BAB V Kerangka Strategi Pembiayaan Infrastruktur Bidang Cipta Karya - DOCRPIJM a85498199d BAB VIBAB 5

BIDANG CIPTA KARYA

BAB V Kerangka Strategi
Pembiayaan Infrastruktur Bidang
Cipta Karya

124

5.1 Potensi Pendanaan APBD

Sesuai PP no. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota,
diamanatkan bahwa kewenangan pembangunan bidang Cipta Karya merupakan tanggung jawab
Pemerintah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten/Kota terus didorong untuk
meningkatkan belanja pembangunan prasarana Cipta Karya agar kualitas lingkungan
permukiman di daerah meningkat. Di samping membangun prasarana baru, pemerintah daerah
perlu juga perlu mengalokasikan anggaran belanja untuk pengoperasian, pemeliharaan dan
rehabilitasi prasarana yang telah terbangun.
Namun, seringkali pemerintah daerah memiliki keterbatasan fiscal dalam mendanai
pembangunan infrastruktur permukiman. Pemerintah daerah cenderung meminta dukungan
pendanaan pemerintah pusat, namun perlu dipahami bahwa pembangunan yang dilaksanakan

Ditjen Cipta Karya dilakukan sebagai stimulan dan pemenuhan standar pelayanan minimal. Oleh
karena itu, alternatif pembiayaan dari masyarakat dan sektor swasta perlu dikembangkan untuk
mendukung pembangunan bidang Cipta Karya yang dilakukan pemerintah daerah. Dengan
adanya pemahaman mengenai keuangan daerah, diharapkan dapat disusun langkah-langkah
peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya di daerah.
Pembahasan aspek pembiayaan dalam RPI2-JM bidang Cipta Karya pada dasarnya
bertujuan untuk:
a.

Mengidentifikasi kapasitas belanja pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan
bidang Cipta Karya,

b.

Mengidentifikasi alternatif sumber pembiayaan antara lain dari masyarakat dan sektor
swasta untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya,

c.

Merumuskan rencana tindak peningkatan investasi bidang Cipta Karya.


5.1.1 Arahan Kebijakan Pembiayaan Bidang Cipta Karya
Pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya perlu memperhatikan arahan dalam peraturan
dan perundangan terkait, antara lain:
1.Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah: Pemerintah daerah
diberikan hak otonomi daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai

dengan

peraturan

perundangundangan.

Dalam

hal

ini,


Pemerintah

Daerah

menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan
pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yaitu politik luar negeri, pertahanan,
keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.
2.Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Daerah: untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah daerah
124

didukung sumber-sumber pendanaan meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan,
Pendapatan Lain yang Sah, serta Penerimaan Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan
digunakan untuk mendanai pengeluaran daerah yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah.
3. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan: Dana Perimbangan
terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus. Pembagian DAU
dan DBH ditentukan melalui rumus yang ditentukan Kementerian Keuangan. Sedangkan DAK
digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas

nasional. Penentuan lokasi dan besaran DAK dilakukan berdasarkan criteria umum, kriteria
khusus, dan kriteria teknis.
4. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota: Urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, terdiri atas urusan wajib dan
urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk
kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi 26 urusan, termasuk
bidang pekerjaan umum. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang
berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh
Pemerintah. Urusan wajib pemerintahan yang merupakan urusan bersama diserahkan kepada
daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian
sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.
5.Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah: Sumber pinjaman
daerah meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah Lainnya, Lembaga Keuangan Bank dan NonBank, serta Masyarakat. Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada
pihak luar negeri, tetapi diteruskan melalui pemerintah pusat. Dalam melakukan pinjaman
daerah Pemda wajib memenuhi persyaratan:
a. total jumlah pinjaman pemerintah daerah tidak lebih dari 75% penerimaan APBD tahun
sebelumnya;
b. memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman
yang ditetapkan pemerintah paling sedikit 2,5;

c. persyaratan lain yang ditetapkan calon pemberi pinjaman;
d. tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjamanyang bersumber dari pemerintah;
e. pinjaman jangka menengah dan jangka panjang wajib mendapatkan persetujuan DPRD.
6.Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan
Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (dengan perubahan Perpres 13/2010 & Perpres 56/2010):
Menteri atau Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan badan usaha dalam penyediaan
infrastruktur. Jenis infrastruktur permukiman yang dapat dikerjasamakan dengan badan usaha
adalah infrastruktur air minum, infrastruktur air limbah permukiman dan prasarana
persampahan.
125

7.Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah (dengan perubahan Permendagri 59/2007 dan Permendagri 21/2011):
Struktur APBD terdiri dari:
a. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan
Pendapatan Lain yang Sah.
b. Belanja Daerah meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung.
c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan Pengeluaran.
8. Peraturan Menteri PU No. 15 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana
Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur: Kementerian PU menyalurkan DAK untuk pencapaian

sasaran nasional bidang Cipta Karya, Adapun ruang lingkup dan criteria teknis DAK bidang
Cipta Karya adalah sebagai berikut:
a. Bidang Infrastruktur Air Minum
DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air minum
kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan
termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Adapun kriteria teknis alokasi DAK
diutamakan untuk program percepatan pengentasan kemiskinan dan memenuhi sasaran/ target
Millenium Development Goals (MDGs) yang mempertimbangkan:
- Jumlah masyarakat berpenghasilan rendah;
- Tingkat kerawanan air minum.
b. Bidang Infrastruktur Sanitasi
DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan,
dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan
yang diselenggara-kan melalui proses pemberdayaan masyarakat. DAK Sanitasi diutamakan
untuk program peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan memenuhi sasaran/target MDGs
yang dengan kriteria teknis:
- kerawanan sanitasi;
- cakupan pelayanan sanitasi.
9. Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan
Kementerian Pekerjaan Umum yang Merupakan Kewenanangan Pemerintah dan Dilaksanakan

Sendiri: Dalam menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai dana APBN, Kementerian PU
membentuk satuan kerja berupa Satker Tetap Pusat, Satker Unit Pelaksana Teknis Pusat, dan
Satuan Non Vertikal Tertentu. Rencana program dan usulan kegiatan yang diselenggarakan
Satuan Kerja harus mengacu pada RPI2-JM bidang infrastruktur ke-PU-an yang telah disepakati.
Gubernur sebagai wakil Pemerintah mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan kementerian
yang dilaksanakan di daerah dalam rangka keterpaduan pembangunan wilayah dan
pengembangan lintas sektor.

126

Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkup sumber dana
kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya yang dibahas dalam RPI2-JM bidan Cipta Karya
meliputi:
1. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada Satuan Kerja di
tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana Alokasi Khusus bidang Air Minum dan
Sanitasi.
2. Dana APBD Provinsi, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya
yang dibelanjakan pemerintah provinsi untuk pembangunan infrastruktur permukiman
dengan skala provinsi/regional.
3. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan

dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan infrastruktur
permukiman dengan skala kabupaten/kota.
4. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema kerjasama pemerintah dan swasta
(KPS), maupun skema Corporate SocialResponsibility (CSR).
5. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.
6. Dana Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.

Dana-dana tersebut digunakan untuk belanja pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan
prasarana yang telah terbangun, serta rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada.
Oleh karena itu, dana-dana tersebut perlu dikelola dan direncanakan secara terpadu sehingga
optimal dan memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan pelayanan bidang Cipta
Karya

5.1.2 Komponen Penerimaan Pendapatan
Komponen Penerimaan Pendapatan merupakan penerimaan yang merupakan hak pemerintah
daerah yang diakui sebagai penambah kekayaan bersih. Penerimaan Pendapatan terdiri atas :
a)

Pendapatan Asli Daerah (PAD);


b) Dana Perimbangan;
c)

Pendapatan lainnya yang sah.

Berikut akan dijelaskan satu persatu subkomponen Pendapatan dan gambaran umum tentang
subkomponen Pendapatan di daerah pada umumnya

A.

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan daerah yang dipungut berdasarkan peraturan
daerah sesuai dengan peraturan perundangan. PAD bersumber dari :
1.

Pajak Daerah, antara lain: Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Kendaraan di atas Air, Pajak
Balik Nama, Pajak Bahan Bakar, Pajak Pengambilan Air Tanah, Pajak Hotel, Pajak
Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Galian Golongan
127


C, Pajak Parkir, dan Pajak lain-lainm Pajak-pajak Daerah ini diatur oleh UU No. 34/2000
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Peraturan Pemerintah No. 65/2001 tentang
Pajak Daerah.
2.

Retribusi Daerah, antara lain: Retribusi Pelayanan Kesehatan, Retribusi Pelayanan
Persampahan, Retribusi Biaya Cetak Kartu, Retribusi Pemakaman, Retribusi Parkir di Tepi
Jalan, Retribusi pasar, Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor, Retribusi Pemadam
Kebakaran, dan lain-lain. Retribusi ini diatur oleh UU No. 34/2000 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, dan Peraturan Pemerintah No. 66/2001 tentang Retribusi Daerah.

3.

Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, antara lain hasil deviden BUMD; dan

4.

Lain-lain pendapatan yang sah, antara lain : hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak
dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar, komisi, potongan,

dan lain-lain yang sah.

Untuk penyelenggaraan otonomi Daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab, diperlukan
kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber keuangan sendiri, yang didukung oleh
perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta Pemerintah Propinsi dan Kota
yang merupakan prasyarat dalam system Pemerintah Daerah. Sehubungan dengan itu maka
daerah hendaknya memiliki kewenangan yang luas dan kemampuan yang optimal untuk
menggali dan mengembangkan keuangan sendiri.

B.

Dana Perimbangan

Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari Pendapatan APBN yang dialokasikan
kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana
Perimbangan terdiri atas :
1.

Dana Bagi Hasil terbagi atas Bagi Hasil Pajak (BHP) dan Bagi Hasil Bukan Pajak (BHBP)
atau yang berasal dari hasil pengelolaan sumber daya alam. BHP antara lain: Pajak Bumi
Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak
Penghasilan Badan maupun Pribadi; sedangkan BHBP atara lain : kehutanan, pertambangan
umum, perikanan, penambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan
panas bumi.

2.

Dana Alokasi Umum (DAU) dibagikan berdasarkan “Celah Fiskal” yaitu selisih antara
Kebutuhan Fiskal dan Kapasitas Fiskal ditambah Alokasi Dasar.

3.

Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diberikan untuk kegiatan khusus, misalnya: reboisasi,
penambahan sarana pendidikan dan kesehatan, dan bencana alam.

128

5.1.2 Komponen Pengeluaran Belanja
Komponen pengeluaran belanja terdiri dari:
1. Belanja Operasi
2. Belanja Modal
3. Transfer ke Desa/Kelurahan
4. Belanja Tak Terduga

5.1.3 Komponen Pembiayaan
Komponen Pembiayaan (Financing) merupakan komponen yang baru dalam Sistem Keuangan
Daerah. Istilah Pembiayaan berbeda dengan Pendanaan (Funding). Pendanaan diartikan sebagai
dana atau uang dan digunakan sebagai kata umum, sedangkan Pembiayaan diartikan sebagai
penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali.
Contoh konkritnya, di dalam SAP-D yang lama, apabila daerah memperoleh pinjaman, pinjaman
tersebut diakui sebagai Penerimaan Pendapatan. Selanjutnya, Penerimaan Pendapatan dari
Pinjaman ini tidak mempunyai konsekuensi atau dicatat pembayaran kembali; sedangkan di
dalam SAP-D yang baru, apabila daerah memperoleh Pinjaman, maka diterima sebagai
Penerimaan Pembiayaan yang perlu dibayar kembali. Demikian pula bila daerah memberi
pinjaman, maka dikeluarkan sebagai Pengeluaran Pinjaman karena akan diterima kembali.

5.2 Profil APBD
Hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tercermin dalam pembagian
kewenangan, tugas, dan tanggung jawab yang jelas antar tingkat pemerintahan, seperti yang
diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004. Dengan demikian prinsip yang digunakan adalah money
follows functions, artinya bahwa besarnya distribusi keuangan Didasarkan oleh distribusi
kewenangan, tugas, dan tanggung jawab yang telah ditentukan terlebih dahulu. Sehingga secara
umum, hubungan antara pusat dan daerah tercermin dalam aspek perencanaan
(planning) dan penganggaran (budgeting) untuk semua aktivitas di setiap level pemerintahan
sesuai dengan kewenangan, tugas, dan tanggung jawabnya masing-masing. Pengaturan
hubungan keuangan pusat dan daerah berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 didasarkan atas 4
(empat) prinsip, yaitu:

129

a. Urusan yang merupakan tugas Pemerintah Pusat di daerah dalam rangka dekonsentrasi
dibiayai dari dan atas beban APBN;
b. Urusan yang merupakan tugas Pemda sendiri dalam rangka desentralisasi dibiayai dari dan
atas beban APBD;
c. Urusan yang merupakan tugas Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya,
yang dilaksanakan dalam rangka Tugas Pembantuan, dibiayai oleh Pemerintah Pusat atas
beban APBN atau oleh Pemerintah Daerah tingkat atasnya atas beban APBD-nya sebagai
pihak yang menugaskan; dan
d. Sepanjang potensi sumber-sumber keuangan daerah belum mencukupi, Pemerintah Pusat
memberikan sejumlah bantuan.

5.2.1 Keuangan Daerah
Pengelolaan keuangan daerah merupakan bagian dari penyelenggaraan pembangunan. Sejalan
dengan terus berjalannya sistim penyelenggaraan otonomi daerah yang menuntut lebih tertibnya
pengelolaan keuangan daerah untuk mencapai hasil-hasil pembangunan yang diharapkan,
kebijakan keuangan daerah harus dilaksanakan dengan lebih berhati-hati dan akurat.
Melalui pengelolaan keuangan daerah yang tertata dengan baik dapat diketahui dengan segera
kinerja keuangan daerah, kegiatan apa saja yang sudah terealisasi, apa hasilnya, bagaimana
manfaatnya bagi masyarakat dalam jangka menengah dan jangka panjang. Selain itu, sistem ini
juga membantu proses penghitungan untuk pembuatan laporan pertanggungjawaban anggaran
oleh pemerintah daerah dapat dilakasanakan dalam waktu yang singkat.
Gambaran umum kondisi keuangan daerah yang dibutuhkan untuk analisis Rencana Program
Investasi Jangka Menengah (RPI2-JM) meliputi minimal selama 5 tahun terakhir.
5.2.2 Struktur APBD Bolaang Mongondow Selatan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). APBD
terdiri atas pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah.
Adapun perkembangan penerimaan dan prosentase penerimaan Pemerintah Daerah untuk
membiayai Pembangunan sebagian besar dari Pendapatan yang berasal dari Pemberian
Pemerintah, Namun kontribusi penerimaan yang berasal dari PAD menunjukan adanya
peningkatan meskipun tidak terlalu signifikan.
130

Permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupeten Bolsel dalam rangka
peningkatan sumber-sumber pendapatan daerah antara lain:
1. Masih terbatasnya sumber- sumber pendapatan asli daerah.
2. Masih besarnya rasio ketergantungan pendapatan dengan dana perimbangan baik dari
pemerintah pusat dan pemerintah Propinsi.
3. Masih adanya potensi dan objek pajak dan retribusi daerah maupun lain-lain penghasilan
yang sah belum optimal diintensifkan.
Oleh karena itu Kapasitas Keuangan Daerah akan menentukan kemampuan Pemerintah Daerah
dalam menjalankan fungsi meningkatkan makro ekonomi daerah dan pelayanan masyarakat.
Kemampuan pemerintah dapat diukur penerimaan pendapatan daerah, penerimaan pendapatan
daerah dari tahun ke tahun senantiasa menunjukkan peningkatan, namun demikian kontribusi
PAD terhadap penerimaan masih relatif kecil dibanding dengan sumber penerimaan dari dana
perimbangan. Kondisi tersebut merupakan tantangan sekaligus peluang yang perlu disikapi
dengan usaha dan kerja keras, agar komposisi perimbangan pecan PAD dan pendapatan dari
pusat mencapai titik keseimbangan (equilibrium) yang memadai.

5.2.3 Pendapatan Asli Daerah
Peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam pembiayaan program pembangunan di
Kabupeten Minahasa Utara sangatlah penting. Hal itu sejalan dengan pelaksanaan otonomi
daerah. Dalam rangka peningkatan PAD, Pemerintah Kabupeten Minahasa Utara telah secara
maksimal berupaya melalui serangkaian kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi Pajak dan
Retribusi, eksplorasi sumber daya, serta upaya investasi swasta. Untuk penyelenggaraan
otonomi Daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab, diperlukan kewenangan dan
kemampuan untuk menggali sumber keuangan sendiri, yang didukung oleh perimbangan
keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta Pemerintah Propinsi dan Kota yang
merupakan prasyarat dalam sistem pemerintahan daerah. Dengan itu maka daerah hendaknya
memiliki kewenangan yang luas dan kemampuan yang optimal untuk menggali dan
mengembangkan keuangan sendiri.

131

Tabel 5.1 Rincian APBD (setelah Perubahan) Kab. Bolaang Mongondow Selatan Tahun Anggaran 20102015

No
.
A.
1.

ANGGARAN (Rp.)
URAIAN
2011

2012

2013

2014

2015

327.848.039.267,14

281.531.875.507,00

335.257.341.758,00

384.297.504.270,07

515.335.420.238,00

3.228.250.000,14

5.560.400.000,00

5.144.154.318,00

11.155.520.106,00

13.678.240.355,00

185.000.000,00

665.000.000,00

730.377.124,00

2.438.378.000,00

3.894.572.069,00

1.023.250.000,00

1.295.400.000,00

1.048.095.430,00

1.580.000.000,00

1.311.753.212,00

0,00

0,00

0,00

0,00

0,00

2.020.000.000,14

3.600.000.000,00

3.365.681.764,00

7.137.142.106,00

8.471.915.074,00

260.142.308.507,00

264.578.926.507,00

317.096.825.272,00

344.913.402.100,00

439.216.801.216,00

11.041.765.507,00

11.041.765.507,00

11.157.494.272,00

14.586.434.362,00

14.929.727.216,00

2. Dana Alokasi Umum

194.811.643.000,00

229.324.941.000,00

267.064.711.000,00

284.610.597.738,00

306.923.904.000,00

3. Dana Alokasi Khusus

54.288.900.000,00

229.324.941.000,00

267.064.711.000,00

45.716.370.000,00

117.363.170.000,00

64.477.480.760,00

11.392.549.000,00

13.016.362.168,00

28.228.582.064,07

62.440.378.667,00

0,00

2.500.000.000,00

0,00

0,00

0,00

5.000.000.000,00

5.000.000.000,00

5.751.847.863,00

11.532.695.064,07

9.213.742.667,00

0,00

3.586.549.000,00

7.261.932.000,00

13.103.887.000,00

53.226.636.000,00

0,00

0,00

0,00

3.592.000.000,00

0,00

5. Pendapatan Lainnya

59.477.480.760,00

306.000.000,00

2.582.305,00

0,00

0,00

BELANJA

377.357.550.884,00

362.293.387.962,41

398.817.421.492,91

437.922.626.355,73

510.299.330.433,00

112.570.432.489,00

306.270.593.150,00

146.765.775.738,91

164.880.268.777,11

209.441.795.725,00

1. Belanja Pegawai

95.372.505.489,00

113.367.051.436,00

119.711.279.872,91

135.138.134.190,11

140.782.015.635,00

2. Belanja Subsidi

0,00

0,00

1.650.816.000,00

0,00

0,00

3. Belanja Hibah

5.272.927.000,00

1.607.040.000,00

5.970.000.000,00

16.829.000.000,00

4. Belanja Bantuan Sosial

4.900.000.000,00

3.789.570.000,00

5.829.234.000,00

5.991.000.000,00

1.997.100.000,00

6.500.000.000,00

7.000.012.550,00

13.418.495.800,00

16.173.941.837,00

49.401.189.335,00

PENDAPATAN
PENDAPATAN ASLI
DAERAH
1. Pendapatan Pajak
Daerah
2. Retribusi Daerah
3. Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan
4. Lain-lain Pendapatan
Asli Daerah yang Sah

2.

DANA PERIMBANGAN
1. Bagi Hasil Pajak/Bagi
Hasil Bukan Pajak

LAIN-LAIN
3.

PENDAPATAN DAERAH
YANG SAH
1. Dana Hibah
2. Dana Bagi Hasil Pajak
dari Provinsi dan
Pemerintah Daerah
Lainnya
3. Dana Penyesuaian dan
Otonomi Khusus
4. Bantuan Keuangan Dari
Provinsi atau
Pemerintah Daerah
Lainnya

B
1.

BELANJA TIDAK
LANGSUNG

5. Belanja Bantuan
Keuangan kepada

7.007.522.000,00

132

Provinsi / Kabupaten /
Kota dan Pemerintahan
Desa
6. Belanja Tidak Terduga
2.

C

525.000.000,00

2.500.000.000,00

3.027.350.066,00

1.607.192.750,00

432.490.755,00

BELANJA LANGSUNG

264.787.118.395,00

228.629.231.976,41

252.051.645.754,00

273.042.357.578,62

300.857.534.708,00

1. Belanja Pegawai

20.577.037.600,00

20.590.487.000,00

16.089.842.000,00

19.249.970.500,00

24.841.473.500,00

2. Belanja Barang dan Jasa

67.564.722.307,00

69.272.178.456,00

76.491.179.758,00

113.397.584.020,86

85.981.486.303,00

3. Belanja Modal

176.645.358.488,00

138.766.566.520,41

159.470.623.996,00

140.394.803.057,76

190.034.574.905,00

SURPLUS / DEFISIT

(49.509.511.616,86)

(80.761.512.455,41)

(63.560.079.734,91)

(53.625.122.085,66)

49.509.511.616,86

80.811.512.455,41

63.610.079.734,91

54.625.122.085,66

54.032.259.899.30

49.509.511.616,86

80.811.512.455,41

63.610.079.734,91

54.625.122.085,66

54.032.259.899.30

0,00

50.000.000,00

50.000.000,00

1.000.000.000,00

0,00

0,00

0,00

0,00

0,00

50.000.000,00

50.000.000,00

1.000.000.000,00

0,00

0,00

0,00

0,00

0,00

0,00

0,00

0,00

0,00

0,00

0,00

49.509.511.616,86

80.761.512.455,41

63.560.079.734,91

53.625.122.085,66

59.068.349.704,30

0,00

0,00

0,00

0,00

0,00

PENERIMAAN
PEMBIAYAAN DAERAH

(59.068.349.704,30
)

1. Sisa Lebih Perhitungan
Anggaran Tahun
Anggaran Sebelumnya
D

PENGELUARAN
PEMBIAYAAN DAERAH
1. Pembentukan Dana
Cadangan

0,00

2. Penyertaan Modal
(Investasi) Pemerintah
Daerah
3. Pembayaran Pokok
Utang
4. Pemberian Pinjaman
Daerah
PEMBIAYAAN NETTO
SISA LEBIH/KURANG
PEMBIAYAAN TAHUN
BERKENAAN
Sumber : DPPKAD Kab. Bolsel 2015

5.1.7 Target dan Realisasi Pendapatan
Target pendapatan Kabupaten Bolaang Mongondow SelatanTahun Anggaran 2011-2015,
target

Pendapatan

Daerah

sebesar

Rp.515.335.420.238,00dengan

realisasi

Rp.

13.678.240.355,00. Pendapatan Daerah dari tahun ke tahun terus meningkat, hal ini dapat
dilihat dari target dan realisasi Pendapatan Daerah tahun 2011 sampai dengan 2015. Berikut
adalah rincian pendapatan sepanjang tahun 2011-2015:

133

Tabel 5.2 Total Pendapatan Pemerintah Kab. Bolaang Mongondow Selatan Tahun Anggaran 2010-2015

Tahun

Target Setelah

Anggaran

Perubahan APBD

2011

Bertambahnya /

Realisasi

%

327.848.039.267,14

331.934.358.386,55

101.25

4.086.319.119,41

2012

281.531.875.507,00

289.069.160.429,50

102.68

7.537.284.922,50

2013

335.257.341.758,00

338.698.967.147,75

101.03

3.442.625.389,75

2014

384.297.504.270,07

382.912.547.194,64

99.64

(1.384.957.075,43)

2015

520.733.497.541,00

515.335.420.238,00

98.96

(5.398.077.303,00)

1.849.668.258.343,21

1.857.950.453.396,44

100,45

Jumlah

Berkurang

Sumber : DPPKAD Kab. Bolsel, 2015

Tabel 5.3 Matriks Potensi Pendanaan APBD Kab/Kota Bidang Cipta Karya

SEKTOR

2011

2012

2,206,571

0

0

Pengembangan SPAM
Pengembangan PLP

Pengembangan Kawasan
Permukiman
Penataan Bangunan dan
Lingkungan

Total Belanja APBD Kab/Kota
Bidang Cipta Karya

Realisasi
2013

Proyeksi
2017
2018

2014

2015

2016

2019

3,469,500

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

2,897,411

7,316,229

2,549,458

2,560,593

2,571,778

2,583,011

2,594,293

0

0

0

528,000

1,559,809

1,590,291

1,621,368

1,653,052

1,685,356

2,206,571

0

6,366,911

7,844,229

4,109,267

4,150,884

4,193,146

4,236,063

4,279,649

Sumber : Kab/Kota dan Hasil Analisis

Tabel 5.3 Matriks Potensi Pendanaan APBD Provinsi Bidang Cipta Karya

SEKTOR

2011

Pengembangan Kawasan
Permukiman
Penataan Bangunan dan
Lingkungan
Pengembangan SPAM
Pengembangan PLP
Total Belanja APBD Prov
Bidang Cipta Karya

Realisasi
2012 2013
2014

2015

2016

Proyeksi
2017
2018

2019

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

14,387
200,000

0
0

4,993
1,454,288

0
0

0
1,546,923

0
1,595,430

0
1,645,458

0
1,697,055

0

214,387

0

1,459,281

0

1,546,923

1,595,430

1,645,458

1,697,055

Sumber : Renja Dinas PU Prov SULUT dan Hasil Analisis

134

5.3 Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kebijakan Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) diarahkan untuk mengoptimalisasi
sumber-sumber pendapatan melalui upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan daerah,
optimalisasi aset dan kekayaan pemerintah Kota dengan menganut prinsip:
1. Potensial artinya lebih menitik beratkan pada potensinya daripada jumlah atau jenis pungutan
yang banyak;
2. Tidak memberatkan masyarakat;
3. Tidak merusak lingkungan;
4. Mudah diterapkan/diaplikasikan, mudah dilaksanakan;
5. Penyesuaian pendapatan baik mengenai tarip dan materinya.
Melakukan investasi pemerintah daerah pada sekfor-sektor ekonomi unggulan atau ekonomi
masyarakat yang mempunyai daya ungkit ekonomi besar (seperti pembangunan pasar dan
peningkatan pelayanan air minum, melalui retribusi), sehingga memberikan dampak positif
terhadap peningkatan pendapatan Daerah pada satu sisi dan kesejahteraan masyarakat pada sisi
lainnya. Investasi dilakukan dengan sistem bagi hasil misalnya.

Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber Dari APBN dalam 5
Tahun
Meskipun pembangunan infratruktur permukiman merupakan tanggung jawab Pemda, Ditjen
Cipta Karya juga turut melakukan pembangunan infrastruktur sebagai stimulant kepada daerah
agar dapat memenuhi SPM. Setiap sektor yang ada di lingkungan Ditjen Cipta Karya
menyalurkan dana ke daerah melalui Satuan Kerja Non Vertikal (SNVT) sesuai dengan
peraturan yang berlaku (PermenPU No. 14 Tahun 2011). Data dana yang dialokasikan pada
suatu kabupaten/kota perlu dianalisis untuk melihat trend alokasi anggaran Ditjen Cipta Karya
dan realisasinya di daerah tersebut.

135

Tabel 5.4 MATRIKS POTENSI PENDANAAN APBN BIDANG CIPTA KARYA
SEKTOR

2011

Pengembangan Kawasan
Permukiman
Penataan Bangunan dan
Lingkungan
Pengembangan SPAM

2,206,571
0

Realisasi
2012
2013

2014

3,431,970 29,090,317 2,751,750
0

1,081,250

999,658

2015

2016

Proyeksi
2017

2,220,000

2,207,806

800,000

2,183,620

2,171,626

135,504

134,867

0

133,603

132,975

11,493,654 12,723,000 14,274,923 6,774,599 12,567,991 12,588,712

0

2018

2019

12,630,257 12,651,081

0
0
531,250
1,120,450 1,874,000 1,890,694 7,975,000 1,924,529 1,941,673
Pengembangan PLP
Total Belanja APBN Bidang
13,700,225 16,154,970 44,977,740 11,646,457 16,797,495 16,822,079 8,775,000 16,872,009 16,897,355
Cipta Karya

Sumber : e-monitoring dan Hasil Analisis

Di samping APBN yang disalurkan Ditjen Cipta Karya kepada SNVT di daerah, untuk
mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur permukiman juga dilakukan melalui
penganggaran Dana Alokasi Khusus. DAK merupakan dana APBN yang dialokasikan ke daerah
tertentu dengan tujuan mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai prioritas
nasional. Prioritas nasional yang terkait dengan sektor Cipta Karya adalah pembangunan air
minum dan sanitasi. DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem
penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan
dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Sedangkan DAK Sanitasi
digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase)
yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang
diselenggarakan melalui proses pemberdayaan masyarakat. Besar DAK ditentukan oleh
Kementerian Keuangan berdasarkan Kriteria Umum, Kriteria Khusus dan Kriteria Teknis. Dana
DAK ini perlu dilihat alokasi dalam 5 tahun terakhir sehingga bisa dianalisis perkembangannya.
Tabel 5. 5 Perkembangan DAK Infrastruktur Cipta Karya 3 Tahun Terakhir
Jenis DAK
(1)
DAK Air Minum
DAK Sanitasi

Tahun 2012
(2)
1.147.806.364
959.960.000

Tahun 2013
(3)
1.041.170.000
1.026.420.000

Tahun 2014
(4)
1.112.340.000
1.335.600.000

136

Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari Swasta

Sehubungan dengan terbatasnya kemampuan pendanaan yang dimiliki pemerintah, maka dunia
usaha perlu dilibatkan secara aktif dalam pembangunan infrastruktur Cipta Karya melalui skema
Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) untuk kegiatan yang berpotensi cost-recovery atau
Corporate Social Responsibility (CSR) untuk kegiatan non-cost recovery. Dasar hukum
pembiayaan dengan skema KPS adalah Perpres No.67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama
Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur serta Permen PPN No. 3
Tahun 2012 Tentang Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
dalam Penyediaan Infrastruktur. Sedangkan landasan hukum untuk pelaksanaan CSR tercantum
dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 tahun 2007
tentang Penanaman Modal.

137

138