11.1. Profil Keuangan Daerah - DOCRPIJM 6294862803 BAB XIBAB 11 ASPEK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019

11

ASPEK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
BIDANG CIPTA KARYA

Bab ini membahas taksiran kemampuan daerah dalam memenuhi kebutuhan pembelanjaan
prasarana kabupaten. Pembahasan diawali dengan gambaran umum keuangan daerah yang
meliputi struktur APBD Kabupaten Sampang dan profilnya dalam lima tahun terakhir.
Didasarkan pada profil keuangan dan analisa keuangan, dirumuskan permasalahan keuangan
daerah beserta proyeksi kemampuan keuangan dalam memenuhi kebutuhan belanja barang
dan modal, khususnya di bidang ke-PU/Cipta Karya-an (pembelanjaan prasarana Kabupaten).
Di bagian akhir akan dibahas analisa tingkat ketersediaan dana (proyeksi penerimaan
Kabupaten), khususnya yang dipergunakan untuk membiayai pembelanjaan prasarana
Kabupaten, baik untuk pengoperasian dan pemeliharaan, rehabilitasi dan peningkatan
prasarana yang telah ada maupun pembangunan prasarana baru.
11.1.


Profil Keuangan Daerah
Struktur APBD Kabupaten terdiri dari tiga komponen yakni, yaitu penerimaan

pendapatan, pengeluaran belanja dan pembiayaan. Tabel 11.1 hingga Tabel 11.3
memperlihatkan struktur realisasi APBD tahun 2006 - 2009 serta anggaran tahun 2010.
11.1.1. Penerimaan Daerah
Komponen penerimaan pendapatan meliputi Dana Perimbangan, Pendapatan Asli
Daerah (PAD), Pendapatan Lainnya yang Sah dan Penerimaan Pembiayaan (Tabel 8.1). Dari
tahun 2006-2010, dana perimbangan yang rutin diterima daerah setiap tahun adalah Dana
Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil Pajak (DBHP) dan non
pajak (sumberdaya alam). Pendapatan Asli Daerah yang berasal dari pajak, retribusi,
bunga/kekayaan daerah yang dipisahkan dan penerimaan lain yang sah diterima rutin setiap
tahun. Pendapatan lain yang sah non PAD juga diterima Kabupaten hampir setiap tahun,
kecuali tahun 2006. Sumber penerimaan pendapatan lain yang berasal dari penerimaan

11 - 1

RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH

BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019

pembiayaan ada setiap tahun, yaitu berasal dari penggunaan sisa lebih penggunaan anggaran
(SILPA).
Dalam lima tahun terakhir penerimaan pendapatan Kabupaten Sampang sangat
tergantung pada pemerintah pusat dan/atau propinsi, yaitu mengandalkan dana
perimbangan sebagai sumber terbesar penerimaan pendapatannya. Data APBD tahun 20062010 di sisi penerimaan pendapatan menunjukkan bahwa 75,5% pendapatan berasal dari
dana perimbangan, 4,1% dari PAD, penerimaan lain yang sah sebesar 2,3% dan sisanya (18%)
dari penerimaan pembiayaan. Dana perimbangan terbesar berasal dari Dana Alokasi Umum,
PAD terbesar bersumber dari penerimaan PAD lain yang sah, dan penerimaan dari
pembiayaan seluruhnya bersumber dari penggunaan SILPA.

11 - 2

RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019


Tabel 11.1 Struktur dan Perkembangan Penerimaan Pendapatan Kabupaten Sampang

RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019

Tabel 11.2 Struktur dan Perkembangan Pengeluaran Belanja Kabupaten Sampang

Sumber : Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2006 – 2009 dan APBD Tahun 2010 Kabupaten Sampang

RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019

Tabel 11.3 Struktur dan Perkembangan Pembiayaan Kabupaten Sampang

RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH

BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019

Dilihat dari struktur/komposisinya, dalam lima tahun terakhir perkembangan
penerimaan pendapatan yang berasal dari dana perimbangan maupun PAD berfluktuasi
rendah (Tabel 8.1). Jika dihitung proporsinya terhadap total pendapatan, realisasi dana
perimbangan tahun 2006 hingga 2009 masing-masing 73%, 69%, 68% dan 75%, sementara
proporsi pendapatan yang bersumber dari PAD di antara tahun tersebut berkisar 3.4% - 4.7%.
Pada APBD 2010, total pendapatan daerah menurun drastis sekitar 20% dari tahun 2009.
Secara lebih rinci, proporsi dana perimbangan turun 32%, PAD 18,5% pendapatan lain yang
sah 73%, dan penerimaan pembiayaan 100%. Penurunan pos pendapatan dengan komposisi
tersebut menyebabkan 93% pendapatan kabupaten tahun 2010 berasal dari dana
perimbangan.

Kondisi

ini

tentu


tidak

diharapkan

karena

menunjukkan

tingkat

ketergantungan yang tinggi terhadap pemerintahan di atasnya, yaitu propinsi dan/atau pusat.
Angka pertumbuhan total pendapatan dari tahun ke tahun menurun, bahkan dalam 2
tahun terakhir pertumbuhan negatif (nominal total pendapatan menurun dari tahun
sebelumnya) (Tabel 11.1). Meskipun total pendapatan kabupaten naik dari tahun 2006 hingga
2008, namun angka pertumbuhan menurun, yaitu 21,5% di tahun 2007 menjadi 14,6% di
tahun 2008. Penurunan angka pertumbuhan total pendapatan per tahun ini disebabkan oleh
penurunan pertumbuhan hampir semua komponen pendapatan. Misalnya, Dana
perimbangan yang pada tahun 2007 tumbuh sebesar 15,1% turun menjadi 13,4% pada tahun
2008 dan terus menurun hingga hanya tumbuh 0,7% di tahun 2010. Pertumbuhan PAD,
komponen yang seharusnya menjadi sumber utama penerimaan daerah, sangat berfluktuasi.

Untuk menuju kemandirian daerah, angka pertumbuhan PAD harusnya terus ditingkatkan.
Sayangnya, kondisi peningkatan PAD tahun 2009 yang menggembirakan tidak bisa
dipertahankan dan bahkan diperkirakan menurun 5,5% di tahun 2010. Sementara itu,
komponen yang menyumbang penurunan angka pertumbuhan, bahkan menjadi negatif di
tahun 2009 dan 2010, adalah komponen penerimaan daerah dan penerimaan lain yang sah.
Sumber penerimaan pembiayaan daerah dari SILPA turun 45% di tahun 2009 dan turun 100%
di tahun 2010, padahal kontribusi SILPA pada penerimaan daerah cukup besar, yaitu 18%.
Demikian pula halnya dengan penerimaan lain daerah yang sah. Meski kontribusi komponen
ini tidak begitu besar kepada PAD (hanya sekitar 2,3), namun penurunan sangat drastis
(hingga -73%) membuat total pendapatan kabupaten semakin terpuruk pada tahun 2010.
Secara rata-rata pertumbuhan total penerimaan dalam 5 tahun terakhir hanya sebesar 4,16%.
Bandingkan angka ini dengan rata-rata pertumbuhan penerimaan daerah Sampang tahun

11 - 6

RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019


2004-2008 yang sebesar 15%. Ini berarti, ada ”perlambatan” (bukan ”percepatan”)
pertumbuhan penerimaan pendapatan Kabupaten Sampang.

11.1.2. Pengeluaran Daerah
Komponen Belanja Kabupaten Sampang meliputi belanja operasi, modal, transfer ke
desa/kelurahan dan pengeluaran tak terduga (Tabel 11.2). Dalam lima tahun terakhir belanja
pegawai, barang dan bantuan keuangan adalah komponen belanja operasi yang rutin ada
setiap tahunnya. Sementara itu, belanja bunga, hibah dan bantuan sosial hanya ada pada
tahun tertentu. Selain itu, tidak ada belanja subsidi dalam lima tahun terakhir. Belanja Modal,
baik untuk belanja tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan-irigasi-jaringan
dan aset tetap lainnya merupakan pengeluaran yang terealisasi setiap tahun dalam lima
tahun terakhir. Sementara itu, pengeluaran untuk transfer ke desa/kelurahan hanya
ada/terealisasi pada tahun 2006 hingga 2008.
Masih dalam lima tahun terakhir, pengeluaran terbesar Kabupaten Sampang adalah
pada belanja operasi (rata-rata 70,4%). Belanja modal rata-rata sebesar 29,4% dan sisanya
untuk transfer ke desa/kelurahan serta pengeluaran tak terduga.
Dilihat dari struktur belanja, dalam lima tahun terakhir terjadi penurunan proporsi
pengeluaran untuk belanja operasi dan meningkatnya proporsi belanja modal. Meskipun
belanja operasi masih dominan (rata-rata 70,4%) dan meningkat jumlah rupiahnya, namun
ada kecenderungan penurunan proporsinya dari tahun ke tahun.Tahun 2006, proporsi belanja

operasi sebesar 71,1%, menurun dari tahun ke tahun, sehingga pada tahun 2009 proporsinya
sebesar 65,9%. Penurunan proporsi belanja opearasi ini disertai dengan peningkatan proporsi
belanja modal, yaitu 28,5% tahun 2006 menjadi 34,1% pada tahun 2009. Bagaimana pun
untuk kepentingan percepatan pembangunan, terutama investasi, kecenderungan
peningkatan proporsi belanja modal ini merupakan peluang peningkatan kemampuan daerah
dalam membiayai pembelanjaan prasarana kebupaten.
Pertumbuhan total pengeluaran belanja dari tahun ke tahun sangat fluktuatif dan
secara rata-rata relatif tinggi, yaitu mencapai 18,62% per tahun. Namun, jika diperhatikan
realisasi pengeluaran belanja (tahun 2006 - 2009), belanja Kabupaten Sampang jauh lebih
besar, yaitu mencapai lebih dari 25% per tahun. Penurunan besaran belanja daerah yang
sangat ekstrim di tahun 2010 (pertumbuhan mencapai -1,67%) menyebabkan rata-rata
pertumbuhan belanja per tahun menurun tajam, dari 25% menjadi 18,62%. Penurunan total

11 - 7

RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019


belanja daerah di tahun 2010 dipengaruhi oleh turunnya pengeluaran daerah pada pos belanja
modal. Pada tahun 2010, belanja modal turun drastis, mencapai 46,61% (hampir separuh) dari
belanja modal tahun sebelumnya.
Kondisi turunnya pos belanja modal pada tahun 2010 ini tentu saja sangat kontras
dibandingkan dengan kondisi perkembangan belanja modal tahun 2006-2009. Seperti
dijelaskan sebelumnya, ada peningkatan proporsi belanja modal dari tahun 2006 - 2009.
Meski dari perkembangan angka pertumbuhan belanja modal tahun 2006-2009 turun, namun
pertumbuhan tetap positif (angka nominal naik). Kondisi tersebut merupakan salah satu
sinyal bahwa pemerintah daerah berupaya melakukan percepatan pembangunan.
Sayangnya, pada tahun 2010 kondisi ini tidak bisa dipertahankan. Jika ini terus terjadi
(penurunan belanja modal), maka dikhawatirkan bisa mempengaruhi kinerja pembangunan
daerah.

11.1.3. Pembiayaan Daerah
Komponen APBD terakhir adalah Pembiayaan (Tabel 11.3). Dalam lima tahun
terakhir, sub komponen penerimaan pembiayaan di APBD Kabupaten Sampang hampir
seluruhnya (99,8%) berasal dari penggunaan SILPA dan sisanya (0,2%) dari penerimaan
kembali pemberian penyertaan modal dari perusahaan daerah. Sementara itu, pengeluaran
pembiayaan digunakan untuk pembayaran pokok pinjaman ke pemerintah pusat dan
penyertaan modal pada perusahaan daerah. Rata-rata proporsi penyertaan modal pada

perusahaan daerah lebih dominan, yaitu mencapai 98,5% pembiayaan pengeluaran,
sementara sisanya (1,5%) untuk pembayaran pinjaman pokok (hanya pada tahun 2006 dan
2007). Tahun 2008-2010, Sampang sudah tidak punya kewajiban membayar pinjaman lagi
sehingga pengeluaran pembiayaan murni untuk penyertaan modal pada perusahaan daerah.
Angka pertumbuhan penerimaan pembiayaan dari tahun ke tahun menurun, bahkan
negatif (nominal penerimaan lebih rendah tahun ini dari pada tahun sebelumnya) di tahun
2009 dan 2010. Trend pertumbuhan yang menurun ini mengikuti perkembangan yang sama
dari penggunaan SILPA, kontributor terbesar penerimaan pembiayaan. Kondisi ini
sebenarnya kurang menggembirakan. Bagaimana pun, penerimaan pembiayaan adalah
sumber dana/kas daerah yang dapat digunakan untuk menutupi anggaran defisit dalam
pendapatan dan belanja daerah. Perkembangan belanja daerah yang selalu lebih tinggi dari
pendapatan daerah (anggaran defisit) akan sangat membebani pembiayaan daerah. Saat

11 - 8

RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019


penerimaan pembiayaan daerah semakin lama semakin kecil maka peluang kemampuan
daerah untuk menutupi anggaran defisit juga semakin kecil. Dalam jangka panjang, bukan
tidak mungkin penerimaan pembiayaan tidak bisa lagi menutupi defisit anggaran, suatu
kondisi yang tidak diharapkan terjadi.
Pertumbuhan di sisi pengeluaran pembiayaan juga sangat berfluktuasi. Ada beberapa
hal (positif) yang bisa dilihat dari pertumbuhan pengeluaran pembiayaan daerah. Pertama,
pemerintah sudah tidak memiliki pinjaman dari berbagai pihak sejak tahun 2008. Kedua,
pengeluaran yang dilakukan daerah adalah untuk penyertaan modal yang berarti akan
bermanfaat di kemudian hari. Dari jumlahnya, besaran penyertaan modal penyertaan modal
pada perusahaan daerah yang merupakan salah satu bentuk investasi, paling tidak dalam dua
tahun terakhir, meningkat. Jika pada tahun 2006 hanya sekitar Rp. 2 milyar, tahun 2009 dan
2010 sekitar Rp. 15 milyar. Ini diharapkan dapat meningkatkan besaran penerimaan kembali
pemberian penyertaan modal (sumber penerimaan pembiayaan) bahkan di tahun-tahun
mendatang. Lebih jauh lagi, penyertaan modal tersebut secara tidak langsung diharapkan
dapat mempertinggi PAD.
Dengan kondisi perkembangan penerimaan dan pengeluaran pembiayaan seperti
tersebut di atas, pembiayaan netto – yang merupakan selisih antara pembiayaan penerimaan
dan pengeluaran juga sangat berfluktuasi. Jumlah penerimaan pembiayaan yang jauh lebih
tinggi dibandingkan pengeluaran pembiayaan menyebabkan trend pembiayaan netto
mengikuti trend penerimaan pembiayaan, yaitu bahwa menurun dari tahun ke tahun, bahkan
penurunan yang sangat ekstrim di tahun 2009 dan 2010. Secara rata-rata, dalam lima tahun
pertumbuhan pembiayaan netto sekitar 7,4% / tahun.

11.2. Profil Keuangan Perusahaan Daerah
Kabupaten Sampang memiliki dua perusahaan daerah, yaitu Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) dan Apotik Trunojoyo. Perusahaan daerah yang terkait langsung dengan
cakupan RPIJM ini hanyalah PDAM. Karenanya, profil keuangan perusahaan daerah yang
akan diuraikan dalam sub bab ini hanyalah profil keuangan PDAM.
Dari profil keuangan PDAM akan dianalisis kondisi keuangan perusahaan melalui dua
indikator. Pertama, indikator kemampuan perusahaan membayar semua kewajiban dalam
jangka panjang (rasio solvabilitas) dan rasio kewajiban dan total equitas. Kedua indikator ini
bisa menunjukkan resiko yang harus ditanggung oleh pemberi pinjaman (kreditur) maupu

11 - 9

RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019

pemilik modal (perusahaan sendiri). Semakin tinggi rasio solvabilitas berarti semakin tinggi
pula resiko kreditur. Walaupun demikian, selama rasio solvabilitas lebih kecil dari 1 (satu)
maka jika pun perusahaan tutup maka aset yang dimiliki perusahaan masih bisa menutupi
kewajiban/pinjaman. Demikian pula halnya dengan rasio kewajiban dengan total ekuitas
(debt-equity

rasio),

yaitu

bahwa

semakin

tinggi

nilainya

maka

resiko

pemilik

modal/perusahaan semakin besar. Dengan kata lain, perusahaan sedang mengalami kesulitan
keuangan dan butuh bantuan pihak luar.
Indikator kedua adalah tingkat keuntungan atau kerugian perusahaan. Di dunia usaha –
khususnya swasta – perusahaan diharapkan selalu mendapatkan keuntungan/laba. Jika rugi
maka menjadi disinsentif bagi pengusaha untuk terus melanjutkan usahanya. Namun, akan
sedikit berbeda untuk perusahaan yang orientasinya adalah untuk pelayanan umum, seperti
PDAM.
Selama PDAM telah memberikan pelayanan yang baik kepada konsumen dan/atau
memberikan dampak positif lain yang lebih luas bagi kesejahteraan masyarakat, maka
kerugian secara ekonomi terkadang masih bisa dimaklumi. Walaupun demikian, lebih jauh
masih bisa dinilai apakah kerugian bisa diterima atau tidak dengan melihat struktur
pengeluaran perusahaan. Selama proporsi pengeluaran perusahaan untuk investasi cukup
tinggi dan diharapkan kelak di kemudian hari akan ada keuntungan ekonomi yang didapat,
maka kerugian saat ini dapat terima. Namun jika komponen pengeluaran justru didominasi
oleh pengeluaran rutin – apalagi disertai dengan inefisiensi pengeluaran, maka perlu
pembenahan manajemen keuangan perusahaan ke arah yang lebih baik.
Tabel 11.4 Kondisi Keuangan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten
Sampang Tahun 2005 – 2009 (dalam Rp.000,-)
Uraian
Total Aktiva
Total Kewajiban
Modal
Ekuitas Lainnya
Rugi Ditahan
Total Ekuitas
Rasio Solvabilitas
Debt equity ratio

2005
5.215.868
2.164.056
4.216.180
(1.234.970)

2006
5.115.443
2.795.843
4.216.180
(2.018.531)

Tahun
2007
5.077.258
2.965.883
3.865.860
(1.876.436)

70.602
0,41
30,65

121.951
0,55
22,93

121.951
0,58
24,32

2008
9.451.907
3.259.817
7.797.271
(1.727.132)

2009
9.847.580
3.488.943
7.797.271
(1.560.585)

121.951
0,34
26,73

121.951
0,35
28,61

Sumber : Laporan Keuangan PDAM Tahun 2005-2009

11 - 10

RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019

Hasil analisis terhadap profil keuangan PDAM lima tahun terakhir (Tabel 11.4 dan Tabel
8.5) memperlihatkan ada hal yang cukup menggembirakan dan ada pula hal yang perlu
diwaspadai. Beberapa hal yang menggembirakan adalah (1) adanya peningkatan total asset
atau aktiva yang cukup besar, khususnya dua tahun terakhir; (2) dalam dua tahun terakhir
pula modal bertambah; (3) kerugian menurun dalam tiga tahun terakhir; dan (4) Proporsi
pengeluaran untuk investasi semakin meningkat sehingga diharapkan memberikan
keuntungan ekonomi di masa mendatang. Hal positif lainnya adalah bahwa rasio solvabilitas
perusahaan masih dinilai cukup bagus (perusahaan tetap layak beroperasi dalam jangka
panjang) dengan trend rasio yang cenderung menurun (makin baik).
Tabel 11.5 Pengeluaran (Jumlah (Rp.000,-) dan Proporsi (%) PDAM Kabupaten
Sampang Tahun 2005-2009
Item Pengeluaran
Rutin
Investasi
Lainnya
Total

Jumlah
Proporsi
Jumlah
Proporsi
Jumlah
Proporsi
Jumlah
Proporsi

Tahun
2005
4.009.111
97,2
114.347
2,8
4.123.458

2006
4.424.186
96,1
133.870
2,9
45.087
1,0
4.603.143

2007
4.500.347
96,6
135.997
2,9
23.472
0,5
4.659.815

2008
5.538.345
91,0
410.289
6,7
139.131
2,3
6.087.765

2009
6.199.791
85,3
1.043.523
14,4
24.280
0,3
7.267.595

Rata-rata
93,2
5,9
0,8
100,0

Sumber : Laporan Keuangan PDAM Tahun 2005-2009
Di lain pihak, ada pula beberapa hal yang perlu diwaspadai dan perlu peningkatan
manajemen keuangan perusahaan ke arah yang lebih baik. Pertama, dalam 5 tahun terakhir
perusahaan selalu mengalami kerugian (pendapatan selalu lebih kecil dari pengeluaran
perusahaan), meski ada kecenderungan menurunnya nominal kerugian. Kedua, ada trend
kewajiban (hutang) yang semakin meningkat yang dalam tiga tahun terakhir rata-rata
meningkat 7,6% per tahun. Meningkatnya hutang yang dibarengi dengan peningkatan
investasi tentu bisa diterima karena hal tersebut berarti hutang dimanfaatkan untuk hal yang
produktif. Pertumbuhan investasi perusahaan dari tahun cukup tinggi, terutama dalam dua
tahun terakhir (lihat Tabel 6-5). Namun jika dilihat besaran (rupiah)-nya, peningkatan
investasi tidak sebesar peningkatan hutang.Ketiga, perusahaan (pemilik modal) sedang
mengalami kesulitan keuangan dan membutuhkan bantuan keuangan pihak luar untuk
memenuhi kewajibannya. Meski peningkatan cukup kecil, namun ada trend meningkatnya
rasio kewajiban terhadap ekuitas perusahaan (kondisi yang tidak diharapkan). Keempat,

11 - 11

RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019

proporsi pengeluaran perusahaan masih didominasi untuk pengeluaran rutin (rata-rata
93,2%). Bagaimana pun, dalam jangka panjang hal ini tidak diharapkan. Pengelolaan
keuangan perusahaan perlu ditingkatkan lagi sehingga ada pengeluaran lebih efisien.

11.3. Proyeksi Keuangan Daerah
Proyeksi/analisa keuangan 5 tahun mendatang perlu kehati-hatian, mengingat
permasalahan/kondisi yang ada sekarang, seperti fluktuasi pertumbuhan dari tahun ke tahun
yang sangat ekstrim. Dalam kondisi seperti ini pemanfaatan asumsi trend historis sebagai
dasar proyeksi cukup riskan. Bagaimanapun, peningkatan anggaran belanja yang sangat
besar sementara pertumbuhan pendapatan jauh lebih rendah (menggunakan kebijakan
anggaran defisit), membahayakan dalam jangka panjang. Karenanya analisa keuangan di
masa yang akan datang (proyeksi) untuk RPIJMD ini mengikuti kesepakatan yang telah dibuat
dengan pemerintah daerah, baik yang tertuang dalam RPJMD 2008 – 2013 ataupun diskusi
dengan pihak terkait.
Dalam RPJMD 2008-2013 kebijakan umum rencana dan realisasi APBD Kabupaten
Sampang tahun 2008 s/d 2013 adalah sebagai berikut :
1. Menggunakan sistim APBD berimbang atau surplus, artinya rencana dan realisasi
pendapatan lebih besar atau sama dengan belanja daerah;
2. Prosentase peningkatan pendapatan lebih besar daripada prosentase peningkatan
belanja;
3. Peningkatan kualitas pelayanan publik melalui peningkatan alokasi belanja pada
belanja modal;
4. Efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas anggaran melalui kebijakan anggaran
berdasarkan program prioritas.

Berdasarkan analisis perkembangan realisasi APBD tahun 2006 s/d 2010, kebijakan
umum Keuangan dalam RPJMD 2008-2013 dan kesepakatan/hasil diskusi dengan pihak
terkait di Kabupaten Sampang, berikut ini adalah proyeksi APBD Kabupaten Sampang tahun
2011 s/d 2015.

11 - 12

RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019

11.3.1. Proyeksi Penerimaan Pendapatan Tahun 2011-2015
Asumsi-asumsi proyeksi pendapatan daerah Kabupaten Sampang 2011 - 2015 adalah
sebagai berikut :
1. Pertumbuhan komponen dana perimbangan diasumsikan sebagai berikut :

a. DAU tumbuh 9%. Angka ini sedikit lebih tinggi dari acuan trend pertumbuhan
historis DAU selama 5 tahun terakhir yang sebesar 8,38%. Asumsi ini sama atau
lebih kecil dari asumsi kenaikan DAU di RPJMD 2008-2013 sebesar 15% per tahun.

b. DAK masing-masing sebesar 22% per tahun. Asumsi DAK sedikit di bawah ratarata pertumbuhan masa lalu yang mencapai 22,96%, namun lebih tinggi dari
perkiraan dalam RPJMD 2008-2013 yang sebesar 15%. Dengan asumsi bahwa
pada tahun 2011-2015 pemerintah daerah Kabupaten Sampang berkomitmen
untuk melaksanakan pengelolaan SDA secara ramah lingkungan, maka
memerlukan peningkatan DAK, khususnya untuk konservasi SDA. Selain itu
adanya pencabutan subsidi BBM oleh pemerintah juga berimplikasi pada
peningkatan dana perimbangan.

c. Dana Bagi Hasil Pajak (dari pusat) sebesar 5%. Angka ini sedikit lebih rendah dari
trend pertumbuhan masa lalu sebesar 5,8%.

d. Melihat trend pertumbuhan masa lalu yang berfluktuasi, maka sangat riskan bila
asumsi pertumbuhan dana bagi hasil sumber daya alam (non pajak)
menggunakan

rata-rata pertumbuhan

historis

yang

mencapai

90,37%.

Karenanya, diasumsikan saja rata-rata pertumbuhan per tahun komponen ini
adalah 15%.

e. Penggunaan rata-rata pertumbuhan lima tahun terakhir Dana Bagi hasil pajak
dari propinsi yang negatif juga riskan. Namun,jika dilihat besaran dana tersebut
dari tahun 2006-2010, angka dana ini berkisar sekitar belasan milyar. Karenanya,
untuk asumsi rata-rata pertumbuhan per tahun proyeksi 2011-2015 adalah 0%
dan besaran dana ditentukan dari rata-rata besarnya dana ini selama 5 tahun
terakhir, yaitu sebesar Rp. 17,67 milyar.
Dengan asumsi ini, rata-rata pertumbuhan dana perimbangan dari tahun 2011-2015
sebesar 10,46%, lebih tinggi sedikit dari trend historis lima tahun terakhir yang

11 - 13

RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019

sebesar 9,6%. Dengan asumsi ini pula maka pada tahun 2011 dana perimbangan
sebesar Rp. 663,07 milyar dan tahun 2015 sebesar Rp. 987,08 milyar.
2. Keinginan pemerintah Sampang untuk melakukan percepatan pembangunan

membuat ada penargetan PAD. Pada tahun 2008, pemerintah pernah menargetkan
PAD tahun 2009 menjadi 30 milyar (meningkat 46,5% dari Anggaran tahun 2008).
Komitmen pemerintah ini ternyata membuahkan hasil positif. Realisasi PAD tahun
2009 sebesar 37,15 milyar jauh melebihi jumlah yang ditargetkan (30 milyar).
Untuk kepentingan proyeksi, berikut asumsi pertumbuhan sub-sub komponen PAD :

a. Trend pertumbuhan retribusi yang terus meningkat pada tahun 2006 hingga
2009, namun turun pada tahun 2010 membuat penggunaan angka rata-rata
pertumbuhan per tahun 5 tahun terakhir sebesar 34,14% juga cukup riskan.
Karenanya, dipergunakan asumsi dengan angka yang lebih kecil, yaitu bahwa
retribusi akan naik sebesar 25% per tahun.

b. Asumsi pertumbuhan pajak per tahun relatif sama dengan rata-rata pertumbuhan
per tahun dalam 5 tahun terakhir, yaitu 12%

c. Peningkatan yang ekstrim dari pos penerimaan bunga/kekayaan daerah yang
dipisahkan juga tidak memungkinkan menggunakan angka pertumbuhan historis.
Karenanya, di sini digunakan saja asumsi 20%.

d. Asumsi pertumbuhan penerimaan PAD lain yang sah per tahun relatif sama
dengan rata-rata pertumbuhan per tahun dalam 5 tahun terakhir, yaitu 5%.
Dengan asumsi-asumsi di atas, maka pada tahun 2015 diperkirakan PAD Kabupaten
Sampang sebesar 80 milyar dan berkontribusi sekitar 6,48% terhadap total
penerimaan daerah (meningkat dari rata-rata kontribusinya tahun 2006-2010 yang
sebesar 4,1%). Sementara itu, pertumbuhan rata-rata proyeksi PAD tahun 2011-2015
adalah sebesar 18,25%/tahun. Asumsi ini lebih rendah dari yang digariskan RPJMD
2008-2013 Asumsi ini jauh lebih rendah dari asumsi RPJMD 2008-2013 yang
menargetkan pertumbuhan PAD sebesar 40% di tahun 2010, dan 50% untuk tahun
2011 hingga 2013. Walaupun demikian, asumsi pertumbuhan PAD sebesar
18,25%/tahun cukup relevan (tidak terlalu rendah) karena angka tersebut tetap relatif
lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan proyeksi dana perimbangan yang sebesar
10,46%. Bagaimana pun, untuk menuju kemandirian daerah, komitmen bahwa sebisa

11 - 14

RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019

mungkin pertumbuhan PAD lebih besar dari pertumbuhan dana perimbangan harus
tetap dijaga dan terus ditingkatkan.
Penargetan kenaikan PAD yang cukup tinggi disertai dengan rencana kenaikan
beberapa tarif dan intensifikasi pajak dan retribusi. Diakui hingga saat ini pemungutan
pajak belum optimal (belum intensif) dan beberapa tarif pajak di Kabupaten Sampang
masih dibawah ketentuan dalam Undang-Undang (UU) No. 34 tahun 2000 tentang
Pajak dan Retribusi Daerah. Direncanakan untuk menaikkan beberapa tarif pajak dan
retribusi namun tetap tidak menyalahi UU yag ada. Menurut perundang-undangan
tersebut, tarif Pajak Daerah diatur sebagai berikut :


Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air 5%



Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air 10%



Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 5%



Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air
Permukaan 20%



Pajak Hotel 10%



Pajak Restoran 10%



Pajak Hiburan 35



Pajak Reklame 25%



Pajak Penerangan Jalan 10%



Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 20%



Pajak Parkir 20%.

Sementara itu, retribusi daerah terdiri dari tiga kelompok besar, yaitu :

a. Retribusi Jasa Umum
b. Retribusi Jasa Usaha dan
c. Retribusi Perizinan Tertentu.
Struktur PAD Kabupaten Sampang saat ini masih didominasi oleh retribusi dan
penerimaan PAD lain yang sah. Penerimaan dari pajak, yang meliputi pajak hotel,
restoran, penerangan jalan, galian golongan C dan reklame berkontribusi 10,8%
terhadap PAD dengan pertumbuhan rata-rata 10,9% per tahun. Penerimaan bunga
dari aset daerah juga sangat kecil. Namun di masa mendatang ada peluang
peningkatan PAD untuk sub komponen ini. Pemerintah telah mendirikan Badan

11 - 15

RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019

Usaha Milik Daerah di tahun 2008 yang mulai memberikan kontribusi kepada daerah
di tahun 2009.
Peluang peningkatan PAD yang lain utamanya dari intensifikasi retribusi dan pajak.
Saat ini kontribusi retribusi terhadap PAD sebesar 36,9%, utamanya dari retribusi jasa
umum, yaitu pasar, BRSUD, dan pelayanan kesehatan. Meskipun jenis retribusi lain
cukup banyak, namun masih kecil dan pertumbuhan per tahunnya sangat
berfluktuatif (naik-turun). Upaya intensifikasi diharapkan dapat meningkatkan
pendapatan daerah setiap tahunnya sehingga pertumbuhannya pun selalu positif.
3. Melihat trend historis, dana penerimaan lain-lain yang sah diasumsikan tetap per

tahun. Fluktuasi yang ekstrim sehingga rata-rata pertumbuhannya tahun 2006-2010
sebesar 246,85%, membuatnya cukup riskan jika dijadikan dasar proyeksi. Karenanya,
untuk proyeksi 2011-2015, komponen ini diasumsikan tidak tumbuh, namun tetap
sebesar rata-ratanya tahun 2006-2010, yaitu sebesar 24,8 milyar. Asumsi ini adalah
minimum, sebab jika pemerintah daerah mampu mengakses dana hibah dan menjalin
kemitraan dengan berbagai sumber dana, seperti yang telah digariskan dalam RPJMD
2008-2013, maka perolehan dana dari sumber ini akan jauh lebih besar.
4. Dengan mengingat bahwa sumber pembiayaan masih bersumber pada penggunaan

SILPA, maka kondisi pembiayaan netto lebih penting untuk diperhatikan. Selain itu,
dengan trend penerimaan dari pembiayaan yang turun sangat drastis, maka untuk
proyeksi penerimaan pembiayaan tahun 2011-2015 diasumsikan pertumbuhannya
0%. Namun demikian, diasumsikan pula bahwa tetap ada penerimaan pembiayaan
untuk menutup defisit anggaran, yaitu sebesar rata-rata realisai dana tersebut tahun
2006-2009, yaitu sebesar 167,33 milyar.
Dengan asumsi di atas, maka hasil proyeksi komponen penerimaan pendapatan
untuk APBD 2011 – 2015 dapat dilihat di Tabel 6-6. Pada tahun 2011, pendapatan
daerah sebesar 871,34 milyar dan pada tahun 2015 sebesar 1,23 trilyun. Pertumbuhan
rata-rata total pendapatan daerah tahun 2011-2015 adalah sebesar 9,7% per tahun.

11.3.2. Proyeksi Komponen Pengeluaran Belanja Tahun 2011-2015
Sesuai dengan kebijakan RPJMD 2008-2013, proyeksi belanja daerah Kabupaten
Sampang 2011-2015 dilakukan dengan menggunakan asumsi bahwa pertumbuhan
pengeluaran belanja daerah lebih kecil atau sama dengan pertumbuhan penerimaan

11 - 16

RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019

pendapatan. Karenanya, untuk proyeksi tahun 2011-2015 diasumsikan bahwa pertumbuhan
total belanja lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan pendapatan yang sebesar 9,1% per
tahun. Pengetatan belanja harus dilakukan mengingat selama ini anggaran yang digunakan
adalah anggaran defisit (belanja lebih besar dari pendapatan) dan kekurangannya ditutupi
dari penerimaan pembiayaan yang utamanya adalah SILPA. Dalam jangka panjang, hal ini
tidak baik karena semakin lama kas daerah akan habis (SILPA=0) dan tidak ada dana untuk
menutup defisit anggaran. Berikut ini beberapa asumsi yang digunakan :
1. Belanja pegawai, barang dan bantuan keuangan setiap tahun tumbuh rata-rata
5%/tahun. Angka ini jauh lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan 5 tahun terakhir.
Namun, dalam rangka pengetatan belanja (mengurangi defisit anggaran), maka hal
ini perlu dilakukan untuk memperbaiki pengelolaan keuangan.
2. Belanja hibah dan bantuan sosial diasumsikan tumbuh 0% per tahun dengan besar
dana sama dengan realisasi tahun 2009, yaitu 4,56 milyar untuk belanja hibah dan
49,63 milyar untuk belanja bantuan sosial.
3. Belanja modal diasumsikan hanya 4% per tahun, lebih kecil dari trend historisnya,
sebesar 13,32%.
Dengan asumsi-asumsi di atas,rata-rata pertumbuhan belanja per tahun hasil proyeksi
sebesar 4,5%, lebih kecil dari proyeksi pertumbuhan pendapatan sebesar 9,1%. Hasil
proyeksi komponen pengeluaran belanja untuk APBD 2011 – 2015 dapat dilihat di Tabel
11.7.
Tabel 11.6 Proyeksi Penerimaan Pendapatan Kabupaten Sampang 2011 - 2015
No
1.

Uraian Bagian
dan Pos
Pendapatan
(Perimbangan)
a. Dana alokasi
umum
b. Dana alokasi
khusus
c. Dana bagi
hasil pajak
d. Dana bagi
hasil sumber
daya alam
e. Bagi hasil

2011
(ribu Rp)

2012
(ribu Rp)

Tahun
2013
(ribu Rp)

663.071.867

730.289.171

805.825.165

890.931.606

987.082.402

495.790.800

540.411.972

589.049.050

642.063.464

699.849.176

76.102.868

92.845.499

113.271.509

138.191.241

168.593.314

51.723.673

54.309.857

57.025.350

59.876.617

62.870.448

21.782.114

25.049.431

28.806.845

33.127.872

38.097.053

17.672.412

17.672.412

17.672.412

17.672.412

17.672.412

2014
(ribu Rp)

2015
(ribu Rp)

11 - 17

RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019

No

Uraian Bagian
dan Pos

2012
(ribu Rp)

Tahun
2013
(ribu Rp)

2014
(ribu Rp)

2015
(ribu Rp)

10,14

10,34

10,56

10,79

40.934.194

47.999.975

56.611.512

67.134.750

80.024.565

21.173.343
4.121.461

26.466.678
4.616.036

33.083.348
5.169.961

41.354.185
5.790.356

51.692.731
6.485.199

3.306.000

3.967.200

4.760.640

5.712.768

6.855.322

12.333.391

12.950.060

13.597.563

14.277.442

14.991.314

17,26

17,94

18,59

19,20

24.824.086

24.824.086

24.824.086

24.824.086

-

-

-

-

167.335.412

167.335.412

167.335.412

167.335.412

2011
(ribu Rp)

pajak dari
propinsi
Pertumbuhan
Dana
Perimbangan (%)
2.

3.

4.

Pendapatan
Asli Daerah
a. Retribusi
b. Pajak
c. Penerimaan
Bunga/Kekaya
an Daerah yg
dipisahkan
d. Penerimaan
Lain yang sah
Pertumbuhan
PAD (%)
Lain-lain
penerimaan yg
sah
Pertumbuhan
(%)
Penerimaan
Pembiayaan
a. Penggunaan
SILPA
b. Pencairan
Dana
Cadangan
c. Pinjaman
dalam negeri
Pem-Pus
d. Pinjaman
dalam negeri
Pemda lain
e. Pinjaman
dalam negeri
Bank
f. Pinjaman
dalam negeri
Non- Bank
g. Pinjaman
dalam negeri

24.824.086

167.335.412

11 - 18

RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019

No

Uraian Bagian
dan Pos

2011
(ribu Rp)

Obligasi
h. Pinjaman
dalam negeri
lainnya
i. Penerimaan
kembali
pinjaman pers.
Negara
j. Penerimaan
kembali
pinjaman Pers.
Daerah
k. Penerimaan
kembali
pinjaman
Pemda lainnya
Pertumbuhan
Penerimaan
Pembiayaan (%)
Jumlah Pendapatan
Pertumbuhan Total
Pendapatan

871.341.474

2012
(ribu Rp)

Tahun
2013
(ribu Rp)

2014
(ribu Rp)

2015
(ribu Rp)

-

-

-

-

945.624.558 1.029.772.090 1.125.401.769 1.234.442.380
8,5

8,9

9,3

9,7

Tabel 11.7 Proyeksi Pengeluaran Belanja Kabupaten Sampang 2011 - 2015
Tahun
2013
(ribu Rp)

No

Uraian Bagian dan Pos

1.

Belanja Operasi
- Belanja Pegawai
390.569.249 410.097.712 430.602.598 452.132.727 474.739.364
- Belanja Barang
109.491.761 114.966.349 120.714.666 126.750.400 133.087.919
- Belanja Bunga
- Belanja Bantuan
32.758.489
34.396.413
36.116.234
37.922.045
39.818.148
Keuangan
- Belanja Subsidi
- Belanja Hibah
4.561.600
4.561.600
4.561.600
4.561.600
4.561.600
- Belanja Bantuan
49.626.670 49.626.670 49.626.670 49.626.670 49.626.670
Sosial
Jumlah (1)
587.007.769 613.648.744 641.621.767 670.993.442 701.833.701
Pertumbuhan jumlah 1
4,5
4,6
4,6
4,6
(%)
Belanja Modal
- Belanja Tanah
- Belanja Peralatan dan
-

2.

2011
(ribu Rp)

2012
(ribu Rp)

2014
(ribu Rp)

2015
(ribu Rp)

11 - 19

RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019

No

Uraian Bagian dan Pos

2011
(ribu Rp)

mesin
- Belanja Gedung dan
Bangunan
- Belanja Jalan.irigasi
dan jaringan
- Belanja Aset tetap
lainnya
- Belanja Asetlainnya
Jumlah (2)
143.166.616
Pertumbuhan jumlah 2
(%)
Transfer
ke
3.
Desa/Kelurahan
- Bagi hasil Pajak
- Bagi hasil Retribusi
- Bagi hasil Pendaptan
lainnya
Jumlah (3)
Pertumbuhan jumlah 3
(%)
4. Belanja Tak Terduga
Jumlah (4)
Pertumbuhan jumlah 4
(%)
T O T A L
BELANJA
730.174.384
(1+2+3+4)
Pertumbuhan rata-rata
(%)

2012
(ribu Rp)

Tahun
2013
(ribu Rp)

2014
(ribu Rp)

2015
(ribu Rp)

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

148.893.280 154.849.012

161.042.972 167.484.691

4,0

4,0

4,0

4,0

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

0

0

0

0

762.542.024

796.470.779

4,4

4,4

832.036.414 869.318.392
4,5

4,5

11.4. Analisis Permasalahan Keuangan Daerah
Berdasarkan seluruh uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan
pengelolaan keuangan Kabupaten Sampang, setidaknya dalam lima tahun terakhir (2006 2010), yaitu sbagai berikut :
1. Pendapatan daerah masih sangat tergantung dari dana perimbangan, baik
pemerintah dari pusat ataupun propinsi
2. Setidaknya dalam lima tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan penerimaan
pendapatanjauh lebih kecil daripada rata-rata pertumbuhan belanja.Jika hal ini
dibiarkan terus maka semakin lama kesenjangan antara belanja dan pendapatan

11 - 20

RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019

semakin jauh. Implikasi selanjutnya, pemerintah akan memerlukan sumber
pembiayaan yang lain untuk memenuhi kebutuhan belanja. Saat ada dana lebih pada
tahun-tahun sebelumnya (dana SILPA), maka akan ada sumber pembiayaan. Namun
jika seiring adanya upaya efisiensi sehingga persentase realisasi APBD terhadap
RAPBD semakin tinggi, maka dana SILPA akan semakin berkurang.
3. Penerimaan yang bersumber dari PAD berfluktuatif. Bagaimana pun, dalam rangka
pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah kabupaten harus memiliki sumber
pendapatan (PAD) yang ‘pasti’ yang menjamin keberlanjutan pendanaan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Fluktuasi yang sangat ekstrim
dari tahun ke tahun membuat kesulitan memprediksi kemampuan PAD sehingga bisa
saja menyulitkan perencanaan.
4. Pembiayaan netto di tahun terakhir yang menurun tajam. Jika kondisi ini berlanjut di
tahun-tahun mendatang, maka yang terjadi adalah pembiayaan netto yang negatif
sehinggapeluang adanya SILPA sebagai sumber penerimaan tahun-tahun berikutnya
juga akan semakin kecil. Sumber penerimaan daerah yang lain, seperti penerimaan
kembali penyertaan modal masih relatif kecil.
5. Proporsi belanja modal relatif kecil, sekitar 29,4%. Bagaimana pun jenis belanja yang
berpengaruh langsung pada peningkatan produktiftas daerah adalah belanja modal
ini. Karenanya, semakin besar proporsi untuk belanja modal / pembangunan, maka
peluang peningkatan produktifitas daerah pun membesar.
Di balik permasalahan pengelolaan APBD di atas, ada beberapa keunggulan yang harus
dipertahankan bahkan ditingkatkan, yaitu :
1. Realisasi APBD 2006 - 2009 memperlihatkan ada kecenderungan meningkatnya
proporsi dan pertumbuhan belanja modal dari tahun ke tahun.
2. Ada komitmen pemerintah daerah untuk memperbaiki pengelolaan keuangan
daerahnya secara lebih baik yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2008-2013
3. Pemerintah memiliki perusahaan daerah yang bisa membantu/berkontribusi dalam
pembangunan investasi jangka menengah bidang keciptakaryaan, khususnya terkait
air bersih, yaitu PDAM. Meski pengelolaan keuangan perusahaan masih perlu
ditingkatkan, namun perusahaan daerah tersebut masih layak beroperasi dan turut

11 - 21

RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019

membangun sektor air minum di Kabupaten Sampang, dengan tentu saja ada
bantuan dana dari pihak luar.
Jika seluruh asumsi dalam penentuan proyeksi penerimaan dan pengeluaran yang telah
diuraikan sebelumnya dapat terpenuhi, maka anggaran surplus – yaitu pendapatan lebih
besar daripada pengeluaran dapat terjadi (Tabel 11.8). Bagaimana pun selisih surplus ini dapat
menjadi penerimaan tersendiri yang bisa digunakan untuk membiayai pembangunan tahuntahun selanjutnya.
Tabel 11.8 Proyeksi Komponen Pendapatan dan Belanja APBD Kabupaten
Sampang 2011 - 2015
Komponen
Pendapatan
Belanja
PendapatanBelanja

Proyeksi (ribu Rp)
2011
2012
2013
2014
2015
871.341.474 945.624.558 1.029.772.090 1.125.401.769 1.234.442.380
730.174.384 762.542.024
796.470.779
832.036.414
869.318.392
141.167.089

183.082.534

233.301.311

293.365.354

365.123.988

Tabungan masyarakat (public saving) di Kabupaten Sampang, yang merupakan selisih
dari pendapatan kabupaten dengan belanja wajibnya, selama lima tahun terakhir serta
perhitungan proyeksinya dapat dilihat pada Tabel 8.9 dan 8.10. Dari Tabel tersebut dapat
dilihat bahwa public saving pada tahun 2006 dan 2007 mengalami surplus, namun di tahun
2008 hingga 2010 mengalami defisit. Kondisi ini disebabkan oleh peningkatan pendapatan
yang tidak setinggi peningkatan belanja serta ditambah dengan meningkatnya pembiayaan
pengeluaran pada tahun 2008-2010. Bagaimana pun kebijakan penggunaan anggaran defisit
pada suatu titik bisa merugikan kas negara karena defisit anggaran harus ditutupi oleh
sumber pembiayaan daerah.
Namun dengan adanya komitmen pemerintah daerah untuk memperbaiki pengelolaan
keuangan lima tahun mendatang, maka kondisi ini diharapkan dapat diperbaiki. Dengan
memanfaatkan hasil proyeksi anggaran pendapatan dan belanja tahun 2011-2015 seperti
yang telah diuraikan sebelumnya dan diasumsikan bahwa pembiayaan pengeluaran pada
tahun 2011 sama dengan rata-rata pengeluaran pembiayaan 5 tahun terakhir, serta tumbuh
0% per tahun di tahun-tahun sesudahnya, maka public saving tahun 2011 masih defisit,
namun tahun 2012-2015 public saving Kabupaten Sampang mengalami surplus. Bagaimana
pun public saving ini bisa digunakan oleh pemerintah untuk meningkatkan pembiayaannya
terhadap proyek pembangunan (investasi) di tahun-tahun berikutnya. Dengan kata lain,

11 - 22

RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019

dengan meningkatnya public saving maka kemampuan keuangan daerah melakukan investasi
termasuk untuk prasarana Kabupaten juga meningkat.
Tabel 11.9 Perkembangan Public Saving Kabupaten Sampang Tahun 2006 - 2010
Sumber
Penerimaan/Belanja
Penerimaan
a. PAD
b. DBHP
c. DBHBP

No.
I

d. DAU

2006
19.617.723
55.337.642
1.924.620

Realisasi APBD (000 Rp)
2007
2008
25.280.748
64.852.300
1.672.863

28.476.319
66.402.923
4.030.055

330.911.000

e. DAK
f. Lain-lain

370.902.000 422.388.032
30.090.000 43.856.000
52.769.700

2009

APBD
2010

37.150.452
68.490.174
8.598.311

35.119.637
63.149.373
18.940.968

442.747.075

454.853.945

75.610.000

62.379.400

penerimaan yang
3.025.430 25.068.500
46.378.329
12.501.083
sah
II BELANJA WAJIB
a. PEMBIAYAAN
2.049.702
5.948.215
2.817.500
14.900.000
15.000.516
PENGELUARAN
b. PEMBELANJAAN 383.360.207 478.640.638 608.963.319 755.623.560
743.013.667
PUBLIC SAVING
52.471.075
21.975.059 (37.713.790) (137.927.547) (123.570.861)
Ket. : Angka dalam kurung berarti negatif (defisit)
Ukuran lain yang bisa memperlihatkan kemampuan daerah membiayai belajanya di
tahun-tahun mendatang adalah DSCR (Debt-Service Coverage Ratio), yaitu rasio antara
pendapatan bersih (selisih penerimaan dan belanja wajib) dengan pengeluaran pengembalian
bunga dan pokok pinjaman serta berbagai biayanya.
Tabel 11.10 Proyeksi Public Saving Kabupaten Sampang 2011 - 2015
No
.
I

Sumber
Penerimaan /
Belanja
Penerimaan
a. PAD
b. DBHP
c. DBHBP
d. DAU
e. DAK

II

BELANJA WAJIB
a. PEMBIAYAAN
PENGELUARAN
b. PEMBELANJAA
N

Tahun (000 Rp)
2011

2012

40.934.194 47.999.975
69.396.085 71.982.269
21.782.114 25.049.431
495.790.80
0 540.411.972
76.102.868 92.845.499
24.824.086 24.824.086

8.143.187
730.174.384

9.666.558
762.542.02
4

2013
56.611.512
74.697.762
28.806.845
589.049.05
0
113.271.509
24.824.086

10.906.005

2014

2015

67.134.750 80.024.565
77.549.029 80.542.860
33.127.872
38.097.053
642.063.46 699.849.17
4
6
138.191.241 168.593.314
24.824.086 24.824.086

12.681.234

796.470.779 832.036.414

10.936.753
869.318.39
2

11 - 23

RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019

No
.

Sumber
Penerimaan /
Belanja

Tahun (000 Rp)
2011

2012

2013

PUBLIC SAVING
(9.487.423) 30.904.650
Ket. : Angka dalam kurung berarti negatif (defisit)

2014

79.883.979

2015

138.172.794 211.675.908

Tabel 11.11. dan 11.12 memperlihatkan perkembangan DSCR pemerintah Kabupaten
Sampang lima tahun terakhir dan proyeksinya dalam lima tahun mendatang. Dari tabel-tabel
tersebut dapat dilihat bahwa DSCR kabupaten Sampang pada tahun 2006 dan 2007 melebihi
batas minimal kelayakan. Dengan kata lain, Kabupaten Sampang bisa melakukan
peminjaman kepada pihak luar untuk membantu pembiayaan pembangunannya. Tahun 2008
- 2011 Kabupaten Sampang belum layak untuk melakukan pinjaman karena defisit anggaran
(penerimaan daerah lebih rendah dari belanjanya). Namun, tahun 2012 - 2015, Sampang
kembali dapat melakukan pinjaman untuk membantu menambah penerimaan pembiayaan
daerah.
Tabel 11.11 Perkembangan DSCR Kabupaten Sampang Tahun 2006 - 2010
Sumber
Penerimaan/Belanj
a
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Pos Dana Alokasi
Umum (DAU)
Pos Dana Otonomi
Khusus
Pos Dana Bagi Hasil
:
• Pos Bagi Hasil
Pajak
• Pos Bagi Hasil
Bukan Pajak
• Pos Dana Bagi
Hasil Dana
Reboisasi
(DBHD)
Belanja Wajib :
Angsuran Pokok
Pinjaman
Angsuran Bunga
Pinjaman
Biaya Lain

Realisasi APBD (000 Rp)
2008

APBD

2006

2007

2009

2010

19.617.723

25.280.748

28.476.319

37.150.452

35.119.637

330.911.00
0

370.902.00
0

422.388.032

442.747.075

454.853.945

30.090.000

43.856.000

52.769.700

75.610.000

62.379.400

-

-

-

-

-

55.337.642

64.852.300

66.402.923

68.490.174

63.149.373

1.924.620

1.672.863

4.030.055

8.598.311

18.940.968

-

-

-

-

-

383.360.20
7

478.640.63
8

608.963.319

755.623.560

743.013.667

49.702

298.215

-

-

-

39.964

115.536

-

-

-

-

-

-

-

-

11 - 24

RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019

Sumber
Penerimaan/Belanj
a
PenerimaanBelanja
DSCR

Realisasi APBD (000 Rp)
2006

2007
-

-

54.520.778

27.923.274

608

67

APBD

2008

2009

2010

(34.896.290
)
-

(123.027.547
)
-

108.570.345
)
-

Tabel 11.12 Proyeksi DSCR Kabupaten Sampang Tahun 2011 - 2015
Tahun (000 Rp)
Sumber
Penerimaan/Belanja
2011
2012
2013
2014
2015
Pendapatan Asli
40.934.194
47.999.975
56.611.512
67.134.750 80.024.565
Daerah
Pos Dana Alokasi
95.790.800 540.411.972 589.049.050 642.063.464 699.849.176
Umum
Pos Dana Otonomi
76.102.868 92.845.499 113.271.509 138.191.241 168.593.314
Khusus
Pos Dana Bagi Hasil
:
• Pos Bagi Hasil
69.396.085
71.982.269
74.697.762
77.549.029 80.542.860
Pajak
• Pos Bagi Hasil
21.782.114
25.049.431 28.806.845
33.127.872
38.097.053
Bukan Pajak
• Pos Dana Bagi
Hasil Dana
Reboisasi (DBHD)
Belanja Wajib
730.174.384 762.542.024 796.470.779 832.036.414 869.318.392
Angsuran Pinjaman
(pokok, bunga,
6.298.849
6.298.849
6.298.849
6.298.849
biaya lain)
DSCR
2,5
10
20
31

Jika berpedoman pada nilai DSCR 2.5, maka pada tahun 2012 hingga 2015 Kabupaten
Sampang mampu melakukan peminjaman. Berdasarkan perhitungan dalam Tabel 8.12 dapat
terlihat bahwa besaran maksimum angsuran pokok dan bunga pinjaman serta berbagai
biayanya yang mampu dikeluarkan oleh pemerintah berkisar 6,3 milyar per tahun. Artinya,
jika besaran belanja dan pendapatan seperti yang diproyeksikan, maka Sampang dapat
melakukan peminjaman dari pihak lain dan mulai tahun 2012 dapat melakukan pengembalian
pinjaman, pokok dan biaya lainnya sebesar hingga 6,3 milyar. Selanjutnya, jika diasumsikan

11 - 25

RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019

besaran angsuran/biaya pinjaman tersebut konstan dalam 4 tahun ke depan, maka DSCR
Kabupaten Sampang 2012 - 2015 terlihat pada Tabel 11.12.

11.5. Analisis Kelayakan Proyek dan Rencana Pembiayaan Investasi
Fokus uraian dalam analisis kelayakan proyek dan rencana pembiayaan investasi ini
adalah pada kemampuan daerah membiayai pembelanjaan prasarana Kabupaten, dalam hal
ini bidang pekerjaan umum/keciptakaryaan. Beberapa satuan kerja pemerintah daerah
(SKPD) terkait langsung dalam proses perencanaan, pelaksanaan, danpemeliharaan
prasarana kebupaten adalah Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang (PU Cipta
Karya dan Tata Ruang), Badan Lingkungan Hidup (BLH), dan Bappeda. Dinas PU Cipta Karya
dan Tata Ruang berperan dalam penanganan Air Minum, Drainase, Air Limbah,
Pengembangan Pemukiman dan Penataan Bangunan dan Lingkungan. Penanganan sampah
menjadi tanggung jawab BLH, sementara Bappeda berperan dari sisi perencanaan umum dan
koordinasi.
Kemampuan daerah dalam membiayai pembelanjaan prasarana kabupaten dapat
dilihat dari proyeksi besarnya dana yang diterima oleh SKPD penanggung jawab
perencanaan, penyediaan dan pemeliharaan prasarana kabupaten. Dengan berpedoman
pada realisasi anggaran untuk SKPD terkait tersebut di APBD 2008 dan 2009, dapat dihitung
rata-rata proporsi anggaran setiap SKPD. Dengan asumsi proporsi sama dengan rata-rata
2008 dan 2009, maka dapat diproyeksikan besaran anggaran untuk ketiga SKPD terkait
keciptakaryaan adalah seperti tampak pada Tabel 11.13.
Tabel 11.13 Proyeksi Anggaran untuk Program / Kegiatan (Urusan Pemerintahan) SKPD
Terkait Keciptakaryaan 2011 – 2015 (Ribu Rp)
SKPD
2011
2012
2013
2014
2015
Dinas PU Cipta Karya
38.790.31 40.516.26
42.325.47 44.222.00
37.143.781
& Tata Ruang
5
2
6
1
B LH
8.412.442 8.785.354
9.176.252 9.586.009 10.015.540
Bappeda
6.769.212 7.069.282
7.383.825
7.713.542
8.059.171
Asumsi proyeksi : proporsi anggaran untuk ketiga SKPD=rata-rata proporsi anggaran mereka
tahun 2008 dan 2009. Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang = 5,09% dan
BLH = 1,15% dan Bappeda=0.93% dari total proyeksi anggaran belanja
daerah.
Berdasarkan data Pertanggungjawaban Pelaksanaan (Realisasi) APBD tahun 2008 dan
2009 diperoleh informasi tentang besaran dan proporsi belanja untuk pembiayaan bidang-

11 - 26

RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019

bidang keciptakaryaan seperti tertera dalam Tabel 8.11. Jika diasumsikan bahwa proporsi
pembelanjaan untuk bidang-bidang tersebut tetap dalam lima tahun mendatang, maka
anggaran untuk pembangunan setiap bidang keciptakaryaan, utamanya yang bersumber dari
APBD tahun 2011 - 2