PERBEDAAN KELELAHAN KERJA AKIBAT PAPARAN GETARAN MEKANIS PADA OPERATOR WEAVING DAN SPINNING DI PT. Perbedaan Kelelahan Kerja Akibat Paparan Getaran mekanis pada operator weaving dan spinning di pt. Kusumahadi Santosa Karanganyar.

(1)

PERBEDAAN KELELAHAN KERJA AKIBAT PAPARAN GETARAN

MEKANIS PADA OPERATOR

WEAVING

DAN SPINNING DI PT.

KUSUMAHADI SANTOSA KARANGANYAR

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Starta I pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh :

SUMODIHARJO J 410110094

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016


(2)

i

HALAMAN PERSETUJUAN

PERBEDAAN KELELAHAN KERJA AKIBAT PAPARAN GETARAN

MEKANIS PADA OPERATOR

WEAVING

DAN

SPINNING

DI PT.

KUSUMAHADI SANTOSA KARANGANYAR

PUBLIKASI ILMIAH

oleh :

SUMODIHARJO J 410110094

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh

Dosen Pembimbing

dr. Hardjanto, MS, Sp. Ok NIK. 131269137


(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

PERBEDAAN KELELAHAN KERJA AKIBAT PAPARAN GETARAN MEKANIS

PADA OPERATOR WEAVING DAN SPINNING DI PT. KUSUMAHADI SANTOSA

KARANGANYAR

OLEH SUMODIHARJO

J 410110094

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari Senin, 24 Oktober 2016 Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Dewan Penguji :

1. Hardjanto, dr.,MS,Sp.Ok (...)

(Ketua Dewan Penguji)

2. Heru Subaris Kasjono. SKM., M.Kes (...)

(Anggota I Dewan Penguji)

3. Kusuma Estu Werdani. SKM, M.Kes (...)

(Anggota II Dewan Penguji)

Dekan, Dr. Suwaji, M.Kes NIK. 19531123 198303 1002


(4)

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.

Surakarta, 24 Oktober 2016 Penulis

SUMODIHARJO J 410110094


(5)

1

PERBEDAAN KELELAHAN KERJA AKIBAT PAPARAN GETARAN MEKANIS

PADA OPERATOR WEAVING DAN SPINNING DI PT. KUSUMAHADI SANTOSA

KARANGANYAR

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA Abstrak

PT. Kusumahadi Santosa adalah perusahaan tekstil yang memanfaatkan alat-alat yang menimbulkan getaran dengan intensitas yang tinggi berdasarkan hasil survei dimana 7 dari 10 pekerja khususnya di bagian weaving dan di bagian spinning mengalami kelelahan kerja yang diakibatkan getaran mekanis dimana ditunjukkan dengan beberapa keluhan yang disampaikan oleh pekerja saat beristirahat. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui apakah ada perbedaan kelelahan kerja akibat getaran mekanis pada operator weaving dan spinning di PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar. Jenis penelitian ini Observasional Analitik dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini bagian weaving sebanyak 95 orang dan bagian spinning sebanyak 83 orang sehingga hasil sampel berdasarkan kriteria inklusi dimana pada weaving dan spinning sebanyak 80. Analisis yang digunakan adalah uji wilcoxon menunjukan ada perbedaan kelelahan kerja akibat getaran mekanis pada operator weaving dan spinning di PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar dengan nilai signifikansi sebesar 0,012 < 0,05 pada bagian weaving dan 0,001 < 0,05 pada bagian spinning. Berdasarkan hasil pengukuran bagian spinning lebih tinggi tingkat kelelahan kerjanya dibandingkan dengan bagian spinning. Disarankan perlu diadakan pengawasan dari supervisor perusahaan terhadap kedisiplinan pemakaian alat pelindung diri yang benar, monitoring secara rutin, dilakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada pekerja minimal setahun dua kali. Kata kunci : Getaran mekanis, Kelelahan kerja

Abstact

PT. Kusumahadi Santosa is a textile company that utilizes tools that cause vibration of high intensity based on the results of a survey in which 7 out of 10 workers, especially in the weaving and at the spinning experiencing fatigue caused by mechanical vibration which is indicated by several complaints by workers at rest. The purpose of this study was to determine whether there are differences in fa tigue due to mechanical vibration to the operator weaving and spinning in PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar. This type of research is observational analytic using cross sectional approach. The population in this study as many as 95 people a part of weaving and spinning sections 83 people so the sample results based on inclusion criteria where the weaving and spinning as much as 80. The analysis used was Wilcoxon test showed no difference in fatigue due to mechanical vibration to the operator weaving and spinning in PT , Kusumahadi Santosa Karanganyar with a significance value of 0.012 < 0.05 in the weaving and 0,001 < 0.05 in the spinning. Based on the measurement results section of spinning his fatigue level higher than the spinning section. Suggested there should be oversight of the company supervisor to discipline the use of personal protective equipment properly, regular monitoring, carried out special medical examinations at least twice a year workers.


(6)

2

1. PENDAHULUAN

Kelelahan kerja merupakan bagian dari permasalah umum yang sering dijumpai pada tenaga kerja. Angka kecelakaan kerja berdasarkan laporan International Laboir Organization (ILO) tahun 2010, diseluruh dunia terjadi lebih dari 337 juta kecelakaan dalam pekerjaan per tahun. Setiap hari, 6.300 orang meninggal karena kecelakaan kerja atau penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan. Sekitar 2,3 juta kematian per tahun terjadi di seluruh dunia. Menurut Depnakertrans, data mengenai kecelakaan kerja pada tahun 2004, di Indonesia setiap hari rata-rata terjadi 414 kecelakaan kerja, 27,8% disebabkan kelelahan yang cukup tinggi, lebih kurang 9,5 % atau 39 orang mengalami cacat (Depnakertrans, 2004).

Menurut Suma’mur (2009), ada dua golongan penyebab kecelakaan kerja. Golongan pertama adalah faktor mekanis dan lingkungan, yang meliputi segala sesuatu selain manusia. Golongan kedua adalah manusia itu sendiri yang merupakan sebab kecelakaan. Besarnya biaya yang dikeluarkan, maka segala upaya pencegahan kecelakaan harus dilakukan, untuk menghindari kerugian yang lebih besar, salah satu program yang harus ditingkatkan ialah mengupayakan peningkatan pengetahuan tentang keselamatan, kesehatan kerja dan pencegahan kecelakaan bagi kalangan dunia industri baik pihak pimpinan, manager, supervisor maupun tenaga kerja itu sendiri.

Getaran dapat mempengaruhi semua alat dalam badan, mulai dari tangan, badan, kaki, kepala, mata, dan lain-lain. Dari semua alat badan, mata yang paling banyak dipengaruhi oleh getaran makanis. Pada intensitas sampai dengan 4 Hz, mata masih dapat mengikuti getaran-getaran antara kepala dan sasaran, sedangkan untuk intensitas selanjutnya, tidak dapat lagi mata mengikutinya. Amplitudo getaran juga berpengaruh terhadap kemampuan ini. Pada intensitas tinggi, penglihatan juga terganggu, manakala amplitudo lebih besar dari jarak dua kali dari retina (Griffin, 2007).

PT. Kusumahadi Santosa memanfaatkan alat-alat yang menimbulkan getaran dengan intensitas yang tinggi berdasarkan hasil survei dimana dalam proses produksinya penggunaan mesin-mesin maupun peralatan dapat menimbulkan sumber bahaya yang dapat mengancam keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, sumber bahaya tersebut berasal dari faktor dan potensi bahaya kebisingan, debu, kebakaran, penerangan, ledakan serta limbah dan langkah awal yang dilakukan PT. Kusumahadi Santosa untuk melindungi tenaga kerjanya dari sumber-sumber bahaya tersebut adalah pemberian Alat Pelindung Diri (APD) pada tenaga kerjanya.


(7)

3

Berdasarkan hasil survei pendahuluan pada tanggal 24 Nopember 2015 dimana 7 dari 10 pekerja khususnya di bagian mesin tenun (weaving) mengalami kelelahan kerja yang ditunjukkan dengan beberapa keluhan yang disampaikan oleh pekerja saat beristirahat. Pada bagian spinning saat dilakukan wawancara kepada pekerja juga mengeluhkan adanya kelelahan kerja dimana pekerja sering merasa kesemutan pada saat bekerja. Pada bagian weaving menggunakan mesin sebanyak 346 unit mesin dan pekerja sebanyak 198 dengan jumlah perempuan 95 orang dan laki-laki 103 orang dan di bagian spinning sebanyak 119 orang dengan jumlah tenaga kerja laki-laki 36 orang dan tenaga kerja perempuan 83 orang dimana terbagi menjadi 3 shift kerja dimana setiap bagian shift dibagi menjadi 2 kelompok. Pada pembagian waktu shift kerja penelitian ini mengambil shift pagi yaitu dari pukul 06.00-14.00 dimana pada saat istirahat selama 1 jam yaitu pada pukul 10.00-11.00. Ruang tenun (weaving) dan spinning dengan ratusan mesin tenun memiliki ruangan yang luas dengan pekerja yang mengoperasikan mesin adalah 1 orang untuk 6 mesin yang bekerja selama 8 jam per hari.

Hasil penelitian yang dilakukan Seviana (2013), dimana pada mesin-mesin produksi di industri tekstil terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat intensitas getaran pada ruang proses produksi telah melampaui ketentuan dengan hasil pengukuran pada tenaga kerja shift pagi dengan rata-rata percepatan sebesar 5,7 m/det2 per 8 jam dimana bila terjadi terus menerus tanpa pengendalian atau perbaikan akan mengganggu kesehatan dan keselamatan pekerja. Hasil penelitian yang dilakukan Nilan (2013), tentang implementasi hiperkes dan keselamatan kerja serta lingkungan bagian spinning di PT. Kusumaputra Santosa Karanganyar, data pengukuran getaran mekanis pada shift siang diperoleh hasil 5,7 m/det2 apabila dibandingkan dengan Permenaker Nomor Per.13/MEN/X/2011 hasilnya intensitas getaran di bagian mesin tenun tidak sesuai.

Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk menganalisis Perbedaan kelelahan kerja akibat getaran mekanis pada operator weaving dan spinning PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar.

2. METODE

Jenis penelitian ini merupakan penelitian Observasional Analitik dengan menggunakan rancangan penelitian Cross Sectional Study (Studi Potong Lintang), yaitu penelitian yang mempelajari hubungan antara faktor risiko (independent) dengan faktor efek (dependent) dimana melakukan observasi atau pengukuran variabel sekali dan


(8)

4

sekaligus pada waktu yang sama (Riyanto, 2011). Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 di operator weaving PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar.

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh operator weaving dan spinning yang mengalami getaran > NAB. Pekerja sebanyak 198 dengan jumlah perempuan 95 orang dan laki-laki 103 orang dan di bagian spinning sebanyak 119 orang dengan jumlah tenaga kerja laki-laki 36 orang dan tenaga kerja perempuan 83 orang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh operator weaving pada shift pagi, sebanyak 40 pekerja dan seluruh operator spinning pada shift pagi, sebanyak 40 pekerja.

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling yaitu pengambilan sampel secara purposive didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2010). Dengan purposive sampling diperoleh subyek penelitian sebanyak 80 pekerja yaitu 40 pada bagian weaving dan 40 pada bagian spinning.

Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat yang dilakukan pada tiap variabel dari hasil penelitian. Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan variabel penelitian yang disajikan dalan bentuk kategori, mean (rata-rata), dan standar deviasi dari setiap variabel. Penelitian ini ingin mengetahui perbedaan kelelahan kerja akibat getaran mekanis. Analisis yang digunakan yaitu dependent sample t test (uji t untuk dua sampel dependen/bebas) adalah sebuah sampel dengan subjek yang berbeda tetapi mengalami dua perlakuan yang sama (Singgih, 2001).

Uji wilcoxon merupakan salah satu bagian dari statistik non parametrik. Uji mann whitney menjadi alternatif ketika data tidak normal dalam uji dependnt sample t test, uji wilcoxon dilakukan untuk mengetahui perbedaan dua sampel yang tidak berhubungan atau berpasangan satu sama lainnya (Raharjo, 2014). Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kelalahan kerja akibat getaran mekanis maka dapat dilakukan dengan perumusan hipotesis sebagai berikut (Singgih, 2001) :

a. H0 : Kelelahan kerja tidak berpengaruh terhadap getaran mekanis (tidak ada perbedaan kelelahan kerja dan getaran mekanis).

b. Ha : Kelelahan kerja berpengaruh terhadap getaran mekanis (terdapat perbedaan kelelahan kerja dan getaran mekanis).

Pengambilan keputusan berdasarkan perbandingan nilai probabilitas (sigifikan) pada uji wilcoxon dengan nilai α = 5 % = 0,05 pada taraf kepercayaan 95 % dengan kaidah keputusan uji statistik sebagai berikut (Raharjo, 2014) :


(9)

5

a. Jika nilai signifikan > 0,05, maka H0 diterima artinya kelelahan kerja tidak berpengaruh terhadap getaran mekanis.

b. Jika nilai signifikan ≤ 0,05, maka H0 ditolak artinya kelalahan kerja berpengaruh terhadap getaran mekanis.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Karakteristik Responden

Tabel 1. Distribusi Umur dan Masa Kerja pada Pekerja PT Kusumahadi Santosa Karanganyar

No Karakteristik responden

Bagian N Weaving

(%)

n Spinning (%)

1 Umur <45 tahun 16 40 14 35

>45 tahun 24 60 26 65

2 Masa kerja <10 Tahun 6 15 4 10

>10 Tahun 34 85 36 90

Jumlah 80 100 80 100

1.

Berdasarkan hasil penelitian di bagian weaving dan spinning PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar dari perhitungan statistik maka didapat deskripsi data dari 80 responden berdasarkan umur diketahui bahwa umur responden minimum adalah <45 tahun sebanyak 30 responden dan umur maksimum > 45 orang sebanyak 50 responden pada umur >45 tahun ternyata masih ada yang tidak memakai alat pelindung diri. Dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara umur dengan getaran mekanis dan kelelahan kerja, hal ini disebabkan karena semakin umur bertambah maka tingkat kelelahan kerja akan semakin berkurang begitu pula dengan produktivitas kerja semakin tua semakin produksi yang dihasilkan tidak sebanding dengan hasil produksi pekerja yang masih mudah, kecuali di perusahaan itu menerapkan kerja target.

Dari analisis dapat diketahui bahwa semakin tinggi umur seseorang maka semakin tinggi perasaan kelelahan. Umur seseorang berbanding langsung dengan kapasitas fisik sampai batas tertentu dan mencapai puncaknya pada umur 25 sedangkan pada umur 50-60 tahun kekuatan otot menurun 25%, kemampuan sensoris menurun 60% dengan bertambahnya umur akan diikuti penurunan VO2 max, tajam penglihatan dan kecepatan membedakan sesuatu membuat keputusan dan kemampuan mengingat jangka pendek, maka dari itu pengaruh umur harus dijadikan pertimbangan dalam membedakan pekerjaan seseorang (Tarwaka, 2010).


(10)

6

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sebanyak 80 responden bahwa masa kerja yang paling banyak adalah masa kerja <10 tahun sebanyak 10 responden (12,5%) dan >10 tahun sebanyak 70 responden (87,5%). Semakin lama masa kerja seseorang maka semakin tinggi juga tingkat kelelahan, karena semakin lama bekerja menimbulkan perasaan jenuh akibat kerja monoton akan berpengaruh terhadap tingkat kelelahan yang dialami (Setyawati, 2010).

Terkait dengan beberapa faktor demografis yang diukur dalam penelitian ini, ditemukan pula bahwa faktor usia tidak signifikan menyebabkan kelelahan, padahal para peneliti menemukan bahwa usia pekerja yang semakin tua akan menyebabkan semakin mudahnya individu mengalami kelelahan (Valentine, dkk, 2009; Gander, dkk, 2010). Akan memberikan pengaruh positif bila semakin lama seseorang bekerja maka akan berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya. Sebaliknya akan memberikan pengaruh negatif apabila semakin lama bekerja akan menimbulkan kelelahan dan kebosanan. Semakin lama seseorang dalam bekerja maka akan semakin banyak orang yang terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut.

Menurut Setyawati (2010) seseorang yang bekerja dengan masa kerja yang lama lebih banyak memiliki pengalaman dibandingkan yang bekerja dengan masa kerja yang baru. Orang yang bekerja lama sudah terbiasa dengan pekerjaan yang dilakukan sehingga tidak menimbulkan kelelahan kerja bagi dirinya. Dapat diketahui bahwa masa kerja tidak mempengaruhi getaran mekanis dan kelelahan kerja.

3.2 Analisis Univariat

3.2.1 Getaran Mekanis

Tabel 2. Distribusi Getaran Mekanis pada Pekerja PT Kusumahadi Santosa Karanganyar

1.

Getaran Mekanis Bagian

n Weaving (%) n Spinning (%)

a. < NAB 0 0 14 35

b. > NAB 80 100 26 65

Jumlah 40 100 40 100

Berdasarkan hasil pengukuran getaran di bagian weaving dan bagian spinning menggunakan alat ukur Vibration Meter diperoleh hasil weaving 4,5 m/det2 dan hasil spinning 4,5 m/det2. Pada mesin weaving dan spinning tidak ada


(11)

7

bantalan yang berfungsi untuk meredam mesin. Alat yang mengakibatkan getaran-getaran yang digunakan dalam perusahaan selama bekerja menggunakan alat yang getarannya dibawah NAB yaitu 4 m/det2 untuk 8 jam kerja per hari maka tidak begitu mendatangkan bahaya bagi kesehatan pekerja tetapi ada dalam industri pada pekerjaan yang menggunakan alat bergetar secara terus menerus dengan nilai diatas NAB (Suma’mur, 1996). Gangguan yang disebabkan oleh getaran dapat muncul dalam waktu yang berbeda-beda sejak pertama terpapar, tetapi kadang-kadang gejala ini timbul dalam beberapa bulan setelah paparan berat. Perubahan rangka biasanya timbul tidak lebih awal 10 tahun atau lebih (Wijaya, 1995).

Permenakertrans Nomor PER. 13/MEN/X/2011 tentang NAB Faktor Fisika dan Kimia tentang NAB intensitas getaran mekanis adalah 4 m/det2 untuk jumlah waktu pemaparan 8 jam per hari kerja. Di ruang tenun intensitas getaran melampaui NAB. Hasil ini sama dengan Suma’mur (1996) paparan getaran frekuensi tinggi dapat menyebabkan kontruksi otot bertambah, sehingga menimbulkan suatu ketidaknyamanan yang ditandai dengan keluhan musculoskeketal dan menyatakan bahwa secara umum getaran mekanik pada tubuh dapat menyebabkan terganggunya kenyamanan dalam bekerja dan mempercepat terjadinya kelelahan kerja dan munculnya gangguan terhadap kesehatan tubuh. 3.2.2 Kelelahan Kerja

Tabel 3. Distribusi kelelahan kerja pada Pekerja PT Kusumahadi Santosa Karanganyar

Kelelahan Kerja Bagian

n Weaving (%) N Spinning (%)

a. Tidak Lelah 6 15 4 10

b. Lelah 34 85 36 90

Jumlah 40 100 40 100

4.

Pengukuran kelelahan kerja menggunakan alat ukur Reaction Timer merk Lakassidaya L-77, dengan perolehan data yaitu yang tidak mengalami kelelahan kerja pada bagian weaving sebanyak 6 orang (15%) dan pada bagian spinning sebanyak 4 (10%) sedangkan yang mengalami kelelahan kerja pada bagian weaving sebanyak 34 orang (85%) dan pada bagian spinning sebanyak 36 orang (90%). Dalam penelitian ini seharusnya semua mengalami kelelahan kerja, hal ini kemungkinan terjadi karena meskipun responden mengalami paparan getaran di atas NAB tetapi ada faktor lain yang belum terkendali berpengaruh terhadap kelelahan kerja, misalnya faktor internal : faktor fisik yang berpengaruh dalam penelitian ini


(12)

8

(iklim kerja) dan faktor eksternal : suasana kerja, masalah pribadi, faktor psikologis lainnya.

Kelelahan kerja merupakan salah satu hal yang keberadaannya di dalam organisasi harus diminimalisir. Hal ini disebabkan karena efek yang ditimbulkan karena munculnya kelelahan hampir dapat dipastikan negatif bagi para pelaksana tugas. Akibatnya, berbagai efek negatif juga akan dirasakan oleh organisasi, misalnya dengan meningkatnya biaya akibat sakit yang diderita karyawan (Jansenn, dkk, 2003). Pada penelitian ini diketahui bahwa hampir sebagian besar karyawan (84%) merasakan kelelahan kerja yang tergolong rendah. Karena itu, dapat dikatakan bahwa kegiatan fisik dan mental yang dilakukan selama bekerja di organisasi masih dirasakan seimbang sehingga dapat meminimalisir kelelahan yang terjadi selama bekerja.

Seperti dugaan peneliti, kemungkinan ada hal-hal yang mampu mendorong individu untuk menyesuaikan diri dengan kondisi kerja yang dialami sehingga aktivitas kerja tidak menimbulkan kelelahan yang merugikan individu. Bekerja dengan senang hati karena individu menghayati dan merasakan senang dengan pekerjaannya akan membantu individu menghadapi situasi-situasi yang kurang menguntungkan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Hilman (dalam Morin, 2004), bahwa ketika seseorang bekerja dan merasakan kesenangan dari pekerjaan tersebut, maka akan berakibat positif bagi kesehatan mental dan jiwa individu. Perasaan senang ini pula yang diduga membantu individu mengatasi kelelahannya. Karena seperti juga yang dinyatakan oleh Ulrich & Ulrich (2010), bahwa ketika seseorang merasakan keterkaitan positif antara dirinya dengan pekerjaannya, menyadari kontribusi positif yang diberikannya pada organisasinya, maka akan dapat menjelaskan ketahanan individu saat menghadapi masa sulit di pekerjaannya, juga semangatnya ketika menghadapi masa yang menyenangkannya.

3.2.3 Analisis Bivariat

Tabel 4. Uji Wilcoxon

Kelelahan Kerja Bagian P Value

Weaving(%) Spinning(%)

a. Tidak Lelah 15 10 0,012

b. Lelah 85 90 0,001

Jumlah 100 100

1.


(13)

9

Uji independent samples t test tidak dapat dilakukan jika data tidak memenuhi syarat uji normalitas dan homogenitas. Hasil uji normalitas pada penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov diperoleh nilai signifikan sebesar 0,000 < 0,05, artinya data tersebut tidak berdistribusi normal (Raharjo, 2014). Hasil uji homogenitas dengan analisis of varians (ANOVA) diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,534 > 0,05, maka dikatakan bahwa populasi pekerja sejumlah 80 orang mempunyai varian yang sama.

Uji yang dilakukan tidak memenuhi syarat normalitas, sehingga dapat dilakukan uji alternatif yaitu uji wilcoxon. Berdasarkan hasil penelitian nilai signifikan (probabilitas) dari uji wilcoxon pada bagian weaving sebesar 0,012 < 0,05 dimana sebanyak 34 responden (85%) mengalami kelelahan kerja dan pekerja yang tidak lelah sebanyak 6 responden (15%) sedangakan pada bagian spinning tenaga yang mengalami kelelahan pada bagian spinning sebanyak 36 orang (90%) dan yang tidak mengalami kelelahan kerja sebanyak 4 orang (10%) dengan nilai signifikasi sebesar 0,001< 0,05. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada perbedaan kelelahan kerja akibat getaran mekanis pada operator weaving dan spinning di PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar.

Kenyataan di lapangan menunjukkan pada hasil penelitian bahwa pada bagian spinning tingkat kelelahan pada pekerja lebih tinggi daripada tingkat kelelahan di bagian weaving karena di bagian spinning tingkat getaran mekanis pada mesin lebih besar hasil pengukuran getaran diperoleh pada mesin weaving sebesar 4,7 m/det2 sedangkan pada mesin spinning sebesar 5,7 m/det2, selain itu pada proses produksi di bagian spinning juga bersamaan dengan mesin Roaving, Ringframe, Printing, Finishing sehingga getaran mekanis saling berkaitan dan menyebabkan pekerja cepat lelah dan pekerja juga mengalami kelelahan secara fisik karena jauhnya tempat produksi antara satu dengan yang lainnya. Pekerja di bagian spinning lebih sedikit dengan jumlah mesin yang sama apabila di bandingan pada bagian weaving sehingga beban kerja yang dialami pekerja di bagian spinning lebih berat.

Berdasarkan hasil observasi di lapangan pada bagian spinning banyak tenaga yang tidak menggunakan APD sedangkan pada bagian weaving berdasarkan pemantauan masih ada sebagian yang menggunakan APD. Karena pekerja yang bekerja di daerah yang risiko tinggi memerlukan Alat Pelindung Diri untuk mengurangi terpaparnya suatu penyakit atau mencegah kecelakaan kerja yang


(14)

10

mungkin terjadi di tempat kerja, hal ini akan terus dilakukan karena merupakan suatu kebutuhan.

Hasil penelitian ini juga mendukung teori yang dikemukakan oleh Suma’mur (2009), Tarwaka (2010), Setyawati (2010) tentang proses timbulnya kelelahan akibat getaran yaitu getaran yang ditimbulkan oleh alat-alat mekanis yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh dan dapat menimbulkan akibat yang tidak diinginkan. Besaran getaran ditentukan oleh lama, intensitas dan frekuensi getaran, sedangkan anggota tubuh mempunyai frekuensi getaran sendiri sehingga jika frekuensi alami ini beresonansi dengan frekuensi getaran mekanis akan mempengaruhi konsentrasi kerja, mempercepat kelelahan, gangguan pada anggota tubuh seperti mata, syaraf dan otot.

Motor unit merupakan sebuah syaraf motorik yang berfungsi menghantarkan rangsangan dari pusat saraf menuju organ elector (missal : otot). Selain menghantarkan rangsangan ke otot, sel saraf motorik juga menghantarkan pesan ke sel tubuh untuk mempersiapkan proses pembakaran energi yang dibutuhkan saat otot bekerja jika otot tidak dapat berkontraksi secara cepat dan kuat atau bahkan tidak dapat berkontraksi sama sekali maka kotonus otot bertambah karena getaran mekanis dengan frekuensi di bawah 20 Herz(Hz). Kontrusi statis oleh bertambahnya tonus otot mengakibatkan penimbunan asam laktat dalam jaringan tubuh dengan akibat bertambah panjangnya waktu reaksi otot dan saraf. Sebaliknya frekuensi di atas 20 Hz menyebabkan mengendurnya tonus otot. Getaran mekanis yang terdiri dari campuran aneka frekuensi bersifat menegangkan dan melemaskan tonus otot secara serta merta. Kedua efek yang berlawanan ini melelahkan (Ganong, 2003).

Kelelahan ini terjadi pada saraf dan otot-otot manusia sehingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Akumulasi asa laktat membuat efisiensi otot menurun yang akan merangsang sistem syaraf yang ada di dalam kortek selebri, proses ini juga dipengaruhi Circardian Rythem dan kondisi mental (stress) untuk menaikkan sistem inhibisi dalam thalamus dan menurunkan sistem aktivasi dalam formasio retikularis yang menyebabkan penurunan waktu reaksi sehingga tubuh akan mengalami kelelahan. Hasil yang sejalan dengan penelitian Retno dan Eko (2008) yang menunjukkan pengaruh yang bermakna antara paparan getaran tempat duduk pengemudi bus terhadap kenyamanan kerja.

Modernisasi industri, pekerjaan lebih mudah dan cepat, efek gangguan atau pencemaran pada lingkungan di tempat kerja. Dominan gangguan dari peralatan


(15)

11

atau perkakas tersebut umumnya adalah : bising dan getaran. Dalam kuantitas bunyi tergantung jarak dari kekuatan sumber bunyi yang menyababkan getaran, semakin besar daya intensitasnya maka intensitas bunyi semakin tinggi (Suma’mur, 1996). Faktor –faktor lingkungan yang mempengaruhi kenyamanan secara umum dikelompokkan menjadi 4 yaitu faktor-faktor fisik seperti paparan getaran, kebisingan, penerangan, iklim kerja; faktor kimia, gas, uap, dan debu; faktor-faktor ergonomis seperti sikap kerja dan cara kerja, penentuan waktu kerja dan istirahat, kerja gilir dan hubungan antara pekerja dan faktor-faktor biologis seperti jamur, bakteri, virus, dan cacing penyebab penyakit (Ramadhani, 2003).

Faktor-faktor lingkungan tersebut akan menciptakan kondisi yang nyaman, lestari dan manusiawi sehingga merupakan faktor pendorong bagi kegairahan dan efesiensi kerja apabila tidak melebihi NAB yang telah ditetapkan atau melebihi toleransi manusia untuk mengadapinya. Jika faktor lingkungan itu melebihi NAB yang telah ditentukan maka dapat menyebabkan ketidaknyamanan yang berakibat menurunnya produktivitas kerja karena para pekerja merasa cepat lelah dan tingkat kelelahan yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Oleh karena itu secara garis besar ukuran kenyamanan dapat dikelompokkan menjadi 4 yaitu kondisi nyaman, tidak nyaman, lelah, dan sakit (Kolsch et al., 2002).

Adapun beberapa cara untuk mencegah dan mengendalikan kelelahan kerja di bagian weaving antara lain sebagai berikut : Mengurangi paparan intensitas getaran mekanis di tempat kerja sesuai dengan anjuran NAB, missal : mengurangi paparan langsung dari sumber dengan rolling kerja di bagian A melanjutkan pekerjaan lain yang masih terkait dengan produksi yang sama tetapi di tempat yang berbeda atau paparan lebih rendah dari sumbernya. Pengawasan terhadap pemakaian alat pelindung diri, terutama alat pelindung berupa alas kaki sebagai peredam intensitas getaran mekanis dengan benar agar tidak terpapar lingkungan kerja fisika yang mengakibatkan kelelahan kerja.

Dilakukan monitoring secara rutin tentang faktor fisika di lingkungan kerja terutama intensitas getaran mekanis agar dapat dilakukan tindakan pencegahan dan pengendalian terhadap dampaknya. Dilakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada pekerja terkait paparan faktor fisik di lingkungan kerja, terutama pada pekerja yang terpapar intensitas getaran yang berada di atas NAB dalam jangka waktu yang telah lama.


(16)

12

Ketola et al. (2002), melakukan penelitian dengan memberikan intervensi berupa program yang komprehensif yang meliputi pendidikan dalam bidang ergonomis, penyesuaian alat kerja, furniture kantor yang baru, selang waktu istirahat yang pendek dan sikap tubuh yang rileks ternyata mempunyai kecenderungan untuk mengurangi perasaan tidak nyaman pada pekerja.

4. PENUTUP

Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur terbanyak pada responden di PT Kusumahadi Santosa adalah >45 tahun sebanyak 50 orang (61,5%) dan masa kerja paling lama yaitu >10 tahun sebanyak 70 orang (87,5%)

Hasil pengukuran getaran mekanis di bagian weaving diperoleh hasil paling banyak > NAB yaitu 40 orang (100%) dengan hasil pengukurannya 4,5 m/det2 sedangkan pada bagian spinning > NAB yaitu 26 orang (65%) dengan hasil pengukurannya 5,7 m/det2 sehingga bila dibandingkan dengan Permenakertrans Nomor PER. 13/MEN/X/2011 tentang NAB Faktor Fisika dan Kimia hasilnya melebihi NAB.

Hasil pengukuran kelelahan kerja di bagian weaving diperoleh hasil pekerja yang tidak lelah sebanyak 6 orang (15%) dan yang mengalami kelelahan kerja sebanyak 34 orang (85%). Sedangkan di bagian spinning diperoleh hasil pekerja yang tidak lelah sebanyak 4 orang (10%) dan yang mengalami kelelahan kerja sebanyak 36 orang (90%). Berdasarkan hasil pengukuran bagian spinning mengalami kelelahan yang lebih tinggi dibandingkan di bagian weaving.

Ada perbedaan kelelahan kerja akibat getaran mekanis pada operator weaving di PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar dengan nilai signifikansi sebesar 0,012 < 0,05. Sedangkan pada bagian spinning nilai signifikansi sebesar 0,001 < 0,05.

Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti dapat memberi saran bagi beberapa pihak: Bagi industri PT. Kusumaputra Santosa Karanganyar, sebaiknya pihak perusahaan membuat pengaturan jam dalam mengurangi paparan intensitas getaran mekanis di bagian weaving dan bagian spinning, misal : ada batasan getaran NAB yang bekerja selama 8 jam/hari di kurangi menjadi 6 jam/hari, memindahkan pekerja pada bagian weaving yang terpapar mesin selama 8 jam/hari ke tempat yang tidak langsung berhubungan dengan mesin seperti pada bagian cucuk. Sedangkan untuk bagian spinning memindahkan pekerja yang terpapar mesin langsung selama 8 jam/hari ke tempat yang tidak langsung berhubungan dengan mesin seperti pada bagian finishing. Sebaiknya diadakan pengawasan dari supervisor perusahaan terhadap kedisiplinan pemakaian alat


(17)

13

pelindung diri yang benar, terutama alas kaki sebagai peredam intensitas getaran mekanis.

Sebaiknya dilakukan monitoring secara rutin tentang faktor fisika di lingkungan kerja terutama intensitas getaran mekanis agar dilakukan tindakan pencegahan dan pengendalian terhadap efeknya.

Pada bagian weaving dan spinning sebaiknya dilakukan pemeriksaan kesehatan khusus minimal setahun 2 kali pada pekerja terkait paparan faktor fisik di lingkungan kerja, terutama pada pekerja yang terpapar intensitas getaran di atas NAB dalam jangka waktu yang telah lama. Sedangkan pada bagian spinning juga dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk mengetahui derajat kesehatan masing-masing pekerja.

Bagi pemerintah Daerah setempat diharapkan memberikan pengarahan dalam penggunaan APT dengan memasukkan bagian APT dalam aturan dan Surat Izin Usaha dan Pembangunan (SIUP). Bagi peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian dengan jumlah populasi atau sampel yang lebih besar dan dengan variabel lain yang mempengaruhi kelelahan kerja seperti jenis kelamin, umur, masa kerja antara responden satu dengan lainnya.

4. DAFTAR PUSTAKA

Broadbent, G. 1979. Emerging Concepts in Urban Space Design. London :Van Nostrand Reinhold International.

Budiono 2005. Hiperkes dan Kesehatan Kerja. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Budiono Sugeng, R.M.S Jusuf, Andriana Pusparini. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Dedek M. 2008. Faktor Predisposing, Enabling dan Reinforcing terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri dalam Asuhan Persalinan Normal di Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh. Medan : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Thesis

Depkes RI. 2007. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta.

Depnakertrans. 2004. Modul Pelatihan Gizi Kerja. Jakarta : Balitbang Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian Pusat Pengembangan Keselamatan Kerja dan Hiperkes. Dinas Tenaga Kerja Republik Indonesia. 2011. Permenaker No. Per. 13/MEN/X/2011

tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja. Jakarta.


(18)

14

Ganong, W.F. 2003. Review of Medical Phsysiology. New York : Lange Medical Books: 5151-531.

Grandjean, E. 1991, Fatigue, Dalam: Parmeggiani, L. ed. Encyclopedia of Occupational Health and Safety, Third (revised) edt. ILO, Geneva .837-838. Grandjean, E.1995. Fitting The Task to The Man, A Text book of Occupational

Ergonomics, 4 th edition. London : Taylor and Francis Ltd.

Griffin, M.J. 2007. Negligent Exposures to Hand-Trasmitted Vibration. Int Arch Occup Environ Health jurnal, 81: 645-659.

Harrington, J.M. 2003. Buku Saku Kesehatan Kerja. Jakarta : EGC.

Iwan, M.R. 2007. Dampak Giliran Kerja, Suhu dan Kebisingan Terhadap Perasaan Kelelahan Kerja di PT. LJP Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol. 4 No.1 hal 8-13.

Janssen, N, Kant, I, and van Amelsvoort, L. (2003). Work family conflict and fatigue: the role of working time arrangement. Dissertation. Mastricht University.

Kolsch, M., Beal, A and Matthew T. 2002. An Objective Measure for Postural Comfort. Jurnal. Universitas of California, Santa Barbara, CA 93106 USA

Morin, EM. (2004). The meaning of work in modern times. 10th World Congress on Human Resources Management, Rio de Janeiro, Brazil. August 20th 2004. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Nurmianto, E. 2003. Industrial Ergonomics. Modul Ajar Dalam Bahasa Inggris First Edition. DUE Like Project-ITS, Surabaya.

Pandji. 2001. Psikologi Kerja. Yogyakarta : Liberty

Panggabean R. 2008 : Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Petugas Labolatorium terhadap Kepatuhan SOP di Puskesmas Pekan Baru. Sekolah Pasca Sarjana. Medan : Universiatas Sumatera Utara. Tesis

Phoon,W.O.1988. Practical Occupational Health. PG Publishing Pte Ltd,304 Singapore :Orchard Road.

Pusat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menakertrans RI, 2010. Panduan Teknis Instruksi Pengoperasian Alat Pengukuran Getaran Kerja (Qs-Vi 400 Pro). Raharjo, Sahid. 2014. SPSS Indonesia (oleh data statistic dengan program SPSS) : cara

melakukan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dengan SPSS. [Online]. Tersedia : spssindo.blogspot.com/2014/01/uji-normalitas-kolmogorov-smirnov-spss[21 September 2016]

Ramadhani, A. 2003. Ergonomi dalam Bunga Rampai Hiperkes dan Kesehatan Kerja. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang

Retno Rusdjijiati dan Eko Muh Widodo. 2008. Pengaruh Paparan Getaran Tempat Duduk Pengemudi Bis Terhadap Kenyamanan Kerja. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol.3 No.3 hal 13-33


(19)

15

Riyanto. A. 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika. Rusdi, Y. 2007. Hubungan Antara Getaran Mesin pada Pekerja Bagian Produksi dengan Carpal Tunnel Syndrome Industri Pengolahan Kayu Brumbung Perum Perhutani Unit. 1 Jawa Tengah. [Skripsi]. Semarang : Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Negeri Semarang.

Salim, E. 2002. Green Company. Jakarta : PT. Astra Internasional Tbk.

Santoso, S. 2004. Kesehatan dan Gizi. Cetakan kedua. Jakarta: PT. Asdi Mahasatyasetyawari.

Setyawati, L. 2010. Selintas Tentang Kelelahan Kerja. Yogyakarta :Amara Books.

Soeharto, I. 2004. Serangan Jantung dan Stoke Hubungannya dengan Lemak dan Kolesterol. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Suma’mur PK. 1996. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja. Jakarta : CV Haji Mas Agung Suma’mur, P.K. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : Sagung Seto. Supariasa, I.D.N, Bachyar B dan Ibnu F. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC. Suyono, S. 1995. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI.

Balai Jakarta.

Tarwaka, 2008. Manajemen dan Implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Tempat Kerja. Surakarta : Harapan Press.

Tarwaka, 2010. Ergonomi Industri. Surakarta :Harapan Press.

Tarwaka, Sholichul HA, Lilik S. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta :UNIBA PRESS.

Wignjosoebroto, S. 2008. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu, Teknik Analisis Untuk Peningkatan Produktivtas Kerja. Edisi I cetakan ke-2. Surabaya :Guna Widya. Wijaya, C. 1995. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Jakarta :EGC


(1)

10

mungkin terjadi di tempat kerja, hal ini akan terus dilakukan karena merupakan suatu kebutuhan.

Hasil penelitian ini juga mendukung teori yang dikemukakan oleh Suma’mur (2009), Tarwaka (2010), Setyawati (2010) tentang proses timbulnya kelelahan akibat getaran yaitu getaran yang ditimbulkan oleh alat-alat mekanis yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh dan dapat menimbulkan akibat yang tidak diinginkan. Besaran getaran ditentukan oleh lama, intensitas dan frekuensi getaran, sedangkan anggota tubuh mempunyai frekuensi getaran sendiri sehingga jika frekuensi alami ini beresonansi dengan frekuensi getaran mekanis akan mempengaruhi konsentrasi kerja, mempercepat kelelahan, gangguan pada anggota tubuh seperti mata, syaraf dan otot.

Motor unit merupakan sebuah syaraf motorik yang berfungsi menghantarkan rangsangan dari pusat saraf menuju organ elector (missal : otot). Selain menghantarkan rangsangan ke otot, sel saraf motorik juga menghantarkan pesan ke sel tubuh untuk mempersiapkan proses pembakaran energi yang dibutuhkan saat otot bekerja jika otot tidak dapat berkontraksi secara cepat dan kuat atau bahkan tidak dapat berkontraksi sama sekali maka kotonus otot bertambah karena getaran mekanis dengan frekuensi di bawah 20 Herz(Hz). Kontrusi statis oleh bertambahnya tonus otot mengakibatkan penimbunan asam laktat dalam jaringan tubuh dengan akibat bertambah panjangnya waktu reaksi otot dan saraf. Sebaliknya frekuensi di atas 20 Hz menyebabkan mengendurnya tonus otot. Getaran mekanis yang terdiri dari campuran aneka frekuensi bersifat menegangkan dan melemaskan tonus otot secara serta merta. Kedua efek yang berlawanan ini melelahkan (Ganong, 2003).

Kelelahan ini terjadi pada saraf dan otot-otot manusia sehingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Akumulasi asa laktat membuat efisiensi otot menurun yang akan merangsang sistem syaraf yang ada di dalam kortek selebri, proses ini juga dipengaruhi Circardian Rythem dan kondisi mental (stress) untuk menaikkan sistem inhibisi dalam thalamus dan menurunkan sistem aktivasi dalam formasio retikularis yang menyebabkan penurunan waktu reaksi sehingga tubuh akan mengalami kelelahan. Hasil yang sejalan dengan penelitian Retno dan Eko (2008) yang menunjukkan pengaruh yang bermakna antara paparan getaran tempat duduk pengemudi bus terhadap kenyamanan kerja.

Modernisasi industri, pekerjaan lebih mudah dan cepat, efek gangguan atau pencemaran pada lingkungan di tempat kerja. Dominan gangguan dari peralatan


(2)

11

atau perkakas tersebut umumnya adalah : bising dan getaran. Dalam kuantitas bunyi tergantung jarak dari kekuatan sumber bunyi yang menyababkan getaran, semakin besar daya intensitasnya maka intensitas bunyi semakin tinggi (Suma’mur, 1996). Faktor –faktor lingkungan yang mempengaruhi kenyamanan secara umum dikelompokkan menjadi 4 yaitu faktor-faktor fisik seperti paparan getaran, kebisingan, penerangan, iklim kerja; faktor kimia, gas, uap, dan debu; faktor-faktor ergonomis seperti sikap kerja dan cara kerja, penentuan waktu kerja dan istirahat, kerja gilir dan hubungan antara pekerja dan faktor-faktor biologis seperti jamur, bakteri, virus, dan cacing penyebab penyakit (Ramadhani, 2003).

Faktor-faktor lingkungan tersebut akan menciptakan kondisi yang nyaman, lestari dan manusiawi sehingga merupakan faktor pendorong bagi kegairahan dan efesiensi kerja apabila tidak melebihi NAB yang telah ditetapkan atau melebihi toleransi manusia untuk mengadapinya. Jika faktor lingkungan itu melebihi NAB yang telah ditentukan maka dapat menyebabkan ketidaknyamanan yang berakibat menurunnya produktivitas kerja karena para pekerja merasa cepat lelah dan tingkat kelelahan yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Oleh karena itu secara garis besar ukuran kenyamanan dapat dikelompokkan menjadi 4 yaitu kondisi nyaman, tidak nyaman, lelah, dan sakit (Kolsch et al., 2002).

Adapun beberapa cara untuk mencegah dan mengendalikan kelelahan kerja di bagian weaving antara lain sebagai berikut : Mengurangi paparan intensitas getaran mekanis di tempat kerja sesuai dengan anjuran NAB, missal : mengurangi paparan langsung dari sumber dengan rolling kerja di bagian A melanjutkan pekerjaan lain yang masih terkait dengan produksi yang sama tetapi di tempat yang berbeda atau paparan lebih rendah dari sumbernya. Pengawasan terhadap pemakaian alat pelindung diri, terutama alat pelindung berupa alas kaki sebagai peredam intensitas getaran mekanis dengan benar agar tidak terpapar lingkungan kerja fisika yang mengakibatkan kelelahan kerja.

Dilakukan monitoring secara rutin tentang faktor fisika di lingkungan kerja terutama intensitas getaran mekanis agar dapat dilakukan tindakan pencegahan dan pengendalian terhadap dampaknya. Dilakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada pekerja terkait paparan faktor fisik di lingkungan kerja, terutama pada pekerja yang terpapar intensitas getaran yang berada di atas NAB dalam jangka waktu yang telah lama.


(3)

12

Ketola et al. (2002), melakukan penelitian dengan memberikan intervensi berupa program yang komprehensif yang meliputi pendidikan dalam bidang ergonomis, penyesuaian alat kerja, furniture kantor yang baru, selang waktu istirahat yang pendek dan sikap tubuh yang rileks ternyata mempunyai kecenderungan untuk mengurangi perasaan tidak nyaman pada pekerja.

4. PENUTUP

Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur terbanyak pada responden di PT Kusumahadi Santosa adalah >45 tahun sebanyak 50 orang (61,5%) dan masa kerja paling lama yaitu >10 tahun sebanyak 70 orang (87,5%)

Hasil pengukuran getaran mekanis di bagian weaving diperoleh hasil paling banyak > NAB yaitu 40 orang (100%) dengan hasil pengukurannya 4,5 m/det2 sedangkan pada bagian spinning > NAB yaitu 26 orang (65%) dengan hasil pengukurannya 5,7 m/det2 sehingga bila dibandingkan dengan Permenakertrans Nomor PER. 13/MEN/X/2011 tentang NAB Faktor Fisika dan Kimia hasilnya melebihi NAB.

Hasil pengukuran kelelahan kerja di bagian weaving diperoleh hasil pekerja yang tidak lelah sebanyak 6 orang (15%) dan yang mengalami kelelahan kerja sebanyak 34 orang (85%). Sedangkan di bagian spinning diperoleh hasil pekerja yang tidak lelah sebanyak 4 orang (10%) dan yang mengalami kelelahan kerja sebanyak 36 orang (90%). Berdasarkan hasil pengukuran bagian spinning mengalami kelelahan yang lebih tinggi dibandingkan di bagian weaving.

Ada perbedaan kelelahan kerja akibat getaran mekanis pada operator weaving di PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar dengan nilai signifikansi sebesar 0,012 < 0,05. Sedangkan pada bagian spinning nilai signifikansi sebesar 0,001 < 0,05.

Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti dapat memberi saran bagi beberapa pihak: Bagi industri PT. Kusumaputra Santosa Karanganyar, sebaiknya pihak perusahaan membuat pengaturan jam dalam mengurangi paparan intensitas getaran mekanis di bagian weaving dan bagian spinning, misal : ada batasan getaran NAB yang bekerja selama 8 jam/hari di kurangi menjadi 6 jam/hari, memindahkan pekerja pada bagian weaving yang terpapar mesin selama 8 jam/hari ke tempat yang tidak langsung berhubungan dengan mesin seperti pada bagian cucuk. Sedangkan untuk bagian spinning memindahkan pekerja yang terpapar mesin langsung selama 8 jam/hari ke tempat yang tidak langsung berhubungan dengan mesin seperti pada bagian finishing. Sebaiknya diadakan pengawasan dari supervisor perusahaan terhadap kedisiplinan pemakaian alat


(4)

13

pelindung diri yang benar, terutama alas kaki sebagai peredam intensitas getaran mekanis.

Sebaiknya dilakukan monitoring secara rutin tentang faktor fisika di lingkungan kerja terutama intensitas getaran mekanis agar dilakukan tindakan pencegahan dan pengendalian terhadap efeknya.

Pada bagian weaving dan spinning sebaiknya dilakukan pemeriksaan kesehatan khusus minimal setahun 2 kali pada pekerja terkait paparan faktor fisik di lingkungan kerja, terutama pada pekerja yang terpapar intensitas getaran di atas NAB dalam jangka waktu yang telah lama. Sedangkan pada bagian spinning juga dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk mengetahui derajat kesehatan masing-masing pekerja.

Bagi pemerintah Daerah setempat diharapkan memberikan pengarahan dalam penggunaan APT dengan memasukkan bagian APT dalam aturan dan Surat Izin Usaha dan Pembangunan (SIUP). Bagi peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian dengan jumlah populasi atau sampel yang lebih besar dan dengan variabel lain yang mempengaruhi kelelahan kerja seperti jenis kelamin, umur, masa kerja antara responden satu dengan lainnya.

4. DAFTAR PUSTAKA

Broadbent, G. 1979. Emerging Concepts in Urban Space Design. London :Van Nostrand Reinhold International.

Budiono 2005. Hiperkes dan Kesehatan Kerja. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Budiono Sugeng, R.M.S Jusuf, Andriana Pusparini. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Dedek M. 2008. Faktor Predisposing, Enabling dan Reinforcing terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri dalam Asuhan Persalinan Normal di Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh. Medan : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Thesis

Depkes RI. 2007. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta.

Depnakertrans. 2004. Modul Pelatihan Gizi Kerja. Jakarta : Balitbang Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian Pusat Pengembangan Keselamatan Kerja dan Hiperkes. Dinas Tenaga Kerja Republik Indonesia. 2011. Permenaker No. Per. 13/MEN/X/2011

tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja. Jakarta.


(5)

14

Ganong, W.F. 2003. Review of Medical Phsysiology. New York : Lange Medical Books: 5151-531.

Grandjean, E. 1991, Fatigue, Dalam: Parmeggiani, L. ed. Encyclopedia of Occupational Health and Safety, Third (revised) edt. ILO, Geneva .837-838. Grandjean, E.1995. Fitting The Task to The Man, A Text book of Occupational

Ergonomics, 4 th edition. London : Taylor and Francis Ltd.

Griffin, M.J. 2007. Negligent Exposures to Hand-Trasmitted Vibration. Int Arch Occup Environ Health jurnal, 81: 645-659.

Harrington, J.M. 2003. Buku Saku Kesehatan Kerja. Jakarta : EGC.

Iwan, M.R. 2007. Dampak Giliran Kerja, Suhu dan Kebisingan Terhadap Perasaan Kelelahan Kerja di PT. LJP Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol. 4 No.1 hal 8-13.

Janssen, N, Kant, I, and van Amelsvoort, L. (2003). Work family conflict and fatigue: the role of working time arrangement. Dissertation. Mastricht University.

Kolsch, M., Beal, A and Matthew T. 2002. An Objective Measure for Postural Comfort. Jurnal. Universitas of California, Santa Barbara, CA 93106 USA

Morin, EM. (2004). The meaning of work in modern times. 10th World Congress on Human Resources Management, Rio de Janeiro, Brazil. August 20th 2004. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Nurmianto, E. 2003. Industrial Ergonomics. Modul Ajar Dalam Bahasa Inggris First Edition. DUE Like Project-ITS, Surabaya.

Pandji. 2001. Psikologi Kerja. Yogyakarta : Liberty

Panggabean R. 2008 : Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Petugas Labolatorium terhadap Kepatuhan SOP di Puskesmas Pekan Baru. Sekolah Pasca Sarjana. Medan : Universiatas Sumatera Utara. Tesis

Phoon,W.O.1988. Practical Occupational Health. PG Publishing Pte Ltd,304 Singapore :Orchard Road.

Pusat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menakertrans RI, 2010. Panduan Teknis Instruksi Pengoperasian Alat Pengukuran Getaran Kerja (Qs-Vi 400 Pro). Raharjo, Sahid. 2014. SPSS Indonesia (oleh data statistic dengan program SPSS) : cara

melakukan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dengan SPSS. [Online]. Tersedia : spssindo.blogspot.com/2014/01/uji-normalitas-kolmogorov-smirnov-spss[21 September 2016]

Ramadhani, A. 2003. Ergonomi dalam Bunga Rampai Hiperkes dan Kesehatan Kerja. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang

Retno Rusdjijiati dan Eko Muh Widodo. 2008. Pengaruh Paparan Getaran Tempat Duduk Pengemudi Bis Terhadap Kenyamanan Kerja. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol.3 No.3 hal 13-33


(6)

15

Riyanto. A. 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika. Rusdi, Y. 2007. Hubungan Antara Getaran Mesin pada Pekerja Bagian Produksi dengan Carpal Tunnel Syndrome Industri Pengolahan Kayu Brumbung Perum Perhutani Unit. 1 Jawa Tengah. [Skripsi]. Semarang : Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Negeri Semarang.

Salim, E. 2002. Green Company. Jakarta : PT. Astra Internasional Tbk.

Santoso, S. 2004. Kesehatan dan Gizi. Cetakan kedua. Jakarta: PT. Asdi Mahasatyasetyawari.

Setyawati, L. 2010. Selintas Tentang Kelelahan Kerja. Yogyakarta :Amara Books.

Soeharto, I. 2004. Serangan Jantung dan Stoke Hubungannya dengan Lemak dan Kolesterol. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Suma’mur PK. 1996. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja. Jakarta : CV Haji Mas Agung Suma’mur, P.K. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : Sagung Seto. Supariasa, I.D.N, Bachyar B dan Ibnu F. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC. Suyono, S. 1995. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI.

Balai Jakarta.

Tarwaka, 2008. Manajemen dan Implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Tempat Kerja. Surakarta : Harapan Press.

Tarwaka, 2010. Ergonomi Industri. Surakarta :Harapan Press.

Tarwaka, Sholichul HA, Lilik S. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta :UNIBA PRESS.

Wignjosoebroto, S. 2008. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu, Teknik Analisis Untuk Peningkatan Produktivtas Kerja. Edisi I cetakan ke-2. Surabaya :Guna Widya. Wijaya, C. 1995. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Jakarta :EGC


Dokumen yang terkait

PERBEDAAN KELELAHAN KERJA AKIBAT PAPARAN GETARAN MEKANIS PADA OPERATOR WEAVING DAN SPINNING DI PT. Perbedaan Kelelahan Kerja Akibat Paparan Getaran mekanis pada operator weaving dan spinning di pt. Kusumahadi Santosa Karanganyar.

0 1 15

PENDAHULUAN Perbedaan Kelelahan Kerja Akibat Paparan Getaran mekanis pada operator weaving dan spinning di pt. Kusumahadi Santosa Karanganyar.

0 2 5

HUBUNGAN PAPARAN GETARAN MEKANIS DENGAN KELELAHAN KERJA DAN GANGGUAN KESEHATAN PADA TENAGA KERJA BAGIAN PRODUKSI Hubungan Paparan Getaran Mekanis Dengan Kelelahan Kerja Dan Gangguan Kesehatan Pada Tenaga Kerja Bagian Produksi PT. Putri Indah Pertiwi Des

4 14 16

HUBUNGAN PAPARAN GETARAN MEKANIS DENGAN KELELAHAN KERJA DAN GANGGUAN KESEHATAN PADA TENAGA KERJA Hubungan Paparan Getaran Mekanis Dengan Kelelahan Kerja Dan Gangguan Kesehatan Pada Tenaga Kerja Bagian Produksi PT. Putri Indah Pertiwi Desa Pule, Gedong,

0 2 17

PENDAHULUAN Hubungan Paparan Getaran Mekanis Dengan Kelelahan Kerja Dan Gangguan Kesehatan Pada Tenaga Kerja Bagian Produksi PT. Putri Indah Pertiwi Desa Pule, Gedong, Pracimantoro, Wonogiri.

0 3 6

METODE PENELITIAN Hubungan Paparan Getaran Mekanis Dengan Kelelahan Kerja Dan Gangguan Kesehatan Pada Tenaga Kerja Bagian Produksi PT. Putri Indah Pertiwi Desa Pule, Gedong, Pracimantoro, Wonogiri.

0 4 16

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN WEAVING DI PT. ISKANDAR Hubungan Status Gizi Dengan Kelelahan Kerja Pada Tenaga Kerja Bagian Weaving di PT. Iskandar Indah Printing Textile Surakarta.

0 3 16

HUBUNGAN STRESS KERJA DENGAN KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN WEAVING DI PT. ISKANDAR Hubungan Stress Kerja Dengan Kelelahan Kerja Pada Tenaga Kerja Bagian Weaving Di Pt. Iskandar Indah Printing Textile Surakarta.

0 7 16

IMPLEMENTASI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA DEPARTEMEN PRODUKSI WEAVING-2 PT. KUSUMAHADI SANTOSA KARANGANYAR.

3 8 95

ANALISIS HUBUNGAN PAPARAN GETARAN MEKANIS DAN KEBISINGAN DENGAN KELELAHAN KERJA PEKERJA BAGIAN MESIN TENUN DI PT. ISKANDAR INDAH PRINTING TEXTILE SURAKARTA.

0 1 15