota disatu sisi dan sekaligus sebagai pengendalian, tata ruang kota harus dilengkapi dengan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Hal tersebut sebagai bagian dari pemenuhan terhadap persyaratan Tata Bangunan seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/N/2007.

  Dalam peraturan tersebut tercantum pengertian RTBL yaitu panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan.

  RTBL diperlukan sebagai kerangka pengendali pertumbuhan serta memberi panduan terhadap wujud bangunan dan lingkungan pada suatu kawasan. RTBL disusun setelah suatu produk perencanaan tata ruang kota di sah kan oleh Pemerintah Daerah setempat sebagai Peraturan Daerah (Perda). Dalam lingkup kawasan yang lebih terinci Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan merupakan hasil dari proses identifikasi, perencanaan dan perancangan suatu lingkungan/kawasan. Termasuk didalamnya adalah identifikasi dan apresiasi kontek lingkungan, program peran masyarakat dan pengelolaan serta pemanfaatan aset properti kawasan.

  Dengan mengacu pada Rencana Tata Ruang Kota yang berlaku, selanjutnya disusun RTBL yang memberikan arahan pengendalian pemanfaatan ruang dan menindaklanjuti Rencana Detil atau Rencana Rinci Tata Ruang, serta sebagai panduan rancangan kawasan dalam rangka perwujudan kualitas bangunan gedung dan lingkungannya. Dengan demikian RTBL akan memberikan arahan terhadap wujud pemanfaatan lahan, langgam arsitektural pada bangunanbangunan sebagai hasil rencana teknis rancang bangunan (buildingdesign), terutama pada kawasan tertentu yang memiliki karater khas seperti dimaksud di atas.

  Dengan arahan tersebut, perencana kawasan dan bangunan yaitu urban designer dan arsitek akan mempunyai kejelasan menyangkut kebijaksanaan pembangunan fisik dari Pemerintah Daerah setempat, termasuk di dalamnya yang menyangkut kepentingan umum, citra, dan jati diri lokasi yang perlu dikemukakan. Pada gilirannya seluruh tatanan bangunan dan lingkungan yang dirancang akan memberikan kontribusi positif terhadap kawasan. Di dalam proses penyusunan RTBL harus memperhatikan dan memenuhi kriteria sebagai berikut:

  1. Kepentingan umum atau aspirasi masyarakat

  2. Pemanfaatan sumber daya setempat

  3. Kemampuan daya dukung lahan yang optimal Memperhatikan kriteria diatas, maka RTBL harus memuat hal sebagai berikut :

  1. Pedoman Rencana Teknik dalam bentuk arahan desain tiga dimensional

  2. Program Tata Bangunan dan Lingkungan

  3. Pedoman-pedoman untuk mengendalikan perwujudan bangunan (Urban/environmelital

  building design and development guidelines)

  Sebagai arahan rinci maka RTBL dilengkapi dengan paket investasi yang menunjukkan prioritas pengembangan kawasan, fungsi kawasan serta perkiraan investasi untuk menata kawasan Maksud penyusunan RTBL Kawasan sebagai wilayah perencanaan pada bagian tertentu di dalam Kabupaten Soppeng adalah menghasilkan panduan umum yang menyeluruh dan memiliki kepastian hukum tentang perencanaan tata bangunan dan lingkungan di kecamatan tersebut sesuai dengan arahan pengembangan dan fungsi kawasan yang diemban.

  Tujuan dari kegiatan Penyusunan RTBL Kawasan Watansoppeng di dalam Kota Watansoppeng adalah untuk memberikan :

  a. Pengendalian dalam penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan untuk suatu lingkungan atau kawasan agar memenuhi kriteria perencanaan tata bangunan dan lingkungan yang berkelanjutan;

  b. Kriteria pemenuhan bagi persyaratan tata bangunan dan lingkungan;

  c. Arahan peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat di dalam Kawasan perdesaanmelalui perbaikan kualitas lingkungan dan ruang publik; d. Perwujudan perlindungan terhadap lingkungan hidup; e. Peningkatan vitalitas ekonomi lingkungan.

  Sasaran dari kegiatan Penyusunan RTBL Kawasan Watansoppeng,Kota Watansoppeng, Kabupaten Soppeng adalah :

  1. Tersusunnya Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan untuk mengarahkan jalannya pembangunan sejak dini di kawasan tersebut;

  2. Mewujudkan pemanfaatan ruang secara efektif, tepat guna, spesifik setempat dan konkret sesuai dengan rencana tata ruang wilayah;

  3. Melengkapi peraturan daerah tentang bangunan gedung;

  4. Mewujudkan kesatuan karakter dan meningkatkan kualitas bangunan gedung dan lingkungan/kawasan;

  5. Mengendalikan pertumbuhan fisik lingkungan/kawasan;

  6. Menjamin implementasi pembangunan agar sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat dalam pengembangan lingkungan/kawasan yang berkelanjutan;

  7. Menjamin terpeliharanya hasil pembangunan karena dukungan dan rasa memiliki dari masyarakat sebagai efek positif pelibatan masyarakat dalam proses penyusunan RTBL. Sehingga diharapkan Kegiatan Kawasan Watansoppeng, dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui:

  1. Perwujudan kualitas lingkungan yang layak huni (liveable); sangat berkaitan dengan kualitas ruang-ruang fungsional (functional quality). visual dari suatu ruang (visual quality).

  3. Perwujudan kualitas lingkungan yang produktif (enduring); sangat berkaitan terutama dengan kualitas lingkungan dari suatu ruang (environmental quality). Sesuai dengan kandungan materinya maka kedudukan RTBL bisa diwujudkan dalam bentuk-bentuk sebagai berikut: a.

   Rencana kegiatan komunitas atau community action plan.

  b.

   Rencana penataan lingkungan atau neighbourhood development plan.

c. Panduan rancangan kota atau urban design guidelines.

  Seluruh rencana, rancangan, aturan, dan mekanisme dalam penyusunan dokumen RTBL harus merujuk pada pranata pembangunan yang lebih tinggi, baik pada lingkup kawasan, kota, maupun wilayah. Kedudukan RTBL dalam pengendalian bangunan gedung dan lingkungan sebagaimana digambarkan dalam gambar berikut.

Gambar 3.1. Kedudukan RTBL dalam Pengendalian Bangunan Gedung dan Lingkungan

  Sesuai dengan ketentuan yang tercantum di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Bangunan bagian berikut ini.

  Secara umum Dokumen RTBL berisi Program Bangunan dan Lingkungan. Program bangunan dan lingkungan merupakan penjabaran lebih lanjut dari perencanaan dan peruntukan lahan yang telah ditetapkan untuk kurun waktu tertentu. Program tersebut memuat jenis, jumlah, besaran dan luasan bangunan gedung, serta kebutuhan ruang terbuka hijau, fasilitas umum, fasilitas sosial, prasarana aksesibilitas, sarana pencahayaan, dan sarana penyehatan lingkungan, baik berupa penataan prasarana dan sarana yang sudah ada maupun yang baru. Penyusunan program bangunan dan lingkungan dilakukan melalui analisis kawasan dan wilayah perencanaan termasuk mengenai pengendalian dampak lingkungan, dan analisis pengembangan pembangunan berbasis peran masyarakat, yang menghasilkan konsep dasar perancangan tata bangunan dan lingkungan. Secara konseptual disajikan dalam gambar berikut ini.

Gambar 3.2. Struktur dan Sistematika Dokumen RTBL Analisis kawasan dan wilayah perencanaan merupakan proses mengidentifikasi, menganalisis, memetakan dan mengapresiasikan kontekslingkungan dan nilai lokal dari kawasan perencanaan dan

  1. Mendapatkan gambaran kemampuan daya dukung fisik dan lingkungan serta kegiatan sosial ekonomi dan kependudukan yang tengah berlangsung.

  2. Mendapatkan kerangka acuan perancangan kawasan yang memuat rencana pengembangan program bangunan dan lingkungan, serta dapat mengangkat nilai kearifan dan karakter khas lokal sesuai dengan spirit dan konteks kawasan perencanaan. Analisis secara sistematis meninjau aspek sebagai berikut:

  1. Perkembangan Sosial-Kependudukan. Merupakan gambaran kegiatan sosial kependudukan dengan memahami beberapa aspek antara lain: tingkat pertumbuhan penduduk, Jumlah keluarga, Kegiatan sosial penduduk, Tradisi-budaya lokal, dan perkembangan yang ditentukan secara kultur-tradisional.

  2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi. Merupakan gambaran sektor pendorong perkembangan ekonomi, kegiatan usaha, prospek investasi pembangunan dan perkembangan penggunaan tanah, produktivitas kawasan, dan kemampuan pendanaan pemerintah daerah.

  3. Daya Dukung Fisik dan Lingkungan. Merupakan analisis kemampuan fisik, lingkungan dan lahan potensial bagi pengembangan kawasan selanjutnya. Beberapa aspek yang harus dipahami antara lain: kondisi tata guna lahan, kondisi bentang alam kawasan, lokasi geografis, sumberdaya air, status-nilai tanah, ijin lokasi, dan kerawanan kawasan terhadap bencana alam.

  4. Aspek Legal Konsolidasi Lahan Perencanaan. Menunjukkan kesiapan administrasi dari lahan yang direncanakan dari segi legalitas hukum.

  5. Daya Dukung Prasarana dan Fasilitas Lingkungan. Menganalisis kemampuan pelayanan infrastruktur, jenis infrastruktur, jangkauan pelayanan, jumlah penduduk yang terlayani, dan kapasitas pelayanan.

  6. Kajian Aspek Signifikansi Historis Kawasan. Berkaitan dengan kedudukan nilai historis kawasan pada konteks yang lebih besar, misalnya sebagai aset pelestarian pada skala regional bahkan skala Nasional.

  Prinsip analisis kawasan dan wilayah perencanaan salah satunya dengan metode SWOT, dijelaskan sebagai berikut: Kekuatan atau Potensi (Strength) yang dimiliki wilayah perencanaan, yang selama ini tidak atau 1. belum diolah secara maksimal, atau pun terabaikan keberadaannya.

  2. Kelemahan atau Permasalahan (Weakness) internal yang selama ini dihadapi dalam kawasan perencanaan. atau perdesaan pada masa mendatang.

  4. Kendala atau Hambatan (Threat) yang dihadapi wilayah perencanaan, terutama yang berasal dari faktor eksternal.

  Hasil analisis kawasan dan wilayah perencanaan mencakup indikasi program bangunan dan lingkungan yang dapat dikembangkan pada kawasan perencanaan, termasuk pertimbangan dan rekomendasi tentang indikasi potensi kegiatan pembangunan kawasan atau lingkungan yang memiliki dampak besar dan penting serta yang memerlukan penyusunan AMDAL sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

  Selain hal tersebut, Pembangunan berbasis peran masyarakat community-based development) adalah pembangunan dengan orientasi yang optimal pada pendayagunaan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung, masyarakat diberikan kesempatan aktif beraspirasi dan berkontribusi untuk merumuskan program bangunan dan lingkungan yang sesuai dengan tingkat kebutuhan.

  Manfaat analisis pembangunan berbasis peran masyarakat sebagai berikut:

  1. Memupuk pemahaman dan kesadaran masyarakat akan hak, kewajiban dan peranannya di dalam proses pembangunan, sehingga tumbuh rasa memiliki dan tanggungjawab yang kuat terhadap hasil pembangunan.

  2. Meminimalkan konflik, sehingga mempercepat proses kegiatan secara keseluruhan, serta terbangunnya suatu ikatan di masyarakat.

  3. Efisiensi dan efektivitas. Keputusan yang diambil akan bersifat efisien dan efektif jika sesuai dengan kondisi yang ada, baik kebutuhan, keinginan, maupun sumberdaya di masyarakat.

  4. Memberdayakan masyarakat setempat, terutama dalam hal membentuk dan membangun kepercayaan diri, kemampuan bermasyarakat dan bekerjasama.

  Prinsip utama analisis pembangunan berbasis peran masyarakat sebagai berikut: