ANALISIS POSISI PEREMPUAN DALAM STATUS SOSIAL KELUARGA PADA MASYARAKAT ETNIS PAKPAK DI DESA BANGUN KECAMATAN PARBULUAN (STUDI KASUS PEMBAGIAN HARTA WARISAN).

(1)

ANALISIS POSISI PEREMPUAN DALAM STATUS SOSIAL KELUARGA PADA MASYARAKAT ETNIS PAKPAK DI DESA BANGUN KECAMATAN

PARBULUAN (STUDI KASUS PEMBAGIAN HARTA WARISAN)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

Berliana Malau NIM. 309111006

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


(2)

(3)

(4)

ABSTRAK

Berliana Malau, NIM: 309111006, Analisis Posisi Perempuan Dalam Status Sosial Keluarga Pada Masyarakat Etnis Pakpak Di Desa Bangun Kecamatan Parbuluan (Studi Kasus Pembagian Harta Warisan). Jurusan Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami posisi perempuan dalam status sosial keluarga pada masyarakat etnis Pakpak di desa Bangun kecamatan Parbuluan dalam pembagian harta warisan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Alat pengumpul data yang digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan adalah observasi, wawancara dan penyebaran angket. Untuk memperoleh data maka penulis mengambil populasi warga desa Bangun yang merupakan etnis Pakpak yaitu sebanyak 50 KK (Kepala Keluarga), dan menetapkan sampel sebanyak 50 KK. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis data dengan menggunakan rumus tabel frekuensi.

Sistem kekeluargaan yang dikenal pada masyarakat Batak Pakpak adalah sistem patrilineal, yang melalui garis keturunan laki-laki dan merupakan generasi penerus orang tuanya sedangkan anak perempuan bukan generasi penerus orang tuanya. Akibat dari sistem ini sangat berpengaruh terhadap kedudukan anak perempuan di dalam hal warisan. Masyarakat batak Pakpak pada dasarnya masih berpegang teguh pada sistem kekerabatan patrilinial, dimana laki-laki lah yang berhak atas harta warisan dan posisi sosial yang lebih utama. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis maka pada masa sekarang ini di dalam kehidupan masyarakat etnis Pakpak sudah diberikan harta warisan kepada anak perempuan akan tetapi masih dalam jumlah yang sedikit dan untuk barang- barang tertentu. Masyarakat etnis Pakpak sudah mengalami perubahan dalam hal pembagian harta warisan, dengan pandangan bahwa anak perempuan juga memegang peranan penting dalam keluarga, dan memiliki tanggungjawab dalam keluarga itu sendiri.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana pendidikan. Adapun judul skripsi ini adalah : Analisis posisi perempuan dalam status sosial keluarga pada masyarakat etnis Pakpak di Desa Bangun Kecamatan Parbuluan (studi kasus pembagian harta warisan).

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini dimasa yang akan datang. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan moral maupun material selama penulisan skripsi ini, kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.Si selaku Rektor Universitas Negeri Medan

2. Bapak Dr. H. Restu, MS selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan

3. Ibu Dra. Yusna Melianti, MH selaku Ketua Jurusan PPKn FIS Universitas Negeri Medan dan Dosen Pembimbing Akademik.

4. Bapak Parlaungan G. Siahaan, SH., M. Hum selaku Sekretaris Jurusan PPKn FIS Universitas Negeri Medan


(6)

5. Bapak Drs. Liber Siagian M.Si Selaku dosen pembimbing skripsi. Terimakasih untuk ilmu dan masukan yang telah diberikan selama penulisan skripsi ini.

6. Bapak Dr. Deny Setiawan M.Si dan Ibu Sri Hadiningrum SH, M.Hum selaku dosen penguji penulis, terimakasih atas ilmu yang diberikan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Bapak/ Ibu dosen beserta staf pegawai di Jurusan PPKn FIS Universitas Negeri Medan yang telah membimbing penulis selama perkuliahan.

8. Kepala Desa Bangun I Bapak Saor M Capah yang telah memberikan waktu dan tempat untuk melakukan penelitian.

9. Dengan segala kerendahan hati teristimewa ucapan terimakasih ini kupersembahkan kepada ayahanda T. Malau dan Ibunda Tercinta P. Sihotang yang telah memberikan doa, semangat, bimbingan dan dukungan kepada penulis.

10. Terimakasih kepada abang Sahat Malau dan eda Santi Panggabean, kakak- kakak ku tercinta Riana Malau, dan Nurintan Malau, atas segala dukungan, semangat dan doa yang diberikan kepada penulis

11. Terimakasih untuk someone special Hansen Simalango S.Pd yang telah menemani, membimbing, memotivasi, dan memberikan dukungan dan doa untuk penulis selama perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.

12. Terimakasih kepada adik- adik ku tersayang Anna , Astrya, Arifanda, sandro, rianto, partahanan atas segala dukungan dan doa yang diberikan kepada penulis


(7)

13. Terimakasih kepada tante L. Br Sirait yang telah memberikan dukungan, nasehat dan doa kepada penulis mulai dari perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini.

14. Terimakasih juga kepada sahabat- sahabatku Melvaria Ambarita, Elmariani Malau, Renata Sinaga, Debby Laia, Ravika Sihotang, dan Eva S. Simarmata yang telah memberikan semangat dan doa kepada penulis

15. Terimakasih kepada kak Dewi Sinambela, Devi Sihombing, Susi simamora, Ahermadhany, kembar ( Junita dan Juniati), ka Dame dan seluruh teman- teman kost jalan durung 169 B, Pancing Medan, atas semua dukungan, semangat dan doa yang diberikan kepada penulis

16. Terimakasih kepada bang Fandy, yang sudah banyak membantu dan memberikan nasehat, bimbingan dan semangat kepada penulis dalam perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.

17. Buat seluruh teman- teman mahasiswa/i jurusan PPKn Reguler A stambuk 2009 yang telah bersama- sama dalam menyelesaikan skripsi, semoga kita semua sukses.

Medan, Juli 2013 Penulis

Berliana Malau NIM. 309111006


(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ..viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 9

D. Perumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11

A. Kajian Teori ... 11

B. Kerangka Berpikir ... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 30

A. Lokasi Penelitian ... 31

B. Populasi dan Sampel ... 31

C. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional ... 32

D. Teknik Pengumpulan Data ... 32

E. Teknik Analisis Data ... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 34

A. Hasil Penelitian ... 34

B. Pembahasan dan Hasil Penelitian ... 52

BAB V KESIMPULAN ... 63

A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 67


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Pendapat Responden Tentang Kedudukan Laki-Laki dan Perempuan adalah Sama dan Sederajat ... 35 Tabel 2 Pendapat Responden bahwa yang mendapat warisan hanya anak laki-

laki ... 36 Tabel 3 Pendapat Responden bahwa anak perempuan berhak mendapatkan

harta warisan ... 37 Tabel 4 Pendapat responden bahwa anak perempuan itu tidak berhak

mendapat warisan karena dikemudian hari akan menjadi keluarga

orang lain ... 38 Tabel 5 Pendapat responden terhadap anak perempuan dapat memperoleh

harta warisan jika memiliki saudara laki- laki ... 39 Tabel 6 Pendapat responden terhadap anak perempuan apabila menuntut hak

waris... 41 Tabel 7 Pendapat responden tentang pembagian harta warisan dalam adat

Pakpak apakah sesuai atau tidak sesuai ... 42 Tabel 8 Pendapat responden bahwa sistem patrilineal tidak merugikan pihak

manapun dalam keluarga ... 43 Tabel 9 Pendapat responden jika keluarga menyamaratakan hak waris antara

anak perempuan dan anak laki- laki ... 44 Tabel 10 Pendapat responden tentang seorang anak perempuan yang tidak

memiliki saudara laki- laki maka berhak mendapat harta warisan ... 45 Tabel 11 Pendapat responden jika seorang anak perempuan sudah

disekolahkan oleh orangtua sampai ke jenjang pendidikan tinggi

maka tidak perlu lagi mendapatkan warisan ... 46 Tabel 12 Pendapat responden bahwa anak perempuan tidak layak mendapat


(10)

Tabel 13 Pendapat responden tentang perlu tidaknya diadakan suatu perubahan tentang kedudukan anak perempuan dalam pembagian harta warisan pada masyarakat Pakpak di Desa Bangun Kecamatan Parbulua Kabupaten Dairi ... 48 Tabel 14 Pendapat responden bahwa harta warisan dapat diberikan kepada

perempuan hanya jika ada persetujuan dari saudara laki-laki ... 49 Tabel 15 Pendapat responden bahwa perempuan sama sekali tidak berhak atas

harta warisan, baik berupa tanah, rumah ataupun emas ... 50 Tabel 16 Tabulasi jawaban responden secara keseluruhan ... 51


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Angket 2. Nota Tugas

3. Surat Izin Penelitian Dari Jurusan

4. Surat Izin Mengadakan Penelitian Dari Fakultas

5. Surat Keterangan Mengadakan Penelitian Dari Tempat Penelitian 6. Kartu Bimbingan Skripsi

7. Daftar Peserta Seminar Proposal Penelitian

8. Surat Keterangan Telah Menyerahkan Skripsi Dari Tempat Penelitian 9. Surat Keterangan Perpustakaan UNIMED

10.Surat Pernyataan Keaslian Tulisan 11.Daftar Riwayat Hidup


(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sistem kekerabatan yang dianut masyarakat Indonesia umumnya adalah masyarakat patrilineal. Patrilineal adalah kekuasaan berada di tangan ayah atau pihak laki-laki”. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang menganut sistem patrilinieal, dimana laki-laki pada sistem ini sangat dominan, dan menjadi tokoh penting dalam keluarga juga dalam berbagai bidang, baik dalam masyarakat adat, kekuasaan, maupun akses terhadap bidang ekonomi.

Nilai patriakat yang ada dalam masyarakat masih menjadi referensi masalah relasi kekuasaan antara laki-laki dan perempuan. Dalam sistem patrilineal, kedudukan laki-laki ditempatkan lebih tinggi dari perempuan dalam aspek kehidupan. Kedudukan seperti ini menyebabkan otoritas mengambil keputusan berada di tangan laki-laki.

Banyak sekali kedudukan dan peranan perempuan tidak dipedulikan dan dihargai oleh masyarakat dimana perempuan tersebut tinggal. struktur masyarakat Batak adalah patrilineal, dalam mayarakat Pakpak juga menganut sistem patriakat atau patrilineal dimana kedudukan perempuan dalam keluarga dan adat selalu dinomorduakan serta tidak mempunyai hak dalam harta warisan.

Adanya otoritas laki-laki, dan struktur moralitas, sifat-sifat alamiah menempatkan kaum wanita dibawah kontrol logis kaum laki-laki dalam suatu keluarga patriakat dan struktur sosial. Nilai budaya yang menganut bahwa


(13)

2

perempuan harus tunduk kepada suami maupun saudara laki-laki, kurangnya peran serta perempuan dalam pengambilan keputusan dan perempuan mengutamakan urusan dapur merupakan suatu bukti dari rendahnya kedudukan perempuan Pakpak.

Masyarakat Pakpak juga menganut prinsip patrilineal, yang sama dengan masyarakat Batak. Secara geografis sub etnis Pakpak berbatasan langsung dengan sub etnis Batak. Wilayah Pakpak dapat dikategorikan dalam lima sub atau dalam bahasa setempat dikenal dengan sebutan silima suak, yakni Pakpak Simsim, Pakpak Keppas, Pakpak Pegagan, Pakpak Kelasen dan Pakpak Boang. Berdasarkan data statistik Pakpak adalah suku minoritas di Kabupaten Dairi. Ketidakpercayaan dan ketidakkonsistenan masyarakat Pakpak dalam dalam mempertahanakan identitas diri suku Pakpak justru memperkuat posisi minoritasnya daripada masyarakat di Kabupaten Dairi lainnya. Contohnya adalah pemakaian bahasa asli Pakpak, orang Pakpak ketika berada diluar dengan sukarela menggunakan bahasa oranglain dibandingkan menggunakan atau memperkenalkan bahasanya sendiri.

Demikian halnya dengan adat perkawinan Pakpak sudah mulai pudar, karena tidak jarang justru dalam pelaksanaan adatnya digabungkan dengan adat Batak Toba. Masyarakat Pakpak menyadari bahwa harus ada peningkatan bagi masyarakat Pakpak sendiri, yaitu dengan cara adanya pemerataan dan peningkatan pembangunan masyarakat Pakpak dengan adanya tekad untuk menjadi kabupaten sendiri. Akan tetapi masih dirasakan kurangnya peranan perempuan dimasyarakat etnis Pakpak yang dapat dikatakan masih sangat minim.


(14)

3

Salah satu bentuk peranan perempuan yang masih sangat kurang adalah ketika belum ikutnya perempuan dalam rencana pemekaran, sangat jelas bahwa masyarakat Pakpak khususnya, kurang memberikan perhatian terhadap isu kesetaraan dan keadilan gender, dalam pelaksanaan pemerintahan juga kurang melibatkan perempuan untuk berpartisipasi aktif.

Pembedaan terhadap laki-laki dan perempuan mencakup berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat Pakpak. Etnis Pakpak menganut paham garis keturunan patrilineal mengharapkan kehadiran anak laki-laki yang dianggap memiliki nilai sosial yang sangat tinggi, terutama sebagai penerus marga atau silsilah orang tuanya. Hal di atas merupakan alasan yang mendorong orang tua berusaha untuk mendapatkan anak laki-laki sebagai penerus marga atau silsilah keluarga.

Banyak cara yang dilakukan oleh orang tua untuk mendapatkan anak laki-laki seperti, dengan mendapatkan anak terus menerus, mengangkat anak saudara sejauh tidak bertentangan dengan konteks budaya Pakpak, bahkan menikah lagi hanya untuk mendapatkan anak laki-laki. Dalam hal pembagian kerja juga dirasakan adanya pembedaan kaum perempuan dan laki-laki.

Berutu (2003:212) “Perempuan diharuskan menghormati saudara

laki-lakinya karena saudara laki-laki merupakan kula-kula yang harus dihormati dan

dihargai”. jika kula-kula tidak dihargai dan dihormati maka rejeki saudara

perempuan dipercaya akan berkurang dan mungkin akan mendapatkan malapetaka seperti tidak mendapat keturunan dan tanaman yang ditanam tidak berhasil atau gagal panen dan sebagainya.


(15)

4

Pembagian harta warisan dari orang tua, perempuan etnis Pakpak tidak mendapatkannya, karena semua harta warisan diberikan kepada anak laki-laki dan perempuan hanya sebatas pemberian dari turangnya atau saudara laki-lakinya saja, sebagai bentuk tanda terima kasih telah membiayainya sewaktu sekolah. Hal ini terjadi karena konsep ”anak” dalam budaya Pakpak masih mengacu pada anak laki-laki sehingga berimplikasi pada sistem pewarisan dimana secara normatif tidak menempatkan seorang perempuan sebagai ahli waris dari orang tua maupun suaminya.

Dalam hal pembagian harta warisan ini, yang mendapatkan harta warisan adalah anak laki- laki karena sesuai dengan adat masyarakat etnis Pakpak yang menganut paham patrilineal.. sedangkan anak perempuan akan mendapatkan harta atau bagian dari orangtua suaminya atau dengan kata lain pihak perempuan mendapatkan warisan dengan cara hibah.

Pembagian harta warisan untuk anak laki- laki juga tidak sembarangan karena pembagian warisan tersebut ada kekhususan yaitu anak laki- laki yang paling kecil, akan mendapatkan warisan yang khusus, dalam hal ini ada semacam bentuk keistimewaan yang dimiliki anak laki- laki yang paling kecil atau bungsu.

Jika tidak memiliki anak laki- laki amaka harta warisan akan jatuh ketangan saudara ayahnya, hal ini jika anak perempuan tidak atau masih belum memiliki cukup umur untuk mengurus harta peninggalan orangtuanya. Sampai anak perempuan tersebut akan menjadi dewasa maka yang akan mengurus seluruh kebutuhannya adalah saudara dari ayahnya.


(16)

5

Melihat sistem pembgaian harta warisan dalam sistem adat masyarakat etnis Pakpak dapat dikatakan masih kuno. Peraturan adat istiadatnya terkesan ketat dan tegas. Hal ini ditunjukkan dari pewarisan anak perempuan yang tidak mendapatkan harta dari orangtuanya.

Hal lain yang bisa dilihat adalah bahwa anak perempuan kurang diberikan akses untuk berkembang, kedudukan anak perempuan sebatas mengurus masalah dapur di dalam keluarga. Anak perempuan juga jarang mendapatkan pendidikan yang layak. Adanya sikap orangtua yang memegang teguh adat istiadat untuk megutamakan kaum anak laki- laki, menyebabkan anak perempuan seolah kurang mendapatkan tempat dan kesempatan yang seharusnya bisa diberikan peluang untuk maju.

Seringkali bahwa anak perempuan dan anak laki- laki ditempatkan dalam posisi sosial yang sagat jauh, bahkan tidak jarang harus mengorbankan anak perempuan demi kemajuan anak laki- laki. Apabila anak perempuan diberikan hal yang sama seperti anak laki- laki bukan tidak mungkin bahwa anak perempuan bisa mencapai potensi yang jauh lebih baik daripada anak laki- laki.

Akan tetapi dalam masyarakat yang masih terikat kuat oleh adat maka hal ini adalah sesuatu yang akan sangat sulit untuk dicapai, masyarakat tidak akan mudah goyah oleh pengaruh zaman yang ada. Hal ini disebabkan bahwa adat tersebut telah dipelihara dan dilaksanakan oleh masyarakat dari generasi ke generasi dan diwariskan kepada keturunan- keturunan masyarakat tersebut.


(17)

6

Hal inilah yang dianggap sangat tidak adil bagi kedudukan kaum perempuan karena, menyebabkan anak perempuan seolah harus dengan rela dan pasrah menerima keadaan yang demikian tersebut

Anak perempuan Pakpak tidak menjadi ahli waris secara normatif karena, pertama : berkaitan dengan persinabul ( juru bicara keluarga) yang mengacu pada anak laki-laki oleh sebab itu laki-laki dipandang sebagai penanggung jawab untuk meneruskan keturunan ayah dan marganya. Kedua : anak perempuan dianggap sebagai anggota marga lain. Ketiga : mencegah penguasaan tanah yang terlalu luas oleh pihak marga penumpang (suami dari anak perempuan).

Jika menyangkut perawatan orang tua pada usia lanjut atau sakit dibebankan sepenuhnya kepada anak perempuan. Ikatan adat istiadat yang demikian dipegang teguh oleh masyarakat Pakpak karena adat istiadat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari, dan hal ini terus-menerus diupayakan untuk tetap dilaksanakan oleh masyarakat Pakpak.

Namun seiring dengan perubahan zaman saat ini, bahwa banyak perempuan etnis Pakpak yang sudah berpendidikan dan tersentuh oleh modernisasi, jika dibandingkan perempuan tradisional Pakpak adalah mereka yang harus menerima dengan sabar dan bahagia kedudukannya sebagai ibu rumah tangga yang mendampingi dengan setia pada suami mereka, menguasai keperluan rumah tangga segala kewajiban dan segala kerja di dalamnya, demikian dengan anak perempuan yang sama sekali tidak mendapatkan hak dalam pembagian harta warisan, sedangkan perempuan modern Pakpak adalah mereka yang telah menerima dan mempunyai pola pikiran yang telah jauh berkembang dan


(18)

7

menjangkau jauh kedepan disebabkan pendidikan dan pengalaman yang diperoleh. Pada saat ini, posisi perempuan dihadapkan pada tuntutan profesi dan keragaman perananan dalam keluarga dan masyarakat. Kondisi tersebut telah menjadi motivasi semakin banyak dilakukan kajian dan penelitian tentang wanita, kebudayaan dan kerja.

Sehingga upaya peningkatan peran wanita semakin mendapat perhatian pemerintah dan masyarakat. Bainar (2000:246) menyatakan bahwa “Keikutsertaan wanita Indonesia dalam pembangunan tidak terlepas dari peranan yang pemah dilakukan secara nyata oleh para tokoh perjuangan wanita sejak zaman dahulu”. Peranan yang dinyatakan oleh tokoh-tokoh wanita tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi pendorong dan sebagai sumber inspirasi bagi perkembangan pergerakan wanita Indonesia.

Di Indonesia secara hukum kaum wanita dan laki-laki mempunyai kedudukan yang sama berdasarkan pasal 27 UUD 1945. Di tahun 1978 merupakan Tahun yang penting bagi wanita Indonesia, karena Pelita III di dalam GBHN secara EmpIisit memuat butir-butir tentang peranan wanita dalam pembangunan dan pembinaan bangsa sehingga kedudukan, peranan, kemamapuan, kemandirian dan ketahanan mental spritual wanita sebagai bagian tak terpisahkan dari upaya peningkatan kwalitas sumber daya manusia. Pandangan tradisional mengenai peranan wanita yang menyebabkan pemisahan yang tajam, sehingga kurang menguntungkan dalam pengembangan dirinya sebagai pribadi dan anggota masyarakat.


(19)

8

Pada zaman sekarang bahkan perempuan Pakpak tidak jarang menuntut haknya, sebagai anak untuk diikutsertakan dalam pembagian warisan, perempuan Pakpak sekarang ini bahkan sudah banyak yang memiliki posisi-posisi yang lebih tinggi daripada laki-laki misalnya sebagai lurah, guru, dokter dan sebagainya. Atas desakan dan tuntutan zaman hukum waris adat yang sistem patrilineal tidak dapat sepenuhnya dipertahankan karena hukum waris adat ini hanya menguntungkan laki-laki sementara wanita tidak diperhatikan atau tidak dapat bagian apa-apa dari keluarganya. Pada hal sesungguhnya didalam UUD Negara Republik Indonesia 1945 jelas dikatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam pasal 28A sampai 28J BAB XA.

Majda ( 2009:243) menyatakan bahwa “Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk terus memberikan perlindungan terhadap kaum perempuan, INPRES Presiden No 9 Tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional yang berlaku sejak Desember 2000 memberikan semangat baru bagi aktualisasi kepentingan perempuan”.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk membahas dan menelaahnya lebih lanjut, dengan mengangkat ke dalam sebuah penelitian dengan judul : Analisis Posisi Perempuan Dalam Status Sosial Keluarga Pada Masyarakat Etnis Pakpak Di Desa Bangun Kecamatan Parbuluan (Studi Kasus Pembagia Harta Warisan).

B. Identifikasi Masalah

Dalam suatu penelitian perlu diidentifikasi masalah yang akan diteliti menjadi terarah dan jelas tujuannya sehingga tidak mungkin terjadi


(20)

9

kesimpangsiuran dan kekaburan di dalam membahas dan meneliti masalah yang ada. Jika identifikasi masalah sudah jelas, tentu dapat dilakukan penelitian secara mendalam,maka penulis mengidentifikasi masalah penelitian yaitu:

1. Posisi perempuan dalam status sosial pada masyarakat Etnis Pakpak 2. Posisi perempuan dalam pembagian harta warisan Etnis Pakpak C. Pembatasan Masalah

Yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah posisi perempuan dalam pembagian harta warisan pada masyarakat Etnis Pakpak.

D. Perumusan Masalah

Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah posisi perempuan dalam pembagian harta warisan pada masyarakat Etnis Pakpak? E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui posisi perempuan dalam pembagian harta warisan pada masyarakat Etnis Pakpak.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat melatih dan mengembangkan kemampuan peneliti dalam melakukan penelitian di bidang ilmu sosial khususnya dalam ilmu sosiologi gender dan keluarga.

2. Untuk memberikan masukan-masukan bagi pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang terjadi dan dapat menjadi referensi untuk kajian atau penelitian selanjutnya


(21)

10

3. Bagi masyarakat adat di Batak, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dalam rangka melakukan analisis terhadap pembagian warisan dan bidang sosial lainnya.

4. Bagi akademisi penelitian ini diharapkan memberi manfaat teoritis berupa sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum adat.


(22)

63 BAB V KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di pembahasan pada bab- bab sebelumnya maka dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan analisa dan evaluasi data penelitian yang diperoleh

penulis, maka menurut adat Pakpak yang berhak sebagai ahli waris adalah anak laki- laki. Sedangkan anak perempuan bukanlah ahliwaris karena anak perempuan bukanlah generasi penerus keturunan dalam keluarga. Dalam hal pembagian harta warisan ini, yang mendapatkan harta warisan adalah anak laki- laki karena sesuai dengan adat masyarakat etnis Pakpak yang menganut paham patrilineal, sedangkan anak perempuan akan mendapatkan harta atau bagian dari orangtua suaminya atau dengan kata lain pihak perempuan mendapatkan warisan dengan cara hibah. Pembagian harta warisan untuk anak laki- laki juga tidak sembarangan karena pembagian warisan tersebut ada kekhususan yaitu anak laki- laki yang paling kecil, akan mendapatkan warisan yang khusus, dalam hal ini ada semacam bentuk keistimewaan yang dimiliki anak laki- laki yang paling kecil atau bungsu.


(23)

64

2. Anak perempuan masyarakat etnis Pakpak pada masa sekarang telah mengalami banyak kemajuan jika dibandingkan dengan masa yang lalu. Anak perempuan masyarakat etnis Pakpak saat ini sudah ada yang memperoleh pendidikan yang tinggi bahkan sudah ada yang memasuki dunia karir yang lebih baik daripada anak laki- laki. Untuk sebagian orangtua yang sudah berpikiran modern maka bersedia untuk menempatkan anak perempuan sejajar dengan anak laki-laki meski pun tidak dalam semua hal, yang mengarah kepada peningkatan kualitas kaum perempuan.

3. Jika seorang anak perempuan tidak memiliki saudara laki- laki, maka anak perempuan itu berhak sebagai ahli waris yang sah dari orangtuanya. Hal ini dapat diterima karena anggota keluarga yang tersisa hanya anak perempuan, maka dalam hal ini anak perempuan tersebut akan dibantu oleh saudara dari pihak ayahnya.

Harta warisan yang ditinggalkan orangtua dapat digunakan untuk kepentingan anak perempuan sebagai ahli waris, dalam hal memenuhi kebutuhan hidupnya, dan bertanggungjawab atas harta- harta tersebut. Akan tetapi jika anak perempuan memiliki saudaralaki- laki maka anak perempuan tersebut tetaplah bisa diberikan harta warisan oleh orangtuanya, hal ini karena anak perempuan sudah banyak membantu orangtua dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga, anak perempuan mau dengan sukarela


(24)

65

membantu orangtua untuk kepentingan saudaranya dalam hal ini anak laki- laki, dan membantu kehidupan ekonomi keluarganya. 4. Anak perempuan juga dapat memperoleh harta warisan akan tetapi

tidak dalam jumlah yang besar. Hal ini tergantung dari pemberian orangtuanya atau saudaranya laki- laki. Dalam hal ini anak perempuan harus tetap tunduk pada aturan adat yang berlaku. Ikatan adat istiadat yang menetapkan laki- laki sebagai penerus garis keturunan mengakibatkan anak laki- laki selalu diutamakan, juga dalam memperoleh harta warisan maka anak perempuan dan anak laki- laki tidak sama bagiannya, anak laki- laki tetap mendapatkan bagian harta orangtua dalam jumlah yang lebih banyak.

5. Menurut masyarakat etnis Pakpak perlu diadakan suatu perubahan terhadap kedudukan perempuan dalam adat Pakpak, perubahan dalam hal ini adalah untuk hal yang lebih baik terhadap kedudukan anak perempuan. Hal ini agar posisi perempuan dalam masyarakat Pakpak mendapatkan perhatian, dan menyadari bahwa anak perempuan juga memegang peranan dan tanggungjawab dalam keluarga.

6. Dalam masyarakat etnis Pakpak meskipun para anak perempuan sudah banyak yang mengalami kemajuan dan perkembangan, akan tetapi mereka tetap tidak dapat menuntut hak waris kepada orangtuanya, akan tetapi cukup dengan menerima apa yang menjadi


(25)

66

pemberian dari orangtuanya atau dari saudaranya laki- laki. Hal ini agar adat dalam kehidupan masyarakat yang selama ini sudah dijaga dan dilaksanakan tetap berlangsung demikian dan tidak hilang, tetapi tetap dipelihara dan diikuti meskipun tidak lagi terlalu ketat seperti zaman dahulu.

7. Anaklaki- laki dan anak perempuan dalam keluarga masyarakat etnis Pakpak sama- sama memiliki tanggungjawab terhadap orangtua sampai di kemudian hari, dalam arti setelah masing- masing anaknya menikah atau membentuk rumah tangga.

Anak perempuan meskipun telah menikah akan tetapi bukan berarti tanggungjawabnya terhadap keluarga atau orang tuanya hilang, justru dengan menikah maka seorang anak perempuan harus lebih bertanggungjawab karena memiliki dua keluarga sekaligus yaitu keluarga asal dan keluarga suaminya.

Hal yang justru sering terjadi adalah bahwa anak perempuan dalam masyarakat etnis Pakpak lebih melaksanakan tanggungjawab mengurus orangtua dikemudian hari daripada anakl aki- laki.

8. Sampai saat ini ketentuan dalam adat masyarakat etnis Pakpak yang menunjuk anakl aki- laki sebagai ahli waris tetap dijaga dan dilaksanakan oleh masyarakat etnis Pakpak. Hal ini sudah merupakan ketentuan dan merupakan ikatan adat terhadap masyarakat etnis Pakpak yang harus dijaga keberadaannya. Akan


(26)

67

tetapi sedikit berbeda dengan masa dahulu karena saat ini sudah ada perubahan terhadap posisi perempuan, dalam hal ini sebagian keluarga sudah ada yang memberikan harta warisan kepada anak perempuan.

B. Saran

Menurut pemahaman penulis, maka adat Pakpak perlu dijaga, diperhatikan dan dilestarikan, oleh karena itu penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Kepada masyarakat etnis Pakpak, khususnya yang berdomisili di Desa Bangun Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi agar meningkatkan pengetahuan danpemahamannya terhadap adat khususnya adat yang mengatur harta warisan terutama bagi generasi muda sebagai penerus cita- cita bangsa dan Negara.

2. Sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan dan pendidikan maka, ada baiknya jika diadakan perubahan atau perbaikan terhadap adat Pakpak di Desa Bangun Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi tentang kedudukan anak perempuan dalam pembagian harta warisan.

3. Dalam hal pembagian harta warisan, ada baiknya jika orangtua dan anak- anaknya dalam masyarakat etnis Pakpak, melakukan hubungan komunikasi yang baik agar tidak terjadi kesenjangan antara anaklaki- laki dan anak perempuan. Anak perempuan dan anak laki- laki sama-


(27)

68

sama merupakan anak dalam keluarga, dan juga sama- sama memiliki tanggungjawab yang harus dilaksanakan. Oleh sebab itu orangtua dan anak- anaknya harus melakukan hubungan yang baik. Agar kelak dikemudian hari tidak terjadi perselisihan diantara anak- anak tersebut.


(28)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulsyani. 2000. Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial.Jakarta:Balai Pustaka Afandi, Ali. 2004. Hukum waris, hukum keluarga, hukum pembuktian. Jakarta:

Rineka Cipta

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Asshiddiqie, Jimly. 2009. Komentar atas UUD RI Tahun 1945. Jakarta: Sinar Grafika

Berutu, Lister. 2003. Mengenal Budaya Pakpak. Jakarta: Persada

. 2004. Upacara Menanda Tahun Pada Masyarakat Pakpak dan Dampak Positif yang ditimbulkannya. Medan: Grasindo Monoratama Berutu, lister, Juniar Banurea. 2006. Pertuturen Pakpak, Medan: Grasindo Dewi, Rosmala. 2010. Penelitian Pendidikan. Medan: Pasca Sarjana El Muhtaj, Majda. 2009. Dimensi-dimensi HAM. Jakarta: Rajawali Pers Gultom.DJ. 2000. Dalihan Natolu. Medan: Armanda

Haar ter. 2001. Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat. Jakarta: Pradnya Paramita Hadikusuma, Hilman. 2003. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia. Bandung:

Mandar Maju

Koentjaraningrat. 2000. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat

Moore, Helen. 2002. Sosiologi wanita. Jakarta: Rineka Cipta Murniati, Nunuk. 2004. Getar Gender. Magelang: Indonesiatera Wahyudi. 2003. Peolitik. Jakarta: Persada


(1)

2. Anak perempuan masyarakat etnis Pakpak pada masa sekarang telah mengalami banyak kemajuan jika dibandingkan dengan masa yang lalu. Anak perempuan masyarakat etnis Pakpak saat ini sudah ada yang memperoleh pendidikan yang tinggi bahkan sudah ada yang memasuki dunia karir yang lebih baik daripada anak laki- laki. Untuk sebagian orangtua yang sudah berpikiran modern maka bersedia untuk menempatkan anak perempuan sejajar dengan anak laki-laki meski pun tidak dalam semua hal, yang mengarah kepada peningkatan kualitas kaum perempuan.

3. Jika seorang anak perempuan tidak memiliki saudara laki- laki, maka anak perempuan itu berhak sebagai ahli waris yang sah dari orangtuanya. Hal ini dapat diterima karena anggota keluarga yang tersisa hanya anak perempuan, maka dalam hal ini anak perempuan tersebut akan dibantu oleh saudara dari pihak ayahnya.

Harta warisan yang ditinggalkan orangtua dapat digunakan untuk kepentingan anak perempuan sebagai ahli waris, dalam hal memenuhi kebutuhan hidupnya, dan bertanggungjawab atas harta- harta tersebut. Akan tetapi jika anak perempuan memiliki saudaralaki- laki maka anak perempuan tersebut tetaplah bisa diberikan harta warisan oleh orangtuanya, hal ini karena anak perempuan sudah banyak membantu orangtua dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga, anak perempuan mau dengan sukarela


(2)

membantu orangtua untuk kepentingan saudaranya dalam hal ini anak laki- laki, dan membantu kehidupan ekonomi keluarganya. 4. Anak perempuan juga dapat memperoleh harta warisan akan tetapi

tidak dalam jumlah yang besar. Hal ini tergantung dari pemberian orangtuanya atau saudaranya laki- laki. Dalam hal ini anak perempuan harus tetap tunduk pada aturan adat yang berlaku. Ikatan adat istiadat yang menetapkan laki- laki sebagai penerus garis keturunan mengakibatkan anak laki- laki selalu diutamakan, juga dalam memperoleh harta warisan maka anak perempuan dan anak laki- laki tidak sama bagiannya, anak laki- laki tetap mendapatkan bagian harta orangtua dalam jumlah yang lebih banyak.

5. Menurut masyarakat etnis Pakpak perlu diadakan suatu perubahan terhadap kedudukan perempuan dalam adat Pakpak, perubahan dalam hal ini adalah untuk hal yang lebih baik terhadap kedudukan anak perempuan. Hal ini agar posisi perempuan dalam masyarakat Pakpak mendapatkan perhatian, dan menyadari bahwa anak perempuan juga memegang peranan dan tanggungjawab dalam keluarga.

6. Dalam masyarakat etnis Pakpak meskipun para anak perempuan sudah banyak yang mengalami kemajuan dan perkembangan, akan tetapi mereka tetap tidak dapat menuntut hak waris kepada orangtuanya, akan tetapi cukup dengan menerima apa yang menjadi


(3)

pemberian dari orangtuanya atau dari saudaranya laki- laki. Hal ini agar adat dalam kehidupan masyarakat yang selama ini sudah dijaga dan dilaksanakan tetap berlangsung demikian dan tidak hilang, tetapi tetap dipelihara dan diikuti meskipun tidak lagi terlalu ketat seperti zaman dahulu.

7. Anaklaki- laki dan anak perempuan dalam keluarga masyarakat etnis Pakpak sama- sama memiliki tanggungjawab terhadap orangtua sampai di kemudian hari, dalam arti setelah masing- masing anaknya menikah atau membentuk rumah tangga.

Anak perempuan meskipun telah menikah akan tetapi bukan berarti tanggungjawabnya terhadap keluarga atau orang tuanya hilang, justru dengan menikah maka seorang anak perempuan harus lebih bertanggungjawab karena memiliki dua keluarga sekaligus yaitu keluarga asal dan keluarga suaminya.

Hal yang justru sering terjadi adalah bahwa anak perempuan dalam masyarakat etnis Pakpak lebih melaksanakan tanggungjawab mengurus orangtua dikemudian hari daripada anakl aki- laki.

8. Sampai saat ini ketentuan dalam adat masyarakat etnis Pakpak yang menunjuk anakl aki- laki sebagai ahli waris tetap dijaga dan dilaksanakan oleh masyarakat etnis Pakpak. Hal ini sudah merupakan ketentuan dan merupakan ikatan adat terhadap masyarakat etnis Pakpak yang harus dijaga keberadaannya. Akan


(4)

tetapi sedikit berbeda dengan masa dahulu karena saat ini sudah ada perubahan terhadap posisi perempuan, dalam hal ini sebagian keluarga sudah ada yang memberikan harta warisan kepada anak perempuan.

B. Saran

Menurut pemahaman penulis, maka adat Pakpak perlu dijaga, diperhatikan dan dilestarikan, oleh karena itu penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Kepada masyarakat etnis Pakpak, khususnya yang berdomisili di Desa Bangun Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi agar meningkatkan pengetahuan danpemahamannya terhadap adat khususnya adat yang mengatur harta warisan terutama bagi generasi muda sebagai penerus cita- cita bangsa dan Negara.

2. Sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan dan pendidikan maka, ada baiknya jika diadakan perubahan atau perbaikan terhadap adat Pakpak di Desa Bangun Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi tentang kedudukan anak perempuan dalam pembagian harta warisan.

3. Dalam hal pembagian harta warisan, ada baiknya jika orangtua dan anak- anaknya dalam masyarakat etnis Pakpak, melakukan hubungan komunikasi yang baik agar tidak terjadi kesenjangan antara anaklaki- laki dan anak perempuan. Anak perempuan dan anak laki- laki sama-


(5)

sama merupakan anak dalam keluarga, dan juga sama- sama memiliki tanggungjawab yang harus dilaksanakan. Oleh sebab itu orangtua dan anak- anaknya harus melakukan hubungan yang baik. Agar kelak dikemudian hari tidak terjadi perselisihan diantara anak- anak tersebut.


(6)

Rineka Cipta

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Asshiddiqie, Jimly. 2009. Komentar atas UUD RI Tahun 1945. Jakarta: Sinar Grafika

Berutu, Lister. 2003. Mengenal Budaya Pakpak. Jakarta: Persada

. 2004. Upacara Menanda Tahun Pada Masyarakat Pakpak dan Dampak Positif yang ditimbulkannya. Medan: Grasindo Monoratama Berutu, lister, Juniar Banurea. 2006. Pertuturen Pakpak, Medan: Grasindo Dewi, Rosmala. 2010. Penelitian Pendidikan. Medan: Pasca Sarjana El Muhtaj, Majda. 2009. Dimensi-dimensi HAM. Jakarta: Rajawali Pers Gultom.DJ. 2000. Dalihan Natolu. Medan: Armanda

Haar ter. 2001. Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat. Jakarta: Pradnya Paramita Hadikusuma, Hilman. 2003. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia. Bandung:

Mandar Maju

Koentjaraningrat. 2000. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat

Moore, Helen. 2002. Sosiologi wanita. Jakarta: Rineka Cipta Murniati, Nunuk. 2004. Getar Gender. Magelang: Indonesiatera Wahyudi. 2003. Peolitik. Jakarta: Persada