DOKUMEN RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH 2017-2021 KOTA BIMA, NUSA TENGGARA BARAT

DOKUMEN RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH 2017-2021
KOTA BIMA, NUSA TENGGARA BARAT

Pada bab ini berisikan penjelasan mengenai gambaran umum dan kondisi eksisting
lingkungan, analisis perlindungan lingkungan dan sosial seperti Kajian Lingkungan
Hidup Strategis (KLHS), AMDAL, UKL – UPL, dan SPPLH, serta perlindungan
sosial pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun pasca pelaksanaan
pembangunan bidang Cipta Karya.

ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA |8-1

DOKUMEN RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH 2017-2021
KOTA BIMA, NUSA TENGGARA BARAT

RPI2-JM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan sosial untuk
meminimalkan pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya terhadap lingkungan
permukiman. Kajian aspek lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan,
kondisi eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan
rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan.

8.1 . Aspek Lingkungan

Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPI2-JM bidang Cipta
Karya telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat
perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:
1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:
“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip
pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang”.
2. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: “Instrumen
pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian
Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan
Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat
Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”.
3. Peraturan Presiden No. 2/2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
Tahun 2015-2019:
“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah Meningkatnya kualitas
lingkungan hidup, yang tercermin di dalam Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) menjadi
sebesar 66,5-68,5 pada tahun 2019 dan Meningkatnya role model sikap dan perilaku hidup
masyarakat yang peduli terhadap alam dan lingkungan.”
4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis:
Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk menyiapkan
alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko

lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan.
5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan. Sebagai persyaratan
untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal, UKL dan UPL, atau Surat
Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan dengan SPPL
bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.
Tugas dan wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta
Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
yaitu:
a.
b.
c.
d.
e.

Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.
Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai Amdal dan UKL-UPL.
Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
Melaksanakan standar pelayanan minimal.


8.1.1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian
Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang
sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan
telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana,
dan/atau program.

ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA |8-2

DOKUMEN RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH 2017-2021
KOTA BIMA, NUSA TENGGARA BARAT

KLHS perlu diterapkan di dalam RPI2-JM antara lain karena:
1.
2.

RPI2-JM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan
infrastruktur.
KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPI2-JM adalah karena RPI2-JM bidang
Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS

menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi
garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak
negatif terhadap lingkungan hidup.

KLHS disusun oleh Tim Satgas RPI2-JM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Badan Pengelola
Lingkungan Hidup Daerah sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung dengan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di kota/kabupaten. Koordinasi penyusunan KLHS
antar instansi diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya
penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya
pembangunan berkelanjutan.

Gambar 8.1.

Diagram Alir Pentahapan Pelaksanaan KLHS (Sumber: Permen LH No.9/2011)

Tahapan Pelaksanaan KLHS
Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam RPI2-JM per
sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1) perubahan iklim, (2) kerusakan,
kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3) peningkatan intensitas dan cakupan
wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4) penurunan

mutu dan kelimpahan sumber daya alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan,
(6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok
masyarakat; dan/atau (7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu
tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko
atau dampak terhadap isu-isu tersebut.

ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA |8-3

DOKUMEN RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH 2017-2021
KOTA BIMA, NUSA TENGGARA BARAT

Tahap 1 dilakukan dengan penapisan (screening) dengan menyusun Tabel 8.1.
Tabel 8.1.

Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta Karya
Penilaian

No

1

2

Kriteria Penapisan
Perubahan Iklim
Kerusakan, kemerosotan,

Uraian Pertimbangan

Kesimpulan
(signifikan/tidak)

Keterangan: Pada saat laporan ini disusun, Kota Bima
telah memiliki Laporan KLHS yang disusun pada
tahun 2008.

dan/atau kepunahan
keanekaragaman hayati
3

Peningkatan intensitas dan

cakupan wilayah bencana
banjir, longsor, kekeringan,
dan/atau kebakaran hutan dan
lahan.

4

Penurunan mutu dan
kelimpahan sumber daya
alam.

5

Peningkatan alih fungsi
kawasan hutan dan/atau
lahan.

Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika rencana/program dalam RPI2-JM tidak
berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No.
9/2011 tentang Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas RPI2-JM Kabupaten/Kota dapat menyertakan

Surat Pernyataan bahwa KLHS tidak perlu dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas
RPI2-JM dengan persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPI2-JM.
Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM berpengaruh terhadap kriteria
penapisan di atas maka Satgas RPI2-JM didukung dinas lingkungan hidup (BPLHD) dapat menyusun
KLHS dengan tahapan sebagai berikut:
1. Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah Perencanaan,
dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:
a) Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya
Tujuan identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan adalah:
1. Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan KLHS;
2. Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA |8-4

DOKUMEN RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH 2017-2021
KOTA BIMA, NUSA TENGGARA BARAT

3. Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program
memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik;
4. Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses untuk menyampaikan

informasi, saran, pendapat, dan pertimbangan tentang pembangunan berkelanjutan melalui
proses penyelenggaraan KLHS.

Tabel 8.2.

Contoh Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam
Penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya

Masyarakat dan Pemangku Kepentingan
Pembuat keputusan

Contoh Lembaga
a. Bupati/Walikota
b. DPRD

Penyusun kebijakan, rencana

Dinas PU-Cipta Karya

dan/atau program

Instansi

a. Dinas PU-Cipta Karya
b. BPLHD

Masyarakat yang memiliki

a. Perguruan tinggi atau lembaga penelitian lainnya

informasi dan/atau keahlian

b. Asosiasi profesi

(perorangan/tokoh/ kelompok)

c. Forum-forum pembangunan berkelanjutan dan
lingkungan hidup
d. LSM/Pemerhati Lingkungan hidup
e. Perorangan/tokoh
f. kelompok yang memiliki data dan informasi

berkaitan dengan SDA.

Masyarakat terkena Dampak

a. Lembaga Adat
b. Asosiasi Pengusaha
c. Tokoh masyarakat
d. Organisasi masyarakat
e. Kelompok masyarakat tertentu (nelayan,petani dll)

b) Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan
Tujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan:
1. Penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, dan
lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga aspek tersebut;
2. Pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan
3. Membantu penentuan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan.

ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA |8-5

DOKUMEN RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH 2017-2021
KOTA BIMA, NUSA TENGGARA BARAT

Tabel 8.3.

Contoh Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya

Pengelompokan Isu-isu Pembangunan Berkelanjutan
Bidang Cipta Karya
Lingkungan Hidup Permukiman
Isu 1: kecukupan air baku untuk air minum

Penjelasan Singkat

Keterangan: Pada saat laporan ini disusun, Kota Bima
telah memliki Laporan KLHS yang disusun pada tahun
2008.

Contoh: Kekeringan, menurunnya kualitas Air
Ekonomi
Isu 2: kemiskinan berkorelasi dengan
kerusakan lingkungan
Contoh: pencemaran air mengurangi
kesejahteraan nelayan di pesisir
Sosial
Isu 3: Pencemaran menyebabkan
berkembangnya wabah penyakit
Contoh: menyebarnya penyakit diare di
permukiman kumuh

c) Identifikasi Kebijakan/Rencana/Program (KRP)
Tabel 8.4.
No

Komponen kebijakan /
rencana / program

1

Pengembangan Permukiman

2

Penataan Bangunan dan

Contoh Tabel Identifikasi KRP
Kegiatan

Lokasi (Kecamatan /
Kelurahan (jika ada))

Keterangan: Pada saat laporan ini disusun, Kota
Bima telah memliki Laporan KLHS yang disusun pada
tahun 2008.

Lingkungan
3

Pengembangan Air Minum

4

Pengembangan Penyehatan
Lingkungan Permukiman

ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA |8-6

DOKUMEN RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH 2017-2021
KOTA BIMA, NUSA TENGGARA BARAT

d) Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah
Tabel 8.5.
No

1

Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah

Komponen

Pengaruh pada Isu-Isu Strategis Berdasarkan Aspek-

kebijakan,

Aspek Pembangunan Berkelanjutan**

rencana dan/atau

Bobot Lingkungan

program*

Hidup Permukiman

Pengembangan
Permukiman

2

Bobot Sosial

Bobot

Total

Ekonomi

Bobot

Isu 1:

Isu 2:

Isu 1:

Isu 2:

Isu 1:

Isu 2:













Keterangan: Pada saat laporan ini disusun, Kota Bima telah memliki Laporan KLHS
yang disusun pada tahun 2008.

Penataan
Bangunan
& Lingkungan

3

Pengembangan Air
minum

4

Pengembangan
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman

2. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program untuk
mengembangkan berbagai alternatif perbaikan muatan KRP dan menjamin pembangunan
berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian, dan disepakati bahwa kebijakan, rencana dan/atau
program yang dikaji potensial memberikan dampak negatif pada pembangunan berkelanjutan,
maka dikembangkan beberapa alternatif untuk menyempurnakan rancangan atau merubah
kebijakan, rencana dan/atau program yang ada. Beberapa alternatif untuk menyempurnakan dan
atau mengubah rancangan KRP mempertimbangkan antara lain:
a.

b.
c.
d.

Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan, rencana, dan/atau
program yang diperkirakan akan menimbulkan dampak lingkungan atau bertentangan dengan
kaidah pembangunan berkelanjutan.
Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau program.
Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan kebijakan, rencana,
dan/atau program.
Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program.

ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA |8-7

DOKUMEN RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH 2017-2021
KOTA BIMA, NUSA TENGGARA BARAT

Tabel 8.6.
No

Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP

Komponen kebijakan, rencana

Alternatif

dan/atau program

Penyempurnaan KRP

1

Pengembangan Permukiman

2

Penataan Bangunan dan
Lingkungan

3

Pengembangan Air minum

4

Pengembangan Penyehatan

Keterangan: Pada saat laporan
ini disusun, Kota Bima telah
memliki Laporan KLHS yang
disusun pada tahun 2008.

Lingkungan Permukiman

3. Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
Tabel 8.7. Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
No

Komponen Kebijakan, Rencana dan/atau
Program

1

Pengembangan Permukiman

2

Penataan Bangunan dan Lingkungan

3

Pengembangan Air minum

4

Pengembangan Penyehatan

Rekomendasi Perbaikan KRP dan
Pengintegrasian Hasil KLHS
Keterangan: Pada saat laporan ini
disusun, Kota Bima telah memliki
Laporan KLHS yang disusun pada
tahun 2008.

Lingkungan Permukiman

Untuk Kabupaten/Kota yang telah menyusun dan memiliki dokumen KLHS RTRW Kabupaten/Kota,
maka hasil olahan di dalam KLHS tersebut dapat dijadikan bahan masukan bagi kajian perlindungan
lingkungan dalam RPI2-JM.
Untuk Kabupaten/Kota yang belum menyusun dan memiliki dokumen KLHS RTRW Kabupaten/Kota,
maka KLHS dapat menjadi usulan program mengingat KLHS bersifat wajib berdasarkan UU PPLH
Pasal 15 ayat 1.
Dalam UU PPLH Pasal 15 ayat 1 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib
membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar
dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program.
Sebagaimana tertuang dalam pasal 15 ayat 2 UU PPLH, penyelenggaraan KLHS bersifat
wajib dalam penyusunan atau evalausi :
1. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya pada tingkat
nasional, provinsi dan kabupaten/kota.
2. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
3. Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak
dan/atau risiko lingkungan. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya
terdiri atas: Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan,
Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi,
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA |8-8

DOKUMEN RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH 2017-2021
KOTA BIMA, NUSA TENGGARA BARAT

Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi, Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota, Rencana Detil Tata Ruang Kabupaten/Kota, dan Rencana Tata Ruang
Kawasan Strategis Kabupaten/Kota.
Sehingga, untuk Kabupaten/Kota yang belum menyusun dan memiliki dokumen KLHS
Kabupaten/Kota, maka KLHS dapat menjadi usulan program seperti yang tersebut dalam pasal 15
ayat 2 UU PPLH yang meliputi KLHS RTRW, KLHS RPJP/RPJM, dll
1. Pendekatan dan Prinsip-prinsip KLHS
KLHS ditujukan untuk menjamin pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan dalam
pembangunan. Ada tiga nilai penting dalam penyelenggaraan KLHS yang dapat mencerminkan
penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan, yaitu keterkaitan (interdependency), keseimbangan
(equilibrium) dan keadilan (justice).
Keterkaitan (interdependency) dijadikan nilai penting agar penyelenggaraan KLHS dapat
menghasilkan kebijakan, rencana atau program yang mempertimbangkan keterkaitan antar sektor,
wilayah, global-lokal. Nilai ini juga mengandung makna dihasilkannya KLHS yang bersifat holistik
berkat adanya keterkaitan analisis antar komponen fisik-kimia, biologi dan sosial ekonomi.
Keseimbangan (equilibrium) dijadikan nilai penting agar penyelenggaraan KLHS senantiasa dijiwai
keseimbangan antara kepentingan sosial-ekonomi dengan kepentingan lingkungan hidup, antara
kepentingan jangka pendek dan jangka panjang, antara kepentingan pembangunan pusat dan
daerah, dan keseimbangan lainnya.
Implikasinya, usaha pemetaan ragam dan bentuk kepentingan para pihak menjadi salah satu proses
dan metode yang penting digunakan dalam KLHS. Keadilan (justice) dijadikan nilai penting agar
penyelenggaraan KLHS dapat menghasilkan kebijakan, rencana dan program yang tidak
mengakibatkan marjinalisasi sekelompok atau golongan tertentu masyarakat karena adanya
pembatasan akses dan kontrol terhadap sumber-sumber alam atau modal atau pengetahuan.
KLHS dibangun melalui pendekatan pengambilan keputusan berdasarkan masukan berbagai
kepentingan. Makna pendekatan tersebut adalah bahwa penyelenggaraan KLHS tidak ditujukan
untuk menolak atau sekedar mengkritisi kebijakan, rencana dan/atau program, melainkan untuk
meningkatkan kualitas proses dan produk kebijakan, rencana dan/atau program, khususnya dari
perspektif pembangunan berkelanjutan. KLHS adalah strategi yang cenderung bersifat ”persuasif”
dalam pengertian lebih mengutamakan proses pembelajaran dan pemahaman para
pemangku kepentingan yang terlibat dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau
program agar lebih memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Dalam kerangka
pendekatan ini, 6 (enam) prinsip KLHS seyogyanya dianut, sebagaimana dijelaskan berikut ini:
Prinsip 1: Penilaian Diri (Self Assessment)
Makna prinsip ini adalah sikap dan kesadaran yang diharapkan muncul dari diri pemangku
kepentingan yang terlibat dalam proses penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau
program agar lebih memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan
mempertimbangkan prinsip-prinsip tersebut dalam setiap keputusannya. Prinsip ini berasumsi bahwa
setiap pengambil keputusan secara apriori mempunyai tingkat kesadaran dan kepedulian atas
lingkungan.
KLHS menjadi media atau katalis agar kesadaran dan kepedulian tersebut terefleksikan dalam proses
dan terformulasikan dalam produk pengambilan keputusan untuk setiap kebijakan, rencana dan/atau
program.
Prinsip 2: Penyempurnaan Kebijakan, Rencana dan/atau program (Improvement of the Policy, Plan,
and/or Program)

ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA |8-9

DOKUMEN RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH 2017-2021
KOTA BIMA, NUSA TENGGARA BARAT

Prinsip ini menekankan pada upaya untuk penyempurnaan pengambilan keputusan suatu kebijakan,
rencana dan/atau program. KLHS tidak menghambat proses perencanaan kebijakan, rencana
dan/atau program, melainkan menjadi media atau katalisator untuk memperbaiki proses dan produk
kebijakan, rencana dan/atau program. Prinsip ini berasumsi bahwa perencanaan kebijakan, rencana
dan/atau program di Indonesia selama ini belum mempertimbangkan pembangunan berkelanjutan
secara optimal dan KLHS dapat memicu perbaikan atau penyempurnaan kebijakan, rencana
dan/atau program bersangkutan.
Prinsip 3: Peningkatan Kapasitas dan Pembelajaran Sosial (Social Learning and Capacity
Building)
Prinsip ini menekankan bahwa integrasi KLHS dalam perencanaan kebijakan, rencana dan/atau
program harus menjadi media untuk belajar bersama khususnya tentang isu-isu pembangunan
berkelanjutan, baik bagi masyarakat umum dan khususnya bagi para birokrat dan pengambil
keputusan. KLHS harus memungkinkan seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam
perencanaan kebijakan, rencana dan/atau program untuk meningkatkan kapasitasnya mengapresiasi
lingkungan hidup dalam keputusannya. Melalui KLHS, dapat dicapai masyarakat, birokrat, dan
pengambil keputusan yang lebih cerdas dan kritis dalam menentukan keputusan pembangunan agar
berkelanjutan.
Prinsip 4: Memberi Pengaruh pada Pengambilan Keputusan (Influencing Decision Making)
Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus memberikan pengaruh yang positif pada pengambilan
keputusan.
KLHS akan mempunyai makna apabila pada akhirnya dapat mempengaruhi pengambilan keputusan,
khususnya untuk memilih atau menetapkan kebijakan, rencana dan/atau program yang lebih
menjamin pembangunan yang berkelanjutan.
Prinsip 5: Akuntabel (Accountable)
Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus diselenggarakan secara terbuka dan bertanggungjawab,
sehingga dapat dipertanggung-jawabkan pada publik secara luas. Azas akuntabilitas KLHS sejalan
dengan semangat akuntabilitas dari kebijakan, rencana dan/atau program itu sendiri, sebagai bagian
dari prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance). Pelaksanaan KLHS dapat lebih
menjamin akuntabilitas perumusan kebijakan, rencana dan/atau program bagi seluruh pihak. KLHS
tidak ditujukan untuk menjawab tuntutan para pihak, karena lingkup KLHS terbatas, sedangkan
tuntutan dapat berdimensi luas.
Prinsip 6: Partisipatif
Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus dilakukan secara terbuka dan melibatkan pemangku
kepentingan yang terkait dengan kebijakan, rencana dan/atau program. Prinsip ini telah menjadi
amanat dalam Undnag-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, dan harus diwadahi dalam penyelenggaraan KLHS. Dengan prinsip ini diharapkan
proses dan produk kebijakan, rencana dan/atau program semakin mendapatkan legitimasi atau
kepercayaan publik.
2. Karakteristik Proses Perumusan Kebijakan, Rencana dan/atau Program
KLHS menekankan pada enam prinsip sebagaimana dikemukakan di atas, maka menjadi penting
untuk memahami dalam tatanan karakteritik proses perumusan kebijakan, rencana dan/atau program.
Paling tidak terdapat 4 (empat) karakteristik proses perumusan kebijakan, rencana dan/atau program
di Indonesia yang harus dipahami untuk penyelenggaraan KLHS.
Karakteristik 1: Membangun Konsensus (Concensus Building)

ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA |8-10

DOKUMEN RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH 2017-2021
KOTA BIMA, NUSA TENGGARA BARAT

Penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program adalah proses pembangunan
konsensus atau kesepakatan. Penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program
melibatkan berbagai pemangku kepentingan termasuk masyarakat, dimana para pihak seringkali
mempunyai kepentingan masing-masing. KLHS diintegrasikan dalam penyusunan dan evaluasi
kebijakan, rencana dan/atau program dengan harapan dapat memperkuat proses membangun
kesepakatan, khususnya tentang hal-hal yang terkait dengan pembangunan berkelanjutan dan
lingkungan hidup. Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa ada kalanya tidak selalu tercapai
konsensus, sehingga KLHS tidak selalu mengarah pada satu kesepakatan bersama. Untuk itu proses
KLHS tetap membuka peluang adanya keragaman pendapat (“dissenting opinion”) dan dilampirkan
pada hasil akhir kesepakatan.
Karakteristik 2: Dinamika Proses Teknokratik, Partisipatif, dan Perumusan Kebijakan Publik
Oleh karena penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program melibatkan berbagai
pemangku kepentingan dengan kepentingan yang beragam, maka penyusunan dan evaluasi
kebijakan, rencana dan/atau program tidak sepenuhnya merupakan proses teknokratik atau ilmiah,
melainkan juga proses partisipatif dan proses perumusan kebijakan publik, dalam pengertian dimana
antar pemangku kepentingan saling mempengaruhi, berdialog, dan bernegosiasi untuk
memperjuangkan kepentingannya.
KLHS harus diselenggarakan dalam konteks ini. Suatu perencanaan kebijakan, penyusunan rencana
dan program adalah kontinuum rasional – konsensus, sehingga negosiasi tidak dapat dilakukan tanpa
basis proses rasional. Prinsip planning process improvement, capacity building dan public
accountable tidak dapat diaplikasikan tanpa ditunjang argumentasi yang obyektif.
Karakteristik 3: Pentingnya Komunikasi dan Dialog
Karena penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program bertujuan membangun
konsensus antar berbagai kepentingan, maka dinamika komunikasi dan dialog antar berbagai
pemangku kepentingan menjadi penting. KLHS harus menekankan pada proses komunikasi dan
dialog yang efektif agar dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan untuk memilih alternatif
kebijakan, rencana dan/atau program yang lebih berkelanjutan dan menyiapkan mitigasi yang
diperlukan. Pelaku yang terlibat dalam penyelenggaraan KLHS harus mengembangkan ketrampilan
untuk dapat melakukan proses-proses komunikasi dan dialog yang efektif.
Karakteristik 4: Pentingnya Peran Personal dan Proses Informal
Penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program di Indonesia juga dicirikan dengan
berperannya aktor-aktor personal, melalui jalur komunikasi informal dan/atau personal. Proses dan
komunikasi formal seringkali perlu didukung peran personal dan proses informal untuk menghasilkan
konsensus atau kesepakatan. KLHS harus diselenggarakan dengan mempertimbangkan hal ini, yakni
membangun jalur komunikasi personal dan/atau informal dengan para pemangku kepentingan.
Melalui proses komunikasi dan negosiasi personal dan/atau informal ini juga diharapkan dapat
memperluas peluang untuk mempengaruhi pengambil keputusan.
3. Obyek KLHS
Dalam UU PPLH Pasal 15 ayat 1 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib
membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar
dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau
program.Kadang kala atribut kebijakan, rencana dan/atau program sulit dibedakan secara jelas,
bahkan dapat saling tumpang tindih, namun secara generik perbedaannya adalah sebagai berikut:
a. Kebijakan adalah arah atau tindakan yang diambil oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah untuk mencapai tujuan. Dalam prakteknya kebijakan dapat berupa arah yang
hendak ditempuh (road map) berdasarkan tujuan yang digariskan, penetapan prioritas,
garis besar aturan dan mekanisme untuk mengimplementasi tujuan.
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA |8-11

DOKUMEN RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH 2017-2021
KOTA BIMA, NUSA TENGGARA BARAT

b. Rencana adalah hasil suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat,
melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia. Dalam
prakteknya rencana dapat berupa rancangan, prioritas, pilihan, sarana dan langkahlangkah yang akan ditempuh berdasarkan arah kebijakan dengan mempertimbangkan
ketersediaan dan kesesuaian sumber daya.
c. Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang
dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta
memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh
instansi pemerintah. Dalam prakteknya program dapat berupa serangkaian komitmen,
pengorganisasian dan/atau aktivitas yang akan diimplementasikan pada jangka waktu
tertentu dengan berlandaskan pada kebijakan dan rencana yang telah digariskan.
Sebagaimana tertuang dalam pasal 15 ayat 2 UU PPLH, penyelenggaraan KLHS bersifat
wajib dalam penyusunan atau evalausi : 1. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta
rencana rincinya pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota. 2. Rencana Pembangunan
Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) nasional, provinsi,
dan kabupaten/kota. 3. Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan
dampak dan/atau risiko lingkungan. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya
terdiri atas: Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan,
Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Rencana
Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana
Detil Tata Ruang Kabupaten/Kota, dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten/Kota.
4. Integrasi KLHS ke dalam Proses Perumusan Kebijakan, Rencana dan/atau Program
Sesuai dengan pendekatan dan prinsip KLHS sebagaimana dikemukakan di atas, pengintegrasian
KLHS dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program menjadi kunci efektifitas
penyelenggaraan KLHS.
Dalam konteks ini, tidak terdapat formula atau rumus baku yang dapat memandu pengintegrasian ini
karena setiap kebijakan, rencana dan/atau program mempunyai karakteristik obyek, proses dan
prosedur yang tertentu dan bahkan unik, karenanya menjadi penting untuk memahami secara rinci
masing-masing proses penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program dengan
segala dinamikanya.
Setiap kebijakan, rencana dan/atau program mempunyai proses dan prosedur penyusunan,
penetapan dan evaluasi masing-masing. Oleh karena itu, detil pengintegrasian KLHS dalam masingmasing kebijakan, rencana dan/atau program dirumuskan oleh masing-masing kementerian/lembaga
yang berwenang.
Untuk penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program, terkait penataan ruang,
kewajiban penyelenggaraan KLHS melekat pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 tahun 2010
tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Dalam PP ini telah diatur bahwa dalam perencanaan tata
ruang harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan melalui Kajian
Lingkungan Hidup Strategis. Berdasarkan PP tersebut, proses penyusunan rencana tata ruang
harus dilengkapi kajian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, sebagaimana
diamanatkan dalam UUPPLH. UUPPLH juga mewajibkan penyelenggaraan KLHS dalam evaluasi
atau peninjauan kembali rencana tata ruang. Lebih lanjut, pelaksanaan kajian daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup dalam penataan ruang dapat mengacu pada pedoman yang telah
diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup maupun Kementerian Pekerjaan Umum.
Dalam penyusunan RPJP dan RPJM, baik untuk tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota,
KLHS diwajibkan dalam penyusunan dan evaluasi RPJP/RPJM. Pengintegrasian penyelenggaraan
KLHS secara teknis untuk RPJP/RPJM pada tingkat nasional akan ditentukan lebih lanjut oleh
Bappenas, dan pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota oleh Kementerian Dalam Negeri.
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA |8-12

DOKUMEN RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH 2017-2021
KOTA BIMA, NUSA TENGGARA BARAT

Beberapa perundangan dan peraturan yang dapat menjadi referensi mengenai perencanaan
pembangunan antara lain: Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional; PP Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana
Pembangunan Nasional; PP Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah; PP Nomor 10 Tahun 2010
tentang Tata Cara Peruntukan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan; Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 08 Tahun 2007; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 dan peraturan
lain yang berlaku.
Penyelenggaraan KLHS untuk kebijakan, rencana dan/atau program lain yang berpotensi
menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup akan diatur oleh menteri/kepala lembaga
pemerintahan yang membidangi kebijakan, rencana dan/atau program terkait. Untuk mengetahui
kebijakan, rencana dan/atau program apa saja yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko
lingkungan hidup, dilakukan proses penapisan atau screening. Sesuai dengan prinsip self
assessment, proses penapisan dilakukan oleh masing-masing pembuat kebijakan, rencana dan/atau
program. Meskipun demikian, catatan proses dan hasilnya harus dapat diakses oleh masyarakat dan
pemangku kepentingan lainnya.
5. Metode Pelaksanaan KLHS Berdasarkan Tingkat Kedetilan
Penentuan metode analisis teknis dan metode proses pelaksanaan KLHS juga akan sangat
ditentukan oleh konteks, kondisi, dan jenis kebijakan, rencana dan/atau program yang akan dikaji.
Oleh karena itu, diperlukan satu kecermatan dan kreativitas untuk menentukan metode mana yang
tepat dan efisien untuk satu KLHS. Dengan kata lain, penentuan metode akan sangat ditentukan
dengan kekhasan kondisi, situasi, dan jenis kebijakan, rencana dan/atau programnya. Tabel berikut
memberikan gambaran tentang tiga metode dan kondisi yang melatarbelakangi pemilihan metode.

Tabel 8.8.

Tiga Alternatif Metode Pelaksanaan KLHS dan Pertimbangan Pilihannya

Pilihan

Deskripsi

Metode

Umum

Pertimbangan

Catatan

Metode

Proses penilaian

• Kebijakan, rencana

Prasyarat penyusunan

Cepat/

suatu isu

dan/atau program

kebijakan, rencana

(Quick

berdasar

membutuhkan

dan/atau program yang

Appraisal)

pertimbangan

penilaian yang cepat.

telah diatur dalam

ahli yang

•Keterbatasan waktu

peraturan perundangan

umumnya

dan sumberdaya.

harus tetap terpenuhi.

cenderung

• Tidak tersedia data

kualitatif.

yang cukup.
• Situasi darurat.

ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA |8-13

DOKUMEN RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH 2017-2021
KOTA BIMA, NUSA TENGGARA BARAT

Pilihan

Deskripsi

Metode

Umum

Metode
Semi
Detil

Metode
Detil

Pertimbangan

Catatan

Penilaian berdasarkan
pada
data
dan
informasi yang lebih
akurat, dapat bersifat
kuantitatif.

• Kebijakan,
dan/atau
memerlukan
masukan segera.

Penilaian menggunakan
metode
yang
komprehensif
dan
memerlukan ahli.

• Kebijakan,
rencana
dan/atau
program
yang
kompleks
dan
cukup
waktu
untuk
menyusunnya.

• Tersedia
informasi
cukup.

rencana
program

data

• Tersedia
data
sumber
daya
melimpah.

dan
yang

Prasyarat
penyusunan
kebijakan, rencana dan/atau
program yang telah diatur
dalam peraturan perundangan
harus tetap terpenuhi.

Prasyarat
penyusunan
kebijakan, rencana dan/atau
program yang telah diatur
dalam peraturan perundangan
harus tetap terpenuhi.

dan
yang

• Tersedia ahli yang dapat
mengerjakan.

1.

Metode Cepat (Quick Appraisal)

Metode Cepat atau quick appraisal adalah metode kajian yang lebih mengandalkan pengalaman dan
pandangan para pakar (profesional judgement) dan cenderung bersifat kualitatif. Metode ini dipilih
ketika satu kebijakan, rencana dan/atau program segera memerlukan pandangan KLHS, tidak
tersedia waktu yang cukup untuk melakukan kajian yang lebih detil. Namun prasyarat penyusunan
kebijakan, rencana dan/atau program berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku harus tetap
terpenuhi.
Beberapa petunjuk teknis agar metode ini dapat dilakukan dengan baik antara lain sebagai berikut:
1 Perlu dipilih pakar yang tepat sesuai dengan isu-isu yang terkait dengan kebijakan,
rencana dan/atau program.
2 Perlu dirancang suatu proses diskusi yang efektif dan efisien, antara lain dengan merumuskan
isu-isu pokok yang akan didiskusikan.
3 Moderator yang dipilih sebaiknya handal dan efektif, dapat menjaring dan merumuskan
pandangan para pakar secara obyektif.
4 Seluruh proses perlu dicatat atau didokumentasikan dengan rinci dan lengkap.

2.

Metode Semi Detil

Metode semi detil adalah kajian yang memanfaatkan data-data yang ada digabungkan dengan
pengalaman dan pandangan para ahli. Metode ini merupakan suatu langkah lebih maju daripada
metode cepat, dimana pandangan para pakar didasarkan pada dukungan data-data dan informasi
yang cukup memadai, sehingga keputusannya lebih akurat dan dapat lebih berifat kuantitatif.
Metode semi detil dipilih apabila kebijakan, rencana dan/atau program yang dikaji tidak begitu
mendesak untuk diputuskan, serta tersedia waktu dan sumber daya yang cukup untuk
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA |8-14

DOKUMEN RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH 2017-2021
KOTA BIMA, NUSA TENGGARA BARAT

mengumpulkan data dan informasi yang dapat mendukung pengambilan keputusan oleh para pakar.
Prasyarat penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program berdasarkan peraturan perundangan
yang berlaku harus tetap terpenuhi. Pada metode ini sebaiknya didahului dengan pelingkupan kajian
(misalnya lingkup wilayah, lingkup waktu, lingkup substansi yang dikaji dll).
Kiat-kiat untuk melakukan metode semi detil yang efektif dan efisien antara lain:
1
2
3

Pemilihan pakar dan pemangku kepentingan dilakukan secara selektif dan benar-benar
sesuai dengan isu-isu yang terkait dengan kebijakan, rencana dan/atau program.
Data-data dan informasi pendukung yang memadai disiapkan dalam format-format yang
mudah dibaca dan dipahami.
Moderator yang dipilih sebaiknya handal dan efektif, dapat menjaring dan merumuskan
pandangan para pakar secara jernih.

Contoh pelaksanaan KLHS dengan metode semi detil adalah:
1

2

3

3.

Identifikasi isu-isu strategis pembangunan berkelanjutan dilakukan dengan melakukan
analisis kecenderungan berbasis data (baseline trend analysis) terhadap masing-masing isu
yang dianggap penting atau menjadi perdebatan antar pemangku kepentingan;
Proses kompilasi data dan fakta dilakukan sesuai tahapan perumusan kebijakan, rencana
dan/atau program dan dilihat kecenderungannya untuk merumuskan isu-isu pembangunan
berkelanjutan; atau
Kajian pengaruh kebijakan, rencana dan/atau program terhadap dampak dan/atau risiko
lingkungan hidup dilakukan dengan mengkaji potensi dampak berdasarkan analisis
kecenderungan berbasis data (baseline trend analysis) atau kombinasi antara metode cepat
dan metode detil.
Metode Detil

Metode detil adalah kajian menggunakan berbagai metode ilmiah yang komprehensif, dan kompleks
yang dalam beberapa hal hanya dapat dilakukan oleh para pakar di bidangnya masing-masing.
Metode detil dilakukan untuk mengkaji beberapa isu spesifik yang dianggap penting dan sangat
beresiko apabila diputuskan tanpa kajian ilmiah yang sesuai prosedur.
Metode detil dilakukan apabila kebijakan, rencana dan/atau program yang dikaji menimbulkan isu-isu
penting dan komprehensif dan tidak segera harus diputuskan. Metode ini juga dipilih apabila
pemrakarsa kebijakan, rencana dan/atau program mempunyai sumber daya yang cukup untuk
melaksanakan metode ini. Pada metode ini sebaiknya didahului dengan pelingkupan kajian (misalnya
lingkup wilayah, lingkup waktu, lingkup substansi yang dikaji dll).
Beberapa hal perlu dipertimbangkan dalam memilih /melaksanakan metode detil yakni:
1
2
3
4

Metode yang kompleks tidak otomatis menghasilkan kajian yang lebih gamblang dan jelas.
Penggunaan metodologi yang kompleks juga berpotensi menimbulkan penilaian pemangku
kepentingan bahwa hasil kajian justru tidak transparan.
Pendekatan kajian yang kompleks dapat bermanfaat jika benar-benar memberikan nilai
tambah bagi proses pengambilan keputusan.
4.Kerangka acuan kajian detil idealnya didiskusikan dengan pengambil keputusan dan
pemangku kepentingan yang terkait langsung untuk memastikan bahwa mereka menyetujui
tingkat akurasi dan keterbukaan dari pendekatan kajian yang kompleks tersebut serta
menyetujui konsekuensi waktu dan sumber daya yang diperlukan untuk menyelenggraakan
usulan kajian detil ini.

ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA |8-15

DOKUMEN RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH 2017-2021
KOTA BIMA, NUSA TENGGARA BARAT

Contoh pelaksanaan KLHS dengan metode detil adalah:
1

2

3

Identifikasi isu-isu strategis pembangunan berkelanjutan dilakukan dengan melakukan kajiankajian terhadap masing-masing isu yang dianggap penting atau menjadi perdebatan antar
pemangku kepentingan;
Proses kompilasi data dan fakta dilakukan sesuai tahapan perumusan kebijakan, rencana
dan/atau program dijadikan sarana untuk merumuskan isu-isu pembangunan berkelanjutan.
Dengan kata lain, data dan informasi yang dikumpulkan pada tahap awal perumusan
kebijakan, rencana dan/atau program dapat dijadikan dasar untuk merumuskan isu-isu
strategis pembangunan berkelanjutan; atau
Pengkajian pengaruh kebijakan, rencana dan/atau program terhadap dampak dan/atau risiko
lingkungan hidup dengan menggunakan alat analisis yang lebih kompleks seperti sistem
informasi geografis (Geographic Information System/GIS), proses analisis berhirarkhi
(Analytical Hierarchy Process/AHP), dan pemodelan hubungan antar faktor.

6. Metode Pengkajian
Proses kegiatan penyusunan dokumen harus berinteraksi langsung dengan proses penyusunan KRP,
dimana integrasinya berlangsung menurut langkah-langkah sebagai berikut :




Langkah 1: Pelingkupan : proses sistematis dan terbuka untuk mengidentifikasi isuisu penting atau konsekuensi lingkungan hidup yang akan timbul berkenaan
dengan rancangan KRP.
Langkah 2 : Penilaian atau telaah/analisis teknis:
proses identifikasi, deskripsi, dan evaluasi mengenai konsekuensi dan efek
lingkungan akibat diterapkannya RPJM; serta pengujian efektivitas RPJM dalam
menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan. Kegiatan telaah dan analisis teknis harus
didasarkan pada:

a. pemilihan dan penerapan metoda serta teknik analisis yang sesuai dan terkini,
b. penentuan dan penerapan aras rinci (level of detail) analisis agar sesuai
dengan kebutuhan rekomendasi, dan

c. sistematisasi proses pertimbangan seluruh informasi, kepentingan dan aspirasi


yang dijaring.
Langkah 3 : Penetapan alternatif:

a. substansi pokok/dasar RPJM atau KRP tata ruang (misalnya: mengubah
pola atau

struktur

ruang

dari yang semula diusulkan),

b. program atau kegiatan penerapan muatan RPJM atau KRP tata ruang
(misalnya: mengubah lokasi atau besaran infrastruktur yang dibutuhkan), dan

c. Kegiatan-kegiatan

operasional
pengelolaan
efek
(misalnya : penerapan kode bangunan yang hemat energi).

lingkungan hidup

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2012 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis Dalam Penyusunan Atau Evaluasi
Rencana Pembangunan Daerah, Kerangka Laporan KLHS Dalam Penyusunan RPJPD atau RPJMD
meliputi:

ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA |8-16

DOKUMEN RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH 2017-2021
KOTA BIMA, NUSA TENGGARA BARAT

Tabel 8.9.

Kerangka Laporan KLHS Dalam Penyusunan RPJPD atau RPJMD

Sumber: Permendagri 67 Tahun 2012

ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA |8-17

DOKUMEN RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH 2017-2021
KOTA BIMA, NUSA TENGGARA BARAT

Tabel 8.10.

Kerangka Laporan KLHS Dalam Penyusunan Renstra SKPD

Sumber: Permendagri 67 Tahun 2012

KLHS merupakan instrumen lingkungan yang diterapkan pada tataran rencana-program. Sedangkan
pada tataran kegiatan atau keproyekan, instrumen yang lebih tepat diterapkan adalah Amdal, UKLUPL. Dan SPPLH.

8.1.2. Amdal, UKL-UPL, dan SPPLH
Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib
AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis
Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu:
1. Proyek wajib AMDAL
2. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA |8-18

DOKUMEN RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH 2017-2021
KOTA BIMA, NUSA TENGGARA BARAT

3. Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas menjadikannya tidak
wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL.
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi
dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tetapi wajib dilengkapi
dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH).

Tabel 8.11.
No.
A.

Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL
Jenis Kegiatan

Skala/Besaran

Persampahan:
a.

Pembangunan TPA Sampah Domestik
sistem Control landfill/sanitary landfill:

dengan

- luas kawasan TPA, atau

> 10 ha

- Kapasitas Total

> 100.000 ton

b. TPA di daerah pasang surut:
- luas landfill, atau

semua
kapasitas/ besaran

- Kapasitas Total
c. Pembangunan transfer station:
- Kapasitas
d. Pembangunan
terpadu:
- Kapasitas

> 500 ton/hari
Instalasi

Pengolahan

Sampah
> 500 ton/hari

e. Pengolahan dengan insinerator:
- Kapasitas

semua kapasitas

f. Composting Plant:
- Kapasitas

> 500 ton/hari

g. Transportasi sampah dengan kereta api:
- Kapasitas
B.

> 500 ton/hari

Pembangunan Perumahan/Permukiman:
a. Kota metropolitan, luas

> 25 ha

b. Kota besar, luas

> 50 ha

c. Kota sedang dan kecil, luas

> 100 ha

d. keperluan settlement transmigrasi

> 2.000 ha

ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA |8-19

DOKUMEN RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH 2017-2021
KOTA BIMA, NUSA TENGGARA BARAT

No.

Jenis Kegiatan

Skala/Besaran

C. Air Limbah Domestik
a. Pembangunan
penunjang:
Luas
-

IPLT,

termasuk

fasilitas

Kapasitasnya

>

2 ha
3

> 11 m /hari

b. Pembangunan IPAL limbah domestik, termasuk
fasilitas penunjangnya:
-

Luas

>

3 ha

-

Kapasitasnya

> 2,4 ton/hari

c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah:

D.

E.

-

Luas layanan

> 500 ha

-

Debit air limbah

>

16.000 m3/hari

Pembangunan
Saluran
Drainase
(Primer dan/atau sekunder) di permukiman
a. Kota besar/metropolitan, panjang:

> 5 km

b. Kota sedang, panjang:

> 10 km

Jaringan Air Bersih Di Kota Besar/Metropolitan
a. Pembangunan jaringan distribusi
-

Luas layanan

> 500 ha

b. Pembangunan jaringan transmisi
-

panjang

> 10 km

Sumber : Permen LH 5/2012

8.2

Aspek Sosial

Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya kepada
masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca pembangunan/pengelolaan.
Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspekaspek sosial yang terkait dan sesuai dengan isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan
kemiskinan serta pengarusutamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan
masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan
pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau
pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut
membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.
Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek sosial
adalah sebagai berikut:

ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA |8-20

DOKUMEN RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH 2017-2021
KOTA BIMA, NUSA TENGGARA BARAT

1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:
■ Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan dengan
memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung,
termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan
wilayah bencana.
■ Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di tingkat nasional
dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.
2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum:
■ Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi
pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa,
negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak.
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
Tahun 2010-2014:
■ Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program pembangunan
untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja, termasuk peningkatan
program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan infrastruktur dasar.
■ Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan partisipasi
perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.
4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan
■ Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat,
pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka
meningkatkan kegiatan ekonomi.
5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan
Nasional
■ Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna
terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas
kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan
bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing.
Tugas dan wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota terkait aspek sosial bidang Cipta Karya
adalah:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan
masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka
peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten/kota.
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan,
pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan da