ANALISIS WASTE LUAS LANTAI PRODUKSI DENGAN PENDEKATAN METODE LEAN MANUFACTURING DI CV. SATYA KARYA - SURABAYA.
ANALISIS WASTE LUAS LANTAI PRODUKSI
DENGAN PENDEKATAN METODE LEAN MANUFACTURING
DI CV. SATYA KARYA − SURABAYA
SKRIPSI
O leh :
H E NDR I F I T R I YANT O
0732010011
J UR USAN T E K NI K I NDUST R I
F AK UL T AS T E K NO L O GI I NDUST RI
UNI VE R SI T AS P E M BANG UNAN NASI O NAL “ VE T E R AN”
J AW A T I M UR
2011
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
ANALISIS WASTE LUAS LANTAI PRODUK SI DENGAN
PENDEKATAN METODE LEAN MANUFACTURING
DI CV. SATYA KARYA − SURABAYA
SK RIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Pada Jurusan Teknik Industri UPN “Veteran” Jawa Timur
Pembimbing I
Ir . Sumiati, MT
NIP . 19601213 199103 2 001
OLE H:
HENDRI FITRIYANTO
0732010011
J URUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWA TIMUR
2011
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah berkat rahmat Tuhan YME yang telah memberikan Rahmat
dan Hidayah-Nya sehingga Laporan Penelitian Tugas Akhir (Skripsi) dengan
judul “Analisis Waste Luas Lantai Pr oduksi Dengan Pendekatan Metode
Lean Manufacturing Di CV. Satya Karya Surabaya” dapat terselesaikan tepat
pada waktunya. Penulisan skripsi ini dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan
kelulusan Program Sarjana Strata - 1 (S-1) di Jurusan Teknik Industri Fakultas
Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Terselesaikannya Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini tentunya tak lepas dari
bantuan banyak pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan
banyak terima kasih kepada :
1. Allah SWT karena atas ijin-NYA lah laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini bisa
terselesaikan tepat pada waktunya.
2. Orang Tua, Saudara perempuan saya yang selalu memberikan dukungan dan
doa kepada saya.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP. Selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Ir. Sutiyono, MT. Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
5. Bapak Dr. Ir. Minto Waluyo, MM. Selaku ketua jurusan Teknik Industri
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
6. Ibu Ir. Sumiati, MT. Selaku Dosen Pembimbing saya.
7. Dosen Penguji Seminar 1 dan Seminar 2 saya.
ii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
8. Bapak I Made Ringgo, ST selaku Pemilik dan pembimbing lapangan di CV.
Satya Karya Surabaya dan Seluruh karyawan yang telah meluangkan
waktunya terhadap penelitian saya.
9. Buat Semua Teman - teman angkatan 2007 Paralel A − D.
10. Dan yang terakhir untuk saudara – saudari saya yang selalu support saya
untuk selalu memotivasi saya menyusun laporan penelitian TA (Skripsi)
saya, Terima Kasih banyak.
Semoga Kemampuan dan pengetahuan telah tercurahkan demi
kesempurnaan Skripsi ini, namun keterbatasan dan kekurangan tetaplah ada. Oleh
karena itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penyusunan laporan ini
masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis dengan senang hati menerima segala
kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan Tugas Akhir
(Skripsi) ini.
Akhir kata penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat berguna
dan bermanfaat bagi semua pihak.
Surabaya, Oktober 2011
Penyusun
ii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
ANALISIS WASTE LUAS LANTAI PRODUKSI DENGAN
PENDEKATAN METODE LEAN MANUFACTURING
DI CV. SATYA KARYA − SURABAYA
ABSTRAK
CV. Satya Karya Surabaya adalah perusahaan produksi alat rumah tangga.
peluang pasar yang masih besar membuat perusahaan ini selalu meningkatkan
jumlah produksinya dari waktu kewaktu, akan tetapi banyaknya faktor kendala
yang dihadapi oleh perusahaan tersebut membuat jalannya produksi kurang begitu
maksimal. Sebagai misal waste yang terdapat pada area produksi sehingga
mengakibatkan kerugian pada perusahaan.
Selama ini CV. Satya Karya Surabaya belum pernah melakukan
penyelesaian untuk mengurangi waste yang terjadi di area produksi, sehingga
dalam hasil identifikasi ditemukan banyak waste yang diantaranya adalah
lingkungan, kesehatan, keselamatan, persediaan yang tidak perlu, proses yang
tidak sesuai, kecacatan, menunggu. Oleh sebab itu peran Lean Manufaktur sangat
diperlukan untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang ada di CV. Satya
Karya Surabaya.
Tujuan dilakukan penelitian di CV. Satya Karya Surabaya adalah untuk
mengidentifikasi aktivitas secara keseluruhan menggunakan Big Picture Mapping,
mengidentifikasi waste yang terjadi dan menganalisa penyebab waste yang ada
selama proses produksi dan memberikan usulan perbaikan untuk mengurangi
waste yang ada pada lantai produksi.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui besarnya value added activity pada
operasi sebesar 39.27%, non value added activity pada waktu tunggu (Delay)
sebesar 17.28% dan necessary but non value added activity pada Transportasi,
Inspeksi, Storage sebesar 43.47%. Sedangkan dalam VALSAT tools yang
terpilih adalah process activity mapping karena tools ini mempunyai nilai bobot
yang tebesar diantara tools VALSAT lannya yaitu sebesar 47.24%, Dalam Fish
Bone Chart diketahui bahwa pemborosan yang paling besar adalah persediaan
yang tidak per lu, kecacatan, menunggu, Sehingga dengan mengetahui akar
penyebab dari pemborosan yang terjadi bisa dilakukan rekomendasi perbaikan
dengan FMEA. Dari FMEA diketahui nilai RPN tiap-tiap waste yang
diprioritaskan untuk dilakukan perbaikan adalah Lingkungan dengan nilai RPN
210, Keselamatan dengan nilai RPN 150, Kesehatan dengan nilai RPN 180,
Proses yang tidak sesuai dengan nilai RPN 252, Persediaan yang tidak perlu
dengan nilai RPN 294, Kecacatan dengan nilai RPN 392, dan Menunggu dengan
nilai RPN 336, Sehingga untuk mengurangi pemborosan tersebut disarankan agar
koordinasi antara bagian pemasaran dan produksi ditingkatkan, standar produksi
harus jelas, pembenahan fasilitas atau layout kerja, pembenahan metode kerja,
penambahan/pengurangan tenaga kerja pada setasiun kerja tertentu.
Kata kunci : Lean manufacture,Waste, BPM, VALSAT, Fish bone chart,
FMEA
x
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
ANALYSIS OF WASTE TO BOARDEN PRODUCE WITH APPLYING
METHOD LEAN MANUFACTURING IN CV. SATYA KARYA −
SURABAYA.
ABSTRACT
CV. Satya Karya of Surabaya is company of production kitchen utensils.
opportunity of market which still big make this company always improve the
amount of its production from time of to time, however to the number of
constraint factor faced by the company make the way less maximal production so.
Suppose waste found on area produce so that result loss at company.
During The Time CV. Satya Karya of Surabaya, have never done or
conducted solution to lessen waste that happened [in] production area, so that in
result identify to be found by many waste which among others is environmental,
health, safety, awaiting, excess process, unnecessary inventories, defects. On that
account role of Lean Manufaktur very needed to to assist to finish problems exist
in CV. Satya Karya of Surabaya.
Target done/conducted by research in CV. Satya Karya of Surabaya, is to
identify activity as a whole use Big Picture Mapping, identifying waste that
happened and analyse cause of existing waste during production process and give
repair proposal to lessen waste exist in production floor.
Pursuant to result of research known by the level of activity added value
equal in operation to 39.27%, non activity added value equal in Delay time to
17.28% and but necessary of is non activity added value equal in
Transportation,Inspection, Storage to 43.47%. While in chosen VALSAT tools is
mapping activity process because this tools have wight value which is tebesar
among its its his VALSAT tools that is equal to 47.24%. In Fish Bone Chart
known that biggest extravagance is Unnecessary Inventories, Defects, Waiting, So
that given the cause root of extravagance that happened can to recommend repair
with FMEA. Of FMEA known by value of RPN every waste given high priority
to be done/conducted by to repair is Environmental with value of RPN 210,
Health with value of RPN 150, Safety with value of RPN 180, Waiting with value
of RPN 252, Exccess Process with value of RPN 294, Unnecessary Inventories
with value of RPN 392, and Defects with value of RPN 336. So that to lessen the
the extravagance suggested that by coordination among/between part of
production and marketing improved, standard produce be clear, correction of or
facility of layout job/activity, correction of job/activity method, addition /
reduction of labour at certain job/activity station.
Keywords : Lean Manufacture, Waste, BPM, VALSAT, Fish Bone chart,
FMEA
x
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR ..……………………………………………………..
i
DAFTAR ISI ……..……………………………………………..…………..
iii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………..
vi
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….
vii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….
viii
ABSTRAK …………………………………………………………………..
ix
BAB I
BAB II
BAB III
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang ………..……………………………..
1
1.2
Rumusan Masalah ……………. ……………………..
2
1.3
Batasan Masalah ……………………….…………….
3
1.4
Asumsi ………………………….…………………....
3
1.5
Tujuan ………………………………………………..
3
1.6
Manfaat Penelitian …………………………………...
4
1.7
Sitematika Penulisan …………………………………
4
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1
Pemborosan (waste) ………………………………......
7
2.2
Lean Manufakturing …………………………………
17
2.2.1
Definisi Lean Manufacturing …………………
17
2.2.2
Prinsip – prinsip Lean Manufacturing ……….
21
2.2.3
Pengembangan Lean Manufacturing …………
22
2.3
Pemborosan (Waste) …………………………………
26
2.4
Type-Type Pemborosan ……………………………..
42
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Tempat dan Waktu Penelitian ……………………….
47
3.2
Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel ……...
47
3.2.1 Variabel Bebas ……………………………....
47
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB IV
3.2.2 Variabel Terikat …………………………..….
48
3.3
Metode Pengumpulan Data …………………………..
49
3.4
Metode Pengolahan Data …………………………….
50
3.5
Langkah-Langkah Pemecahan Masalah ……………..
53
3.6
Penjelasan Flowchart Pemecahan Masalah ………….
54
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
4.2
Pengumpulan Data…………….……………………..
58
4.1.1
Data Pengamatan Tentang Waste ………………….
58
4.1.2
Data Aliran Bahan……………………………….....
61
4.1.3
Data Waktu Produksi………………………………
63
Pengolahan Data…………………………………………..
63
4.2.1 Big Picture Mapping…………………………………..
63
4.2.2 Identifikasi Waste………………………………………
67
4.2.3 Pemilihan Tools Dengan Value Stream Analysis
Tools (VALSAT)…………………………………
4.3
71
4.2.4 Process Activity Mapping (PAM)………………
73
Analisa Dan Pembahasan………………………………..
75
4.3.1
Analisa Identifikasi Value Stream Dengan Big
Picture Mapping……………………………………
75
4.3.2
Identifikasi Waste……………………………………..
75
4.3.3
Analisa Pemilihan Tools dengan Value Stream
4.3.4
Analysis Tools (VALSAT)………………………..
76
Process Activity Mapping (PAM)………………….
82
4.3.5 Analisa Waste Dengan Fish Bone Chart (Diagram
Sebab Akibat)………………………………………
4.3.6
85
Rekomendasi Perbaikan Waste Dengan Failure
Mode Effect And Analysis (FMEA)……………….
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
97
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan………………………………………………….
99
5.2
Saran………………………………………………………..
100
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ketatnya persaingan dalam dunia industri semakin memacu perusahaan
manufacturing untuk meningkatkan terus menerus hasil produksinya dalam
bentuk kualitas, harga, jumlah produksi, pengiriman tepat waktu, dengan tujuan
yang lebih nyata adalah memberikan kepuasan kepada pelanggan. Usaha yang
nyata dalam suatu produk barang di industri yang bergerak di bidang alat rumah
tangga adalah mengurangi pemborosan yang tidak mempunyai nilai tambah dalam
berbagai hal misalnya lingkungan, kesehatan, keselamatan, menunggu proses,
proses yang tidak sesuai, persediaan yang tidak perlu, dan kecacatan. Pokok
utama dari industri ini adalah meminimalkan lima hal tersebut untuk pencapaian
secara menyeluruh efisiensi produksi dengan mengurangi pemborosan (waste)
yang ada pada produksi.
CV. Satya Karya adalah perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang
industri alat rumah tanggga. Perusahaan yang terletak di Surabaya Jawa Timur ini
dalam pembuatan produk tersebut masih terdapat pemborosan di area produksi
seperti defective product atau yang lebih dikenal dengan istilah defect. Defect
tersebut seperti produk CKA (alat penggenggam penggorengan) yang tidak
sempurna, deform dan garis produk yang patah. Selain itu juga terjadi pemborosan
(waste) jenis waiting dari bahan baku menuju mesin Manufacturing Hydraulic
press machine, sehingga operator pada mesin Hydraulic press harus menunggu
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
hingga produk dari mesin tersebut selesai sesuai kapasitas produk pada mesin
Manufacturing Hydraulic press machine.
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka perusahaan membutuhkan
penyelesaian untuk mengurangi pemborosan (waste) yang terjadi dilantai produksi
dengan melihat tujuh pemborosan (waste) yaitu lingkungan, kesehatan,
keselamatan, menunggu proses, proses yang tidak sesuai, persediaan yang tidak
perlu, dan kecacatan. Dalam hal ini Metode Lean Manufacturing diharapkan dapat
membantu perusahaan mengatasi permasalahan.
Menurut Teasie Hipotesa adalah Suatu keputusan sementara yang belum
bisa dipastikan sebuah kebenarannya. Tahapan perencanaan merupakan tahap
terpenting seorang peneliti akan belajar berbagai hal dari eksperimen. Pemborosan
(waste) sangat berkesinambungan dengan permasalahan disuatu dunia industri,
dalam hal ini dibahas tentang pentingnya kualitas, baik perancangan produk
maupun untuk perancangan proses. Oleh karena itu dengan adanya problem maka
seorang penelitian akan menciptakan suatu solusi yang ada sesuai permasalahan
dengan metode Lean Manufacturing ini.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan suatu permasalahan yang
harus dipecahkan yaitu :
“Bagaimana menganalisis waste dengan cara meminimalkan bahan baku
produk agar mendapatkan hasil yang lebih maksimal di area produksi ?”
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
1.3. Batasan Masalah
Batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Waste yang diteliti adalah seven waste yaitu lingkungan, kesehatan,
keselamatan, menunggu proses, proses yang tidak sesuai, persediaan yang
tidak perlu, dan kecacatan.
2. Penelitian hanya dilakukan untuk produk alat penggorengan dengan material
bahan baku Phenolic Longlite 25 kg.
3. Usulan penelitian diprioritaskan pada waste kecacatan.
1.4. Asumsi
Asumsi yang digunakan untuk penelitian ini adalah :
1.
Kebijakan perusahaan tetap selama penelitian.
2.
Mengamati mesin yang ada dalam kondisi normal.
3.
Karyawan dalam keadaan sehat selama penelitian.
1.5. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tugas akhir ini adalah sebagai
berikut :
1. Mengidentifikasi waste yang paling potensial di area produksi.
2. Mengidentifikasi penyebab terjadinya waste di area produksi.
3. Memberikan usulan perbaikan pada waste, khususnya waste kecacatan.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
1.6. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian tugas akhir ini
baik bagi peneliti, perguruan tinggi maupun bagi perusahaan antara lain meliputi :
1. Bagi Peneliti:
-
Peneliti mampu menerapkan penerapan Lean Manufacturing yang telah
diperoleh selama proses perkuliahan dengan kondisi real di lapangan.
-
Menambah wawasan dan pengalaman di dalam dunia industri, serta cara
mengatasi masalah yang terjadi di perusahaan.
2. Bagi Perguruan Tinggi:
-
Dapat berfungsi sebagai literatur acuan yang berguna bagi pendidikan dan
penelitian selanjutnya terhadap permasalahan tentang pemborosan (waste)
di CV. Satya Karya dan hasil analisa ini dapat digunakan sebagai
pembedaharaan perpustakaan, agar dapat berguna bagi mahasiswa dan
menambah ilmu pengetahuan.
3. Bagi Perusahaan:
-
Mengetahui penyebab terjadinya waste di area produksi dan jenis
pemborosan (waste) sehingga perusahaan mendapatkan perbaikan.
1.7. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah
pemahaman atas materi – materi yang dibahas
dalam skripsi ini maka berikut ini akan diuraikan secara garis besar isi dari
masing–masing bab sebagai berikut:
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang serta permasalahan
yang akan diteliti dan dibahas. Juga diuraikan tentang tujuan, manfaat
penelitian, serta batasan dan asumsi yang digunakan.
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
Bab ini berisi teori – teori dasar yang berkaitan Lean Manufacturing
yang dijadikan acuan atau pedoman dalam melakukan langkah –
langkah penelitian sehingga permasalahan yang ada dapat terpecahkan.
Landasan teori yang digunakan untuk menunjang penelitian ini yaitu
konsep lean , Failure Mode And Effect Analysis ( FMEA) dan peneliti
terdahulu.
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini berisi urutan langkah – langkah pemecahan masalah secara
sistematis mulai dari perumusan masalah dan tujuan yang ingin
dicapai, studi pustaka, pengumpulan data dan metode analisis data.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang beberapa hal yang berkaitan dengan tahapan
identifikasi permasalahan yang ada di perusahaan dengan diawali
penjelasan tentang proses produksi di CV. Satya Karya secara umum,
pembuatan current state value stream mapping, identifikasi waste
dengan
VALSAT,
identifikasi
penyebab
permasalahan,
dan
perancangan solusi perbaikan. Selain itu, juga akan dilakukan
identifikasi hasil perbaikan dengan pembuatan rekomendasi perbaikan
dalam bentuk Failure Mode And Effect Analysis ( FMEA).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan memberikan kesimpulan atas analisa terhadap hasil
pengolahan data. Kesimpulan tersebut harus dapat menjawab tujuan
penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya. Selain itu juga berisi
tentang saran penelitian. Penelitian yang masih belum sempurna atau
diperlukan penelitian yang lebih lanjut adalah beberapa saran yang
mungkin disertakan dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1
Pemborosan (waste)
Pemborosan adalah segala aktivitas tidak bernilai tambah dalam proses
dimana aktivitas-aktivitas itu hanya menggunakan sumber daya namun tidak
memberikan nilai tambah kepada pelanggan. Pada saat melakukan eliminasi
terhadap waste, sangatlah penting untuk mengetahui apakah waste itu dan dimana
waste berada, apakah di pabrik atau di gudang. Umumnya produk yang dihasilkan
berbeda pada masing-masing pabrik, tetapi jenis waste yang ditemukan di
lingkungan manufaktur hampir sama misalnya : defect, overproduction, waiting.
Pada saat berpikir tentang pemborosan (waste), akan lebih mudah bila
mendefinisikannya kedalam tiga jenis aktivitas yang berbeda yaitu :
1. Aktivitas Yang Bernilai Tambah (Value Adding Activity)
Segala aktivitas yang dalam menghasilkan produk atau jasa yang
memberikan nilai tambah di mata konsumen. Contoh dari aktivitas tipe ini
adalah mengubah plat baja menjadi tangki baja, dan lain sebagainya.
2. Aktivitas Yang Tidak Bernilai Tambah (Non Value Adding Activity)
Merupakan segala aktivitas yang dalam menghasilkan produk atau jasa
yang tidak memberikan nilai tambah di mata konsumen. Aktivitas inilah
yang disebut waste yang harus dijadikan target untuk segera dihilangkan.
Contoh dari aktivitas ini adalah waktu menunggu, penumpukan bahan atau
material, dan lain-lain.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3. Aktivitas Yang Tidak Bernilai Tambah Tetapi Dibutuhkan (Necessary Non
Value Adding Activity)
Merupakan segala aktivitas yang dalam menghasilkan produk atau jasa
yang tidak memberikan nilai tambah di mata konsumen tetapi diperlukan
kecuali apabila sudah ada perubahan pada proses yang ada. Aktivitas ini
biasanya sulit untuk dihilangkan dalam waktu singkat. Contoh dari
aktivitas ini adalah inspeksi setiap produk pada akhir proses karena
menggunakan mesin lama yang tidak reliable. (Hines & Taylor, 2000).
Selain itu, pemborosan (waste) juga dibagi menjadi beberapa macam tipe, yaitu:
1.
Tipe Tujuh Pemborosan (seven waste)
Berikut ini adalah penjelasan dari seven waste yang diidentifikasikan oleh Dr.
Shiego Singo, yaitu: (Kilpatrick dalam Shiego Singo,2003)
a.
Produksi berlebihan (overproduction) adalah kegiatan menghasilkan barang
melebihi permintaan/keinginan sehingga menambah alokasi sumber daya
terhadap produk.
b.
Menunggu (waiting) adalah proses menunggu kedatangan material, informasi,
peralatan dan perlengkapan.
c.
Transportasi (transportation) adalah memindahkan material atau orang dalam
jarak yang sangat jauh dari satu proses ke proses berikut yang dapat
mengakibatkan waktu penaganan material bertambah..
d.
Proses yang tidak tepat (inappropriate processing) adalah proses kerja
dimana terdapat ketidaksempurnaan proses atau metode operasi produksi
yang diakibatkan oleh penggunaan tool yang tidak sesuai dengan fungsinya
ataupun kesalahan prosedur atau sistem operasi. Secara umum faktor
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
penyebabnya adalah peralatan atau tool yang tidak sesuai, maintenance
peralatan yang jelek dan lain-lain.
e.
Persediaan yang tidak perlu (unnecessary inventory) adalah penyimpanan
(inventory) melebihi volume gudang yang ditentukan, material yang rusak
karena terlalu lama disimpan atau terlalu cepat dikeluarkan dari tempat
penyimpanan, material yang sudah kadaluarsa. Secara umum faktor
penyebabnya adalah waktu change over yang lama, ketidakseimbangan
lintasan, peramalan yang kurang akurat, atau ukuran batch yang besar.
f.
Gerakan yang tidak perlu (unnecessary motion) adalah gerakan yang
melibatkan konsep ergonomis pada tempat kerja, dimana operator melakukan
gerakan-gerakan yang seharusnya bisa dihindari, misalnya komponen dan
kontrol yang terlalu jauh dari jangkauan double handling, layout yang tidak
standar, operator membungkuk. Secara umum faktor penyebabnya adalah
pengelolaan tempat kerja yang jelek, layout yang jelek, metode kerja yang
tidak konsisten, desain mesin yang tidak ergonomis.
g.
Kecacatan (defect) merupakan kesalahan yang terlalu sering dalam kertas
kerja, kualitas produk yang buruk, atau performansi pengiriman yang buruk,
ketidaksempurnaan produk, kurangnya tenaga kerja pada saat proses berjalan,
adanya alokasi tenaga kerja untuk proses pengerjaan ulang (rework) dan
tenaga kerja menangani pekerjaan claim dari pelanggan.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.
Tipe Delapan Pemborosan (eight waste)
Dalam kalangan praktisi, Lean Manufacturing dikenal sebagai delapan
pemborosan. Delapan pemborosan tersebut adalah : (Taiichi Ohno,2006)
a.
Overproduction (produksi berlebih)
Produksi berlebih adalah memproduksi produk jauh lebih banyak dari
permintaan konsumen atau melebihi jumlah yang dibutuhkan. Sedangkan
dalam Lean Manufacturing semua produk yang diproduksi diluar hal tersebut
(Work in Progress, buffer, safety stock) merupakan pemborosan karena hal
tersebut membuat organisasi menjadi tidak dapat melakukan hal lain yang
dapat memenuhi keinginan konsumen. Menurut Drs. Zulian Yamit (1999),
yang mengatakan bahwa untuk mengantisipasi unsure ketidakpastian
penggunaan bahan yang berasal dari dalam perusahaan, dapat dilakukan
dengan membuat safety stock (persediaan pengaman). Safety stock perlu
ditentukan secara tepat agar tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil.
Namun demikian yang paling ideal adalah apabila perusahaan dapat
meniadakan persediaan (zero inventories), sebab dengan adanya investasi
gudang, biaya modal yang tertanam dalam persediaan, biaya kemungkinan
kerusakan bahan dan lain sebagainya. Produksi berlebih adalah pemborosan
yang paling parah diantara jenis pemborosan lainnya. Kalau permintaan pasar
sedang tinggi, pemborosan jenis ini mungkin terlalu penting, namun dikala
permintaan pasar sedang menyusut, dampak dari produksi berlebih akan
berlipat ganda. Bahkan seringkali perusahaan mendapatkan kesulitan karena
menyimpan barang yang tidak terjual itu sebagai persediaan extra.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
b.
Waiting (menunggu)
Yang dimaksud dengan menuggu ialah menunggu kedatangan material,
menunggu informasi, peralatan, perlengkapan dan semua hal yang membuat
organisasi
berhenti
beraktivitas
sehingga
menimbulkan
pemborosan.
Pemborosan karena menunggu harus ini harus terungkap kebenaran
situasinya terlebih dahulu sebelum tindakan perbaikan dilaksanakan. Suatu
contoh yang salah menafsirkan situasi pemborosan karena karena waktu
menunggu adalah membiarkan mesin dan operatornya menunggu pada saat
pekerjaan yang diperlukan sudah selesai. Bila hal ini dianggap sebagai
pemborosan
dan
kemudian
diatasi
maka
dampaknya
justru
akan
menimbulkan pemborosan karena produksi berlebih yang lebih gawat. Dalam
hal ini kita harus lebih cermat dalam menilai situasi.
c.
Transportation (transportasi yang tidak perlu)
Yang di maksud transportasi dalam Lean Manufacturing adalah bahwa
transportasi suatu barang seharusnya dilaksanakan atau didatangkan langsung
menuju tempat dimana barang tersebut dapat langsung digunakan sehingga
tidak menimbulkan pemborosan lainnya yaitu transportasi yang tidak perlu.
Menurut Drs. H. A. Abbas Salim, SE., M. A. (1993), hasil barang – barang
jadi yang diproduksi oleh industri, dipasarkan untuk dijual kepada perusahaan
niaga dan konsumen akhir. Untuk mengangkut diperlukan moda transportasi
oleh pembeli dan seterusnya. Pemborosan karena transportasi dan
penanganan barang adalah pemborosan yang sering kita jumpai di dalam
pabrik. Barang yang sama dapat saja ditangani
berulang-ulang tanpa
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
memberi nilai tambah. Perencanaan yang buruk akan menyebabkan kegiatan
transportasi membengkak dan penanganan barang dilakukan berulang-ulang.
d.
Non value added activities (aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah)
Metode dalam pengolahan produksi dapat menjadi sumber dari pemborosan
yang seharusnya tidak perlu ada. Misalnya pengerjaan ulang (reworking)
karena seharusnya proses tidak perlu diulang apabila dilakukan proses yang
benar. Deburing (sisa produksi) karena produk seharusnya dapat diproduksi
tanpa sisa produksi apabila dilakukan dengan desain yang tepat dan alat yang
lengkap untuk pekerjaan tersebut dan inspecting (pemeriksaan) karena produk
seharusnya dapat diproduksi dengan menggunakan Statistical Process
Control (SPC) untuk menghilangkan atau meminimalkan jumlas inspeksi
yang diperlukan dalam menjaga kualitas produk tersebut.
e.
Excess inventory (persediaan berlebih)
Persediaan berlebih juga akan meningkatkan biaya produksi. Kelebihan
persediaan memerlukan penanganan extra, tempat extra, extra bunga yang
harus dibayar, extra karyawan, extra dokumen, dan lain-lain.
Berikut adalah beberapa prinsip untuk mengurangi persediaan berlebih :
v Singkirkan barang-barang yang tidak diperlukan lagi
v Jangan memproduksi barang yang tidak diperlukan untuk proses
berikutnya.
v Jangan membeli atau membawa barang dalam ukuran lot besar (meskipun
penghematan dari diskon pembelian dalam jumlah besar, mungkin lebih
besar dari biaya pemborosan karena persediaan)
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
v Usahakan untuk memproduksi dalam lot kecil (mengurangi waktu set-up
atau tingkatkan frekuensi peralihan jenis produksi)
f.
Excess motion (gerakan yang berlebih/tidak diperlukan)
Seorang pekerja dapat kelihatan sibuk selama tiga jam untuk mondar-mandir
mencari alat kerja ke semua sudut pabrik. Jelas ini merupakan kegiatan yang
tidak memberikan nilai tambah sama sekali, hal ini justru akan membebani
biaya produksi dengan upahnya selama tiga jam yang sia-sia. Di samping itu,
hasil produksi menjadi tertunda dikirim kepada pelanggan klarena lead time
produksi bertambah. Contoh gerakan mengambil dan mengembalikan benda
dapat dihilangkan bila kita meletakkan alat kerja berdekatan dengan
penggunaannya. Berjalan mondar-mandir dengan jarak yang cukup jauh
adalah gerakan yang sia-sia, khususnya bila operator diberi tanggung jawab
untuk mengoperasikan mesin. Mesin harus diletakkan dengan benar, saling
berdekatan dengan operator sehingga perjalanan kaki operator dapat
dikurangi.
g.
Defect waste (pemborosan karena cacat produksi)
Bila cacat produksi terjadi pada satu pos produksi kerja, maka pada umumnya
operator pada pos kerja berikutnya akan menunggu. Waktu terbuang percuma
dan menambah biaya produksi. Lebih parah lagi apabila barang-barang
tersebut dikerjakan ulang (rework) atau bahkan produk yang cacat itu harus
dimusnahkan. Apabila cacat produksi terjadi maka akan diperlukan untuk
membongkar dan mereparasi produk itu, lagipula tambahan komponen juga
akan diperlukan dalam penaganan komponen yang rusak. Otomatis jadwal
produksi akan terganggu karena menunggu proses penyelesaian tersebut.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Memilah-milah komponen yang jelek juga menyerap tambahan tenaga kerja
sehingga meningkatkan jumlah biaya, yang berarti pemborosan. Kasus yang
lebih buruk lagi apabila pelanggan menemukan cacat produksi setelah produk
berada ditangannya. Tidak hanya ongkos garansi dan ongkos kirim saja yang
harus ditanggung, tetapi juga pengorbanan citra perusahaan, peluang bisnis
pendatang baru dan pangsa pasar yang menyusut. Untuk menghindari
masalah itu sebuah sistem harus dikembangkan untuk menemukan dan
mengenali cacat produksi serta berbagai kondisi penyebab timbuknya cacat
tersebut. Dengan demikian, operator bisa melakukan tindakan perbaikan
langsung.
h.
Underutilized people (pekerja yang kurang profesioanl)
Yang dimaksud underutilzed people adalah pekerja yang tidak mengeluarkan
seluruh kemampuan yang dimilikinya baik dari segi mental, kreativitas, serta
skill dan kemampuan fisik dimana biasanya seorang pekerja harus dapat
mengoptimalkan seluruh kemampuan yang dimiliknya demi kepentingan
bersama. Beberapa penyebab pemborosan type ini adalah : proses kerja yang
jelek dan kurang teratur, budaya kerja yang kurang positif atau tidak
mendorong pekerjanya untuk berkembang, praktek perekrutan para pekerja
yang kurang selektif, training pegawai yang kurang memadai atau bahkan
tidak ada sama sekali training pegawai, dan turnover pekerja yang terlalu
tinggi sehingga tidak ada pekerja yang benar-benar mengerti pekerjaan serta
segala detail dari perusahaan untuk berkembang.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3.
Tipe Sembilan Pemborosan (nine waste)
Tipe sembilan pemborosan yang ada dalam bidang industri dikenal dengan
istilah E-DOWNTIME, yaitu : (Vincent Gaspersz,2007)
a. E = Environmental, Health and Safety (EHS) adalah jenis pemborosan yang
tejadi karena kelalaian dalam memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan
prinsip-prinsip EHS.
b. D = Defects adalah jenis pemborosan yang terjadi karena kecacatan atau
kegagalan produk (barang/jasa).
c. O = Overproduction adalah jenis pemborosan yang terjadi karena produksi
berlebih dari kuantitas yang dipesan oleh pelanggan.
d. W = Waiting adalah jenis pemborosan yang terjadi karena menunggu.
e. N = Not utilizing employees knowladge skills and abilities adalah jenis
pemborosan sumber daya manusia (SDM) yang terjadi karena tidak
menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan karyawan secara
optimal.
f. T = Transportation adalah jenis pemborosan yang terjadi karena transportasi
yang berlebihan sepanjang proses value stream.
g. I = Inventories adalah jenis pemborosan yang terjadi karena inventories yang
berlebihan.
h. M = Motion adalah jenis pemborosan yang terjadi karena banyaknya
pergerakan dari yang seharusnya sepanjang proses value stream.
i.
E = Excess processing adalah jenis pemborosan yang terjadi karena langkahlangkah proses yang panjang dari yang seharusnya sepanjang proses value
stream.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
4.
Tipe Sepuluh Pemborosan (ten waste)
Dalam perspektif lain, kaufman consulting group (1999) telah merumuskan
10 jenis pemborosan dalam industri manufaktur, dimana ke-10 jenis pemborosan
itu dikelompokkan kedalam empat kategori utama yaitu orang, kuantitas, kualitas
dan informasi seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.1 dan pendekatan untuk
mereduksi pemborosan tersebut ditunjukkan dalam tabel 2.1
(Sumber : Kaufman consulting group, 1999)
Gambar 2.1 Sepuluh areas waste dalam industri manufaktur
Tabel 2.1 Pendekatan untuk mereduksi pemborosan dalam industri manufaktur
Kategori
pemborosan
J enis
pemborosan
Pendekatan
reduksi
pemborosan
Orang (people)
Processing,
motion,
waiting
Manajemen
tempat kerja
(workplace
manajement)
Kuantitas
(quantity)
Inventory,
moving
JIT (Just In
Time)
Contoh
metode
peningkatan
kinerja
Penetapan
standar kerja,
pengorgaisasian
tempat kerja,
kaizen, 5S
Leveling,
kanban, quick
Fokus peningkatan
Tata letak (layout),
pemasangan label
(labeling), tools/part
arrangement, work
instruction, efisiensi,
takt time, skills
(kemampuan),
training, shift
meeting, cell/areas
team, visual displays
Work balance, WIP
(work in process),
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
things,
making too
much
setup,
preventive
maintenance
Kualitas
(quality)
Fixing defects
Informasi
(information)
Planning,
scheduling,
execution
Error
(mistake),
proofing,
autonomation
Teknologi
informasi
berfokus
proses (process
focused
information
technology)
( Sumber : Kaufman consulting group, 1999 )
2.2
Detection,
warning,
prediction,
prevention,
jidoka
Plan, schedule,
track,
anticipate,
optimize
location/amount,
kanban location,
kanban types, lot
sizes, changeover
analyze, preventive
maintenance analyze
Fixture
modifications
succesive checks,
limit switches, check
sheets, appropriated
automated
assistance, template
Queue analyze,
dynamic scheduling
of order/job status
by process element,
timing/completion
Lean Manufacturing
2.2.1 Definisi Lean Manufacturing
Pengertian Lean manufacturing adalah suatu pendekatan sistemik untuk
mengidentifikasi dan mengeliminasi pemborosan melalui improvement atau
perbaikan dan pengembangan yang terus − menerus dan berkelanjutan, berusaha
membuat aliran industri dalam perusahaan menjadi lancar untuk berusaha menarik
konsumen dalam upaya mencapai kesempurnaan. Lean Manufacturing adalah
sebuah filosofi, didasarkan pada TPS (Toyota Production System) yang bertujuan
untuk mengurangi waste melalui continuous improvement.
James
womack
dan
daniel
jones
(1996)
mendefiniskan
Lean
Manufacturing sebagai suatu proses yang terdiri dari lima langkah diantaranya
adalah : mendefinisikan nilai bagi pelanggan, menetapkan value stream,
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
membuatnya ”mengalir”, ”ditarik” oleh pelanggan, dan berusaha keras untuk
mencapai yang terbaik. Untuk menjadi sebuah proses manufaktur yang Lean
diperlukan suatu pola pikir yang terfokus pada membuat produk mengalir melalui
proses penambahan nilai tanpa interupsi (one piece flow), suatu sistem ”tarik”
yang berawal dari permintaan pelanggan, dengan hanya menggantikan apa yang
diambil oleh proses berikutnya dalam interval yang singkat dan suatu budaya
dimana semua orang berusaha keras melakukan peningkatan secara terusmenerus. ( Jeffery K. Liker, 2006).
Istilah ”Lean” yang dikenal luas dalam dalam dunia manufacturing
dewasa ini dikenal dalam berbagai istilah yang berbeda, seperti : Lean Production,
Lean Manufacturing, Toyota Production System, dan lain-lain. Namun Lean
dipercaya oleh sebagaian orang dikembangkan di Negara Jepang, khususnya
Toyota sebagai pelopor system Lean Manufacturing. Perusahaan dikatakan Lean
jika perusahaan tersebut telah menerapkan TPS (Toyota Production System) ke
dalam semua bagian proses produksinya karena yang pertama menerapkan sistem
Lean ini adalah perusahaan Toyota Motor Company. Ketika suatu perusahaan
sudah menerapkan sistem TPS (Toyota Production System) ini, langkah awal yang
bisa dilakukan oleh perusahaan adalah memeriksa proses manufaktur dari sudut
pelanggan. Dari sini dapat diamati suatu proses dan memisahkan langkah-langkah
yang menambah nilai dan yang tidak menambah nilai. Dari waste yang berhasil
diminimalisasi
ini
diharapkan
kepada
pihak
perusahaan
untuk
dapat
menjadikannya sebagai suatu standararisasi kerja. (Jeffery K. Liker, 2006).
Apabila hal diatas disederhanakan, maka dapat dikatakan suatu aktifitas
tergolong pemborosan secara umum apabila : (Jeffery K. Liker, 2006).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
1. Melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat (tidak bernilai tambah)
2. Melebihi dari apa yang dibutuhkan
3. Tidak tepat guna/sasaran
Dalam istilah Toyota Production System (TPS) juga dikenal dengan Muda,
Mura, dan Muri, yang berarti :
1. Muda (waste) : tidak menambah nilai. Ini adalah aktifitas yang tidak
berguna yang memperpanjang lead time, menimbulkan gerakan tambahan
untuk memperoleh komponen atau peralatan, menciptakan kelebihan
persediaan, atau berakibat pada penambahan jenis waktu tunggu.
2. Mura (inconsistency) : adanya variasi dalam pembebanan kerja atau
ketidakseimbangan. Di sistem produksi yang normal, kadang-kadang
terdapat lebih banyak terdapat pekerjaan dibanding dengan yang dapat
ditangani oleh orang atau mesin yang ada, dan pada saat lain hanya ada
sedikit pekerjaan. Ketidakseimbangan diakibatkan oleh jadwal produksi
yang tidak teratur atau volume produksi yang berfluktuasi karena masalah
internal, seperti kerusakan mesin, kekurangan komponen, dan produk
cacat. Muda berarti akibat dari Mura. Ketidakseimbangan tingkat produksi
berarti perlu memiliki peralatan, material, dan orang-orang yang
melakukan tingkat produksi yang tertinggi, bahkan bila permintaan rataratanya jauh lebih rendah dari itu.
3. Muri (irrationality) : pembebanan yang melebihi kapasitas atau memberi
beban berlebih kepada orang atau peralatan. Dari sudut pandang tertentu,
hal ini merupakan ujung yang berseberangan dari spectrum Muda . Muri
adalah memanfaatkan mesin atau orang dibatas kemampuannya,
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
membebani orang secara berlebih akan menimbulkan masalah dalam
keselamatan kerja dan kualitas. Membebani peralatan secara berlebih
menyebabkan kerusakan dan produk cacat.
Implementasi Lean Manufacturing adalah menfokuskan diri mendapatkan
hal yang tepat pada tempat yang tepat, pada waktu yang tepat dalam jumlah yang
tepat untuk mencapai aliran kerja yang sempurna di saat yang sama meminimasi
pemborosan dan menjadi fleksible (mudah berubah). Implementasi Lean
Manufacturing pertama kali diperkenalkan oleh Taiichi Ohno dari Toyota Motor
Company, sebuah perusahaan raksasa dunia yang sangat agresif dalam
improvement. Lean Manufacturing diharapkan produk atau komponen tersedia
tepat pada waktunya, dalam jumlah yang tepat dan pada tempat yang tepat pula.
Dengan demikian persediaan dapat ditekan seminim mungkin dan proses produksi
akan menjadi mengalir, tidak tersendat-sendat. (Jeffery K. Liker, 2006).
Lean Manufacturing menyaring intisari dari pendekatan Lean ke dalam
lima langkah utama (Hines & Taylor, 2000) yaitu :
1. Specify value (mendefinisikan nilai bagi pelanggan), yaitu mengidentifikasi
nilai (value) produk berdasarkan perspektif pelanggan, dimana pelanggan
menginginkan produk berkualitas tinggi dengan harga yang kompetitif dan
penyerahan tepat waktu.
2. Identify
whole
value
stream
(menetapkan
value
stream),
yaitu
mengidentifikasi semua langkah – langkah yang diperlukan untuk
mendesain, memesan dan memproduksi barang atau produk ke dalam
whole value stream untuk mencari non value added activity (aktivitas yang
tidak memberikan nilai tambah).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3. Flow (mengalir), yaitu membuat value flow untuk semua aktifitas yang
memberikan nilai tambah disusun dalam suatu aliran yang tidak terputus
(continuous).
4. Pulled (ditarik oleh pelanggan), yaitu mengorganisasikan agar material,
informasi dan produk mengalir lancar dan tepat sepanjang proses value
stream dengan pull system.
5. Perfection (pencapaian yang terbaik), yaitu mengejar keunggulan untuk
mencapai kesempurnaan (zero waste) melalui perbaikan yang dilakukan
secara terus – menerus sehingga waste yang terjadi dapat dihilangkan
secara total dari proses yang ada.
2.2.2 Prinsip − Prinsip Lean Manufacturing
Prinsip Lean Manufacturing sejatinya telah digunakan oleh Henry Ford
sejak awal tahun 1920, dan terbukti telah membuat Ford Motor Company menjadi
perusahaan otomotif terbesar kedua di dunia. Henry Ford berkata “ salah satu
pencapaian kami (Ford Group) mampu menjaga produk Ford menjadi tetap
rendah, yaitu semakin lama sebuah produk dalam proses manufaktur , maka total
biaya produksi juga akan semakin besar”. (Jeffery K. Liker, 2006).
Dalam penerapan metode Lean Manufacturing terdapat prinsip – prinsip
yang perlu diperhatikan antara lain :
1. Menyempurnakan mutu pertama kali, mencari nol cacat, pernyataan dan
pemecahan permasalahan pada sumbernya.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2. Meminimalkan barang sisa, penghapusan semua aktivitas yang tidak
menambahkan nilai dan memaksimalkan penggunaan sumber daya (modal,
orang – orang dan area).
3. Peningkatan yang berkelanjutan, mengurangi biaya – biaya, meningkatkan
mutu, dan berbagi informasi.
4. Proses penarikan yaitu produk ditarik dari pelanggan terakhir, yang tidak
mendorong dari akhir produksi.
5. Fleksibilitas, produksi produk yang berbeda (mixed production) atau
keanekaragaman
produk
yang
lebih
besar
dengan
cepat,
tanpa
mengorbankan efisiensi pada volume produksi lebih rendah.
6. Bangunan dan pemeliharaan adalah suatu hubungan jangka panjang
dengan para penyalur melalui berbagai resiko kolaboratif, biaya dan
pengaturan informasi..
7. Autonomation, leveling and production flow and visual control.
2.2.3 Pengembangan Lean Manufacturing
Dalam usaha untuk meminimalisasi atau menghilangkan pemborosan, para
pemakai Lean Manufacturing System memakai berbagai macam alat yang disebut
juga Lean Building. Yang patut dicatat adalah telah terbukti bahwa para pemakai
Lean Manufacturing System yang suskes menimplementasikan diperusahaan
menyadari bahwa meskipun program ini hanya dapat dijalankan sebagai program
yang berdiri sendiri, hanya sedikit sekali yang yang mempunyai dampak positif
yang signifikan bagi perusahaan ketika ia dijalankan sendiri. Sedangkan cara yang
benar adalah implementasi Lean Manufacturing System harus mempunyai dampak
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
ke seluruh aspek (overall) dan bahwa mengimplementasikan program ini tidak
sesuai dengan aturan yang berlaku, mungkin bisa menimbulkan efek yang negatif
bagi perusahaan. (Suzaki, 1997).
Berikut ini merupakan daftar alat/tools yang telah bisa digunakan dalam
program Lean Manufacturing System : (Jeffery K. Liker, 2006).
1. 5S atau WorkPlace Organizations (pengaturan tempat kerja).
Tabel 2.2 Tabel 5S dalam 2 bahasa
Japanese ”S”
Seiri (Organizations)
Seiton (Tidiness)
Seiso (Purity)
Seiketso (CleanLiness)
Shitsuke (Discipline)
American ”S”
Sort
Set in Order
Shine
Standardize
Sustain
Metode 5S atau WorkPlace Organizations (pengaturan tempat kerja) yaitu
metode untuk mengorganisasi dan menstandarkan tempat kerja. Hal
tersebut digunakan karena metode 5S merupakan salah satu metode yang
paling
mudah
dan
paling
cepat
dapat
dioperasikan
dalam
mengimplementasikan Lean Manufacturing dan yang paling penting
adalah metode ini dapat diimplementasikan kedalam ke senmua bagian
dalam perusahaan. Karena yang dilakukan 5S adalah mengatur tempat
kerja agar lebih teratur sehingga proses kerja dapat berjalan dengan lebih
mudah. Metode ini dapat dilakukan sesuai dengan kondisi yang terjadi di
lapangan seperti perlengkapan alat/tools yang diperlukan dalam proses
kerja yang tidak lengkap dengan tujuan mengurangi pemborosan (waste)
yang terjadi pada tempat kerja, posisi barang atau mesin lebih teratur, dan
semua hal yang berhubungan dengan perbaikan lingkungan kerja secara
menyeluruh. Berikut adalah kelima S tersebut (Seiri, Seiton, Seiso,
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Seiketsu, dan Shitsuke) yang diterjemahkan dalam bahasa indonesia
menjadi 5 R :
a. Ringkas (memilah) : pilahlah barang-barang dan simpan hanya
yang diperlukan dan singkirkan yang tidak diperlukan.
b. Rapi (menata) : Setiap barang memiliki tempat dan setiap barang
ada di tempatnya.
c. Resik (membersihkan) : proses pembersihan seringkali berbentuk
pemeriksaan yang mengungkapkan abnormalitas dan kondisi
sebelum terjadinya kesalahan yang dapat berdampak buruk
terdapat kualitas atau menyebabkan kerusakan pada mesin.
d. Rawat (menciptakan aturan) : kembangkan sistem dan prosedur
untuk mempertahankan dan memonitor ketiga R yang pertama.
e. Rajin (mendisiplinkan diri) : menjaga tempat kerja agar tetap stabil
merupakan
proses
yang
terus-menerus
dari
peningkatan
berkesinambungan.
Pengendalian visual dari sistem Lean Manufacturing yang direncanakan
dengan baik berbeda dai membuat operasi produksi massal menjadi rapi
dan bersih. Sistem Lean Manufacturing menggunakan 5R untuk
mendukung tercapainya sebuah proses yang mengalir lancar tepat waktu.
5R juga merupakan sebuah alat untuk membantu mengungkapkan masalah
dan bila digunakan secara canggih dapat menjadi bagian dari proses
pengendalian visual dari sebuah sistem Lean Manufacturing yang
direncanakan dengan baik. (Osada, 2002).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2. Visual Control
Metode visual control adalah sebuah alat komunikasi yang digunakan
dalam proses produksi untuk memberitahukan kepada para karyawan
bagaimana cara bekerja yang baik dan hal-hal apa saja yang menyimpang
dari standar. Visual control ini
DENGAN PENDEKATAN METODE LEAN MANUFACTURING
DI CV. SATYA KARYA − SURABAYA
SKRIPSI
O leh :
H E NDR I F I T R I YANT O
0732010011
J UR USAN T E K NI K I NDUST R I
F AK UL T AS T E K NO L O GI I NDUST RI
UNI VE R SI T AS P E M BANG UNAN NASI O NAL “ VE T E R AN”
J AW A T I M UR
2011
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
ANALISIS WASTE LUAS LANTAI PRODUK SI DENGAN
PENDEKATAN METODE LEAN MANUFACTURING
DI CV. SATYA KARYA − SURABAYA
SK RIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Pada Jurusan Teknik Industri UPN “Veteran” Jawa Timur
Pembimbing I
Ir . Sumiati, MT
NIP . 19601213 199103 2 001
OLE H:
HENDRI FITRIYANTO
0732010011
J URUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWA TIMUR
2011
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah berkat rahmat Tuhan YME yang telah memberikan Rahmat
dan Hidayah-Nya sehingga Laporan Penelitian Tugas Akhir (Skripsi) dengan
judul “Analisis Waste Luas Lantai Pr oduksi Dengan Pendekatan Metode
Lean Manufacturing Di CV. Satya Karya Surabaya” dapat terselesaikan tepat
pada waktunya. Penulisan skripsi ini dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan
kelulusan Program Sarjana Strata - 1 (S-1) di Jurusan Teknik Industri Fakultas
Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Terselesaikannya Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini tentunya tak lepas dari
bantuan banyak pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan
banyak terima kasih kepada :
1. Allah SWT karena atas ijin-NYA lah laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini bisa
terselesaikan tepat pada waktunya.
2. Orang Tua, Saudara perempuan saya yang selalu memberikan dukungan dan
doa kepada saya.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP. Selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Ir. Sutiyono, MT. Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
5. Bapak Dr. Ir. Minto Waluyo, MM. Selaku ketua jurusan Teknik Industri
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
6. Ibu Ir. Sumiati, MT. Selaku Dosen Pembimbing saya.
7. Dosen Penguji Seminar 1 dan Seminar 2 saya.
ii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
8. Bapak I Made Ringgo, ST selaku Pemilik dan pembimbing lapangan di CV.
Satya Karya Surabaya dan Seluruh karyawan yang telah meluangkan
waktunya terhadap penelitian saya.
9. Buat Semua Teman - teman angkatan 2007 Paralel A − D.
10. Dan yang terakhir untuk saudara – saudari saya yang selalu support saya
untuk selalu memotivasi saya menyusun laporan penelitian TA (Skripsi)
saya, Terima Kasih banyak.
Semoga Kemampuan dan pengetahuan telah tercurahkan demi
kesempurnaan Skripsi ini, namun keterbatasan dan kekurangan tetaplah ada. Oleh
karena itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penyusunan laporan ini
masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis dengan senang hati menerima segala
kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan Tugas Akhir
(Skripsi) ini.
Akhir kata penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat berguna
dan bermanfaat bagi semua pihak.
Surabaya, Oktober 2011
Penyusun
ii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
ANALISIS WASTE LUAS LANTAI PRODUKSI DENGAN
PENDEKATAN METODE LEAN MANUFACTURING
DI CV. SATYA KARYA − SURABAYA
ABSTRAK
CV. Satya Karya Surabaya adalah perusahaan produksi alat rumah tangga.
peluang pasar yang masih besar membuat perusahaan ini selalu meningkatkan
jumlah produksinya dari waktu kewaktu, akan tetapi banyaknya faktor kendala
yang dihadapi oleh perusahaan tersebut membuat jalannya produksi kurang begitu
maksimal. Sebagai misal waste yang terdapat pada area produksi sehingga
mengakibatkan kerugian pada perusahaan.
Selama ini CV. Satya Karya Surabaya belum pernah melakukan
penyelesaian untuk mengurangi waste yang terjadi di area produksi, sehingga
dalam hasil identifikasi ditemukan banyak waste yang diantaranya adalah
lingkungan, kesehatan, keselamatan, persediaan yang tidak perlu, proses yang
tidak sesuai, kecacatan, menunggu. Oleh sebab itu peran Lean Manufaktur sangat
diperlukan untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang ada di CV. Satya
Karya Surabaya.
Tujuan dilakukan penelitian di CV. Satya Karya Surabaya adalah untuk
mengidentifikasi aktivitas secara keseluruhan menggunakan Big Picture Mapping,
mengidentifikasi waste yang terjadi dan menganalisa penyebab waste yang ada
selama proses produksi dan memberikan usulan perbaikan untuk mengurangi
waste yang ada pada lantai produksi.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui besarnya value added activity pada
operasi sebesar 39.27%, non value added activity pada waktu tunggu (Delay)
sebesar 17.28% dan necessary but non value added activity pada Transportasi,
Inspeksi, Storage sebesar 43.47%. Sedangkan dalam VALSAT tools yang
terpilih adalah process activity mapping karena tools ini mempunyai nilai bobot
yang tebesar diantara tools VALSAT lannya yaitu sebesar 47.24%, Dalam Fish
Bone Chart diketahui bahwa pemborosan yang paling besar adalah persediaan
yang tidak per lu, kecacatan, menunggu, Sehingga dengan mengetahui akar
penyebab dari pemborosan yang terjadi bisa dilakukan rekomendasi perbaikan
dengan FMEA. Dari FMEA diketahui nilai RPN tiap-tiap waste yang
diprioritaskan untuk dilakukan perbaikan adalah Lingkungan dengan nilai RPN
210, Keselamatan dengan nilai RPN 150, Kesehatan dengan nilai RPN 180,
Proses yang tidak sesuai dengan nilai RPN 252, Persediaan yang tidak perlu
dengan nilai RPN 294, Kecacatan dengan nilai RPN 392, dan Menunggu dengan
nilai RPN 336, Sehingga untuk mengurangi pemborosan tersebut disarankan agar
koordinasi antara bagian pemasaran dan produksi ditingkatkan, standar produksi
harus jelas, pembenahan fasilitas atau layout kerja, pembenahan metode kerja,
penambahan/pengurangan tenaga kerja pada setasiun kerja tertentu.
Kata kunci : Lean manufacture,Waste, BPM, VALSAT, Fish bone chart,
FMEA
x
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
ANALYSIS OF WASTE TO BOARDEN PRODUCE WITH APPLYING
METHOD LEAN MANUFACTURING IN CV. SATYA KARYA −
SURABAYA.
ABSTRACT
CV. Satya Karya of Surabaya is company of production kitchen utensils.
opportunity of market which still big make this company always improve the
amount of its production from time of to time, however to the number of
constraint factor faced by the company make the way less maximal production so.
Suppose waste found on area produce so that result loss at company.
During The Time CV. Satya Karya of Surabaya, have never done or
conducted solution to lessen waste that happened [in] production area, so that in
result identify to be found by many waste which among others is environmental,
health, safety, awaiting, excess process, unnecessary inventories, defects. On that
account role of Lean Manufaktur very needed to to assist to finish problems exist
in CV. Satya Karya of Surabaya.
Target done/conducted by research in CV. Satya Karya of Surabaya, is to
identify activity as a whole use Big Picture Mapping, identifying waste that
happened and analyse cause of existing waste during production process and give
repair proposal to lessen waste exist in production floor.
Pursuant to result of research known by the level of activity added value
equal in operation to 39.27%, non activity added value equal in Delay time to
17.28% and but necessary of is non activity added value equal in
Transportation,Inspection, Storage to 43.47%. While in chosen VALSAT tools is
mapping activity process because this tools have wight value which is tebesar
among its its his VALSAT tools that is equal to 47.24%. In Fish Bone Chart
known that biggest extravagance is Unnecessary Inventories, Defects, Waiting, So
that given the cause root of extravagance that happened can to recommend repair
with FMEA. Of FMEA known by value of RPN every waste given high priority
to be done/conducted by to repair is Environmental with value of RPN 210,
Health with value of RPN 150, Safety with value of RPN 180, Waiting with value
of RPN 252, Exccess Process with value of RPN 294, Unnecessary Inventories
with value of RPN 392, and Defects with value of RPN 336. So that to lessen the
the extravagance suggested that by coordination among/between part of
production and marketing improved, standard produce be clear, correction of or
facility of layout job/activity, correction of job/activity method, addition /
reduction of labour at certain job/activity station.
Keywords : Lean Manufacture, Waste, BPM, VALSAT, Fish Bone chart,
FMEA
x
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR ..……………………………………………………..
i
DAFTAR ISI ……..……………………………………………..…………..
iii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………..
vi
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….
vii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….
viii
ABSTRAK …………………………………………………………………..
ix
BAB I
BAB II
BAB III
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang ………..……………………………..
1
1.2
Rumusan Masalah ……………. ……………………..
2
1.3
Batasan Masalah ……………………….…………….
3
1.4
Asumsi ………………………….…………………....
3
1.5
Tujuan ………………………………………………..
3
1.6
Manfaat Penelitian …………………………………...
4
1.7
Sitematika Penulisan …………………………………
4
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1
Pemborosan (waste) ………………………………......
7
2.2
Lean Manufakturing …………………………………
17
2.2.1
Definisi Lean Manufacturing …………………
17
2.2.2
Prinsip – prinsip Lean Manufacturing ……….
21
2.2.3
Pengembangan Lean Manufacturing …………
22
2.3
Pemborosan (Waste) …………………………………
26
2.4
Type-Type Pemborosan ……………………………..
42
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Tempat dan Waktu Penelitian ……………………….
47
3.2
Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel ……...
47
3.2.1 Variabel Bebas ……………………………....
47
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB IV
3.2.2 Variabel Terikat …………………………..….
48
3.3
Metode Pengumpulan Data …………………………..
49
3.4
Metode Pengolahan Data …………………………….
50
3.5
Langkah-Langkah Pemecahan Masalah ……………..
53
3.6
Penjelasan Flowchart Pemecahan Masalah ………….
54
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
4.2
Pengumpulan Data…………….……………………..
58
4.1.1
Data Pengamatan Tentang Waste ………………….
58
4.1.2
Data Aliran Bahan……………………………….....
61
4.1.3
Data Waktu Produksi………………………………
63
Pengolahan Data…………………………………………..
63
4.2.1 Big Picture Mapping…………………………………..
63
4.2.2 Identifikasi Waste………………………………………
67
4.2.3 Pemilihan Tools Dengan Value Stream Analysis
Tools (VALSAT)…………………………………
4.3
71
4.2.4 Process Activity Mapping (PAM)………………
73
Analisa Dan Pembahasan………………………………..
75
4.3.1
Analisa Identifikasi Value Stream Dengan Big
Picture Mapping……………………………………
75
4.3.2
Identifikasi Waste……………………………………..
75
4.3.3
Analisa Pemilihan Tools dengan Value Stream
4.3.4
Analysis Tools (VALSAT)………………………..
76
Process Activity Mapping (PAM)………………….
82
4.3.5 Analisa Waste Dengan Fish Bone Chart (Diagram
Sebab Akibat)………………………………………
4.3.6
85
Rekomendasi Perbaikan Waste Dengan Failure
Mode Effect And Analysis (FMEA)……………….
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
97
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan………………………………………………….
99
5.2
Saran………………………………………………………..
100
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ketatnya persaingan dalam dunia industri semakin memacu perusahaan
manufacturing untuk meningkatkan terus menerus hasil produksinya dalam
bentuk kualitas, harga, jumlah produksi, pengiriman tepat waktu, dengan tujuan
yang lebih nyata adalah memberikan kepuasan kepada pelanggan. Usaha yang
nyata dalam suatu produk barang di industri yang bergerak di bidang alat rumah
tangga adalah mengurangi pemborosan yang tidak mempunyai nilai tambah dalam
berbagai hal misalnya lingkungan, kesehatan, keselamatan, menunggu proses,
proses yang tidak sesuai, persediaan yang tidak perlu, dan kecacatan. Pokok
utama dari industri ini adalah meminimalkan lima hal tersebut untuk pencapaian
secara menyeluruh efisiensi produksi dengan mengurangi pemborosan (waste)
yang ada pada produksi.
CV. Satya Karya adalah perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang
industri alat rumah tanggga. Perusahaan yang terletak di Surabaya Jawa Timur ini
dalam pembuatan produk tersebut masih terdapat pemborosan di area produksi
seperti defective product atau yang lebih dikenal dengan istilah defect. Defect
tersebut seperti produk CKA (alat penggenggam penggorengan) yang tidak
sempurna, deform dan garis produk yang patah. Selain itu juga terjadi pemborosan
(waste) jenis waiting dari bahan baku menuju mesin Manufacturing Hydraulic
press machine, sehingga operator pada mesin Hydraulic press harus menunggu
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
hingga produk dari mesin tersebut selesai sesuai kapasitas produk pada mesin
Manufacturing Hydraulic press machine.
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka perusahaan membutuhkan
penyelesaian untuk mengurangi pemborosan (waste) yang terjadi dilantai produksi
dengan melihat tujuh pemborosan (waste) yaitu lingkungan, kesehatan,
keselamatan, menunggu proses, proses yang tidak sesuai, persediaan yang tidak
perlu, dan kecacatan. Dalam hal ini Metode Lean Manufacturing diharapkan dapat
membantu perusahaan mengatasi permasalahan.
Menurut Teasie Hipotesa adalah Suatu keputusan sementara yang belum
bisa dipastikan sebuah kebenarannya. Tahapan perencanaan merupakan tahap
terpenting seorang peneliti akan belajar berbagai hal dari eksperimen. Pemborosan
(waste) sangat berkesinambungan dengan permasalahan disuatu dunia industri,
dalam hal ini dibahas tentang pentingnya kualitas, baik perancangan produk
maupun untuk perancangan proses. Oleh karena itu dengan adanya problem maka
seorang penelitian akan menciptakan suatu solusi yang ada sesuai permasalahan
dengan metode Lean Manufacturing ini.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan suatu permasalahan yang
harus dipecahkan yaitu :
“Bagaimana menganalisis waste dengan cara meminimalkan bahan baku
produk agar mendapatkan hasil yang lebih maksimal di area produksi ?”
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
1.3. Batasan Masalah
Batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Waste yang diteliti adalah seven waste yaitu lingkungan, kesehatan,
keselamatan, menunggu proses, proses yang tidak sesuai, persediaan yang
tidak perlu, dan kecacatan.
2. Penelitian hanya dilakukan untuk produk alat penggorengan dengan material
bahan baku Phenolic Longlite 25 kg.
3. Usulan penelitian diprioritaskan pada waste kecacatan.
1.4. Asumsi
Asumsi yang digunakan untuk penelitian ini adalah :
1.
Kebijakan perusahaan tetap selama penelitian.
2.
Mengamati mesin yang ada dalam kondisi normal.
3.
Karyawan dalam keadaan sehat selama penelitian.
1.5. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tugas akhir ini adalah sebagai
berikut :
1. Mengidentifikasi waste yang paling potensial di area produksi.
2. Mengidentifikasi penyebab terjadinya waste di area produksi.
3. Memberikan usulan perbaikan pada waste, khususnya waste kecacatan.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
1.6. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian tugas akhir ini
baik bagi peneliti, perguruan tinggi maupun bagi perusahaan antara lain meliputi :
1. Bagi Peneliti:
-
Peneliti mampu menerapkan penerapan Lean Manufacturing yang telah
diperoleh selama proses perkuliahan dengan kondisi real di lapangan.
-
Menambah wawasan dan pengalaman di dalam dunia industri, serta cara
mengatasi masalah yang terjadi di perusahaan.
2. Bagi Perguruan Tinggi:
-
Dapat berfungsi sebagai literatur acuan yang berguna bagi pendidikan dan
penelitian selanjutnya terhadap permasalahan tentang pemborosan (waste)
di CV. Satya Karya dan hasil analisa ini dapat digunakan sebagai
pembedaharaan perpustakaan, agar dapat berguna bagi mahasiswa dan
menambah ilmu pengetahuan.
3. Bagi Perusahaan:
-
Mengetahui penyebab terjadinya waste di area produksi dan jenis
pemborosan (waste) sehingga perusahaan mendapatkan perbaikan.
1.7. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah
pemahaman atas materi – materi yang dibahas
dalam skripsi ini maka berikut ini akan diuraikan secara garis besar isi dari
masing–masing bab sebagai berikut:
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang serta permasalahan
yang akan diteliti dan dibahas. Juga diuraikan tentang tujuan, manfaat
penelitian, serta batasan dan asumsi yang digunakan.
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
Bab ini berisi teori – teori dasar yang berkaitan Lean Manufacturing
yang dijadikan acuan atau pedoman dalam melakukan langkah –
langkah penelitian sehingga permasalahan yang ada dapat terpecahkan.
Landasan teori yang digunakan untuk menunjang penelitian ini yaitu
konsep lean , Failure Mode And Effect Analysis ( FMEA) dan peneliti
terdahulu.
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini berisi urutan langkah – langkah pemecahan masalah secara
sistematis mulai dari perumusan masalah dan tujuan yang ingin
dicapai, studi pustaka, pengumpulan data dan metode analisis data.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang beberapa hal yang berkaitan dengan tahapan
identifikasi permasalahan yang ada di perusahaan dengan diawali
penjelasan tentang proses produksi di CV. Satya Karya secara umum,
pembuatan current state value stream mapping, identifikasi waste
dengan
VALSAT,
identifikasi
penyebab
permasalahan,
dan
perancangan solusi perbaikan. Selain itu, juga akan dilakukan
identifikasi hasil perbaikan dengan pembuatan rekomendasi perbaikan
dalam bentuk Failure Mode And Effect Analysis ( FMEA).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan memberikan kesimpulan atas analisa terhadap hasil
pengolahan data. Kesimpulan tersebut harus dapat menjawab tujuan
penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya. Selain itu juga berisi
tentang saran penelitian. Penelitian yang masih belum sempurna atau
diperlukan penelitian yang lebih lanjut adalah beberapa saran yang
mungkin disertakan dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1
Pemborosan (waste)
Pemborosan adalah segala aktivitas tidak bernilai tambah dalam proses
dimana aktivitas-aktivitas itu hanya menggunakan sumber daya namun tidak
memberikan nilai tambah kepada pelanggan. Pada saat melakukan eliminasi
terhadap waste, sangatlah penting untuk mengetahui apakah waste itu dan dimana
waste berada, apakah di pabrik atau di gudang. Umumnya produk yang dihasilkan
berbeda pada masing-masing pabrik, tetapi jenis waste yang ditemukan di
lingkungan manufaktur hampir sama misalnya : defect, overproduction, waiting.
Pada saat berpikir tentang pemborosan (waste), akan lebih mudah bila
mendefinisikannya kedalam tiga jenis aktivitas yang berbeda yaitu :
1. Aktivitas Yang Bernilai Tambah (Value Adding Activity)
Segala aktivitas yang dalam menghasilkan produk atau jasa yang
memberikan nilai tambah di mata konsumen. Contoh dari aktivitas tipe ini
adalah mengubah plat baja menjadi tangki baja, dan lain sebagainya.
2. Aktivitas Yang Tidak Bernilai Tambah (Non Value Adding Activity)
Merupakan segala aktivitas yang dalam menghasilkan produk atau jasa
yang tidak memberikan nilai tambah di mata konsumen. Aktivitas inilah
yang disebut waste yang harus dijadikan target untuk segera dihilangkan.
Contoh dari aktivitas ini adalah waktu menunggu, penumpukan bahan atau
material, dan lain-lain.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3. Aktivitas Yang Tidak Bernilai Tambah Tetapi Dibutuhkan (Necessary Non
Value Adding Activity)
Merupakan segala aktivitas yang dalam menghasilkan produk atau jasa
yang tidak memberikan nilai tambah di mata konsumen tetapi diperlukan
kecuali apabila sudah ada perubahan pada proses yang ada. Aktivitas ini
biasanya sulit untuk dihilangkan dalam waktu singkat. Contoh dari
aktivitas ini adalah inspeksi setiap produk pada akhir proses karena
menggunakan mesin lama yang tidak reliable. (Hines & Taylor, 2000).
Selain itu, pemborosan (waste) juga dibagi menjadi beberapa macam tipe, yaitu:
1.
Tipe Tujuh Pemborosan (seven waste)
Berikut ini adalah penjelasan dari seven waste yang diidentifikasikan oleh Dr.
Shiego Singo, yaitu: (Kilpatrick dalam Shiego Singo,2003)
a.
Produksi berlebihan (overproduction) adalah kegiatan menghasilkan barang
melebihi permintaan/keinginan sehingga menambah alokasi sumber daya
terhadap produk.
b.
Menunggu (waiting) adalah proses menunggu kedatangan material, informasi,
peralatan dan perlengkapan.
c.
Transportasi (transportation) adalah memindahkan material atau orang dalam
jarak yang sangat jauh dari satu proses ke proses berikut yang dapat
mengakibatkan waktu penaganan material bertambah..
d.
Proses yang tidak tepat (inappropriate processing) adalah proses kerja
dimana terdapat ketidaksempurnaan proses atau metode operasi produksi
yang diakibatkan oleh penggunaan tool yang tidak sesuai dengan fungsinya
ataupun kesalahan prosedur atau sistem operasi. Secara umum faktor
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
penyebabnya adalah peralatan atau tool yang tidak sesuai, maintenance
peralatan yang jelek dan lain-lain.
e.
Persediaan yang tidak perlu (unnecessary inventory) adalah penyimpanan
(inventory) melebihi volume gudang yang ditentukan, material yang rusak
karena terlalu lama disimpan atau terlalu cepat dikeluarkan dari tempat
penyimpanan, material yang sudah kadaluarsa. Secara umum faktor
penyebabnya adalah waktu change over yang lama, ketidakseimbangan
lintasan, peramalan yang kurang akurat, atau ukuran batch yang besar.
f.
Gerakan yang tidak perlu (unnecessary motion) adalah gerakan yang
melibatkan konsep ergonomis pada tempat kerja, dimana operator melakukan
gerakan-gerakan yang seharusnya bisa dihindari, misalnya komponen dan
kontrol yang terlalu jauh dari jangkauan double handling, layout yang tidak
standar, operator membungkuk. Secara umum faktor penyebabnya adalah
pengelolaan tempat kerja yang jelek, layout yang jelek, metode kerja yang
tidak konsisten, desain mesin yang tidak ergonomis.
g.
Kecacatan (defect) merupakan kesalahan yang terlalu sering dalam kertas
kerja, kualitas produk yang buruk, atau performansi pengiriman yang buruk,
ketidaksempurnaan produk, kurangnya tenaga kerja pada saat proses berjalan,
adanya alokasi tenaga kerja untuk proses pengerjaan ulang (rework) dan
tenaga kerja menangani pekerjaan claim dari pelanggan.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.
Tipe Delapan Pemborosan (eight waste)
Dalam kalangan praktisi, Lean Manufacturing dikenal sebagai delapan
pemborosan. Delapan pemborosan tersebut adalah : (Taiichi Ohno,2006)
a.
Overproduction (produksi berlebih)
Produksi berlebih adalah memproduksi produk jauh lebih banyak dari
permintaan konsumen atau melebihi jumlah yang dibutuhkan. Sedangkan
dalam Lean Manufacturing semua produk yang diproduksi diluar hal tersebut
(Work in Progress, buffer, safety stock) merupakan pemborosan karena hal
tersebut membuat organisasi menjadi tidak dapat melakukan hal lain yang
dapat memenuhi keinginan konsumen. Menurut Drs. Zulian Yamit (1999),
yang mengatakan bahwa untuk mengantisipasi unsure ketidakpastian
penggunaan bahan yang berasal dari dalam perusahaan, dapat dilakukan
dengan membuat safety stock (persediaan pengaman). Safety stock perlu
ditentukan secara tepat agar tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil.
Namun demikian yang paling ideal adalah apabila perusahaan dapat
meniadakan persediaan (zero inventories), sebab dengan adanya investasi
gudang, biaya modal yang tertanam dalam persediaan, biaya kemungkinan
kerusakan bahan dan lain sebagainya. Produksi berlebih adalah pemborosan
yang paling parah diantara jenis pemborosan lainnya. Kalau permintaan pasar
sedang tinggi, pemborosan jenis ini mungkin terlalu penting, namun dikala
permintaan pasar sedang menyusut, dampak dari produksi berlebih akan
berlipat ganda. Bahkan seringkali perusahaan mendapatkan kesulitan karena
menyimpan barang yang tidak terjual itu sebagai persediaan extra.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
b.
Waiting (menunggu)
Yang dimaksud dengan menuggu ialah menunggu kedatangan material,
menunggu informasi, peralatan, perlengkapan dan semua hal yang membuat
organisasi
berhenti
beraktivitas
sehingga
menimbulkan
pemborosan.
Pemborosan karena menunggu harus ini harus terungkap kebenaran
situasinya terlebih dahulu sebelum tindakan perbaikan dilaksanakan. Suatu
contoh yang salah menafsirkan situasi pemborosan karena karena waktu
menunggu adalah membiarkan mesin dan operatornya menunggu pada saat
pekerjaan yang diperlukan sudah selesai. Bila hal ini dianggap sebagai
pemborosan
dan
kemudian
diatasi
maka
dampaknya
justru
akan
menimbulkan pemborosan karena produksi berlebih yang lebih gawat. Dalam
hal ini kita harus lebih cermat dalam menilai situasi.
c.
Transportation (transportasi yang tidak perlu)
Yang di maksud transportasi dalam Lean Manufacturing adalah bahwa
transportasi suatu barang seharusnya dilaksanakan atau didatangkan langsung
menuju tempat dimana barang tersebut dapat langsung digunakan sehingga
tidak menimbulkan pemborosan lainnya yaitu transportasi yang tidak perlu.
Menurut Drs. H. A. Abbas Salim, SE., M. A. (1993), hasil barang – barang
jadi yang diproduksi oleh industri, dipasarkan untuk dijual kepada perusahaan
niaga dan konsumen akhir. Untuk mengangkut diperlukan moda transportasi
oleh pembeli dan seterusnya. Pemborosan karena transportasi dan
penanganan barang adalah pemborosan yang sering kita jumpai di dalam
pabrik. Barang yang sama dapat saja ditangani
berulang-ulang tanpa
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
memberi nilai tambah. Perencanaan yang buruk akan menyebabkan kegiatan
transportasi membengkak dan penanganan barang dilakukan berulang-ulang.
d.
Non value added activities (aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah)
Metode dalam pengolahan produksi dapat menjadi sumber dari pemborosan
yang seharusnya tidak perlu ada. Misalnya pengerjaan ulang (reworking)
karena seharusnya proses tidak perlu diulang apabila dilakukan proses yang
benar. Deburing (sisa produksi) karena produk seharusnya dapat diproduksi
tanpa sisa produksi apabila dilakukan dengan desain yang tepat dan alat yang
lengkap untuk pekerjaan tersebut dan inspecting (pemeriksaan) karena produk
seharusnya dapat diproduksi dengan menggunakan Statistical Process
Control (SPC) untuk menghilangkan atau meminimalkan jumlas inspeksi
yang diperlukan dalam menjaga kualitas produk tersebut.
e.
Excess inventory (persediaan berlebih)
Persediaan berlebih juga akan meningkatkan biaya produksi. Kelebihan
persediaan memerlukan penanganan extra, tempat extra, extra bunga yang
harus dibayar, extra karyawan, extra dokumen, dan lain-lain.
Berikut adalah beberapa prinsip untuk mengurangi persediaan berlebih :
v Singkirkan barang-barang yang tidak diperlukan lagi
v Jangan memproduksi barang yang tidak diperlukan untuk proses
berikutnya.
v Jangan membeli atau membawa barang dalam ukuran lot besar (meskipun
penghematan dari diskon pembelian dalam jumlah besar, mungkin lebih
besar dari biaya pemborosan karena persediaan)
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
v Usahakan untuk memproduksi dalam lot kecil (mengurangi waktu set-up
atau tingkatkan frekuensi peralihan jenis produksi)
f.
Excess motion (gerakan yang berlebih/tidak diperlukan)
Seorang pekerja dapat kelihatan sibuk selama tiga jam untuk mondar-mandir
mencari alat kerja ke semua sudut pabrik. Jelas ini merupakan kegiatan yang
tidak memberikan nilai tambah sama sekali, hal ini justru akan membebani
biaya produksi dengan upahnya selama tiga jam yang sia-sia. Di samping itu,
hasil produksi menjadi tertunda dikirim kepada pelanggan klarena lead time
produksi bertambah. Contoh gerakan mengambil dan mengembalikan benda
dapat dihilangkan bila kita meletakkan alat kerja berdekatan dengan
penggunaannya. Berjalan mondar-mandir dengan jarak yang cukup jauh
adalah gerakan yang sia-sia, khususnya bila operator diberi tanggung jawab
untuk mengoperasikan mesin. Mesin harus diletakkan dengan benar, saling
berdekatan dengan operator sehingga perjalanan kaki operator dapat
dikurangi.
g.
Defect waste (pemborosan karena cacat produksi)
Bila cacat produksi terjadi pada satu pos produksi kerja, maka pada umumnya
operator pada pos kerja berikutnya akan menunggu. Waktu terbuang percuma
dan menambah biaya produksi. Lebih parah lagi apabila barang-barang
tersebut dikerjakan ulang (rework) atau bahkan produk yang cacat itu harus
dimusnahkan. Apabila cacat produksi terjadi maka akan diperlukan untuk
membongkar dan mereparasi produk itu, lagipula tambahan komponen juga
akan diperlukan dalam penaganan komponen yang rusak. Otomatis jadwal
produksi akan terganggu karena menunggu proses penyelesaian tersebut.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Memilah-milah komponen yang jelek juga menyerap tambahan tenaga kerja
sehingga meningkatkan jumlah biaya, yang berarti pemborosan. Kasus yang
lebih buruk lagi apabila pelanggan menemukan cacat produksi setelah produk
berada ditangannya. Tidak hanya ongkos garansi dan ongkos kirim saja yang
harus ditanggung, tetapi juga pengorbanan citra perusahaan, peluang bisnis
pendatang baru dan pangsa pasar yang menyusut. Untuk menghindari
masalah itu sebuah sistem harus dikembangkan untuk menemukan dan
mengenali cacat produksi serta berbagai kondisi penyebab timbuknya cacat
tersebut. Dengan demikian, operator bisa melakukan tindakan perbaikan
langsung.
h.
Underutilized people (pekerja yang kurang profesioanl)
Yang dimaksud underutilzed people adalah pekerja yang tidak mengeluarkan
seluruh kemampuan yang dimilikinya baik dari segi mental, kreativitas, serta
skill dan kemampuan fisik dimana biasanya seorang pekerja harus dapat
mengoptimalkan seluruh kemampuan yang dimiliknya demi kepentingan
bersama. Beberapa penyebab pemborosan type ini adalah : proses kerja yang
jelek dan kurang teratur, budaya kerja yang kurang positif atau tidak
mendorong pekerjanya untuk berkembang, praktek perekrutan para pekerja
yang kurang selektif, training pegawai yang kurang memadai atau bahkan
tidak ada sama sekali training pegawai, dan turnover pekerja yang terlalu
tinggi sehingga tidak ada pekerja yang benar-benar mengerti pekerjaan serta
segala detail dari perusahaan untuk berkembang.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3.
Tipe Sembilan Pemborosan (nine waste)
Tipe sembilan pemborosan yang ada dalam bidang industri dikenal dengan
istilah E-DOWNTIME, yaitu : (Vincent Gaspersz,2007)
a. E = Environmental, Health and Safety (EHS) adalah jenis pemborosan yang
tejadi karena kelalaian dalam memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan
prinsip-prinsip EHS.
b. D = Defects adalah jenis pemborosan yang terjadi karena kecacatan atau
kegagalan produk (barang/jasa).
c. O = Overproduction adalah jenis pemborosan yang terjadi karena produksi
berlebih dari kuantitas yang dipesan oleh pelanggan.
d. W = Waiting adalah jenis pemborosan yang terjadi karena menunggu.
e. N = Not utilizing employees knowladge skills and abilities adalah jenis
pemborosan sumber daya manusia (SDM) yang terjadi karena tidak
menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan karyawan secara
optimal.
f. T = Transportation adalah jenis pemborosan yang terjadi karena transportasi
yang berlebihan sepanjang proses value stream.
g. I = Inventories adalah jenis pemborosan yang terjadi karena inventories yang
berlebihan.
h. M = Motion adalah jenis pemborosan yang terjadi karena banyaknya
pergerakan dari yang seharusnya sepanjang proses value stream.
i.
E = Excess processing adalah jenis pemborosan yang terjadi karena langkahlangkah proses yang panjang dari yang seharusnya sepanjang proses value
stream.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
4.
Tipe Sepuluh Pemborosan (ten waste)
Dalam perspektif lain, kaufman consulting group (1999) telah merumuskan
10 jenis pemborosan dalam industri manufaktur, dimana ke-10 jenis pemborosan
itu dikelompokkan kedalam empat kategori utama yaitu orang, kuantitas, kualitas
dan informasi seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.1 dan pendekatan untuk
mereduksi pemborosan tersebut ditunjukkan dalam tabel 2.1
(Sumber : Kaufman consulting group, 1999)
Gambar 2.1 Sepuluh areas waste dalam industri manufaktur
Tabel 2.1 Pendekatan untuk mereduksi pemborosan dalam industri manufaktur
Kategori
pemborosan
J enis
pemborosan
Pendekatan
reduksi
pemborosan
Orang (people)
Processing,
motion,
waiting
Manajemen
tempat kerja
(workplace
manajement)
Kuantitas
(quantity)
Inventory,
moving
JIT (Just In
Time)
Contoh
metode
peningkatan
kinerja
Penetapan
standar kerja,
pengorgaisasian
tempat kerja,
kaizen, 5S
Leveling,
kanban, quick
Fokus peningkatan
Tata letak (layout),
pemasangan label
(labeling), tools/part
arrangement, work
instruction, efisiensi,
takt time, skills
(kemampuan),
training, shift
meeting, cell/areas
team, visual displays
Work balance, WIP
(work in process),
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
things,
making too
much
setup,
preventive
maintenance
Kualitas
(quality)
Fixing defects
Informasi
(information)
Planning,
scheduling,
execution
Error
(mistake),
proofing,
autonomation
Teknologi
informasi
berfokus
proses (process
focused
information
technology)
( Sumber : Kaufman consulting group, 1999 )
2.2
Detection,
warning,
prediction,
prevention,
jidoka
Plan, schedule,
track,
anticipate,
optimize
location/amount,
kanban location,
kanban types, lot
sizes, changeover
analyze, preventive
maintenance analyze
Fixture
modifications
succesive checks,
limit switches, check
sheets, appropriated
automated
assistance, template
Queue analyze,
dynamic scheduling
of order/job status
by process element,
timing/completion
Lean Manufacturing
2.2.1 Definisi Lean Manufacturing
Pengertian Lean manufacturing adalah suatu pendekatan sistemik untuk
mengidentifikasi dan mengeliminasi pemborosan melalui improvement atau
perbaikan dan pengembangan yang terus − menerus dan berkelanjutan, berusaha
membuat aliran industri dalam perusahaan menjadi lancar untuk berusaha menarik
konsumen dalam upaya mencapai kesempurnaan. Lean Manufacturing adalah
sebuah filosofi, didasarkan pada TPS (Toyota Production System) yang bertujuan
untuk mengurangi waste melalui continuous improvement.
James
womack
dan
daniel
jones
(1996)
mendefiniskan
Lean
Manufacturing sebagai suatu proses yang terdiri dari lima langkah diantaranya
adalah : mendefinisikan nilai bagi pelanggan, menetapkan value stream,
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
membuatnya ”mengalir”, ”ditarik” oleh pelanggan, dan berusaha keras untuk
mencapai yang terbaik. Untuk menjadi sebuah proses manufaktur yang Lean
diperlukan suatu pola pikir yang terfokus pada membuat produk mengalir melalui
proses penambahan nilai tanpa interupsi (one piece flow), suatu sistem ”tarik”
yang berawal dari permintaan pelanggan, dengan hanya menggantikan apa yang
diambil oleh proses berikutnya dalam interval yang singkat dan suatu budaya
dimana semua orang berusaha keras melakukan peningkatan secara terusmenerus. ( Jeffery K. Liker, 2006).
Istilah ”Lean” yang dikenal luas dalam dalam dunia manufacturing
dewasa ini dikenal dalam berbagai istilah yang berbeda, seperti : Lean Production,
Lean Manufacturing, Toyota Production System, dan lain-lain. Namun Lean
dipercaya oleh sebagaian orang dikembangkan di Negara Jepang, khususnya
Toyota sebagai pelopor system Lean Manufacturing. Perusahaan dikatakan Lean
jika perusahaan tersebut telah menerapkan TPS (Toyota Production System) ke
dalam semua bagian proses produksinya karena yang pertama menerapkan sistem
Lean ini adalah perusahaan Toyota Motor Company. Ketika suatu perusahaan
sudah menerapkan sistem TPS (Toyota Production System) ini, langkah awal yang
bisa dilakukan oleh perusahaan adalah memeriksa proses manufaktur dari sudut
pelanggan. Dari sini dapat diamati suatu proses dan memisahkan langkah-langkah
yang menambah nilai dan yang tidak menambah nilai. Dari waste yang berhasil
diminimalisasi
ini
diharapkan
kepada
pihak
perusahaan
untuk
dapat
menjadikannya sebagai suatu standararisasi kerja. (Jeffery K. Liker, 2006).
Apabila hal diatas disederhanakan, maka dapat dikatakan suatu aktifitas
tergolong pemborosan secara umum apabila : (Jeffery K. Liker, 2006).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
1. Melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat (tidak bernilai tambah)
2. Melebihi dari apa yang dibutuhkan
3. Tidak tepat guna/sasaran
Dalam istilah Toyota Production System (TPS) juga dikenal dengan Muda,
Mura, dan Muri, yang berarti :
1. Muda (waste) : tidak menambah nilai. Ini adalah aktifitas yang tidak
berguna yang memperpanjang lead time, menimbulkan gerakan tambahan
untuk memperoleh komponen atau peralatan, menciptakan kelebihan
persediaan, atau berakibat pada penambahan jenis waktu tunggu.
2. Mura (inconsistency) : adanya variasi dalam pembebanan kerja atau
ketidakseimbangan. Di sistem produksi yang normal, kadang-kadang
terdapat lebih banyak terdapat pekerjaan dibanding dengan yang dapat
ditangani oleh orang atau mesin yang ada, dan pada saat lain hanya ada
sedikit pekerjaan. Ketidakseimbangan diakibatkan oleh jadwal produksi
yang tidak teratur atau volume produksi yang berfluktuasi karena masalah
internal, seperti kerusakan mesin, kekurangan komponen, dan produk
cacat. Muda berarti akibat dari Mura. Ketidakseimbangan tingkat produksi
berarti perlu memiliki peralatan, material, dan orang-orang yang
melakukan tingkat produksi yang tertinggi, bahkan bila permintaan rataratanya jauh lebih rendah dari itu.
3. Muri (irrationality) : pembebanan yang melebihi kapasitas atau memberi
beban berlebih kepada orang atau peralatan. Dari sudut pandang tertentu,
hal ini merupakan ujung yang berseberangan dari spectrum Muda . Muri
adalah memanfaatkan mesin atau orang dibatas kemampuannya,
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
membebani orang secara berlebih akan menimbulkan masalah dalam
keselamatan kerja dan kualitas. Membebani peralatan secara berlebih
menyebabkan kerusakan dan produk cacat.
Implementasi Lean Manufacturing adalah menfokuskan diri mendapatkan
hal yang tepat pada tempat yang tepat, pada waktu yang tepat dalam jumlah yang
tepat untuk mencapai aliran kerja yang sempurna di saat yang sama meminimasi
pemborosan dan menjadi fleksible (mudah berubah). Implementasi Lean
Manufacturing pertama kali diperkenalkan oleh Taiichi Ohno dari Toyota Motor
Company, sebuah perusahaan raksasa dunia yang sangat agresif dalam
improvement. Lean Manufacturing diharapkan produk atau komponen tersedia
tepat pada waktunya, dalam jumlah yang tepat dan pada tempat yang tepat pula.
Dengan demikian persediaan dapat ditekan seminim mungkin dan proses produksi
akan menjadi mengalir, tidak tersendat-sendat. (Jeffery K. Liker, 2006).
Lean Manufacturing menyaring intisari dari pendekatan Lean ke dalam
lima langkah utama (Hines & Taylor, 2000) yaitu :
1. Specify value (mendefinisikan nilai bagi pelanggan), yaitu mengidentifikasi
nilai (value) produk berdasarkan perspektif pelanggan, dimana pelanggan
menginginkan produk berkualitas tinggi dengan harga yang kompetitif dan
penyerahan tepat waktu.
2. Identify
whole
value
stream
(menetapkan
value
stream),
yaitu
mengidentifikasi semua langkah – langkah yang diperlukan untuk
mendesain, memesan dan memproduksi barang atau produk ke dalam
whole value stream untuk mencari non value added activity (aktivitas yang
tidak memberikan nilai tambah).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3. Flow (mengalir), yaitu membuat value flow untuk semua aktifitas yang
memberikan nilai tambah disusun dalam suatu aliran yang tidak terputus
(continuous).
4. Pulled (ditarik oleh pelanggan), yaitu mengorganisasikan agar material,
informasi dan produk mengalir lancar dan tepat sepanjang proses value
stream dengan pull system.
5. Perfection (pencapaian yang terbaik), yaitu mengejar keunggulan untuk
mencapai kesempurnaan (zero waste) melalui perbaikan yang dilakukan
secara terus – menerus sehingga waste yang terjadi dapat dihilangkan
secara total dari proses yang ada.
2.2.2 Prinsip − Prinsip Lean Manufacturing
Prinsip Lean Manufacturing sejatinya telah digunakan oleh Henry Ford
sejak awal tahun 1920, dan terbukti telah membuat Ford Motor Company menjadi
perusahaan otomotif terbesar kedua di dunia. Henry Ford berkata “ salah satu
pencapaian kami (Ford Group) mampu menjaga produk Ford menjadi tetap
rendah, yaitu semakin lama sebuah produk dalam proses manufaktur , maka total
biaya produksi juga akan semakin besar”. (Jeffery K. Liker, 2006).
Dalam penerapan metode Lean Manufacturing terdapat prinsip – prinsip
yang perlu diperhatikan antara lain :
1. Menyempurnakan mutu pertama kali, mencari nol cacat, pernyataan dan
pemecahan permasalahan pada sumbernya.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2. Meminimalkan barang sisa, penghapusan semua aktivitas yang tidak
menambahkan nilai dan memaksimalkan penggunaan sumber daya (modal,
orang – orang dan area).
3. Peningkatan yang berkelanjutan, mengurangi biaya – biaya, meningkatkan
mutu, dan berbagi informasi.
4. Proses penarikan yaitu produk ditarik dari pelanggan terakhir, yang tidak
mendorong dari akhir produksi.
5. Fleksibilitas, produksi produk yang berbeda (mixed production) atau
keanekaragaman
produk
yang
lebih
besar
dengan
cepat,
tanpa
mengorbankan efisiensi pada volume produksi lebih rendah.
6. Bangunan dan pemeliharaan adalah suatu hubungan jangka panjang
dengan para penyalur melalui berbagai resiko kolaboratif, biaya dan
pengaturan informasi..
7. Autonomation, leveling and production flow and visual control.
2.2.3 Pengembangan Lean Manufacturing
Dalam usaha untuk meminimalisasi atau menghilangkan pemborosan, para
pemakai Lean Manufacturing System memakai berbagai macam alat yang disebut
juga Lean Building. Yang patut dicatat adalah telah terbukti bahwa para pemakai
Lean Manufacturing System yang suskes menimplementasikan diperusahaan
menyadari bahwa meskipun program ini hanya dapat dijalankan sebagai program
yang berdiri sendiri, hanya sedikit sekali yang yang mempunyai dampak positif
yang signifikan bagi perusahaan ketika ia dijalankan sendiri. Sedangkan cara yang
benar adalah implementasi Lean Manufacturing System harus mempunyai dampak
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
ke seluruh aspek (overall) dan bahwa mengimplementasikan program ini tidak
sesuai dengan aturan yang berlaku, mungkin bisa menimbulkan efek yang negatif
bagi perusahaan. (Suzaki, 1997).
Berikut ini merupakan daftar alat/tools yang telah bisa digunakan dalam
program Lean Manufacturing System : (Jeffery K. Liker, 2006).
1. 5S atau WorkPlace Organizations (pengaturan tempat kerja).
Tabel 2.2 Tabel 5S dalam 2 bahasa
Japanese ”S”
Seiri (Organizations)
Seiton (Tidiness)
Seiso (Purity)
Seiketso (CleanLiness)
Shitsuke (Discipline)
American ”S”
Sort
Set in Order
Shine
Standardize
Sustain
Metode 5S atau WorkPlace Organizations (pengaturan tempat kerja) yaitu
metode untuk mengorganisasi dan menstandarkan tempat kerja. Hal
tersebut digunakan karena metode 5S merupakan salah satu metode yang
paling
mudah
dan
paling
cepat
dapat
dioperasikan
dalam
mengimplementasikan Lean Manufacturing dan yang paling penting
adalah metode ini dapat diimplementasikan kedalam ke senmua bagian
dalam perusahaan. Karena yang dilakukan 5S adalah mengatur tempat
kerja agar lebih teratur sehingga proses kerja dapat berjalan dengan lebih
mudah. Metode ini dapat dilakukan sesuai dengan kondisi yang terjadi di
lapangan seperti perlengkapan alat/tools yang diperlukan dalam proses
kerja yang tidak lengkap dengan tujuan mengurangi pemborosan (waste)
yang terjadi pada tempat kerja, posisi barang atau mesin lebih teratur, dan
semua hal yang berhubungan dengan perbaikan lingkungan kerja secara
menyeluruh. Berikut adalah kelima S tersebut (Seiri, Seiton, Seiso,
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Seiketsu, dan Shitsuke) yang diterjemahkan dalam bahasa indonesia
menjadi 5 R :
a. Ringkas (memilah) : pilahlah barang-barang dan simpan hanya
yang diperlukan dan singkirkan yang tidak diperlukan.
b. Rapi (menata) : Setiap barang memiliki tempat dan setiap barang
ada di tempatnya.
c. Resik (membersihkan) : proses pembersihan seringkali berbentuk
pemeriksaan yang mengungkapkan abnormalitas dan kondisi
sebelum terjadinya kesalahan yang dapat berdampak buruk
terdapat kualitas atau menyebabkan kerusakan pada mesin.
d. Rawat (menciptakan aturan) : kembangkan sistem dan prosedur
untuk mempertahankan dan memonitor ketiga R yang pertama.
e. Rajin (mendisiplinkan diri) : menjaga tempat kerja agar tetap stabil
merupakan
proses
yang
terus-menerus
dari
peningkatan
berkesinambungan.
Pengendalian visual dari sistem Lean Manufacturing yang direncanakan
dengan baik berbeda dai membuat operasi produksi massal menjadi rapi
dan bersih. Sistem Lean Manufacturing menggunakan 5R untuk
mendukung tercapainya sebuah proses yang mengalir lancar tepat waktu.
5R juga merupakan sebuah alat untuk membantu mengungkapkan masalah
dan bila digunakan secara canggih dapat menjadi bagian dari proses
pengendalian visual dari sebuah sistem Lean Manufacturing yang
direncanakan dengan baik. (Osada, 2002).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2. Visual Control
Metode visual control adalah sebuah alat komunikasi yang digunakan
dalam proses produksi untuk memberitahukan kepada para karyawan
bagaimana cara bekerja yang baik dan hal-hal apa saja yang menyimpang
dari standar. Visual control ini