Analisis Posisi Perempuan dalam Status Sosial Keluarga Pakpak (Studi kasus pada Keluarga Etnis Pakpak di Kelurahan Sidiangkat Kecamatan Sidikalang)

(1)

ANALISIS POSISI PEREMPUAN DALAM STATUS SOSIAL KELUARGA PAKPAK

(Studi kasus pada Keluarga Etnis Pakpak di Kelurahan Sidiangkat Kecamatan Sidikalang)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Dalam Bidang Sosiologi

SURYANI TINENDUNG 070901055

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

LEMBAR PERSETUJUAN

Nama : Suryani Tinendung NIM : 070901055

Departemen : Sosiologi

Judul : Analisis Posisi Perempuan dalam Status Sosial Keluarga Pakpak Masyarakat

(Studi kasus pada Keluarga Etnis Pakpak di Kelurahan Sidiangkat Kecamatan Sidikalang)

Dosen Pembimbing, Ketua Departemen,

Dra. Ria Manurung, M. Si Dra. Lina Sudarwati, M. Si NIP. 196 603 181 989 032 001 NIP. 196 603 181 989 032 001

Dekan,


(3)

ABSTRAKSI

Penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Posisi Perempuan dalam Status Sosial Keluarga Pakpak” studi kasus pada Keluaga Etnis Pakpak Di Kelurahan Sidiangkat Kecamatan Sidikalang dilatar belakangi dari banyaknya kasus ketimpangan gender yang terjadi pada perempuan etnis Pakpak. Mereka terdiskriminasikan, semua ketimpangan gender berawal dari sistem patriaki yang sudah membudaya yang menempatkan kedudukan laki-laki lebih tinggi dari semua aspek kehidupan dalam keluarga . Perempuan juga tidak memiliki hak dalam warisan, hanya mendapatkan harta apabila ada belas kasihan dari turangnya (saudara laki-laki), padahal perempuan mendapatkan beban kerja yang lebih dan bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan keluarga.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan analisis dan informan dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisis adalah keluarga etni pakpak yang mengalami ketimpangan gender dan yang menjadi informan adalah keluarga yang terlibat langsung dan mengalami ketimpngan tersebut. Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan catatan dari setiap kali turun kelapangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi perempuan etnis pakpak rendah. Posisi perempuan dalam sistem kekerabatan rendah dimana perempuan didalam rumah tangga bekerja sebagai pencari nafkah dan mengurus rumah tangga. Dalam kegiatan adat perempuanpun dinomor duakan seperti dalam upacara adat perempuan tidak pernah tampil di publik dan perempuan tidak berhak mengambil keputusan. Dalam pembagian warisanpun perempuan tidak mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki. Perempuan hanya mendapatkan harta dari belas kasihan dari saudara laki-lakinya. Untuk perawatan orang tua seharusnya adalah tanggung jawab anak laki-laki tetapi kenyataan dilapangan anak perempuanlah yang bertanggung jawab. Sangat jelas terlihat nilai ganda yang terjadi pada perempuan Pakpak. Sesuatu yang memiliki nilai adalah milik laki-laki dan sedangkan yang menyangkut pada tanggung jawab adalah milik perempuan.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SAW karena berkat dan rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Analisis Posisi Perempuan dalam Status Sosial keluarga Pakpak” di Kelurahan Sidiangkat Kecamatan Sidikalang

Penulis menyadari bahwa tanpa dukungan dari semua pihak, maka skripsi ini tidak terselesaikan dengan baik. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu, baik dari penulisan proposal saat penelitian dan sampai selesainya skripsi ini, yaitu :

1. Teristimewa kepada kedua orang tuaku tercinta, “SITI SAKDIAH ANGKAT DAN NURDIN TINENDUNG” yang selalu memberikan do’a, semangat, nasehat dan masukan yang tidak ternilai harganya dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih kepada ibunda yang telah membesarkan penulis dengan penuh cinta dan kasih sayang serta selalu memberikan didikan dan disiplin sejak penulis masih kecil.Tiada kata yang mewakili ucapan Terimakasih anakmu ini atas pengorbanan yang Ibu dan Ayah selama ini berikan. Teristimewa kepada ibunda you’re the best in my life.

2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr .Badaruddin, M.Si


(5)

3. Ketua Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, ibu Drs. Lina Sudarwati, M.Si memberikan apresiasi dan dukungan dalam penyelesaian skripsi saya.

4. Sekretaris jurusan bapak Drs. T. Ilham Saladin, M. SP

5. Teristimewa buat Ibu Dra.Ria manurung, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi masukan, meluangkan waktu, memberikan pengetahuan dan pengarahan dalam penyelesaian skripsi ini. Beliau yang telah memberikan pengajaran yang sangat berarti bagi saya.

6. Kepada ibu Dra. Rosmiani, MA. Terima selama ini telah menjadi dosen Wali saya. Selalu memberikan pengarahan dan motivasi kepada saya. Terima kasih sudah seperti menjadi ibu bagi saya selama dikampus.

7. Kepada seluruh staf pengajar di departemen sosiologi dan tak lupa buat kak Feny, kak Beti dan seluruh pegawai di FISIP USU terima kasih atas bantuannya dan pengetahuannya selama menjalani studi di FISIP USU

8. Kepada Lurah Sidiangkat, seluruh perangkat desa dan para informan atas kerjasamanya memberikan masukan informasi yang menunjang penulisan ini.

9. Buat saudara-saudaraku Hendrayani Tinendung. S.sos, Lastriyani Tinendung. Spd, Masdaria Tinendung. SE, Asniar Tinendung.Spd, Hendriyanto Tinendung. SE, dan yang terakhir Ariyanto Tinendung. SKM. Terima kasih atas masukannya dan kritikannya selama ini. Semoga tujuan


(6)

mulia kita untuk membahagiakan kedua orang tua tercapai. Penulis sangat menyayangi kalian semua.

10.Buat keponakanku yang lucu-lucu, cantik, tampan dan cerdas. NURUL SALSABILA, ASYA HAFIZAH, ZAHRA, RIZA, RIZKI, ANZA, REFA dan menyusul yang lainn. Smoga kelak menjadi anak yang soleh dan sholeha.

11.Kepada Yahya Yuan terima kasih atas dukungan, kasih sayang, motivasi, dorongan dalam penyelesaian skripsi ini. Smoga Allah SWT selalu memberi Rahmatnya untuk kita.

12.Buat temen teman baikku di kampus Agustina si baik hati, Puteri Atikah Alias Mimi, Desti Ariani Si Sepatu Butut, Ninda Ovtika Alias Muup, Romaito Siregar Alias Itog, Dini Saputri, Nanda Alias Wak Labu, Fakrurozi, Maya, Leo , Lia, Lona. Semua kelompok PKL di sijago-jago pokoknya dan temen-teman seperjuangan di sosiologi sos 07 yang telah berjuang bersama menempuh hujan badai dan berbagai hala rintangan dalam penyelesaian skripsi masing-masing. Smoga apa yang telah kita lakukan mendapatkan hasil yang setimpal pula.

13.Terima kasih kepada para abang, kakak, dan adek-adek selaku Mahasiswa di Departemen Sosiologi yang selama ini mengisi hari-hari saya dikampus.


(7)

dan belum sempurna. Oleh karena itu dengan rendah hati, penulis menerima segala saran, masukan dan kritikan yang membangun dari berbagai pihak. Untuk itu penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi setiap pihak yang memerlukannya, baik langsung maupaun tidak langsung

Medan, Desember 2011 Penulis

(Suryani Tinendung) Nim : 070901055


(8)

ABSTRAKSI

Penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Posisi Perempuan dalam Status Sosial Keluarga Pakpak” studi kasus pada Keluaga Etnis Pakpak Di Kelurahan Sidiangkat Kecamatan Sidikalang dilatar belakangi dari banyaknya kasus ketimpangan gender yang terjadi pada perempuan etnis Pakpak. Mereka terdiskriminasikan, semua ketimpangan gender berawal dari sistem patriaki yang sudah membudaya yang menempatkan kedudukan laki-laki lebih tinggi dari semua aspek kehidupan dalam keluarga . Perempuan juga tidak memiliki hak dalam warisan, hanya mendapatkan harta apabila ada belas kasihan dari turangnya (saudara laki-laki), padahal perempuan mendapatkan beban kerja yang lebih dan bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan keluarga.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan analisis dan informan dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisis adalah keluarga etni pakpak yang mengalami ketimpangan gender dan yang menjadi informan adalah keluarga yang terlibat langsung dan mengalami ketimpngan tersebut. Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan catatan dari setiap kali turun kelapangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi perempuan etnis pakpak rendah. Posisi perempuan dalam sistem kekerabatan rendah dimana perempuan didalam rumah tangga bekerja sebagai pencari nafkah dan mengurus rumah tangga. Dalam kegiatan adat perempuanpun dinomor duakan seperti dalam upacara adat perempuan tidak pernah tampil di publik dan perempuan tidak berhak mengambil keputusan. Dalam pembagian warisanpun perempuan tidak mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki. Perempuan hanya mendapatkan harta dari belas kasihan dari saudara laki-lakinya. Untuk perawatan orang tua seharusnya adalah tanggung jawab anak laki-laki tetapi kenyataan dilapangan anak perempuanlah yang bertanggung jawab. Sangat jelas terlihat nilai ganda yang terjadi pada perempuan Pakpak. Sesuatu yang memiliki nilai adalah milik laki-laki dan sedangkan yang menyangkut pada tanggung jawab adalah milik perempuan.


(9)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

Sistem kekerabatan yang dianut masyarakat Indonesia umumnya adalah masyarakat patriakat. Patriakat adalah kekuasaan berada di tangan ayah atau pihak sistem patrilinieal, dimana laki-laki pada sistem ini sangat dominan, dan menjadi tokoh penting dalam keluarga juga dalam berbagai bidang, baik dalam masyarakat adat, kekuasaan, maupun akses terhadap bidang ekonomi.,

Nilai patriaki yang ada dalam masyarakat masih menjadi referensi masalah relasi kekuasaan antara laki-laki dan perempuan. Dalam nilai patriaki, kedudukan laki-laki ditempatkan lebih tinggi dari perempuan dalam aspek kehidupan. Perempuan dianggap sebagai sub-ordinat laki-laki dan masih dimarginalkan. Kedudukan seperti ini menyebabkan otoritas mengambil keputusan berada di tangan laki-laki.

Keluarga merupakan agen sosialisasi yang pertama, dikeluarga anak mendapatkan nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tuannya, sehingga mereka nantinya akan dapat menentukan hak dan kewajibannya dalam keluarga berdasarkan dengan nilai-nilai yang ditanamkan dalam keluarga yang sesuai dengan nilai dan norma. Pengaruh sosialisasi yang cenderung membentuk konstruksi sosial ini mengurung pola pikir seseorang tanpa disadari karena pekembangan emosi dan nalar seseorang sebagian besar diperoleh dari sosialisasi. (Murniati, 2004: 227) Banyak sekali kedudukan dan peranan perempuan tidak


(10)

dipedulikan dan dihargai oleh masyarakat maupun adat yang berlaku dimana perempuan tersebut tinggal.

Mayarakat Pakpak menganut sistem patriakat dimana kedudukan perempuan dalam keluarga dan adat selalu dinomorduakan serta tidak mempunyai hak dalam harta warisan. Nilai budaya yang menganut bahwa perempuan harus tunduk kepada suami maupun saudara laki-laki, kurangnya peran serta perempuan dalam pengambilan keputusan dan perempuan mengutamakan urusan domestik merupakan suatu bukti dari rendahnya kedudukan perempuan Pakpak.

Kebudayaan yang telah dianut dan di implementasikan dalam kehidupan masyarakat tersebut sampai saat ini, antara lain adalah bahwa hanya anak laki-laki saja yang dapat meneruskan marga ayahnya dan hanya anak laki-laki jugalah yang menjadi ahli waris dan mendapat bahagian yang sama. Masyarakat Pakpak sangat membedakan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam struktur sosialnya (Berutu: 2002). Pembedaan terhadap laki-laki dan perempuan mencakup berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat Pakpak.

Etnis Pakpak menganut paham garis keturunan patrinial mengharapkan kehadiran anak laki-laki yang dianggap memiliki nilai sosial yang sangat tinggi, terutama sebagai penerus marga atau silsilah orang tuanya. Hal diatas merupakan alasan yang mendorong orang tua berusaha untuk mendapatkan anak laki-laki sebagai penerus marga atau silsilah keluarga. Banyak cara yang dilakukan oleh orangtua untuk mendapatkan anak laki-laki seperti, dengan memproduksi anak terus menerus, mengangkat anak saudara sejauh tidak bertentangan dengan konteks budaya Pakpak, bahkan menikah lagi hanya untuk mendapatkan anak laki-laki.


(11)

Dalam upacara adat kedudukan perempuan pakpak selalu di nomor duakan atau dibawah laki-laki misalkan dalam juru bicara dari setiap upacara selalu laki-laki, sedangkan kedudukan perempuan dijadikan objek atau berada dibawah laki-laki. Dalam pengambilan keputusan adatpun atau dalam memberi wejangan atau nasihat didominasi oleh keputusan pihak laki-laki. sedangkan perempuan selalu duduk dibagian belakang dan hanya diam atau dibagian dapur memasak untuk acara pesta (perkebbas)

Didalam pembagian kerja, perempuan memiliki beban kerja yang berat. Mereka harus mengerjakan semua pekerjaan rumah seperti ; memasak, mencuci, membersihkan rumah, menjaga dan merawat adik yang masih kecil. Anak perempuan juga banyak membantu orang tua bekerja disawah atau diladang dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Perempuan juga harus dapat membantu biaya sekolah saudara laki-lakinya dengan bekerja dikota atau diluar daerah. Dan hasil kerja dikirim ke kampung untuk biaya kehidupan keluarga dan juga biaya pendidikan saudara laki-lakinya yang sedang sekolah.

Perempuan diharuskan menghormati saudara laki-lakinya (turangnya), karena saudara laki-laki merupakan kula-kula yang harus dihormati dan dihargai, jika kula-kula tidak dihargai dan dihormati maka rejeki saudara perempuan dipercaya akan berkurang dan mungkin akan mendapatkan malapetaka seperti tidak mendapat keturunan dan tanaman yang ditanam tidak berhasil atau gagal panen dan sebagainya.

Pembagian harta warisan dari orang tua perempuan Pakpak tidak mendapatkannya, karena semua harta warisan diberikan kepada anak laki-laki dan perempuan hanya sebatas pemberian dari turangnya atau saudara laki-lakinya saja


(12)

sebagai bentuk tanda terima kasih telah membiayainya sewaktu sekolah. Hal ini terjadi karena konsep ”anak” dalam budaya pakpak masih mengacu pada anak laki-laki sehingga berimplikasi pada sistem pewarisan dimana secara normatif tidak menempatkan seorang perempuan sebagai ahli waris dari orang tua maupun suaminya. Anak perempuan pakpak tidak menjadi ahli waris secara normatif karena, pertama: berkaitan dengan persinabul( juru bicara keluarga) yang mengacu pada anak laki-laki oleh sebab itu laki-laki dipandang sebagai penanggung jawab untuk meneruskan keturunan ayah dan marganya. Kedua: anak perempuan dianggap sebagai anggota marga lain. ketiga: mencegah penguasaan tanah yang terlalu luas oleh pihak marga penumpang (suami dari anak perempuan) (Berutu,2002: 42). Jika menyangkut perawatan orang tua pada usia lanjut atau sakit dibebankan sepenuhnya kepada anak perempuan.

Dari uraian diatas terlihat bahwa pada Etnik Pakpak terjadi nilai ganda. Nilai ganda menunjuk kepada semua Ketika menyangkut pada nilai atau hal menguntungkan bagi laki-laki maka hal tersebut adalah milik laki-laki. Bila mengarah pada tanggung jawab adalah milik perempuan. Adapun penulis memilih judul ”Analisis Nilai Ganda Posisi Perempuan di dalam Masyarakat Etnis Pakpak” di Kelurahan Sidiangkat kecamatan Sidikalang karena di kelurahan ini masyarakat umumnya etnis Pakpak Suak Keppas dan banyak nilai ganda terjadi disana khususnya bagi kaum perempuan. Banyak para perempuan etnis pakpak mengeluh dan merasa tertekan dengan keadan seperti ini.


(13)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana posisi perempuan dalam meningkatkan status sosial keluarga dalam masyarakat Etnis Pakpak?

2. Apa yang menjadi tanggung jawab perempuan dalam meningkatkan status sosial?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan arah pelaksaan penelitian arah pelaksanaan penelitian, yang menguraikan apa yang akan dicapai dan biasanya disesuaikan dengan kebutuhan peneliti dan pihak lain yang berhubungan dengan peneliti tersebut. Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui posisi perempuan dalam meningkatkan status sosial keluarga dalam masyarakat Etnis Pakpak?

2. Untuk mengetahui yang menjadi tanggung jawab perempuan dalam meningkatkan status sosial?

1.4 Manfaat Penelitian

Setelah mengadakan penelitian ini , diharapkan manfaat penelitian ini berupa: 1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat melatih dan mengembangkan kemampuan peneliti dalam melakukan penelitian di bidang ilmu sosial khususnya dalam ilmu sosiologi gender dan keluarga.


(14)

1.4.2 Manfaat Praktis

Untuk memberikan masukan-masukan bagi pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang terjadi dan dapat menjadi referensi untuk kajian atau penelitian selanjutnya.

1.5 Defenisi konsep

Dalam sebuah penelitian ilmiah, konsep sangat diperlukan untuk mempermudah dan memfokuskan penelitian. Defenisi konsep adalah abstrak mengenai fenomena yang dirumuskan atas generalisasi dari sejumlah karakter, kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu.

Adapun batasan konsep dalam penelitian ini adalah:

Nilai Ganda adalah nilai yang menunjuk kepada

tidak sama kepada semua

Warisan adalah harta peninggalan yang ditinggalkan pewaris kepada ahli waris. Ketimpangan gender adalah perbedaan peran dan hak perempuan dan laki-laki di masyarakat yang menempatkan perempuan dalam status lebih rendah dari laki-laki. kondisi ketidakadilan yang lahir dari pembedaan sosial antara laki-laki dan perempuan. Pada umumnya dari perempuan menjadi korban dari ketimpangan gender.

Patriarkhi adalah sebuah system sosial dimana dalam keluarga sang ayah (laki-laki) menguasai semua anggota keluargannya atau system sosial yang lebih mengutamakan laki-laki.

Gender adalah pembedaan peran, perilaku, perangai laki-laki dan perempuan oleh budaya/masyarakat melalui interpretasi terhadap pembedaan biologis laki-laki dan


(15)

perempuan. Jadi gender tidak diperoleh sejak lahir tapi dikenal melalui sosialisasi dari anak-anak hingga dewasa. Gender dapat disesuaikan dan diubah.

Jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang di tentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misal, laki-laki memiliki penis dan memproduksi sperma. Perempuan memiliki vagina dan mempunyai alat menyusui.

Keluarga adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan ikatan perkawinan, darah, atau adopsi. Pertalian antara suami dan istri adalah perkawinan, ada hubungan antara orang tua dan anak biasanya adalah darah, dan kadangkala adopsi; berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain yang menimbulkan peranan-peranan social.

Konflik Keluarga adalah permasalahan yang dihadapi seseorang dalam keluarga, persoalan itu dapat terjadi dengan orang tua, adik, kakak atau anggota keluarga lainnya. Konflik ini dapat mengakibatkan stress dan depresi mental ataupun luntur atau hilangnya ikatan keluarga.

Etnis pakpak adalah salah satu etnis bangsa yang terdapat di Pulau Sumatera Indonesia dan tersebar di beberapa kabupaten/kota di Sumatera Utara dan Aceh, yaki di Kabupaten Dairi,Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Humbang Hasundutan( Sumatera Utara), Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Sabulusalam (Prov.Aceh.Etnis Pakpak terdiri atas 5 subsuku, dalam istilah setempat sering disebut dengan istilah Pakpak Silima suak yang terdiri dari :

1. Pakpak Klasen (Kab. Humbang Hasundutan Sumut]

2.


(16)

4.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gender

Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan Tuhan dan mana yang merupakan tuntutan budaya yang dikonstruksikan, dipelajari dan disosialisasikan. Pembedaan itu sangat penting, karena selama ini sering kali mencampur-adukkan cirri-ciri manusia yang bersifat kodrat dan tidak berubah dengan ciri-ciri manusia yang bersifat gender yang sebenarnya bisa berubah.

Pembedaan peran gender ini sangat membantu untuk memikirkan kembali tentang pembagian peran yang selama ini dianggap telah melekat pada perempuan dan laki- laki. Perbedaan gender dikenal sebagai sesuatu yang tidak tetap, tidak permanen, memudahkan untuk membangun gambaran tentang realitas relasi perempuan dan laki-laki yang dinamis yang lebih tepat dan cocok dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat.

Perbedaan konsep gender secara sosial telah melahirkan perbedaan peran perempuan dan laki- laki dalam masyarakat. Secara umum adanya gender telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, fungsi dan bahkan ruang tempat dimana manusia beraktifitas. Sedemikian rupanya perbedaan gender itu melekat pada cara pandang masyarakat, sehingga masyarakat sering lupa seakan-akan hal itu merupakan sesuatu yang permanen dan abadi sebagaimana permanen dan abadinya ciri-ciri biologis yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki. Secara sederhana perbedaan gender telah melahirkan pembedaan peran.


(18)

Anggapan bahwa sikap perempuan feminim dan laki-laki maskulin bukanlah sesuatu yang mutlak, semutlak kepemilikan manusia atas jenis kelamin biologisnya. Dengan demikian gender adalah perbedaan peran laki – laki dan perempuan yang dibentuk, dibuat dan dikonstruksi oleh masyarakat dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Untuk memahami konsep gender, harus dibedakan antara kata gender dengan kata sex.

Sex adalah perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis, yang secara fisik melekat pada masing – masing jenis kelamin, laki – laki dan perempuan. Perbedaan jenis kelamin merupakan kodrat atau ketentuan Tuhan, sehingga sifatnya permanen dan universal.

Di lain pihak, alat analisis sosial yang telah ada seperti analisis kelas, analisis diskursus (discourse analysis) dan analisis kebudayaan yang selama ini digunakan untuk memahami realitas sosial tidak dapat menangkap realitas adanya relasi kekuasaan yang didasarkan pada relasi gender dan sangat berpotensi menumbuhkan penindasan. Jelaslah analisis gender sebenarnya menggenapi sekaligus mengkoreksi alat analisis sosial yang ada yang dapat digunakan untuk meneropong realitas relasi sosial lelaki dan perempuan serta akibat yang ditimbulkannya.

2.2 Penerapan Sistem Patriarki pada Masyarakat

Sebagaimana kita ketahui bersama di dunia Barat ataupun di Timur, perkembangan peradaban manusia tumbuh dalam lingkup budaya dan ideologi patriarki. Di negara-negara Dunia Ketiga, termasuk Indonesia, budaya dan ideologi tersebut masih sangat kental dan mewarnai berbagai aspek kehidupan dan struktur masyarakat serta menciptakan ketimpangan-ketimpangan gender.


(19)

Budaya dan ideologi di bentuk oleh manusia dan disosialisasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam budaya Indonesia, seperti juga di banyak negara dunia ketiga lain, budaya patriarki masih sangat kental. Dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan terlebih lagi dalam budaya, keadaan ketimpangan, asimetris dan subordinatif terhadap perempuan tampak sangat jelas. Dalam kondisi yang seperti itu proses marjinalisasi terhadap perempuan terjadi pada gilirannya perempuan kehilangan otonomi atas dirinya. Eksploitasi serta kekerasan terjadi terhadap perempuan, baik di wilayah domestik maupun publik.

Bagi masyarakat tradisional patriarki dipandang sebagai hal yang tidak perlu dipermasalahkan, karena hal tersebut selalu dikaitkan dengan kodrat dan kekuasaaan adikodrat yang tidak terbantahkan. Kepercayaan bahwa Tuhan telah menetapkan adanya perbedaan laki-laki dan perempuan, sebingga perbedaan dalam kehidupan manusiapun diatur berdasarkan perbedaan tersebut. Tambah lagi, faktor agama telah digunakan untuk memperkuat kedudukan kaum laki-laki. Determinis biologis juga telah memperkuat pandangan tersebut. Artinya. karena secara biologis perempuan dan laki-laki berbeda maka fungsi-fungsi sosial ataupun kerja dengan masyarakatpun di ciptakan berbeda. Laki-laki selalu dikaitkan dengan fungsi dan tugas di luar rumah, sedangkan perempuan yang berkodrat melahirkan ada di dalam rumah, mengerjakan urusan domestik saja. Perempuan bertugas pokok membesarkan anak, laki-laki bertugas mencari nafkah. Perbedaan tersebut di pandang sebagai hal yang alamiah. Itu sebabnya ketimpangan yang melahirkan subordinasi perempuan pun dipandang sebagai hal yang alamiah pula. Hal tersebut bukan saja terjadi dalam keluarga, tetapi telah melebar ke dalam kehidupan masyarakat.


(20)

2.3 Ketimpangan Gender didalam Masyarakat Patriarki

Sesungguhnya perbedaan gender (gender differences) tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities). Namun persoalannya adalah tidak sesederhana yang difikirkan, ternyata perbedaan gender tersebut melahirkan berbagai ketidakadilan. Ketidakadilan gender adalah suatu sistem dan struktur dimana kaum lelaki dan perempuan menjadi korban dari sistem itu.

Aplikasi gender di masyarakat belum sesuai dengan yang diharapkan, karena masih sangat dipengaruhi oleh faktor sosial budaya setempat. Ketimpangan gender melahirkan ketidakadilan (gender inqualities). Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidak adilan, misalnya: subordinasi, marginalisasi, beban kerja lebih banyak, stereotip dan lain-lain. Manfaat dan dampak dari aspek terhadap kualitas lelaki dan perempuan sebagai sumber daya pembangunan, bahwa pola sosialisasi yang berbeda antar laki-laki dan perempuan dapat menimbulkan kesenjangan gender. Bentuk-bentuk yang dapat diamati munculnya gejala-gejala ketertinggalan, subordinasi, marjinalisasi dan diskriminasi.

Perbedaan gender dalam beberapa hal akan mengahantarkan kita pada ketidakadilan gender (gender inequalities). Ketidakadilan yang dilahirkan perbedaan gender inilah yang sesungguhnya sedang dipertanyakan. Ternyata dari sejarah perkembangan hubungan yang tidak adil, menindas serta mendominasi antara kedua jenis kelamin tersebut. Bentuk manifestasi ketidak adilan gender ini adalah dalam mempersepsikan, memberi nilai serta pembagian tugas antara laki-laki dan perempuan.


(21)

Dalam hukum waris pengaruh adat dan agama tidak dapat diabaikan. Salah satu aturan gender dalam adat dapat kita lihat dalam soal pewarisan di tiga bentuk system masyarakat adat, yakni patrilineal, matrilineal dan bilateral. Dalam masyarakat patrilineal, seperti diwakili pakpak anak laki-laki akan tetap menuntut rumah keluarga sebagai bagian warisan. Sekalipun dalam kenyataannya saudara perempuanlah yang mengurus rumah, bahkan ikut bekerja keras membantu orang tua guna menghidupi saudara lakilakinya, termasuk membiayai sekolah/ perantauannya sedangkan dalam masyarakat matrilineal, yang diwakili oleh suku Minangkabau, warisan "pusaka tinggi" diwariskan kepada anggota keluarga menurut garis ibu. Sekalipun demikian mamaklah (paman laki-laki) yang memiliki kekuasaan pengaturannya. Seringkali mamak juga ikut mengambil bagian dari warisan tersebut, dan bahkan menguasainya. Patriaki telah melahirkan ketimpangan dan ketidakadilan gender dalam berbagai bidang.

2.3.1 Bentuk-Bentuk Ketidakadilan Gender

Ketidakadilan dan diskriminasi gender merupakan kondisi tidak adil akibat dari sistem dan struktur sosial dimana baik perempuan maupun laki-laki menjadi korban dari sistem tersebut. Berbagai pembedaan peran dan kedudukan antara perempuan dan laki-laki baik secara langsung yang berupa perlakuan maupun sikap dan yang tidak langsung berupa dampak suatu peraturan maupun kebijakan telah menimbulkan berbagai ketidak-adilan yang berakar dalam sejarah, adat, norma, ataupun dalam berbagai struktur yang ada dalam masyarakat.

Ketidak-adilan gender terjadi karena adanya keyakinan dan pembenaran yang sosialisasikan sepanjang peradaban manusia dalam berbagai bentuk.


(22)

Bentuk – bentuk ketidakadilan akibat diskriminasi itu meliputi : 1. Gender dan marginalisasi perempuan

Bentuk manifestasi ketidakadilan gender adalah proses marginalisasi atau pemiskinan terhadap kaum perempuan. Hal-hal yang membuat kaum perempuan termarginalkan seperti kebijakan pemerintah, keyakinan tradisi, tafsiran agama, kebiasaan atau bahkan asumsi ilmu pengetahuan.

2. Gender dan subordinasi perempuan

Subordinasi adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibandingkan jenis kelamin lainnya. Ada pandangan kedudukan perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Misalkan saja apabila suami akan pergi belajar (jauh dari keluarga) dia bisa mengambil keputusan sendiri sedangkan istri yang hendak tugas belajar harus seizin suami.

3. Gender dan streotip

Streotip merupakan pelabelan atau penandaan yang sering kali bersifat negatif, secara umum selalu melahirkan ketidakadilan pada salah satu jenis kelamin tertentu. Contohnya perempuan yang diidentikkan lembut, lemah emosional identik dengan pekerjaan pekerjaan rumah, maka peluang untuk bekerja diluar sangat terbatas bahkan ada juga perempuan yang memiliki pendidikan tidak pernah menerapkan pendidikannya untuk mengaktualisasikan diri.


(23)

4. Gender dan kekerasan

Kekerasan (violence) adalah suatu serangan (assault) terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan yang bersumber anggapan gender ”gender-reated violence”, yang pada dasarnya disebabkan oleh kekuasaan. Kekerasan terhadap perempuan sering terjadi karena budaya dominasi laiki-laki terhadap perempuan. Kekerasan digunakan laki-laki untuk memenangkan pendapat dan menyatakan rasa tidak puas, dan seringkali hanya untuk menunjukkan bahwa laki-laki berkuasa atas perempuan. Pada dasarnya kekerasan yang berbasis gender adalah refleksi dari sistem patriarkhi yang berkembang dimasyarakat.

5. Gender dan beban ganda

Beban kerja (double burden) yaitu suatu bentuk diskriminasi dan ketidakadilan gender dimana beberapa beban kegiatan diemban lebih banyak oleh salah satu jenis kelamin. Dengan berkembangnya wawasan kemitraan berdasarkan pendekatan gender. Maka perkembangan perempuan mengalami prkembangan yang cukup cepat, namun perlu di cermati bahwa perkembangan perempuan tidaklah ”mengubah” peranan yang ”lama” yaitu peranan dalam lingkup rumah tangga. Maka perkembangan peranan perempuan ini sifatnya menambah atau beban kerja terkesan berlebihan. Bagi golongan kelas kaya beban kerja ini dilimpahkan pada pembantu rumah tangga (domestik workers) mereka ini juga termasuk korban dari bias gender.


(24)

2.4 Teori Struktural Fungsional

Teori atau pendekatan struktural-fungsional merupakan teori sosiologi yang diterapkan dalam melihat institusi keluarga. Teori ini berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas beberapa bagian yang saling memengaruhi. Teori ini mencari unsur-unsur mendasar yang berpengaruh di dalam suatu masyarakat, mengidentifikasi fungsi setiap unsur, dan menerangkan bagaimana fungsi unsur- unsur tersebut dalam masyarakat.

Teori struktural-fungsional mengakui adanya segala keragaman dalam kehidupan sosial. Keragaman ini merupakan sumber utama dari adanya struktur masyarakat dan menentukan keragaman fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem. Perbedaan fungsi ini bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi, bukan untuk kepentingan individu. Struktur dan fungsi dalam sebuah organisasi ini tidak dapat dilepaskan dari pengaruh budaya, norma, dan nilai-nilai yang melandasi sistem masyarakat (Ratna Megawangi, 1999: 56).

Menurut para penganutnya, teori struktural-fungsional tetap relevan diterapkan dalam masyarakat modern. Talcott Parsons dan Bales menilai bahwa pembagian peran secara seksual adalah suatu yang wajar (Nasaruddin Umar, 1999: 53). Dengan pembagian kerja yang seimbang, hubungan suami-isteri bisa berjalan dengan baik. Jika terjadi penyimpangan atau tumpang tindih antar fungsi, maka sistem keutuhan keluarga akan mengalami ketidakseimbangan. Keseimbangan akan terwujud bila tradisi peran gender senantiasa mengacu kepada posisi semula.

Struktur sosial terdiri dari berbagai komponen dari masyarakat, seperti kelompok-kelompok, keluarga-keluarga, masyarakat setempat/lokal dan


(25)

sebagainya. Kunci untuk memahami konsep struktur adalah konsep status (posisi yang ditentukan secara sosial, yang diperoleh baik karena kelahiran (ascribed

status maupun karena usaha (achieved status) seseorang dalam masyarakat). Setiap status memiliki aspek dinamis yang disebut dengan peran (role) tertentu, misalnya seorang yang berstatus ayah memiliki peran yang berbeda dengan seseorang yang berstatus anak

Kedudukan seseorang dalam keluarga akan menentukan fungsinya, yang masing-masing berbeda. Namun perbedaan fungsi ini tidak untuk memenuhi kepentingan individu yang bersangkutan, tetapi untuk mencapai tujuan organisasi sebagai kesatuan. Tentunya, struktur dan fungsi ini tidak akan pemah lepas dari pengaruh budaya, norma, dan nilai-nilai yang melandasi sistem masyarakat itu (Megawangi, 2001)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Parsons dengan Bales, mereka membuat kesimpulan bahwa institusi keluarga serta kelompok-kelompok kecil lainnya, dibedakan (didiferensiasikan) oleh kekuasaan atau dimensi hierarkis. Umur dan jenis kelamin biasanya dijadikan dasar alami dari proses diferensiasi ini. Parsons menekankan pula pentingnya diferensiasi peran dalam kesatuan peran instrumental-ekspresif. Dalam keluarga harus ada alokasi kewajiban tugas yang harus dilakukan agar keluarga sebagai sistem dapat tetap ada .

Struktural-fungsional berpegang bahwa sebuah struktur keluarga membentuk kemampuannya untuk berfungsi secara efektif, dan bahwa sebuah keluarga inti tersusun dari seorang laki-Iaki pencari nafkah dan wanita ibu rumah


(26)

tangga adalah yang paling cocok untuk memenuhi kebutuhan anggota dan ekonomi industri baru.

Struktur sosial sebagai hubungan antara entitas yang berbeda atau pola-pola hubungan relatif yang penekanannya pada ide bahwa masyarakat adalah kelompok yang termasuk ke dalam struktur hubungan kelompok yang telah disetting oleh aturan-aturan dengan membedakan fungsi-fungsinya, makna serta tujuan. Sebagai contoh struktur sosial misalnya ide tentang tingkatan sosial

(social stratification), yang mana idenya adalah membedakan masyarakat ke

dalam strata-strata, termasuk ras, kelas, dan gender. Social treatment dari masing-masing individu dengan berbagai macam struktur sosial akan dapat dimengerti jika dihubungkan dengan menempatkan individu-individu atau kelompok ke dalam tingkatan (strata) sosial.

Masyarakat yang berfungsi adalah masyarakat yang stabil, harmoni dan sempuma dari segala segi termasuk dari segi kerjasama. persatuan. hormat ., menghormati dan sebagainya. Singkatnya masyarakat fungsional ia/an masyarakat yang mempunyai sikap positif. Kehidupan masyarakat fungsional senantiasa seimbang dan disenangi oleh yang lain. Mereka mudah gaul antara satu sama lain. Sebaliknya masyarakat tidak fungsional ialah masyarakat yang tidak berfungsi. Masyarakat tidak berfungsi merujuk kepada masyarakat yang senantiasa mempunyai masalah seperti tidak puas terhadap pemerintah, kacau balau, tidak menunjukkan sikap tidak kerjasama dan selalu porak peranda, Mereka mempunyai sikap individualistik, Masyarakat juga tidak menghormati orang tua maupun yang muda dan tidak memiliki nilai-nilai moral yang baik, Mereka senantiasa bersikap negatif sepanjang kehidupan di alam semesta.


(27)

Teori yang dikembangkan oleh Parsons (1964), dan Parsons dan Bales (1956) adalah teori yang paling dominan sampai akhir tahun 1960-an dalam menganalisis institusi keluarga. Penerapan teori struktural-fungsional pada keluarga oleh Parsons adalah sebagai reaksi dari pemikiran-pemikiran tentang meluntumya atau berkurangnya fungsi keluarga karena adanya modemisasi. Bahkan menu rut Parsons, fungsi keluarga pada zaman modem, terutama dalam hal sosialisasi anak dan tension management untuk masing-masing anggota keluarga, justru akan semakin terasa penting.

Keluarga dapat dilihat sebagai salah satu dari berbagai subsistem dalam masyarakat. Keluarga dalam subsistem masyarakat juga tidak akan Jepas dari interaksinya dengan subsistem-subsistem lainnya yang ada dalam masyarakat, misalnya sistem ekonomipendidikan dan agama. Dengan interaksinya dengan subsistem-subsistem tersebut, keluarga berfungsi untuk memelihara keseimbangan.

2.5Nilai Ganda

Nilai ganda menunjuk kepada

kepada semua Ketika menyangkut pada nilai atau hal menguntungkan bagi laki maka hal tersebut adalah milik laki-laki. Dan apabila mengarah pada tanggung jawab adalah milik perempuan. Contohnya di pada pembagian kerja dibeberapa daerah sebagai laki-laki seorang bagaikan ‘raja’ sehingga ‘enggan’ melakukan pekerjaan domestik, seperti mencuci, memasak dan mengasuh anak.

Sama sekali tidak ada celah untuk berbagai peran antara laki-laki dengan perempuan dalam relasi sebagai anak laki-laki dan anak perempuan di ranah


(28)

domestik. Ini terjadi karena pemahaman yang hanya berdasarkan sudut pandang (memandang sesuatu berdasarkan prasangka) laki-laki sebagai ‘pemimpin’. Perempuan memiliki tanggung jawab mencari nafkah dan mengurus rumah tangga. Sedangkan dalam pembagian harta warisan anak laki-lakilah yang mendapatkan lebih banyak. Nilai dapat berubah dan selalu mementingkan kepentingan laki-laki karena budaya patriakat.

Contoh lain dalam pembagian warisan anak laki-laki mendapatkan hak yang lebih banyak dari anak perempuan akan tetapi menyangkut kewajiban untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga (pencari nafkah), mengurus keluarga adalah tanggung jawab dari anak perempuan.


(29)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Penelitian ini merupakan metode yang berusaha menggambarkan, memahami, dan menafsirkan makna suatu peristiwa tingkah laku manusia dalam situasi tertentu serta menginterpretasikan objek sesuai apa yang ada.

Pendekatan kualitatif sebagai pendekatan yang menghasilkan data, tingkah laku yang di dapat dari apa yang diamati oleh peneliti. Mengungkapkan sesuatu dibalik fenomena, mendapatkan wawasan dari penelitian. Alasan menggunakan penelitian kualitatif agar di dalam pencarian makna dibalik fenomena dapat dilakukan pengkajian secara komphrehensif, mendalam, mendetail. Dimana di dalam penelitian ini, penelitian kualiltatif dimaksudkan untuk mendiskripsikan persoalan nilai ganda pada masyarakat patriakat di kelurahan Sidiangkat Kec. Sidikalang.

3.2Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sidiangkat Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Alasan penulis memilih lokasi penelitian karena di tempat ini umumnya etnis Pakpak dan banyak ketimpangan gender terjadi disana khususnya bagi kaum perempuan yang dialami kaum perempuan.


(30)

3.3 Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis

Salah satu cara atau karakteristik dari penelitian sosial adalah menggunakan apa yang disebut “unit of analysis”. Hal ini dimungkinkan, karena setiap objek penelitian memiliki ciri dalam jumlah yang cukup luas seperti karakteristik individu tentunya meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status sosial dan tingkat penghasilan. Ada sejumlah unit analisis yang lajim digunakan pada kebanyakan penelitian social yaitu: individu, kelompok, organisasi, sosial. Unit analisis data adalah satuan tertentu yang di perhitungkan sebagai subjek penelitian.

Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah keluarga etnis Pakpak di Kelurahan Sidiangkat, khususnya yang mengalami ketimpangan gender.

3.3.2 Informan

Informan adalah orang yang menjadi sumber informasi dalam penelitian. Adapun yang menjadi informan yang menjadi subjek penelitian ini adalah: Keluarga yang terlibat atau yang menjadi pelaku langsung dalam masalah penelitian. Keluarga yang memiliki pengalaman dan yang lahir dan berada di daerah tersebut dan orang-orang yang memahami budaya pak-pak seperti tokoh adat.

Adapun yang menjadi informan adalah: 1. Perempuan yang sudah menikah

2. Perempuan yang yang belum menikah yang memiliki anak laki- laki 3. Perempuan yang sudah menikah yang tidak memiliki anak laki- laki


(31)

4. Anak laki-laki yang sudah menikah dan yang belum menikah 5. Tokoh adat dan tokoh masyarakat setempat.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

3.4.1 Data Primer

Data primer dikumpulkan melalui kegiatan penelitian langsung ke lokasi untuk mencari data-data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara:

a. Observasi

Observasi, yaitu pengamatan yang dilakukan secara langsung untuk memperoleh dan mengumpulkan data yang diperlukan. Dalam penelitian ini peneliti hanya berperan sebagai pengamat. Observasi dilakukan untuk mengamati objek di lapangan.

b. Wawancara mendalam

Wawancara mendalam, bertujuan untuk memperoleh keterangan, pendapat secara lisan dari seseorang dengan berbicara langsung ataupun tanya jawab dengan informan. Wawancara ini dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara. Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data secara mendetail tentang posisi perempuan dalam status sosial keluarga pada etnis pakpak.

3.4.2 Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan pencatatan dokumen, yaitu dengan mengumpulkan


(32)

data dan mengambil informasi dari buku-buku referensi, , majalah, jurnal, dan data-data dari internet yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti.

3.5 Interpretasi Data

Merupakan metode penganalisaan data dengan cara menyusun data, mengelompokkannya dan menginterpretasikannya, sehingga diperoleh gambaran bagaimana bentuk ketimpangan gender yang terjadi di kelurahan sidiangkat tersebut.Selain itu interpretasi data adalah sebuah tahap dalam upaya menyederhanakan dari data yang sudah diperoleh dari hasil penelitian di lapangan maupun dari hasil studi kepustakaan. Data-data yang diperoleh, ditelaah, dikelompokkan sesuai dengan permasalahan dari peneliti yang dilakukan. Observasi akan diuraikan untuk memperkaya hasil wawancara sekaligus melengkapi data. Berdasarkan data yang diperoleh diinterpretasikan untuk menghasilkan data secara terperinci dan sistematis yang disajikan secara studi kasus.


(33)

BAB IV

HASIL DAN INTERPRETASI DATA 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah Kelurahan Sidiangkat

Kelurahan Sidiangkat tidak diketahui tahun berapa terbentuk. Menurut masyarakat setempat, sebelum Belanda datang menjajah ke daerah tersebut desa Sidiangkat sudah ada. Menurut bapak M. Matanari selaku tokoh masyarakat setempat mengatakan: “dikatakan Desa Sidiangkat karena penduduk awal desa ini adalah bernama Angkat. Angkat memiliki 2 saudara yaitu Bintang dan Ujung. Mereka disebut si Tellu kodin. Mereka akhirnya dipisah oleh ayahnya Angkat di tempatkan di daerah Sidiangkat, Ujung wilayah kekuasaannya di Sidikalang kota, dan Bintang wilayah kekuasaannya di Desa bintang. Itulah sebabnya disebut Sidiangkat. Angkat memiliki keturunan yaitu yang menjadi marga Angkat, dan marga Angkat menjadi penduduk asli di kelurahan ini. Sebelum menjadi kelurahan, Sidiangkatnya sebelumnya adalah sebuah desa. Dan kepala desa pertama adalah Riah angkat yang dingkat kepala desa oleh Belanda.”

Dari hasil wawancara dengan staf kelurahan, Sidiangkat berubah dari Desa menjadi kelurahan salah satu alasannya karena luas wilayah yang cukup luas yaitu sekita 2000 HA. Karena Sidiangkat jalan Lintas Sumatera yang menghubungkan antara Sumatera Utara dan Aceh maka banyak penduduk yang datang dan pindah di Desa ini. Sidiangkat juga daerah perbatasan dengan Aceh Selatan ( Subulussalam/Singkil).

Penduduk asing yang pertama datang adalah etnis Toba, selanjutnya etnis Simalungun dan disusul oleh suku-suku lainnya. Bukti –bukti peninggalan


(34)

Belanda di daerah ini adalah adanya rumah-rumah Belanda yang lengkap dengan cerobong asap dan daerah ini disebut Basecamp. Sekarang rumah di Basecamp sudah di tempati oleh penduduk meski banyak perubahan bentuk rumah, tetapi corak khas rumah belanda masih tetap ada.

4.1.2 Letak Lokasi Dan Keadaan Alam

Kelurahan Sidiangkat terletak di kecamatan sidikalang kabupaten dairi, dengan luas wilayah 2000 HA. Tipe wilayah dikecamatan Sidiangkat adalah dataran tinggi dimana kelurahan Sidiangkat beriklim tropis, ketinggian 1300 s/d 1400 M dengan suhu 15 s/d 18̊ C

Luas dan batas wilayah Kelurahan Sidiangkat: Sebelah Utara berbatasan dengan Pakpak Bharat Sebelah Selatan berbatasan dengan Batang Beruh Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Karing

Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Panji Dabutar

Kelurahan Sidiangkat terdiri dari areal pemukiman, ladang, persawahan, hutan, jalan dan lain-lain. Jika dibanding kelurahan lain yangberada di kecamatan Sidikalang, kelurahan Sidiangkat merupakan yang paling luas. Jarak antara kelurahan dan kecamatan berkisar 5 menit dengan lama tempuh sekitar 10 menit dengan jalan yang sudah diaspal dimana di sepanjang kiri dan kanan perjalanan terdapat rumah penduduk dan ladang. Kelurahan Sidiangkat merupakan jalan lintas provinsi ke Nanggroe Aceh Darussalam dan lintas kabupaten ke Pakpak Bharat.

Di Kelurahan ini terdapat 2 galian (untuk mengairi sawah) dan 1 sungai besar yang membelah kelurahan ini yaitu sungai lae Simbellin. Setiap hari


(35)

daerah ini dilalui angkutan umum dan bagi yang memiliki kendaraan roda dua dapat memakainya menuju kecamatan (pusat kota).

Jarak dari kelurahan keibukota provinsi sekitar 138 km, dengan jarak ini masyarakat yang ingin ke ibukota harus menggunakan transportasi umum seperti : DATRA( Dairi Transport), SAMPRI (Samosir Pribumi), BTN (Bintang Tani Jaya), dan PAS (Pas Transport). Waktu yang diperlukan ke Medan dari kelurahan Sidiangkat sekitar 4-5 jam.

4.1.3 Keadaan Penduduk

Keadaan penduduk di kelurahan merupakan gambaran dari berbagai lapisan masyarakat Pakpak di kabupaten Dairi. Penduduk Sidiangkat terdiri dari 8 lingkungan. Lingkungan I terdiri dari 151 kk, lingkungan kedua II terdiri dari 80 kk, lingkungan ke III terdiri dari 132 kk, lingkungan IV terdiri dari 277 kk, lingkungan ke V terdiri dari 130 kk, lingkungan ke VI terdiri dari 80 kk, lingkungan VII terdiri dari – kk, dan lingkungan VIII terdiri dari – kk. Jumlah penduduk keseluruhan 4339 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 1891 jiwa dan perempuan 2448 jiwa. Suku mayoritas di daerah ini adalah suku pakpak, dan suku lainnya adalah batak toba, karo, nias, minang, jawa. Warga negara indonesia laki-laki 2233 jiwa dan perempuan 2103 jiwa dan warga negara asing laki-laki 2 jiwa dan perempuan 1 orang.

Tabel 4.1 Pendidikan Penduduk Kelurahan Sidiangkat

Pendidikan merupakan unsur yang penting dalam kehidupan setiap orang. Pendidikan yang diperoleh seseorang khususnya pendidikan formal sangat besar pengarunhya terhadap cara berfikir seseorang dalam menjalankan aktifitas hidupnya sehari-hari. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih


(36)

tinggi pada umumnya memilki pola berpikir yang lebih maju dibandingkan dengan orang yang memiliki pendidikan yang lebih rendah

Tingkat pendidikan Frekuensi Persentase Tidak pernah sekolah 3 0.475%

Tamat SD 123 19.492%

Tamat SLTP 135 21.395

Tamat SLTA 168 26.624

Tamat DIPLOMA 186 29.477

Tamat S1 13 2.060

Tamat S2 3 0.475

Tamat S3 - -

Jumlah 631 100%

Sumber: Data Statistik Kantor Kelurahan Sidiangkat Tahun 2011 Dari tabel 4.1 diatas tingkat pendidikan di kelurahan Sidiangkat umumnya tamatan diploma sebanyak 29.4 % dan SMA sebanyak 26,6%. Dari pemaparan sangat banyak masyarakat yang hanya berpindidikan sampai SMP dengan persentase 21,5 % dan SD sebanyak 19,4 % saja, bahkan ada beberapa yang tidak pernah mengecap pendidikan sebanyak 0,4 %. Dari tabel diatas terlihat pendidikan di kelurahan sidiangkat masih rendah.

Tidak ada data dari kelurahan yang menggambarkan tingkat pendidikan perempuan dan laki-laki. Selama penelitian dan hasil wawancara, dalam setiap keluarga lebih diutamakan adalah anak laki dengan alasan karena anak laki-lakilah sebagai penerus keluarga.


(37)

Tabel 4.2 Agama Penduduk di Kelurahan Sidiangkat Tahun 2011 Agama yang dianut masyarakat umumnya adalah agama modren. Seperti agama islam, khatolik, protestan dan budha. Berikut ini adalah persentase agama yang dianut masyarakat di kelurahan Sidiangkat:

No Agama Frekuensi Persentase 1 Islam 1500 49.358 2 Protestan 1305 42.941 3 Katholik 231 7.601

4 Budha 3 0.098

Jumlah 3039 100

Sumber: Data statistik kantor kelurahan sidiangkat tahun 2011

Dari tabel 4.2 diatas terlihat bahwa masyarakat etnis Pakpak kelurahan Sidiangkat umumnya menganut agama Islam terlihat dengan persentase 49.3 %, agama protestan sebanyak 42,9 %, agama katholik sebanyak 7,6 % dan agama minoritas adalah agama budha dengan persentase 0,09 %. Selama observasi dan wawancara rumah ibadah agama islam terdapat 3 mesjid dan 1 musholla. Gereja terdapat 3 buah yaitu gereja PENTAKOSTA, gereja HKBP dan gereja GKPP. 4.1.4 Mata Pencaharian Penduduk Dikelurahan Sidiangkat

Hasil pertanian merupakan sumber penghidupan pokok bagi penduduk Sidiangkat. Hampir setiap masyarakat terlibat mengelola lahan pertanian seperti berladang, berkebun, menggarap sawah. Hasil pertanian dominan dari penduduk kelurahan Sidiangkat adalah kopi ateng, sayur-sayuran dan jeruk. Hampir setiap keluarga memiliki kebun kopi meski bukan pekerjaan pokok bertani. Pegawai negeri juga ikut bertani guna menambah pemasukan bagi keluarga. Hasil


(38)

pertanian seperti sayur-sayuran, jagung dan lainnya dibawa ke pasar bila hari pekan (ari onan) untuk dijual, sedangkan kopi dan jeruk langsung dibeli oleh para agen pengumpul dan akan di jemput oleh agen besar.

Harga-harga hasil pertanian juga tergantung pada pasar dan agen pengumpul. Jika hasil pertanian melimpah dan banyak dapat dipastikan harga akan sangat rendah dan sebaliknya. Masyarakat tergantung pada harga yang ditetapkan oleh para tengkulak. Seperti yang diungkapkan informan berikut ini:

“mella ombas kopi marang suan-suan diri hargana pasti mlukah, mella cituk

lumayan maharga. I pe oda jelas. Karina i tergantung kan tokke nai ngo oe(A br

Padang,41 tahun,perempuan)

Artinya: kalau kopi panen atau tanaman lainnya sedang panen raya pasti murah, kalau hasil pertanian sedikit lumayan mahal. Itu juga belum tentu. Semua itu tergantung harga dari toke.

Dari hasil observasi Cara bercocok tanaman masyarakat masih bersifat manual dan tidak ada teknik khusus dalam penggarapan lahan pertanian dan perawatan pertanian. Hanya berdasarkan pengalaman semata, sehingga tingkat ekonomi penduduk Sidiangkat masih sangat rendah.

Selama di observasi dilapangan terlihat yang bekerja di ladang dominan adalah para perempuan khususnya ibu-ibu. Ibu-ibu berkumpul dan bergotong royong untuk menyelesaikan satu pekerjaan di kebun temannya atau miliknya sendiri. Apabila satu lahan telah selesai maka berlanjut ke ladang teman berikutnya sampai pada gilirannya, biasanya masyarakat setempat menyebut kegiatan ini adalah “urup-urupen” yang artinya “saling membantu”


(39)

tidak pernah bekerja dan sangat jarang datang memberikan penyuluhan bagi masyarakat. Bahkan banyak masyarakat tidak mengetahui bahwa ada penyuluh di daerah tersebut.

4.1.5 Pola Pemukiman

Masyarakat Sidiangkat mengenal sistem kesatuan hidup yang disebut dengan kuta atau istilah sekarang sering disebut dengan perkampungan, yang merupakan tempat atau lokasi masyarakat mendirikan tempat tinggal menetap yang disebut dengan sapo, kuta atau lokasi perkampungan merupakan tempat masyarakat Pakpak untuk beristirahat disaat mereka telah selesai melaksanakan aktivitas sehari-hari. Sapo merupakan tempat keluarga inti yang terdiri dari ayah,ibu dan anaknya.

4.1.6 Sarana dan Prasarana 4.1.6.1 Sarana Pendidikan

Sarana pendidikan merupakan sarana pokok yang harus diperhatikan oleh setiap masyarakat untuk meningkatkan sumber daya manusia yang handal pada masyarakat etnik pakpak karena tingkat pendidikan akan mementukan masa depan. Tabel berikut menggambarkan lembaga pendidikan yang ada di kelurahan Sidiangkat.


(40)

Tabel 4.3 Sarana Pendidikan Di Kelurahan Sidiangkat Tahun 2011

Sumber: Data Statistik Kantor Kelurahan Sidiangkat tahun 2011 Sarana pendidikan SD negeri terdapat 2 buah dan 1 Madrasah Ibtida’iah . SD negeri ini terdapat di lingkuan 5 dan SD yang satu lagi terdapat di kuta Batu Kapur. Pada umumnya anak-anak berjalan kaki beramai-ramai untuk bersekolah setiap harinya dan ada satu pesantren untuk tingkatan SD (Ibtida’iah), SMP ( Muhammadiyah) dan SMA (Aliyah). Ibtida’iah, Muhammadiyah dan Aliyah berada dalam satu pemondokan. Umumnya siswanya berasal dari luar daerah, dan sangat jarang penduduk Sidiangkat bersekolah disana. Mereka lebih memilih bersekolah di kecamatan yang jaraknya lebih jauh, dengan alasan mutu pendidikan disana kurang baik dan tidak bisa untuk umum. Anak-anak yang bersekolah ke kota Sidikalang biasanya menggunakan transportasi umum yang biasa disebut sudako.

Kondisi bangunan Sekolah Dasar Inpres sudah sangat memadai dengan gedung sekolah yang permanen dibangun diatas lahan seluas satu hektar dengan sarana perpustakaan dan tenaga Guru-guru yang cukup banyak untuk kelancaran Lembaga pendidikan Frekuensi Persentase

TK/ PAUD 2 unit 28.571

SD/sederajat 3 unit 42.857

SLTA/sederajat 1 unit 14.285

SLTA/ sederajat 1 unit 14.285


(41)

buruk dibuktikan bangunan terbuat dari kayu yang sudah sangat rusak dan atap yang bocor dan siswanya banyak yang sakit kudis (gatal-gatal) itu sebabnya penduduk asli tidak berkenan menyekolahkan anaknya di pesantren tersebut. 4.1.6.2 Sarana Ibadah

Kelurahan Sidiangkat menyediakan rumah ibadah bagi umatnya. Sarana ibadah umat Islam terdapat 4 buah yaitu 3 mesjid dan 1 musholla. Masing-masing mesjid terdapat di kuta Padang, kuta Delleng Amal, dan mesjid pesantren dan musholla terdapat di daerah Puncak sidiangkat. Sedangkan gereja terdapat 3 yaitu gereja HKBP terdapat di kuta Barisan, GKPP di delleng amal, gereja PENTAKOSTA di Sidiangkat pesantren. Selama observasi Ibu-ibu yang beragama Islam biasanya seminggu sekali mengadakan pengajian atau perwiritan. Pengajian dilakukan di rumah anggota dari ibu-ibu perwiritan dan akan mendapat giliran masing-masing untuk menjadi tuan rumah. Pengajian ibu-ibu dilakukan sore hari di akhir pekan. Ada juga pengajian bapak-bapak yang beragama Islam. Kegiatan ini hampir sama seperti yang dilakukan ibu-ibu, hanya saja pengajian bapak-bapak diadakan pada malam hari.

Sedangkan ibu-ibu untuk agama kristen ada yang melakukan perkumpulan setiap hari kamis dan hari minggu. Mereka melakukan kegiatan kerohanian baik di gereja maupun di rumah anggota perkumpulan. Hal tersebut dilakukan secara bergiliran dirumah setiap anggota juga.

4.1.6.3 Sarana Kesehatan

Sarana Kesehatan yang ada di desa kelurahan sidiangkat terdapat 1 buah puskesmas dan terdapat dua Bidan yang dibiayai oleh pemerintah kabupaten Sidikalang dan satu Bidan tinggal di puskesmas tersebut, sedangkan satu lagi


(42)

tinggal di tempat yang tidak jauh dari puskesmas dia tinggal bersama keluarganya.kedua bidan tersebut bukan dari etnis Pakpak tetapi suku Jawa dan menikah dengan lelaki dari etnis Pakpak setempat.

4.1.6.4 Sarana Transportasi

Sarana transportasi untuk ke daerah ini umumnya masyarakat menggunakan angkutan umum yang sering disebut masyarakat setempat adalah sudako dan becak. Banyak juga masyarakat yang memiliki transportasi pribadi seperti sepeda motor. Selama observasi penumpang di sudako umumnya adalah para perempuan sedangkan laki-laki lebih banyak menggunakan sepeda motor.

4.1.7 Latar Belakang Sosial Budaya 4.1.7.1 Bahasa

Bahasa yang digunakan masyarakat desa ini dalam kehidupan sehari-hari adalah bahasa Pakpak hanya sebagian kecil yang memakai bahasa Batak Toba. Bahasa Pakpak digunakan oleh setiap masyarakat dalam pergaulan sehari-hari untuk berkomunikasi, anak-anak juga sudah diajarkan oleh orang tuanya untuk mengunakan bahasa Pakpak dengan baik dan benar dalam pergaulan mereka dilingkungan keluarga maupun dilingkungan bermain mereka.

Lain halnya dengan bahasa Indonesia hanya digunakan oleh anak-anak usia sekolah di tempat menimba ilmu saja, Dalam bahasa pengantardalam antor kelurahan Sidiangkat diwajibkan untuk memakai bahasa Indonesia meski demikian banyak juga para pegawai yang memakai bahasa Pakpak atau Bahasa Toba dalam percakapan dinas.


(43)

ada. Hanya apabila etnis pakpak jika ingin berbicara dengan suadara atau sanak famili disarankan memakai sebutan yang ada di dalam bahasa Pakpak ada misal: paman (puhun), nampuhun (istri paman),turang, nantonga dan lain-lain. Hal ini biasa disebut dengan “tutur”. Meski berbahasa Indonesia tetapi penggunakan tutur tetap memakai bahasa Pakpak.

4.1.7.2 Seni

Untuk upacara kematian maupun perkawinan masyarakat Pakpak dikelurahan ini sering memakai alat musik tradisional yaitu Genderang tetapi pengrajin asli genderang di Sidiangkat ini sudah tidak ada lagi, dikarenakan para pengrajin dahulu tidak mewariskan kepada anak- anaknya.

Genderang yang dipakai adalah genderang yang di sewa atau dipinjam dari luar kelurahan sidiangkat. Selain genderang masyarakat juga sering menggunakan keyboard sebagai pengiring dalam acara adat. Dalam kesenian perempuan umumnya sebagai penari dan penyanyi, sedangkan yang memainkan alat musik adalah laki-laki. Sangat sulit ditemukan perempuan yang ahli dalam memainkan musik.

Bentuk asli rumah adat Pakpak tidak ada lagi di jumpai di kelurahan ini karena seiring berkembangnya kemajuan teknologi masyarakat sudah membuat rumah dengan arsitektur rumah modern

4.1.6.3 Religi

Walaupun di kelurahan Sidiangkat sudah menganut agama modern seperti agama Kristen dan Islam, namun masyarakat desa masih mempunyai keyakinan terhadap kekuatan gaib yang dapat menyuburkan padi yang beserta kekuatan yang


(44)

lain.

Masyarakat juga percaya akan adanya jimat dalam bahasa setempat disebut Tabas-tabas yaitu adanya suatu kekuatan supranatural atau gaib yang dapat melindungi orang dari hal-hal yang dapat membahayakan jiwa atau menghalangi orang lain yang ingin berbuat jahat sama orang tersebut dibuktikan dengan adanya beberapa orang di desa ini yang masih memegang jimat untuk melindungi diri dan juga untuk mengobati orang lain yang terkena Guna-guna.

Laki-laki dan perempuan ada yang menggunakan jimat tersebut. Umumnya orang yang bertindak sebagai dukun adalah laki-laki, meski ada perempuan tetapi sangat sedikit.

4.1.7 Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan pada masyarakat Pakpak berdasarkan adanya pertalian darah yang ditarik menurut garis keturunan ayah (Geonologis Patrilineal) dan pertalian perkawinan pihak pemberi gadis (Peranak) dan pihak penerima gadis (Berru). Jadi setiap Laki-laki dan perempuan pakpak akan menarik garis keturunan melalui garis ayah dengan memakai marga ayah. Maka anak perempuan harus kawin dengan marga lain, karena dalam masyarakat Pakpak tidak diperbolehkan untuk kawin dengan satu marga.

Sistem kekerabatan terkecil pada masyarakat pakpak disebut “Sapo” yang merupakan satu keluarga inti (Nuclear Family) terdiri dari Bapa (ayah), Inang

(ibu), dan Dukak (anak-anak) yang belum menikah baik anak laki-laki dan anak perempuan, sedangkan kelompok kekerabatan yang lebih luas (Keluarga luas / Extended Family) dari Sapo adalah Sada Bapa, yaitu kelompok yang terdiri dari


(45)

ayah, ibu dan anak-anak laki-laki yang telah menikah dan tinggal satu rumah dengan kedua orang tuanya. Kelompok yang lebih luas dari sada bapa adalah

Sada Empung (Satu Kakek /Nenek) kelompok kekerabatan yang terdiri dari

keluarga-keluarga beberapa anak laki-laki yang satu sama lain paralel cousin. Anggota-anggota sapo yang sama sehingga dalam kegiatan upacara adat kematian maupun perkawinan anggota dari Sada Empung ini saling membantu, sedangkan dari luarsada empung tidak memiliki rasa saling tolong menolong satu sama lain.

Keluarga batih atau keluarga inti merupakan kesatuan adat dan kesatuan ekonomi, dalam masyarakat pakpak kaum laki-laki lebih diutamakan pendidikannya dan dituntut untuk lebih bertanggung jawab dalam usaha perekonomian, hubungan pemerintahan dan kemasyarakatan. Sedangkan kaum perempuan disamping bertugas untuk mengurus rumah tangga dan juga membantu suami dalam pemenuhan kebutuhan keluarga. Pada masyarakat pakpak kedudukan kaum laki-laki sangat penting dalam sistem kekerabatan penempatan laki-laki pada tempat yang penting, karena anak laki-laki sebagai penerus keturunan dan pewaris harta.

Pada masyarakat Pakpak yang menjadi struktur kekerabatan dalam masyarakat ada pihak yang di sebut dengan “Sulang Silima” (Lima kekerabatan yang saling membantu ). Sulang Silima adalah lima kekerabatan fungsional adat masyarakat pakpak yang termasuk didalamnya adalah

a. Peranak (Daholi) yaitu :Kelompok keluarga dari istri dan

saudara-saudaranya (kelompok pemberi anak gadis).

b. Sibeltek Situaen yaitu :Saudara semarga anak pertama.


(46)

d. Sibeltek siampunen yaitu : Saudara satu marga yang paling bungsu.

e. Berru yaitu : Pihak atau golongan penerima anak gadis.

Kelima pihak ini disebut dengan ( Lima kelompok kekerabatan yang saling membantu). Demikian juga dalam pelaksanaan upacara adat kelima unsur ini harus hadir dan berperan sesuai kedudukan masing-masing. Tanpa kehadiran salah satu dari kelompok ini mengakibatkan suatu pesta upacara adat perkawinan maupun upacara kematian (kerja njahat) tidak dapat dilaksanakan secara sempurna. Dalam setiap upacara peran perempuan sangatlah penting meski peran perempuan hanya di belakang atau di bagian dapur. Setiap kegiatan upacara baik upacara perkawinan atau kematian perempuan harus duduk dibagian belakang dari para kula-kulanya dan laki-laki harus duduk dibagian depan.

4.1.8 Organisasi Sosial

Organisasi sosial yang masyarakat Sidiangkat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu : Organisasi sosial yang bersifat formal dan non formal. Organisasi formal seperti PKK organisasi persatuan para ibu-ibu yang mengadakan kegiatan yang sudah terencana dan mempunyai tujuan untuk memberikan pembinaan maupun pelatihan sebagai suatu pengembangan potensi bagi para ibu untuk dapat terampil menghadapi masalah yang berkaitan dengan masalah kesejahtraan keluarga.

Organisasi non formal yaitu: STM (Serikat tolong menolong), organisasi STM ini bertujuan untuk meningkatkan rasa persaudaraan antar anggota masyarakat. Anggota STM ini seluruhnya adalah masyarakat seluruhnya tanpa terkecuali. Kegiatan STM dilakukan pada saat adanya peristiwa yang terjadi


(47)

diantara anggota, seperti pesta pernikahan upacara kematian, dan sebagainya. Masyarakat desa yang menjadi anggota STM akan membantu secara bergotong royong seperti menyiapkan makanan pesta yang dikerjakan para Ibu- ibu dan mengambil kayu bakar, memasang tenda dan memotong hewan sebagai lauk pesta dilakukan oleh kaum Bapak, serta adanya sumbangan beras yang wajib diberikan oleh setiap kepala kepada yang mengadakan pesta tersebut. Selain STM diatas ini juga terdapat organisasi Simatah Daging yaitu organisasi pemuda-pemudi Gereja generasi muda Pakpak yang diawasi oleh penetua Gereja, juga adanya arisan Ibu-ibu satu Gereja, arisan satu marga. Sedangkan untuk umat muslim terdapat organisasi muda-mudi mesjid, perwiritan ibu-ibu dan perwiritan kaum bapak-bapak. Umat Muslim juga melakukan kegiatan bila ada hari raya besar umat muslim dan solat jumat setiap hari jumat bagi kaum laki-laki.

4.2 Profil Informan

4.2.1 Keluarga Ibu M br Angkat dan Bapak P.Berutu

Ibu M br Angkat perempuan berusia 55 tahun. Suami informan adalah bapak P. Berutu berusia 54 tahun dan mereka bekerja sebagai petani. Informan dilahirkan dari pasangan bapak Sy. Angkat dan ibu Sm. Padang. Orang tua dari ibu M.br Angkat dulu orang yang terpandang di kelurahan Sidiangkat. Orang tua informan adalah seorang Raja Tanoh (tuan tanah). Informan memiliki 4 orang saudara, 3 orang laki-laki dan 1 orang perempuanan. Informan merupakan penduduk asli Sidiangkat, dia lahir dan dibesarkan di kelurahan ini. Ketiga saudara laki-laki informan dulu masing-masing tamatan SMA dan sekarang


(48)

bekerja sebagai PNS. Salah satu dari saudara perempuannya tamat SMP dan juga bekerja sebagai petani.

Bapak Sy yang merupakan orang tua laki-laki informan yang sudah lama meninggal, ketika itu informan masih berusia 19 tahun sedangkan ibu nya meninggal 3 tahun yang lalu. Semenjak ayah informan meninggal, informan membantu ibu informan untuk mencari nafkah keluarga. Ibu informan menghabiskan sisa usianya di rumah anak perempuannya yaitu dirumah ibu M. Angkat. Anak perempuannya lah yang merawat orang tua mereka. Menurut informan ibu Sm (orang tua perempuan) tidak senang di rumah anak laki-lakinya karena dia tidak nyaman dengan menantunya. Padahal menurut adat pakpak merawat orang tua jika sudah tua merupakan kewajiban anak laki-laki. Khususnya anak laki-laki paling bungsu.

Ketika kedua orang tua dari informan meninggal maka dilakukanlah pembagian warisan. Menurut pengakuan informan terjadi ketimpangan dimana dia tidak memiliki hak yang sama dengan saudara laki-lakinya dan pembagian jauh dari adil baik secara adat maupun agama. Ibu M dan saudara perempuannya hanya mendapat pakeen (pakaian orang tua), dan 2 petak tanah hasil pemberian dari saudara laki-lakinya. Perhiasan orang tua juga diambil anak laki-laki. Sedangkan dukak situan (saudara laki-laki tertuanya) mendapatkan 15 petak tanah, dan siampun-ampun (anak laki-laki paling kecil) mendapatkan 14 petak tanah beserta rumah peninggalan orang tua beserta isi (peralatan dapur, kursi, dll), sedangkan dukak penengah ( anak laki-laki tengah) mendapatkan 14 petak tanah.


(49)

Dulu sewaktu orang tua masih hidup anak laki-laki yang sudah berkeluarga ini, saudara laki-lakinya juga sering meminta keluarga agar menjual sebagian tanah warisan untuk modal usaha menantunya yang sering bangkrut, untuk membangun rumahnya,untuk membayar hutang, sedangkan ibu M dan saudara perempuannya hanya bisa menasihati dan tidak bisa berbuat banyak karena saudara laki-laki adalah kula-kula yang harus dihormati.

Hasil pernikahan informan dengan suaminya mereka memiliki anak 4 orang anak. Dua orang anak laki-laki dan dua orang anak perempuan. Ke 4 anak dari pasangan ibu M angkat dan bapak P berutu ini masing-masing sudah menikah dan jumlah keseluruhan cucu mereka sebanyak 7 orang. Ibu M.angkat menyekolahkan anak laki-lakinya sampai ke perguruan tinggi di salah satu Universitas Negeri Di Medan. Anak laki-lakinya tamatan Sarjana dan sekarang kedua anak laki-laki tersebut bekerja sebagai PNS sedangkan anak perempuan informan hanya tamatan SMA saja dan bekerja sebagai petani dan satu lagi sebagai wiraswasta.

Anak laki-laki tertua ibu informan bernama A. Berutu dan anak bungsu laki-laki bernama P Berutu. Anak perempuan bernama Diah Berutu dan Siti Berutu. Diah berutu tamatan Madrasah Aliyah Negeri di Sidikalang dan Siti berutu tamatan SMA negeri di Sidikalang. Menurut pengakuan Diah, dia dululunya ingin melanjut ke perguruan tinggi seperti abangnya. Sewaktu itu kedua abangnya masih berkuliah dan dengan alasan ekonomi orang tua pada saat itu tidak baik maka diah harus mengalah dan mengurungkan niatnya agar abang informan bisa tetap kuliah. Dan hal tersebut disusul oleh Siti adik paling bungsu. Setelah tamat SMA Siti tidak melanjutkan ke perguruan tinggi karna alasan yang


(50)

sama. Akhirnya Diah dan Siti membanting tulang ke ladang guna membantu orang tua mencari nafkah untuk keluarga dan biaya kuliah untuk saudara laki-lakinya.

Menurut pengakuan dari Diah ayahnya pernah berkata kalau anak perempuan itu tidak masalah jika harus tamat SMA saja, karena nantinya akan ikut suami, mengurus marga orang lain sedangkan, kalau anak laki-laki itu sangat penting karena nantinya akan membawa martabat keluarga, penerus marga, kepala keluarga dan nantinya adalah sebagai tempat menjaga keluarga. Jadi harus pintar agar tidak ditipu oleh orang lain.

Untuk mendapatkan kesempatan kerja ibu M masih mengutamakan anak laki-lakinya untuk menjadi PNS. Terbukti kedua anak laki-laki ibu M menjadi PNS. Sekarang diah dan saudara-saudaranya belum mendapatkan warisan karena di adat pakpak sesuatu yang tabu jika melakukan pembagian warisan apabila kedua orang tua masih hidup.

4.2.2 Keluarga Bapak A. Limbong dan Ibu W. Angkat.

Bapak A limbong berusia 50 tahun dan ibu W. Angkat perempuan berusia 45 tahun. Sehari-hari pekerjaan suami istri ini adalah petani. Rumah dari keluarga ini terlihat sangat sederhana. Rumah yang terlihat tua tersebut adalah rumah warisan dari orang tua dari informan. Informan anak laki-laki paling bungsu dari keluarganya.

Menurut pengakuan informan orang tuanya adalah pendatang, sedangkan bapak A.limbong sejak lahir sudah berada di kelurahan Sidiangkat dan menikah dengan ibu W. Angkat mengenai harta warisan informan mendapatkan rumah


(51)

beserta isi dan 4 petak tanah ladang dan 1 sawah, sedangkan kedua saudara perempuannya mendapatkan 1 petak tanah.

Tanah warisan yang 4 petak (jumlah keseluruhan lebih kurang 1 hektar) tersebutlah dikelola informan untuk menafkahi keluarganya. Di ladang informan menanam kopi ateng sayur-sayuran, terung belanda dan disawah informan menanam padi. Sedangkan dari istrinya ia tidak mendapatkan harta berupa tanah sedikitpun, hanya mendapatkan baju dari orang tua dan beberapa oles dan mandar

(sarung) menurut informan istrinya dulu keluarga yang miskin juga, tanah warisan hanya cukup untuk saudara laki-laki dari istrinya.

Bapak A.Limbong pendidikan terakhir SMEA sedangkan istrinya sendiri hanya tamat SD. Menurut informan pendidikan istri yang rendah mengakibatkan kewalahan istri dalam mendidik anak, sedangkan suami ketika sudah lelah dari ladang sudah tidak bisa mengajari anak-anaknya lagi. Mereka memiliki anak 6 orang anak, 3 sudah menikah dan 2 masih bersekolah dan 1 anak mereka menganggur tamat SMP dan tinggal bersama dirumah dan sehari-hari keladang membantu orang tua.

Menurut informan anak perempuannya jauh lebih telaten dan rajin dalam keluarga. Anak perempuannya sepulang sekolah langsung keladang membantu mereka bekerja dan pulang dari ladang anak perempuan langsung membagi tugas untuk memasak, memcuci da membenahi isi rumah. Sedangkan anak laki-laki mereka sangat malas jika disuruh keladang, lebih suka bersama teman-temannya di kedai kopi.

Kalau di perintahkan keladang pasti paling telat datang dan selalu ingin lebih dahulu pulang. Anak laki-laki tidak betah membantu orang tuannya


(52)

diladang. Sepulang dari ladang anak laki-lakinya pasti menonton atau langsung bermain kembali bersama teman-temannya. Datang kerumah hanya tiba waktu untuk makan saja. Menurut bapak A. Limbong anak perempuan jauh lebih penurut dan tidak membantah seperti anak laki-laki.

4.2.3 Keluarga Bapak M. Sinamo dan Ibu U. Angkat.

Bapak M. Sinamo laki-laki yang berusia 45 tahun dan sehari-hari bekerja sebagai pegawai negeri. Informan sehari-hari bekerja mengajar murid- murid di SD salah satu sekolah di Sidikalang. Kampung asli informan adalah di daerah Pakpak Bharat. Informan tinggal di tempat ini sejak ditugaskan bekerja di kelurahan ini dan menikah dengan ibu U.br angkat yang merupakan penduduk asli di Kelurahan Sidiangkat ini.

Ibu U perempuan yang berusia 40 tahun dan memiliki 3 orang anak hasil dari perkawinannya dengan bapak M Sinamo. Informan adalah perempuan yang sehari-hari bekerja diladang, diladang informan menanam kopi dan sayuran, cabai, guna menambah perekonomian keluarga karena gaji dari bapak M sinamo yang bekerja sebagai guru tidak cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menyekolahkan anak. Apalagi menurut pengakuan ibu U gaji suami informan sudah sebagian ke bank guna membayar hutang-hutang yang diakibatkan oleh suami informan yaitu untuk membayar hutang judi suaminya. Keluarga ini memiliki 3 orang anak, 2 orang anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan.

Anak tertua dari pasangan ini sudah tidak bersekolah lagi setelah tamat SMK. Sekarang anak laki-laki sulung ini bekerja di salah satu bengkel yang tidak jauh dari rumah mereka. Selain sewaktu itu keadaan ekonomi orang tua yang


(53)

sangat buruk anak sulung tersebut juga sudah malas sekolah dan memutuskan untuk bekerja saja. Anak ini sampai sekarang belum berkeluarga. Penghasilannya hanya cukup untuk biaya rokok dan bergaul pada teman-temannya. Sedangkan makan masih tetap ditanggung oleh keluarga.

Anak kedua dari pasangan ini adalah perempuan berusia 25 tahun bernama Rasidah , informan dulu ingin bersekolah tetapi keadaan ibu U pada saat itu sedang tidak baik, ibu U dulu sering sakit-sakitan kata dokter ibu U dulu mengidap penyakit TBC. Dulu sebelumnya penyakit dari ibu informan dianggap terkena guna-guna. Banyak biaya keluar untuk pergi ke orang pintar yang satu dan yang lainnya.

Anak perempuan mereka inilah yang mengurusi ibu mereka selama sakit dan mengubur dalam-dalam impiannya untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Selain mengurus ibu anak perempuan ini juga keladang membantu perekonomian keluarga karena gaji ayah mereka tidak cukup dan selalu untuk membayar hutang-hutang saja. Kedua saudara laki-lakinya tidak telaten mengurus rumah tangga dan ibunya. Apalagi sewaktu itu rasidah memiliki adik laki-laki yang masih bersekolah di bangku SMP sehingga membuat rasidah tidak tega untuk meninggalkan rumah.

Sekarang ibu U sudah sembuh seperti semula tetapi Rasidah tetap tidak melanjutkan sekolah karena sekarang merasa sudah tua dan minder nanti seandainya kuliah. Diusia 25 tahun terlihat rasidah sangat tua dari usianya seperti wanita 30 tahun lebih. Kerasnya kehidupan dan menjadi tulang punggung keluarga mengakibatkan tekanan pada rasidah.


(54)

Anak ketiga adalah Anto laki-laki berusia 18 tahun baru saja tamat SMA. Anto belum melanjutkan pendidikan. Sewaktu SNPTN Anto kalah dan memutuskan untuk menganggur setahun dulu. Sehari-hari Anton ikut rasidah keladang itupun kalau Anton mau apabila dipaksa keladang setiap hari anton sering marah-marah dan mengamuk dan malam harinya tidak akan tidur dirumah dan menginap dirumah temannya. Dan membuat beban bagi keluarga karena harus mencarinya. Menurut Rasidah yang sebagai tulang punggung keluarga akan memperjuangkan agar Anton tetap Sekolah supaya ada yang kuliah dan bisa menjadi pegawai dan bisa nantinya membanggakan keluarga, bisa menjadi kepala keluarga yang baik dan mengangkat martabat keluarga .

4.2.4 Ibu A Padang

Ibu A br Padang perempuan berusia 41 tahun. Informan dulu menikah dengan bapak N. Kabeaken (alm). Informan ini sudah cukup lama tinggal di Sidiangkat. Informan lahir di desa Sidiangkat tahun 1970 di Kuta Padang Kelurahan Sidiangkat Kabupaten Dairi. Pendidikan terakhir informan hanya sampai SMP saja. Informan adalah seorang janda dengan 5 orang anak. Anak pertama perempuan berusia 25 tahun, anak kedua perempuan berusia 21 tahun, anak ketiga perempuan berusia15 tahun, anak keempat perempuan berusia 13 tahun dan yang paling bungsu laki-laki berusia 10 tahun. Suami informan meninggal ketika si bungsu masih berumur 5 bulan. Almarhum meninggal diakibatkan kecelakaan bus yang di tumpangi jatuh ke jurang sewaktu informan ingin ke Aceh Singkil untuk mencari “Wallet”

Sehari-hari informan bekerja di ladang untuk mencari nafkah dan dibantu oleh anak perempuannya. Anak perempuan yang masih bersekolah membantu


(55)

orang tuanya sepulang sekolah. Selama menjawab pertanyaan informan terlihat sangat antusias meski terlihat wajah kelelahan, informan baru saja pulang dari ladang padahal waktu sudah menunjukkan 18.45 . Sepulang dari ladang informan langsung mandi di sungai yang dekat dengan kebunnya. Pulang dari kebun informan terlihat membawa biji kopi yang belum dikupas kulitnya, dijunjung di atas kepalanya dan terlihat ember di tangan kanannya membawa kain basah sedangkan anak perempuannya terlihat membawa biji kopi di di goni dan ember di tangan kiri yang berisi sayur-sayuran untuk makan malam nanti. Ternyata sebelum keladang mereka membawa pakaian kotor dan sepulang dari ladang mereka menyempatkan mencuci dan mandi di sungai. Sesampai di rumah anak perempuan langsung membereskan rumah dan memasak. Tidak terlihat anak laki-laki informan, menurut pengakuan informan anak laki-laki-laki-lakinya sepulang sekolah langsung les bahasa inggris dan matematika ke kota. Dan sampai sekarang belum pulang.

Anak perempuan pertama informan bernama Intan. Intan sempat dahulu kuliah di Medan sampai semester 2 (dua) tapi semanjak ayah mereka meninggal Intan tidak mau lagi kuliah. Menurut informan, Intan merasa semenjak kepergian ayahanda keadaaan ekonomi keluarga semakin terpuruk . Anak perempuan kedua juga seperti kakaknya tidak bersekolah ke perguruan tinggi memutuskan membantu ibu saja. Adik mereka masih banyak yang kecil dan butuh bimbingan merupakan salah satu alasan mereka. Anak perempuan yang ketiga dan keempat sampai saat ini masih bersekolah di SMA dan satu lagi di SMP sedangkan anak laki-laki paling bungsu masih SD. Menurut ibu A. Padang apapun akan dilakukan agar anaknya laki-laki satu-satunya sampai pada cita-citanya karena


(56)

nanti dia yang akan menggantikan bapaknya sehingga bisa mengangkat martabat keluarga.

Mereka tidak mendapatkan sedikitpun warisan dari keluarga ayah, semenjak ayah mereka meninnggal harta warisan dikuasai penuh oleh saudara laki-laki tertua dan paling bungsu dari keluarga ayah. Tidak diketahui kenapa alasan mereka tidak mendapatkan harta sedikitpun. Menurut ibu A. Padang seandainya suaminya masih hidup pasti mereka masih dihargai dan mendapatkan warisan. Dari orang tua ibu A. Padang sendiri informan tidak mendapatkan harta selain oles dan pakeen (pakaian) dari ibunya saja.

Semenjak itu informan harus bekerja keras untuk memenuhi nafkah bagi anak-anaknya dan dibantu oleh anak perempuannya. Ia mengolah tanah hasil yang mereka beli dulu bersama almarhum suaminya. Menurut Ibu A.padang tanah tersebut tidak terlalu luas tapi cukup untuk menanam kopi “sigalar utang”. Informan mengatakan kopi sigalar utang artinya cukup untuk melunasi hutang-hutang di warung. Sebelum kopi panen mereka bisa mengutang dulu pada toke (agen) atau warung yang dekat dengan rumah, karena 2 minggu sekali pasti mereka panen kopi dan hasilnya cukup untuk melunasi hutang dan makan sehari-hari.

4.2.5. Keluarga Bapak M. Bancin

Bapak M Bancin adalah seorang pria yang berusia 45 tahun. Istri informan adalah ibu N Berutu berusia 40 tahun.Informan lahir tahun 1966 dan tinggal di Sidiangkat sejak kecil. Pendidikan terakhir informan adalah Sarjana Pertanian dari salah satu Universitas di Medan. Sekarang informan bekerja sebagai PNS di


(57)

Pemko sidikalang. Istri informan dan merupakan seorang guru SD di salah satu sekolah dasar di Sidikalang. Terlihat kehidupan mereka yang cukup baik dan keadaan ekonomi yang lumayan baik. Pasangan ini memiliki 3 orang anak 2 anak perempuan dan 1 anak laki-laki. Ketiga anak-anak mereka masih bersekolah.

Informan adalah anak laki-laki paling bungsu dalam keluarganya. Semenjak kedua orangtuanya meninggal ia mendapatkan rumah tempat tinggal orang tuannya, perhiasaan, perlengkapan dapur peninggalan orang tuannya beserta isi perabot rumah dan tanah warisan. Menurut bapak informan sewaktu melakukan pembagian warisan informan hanya berdiskusi dengan para kula-kula (saudara laki-laki) dan pengetuai kuta (tetua dikampung) apa yang akan mereka dapat dan apa yang akan mereka berikan pada kelompok berru. Disepakati bahwa anak laki-laki mendapat bahagian tanah jauh lebih banyak dibanding berru (anak perempuan). Dalam diskusi pembagian warisan anak perempuan hanya duduk dan tidak dapat berkomentar banyak.

Anak perempuan mendapat rading berru berupa pakaian, perhiasan, dan tanah 2 petak tanah masing-masing perempuan, sedangkan anak laki-laki mendapatkan; anak laki-laki tertua mendapat tanah, perhiasan dan tanah 10 petak (termasuk sawah), sedangkan anak laki-laki paling bungsu mendapatkan tanah 10 petak, perhiasan, rumah beserta isi. Anak laki-laki paling bungsu mendapatkan rumah karna secara adat nantinya orang tua mereka akan tinggal dengan anak laki-laki paling bungsu, tetapi menurut bapak M. Bancin orang tuannya tinggal di tempat berru ( berpindah-berpindah di antara rumah anak perempuannya). Ketika orang tua mereka sudah meninggal di bawa kerumah anak laki-laki agar tidak


(58)

membuat malu jika nantinya meninggal di rumah anak perempuan. Upacara adat dilakukan dirumah anak laki-laki paling bungsu.

Informan memiliki 4 orang bersaudara. Anak pertama adalah perempuan bernama S seorang petani, anak kedua adalah perempuan bernama D seorang petani , anak ke tiga adalah bapak Z seorang pegawai negeri sipil, dan yang terakhir adalah bapak M Bancin sebagai anak bungsu. Bapak M bancin tidak menampik bahwa saudara perempuannya cukup banyak berkorban dalam pendidikan dan membantunya dalam merawat orang tuannya. Dulu kakak informan membantu orang tua mereka ke ladang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sedangkan anak laki-laki keduannya kuliah di Medan.

4.3 Posisi Perempuan Pakpak Dalam Sistem Kekerabatan.

Dalam sistem kekerabatan Pakpak kedudukan anak laki-laki lebih tinggi dibanding dengan anak perempuan. Hal ini dapat ditinjau dari beberapa aspek,

Pertama, karena laki-laki berperan sebagai penerus marga atau klen

(patrineal);

Kedua, laki-laki berperan sebagai penanggung jawab keluarga (fakta

dilapangan relatif)

Ketiga, laki-laki berperan sebagai ahli waris utama peninggalan harta,

terutama harta pusaka.

Keempat, laki-laki berperan utama dalam dalam aktifitas adat dan wakil

keluarga dalam setiap aktifitas adat.

Anak perempuan walaupun memakai marga ayahnya, setelah kawin akan ikut suami dan anak-anak yang dilahirkanpun memakai marga lain sesuai dengan


(59)

marga suaminya bukan marga ayahnya. Akibatnya keluarga yang belum memiliki anak laki-laki cenderung resah karena tidak ada yang meneruskan marganya (silsilah). Akibatnya sering sekali istri harus berkorban untuk terus melahirkan hingga memperoleh anak laki-laki demi menjaga keharmonisan rumah tangga dan dengan kelompok kerabat yang lebih luas. Seperti yang diungkapkan informan di bawah ini; (A.Padang, 41 tahun, perempuan)

Tikkan i dukak pertama sakat 4 daberru, kadeh ma ngo ni akap i bas ukur diri i. Eda dekket simatua lalap kisuruh asa kuberre bapak kalak en sijahe sekali nai. Berat kalon ngo kuakap, jadi kubaen mo adatku menjalo sodip , kuberre mangan dekket oles akka kula-kula asa i sodipken kalak i ma asa meranak aku. Anak si keteken en daholi mang

keppe, lias ate mo bana Tuhan enggo i jalo sodip nami (Arti: Dulu anak

pertama sampai keempat adalah anak perempuan, saya sangat tertekan saat itu. Dari keluarga suami selalu membujuk saya agar bapak menikah lagi. Sangat berat rasanya, maka saya lalukan acara adat,kuberikan mereka makanan (spesial) dan oles meminta restu pada kula-kula semoga di saya direstui punya anak laki. Akhirnya anak ke lima anak laki-laki. Saya sangat bersyukur pada Tuhan dan kula-kula sudah menerima doa kami).

Dari ungkapan informan di atas sangat jelas bahwa ia selalu berkorban demi melahirkan anak laki-laki. Informan juga harus melakukan adat penghormatan kepada kula-kula supaya di beri anak laki-laki. Kehadiran anak laki-laki sangat di harapkan di adat pakpak agar menjadi keluarga yang dianggap sempurna. Apabila tidak mendapat anak laki-laki maka akan mendapatkan tekanan baik dari keluarga suami maupun masyarakat.


(1)

Nama : Rasidah

Usia : 25 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Jumlah saudara : 2 orang

Pendidikan terakhir : SMA

Pekerjaan : Petani

Rasidah sehari-hari pergi ke ladang guna membantu orang tuanya. Dia dan ibunya bekerja keras agar saudara laki-lakinya Anto bisa bersekolah ke pergurun tinggi.

Tanya : Apa pekerjaan yang dilakukan saudara anda sehari-hari?

Jawab : “mella turang diri en ngo, mangan sambing ngo gegoh. Mella krejo enda lot ukurna mi si, mella mi juma naing kurang ndor lalap mulak. Sakat i sapo pe oda ngo lot krejona. Paling menonton, mi kedde marmeami rebbak denganna. Diri, enggo mulak i juma nai gellap kessa ari. Merdakan deng sakat i sapo, kipekade sapo deng” (Arti: kalau saudara laki-laki saya ini hanya makan saja yang kuat. Kalau kerja satu pun tidak ada dikerjakan dari hati, kalau sedang diladang selalu ingin cepat pulang. Sampai dirumahpun tak ada yang dapat ia kerjakan. Hanya menonton, ke warung bermain dengan teman-temannya. Saya, pulang dari ladang kalau


(2)

matahari sudah mulai gelap . Sesampai dirumah harus memasak lagi, membereskan rumah lagi).

Tanya : Jika orang tua anda sakit siapa yang merawatnya?

Jawab : Waktu inang mersakit aku ngo ki urus. Mella bapa mersakit inang kiurus. Mella daholi i bettoh-bettohin i kiurus simersakit( arti: sewaktu ibu sakit saya yang mengurusnya, sewaktu ayah sakit ibulah yang mengurus. Laki-laki mana tau itu mengurus orang sakit)

Transkip Hasil Wawancara


(3)

Profil Informan

Nama : U. Angkat

Usia : 40 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Jumlah anak : 3 orang

Pendidikan terakhir : SMA

Pekerjaan : Petani

Sehari-hari informan bekerja diladang. informan bekerja sehari-hari guna mencukupi kehidupan sehari-hari. Beliau menikah dengan bapak M.sinamo yang sehri-hari bekerja sebagai seorang guru akan tetapi gaji beliau tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup keluarga bersama ke 3 orang anaknya.

Tanya : Bagaimana kewajiban suami dalam keluarga?

Jawab :“Mella bapa dukakku ngo ate-atena ngo kiberre kepeng blanjo, terpaksa mo aku engket mencari, sandok lejja mo. Cenggen enggo merdakan, laus mi juma. Mulak kan juma nai enggo cibon, merdakan deng. Kipekade sapo deng, menucci, kiurusi dukak. Karina bahanku. Mela madeng menapu kopi,Sipata perari-ari diri i juma deba asa lot giam menokor minak makkan isapo” (Arti: Kalau suamiku sesuka hatinya memberi uang belanja. Terpaksa saya ikut mencari uang, yang jelas sangat lelah. Setiap pagi saya memasak, pergi keladang. Pulang dari ladang sudah sore (hari mulai gelap), memasak lagi. Membereskan rumah, mencuci,


(4)

mengurus anak-anak. Semua saya kerjakan. Kalau belum panen kopi kadang menjadi buruh harian diladang orang supaya ada untuk membeli minyak makan dirumah.

Tanya : Apakah anda ikut dalam mencari nafkah keluarga?

Jawab : “gaji bapa kalak en oda ngo cukup menutupi mangan dekket sikkola kalak en. Kennah mango diri krejo asa cukup blanjo i sapo” (Arti: gaji dari bapak anak-anak ini tidak cukup menutupi untuk biaya makan keluarga dan sekolah anak-anak. Saya harus bekerja diladang orang (buruh tani) agar biaya belanja dirumah cukup).

Transkip Hasil Wawancara

Pertanyaan Untuk Anak yang Belum Menikah:


(5)

Nama : Diah

Usia : 25 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Jumlah anak : 3 orang

Pendidikan terakhir : SMA

Pekerjaan : Petani

Tanya : Apa pekerjaan yang dilakukan anda dan saudara anda sehari-hari?

Jawab : “tiap ari ngo weh kami mi juma,ki urus sapo deng, merdakan, karina mo. Naing laus nikate mengranto tapi ise ma mo nan ki urus sapo dekket omak en. Maseh ate menadingken. Mella turang diri en dike terharapken” Artinya: setiap harinya kami keladang, mengurus rumah lagi, memasak, semuanya lah. Niat hati ingin merantau tapi siapalah nanti yang mengurus

rumah dan ibu disini. Kasihan dan tidak tega untuk meninggalkan mereka. Kalau saudara laki-laki ini tidak bisa diharapkan

Tanya : Siapakah yang lebih diutamakan dalam memperoleh pendidikan?

Jawab : “tikkan i naing kuliah ngo aq, tapi perkepengen inang pe sulit deng tikkan i. Belli mo turang diri giam sikkola” (Arti: dulu saya ingin kuliah,


(6)

tapi sewaktu itu keuangan ibu lagi sulit. Biarlah asal saudaraku (laki-laki) bisa bersekolah)

Tanya : Bagaimana posisi anda dalam upacara adat?

Jawab :“ i podi ngo kami berru en gabe perkebbas, mella lot bgian perberrun baru mo kundul i blakang akka kula-kula” (Arti: dibelakangnya kami pihak perempuan duduk, kalau ada bagian untuk perempuan barulah kami duduk dibelakang kula-kula (saudara laki-laki).