Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Akibat Pelanggaran Undang-Undang Sumber Daya Air Terkait Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 85/PUU-XI/2013 Tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air.
Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Akibat Pelanggaran UndangUndang Sumber Daya Air Terkait Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia Nomor 85/PUU-XI/2013 Tentang Pengujian UndangUndang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air
Ranto Sabungan Silalahi
110120130051
Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 8 Februari 2015 telah
menjatuhkan Putusan Nomor 85/PUU-XI/2013 yang telah menyatakan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2007 Tentang Sumber Daya Air (UU SDA)
tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan menyatakan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan (UU Pengairan) berlaku kembali.
Pasca Putusan MK terdapat 2 (dua) kasus pelanggaran UU SDA yang
melibatkan korporasi yaitu PT. Kahatex dan PT. Coca Cola Bottling
Indonesia (PT. CCBI), yang keduanya berkedudukan di Kabupaten
Sumedang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimanakah
pertanggungjawaban pidana korporasi yang melanggar Undang-Undang
Sumber Daya Air pasca putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Nomor 85/PUU-XI/2013 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2004 tentang Sumber Daya Air? Bagaimanakah tanggung jawab direksi dari
korporasi yang melanggar Undang-Undang Sumber Daya Air pasca putusan
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 85/PUU-XI/2013 tentang
Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air?
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis dengan
pendekatan yuridis normatif. Teknik pengumpulan data adalah dengan
menggunakan studi kepustakaan dimaksudkan untuk memperoleh data
sekunder. Data tersebut didukung pula dengan menggunakan studi lapangan
sebagai data primer.
Hasil penelitian menunjukkan, Terhadap korporasi yang melakukan
pelanggaran Undang-Undang Sumber Daya Air tidak dapat dimintakan
pertanggungjawaban pidana. Demikian juga terhadap Direksi dari
korporasi tersebut, tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya atas
tindakan fungsionalnya untuk dan atas nama perseroan. Direksi dapat
dimintakan pertanggungjawabannya secara pribadi bukan mewakili
perseroan. Penelitian ini juga memberi rekomendasi yaitu penegak hukum
hanya dapat memproses pidana terhadap Direksi sebagai Individu dan
Pembuat Undang-Undang segera membuat Undang-Undang Sumber Daya
Air yang baru yang mengatur pertanggungjawaban pidana korporasi atau
badan usaha yang melanggar ketentuan undang-undang sumber daya air.
Kata Kunci :
- Pertanggungjawaban pidana korporasi
- Undang-Undang Sumber Daya Air
- Putusan Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia Nomor 85/PUU-XI/2013 Tentang Pengujian UndangUndang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air
Ranto Sabungan Silalahi
110120130051
Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 8 Februari 2015 telah
menjatuhkan Putusan Nomor 85/PUU-XI/2013 yang telah menyatakan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2007 Tentang Sumber Daya Air (UU SDA)
tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan menyatakan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan (UU Pengairan) berlaku kembali.
Pasca Putusan MK terdapat 2 (dua) kasus pelanggaran UU SDA yang
melibatkan korporasi yaitu PT. Kahatex dan PT. Coca Cola Bottling
Indonesia (PT. CCBI), yang keduanya berkedudukan di Kabupaten
Sumedang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimanakah
pertanggungjawaban pidana korporasi yang melanggar Undang-Undang
Sumber Daya Air pasca putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Nomor 85/PUU-XI/2013 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2004 tentang Sumber Daya Air? Bagaimanakah tanggung jawab direksi dari
korporasi yang melanggar Undang-Undang Sumber Daya Air pasca putusan
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 85/PUU-XI/2013 tentang
Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air?
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis dengan
pendekatan yuridis normatif. Teknik pengumpulan data adalah dengan
menggunakan studi kepustakaan dimaksudkan untuk memperoleh data
sekunder. Data tersebut didukung pula dengan menggunakan studi lapangan
sebagai data primer.
Hasil penelitian menunjukkan, Terhadap korporasi yang melakukan
pelanggaran Undang-Undang Sumber Daya Air tidak dapat dimintakan
pertanggungjawaban pidana. Demikian juga terhadap Direksi dari
korporasi tersebut, tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya atas
tindakan fungsionalnya untuk dan atas nama perseroan. Direksi dapat
dimintakan pertanggungjawabannya secara pribadi bukan mewakili
perseroan. Penelitian ini juga memberi rekomendasi yaitu penegak hukum
hanya dapat memproses pidana terhadap Direksi sebagai Individu dan
Pembuat Undang-Undang segera membuat Undang-Undang Sumber Daya
Air yang baru yang mengatur pertanggungjawaban pidana korporasi atau
badan usaha yang melanggar ketentuan undang-undang sumber daya air.
Kata Kunci :
- Pertanggungjawaban pidana korporasi
- Undang-Undang Sumber Daya Air
- Putusan Mahkamah Konstitusi